• Tidak ada hasil yang ditemukan

PengembanganNilai-Nilai Karakter Melalui Pembelajaran IPS Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PengembanganNilai-Nilai Karakter Melalui Pembelajaran IPS Sekolah Dasar"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PengembanganNilai-Nilai Karakter Melalui Pembelajaran IPS Sekolah Dasar

Aulia Akbar

Dosen pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang (Sedang menempuh kuliah pascasarjana UNY)

(+628 2325 6762) Abstrak

Pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran atau nilai yang diajarkan, tetapi lebih kepada upaya penanaman nilai-nilai baik melalui semua mata pelajaran, program pengembangan diri, dan budaya sekolah. Peta nilai yang disajikan dalam naskah ini merupakan contoh penyebaran nilai yang dapat dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran, sesuai dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar isi (SI); melalui program pengembangan diri, seperti kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, keteladanan, pengkondisian. Perencanaan pengembangan Pendidikan Karakter ini perlu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah yang secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik. Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, IPS merupakan salah satu disiplin ilmu yang sarat dengan nilai-nilai materi pembangunan karakter. Oleh karena itu, muatan-muatan yang terkandung pada disiplin IPS perlu untuk direaktualisasikan ke dalam kegiatan pembelajaran yang lebih berorientasi pada pengembangan materi secara holistik, integratif yang berbasis pada nilai-nilai pendidikan karakter.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pengembangan nilai-nilai karakter, IPS. A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan bangsa untuk mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan tersebut ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa.Proses pewarisan tersebut dapat dimaknai secara eksplisitsebagai upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang yang mencakup tiga aspek, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.

Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana dan program yang jelas tetapi

(2)

2

pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis.

Proses pewarisan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan tidak bisa dilepaskan pada suatu budaya tertentu. Banyak nilai-nilai budaya yang bisa menghambat dan bisa mendorong pendidikan. Bahkan banyak pula nilai-nilai budaya yang dapat dimanfaatkan secara sadar dalam proses pendidikan. Sebagai contoh di Jepang terdapat konsep moral “Ninomiya Kinjiro"yang merupakan nilai budaya yang dimanfaatkan dalam praktek pendidikan untuk mengembangkan etos kerja. Kinjiro adalah anak desa yang miskin yang belajar dan bekerja keras sehingga bisa menjadi samurai, suatu jabatan yang sangat terhormat. Karena sangat miskinnya, orang tuanya tidak mampu membeli alat penerangan, kemudian dalam belajar ia menggunakan penerangan dari kunang-kunang yang dimasukan dalam botol.

Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa kerja keras diterima bukan sebagai beban, melainkan dinikmati sebagai pengabdian. Selain semangat kerja keras, budaya Jepang juga menekankan rasa keindahan yang tercerminkan pada ketekunan, hemat, jujur dan bersih sebagaimana semangat Kinjiro diwujudkan dalam patung anak yang sedang asyik membaca sambil berjalan dengan menggendong kayu bakar di bahunya. Patung tersebut didirikan di setiap sekolah di Jepang.

Mengacu pada hal di atas, pewarisan nilai budaya dan karakter dalam pendidikan Indonesia harus sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuangpada Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskanbahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Depdiknas, 2003: 1)

Berdasarkan rumusan pendidikan nasional, terdapat tiga kata kunci yang perlu digaris bawahi, yakni manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak atau berkarakter mulia. Ketiga kompetensi ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Iman adalah fondasi yang mendasari ketakwaan dan karakter

(3)

3

seseorang. Takwa menjadi bentuk pengamalan (aplikasi) dari keyakinan seseorang terhadap Tuhan (iman). Sedangkan karakter (akhlak) sebenarnya merupakan hasil atau akibat dari pelaksanaan takwa. Jadi, dapat dikatakan bahwa orang yang berkarakter seharusnya sudah memiliki iman yang kuat dan sudah memiliki ketakwaan yang benar.

Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah.

Selama ini, mata pelajaran yang materi ajarnya berkaitan langsung dengan pendidikan karakter adalah mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam praktiknya, pendidikan karakter yang diberikan melalui dua mapel tersebut baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Padahal pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan besar sebagai salah satu disiplin ilmu yang bertujuan untuk mendidik peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Hal tersebut sejalan dengan tujuan IPS yang disampaikan oleh NCSS yang menyatakan bahwa IPS merupakan disiplin ilmu yang bertujuan “to help young people develop the ability to make informed and reasoned decision for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world” (NCSS, 1994: 3). Mengacu pada hal tersebut, penanaman nilai-nilai karakter sejak usia dini pada mata pelajaran IPS menjadi tanggungjawab bersama yang harus diaplikasikan secara sinergis oleh semua pihak dan stakeholders terkait.

B. Pembahasan

1. Pendidikan Karakter

Kata karakter, secara etimologis menurut Ryan & Bohlin (1999: 5) berasal dari bahasa Yunani yaitu “charassein” yang mempunyai makna “to engrave” apabila

(4)

4

diterjemahkan berarti mengukir, melukis, memahatkan atau menggoreskan (Echols & Shadily, 1995: 214). Sementara Lickona (2004: 14) mendefinisikan karakter “... what you do when no body’s looking” (apa yang kamu lakukan ketika tidak ada orang lain yang melihat).

Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Menurut Frye (2002: 2) pendidikan karakter didefinisikan sebagai, “A national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal valuesthat we all share”.

Mengacu pada hal di atas, karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (Doni Koesoema, 2007:80). Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Berkaitan dengan aspek-aspek pada pendidikan karakter, Persyarikatan Muhammadiyah mengeluarkan nilai-nilai keutamaan atau karakter yang harus dimiliki seseorang, yaitu, spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan, kemandirian, serta kemajuan dan keunggulan (Anik Gufron, 2010: 15). Hal tersebut sejalan dengan tujuan pengembangan aspek-aspek pendidikan karakter menurut Pusat Kurikulum Nasional yang mengembangkan nilai-nilai pembentuk karakter bangsa yang meliputi : (1) pengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) pembangunan bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) pengembangan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Oleh karena itu, proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural pada konteks interaksi dalam keluarga, satuan

(5)

5

pendidikan serta masyarakat. Konsep dasar karakter merupakan proses untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands.

2. Mata Pelajaran IPS Sekolah Dasar

Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia merupakan kesepakatan dari para ahli untuk menunjuk istilah lain dari Social Studies. Karena itu mata pelajaran (mapel) IPS tidak dapat dilepaskan dari sejarah munculnya mata pelajaran Social Studies di Amerika Serikat tahun 1962-an. Berangkat dari pemahaman dan kajian serta bagaimana peran mata pelajaran Social Studies itu, di Indonesia kemudian diperkenalkan dan dikembangkan mata pelajaran IPS.

Pengertian social studies didefinisikan oleh National Council for Social Studies (NCSS)sebagai berikut:

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics and natural sciences. (NCSS, 1994: 3).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa IPS merupakan kajian integratif dari berbagai ilmu-ilmu sosial dan humaniora, termasuk di dalamnya agama, filsafat, dan pendidikan, bahkan aspek-aspek tertentu dari ilmu-ilmu kealaman dan teknologi. Dalam lingkup program sekolah IPS memberikan studi yang terkoordinasi dan sistematis yang menekankan pada disiplin-sisiplin ilmu antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi maupun isi terapan dari humaniora, matematika, dan ilmu murni.

Di dalam penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang antara lain mencakup ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.

Oleh karena itu, pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar (SD/MI), desain kurikulum pembelajaran IPS harus dirancang dan diselenggarakan

(6)

6

secara sistematis. Karena pada dasarnya, dalam proses pendidikan, sekolah dasar menempati posisi yang sangat vital dan strategis. Kekeliruan dan ketidaktepatan dalam melaksanakan pendidikan di tingkat dasar akan berakibat fatal pada pendidikan tingkat selanjutnya. Sebaliknya, keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan membuahkan keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Maka pendidikan IPS harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi dengan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya.

Materi-materi pada pembelajaran IPS di sekolah dasar, sarat dengan berbagai nilai-nilai karakter. Kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mapel IPS di SD disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Tujuan utama mapel IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Dalam lampiran Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi juga ditegaskan tujuan mapel IPS di SD/MI, yaitu:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial;

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di SD diorganisasikan secara baik. Peran guru IPS juga sangat penting dalam pencapaian tujuan tersebut, sebab jika guru IPS tidak memiliki kemampuan dan kesadaran untuk mewujudkan tujuan mapel IPS, maka tujuan tersebut akan sulit terwujud.

3. Pengembangan Nilai-Nilai Karakter pada Mata Pelajaran IPS

Mohammad Natsir, salah satu Pahlawan Nasional, tampaknya percaya betul dengan ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum

(7)

7

ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Mengacu pada hal tersebut, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah “guru” dan “pengorbanan”. Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang rela berkorban”.

Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi peserta didiknya.

Berkaitan denganhal di atas, penanaman nilaikarakter pada mapel IPS bukan hanya sekedar mengajarkan secara definitif tentang mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, proses pendidikan lebih dititik beratkan pada upaya menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) yang dilakukan oleh guru, sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pembelajaranIPS yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Puskur, 2009: 9-10).

Nilai-nilai prakondisi tersebut oleh guru bisa diintegrasikan pada setiap kajian dalam pembelajaran IPS. Pengintegrasian tersebut bisa dilakukan mulai dari desain silabus yang dikembangkan oleh guru dan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan

(8)

8

Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawahsupervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

Langkah selanjutnya adalah dengan penyusunan RPP yang merupakan penjabaran dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam silabus, guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan guru dalam membuat RPP yang mengintegrasikan pendidikan karakter pada mapel IPS, salah satunya perumusan indikator atau tujuan pembelajaran harus memperhatikan terwujudnya karakter pada peserta didik. Begitu juga, dalam materi ajar perlu ditambahkan muatan nilai-nilai karakter yang dapat dicapai oleh peserta didik disesuaikan dengan pokok materi yang ada. Guru juga harus memilih metode pembelajaran yang memungkinkan diintegrasikannya pendidikan karakter di dalamnya, misalnya dengan strategi pembelajaran kontekstual dengan menerapkan prinsip dan tahapan REACT (Relating, experiencing, applying, cooperating, transfering)(Crawford, 2001: iii).

Selanjutnya, yang juga sangat penting untuk pengembangan karakter pada pembelajaran IPS adalah proses penilaian. Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau vertikal. Apabila

(9)

9

penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.

Proses penilaian dalam pembelajaran IPS yang dilakukan guru harus memperhatikan karakter peserta didik, sehingga dalam proses yang terjadi nilai yang diperoleh siswa adalah nilai yang menggambarkan pencapaian kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik sesuai dengan karakteristik mapel. Penilaian karakter lebih banyak menggunakan penilaian nontes, yakni penilaian yang tidak menitikberatkan pada pencapaian kompetensi kognitif(authentic assessment). Penilaiannya bisa dalam bentuk penilaian kinerja, penilaian produk, penilaian afektif, penilaian diri, penilaian antarteman, dan lain sebagainya. Untuk memudahkan penilaian ini, guru harus membuat instrumen penilaian sesuai dengan teknik yang dipilih.

Dengan penilaian yang benar, maka proses pembelajaran IPS yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara benar dan karakter yang diharapkan pada peserta didik juga dapat diketahui atau belum, ataukah sudah menjadi kebiasaan seharihari atau belum. Untuk dapat melakukan penilaian dengan benar, guru dapat mempedomani Standar Penilaian Pendidikan yang ditetapkan dengan Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007.

C. Penutup

Secara esensial Pendidikan karakter berfungsi membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.

Uraian di atas secara singkat sudah menjelaskan konsep pengembangan nilai-nilai karaktermelalui pembelajaran di sekolah, khususnya pada mapel IPS SD. Dari uraian tersebut guru IPS, khususnya di SD, hendaknya dapat melakukannya dengan baik, tentunya secara bertahap melalui pengembangan silabus dan RPP dengan mengintegrasikan Pendidikan Karakter. Untuk mendukung tercapainya program pendidikan karakter di sekolah, khususnya di SD, harus dibangun kultur yang

(10)

10

mendukung akselerasi terbentuknya karakter peserta didik serta didukung oleh keteladanan para guru, karyawan, dankepala sekolah. Manajemen yang berkarakter juga sangat dibutuhkan demi suksesnya program pendidikan karakter di sekolah yang juga melibatkan semua komponen yang terkait dengan sekolah.

Daftar Pustaka

Anik Gufron(2010) Integrasi nilai-nilai karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran. Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Yogyakarta: UNY Press.

Crawford, M., L.(2001).Teaching Contextually: research, rationale, and techniques for improving student motivation and achievement in Mathematics and Science. Texas:CCI Publishing, Inc.

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Doni Koesoema A. (2007)Pendidikan karakter. Jakarta: Grasindo

Frye, Mike at .all. (Ed.) (2002)Character Education: Informational Handbook and Guide for Support and Implementation of the Student Citizent Act of 2001. North Carolina: Public Schools of North Carolina.

Lickona, Thomas (1991)Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland:Bantam books. NCSS (1994)Curriculum Standars for the Social Studies. Washington D.C.: National Council

for the Social Studies.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.

Pusat Kurikulum. (2009). Pengembangan dan pendidikan budaya dan karakter bangsa: pedoman sekolah. Jakarta: Kemdiknas

Ryan. K. & Bohlin, K.E. (1999). Practical ways to bring moral instruction to life. San Fransisco: John Wiley & Sons.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini artinya konsentrasi yang dapat mematikan wereng batang padi coklat (WBPC) lebih 50% adalah pada konsentrasi 50 gram/liter. Hal ini berarti dengan

Bank Pendaftaran Bagian Bagian Seleksi Calon Mahasiswa PM B Input Data Pendaftaran PMB Online Bukti Pembayaran PMB Membayar Biaya Pendaftaran Mahasiswa Baru Konfirmasi telah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, telah dibuat simulasi eksperimen yang memanfaatkan tabung Geiger Muller dan Ratemeter berbasis komputer dengan memanfaatkan program makro

Terlaksananya Pelaporan Keuangan Semesteran SKPD Kecamatan Binong Bobot Kelompok Indikator Kinerja = 30 Tingkat Keterbukaan Informasi Publik Bobot Kelompok Indikator Kinerja =

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang (2010) dimana pengaruh transaparansi negatif terhadap hubungan antara tax avoidance

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif, yaitu memaparkan hasil pengembangan produk berupa modul matematika dengan

Faktor tersebut adalah proses geomorfologi yang bekerja pada material endapan hasil letusan terutama pada bagian hulu lokasi penelitian.. Tujuan dari penelitian ini adalah

Kegunaan penelitian ini, yaitu secara teoritis diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan referensi yang berkaitan dengan mobilitas penduduk terutama pada faktor yang