• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Kopi

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup banyak

dibudidayakan di Indonesia baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Tanaman kopi mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1969. Menurut Karo (2009) produsen kopi umumnya berasal dari negara –negara tropis yang terletak di antara 20o LU dan 20o LS yang merupakan zona optimal pertumbuhan kopi. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk pengembangan tanaman kopi karena didukung oleh letak geografis Indonesia yang berada di antara 5o LU dan 10o LS.

Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang tidak menyukai sinar matahari secara langsung namun tanaman ini menghendaki sinar matahari secara teratur. Pengaturan penyinaran tanaman kopi biasanya dilakukan dengan penanaman tanaman penaung sebagai pelindung tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi umumnya dilakukan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman semusim seperti sayuran dan buah-buahan. Tujuan penanaman tanaman tumpang sari dan tanaman penaung ini adalah untuk menambah pendapatan bagi petani kopi sementara menunggu tanaman kopi menghasilkan.

(2)

Menurut Najiyati dan Danarti (2004) tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Kopi robusta sudah mulai berproduksi pada umur 2,5 tahun dengan umur ekonomis dapat mencapai 15 tahun, sedangkan kopi arabika mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Tingkat produksi kopi sangat dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan, seperti pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan pemilihan bibit.

Biaya dalam usahatani kopi terdiri dari biaya investasi dan operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani sebelum tanaman kopi menghasilkan. Biaya investasi meliputi biaya untuk mendapatkan lahan dan pembukaan lahan, biaya memperoleh peralatan dan input produksi (bibit tanaman kopi, naungan, dan pencampur, pupuk, pestisida dan tenaga kerja). Biaya

operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman kopi setelah menghasilkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010) menunjukkan bahwa petani mengeluarkan biaya usahatani kopi paling tinggi pada tahun pertama untuk biaya lahan dan peralatan. Pada tahun kedua biaya yang dikeluarkan petani merupakan yang terendah kemudian biaya yang dikeluarkan petani meningkat kembali pada tahun ketiga dan keempat. Pada tahun pertama dan kedua tanaman kopi belum memberikan manfaat karena belum berproduksi. Manfaat tanaman kopi mulai terasa pada tahun ke-3 saat tanaman kopi sudah menghasilkan. Besar kecilnya manfaat yang diperoleh petani dipengaruhi oleh produksi kopi yang dihasilkan. Tingkat produktivitas kopi bergantung pada pemeliharaan yang dilakukan petani dan perubahan cuaca.

(3)

2. Pertanian Organik

Perkembangan pertanian organik beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang positif, hal ini terlihat dari peningkatan pelaku pertanian organik dan permintaan pangan organik. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah (IFOAM, 2008). Menurut Sutanto (2002) pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang hara secara hayati. Pertanian organik mengajak manusia untuk kembali ke alam namun tetap memperhatikan keberlanjutan produktivitas usahatani yang dilakukan melalui perbaikan kualitas tanah dengan bahan-bahan organik.

Pertanian organik merupakan bagian dari sistem pertanian berkelanjutan yang menekankan pada konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). LEISA merupakan konsep pengembangan pertanian yang berusaha

meminimalkan input dari luar dalam kegiatan usahatani. Konsep LEISA berusaha mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada dengan

mengkombinasikan berbagai macam komponen sistem usahatani yaitu tanaman, ternak/hewan, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi. Tujuan utama dari konsep LEISA merupakan

(4)

a. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik

Berdasarkan IFOAM (2005) pertanian organik memiliki empat prinsip utama yaitu prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip

perlindungan. Prinsip pertanian organik ini menjadi acuan, standar dan norma dalam pelaksanaan pertanian organik.

1) Prinsip Kesehatan

Pertanian organik harus berkelanjutan dan mendorong kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan planet sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan

konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan.

2) Prinsip Ekologi

Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Penggunaan bahan asupan dan input produksi dari luar dalam pertanian organik diusahakan seminimal mungkin dan penerapan prinsip daur ulang, serta penggunaan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam.

(5)

3) Prinsip Keadilan

Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip ini

menekankan bahwa semua yang terlibat dalam pertanian organik harus

membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan.

4) Prinsip Perlindungan

Penggunaan teknologi dan metode-metode dalam pertanian organik harus

dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab guna melindungi keberlanjutan lingkungan, kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan datang.

b. Pertanian Organik Sebagai Sistem Pertanian Berkelanjutan

Pertanian organik tidak dapat dipisahkan dari pertanian berkelanjutan. Pertanian organik merupakan bagian integral dari pertanian berkelanjutan yang

berlandaskan pada keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. Pertanian organik dikatakan berkelanjutan karena dilihat dari dimensi ekonomi, pertanian organik mampu memberikan hasil yang optimal, mencukupi kebutuhan dan memberikan keuntungan yang layak bagi petani. Pertanian organik mampu menjamin keberlanjutan lingkungan melalui praktik budidaya yang menghindari bahan-bahan kimia dan rendah input dari luar. Selain itu dari dimensi sosial,

(6)

pertanian organik dilakukan dengan memperhatikan kearifan dan budaya lokal serta kehidupan sosial petani dalam mengembangkan usahatani. Peran pertanian organik dalam mendukung dan meningkatkan keberlanjutan sumber daya baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan sangat besar, sehingga pertanian organik disebut sebagai sistem pertanian berkelanjutan.

1) Aspek Ekonomi

Pertanian organik menitikberatkan pada sumber daya alam yang bernilai

ekonomis sebagai modal dan aset dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan secara bijaksana guna memperoleh hasil yang optimal. Keberlanjutan ekonomi dalam pertanian organik mengacu pada kemampuan pertanian organik dalam menjamin bahwa produksi pertanian organik dapat memberikan keuntungan yang layak bagi petani dalam jangka panjang. Proses budidaya dalam sistem pertanian organik selalu mempertimbangkan efisiensi terhadap penggunaan sumberdaya, efisiensi terhadap penggunaan bahan input eksternal, meminimalkan biaya pengobatan dan meningkatkan pendapatan serta nilai tambah (Dinas Pertanian

Provinsi Bali, 2014). Aspek ekonomi di bidang pertanian dapat dikatakan

berlanjut bila produksi pertanian mampu mencukupi kebutuhan pangan dan memberikan pendapatan yang layak serta menjamin kelangsungan hidup petani (Widiarta, 2011).

2) Aspek Lingkungan

Praktik pertanian organik memiliki kontribusi positif terhadap keberlanjutan ekologi. Manfaat pertanian organik terhadap keberlanjutan ekologi tidak perlu diragukan lagi. Pertanian organik terbukti mampu meningkatan kesuburan tanah,

(7)

menjaga keanekaragaman hayati, menghindari penggunaan bahan-bahan kimia, menjaga kebersihan dan kesehatan air. Hal ini menandakan pertanian organik mampu meningkatkan daya dukung dan kualitas lingkungan. Melalui Pertanian organik keseimbangan dan keberlanjutan ekologi dapat terjadi secara alami.

3) Aspek Sosial

Cara budidaya petani sangat berhubungan dengan kehidupan sosial petani. Aspek keberlanjutan secara sosial dalam pertanian organik merupakan pengembangan pertanian organik yang memperhatikan budaya lokal dan kehidupan sosial petani berupa kebebasan berkumpul, kesetaraan gender serta memperhatikan hak-hak tenaga kerja. Pertanian organik mengedepankan nilai-nilai sosial dan

kelembagaan dalam menjaga hubungan sosial dan keharmonisan antar petani di desa. Aspek sosial dapat dikatakatakan berkelanjutan bila mampu

mempertahankan nilai-nilai sosial, budaya dan kehidupan sosial petani dalam pengembangan pertanian organik.

3. Sertifikasi Organik

Sertifikasi kopi berkembang karena adanya tuntutan konsumen kopi dunia akan produk kopi khusus (specialty coffee) seperti kopi organik atau kopi lestari. Berkembangnya permintaan akan kopi spesialti dikarenakan adanya perubahan pola hidup konsumen kopi yang lebih memperhatikan keamanan, kesehatan dan isu lingkungan dalam budidaya kopi. Sertifikasi organik merupakan bentuk penjaminan suatu produk bahwa produk tersebut dibudidayakan dan diolah mengacu pada standar organik yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi organik menekankan pada tiga elemen pokok yaitu lingkungan,

(8)

produktivitas dan standar proses. Keorganikan suatu produk sangat ditentukan oleh bagaimana produk tersebut diproses atau dihasilkan.

Pelaksanaan cara budidaya kopi harus mengacu pada standar yang digunakan lembaga sertifikasi. Proses budidaya kopi yang mengacu pada standar sertifikasi organik mengajarkan petani berbudidaya kopi secara organik dengan

memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Praktik usahatani kopi secara organik diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani berupa peningkatan kualitas kopi dan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan yang diterima petani kopi. Selain memberikan manfaat dari segi ekonomi sertifikasi organik juga akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan sosial petani. Proses budidaya organik yang ramah lingkungan dapat menjaga kesehatan lingkungan dalam jangka panjang serta menjaga keseimbangan ekologi. Manfaat dari dimensi sosial yang dapat diperoleh petani salah satunya adalah petani memiliki suatu wadah untuk berkumpul dan saling berbagi pengalaman dan informasi melalui kelompok tani, karena untuk memperoleh sertifikasi petani harus membentuk kelompok tani untuk mempermudah proses sertifikasi.

INOFICE (Indonesian organic farm certification) merupakan salah satu lembaga sertifikasi organik di Indonesia yang berada dalam naungan yayasan Peduli Organik Madani. Standar sertifikasi yang digunakan INOFICE mengacu pada SNI 6729-2013 tentang sistem pertanian organik. SNI Sistem Pangan Organik (SNI 6729-2013) ini merupakan standar yang digunakan untuk menetapkan persyaratan sistem produksi pangan organik yang meliputi persiapan lahan pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan, pemasaran,

(9)

sarana produksi, bahan tambahan pangan yang diperbolehkan serta keadilan sosial dalam pertanian organik. SNI 6729-2013 juga memuat prinsip-prinsip produksi pertanian organik yang meliputi proses budidaya, pengaturan input produksi, penanganan pasca panen/pengolahan produk sampai penyimpanan dan pengangkutan. Petani kopi yang mendapat sertifikasi organik dari INOFICE harus memenuhi standar sistem produksi organik menurut SNI 6729 2013. Proses budidaya kopi harus mengacu pada prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI.

4. Standar Organik Menurut INOFICE

Standar organik yang digunakan INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang sistem pertanian organik. SNI 6729 2013 tentang sistem pertanian organik merupakan standar yang berisi persyaratan dalam sistem produksi pertanian organik di Indonesia. Persyaratan dalam pelaksanaan sistem pertanian organik meliputi penyiapan lahan pertanian, penanganan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan, sarana produksi dan bahan tambahan (input) serta bahan tambahan pangan yang diperbolehkan. Selain itu SNI ini memuat ketentuan mengenai sistem inspeksi dan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi.

Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang ketat dengan tujuan menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara sosial, lingkungan serta ekonomi dan etika. Persyaratan untuk produk yang diproduksi secara organik berbeda dengan pertanian lain, prosedur produksi merupakan bagian yang paling penting dan tidak terpisahkan dari identifikasi, pelabelan dan pengakuan dari produk organik tersebut. Sistem pertanian organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan

(10)

mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Praktik-praktik pertanian organik

mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya lahan yang disesuaikan dengan kondisi setempat serta pengelolaan budidaya dengan metode biologi, mekanik dan penggunaan budaya setempat dalam pelaksanaanya (Badan Standarisasi Nasional, 2013).

Tata cara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan dan pelabelan produk organik harus dilakukan sesuai prinsip-prinsip pertanian organik yang terdapat dalam SNI 6729 2013. Adapun prinsip-prinsip pertanian organik menurut SNI adalah sebagai berikut :

a) Tata cara Produksi (Tanaman dan Produk Tanaman)

Produk organik sangat ditentukan berdasarkan standar proses atau bagaimana produk tersebut dihasilkan. Tata cara produksi tanaman organik untuk tanaman tahunan harus melalui masa konversi selama 3 (tiga) tahun. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan tanpa pembakaran. Dalam standar produksi SNI kesuburan tanah harus dipelihara dan ditingkatkan dengan penggunaan bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuhan/hewan. Sistem pengendalian hama, penyakit dan gulma dengan cara mekanis/fisik dan biologi misalnya dengan pembabatan dan penggunaan herbisida alami yang berasal dari tumbuhan.

b) Penggunaan dan Pembuatan Input Produksi Pertanian Organik

Input dalam produksi pertanian organik berupa benih, pupuk, pestisida, bahan pembenah tanah dan bahan tambahan pangan yang dibutuhkan dalam produksi

(11)

pertanian organik. Benih atau bibit yang digunakan dalam pertanian organik adalah benih/bibit yang dibudidayakan dengan prinsip-prinsip pertanian organik. Persyaratan untuk input produksi dalam pertanian organik adalah input yang berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba atau mineral yang diproses secara

fisik/mekanis dan enzimatis atau biologi. Penggunaan input produksi tidak boleh merusak keseimbangan ekosistem tanah, mutu air dan udara.

c) Penanganan, Pengangkutan, Penyimpanan, Pengolahan dan Pengemasan. Integritas produk organik harus tetap dijaga selama tahapan dipanen sampai pengemasan. Penanganan produk organik harus dilakukan bersih dan terpisah dari produk anorganik untuk mencegah kontaminasi. Dalam penyimpanan dan pengangkutan produk organik tidak boleh tercampur dengan produk anorganik atau bahan yang tidak diizinkan dalam sistem produksi. Pengolahan produk organik dilakukan secara mekanik, fisik atau biologis, pengolahan secara kimia tidak diperbolehkan. Dalam proses pengolahan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan penolong digunakan seminimum mungkin. Sistem pengendalian hama, penyakit dan gulma selama proses pengangkutan dan penyimpanan dilakukan dengan tindakan pencegahan atau tindakan secara mekanis, fisik dan biologi. Proses pengemasan produk organik menggunakan bahan daur ulang atau bahan yang dapat didaur ulang.

d) Produk organik dihasilkan dari sistem produksi pertanian yang menggunakan media tanah (soil-based system).Produk pertanian yang dapat dikatakan organik adalah produk yang dihasilkan pada budidaya media tanah.

(12)

e) Kepedulian Sosial

Produksi produk organik dilaksanakan dengan memperhatikan antara lain kesehatan dan kesejahteraan pekerja/petani, kesetaraan gender dan menghargai kearifan tradisional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dinyatakan dalam panduan mutu.

Setiap prinsip diatas mengandung standar persyaratan untuk pelaksanaan pertanian organik. Dalam proses produksi pertanian organik terdapat tiga jenis bahan yaitu bahan yang diperbolehkan, bahan yang dibatasi dan bahan yang dilarang. Bahan yang diperbolehkan dalam proses produksi merupakan bahan atau input yang berasal dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara organik. Bahan yang dibatasi sebagai input produksi adalah bahan yang berasal dari tanaman atau organisme yang dibudidayakan secara anorganik, serta unsur-unsur mineral (mikro dan makro) yang berasal dari bebatuan. Bahan yang dilarang sebagai input produksi adalah bahan kimia sintetis seperti pupuk kimia dan pestisida.

Sertifikasi organik diberikan jika petani telah menjalankan proses produksi sesuai dengan ketentuan SNI. Petani yang mendapat sertifikasi dari INOFICE harus memenuhi seluruh (100 %) prinsip-prinsip pertanian organik yang ada dalam standar SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal ditetapkannya. Untuk menjamin pelaku organik tetap menjalankan produksi sesuai standar SNI, maka dilakukan survailen terjadwal terhadap petani yang sudah tersertifikasi minimum 1 (satu) tahun sekali.

(13)

5. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Menurut Soekartawi (1990) penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang dikonsumsi. Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani.

Analisis pendapatan bermanfaat untuk menggambarkan keadaan petani dimasa sekarang dan sebagai bahan perencanaan untuk usahatani yang akan datang. Analisis pendapatan juga berguna untuk melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Penilaian untung tidaknya suatu usahatani dapat dilihat dari nilai R/C (return cost ratio), yang merupakan perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani. Usahatani dikatakan layak dan menguntungkan jika nilai R/C >1, namun jika nilai R/C < 1 maka usahatani tidak menguntungkan. Usahatani berada pada situasi impas atau tidak menguntugkan dan tidak merugikan jika nilai R/C = 1 atau biasa disebut Break event point.

6. Efisiensi Biaya

Efisiensi biaya merupakan perbandingan antara total biaya produksi terhadap output yang dihasilkan. Efisiensi digambarkan sebagai suatu kondisi penggunaan input terbaik untuk menghasilkan output. Efisien tidaknya biaya dalam usahatani dilihat dari besarnya biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output. Menurut Supriyono (2001) suatu usaha dikatan efisien jika :

(14)

a. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan lebih kecil untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah yang sama.

b. Sumber atau biaya atau masukan yang digunakan adalah sama untuk menghasilkan keluaran dalam jumlah lebih besar.

Besar kecilnya efisiensi biaya dalam usahatani sangat berhubungan dengan skala usaha lahan dan produktivitas. Usahatani pada lahan yang luas cenderung lebih efisien dari usahatani yang dilakukan pada lahan yang sempit. Hal ini berkaitan dengan pengeluaran biaya tetap, semakin besar skala usaha maka biaya tetap cenderung akan menurun. Skala lahan yang lebih luas dalam usahatani akan meningkatkan produktivitas usahatani tersebut. Produktivitas usahatani merupakan gambaran dari kemampuan lahan dalam memberikan manfaat dari aktivitas usahatani yang dilakukan di lahan tersebut. Peningkatan produktivitas memiliki pengaruh positif terhadap efisiensi biaya, dimana semakin tinggi produksi maka efisiensi biaya yang dihasilkan semakin besar. Suatu usahatani dikatakan efisien jika mampu menghasilkan output dengan biaya rendah.

Peningkatan efisiensi biaya dapat dilakukan dengan pengendalian biaya input produksi dalam usahatani. Menurut Bambang dan Kartasapoetra (1998) tujuan dari pengendalian biaya (cost control) adalah pengendalian pengeluaran-pengeluaran, yang menjurus ke efisiensi pendayagunaan bahan baku (input), tenaga kerja dan alat-alat produksi (mesin-mesin). Peran efisiensi biaya sangat penting dalam menghasilkan produk (kuantitas dan kualitas) secara hemat sehingga mampu meningkatkan keuntungan bagi petani.

(15)

7. Nilai Tambah (Value Added)

Salah satu upaya petani dalam meningkatkan penerimaannya adalah mengolah produk pertanian yang dihasilkan. Pengolahan produk pertanian ini akan

memberikan manfaat yang lebih besar bagi petani karena adanya nilai tambah dari produk yang diolah. Selama proses penyaluran barang dari produsen ke

konsumen, produk pertanian sering mendapat perlakuan seperti pengemasan, pengolahan, pengawetan dan pemindahan tempat untuk memberikan nilai tambah. Perlakuan-perlakuan untuk meningkatkan nilai tambah tersebut bertujuan untuk meningkatkan manfaat dan keuntungan dari suatu produk.

Menurut Hayami dalam Maharani (2013) nilai tambah (value added) merupakan penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang

diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk ( form utility ), pemindahan tempat ( place utility ), maupun penyimpanan ( time utility ). Penentuan nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Metode nilai tambah Hayami merupakan metode yang memperkirakan besarnya perubahan nilai bahan setelah mendapat perlakuan.

Analisis nilai tambah bertujuan untuk mengukur besarnya balas jasa fakor produksi dalam proses pengolahan. Analisis nilai tambah ditentukan oleh tiga faktor pendukung yaitu faktor konversi, koefisien tenaga kerja dan nilai output. Faktor konversi merupakan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja

(16)

yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai output merupakan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

8. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu berguna sebagai sumber referensi dan informasi dalam penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu dapat menjadi acuan dan informasi mengenai metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian. Informasi penting yang peroleh dari penelitian terdahulu dapat dijadikan pembanding apakah penelitian yang akan dilakukan memberikan hasil yang sejalan atau sesuai dengan hasil peneltitian terdahulu.

Penelitian Saragih (2013) mengenai dimensi sosial ekonomi dan lingkungan dalam produksi kopi arabika di Sumatera Utara menunjukkan bahwa produktivitas kopi arabika sertifikasi 8 % lebih rendah dibandingkan kopi konvensional. Selain itu harga kopi bersertifikasi yang diterima petani sedikit lebih tinggi (3,57 %) dari harga kopi konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor ekologi memiliki peranan penting dalam pengembangan usahatani kopi arabika di daerah Simalungun, variabel ekologi (pemangkasan kopi, pengendalian HPT dan konservasi lahan) memberikan pengaruh positif dan dampak yang signifikan terhadap produksi kopi arabika di daerah tersebut.

Sutisari, Hermawan dan Riyanto (2013) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui kerja sama antar sektor dalam program pertanian padi organik,

mendapatkan hasil bahwa hasil kerja sama antar sektor dalam program pertanian padi organik berhasil memberikan pengaruh bagi kelestarian lahan pertanian,

(17)

peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat petani yang terlihat dari pemenuhan indikator-indikator pilar lingkungan, pilar ekonomi, dan pilar sosial, sehingga dikatakan telah berhasil dalam mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hal tersebut tercermin dengan adanya manfaat yang dirasakan petani berupa peningkatan perekonomian dan kesempatan kerja bagi keluarga petani.

Hasil penelitian Barham dan Weber (2012) yang bertujuan menganalisis

keberlanjutan ekonomi sertifikasi kopi di Meksiko dan Peru menunjukkan bahwa pendapatan usahatani kopi petani sertifikasi organik di Mexico (Oaxaca dan Chiapas) (US$ 480.8) lebih rendah dibandingkan pendapatan petani sertifikasi RA (US$ 601) di Peru (Junin). Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi kopi, luas lahan, usia tanaman, pendidikan petani memiliki pengaruh positif terhadap

pendapatan petani kopi sertifikasi RA di Peru.

Menurut Chairawaty (2012) yang meneliti tentang dampak sertifikasi Fair Trade terhadap perlindungan lingkungan, sertifikasi Fair Trade memberikan dampak ekonomi berupa berkurangnya biaya pembelian input kimia dan penambahan penghasilan dari tanaman sampingan. Dampak dari berkurangnya biaya

pembelian input kimia sangat tinggi, hal ini terlihat dari sekitar 90% petani KPG sudah tidak menggunakan herbisida lagi. Selain itu petani memperoleh bantuan berupa mesin babat yang berasal dari alokasi premium fee untuk menggantikan peran herbisida. Tanaman sampingan pada lahan kopi dapat memberikan penghasilan tambahan di luar penghasilan dari tanaman kopi sehingga dapat membantu perekonomian petani saat mereka berada di luar musim panen kopi.

(18)

Dampak sosial yang dirasakan petani adalah kuatnya organisasi petani dalam produksi dan pemasaran. Petani mendapatkan bantuan dari jaringan yang ada dalam Fair Trade dan petani juga merasakan manfaat berupa kemudahan dalam pemasaran karena adanya kepastian harga dan kontrak. Sedangakan dampak lingkungan yang dirasakan adalah peningkatan kesuburan tanah yang terlihat dari kebun petani yang lebih hijau, teratur dan kondisinya jauh lebih baik. Selain itu bertambahnya keanekaragaman hayati yang terlihat dari macam-macam tanaman peneduh dan tanaman lainnya di perkebunan yang berfungsi menjaga

keseimbangan ekosistem.

Hasil penelitian Widiarta, Adiwibowo dan Widodo (2011) mengenai

keberlanjutan pertanian organik menunjukkan bahwa usahatani padi organik layak secara ekonomi dengan B/C rasio 1,7, sedangkan usahatani konvensional tidak layak secara ekonomi karena nilai B/C Rasionya kurang dari 1, yaitu 0,9. Hal ini menunjukkan bahwa paktik pertanian organik berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberlanjutan ekonomi petani. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa keberlanjutan praktik pertanian organik di kalangan petani masih rendah karena masih banyak petani yang belum mengadopsi praktik pertanian organik. Petani cenderung bertahan dengan pertanian konvensional karena praktik pertanian organik memiliki tingkat kompleksitas lebih tinggi dibanding praktik pertanian konvensional atau dengan kata lain sangat rumit untuk diterapkan oleh petani.

Penelitian Mujiburrahman (2011) yang bertujuan untuk menganalisis sistem rantai pasok dan nilai tambah kopi organik mendapatkan hasil bahwa jaringan pasok

(19)

bahan baku Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan berasal dari kolektor yang dibina dengan prinsip kemitraan oleh koperasi. Kolektor yang dibina pada masing-masing kluster berperan sebagai pembeli kopi dari petani. Nilai tambah pengolahan kopi pada Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan sebesar 59,50 % sedangkan untuk kolektor sebesar 5,95%. Perbedaan besarnya nilai tambah ini dikarenakan peran dan tindakan yang dilaksanakan oleh KBQ Baburrayyan lebih kompleks dari yang lainnya, sehingga nilai tambah yang diperoleh juga lebih besar

Hasil penelitian Prasmatiwi, Irham, Suryantini dan Jamhari (2010) mengenai keberlanjutan usahatani kopi di kawasah hutan Kabupaten Lampung Barat menunjukkan bahwa usahatani kopi di kawasan hutan di Lampung Barat layak dan memberikan manfaat, NPV usahatani kopi di kawasan hutan sebesar Rp 17.719.505/ha, BCR 1,86 dan IRR 24,96%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa usahatani kopi yang paling menguntungkan adalah usahatani naungan kompleks multiguna (MPTS, multipurpose tree species) karena memberikan nilai NVP tertinggi dibanding usahatani lainnya. Keberlanjutan usahatani kopi di kawasan hutan bergantung pada nilai eksternalitas (biaya lingkungan dan biaya sosial), bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih besar dari US$536/ha, maka usahatani kopi di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak berkelanjutan (NPV negatif), sedangakn bila biaya eksternalitas US$458 maka besarnya NPV adalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR 26,88%. Penelitian ini juga menghitung besarnya kesediaan petani dalam membayar biaya eksternal untuk perbaikan lingkungan hutan sebesar rata-rata Rp 475.660/tahun untuk

(20)

perbaikan konservasi tanah, menambah tanaman naungan, membayar pajak lingkungan, dan kegiatan reboisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Donaghue (2008) mengenai peran informasi dalam sertifikasi organik menunjukkan bahwa sertifikasi kopi organik dapat memberikan keuntungan baik langsung maupun tak langsung bagi petani kecil. Keuntungan sosial-ekonomis langsung yang diterima petani adalah adanya price premium dan penurunan baiya produksi karena ketiadaan bahan kimia, yang biasanya sangat mahal dan memberatkan bagi petani kecil. Keuntungan tak langsung yang didapatkan oleh petani kecil yang terlibat dalam proses sertifikasi kopi organik adalah adanya proses kemitraan di tingkat lokal maupun internasional, sehingga memberikan keuntungan karena petani dapat meningkatkan nilai tambah

produknya, meningkatkan akses petani kepada pasar yang baru, serta informasi dari mitra-mitra mengenai standar kualitas yang dikehendaki konsumen.

B. Kerangka Pemikiran

Perdagangan kopi dunia perlahan-lahan telah bergeser ke arah perdagangan kopi spesialti, yaitu kopi yang memiliki kekhasan khusus seperti kopi lestari, kopi organik dan kopi yang memiliki indikasi geografis. Negara konsumen kopi dunia sangat memperhatikan isu-isu lingkungan dan sosial dalam proses produksi kopi. Pemenuhan standar negara konsumen kopi diwujudkan dalam bentuk sertifikasi kopi. Lampung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang berkontribusi cukup besar dalam ekspor kopi nasional. Pelaku usahatani kopi di Lampung memenuhi standar permintaan negara konsumen kopi dalam bentuk sertifikasi, salah satunya sertifikasi organik. Sertifikasi organik ditujukan untuk

(21)

membantu petani dalam proses budidaya sehingga petani dapat meningkatkan produksi dan kualitas kopi dengan tetap memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.

Sertifikasi organik dilakukan sesuai standar dan prinsip-prinsip pertanian organik. Sertifikasi organik INOFICE mengacu pada SNI 6729 2013 tentang sistem

pertanian organik. Standar SNI dalam pertanian organik meliputi persyaratan tatacara produksi, penggunaan input, pengolahan, penyimpanan sampai pengemasan produk organik. Usahatani kopi yang mendapat sertifikasi dari INOFICE adalah usahatani kopi yang telah memenuhi standar prinsip-prinsip pertanian organik dalam SNI. Sertifikasi organik dari INOFICE yang diterima petani mencakup proses budidaya sampai pengolahan pascapanen.

Praktik budidaya kopi secara organik dilakukan melalui konsep LEISA yang meminimumkan input dari luar dan bahan-bahan kimia sehingga biaya produksi lebih rendah. Penurunan biaya produksi ini dapat meningkatkan efisiensi biaya dalam usahatani kopi. Praktik budidaya secara organik juga dapat meningkatkan produktivitas kopi, peningkatan produktivitas ini pada akhirnya akan

mempengaruhi efisiensi biaya dan pendapatan petani kopi. Kopi yang dihasilkan petani sertifikasi sebagian diolah dan sisanya dijual. Pengolahan biji kopi organik ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk organik. Peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan usahatani kopi serta nilai tambah merupakan manfaat dalam aspek ekonomi yang diterima petani dari penerapan budidaya kopi secara organik sesuai standar sertifikasi.

(22)

Manfaat sertifikasi dalam aspek sosial dan lingkungan dapat dilihat dari praktik usahatani kopi secara organik. Penilaian manfaat sosial dan lingkungan diukur melalui indikator-indikator prinsip-prinsip pertanian organik pada standar SNI 6729 2013. Penelitian mengenai manfaat sertifikasi organik dilakukan dengan membandingkan manfaat yang diperoleh petani sertifikasi dan nonsertifikasi agar besarnya manfaat lebih terlihat. Alur kerangka berpikir manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Gambar 2.

C. Hipotesis

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, telah disusun hipotesis, yaitu:

1. a. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam aspek ekonomi ditinjau dari produktivitas, efisiensi biaya dan pendapatan.

 Produtivitas usahatani kopi petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi,

 Efisiensi biaya petani sertifikasi lebih tinggi dari petani nonsertifikasi,  Pendapatan usahatani petani sertifikasi lebih tinggi dari petani

nonsertifikasi,

b. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi.

2. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik budidaya kopi yang memperhatikan lingkungan.

3. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat dalam meningkatkan praktik budidaya kopi yang dapat diterima secara sosial.

(23)

4. Diduga, sertifikasi INOFICE memberikan manfaat terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik.

(24)

Gambar 2. Kerangka berpikir manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan usahatani kopi organik.

Praktik usahatani kopi yang berkelanjutan secara ekonomi

Efisiensi Biaya Proses produksi Petani Non-sertifikasi Usahatani Kopi Organik Usahatani Kopi Anorganik Usahatani Kopi Pengolahan Penyimpanan dan pengangkutan Manfaat Sertifikasi Nilai Tambah Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi SNI 6729 2013 Pertanian Organik

Praktik Budidaya Kopi Secara Organik Produktivitas Pendapatan Aspek Sosial Petani Sertifikasi Praktik usahatani kopi yang memperhatikan lingkungan Sertifikasi Organik Kopi Praktik usahatani kopi yang dapat diterima secara sosial.

Gambar

Gambar 2. Kerangka berpikir manfaat sertifikasi INOFICE terhadap keberlanjutan   usahatani kopi organik

Referensi

Dokumen terkait

(2) BTP dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diizinkan digunakan dalam Pangan Olahan Organik tercantum dalam Lampiran yang merupakan

umum digunakan untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air kedalam campuran sehingga bagian yang dapat menguap

Hasilnya menunjukkan bahwa daya cerna bahan kering pakan tertinggi diperoleh pada ternak yang memperoleh suplemeu mengandung urea yaitu sebesar 65,9%, kemudian 62,5% pada ternak

Formula Ekstrak Temulawak, Meniran, Sambiloto, dan Temu Ireng Sebagai Imunostimulan untuk Menanggulangi Penyakit Flu Burung (Avian Influenza). Bambang Pontjo

Proses Pra-Penyusutan Kayu untuk Mempercepat Pengeringan dan Mencegah Cacat dalam Proses Pengeringan dengan Kilang Pengering

Seperti halnya yang kita ketahui bahwa perubahan waktu adalah suatu faktor penentu dalam terjadinya suatu proses perubahan sosial, karena dengan terus menerus seiring dengan

Dari hasil obeservasi menemukan bahwa kondisi Potensi Pariwisata yang ada di Kabupaten Pandeglang mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan, namun selama

a) Lingkungan Pengendalian (Control Environment). Faktor lingkungan pengendalian termasuk integritas, etika, kompetensi, pandangan, dan.. 157 filosopi manajemen dan