• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar. penting untuk pengembangan dan pengaktualisasian potensi yang dimiliki oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengantar. penting untuk pengembangan dan pengaktualisasian potensi yang dimiliki oleh"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pengantar A. Latar belakang Masalah

Aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas salah satunya adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. Kepercayaan diri berfungsi penting untuk pengembangan dan pengaktualisasian potensi yang dimiliki oleh seseorang. Orang yang percaya diri akan mempunyai tingkat penyesuaian diri dan sosial yang lebih baik dari pada orang yang kurang percaya diri. Orang yang percaya diri akan mempunyai tingkat kesehatan mental yang lebih baik. Sebaliknya orang yang tidak percaya diri akan merasa selalu dalam keadaan was-was, takut, menggunakan mekanisme pertahanan diri yang terus menerus dan lebih buruk lagi orang yang tidak percaya diri mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terserang depresi atau stres. Davies (2004) mengatakan bahwa perasaan-perasaan malu yang sering muncul dan daya tahan yang lebih rendah dalam system kekebalan, menambah kerentanan fisik maupun psikologis terhadap pengaruh-pengaruh stres. Tanpa rasa percaya diri individu mungkin melihat perubahan dengan rasa takut karena individu merasa kekurangan sumber daya untuk menanggulanginya. Banyak masalah yang timbul karena seseorang tidak memiliki kepercayaan diri. Pendapat tentang pentingnya kepercayaan diri tersebut didukung oleh penelitian Afiatin, dkk (1994) yang dilakukan pada remaja SMTA di Kodya Yogyakarta menemukan bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri.

Memasuki masa remaja menjadi pengalaman baru yang mengejutkan bagi individu, sebab perubahan fisik pada masa ini cukup menonjol dan hal itu sekaligus

(2)

menjadi sesuatu yang terkadang kurang dapat dimengerti. Masa remaja ditandai dengan terjadinya perubahan fisik yang disebabkan oleh mulai aktifnya kelenjar reproduksi dan hormon yang penting bagi pertumbuhan. Perubahan fisik tersebut membawa dampak perubahan pula pada perkembangan psikologis dan sosial remaja. Pada masa ini kesadaran akan penampilan fisik mulai muncul. Keadaan fisik yang baik dan memenuhi harapan remaja akan menimbulkan kepuasan, akan tetapi perubahan fisik tersebut akan menimbulkan kerisauan apabila menyimpang dari layaknya perubahan fisik yang normal. Seperti dikatakan oleh Monks, dkk. (2002) bahwa penyimpangan dari bentuk badan khas wanita atau khas laki-laki menimbulkan kegusaran batin yang cukup mendalam karena pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Pertumbuhan fisik yang tidak seimbang pada remaja membuat remaja harus menerima proporsi tubuhnya yang tidak seimbang untuk sementara waktu dan hal ini cukup mangganggu batin remaja.

Keadaan fisik yang menyimpang ini akan menimbulkan kekecewaan bagi remaja. Menurut Fuhrmann (1990), keadaan fisik mempunyai arti khusus bagi remaja, oleh karena itu penyimpangan fisik tidak dapat ditoleransi remaja. Kekhawatiran akan penolakan sosial dan keraguan bahwa ia tidak mempunyai daya tarik fisik begitu besar bagi remaja penyandang cacat tubuh. Menurut Monks, dkk. (2002) cacat-cacat badan sangat merisaukan terutama pada masa remaja, sebab penampilan fisik pada masa ini sangat dianggap penting, cacat-cacat badan yang mempengaruhi penilaian remaja sedemikian rupa sehingga menghambat perkembangan kepribadian yang sehat. Hal ini berarti individu yang mengalami cacat tubuh berkemungkinan besar memiliki kepercayaan diri yang cenderung rendah. Dampak perubahan penampilan fisik pada

(3)

remaja bila tidak diimbangi dengan bekal secara psikologis akan menjadi hambatan bagi perkembangan kepribadiannya atau menjadi terganggunya fungsi psikologis. Hal ini akan berpengaruh negatif terhadap kepercayaan dirinya, terutama di lingkungan sosialnya.

Banyak remaja penyandang cacat tubuh menerima perlakuan yang kurang baik dari lingkungannya. Salah satunya dialami oleh Gilang Pradana Putra (12) salah seorang penderita tuna rungu. Gilang yang kini duduk dikelas 1 tingkat SMP di SLB B Yakut Purwokerto menceritakan nasibnya yang buruk menimpanya. Ia mengatakan perbuatan mencela sering diterimanya bahkan ia pernah mengalami tindakan pemukulan oleh seseorang. Nasibnya itu ternyata juga dialami oleh ketiga temannya yakni Andi (11), Wahyu (12), dan Krisna (11) (Koran Merapi, 2005).

Penampilan yang dianggap kurang menarik terutama pada masa remaja sangat mangganggu perkembangan remaja itu sendiri, terutama dalam interaksi peer groupnya. Hal tersebut terjadi karena penampilan yang menarik lebih bisa diterima secara sosial dari pada sebaliknya. Cole (1963) menyebutkan dalam daftar sifat yang tidak disukai secara sosial diantaranya adalah memiliki cacat tubuh (Has Physical Handicaped) dan berpenampilan tidak menarik (Unattractive). Penolakan secara sosial tersebut otomatis menjadi sebuah gangguan bagi remaja. Remaja akan semakin merasa rendah diri dan menjadikannya menarik dari pergaulan teman sebaya, karena sedikitnya aktivitas sosial yang diikuti remaja dengan teman sebayanya. Penolakan sosial tersebut makin meyakinkan dirinya bahwa ia tidak berharga, akibatnya ia makin bertambah frustrasi dan makin tidak percaya diri.

(4)

Proses kepercayaan diri seseorang tidak terbentuk dengan sendirinya tetapi melalui proses yang cukup panjang. Afiatin dan Martaniah (1998) menyatakan bahwa kepercayaan diri berkembang melalui hubungan individu dengan lingkungan. Kepercayaan diri akan berkembang dengan baik apabila dipengaruhi oleh lingkungan psikologis dan sosiologis yang kondusif. Lingkungan yang kondusif yang dimaksud adalah lingkungan yang demokratis, yaitu suasana yang penuh penerimaan, kepercayaan, rasa aman, dan kesempatan untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Kepercayaan diri akan mudah terbentuk bila orang-orang yang dekat dengan remaja bersikap menyenangkan dan mendukung (Hurlock, 1975), terlebih lagi bagi penyandang cacat. Remaja yang menyandang cacat menerima keadaan cacat ini sangat tergantung pada dukungan sosial yang diberikan orang tua, guru, terapis, dan orang lain yang memberitahukan tentang perkembangan psikologisnya (Lewandowsky dan Cruickshank, dikutip Cruickshank, 1981).

Penelitian Fitzgerald (Herristanti, 1996) tentang remaja penyandang cacat menunjukkan bahwa reaksi keluarga dapat lebih menjadi sumber frustrasi daripada keadaan cacat. Hubungan anak dan orang tua yang rusak cenderung memainkan peranan lebih penting dalam perkembangan kepribadian daripada keadaan cacat itu sendiri. Hasil tersebut dikuatkan oleh penelitian Schulz dan Decker (Herristanti, 1996) yang menghubungkan penyesuaian pada penyandang cacat dengan peran dukungan sosial, kontrol yang ditanggapi dan sikap menyalahkan diri sendiri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai dukungan sosial yang diterima dan merasa bahwa ia dapat mengontrol keadaan tersebut, mempunyai tingkat kesehatan mental yang tinggi. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan

(5)

sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek penelitian emosi, informasi, bantuan instrumen, dan penilaian (House dikutip Cohen dan Syme, 1985). Dukungan sosial selalu melibatkan dua pihak yaitu pihak yang memberi dan pihak yang diberi dukungan. Terjadi proses dukungan jika kedua-duanya berinteraksi.

Berdasarkan paparan diatas dapat dikatakan bahwa pemberian dukungan sosial terutama dukungan orang-orang yang dianggap penting oleh individu akan sangat berarti untuk meningkatkan kepercayaan diri. Penelitian ini mengambil sampel penyandang cacat tubuh. Mengingat betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh remaja penyandang cacat, terutama dalam memerangi sikap negatif dari masyarakat.

B. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengajukan hipotesa bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada remaja penyandang cacat.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri remaja penyandang cacat tubuh.

(6)

Tinjauan Pustaka A. Kepercayaan Diri

Menurut Brenneche dan Amich (Kumara, 1988) kepercayaan diri diartikan sebagai suatu sikap atau perasaan tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain, karena telah merasa cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan di dalam hidup ini. Orang yang mempunyai kepercayaan diri tidak memerlukan orang lain sebagai standar, karena dapat menentukan standar sendiri dan selalu mampu mengembangkan motivasinya. Hasan, dkk (1981) dalam kamus istilah psikologi mengemukakan bahwa kepercayaan diri adalah kepercayaan akan kemampuan sendiri secara adekuat dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat. Menurut Mikesell (1939), rasa percaya diri adalah penilaian yang relatif tetap tentang diri sendiri mengenai kemampuan, bakat, kepemimpinan, inisiatif dan sifat-sifat lain, serta kondisi-kondisi yang mewarnai perasaan manusia. Menurut Bandura (Kumara, 1988), rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Rasa percaya diri ditujukan pada keyakinan bahwa seseorang dapat menyebabkan sesuatu terjadi sesuai harapan-harapannya.

Kumara (1988) mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah kemampuan berpikir secara original, berprestasi, aktif, agresif dalam mendekati pemecahan masalah dan tidak lepas dari situasi lingkungan mendukungnya, bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil, mampu menetapkan fakta dan realita secara obyektif yang didasari kemampuan dan ketrampilan.

(7)

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin pada kemampuan diri sendiri, dalam berpikir, bertindak secara aktif, agresif, berprestasi dan bertanggungjawab dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

B. Dukungan Sosial

Johnson dan Johnson (1991) menyatakan bahwa hubungan interpersonal merupakan sumber yang berkualitas dalam hidup setiap manusia. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari individu lain, karena secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Secara sengaja maupun tidak, merasakan selalu melakukan interaksi dengan alam lingkungan, sesama dan Tuhannya

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang hidup menyendiri tanpa ada yang memperhatikan akan berakibat pada kasejahteraannya (well being). Hal ini menyatakan bahwa hubungan yang saling mendukung dalam kehidupan manusia itu penting dan dukungan sosial (social support) adalah jawabannya (Johnson dan Johnson, 1991). Chaplin (1989) mendefinisikan dukungan (support) sebagai pengadaan atau penyediaan suatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Sesuatu itu dapat berupa dorongan atau semangat dan nasihat kepada orang lain.

Sarason (1983) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, dan kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai

(8)

dan menyayangi kita. Sedangkan menurut House dan Kahn (1985), dukungan sosial adalah tindakan yang bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan instrumen dan penilaian positif pada individu dalam menghadapi permasalahannya.

Brehm dan Kassin (1990) menyatakan arti dukungan sosial melalui: a) kontak sosial, b) tersedianya orang yang membantu, c) hubungan yang berkualitas, d) tersedianya bantuan.

Kontak sosial. Kontak sosial dapat dilakukan oleh sejumlah orang. Misalnya kontak sosial sesama teman dekat, kontak sosial dengan kerabat, kontak sosial dalam hubungan suami istri.

Tersedianya orang yang membantu. Adanya orang yang dapat membantu pada saat dibutuhkan sangat berarti sekali. Semakin banyak orang yang dapat membantu makin sehatlah individu tersebut. Bantuan akan diterima individu bila individu aktif mencari.

Hubungan yang berkualitas. Pengertian hubungan yang berkualitas adalah hubungan dengan orang-orang tertentu yang memiliki hubungan dekat. Penelitian Brown dan Harris (Brehm dan Kassin, 1990), menemukan bahwa tersedianya hubungan dengan orang yang dekat akan membuat individu terhindar atau dapat mengatasi masalah.

Tersedianya bantuan. Bantuan yang diterima individu akan mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh stress. Hal ini disebabkan terbentuknya keyakinan diri (self worth), affirmation melalui keterlibatan individu dengan lingkungan sosialnya. Sehingga individu dapat menghadapi masalah yang ada bahkan dapat

(9)

mangatasinya. Sarason, dkk. (Brehm dan Kassin, 1990) menyatakan bahwa melalui orang yang individu percaya dan yang memperhatikan, akan mengurangi situasi yang dapat membuat stres.

Dengan demikian, dukungan sosial adalah hubungan interpersonal dengan cara memberi bantuan. Bantuan tersebut dapat berupa perhatian emosi, pemberian informasi, bantuan instrumen dan penilaian positif kepada individu dari lingkungan sosialnya dalam menghadapi permasalahannya.

(10)

Metode Penelitian

A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas : Dukungan Sosial 2. Variabel Tergantung : Kepercayaan Diri

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong yang diberikan orangtua, teman sebaya, dan guru dengan melibatkan aspek dukungan emosi, penghargaan, dukungan informasi dan dukungan instrumental. Dukungan sosial dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial yaitu: dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasional, dan dukungan instrumental (Sarafino, 1990). Intensitas dukungan sosial individu didapatkan melalui skor skala dukungan sosial. Makin tinggi skor berarti makin tinggi intensitas dukungan sosial yang diperoleh individu.

2. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin pada kemampuan yang dimiliki untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Hal ini karena adanya perasaan positif terhadap kemampuannya, sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain.

(11)

Kepercayaan diri dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek kepercayaan diri dari Guilford (1959) yaitu: merasa adequat (merasa mampu memenuhi apa yang dia lakukan), merasa diterima (yakin bahwa orang lain menyukainya), yakin pada kemampuan sendiri, serta memiliki sikap tenang dalam situasi sosial (tidak merasa malu ketika bertindak atau berkata salah). Tingkat kepercayaan diri akan dapat dilihat dari skor total yang diperoleh pada skala ini. Skor yang rendah berarti individu memiliki kepercayaan diri tinggi. Sebaliknya, bila subjek mendapat nilai yang tinggi berarti kepercayaan dirinya rendah.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja penyandang cacat tubuh yang berada di Pusat Rehabilitasi Penyandang cacat YAKKUM Jogyakarta. Kriteria kecacatan yang digunakan adalah seseorang yang mempunyai kekurangan atau ketidaklengkapan pada anggota tubuhnya (tangan dan kaki), baik secara struktural maupun fungsional.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skala. Metode skala ini digunakan mengingat variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu dukungan sosial dan kepercayaan diri lebih mudah diungkap dengan metode skala. Metode skala juga memiliki bentuk langsung yang mendasar pada laporan tentang diri sendiri atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Metode skala memiliki ciri khas atau

(12)

karakteristik sebagai alat ukur psikologis yaitu stimulus berupa pernyataan yang tidak langsung mengungkap (dalam bentuk indikator perilaku) atribut yang hendak diukur, indikator-indikator perilakunya diterjemahkan dalam bentuk-bentuk aitem.

(13)

HASIL PENELITIAN A. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi sebaran jawaban subjek pada suatu variabel yang dianalisis. Uji normalitas sebaran pada penelitian menggunakan teknik analisis One-Sample Kolmogorov Test. Untuk dukungan sosial dengan koefisien K-SZ = 1.279 ; p = 0.076. Sedangkan kepercayaan diri K-SZ = 0.629 ; p = 0.824, maka kedua distribusi responden normal (p > 0.05).

B. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah data-datanya mengikuti garis linear. Uji linearitas dilakukan dengan teknik Bivariation Linear. Syarat dari uji normalitas ini hádala bila p < 0.05. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh hasil F = 15.157; p = 0.005 sehingga korelasi antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri adalah linear.

C. Hasil Uji Hipótesis

Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson karena salah kedua uji asumsi terpenuhi. Hasil perhitungan menunjukkan nilai rxy = 0.423; p = 0.001 hal ini meninjukkan bahwa ada hubungan yang sangat

signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri terhadap remaja penyandang cacat tubuh dimana p < 0.05. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Semakin tinggi dukungan sosial semakin tinggi kepercayaan diri,

(14)

semakin rendah dukungan sosial semakin rendah pula kepercayaan diri. Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti diterima.

D. Pembahasan

Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis, yaitu ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri remaja penyandang cacat tubuh. Korelasi antara kedua variabel tersebut sebesar 0.423 dengan taraf signifikansi sebesar 0.001; p < 0.01, koefisien determinasi sebesar 0.179. Berarti sumbangan dukungan sosial terhadap kepercayaan diri remaja penyandang cacat tubuh adalah sebesar 17.9 Persen.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Herristanti (1996), yang menunjukkan bahwa pembentukan penerimaan diri remaja penyandang cacat tubuh dipengaruhi oleh tingkat dukungan sosial yang diberikan. Hasil penelitian tersebut menambah bukti bahwa dukungan sosial penting untuk meningkatkan kesehatan mentalnya. Dukungan sosial mempunyai implikasi yang luas terhadap kesehatan mental orang yang menerimanya. Suatu bukti isolasi sosial dan kematian orang-orang penting dalam kehidupan mendukung hal tersebut (Johnson dan Johnson, 1991). Lebih lanjut Johnson dan Johnson berpendapat bahwa dukungan sosial berhubungan dengan kesehatan psikologik dan penyesuaian, situasi stres, kepercayaan diri dan otonomi, identitas diri yang koheren dan terintegrasi. Selain itu dukungan sosial juga berhubungan dengan hilangnya neurotisme dan psikopatologi, meningkatkan kemampuan interpersonal, aman yang lebih besar secara psikologik,

(15)

harga diri yang lebih tinggi, meningkatkan kegembiraan secara umum, mengurangi distres psikologik, dan coping secara efektif terhadap situasi stres.

Mangunsong, dkk. (1998), mengemukakan bahwa reaksi orangtua dan saudara-saudaranya terhadap kecacatan anak dapat mempengaruhi gambaran psikologis anak yang menderita cacat tubuh. Reaksi-reaksi ini akan mempengaruhi perasaan anak dan gambaran psikologis anak. Krisis ini tentunya akan dapat berubah menjadi positif atau negatif. Sikap positif ditunjukkan dengan rasa tanggung jawab orangtua terhadap kesembuhan anak. Membantu meringankan beban psikis anak dan berusaha memenuhi kebutuhan anak, oleh karena itu rasa kasih sayang dan sikap penuh perhatian dari orangtua dan saudara-saudaranya akan dapat meringankan beban psikis anak, anak akan lebih bergairah untuk mengatasi masalah dirinya dan krisis kepercayaan dirinya. Yusuf (2004) juga menambahkan bahwa keluarga merupakan pondasi, memiliki dan memegang peranan penting dalam pengembangan kepribadian anak, keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang akan memberikan anak rasa aman, penerimaan sosial dan harga diri sehingga anak menjadi percaya diri untuk mencapai perwujudan diri.

Kepercayaan diri subjek dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sedang. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan perlakuan pihak pusat rehabilitasi sendiri beserta seluruh karyawan dan perangkat yang terlibat didalamnya. Sebagian besar karyawan dari Pusat Rehabilitasi ini juga mengalami cacat tubuh sehingga mereka akan lebih tahu tentang bagaimana memperlakukan penyandang cacat.

Pihak Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh YAKKUM sendiri sebagai institusi yang mempunyai fungsi dan peran utama sebagai pemberi bekal

(16)

ketrampilan bagi para rehabilitan secara tidak langsung juga ikut andil dalam membentuk kepercayaan diri mereka. Program penunjang sebagai pelengkap dari program utama yang tidak kurang penting perannya dalam membentuk kepribadian para penyandang cacat tubuh. Program penunjang tersebut antara lain berupa pendidikan rohani menurut agama dan kepercayaan masing-masing, olah raga, penyuluhan, dan juga pendampingan. Melalui program tadi para rehabilitan mendapatkan banyak manfaat.

Selain bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan para rehabilitan, program tersebut juga dapat digunakan sebagai wahana untuk membentuk kesadaran, kepercayaan diri dan pemahaman tentang diri mereka sendiri. Pusat Rehabilitasi YAKKUM juga menyediakan sarana bimbingan dan konseling bagi para rehabilitan yang membutuhkan bantuan. Bantuan yang tidak kalah pentingnya bagi para rehabilitan adalah bantuan medis. Bantuan tersebut meliputi bantuan medis bagi para rehabilitan yang menderita sakit sampai pada operasi untuk memperbaiki anggota badan yang cacat yang sekiranya masih bisa diperbaiki.

Sumbangan efektif sebesar 17.9 persen yang didapatkan dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih banyak variabel lain yang mempengaruhi kepercayaan diri remaja penyandang cacat tubuh.

(17)

Penutup A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti diterima atau terbukti, bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri remaja penyandang cacat tubuh. Penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa dukungan dari guru menduduki tempat teratas dalam memberikan dukungan sosial kepada subjek, dukungan dari orangtua ditempat kedua, kemudian dukungan dari teman sebaya.

B. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

Meningkatkan kepercayaan diri dengan berpikiran positif, optimis, menerima kegagalan dan memperbaikinya, dan berinteraksi dengan yang lain

2. Keluarga dan lingkungan terdekat

Keluarga dan lingkungan terdekat sebagai wakil dari masyarakat pada umumnya diharapkan agar lebih memberikan dukungan sosial bagi para remaja penyandang cacat tubuh untuk menunjukkan potensi yang dimilikinya didalam kehidupan sosial masyarakat.

3. Bagi Penelitian lebih Lanjut

Peneliti selanjutnya perlu mengingat masih banyaknya variabel lain yang belum terungkap dalam penelitian ini, sehingga diharapkan dalam penelitian selanjutnya lebih memperhatikan variabel lain dengan mengontrol variabel tersebut. Misalnya dengan membedakan antara kepercayaan diri remaja penyandang cacat

(18)

tubuh karena cacat sejak lahir, post polio, atau kecelakaan. Umur pada saat menyandang cacat tubuh akan lebih baik lagi kalau diperhitungkan pengaruhnya terhadap kepercayaan diri. Kemudian untuk peneliti selanjutnya agar membedakan antara penyandang cacat tubuh yang tinggal di asrama dan tinggal diluar asrama. Jadi pengaruh tinggal di asrama dapat diamati. Membedakan antara penyandang cacat tubuh ke dalam tiga kategori umur yaitu remaja awal, remaja pertengahan, dan remaja akhir kemungkinan juga akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T dan Martaniah, S. M. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Asjari, M. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta: Depdikbud; Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Azhari, V. 2005. Hubungan Pemahaman Jender, Dukungan Suami dan Konflik Peran Ganda Pada Wanita. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi UII. Yogyakarta.

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. ________ 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________ 2005. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Brehm,S. S. dan Kassin, S. M. 1990. Social Psychology. USA: Houghton Mifflin Company.

Chaplin, C. P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.

Cole, L. 1963. Psychology of Adolesence, 5th Edition. New York: Holt, Rine Horst and Winston.

Davies, P. 2004. Meningkatkan rasa percaya diri. Yogyakarta. Torrent. Depdikbud. 1988. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Karta Pustaka. Fuhrmann, B. S. 1990. Adolescent, Adolescent, (2th Edition). London: Scott,

Foresman, Little, Brown Higher.

Guilford, J. L. 1959. Personality. San Diego, L. A: Robert R. Knapp. Gulo. 1982. Tes Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara.

Hadi, S. 2001. Metodologi research Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset. ______ 2000. Statistik Jilid 2. Yogyakarta. Andi Offset.

(20)

Hall, C. S & Linsey, G. 1993. Teori Teori Psikodinamik (Klinis). Editor: A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.

Hasan, dkk. 1981. Kamus Istilah Psychology. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Herristanti. 1996. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri Remaja Penyandang Cacat Tubuh. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

House, J. S. dan Kahn, R. C. 1985. Measures and Concepts of social Support. New York: Academy Press. Inc.

Hurlock, E. B. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Graw-Hill.

____________ 1974. Personality Development. New Delhi, Mc Graw-Hill Book Company Inc.

____________ 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. 5th Edition. Jakarta: penerbit Erlangga.

Johnson, D. W. dan Johnson, F. P. 1991. Joining Together, Group theory and Group Skills, (4th Edition). Englewood Clips, New Jersey: Prentice Hall.

Koentjoro. 2000. Pengaruh Cerita Keberhasilan Hidup Penderita Tuna Netra dan Tuna Daksa Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Penderita Cacat Sejenis. Laporan Penelitian. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Kumara, A. 1988. Studi Pendahuluan Tentang Validitas dan Reliabilitas The Test of Self Confidence. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Lauster, P. 1978. The Personality Test. London : Pan Books Ltd.

Mahardika, H. 2005. Minat Mengikuti Perawatan Ke Dokter kulit Pada Remaja Putri Di Yogyakarta Ditinjau Dari Kepercayan Diri Dan Status Sosial Ekonomi Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Mangunsong, F. dkk. 1998. Psikologi dan Pendidikan anak Luar Biasa. Jakarta:

Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.

Martani, W. & Adiyanti, M. G. Kompetensi Sosial dan Kepercayaan Diri Remaja. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

(21)

Maslow, A. H. 1971. Dalam Frank G. Gabel (Edition). The Third Forces: The Psychology of Abraham Maslow. New York: Frank G. Gabel Washington. ____________ 1970. Motivation and Personality. 2nd Edition. Harper & Row

Publishers.

Meichati, S. 1965. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Merlyana, R. Hubungan Antara Dukungan Sosial, Kepercayaan Diri dan Motif

Berprestasi Relajar Pada Siswa Kelas II SMU Trinitas Bandung. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Mikesell, W. H. 1939. Mental Hygiene. New York: Prentice Hall, Inc.

Monks, F. J. & Knoers, A. M. P & Haditono, S. R. 2002. Psikologi Perkembangan; Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nuryanti, L. 1998. Kepercayaan Diri dan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Rogers, C. R. 1951. Client-Centered Therapy, Its Current Practice, Implication, and Theory. Boston: Houghton Mifflin Company.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction. New York: John wiley & Sons, Inc.

Sarason, B. 1983. Assessing Social Support: The Social Support Questionaire. Journal of Personality And Social Psychology, Vol. 44.

Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(22)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP REMAJA PENYANDANG

(23)

Oleh: Subur Ima fatna Qurotul Uyun S.Psi., M.Si

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2006

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP REMAJA PENYANDANG CACAT TUBUH

Telah Disetujui Pada Tanggal _______________________

(24)

Dosen Pembimbing

Ibu Qurotul Uyun, S.Psi., M. Si

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP REMAJA PENYANDANG CACAT TUBUH

Subur Ima Fatna Qurotul Uyun

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri terhadap remaja penyandang cacat tubuh. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri terhadap remaja penyandang cacat tubuh. Semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan, maka semakin tinggi pula kepercayaan dirinya. Sebaliknya semakin rendah dukungan sosial, maka semakin rendah kepercayaan diri.

(25)

Subjek dalam penelitian ini adalah 54 remaja penyandang cacat tubuh yang berusia antara 12-21 tahun yang berada di Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh YAKKUM. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah menggunakan skala. Adapun skala yang digunakan adalah skala dukungan sosial yang berjumlah 81 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh House dan Kahn (1985) dan skala kepercayaan diri yang berjumlah 25 aitem mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Guilford (1959).

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS for Window versi 11.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri terhadap remaja penyandang cacat tubuh. Korelasi Pearson menunjukkan nilai sebesar rxy = 0.423 ; p =

0.001 yang artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri terhadap remaja penyandang cacat tubuh. Jadi hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Kata Kunci : Dukungan Sosial, Kepercayaan Diri

IDENTITAS PENULIS

NAMA : Subur Ima Fatna

ALAMAT : Jl. Kaliurang Km. 14.5 Lodadi, Sleman Yogyakarta NOMOR TLP : 081802792210

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa erat hubungan antara pengetahuan ibu hamil aterm tentang kebutuhan gizi dengan peningkatan berat badan ibu selama

Dengan mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, terselesainya skripsi sederhana penelitian skripsi saya ini dengan Judul: “Perubahan Perilaku

Berdasa rkan data yang diperole h, dapat dilihat bahwa dari 9 laki-laki dari kelompok pasangan usia subur yang infertil didapatkan data bahwa 1 orang laki-laki

tentang kehidupan masa lalu.Menurut Watkins dkk (2003) gratitude menjadi kekuatan yang paling penting untuk mencapai kehidupan yang lebih baik sehingga memiliki

Jika Anda menggunakan metode ini untuk mendapatkan alamat IP pada gateway layanan Anda, lanjutkan dengan langkah-langkah dari Bagian 6 hingga Bagian 9 dalam dokumen ini

substrat polietilen dengan dan tanpa perlakuan fisik ... 37 4.8 Hasil persentase degradasi isolat bakteri PES142b pada uji biodegradasi.. substrat polietilen dengan dan

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

Pasien anak umur kurang dari 14 tahun yang memenuhi kriteria klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD) menurut WHO (1997) disertai