• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori 1. Diare

a. Definisi Diare

1) WHO (2009), menyatakan bahwa diare adalah buang air besar dengan frekuensi lebih sering (lebih dari 3 kali sehari), dan bentuk tinja lebih cair dari biasanya.

2) Vivian (2010), menyatakan bahwa diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonates dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.

3) Nursalam (2008), menyatakan bahwa diare adalah Frekuensi buang air besar yang lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak, konsisten feces encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau hanya lendir saja.

4) Aden (2010), menyatakan bahwa diare merupakan buang air besar dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

(2)

b. Klasifikasi

Klasifikasi diare menurut pedoman dari laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Airlangga (1996) dalam Susilaningrum (2013), dapat dikelompokan menjadi :

1) Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari. Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat terjadi pada semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut gastroenteritisinfantile. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal sampai 2 minggu. Sebagai salah satu penyebab penting diare akut pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi atau ‘Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau lebih dikenal dengan alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy (CMA)’.

Suraatmaja (2007) menyatakan bahwa diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman penyakit.

(3)

2) Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Akibat diare kronik adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme. Diare kronik umumnya bersifat menahun. Penyebabnya diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan sebagainya. Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

Pedoman MTBS (2008) dalam Susilaningrum (2013),

menunjukan bahwa diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Diare dengan dehidrasi berat

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: a) Letargis atau tidak sadar.

b) Mata cekung.

c) Tidak bisa minum atau malas minum. d) Cubitan kulit perut kembali sangat lambat. 2) Diare dengan dehidrasi sedang

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut. a) Gelisah, rewel/mudah marah.

b) Mata cekung.

c) Haus, minum dengan lahap.

d) Cubitan kulit perut kembali lambat. 3) Diare dengan dehidrasi ringan

(4)

c. Etiologi

Diare dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi (Dewi, 2011).

1) Infeksi

a) Enteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral meliputi:

(1) Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella

campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

(2) Infeksi virus: enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya.

(3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan

Strongylodies), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida albicans)

b) Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat

pencernaan, misalnya Otitis Media Akut (OMA),

tosilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. 2) Malabsorbsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.

(5)

a) Malabsorpsi Karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut.

b) Malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Trigelyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micells yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

3) Makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang maang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada bayi dan balita.

4) Psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak bayi dan balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

d. Tanda dan Gejala

Gejala diare menurut Putra (2012) adalah tinja encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari, yang terkadang disertai beberapa hal sebagai berikut :

(6)

1) Muntah.

2) Badan lesu atau lemah. 3) Panas.

4) Tidak nafsu makan.

5) Darah dan lendir dalam kotoran. 6) Cengeng.

7) Gelisah.

8) Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan ada darahnya. Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam.

9) Suhu meningkat.

10) Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok. 11) Berat badan turun.

12) Anus lecet.

13) Turgor kulit menurun. 14) Mata dan ubun-ubun cekung.

15) Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering. e. Patofisiologi

Sebagai akibat diare akut maupun kronis menurut Nursalam (2008) akan terjadi:

1) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)

Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis), karena :

(7)

a) Kehilangan natrium bikarbonat bersama tinja

b) Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yag tidak sempurna, sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.

c) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan

d) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria) e) Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler kedalam

cairan intraseluler

Secara klinis, asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yang bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul).

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP, karena :

a) Penyimpanan persediaaan glycogen dalam hati terganggu b) Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi). Gejala hipoglikemia akan muncul juka kadar glukosa darah menurun sampai 40% pada bayi dan 50 % pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.

(8)

3) Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan karena: a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare

atau muntahnya akan bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh saja.

b) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu yang terlalu lama.

c) Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

4) Gangguan sirkulasi

Gangguan sirkulasi ini terjadi sebagai akibat diare yang dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan perdarahan didalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita dapat meninggal.

f. Komplikasi

Akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak menurut Dewi (2011) dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :

(9)

1) Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit, yang dibagi menjadi:

a) Dehidrasi ringan, apabila terjadi kehilangan cairan <5% BB b) Dehidrasi sedang, apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB c) Dehidrasi berat, apabila terjadi kehilangan cairan >10-15% 2) Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah dan

apabila penurunan volume darah mencapai 15-25% BB maka akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

3) Hipokalemia dengan gejala yang muncul adalah meteorismus, hipotoni otot, kelemahan, bradikardia, dan perubahan pada pemeriksaan EKG

4) Hipoglikemia

5) Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat definisi enzim laktosa karena kerusakan vili mukosa usus halus

6) Kejang

Malnutrisi energy protein karena selain diare dan muntah, biasanya penderita mengalami kelaparan.

g. Pencegahan Diare

1) Pencegahan dan pengobatan di rumah

Diare banyak disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih, termasuk kebersihan tubuh anak. Selain itu, makanan dan minuman yang tidak diolah secara benar atau kotor pun perpotensi

(10)

mengandung bibit penyakit penyebab diare. Oleh karena itu, orangtua dapat melakukan berbagai tindakan pencegahan, yakni: a) Teruskan pemberian Air Susu Ibu (ASI).

b) Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia enam bulan. Ketika usia bayi sudah mencapai enam bulan, berikan makanan tambahan secara bertahap. Jumlah dan tingkat kelembutannya harus disesuaikan dengan usia agar system pencernaannya dapat menyesuaikan dengan baik.

c) Karena penularan kontak langsung dari tinja melalui tangan / serangga, maka menjaga kebersihan dengan menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh anggota keluarga. Cucilah tangan sebelum makan atau menyediakan makanan untuk sikecil.

d) Ingat untuk menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang kita makan. Juga kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain sikecil.

e) Membiasakan meminum air yang sudah dimasak hingga mendidih.

f) Jangan biasakan anak bermain ditempat yang kotor.

g) Peralatan makan anak setiap selesai digunakan harus dicuci menggunakan air yang bersih. Gunakan air panas untuk merebus atau menyeduh botol susu sebelum dipakai.

(11)

h) Jangan memberikan makanan yang terlihat agak basi atau bulukan, dan panaskan terlebih dahulu lauk pauk sisa hari sebelumnya.

Adapun tindakan pengobatan yang dapat dilakukan oleh orang tua ketika buah hatinya terserang diare adalah:

a) Perbanyak frekuensi pemberian ASI atau susu formula.

b) Perbanyak pula pemberian makanan dan minuman agar balita tidak kekurangan gizi atau dehidrasi dan mencegah berat badannya berkurang.

c) Untuk pertolongan pertama agar tidak mengalami dehidrasi, berikan cairan oralit yang banyak dijual di apotek. Jika tidak ada, dapat diganti dengan air matang, air tajin, atau kuah sayur. d) Hindari pemberian obat anti diare karena dapat membahayakan

bayi.

e) Apabila diare terus berlanjut disertai muntah-muntah dan mengalami dehidrasi berat, segera bawa ke dokteratau tenaga medis terdekat. Jangan ditunda-tunda karena bisa berakibat fatat (kematian).

2) Pengobatan dan Penanganan Diare pada Bayi di Rumah Sakit Pengobatan dan penanganan diare pada bayi dengan cara pemberian cairan menurut Depkes RI (2010) sebagai berikut: a) Diare dengan dehidrasi ringan sampai sedang

(12)

(2) Pemberian ASI secara langsung/per sonde.

(3) Pemberian oralit selama 3 jam pertama (75ml x BB/kg) (4) Pemberian tablet Zink (1 tablet = 20 mg)

(5) Pemberian antibiotic jika ada indikasi yaitu : bercampur lender darah, suspek kolera, faringitis, bronchitis.

b) Diare dengan dehidrasi berat (1) Mencegah terjadinya hipotermi.

(2) Pemberian ASI secara langsung/per sonde. (3) Pemberian cairan intravena

(4) Pemberian oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) (5) Pemberian tablet Zink (1 tablet = 20 mg)

(6) Pemberian antibiotic jika ada indikasi yaitu : bercampur lender darah, suspek kolera, faringitis, bronchitis.

h. Penatalaksanaan

Prinsip perawatan diare menurut Dewi (2011) adalah sebagai berikut :

1) Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan) 2) Diatetik (pemberian makanan)

3) Obat-obatan

a) Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kgBB/hari sebanyak 1 kali setiap 2 jam , jika diare tanpa dehidrasi. Sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya adlibitum.

(13)

b) Sesuaikan dengan umur anak: a) <2 tahun diberikan ½ gelas b) 2-6 tahun diberikan 1 gelas c) 6 tahun diberikan 400 cc (2 gelas)

c) Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25-100 ml/kg/BB dalam sehari atau setiap jam 2 kali.

d) Oralit diberikan sebanyak ± 100 ml/kgBB setiap 4-6 jam pada kasus dehidrasi ringan sampai berat.

Beberapa cara untuk membuat cairan rumah tangga (cairan RL). a) Larutan gula garam (LGG): 1 sendok the gula pasir + ½ sendok

the garam dapur halus + 1 gelas air masak atau air teh hangat. b) Air tajin (2 liter + 5 g garam).

(1) Cara tradisional

3 liter air + 100 g atau 6 sendok makan beras dimasak selama 45-60 menit.

(2) Cara biasa

2 liter air + 100 g tepung beras + g garam dimasak hingga mendidih.

4) Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak.

(14)

Penatalaksanaan penderita diare menurut Maryunani (2013) antara lain dengan :

1) Anamnesis

Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, antara lain :

a) Lamanya sakit/diare/sudah berapa jam, hari. b) Frekuensinya (berapa kali sehari).

c) Banyaknya/volumenya (berapa banyak setiap kali BAB, misalnya berapa ml/popok penuh).

d) Warnanya (biasa, kuning, berlendir, berdarah, seperti air cucian beras).

e) Baunya (amis, busuk).

f) Buang air kecil (banyaknya, warnanya, kapan terakhir buang air kecil).

g) Ada tidaknya batuk, panas, pilek, dan kejang (sebelum, selama, atau setelah diare).

h) Jenis, bentuk dan banyaknya makanan dan minuman sebelum dan sesudah sakit.

i) Adakah penderita diare disekitar rumah. j) Berat badan sebelum sakit (bila diketahui). 2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada kasus diare meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

(15)

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada kasus diare meliputi pemeriksaan tinja, pemeriksaan darah, Hb, dan pemeriksaan urine.

4) Pengobatan yang sesuai

Prinsip pengobatan diare, meliputi terapi cairan, dietetik (cara pemberian makanan), terapi suportif, dan edukasi.

Tujuan pengobatan : a) Mencegah dehidrasi

b) Mengatasi dehidrasi yang telah ada

c) Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare

d) Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc.

Zinc merupakan komponen > 300 enzim dan dibutuhkan untuk sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein. Gejala dan tanda defisiensi zinc (seng) tidak jelas, terutama pada yang ringan. Prevalensi defisiensi Zn (zinc) di Indonesia cukup tinggi, berkisar antara 44 – 60%. Angka kejadian diare 47% lebih tinggi pada anak dengan difisiensi zinc. Penelitian membuktikan bahwa suplemen zinc dapat menurunkan angka kejadian diare akut dan persisten. Penelitian suplementasi Zinc di Negara berkembang (india, Meksiko, Papua Nugini, Peru, Vietnam, Guatemala, Bangladesh, Pakistan, Jamaica)

(16)

memperlihatkan menurunnya secara bermakna angka kejadian diare akut, diare persisten, dan pneumonia. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF setelah mempelajari berbagai penelitian di seluruh dunia, menganjurkan pemberian Zn pada anak dengan diare 20 mg per hari selama 10-14 hari. Pada < 6 bulan 10 mg per hari selama 10-14 hari.

Untuk mengatasi diare, tidak selalu harus dirujuk. Hal ini disesuaikan dengan klasifikasinya. Ada tindakan yang dapat dilakukan sendiri oleh petugas lapangan. Anak baru dirujuk apabila keadaan anak tidak membaik. Sesuai dengan klasifikasi pada pedoman MTBS (2008), tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Diare dengan dehidrasi ringan

a) Beri cairan tambahan sebanyak anak mau. Saat berobat, orangtua perlu diberi oralit beberapa bungkus untuk diberikan pada anak dirumah. Juga perlu penjelasan.

(1) Beri ASI lebih lama pada setiap kali pemberian (bila masih diberi ASI).

(2) Jika diberi ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.

(3) Jika tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan salah satu cairan berikut ini yaitu oralit, kuah sayur, air tajin, air matang.

(17)

(4) Ajarkan cara membuat dan memberikan oralit dirumah: (a) Satu bungkus oralit masukan ke dalam 200 ml (satu

gelas) air matang

(b) Usia sampai satu tahun berikan 50-100 ml oralit setiap habis berak,

(c) Berikan oralit sedikit-sedikit dengan sendok. Bila muntah, tunggu sepuluh menit, kemudian berikan lagi. b) Lanjutkan pemberian makan sesuai usianya.

c) Bila keadaan anak tidak membaik dalam lima hari atau bahkan memburuk, maka anjurkan untuk dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan ke rumah sakit, oralit tetap diberikan.

2) Diare dengan dehidrasi sedang

a) Berikan oralit dan observasi diklinik selama 3 jam dengan jumlah sekitar 75 ml/kgBB atau berdasar usia anak. Pemberian oralit pada bayi sebaiknya dengan menggunakan sendok. Adapun jumlah pemberian oralit berdasarkan usia atau berat badan dalam 3 jam pertama adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Pemberian Oralit berdasarkan usia

Sampai 4 bulan (<6 kg) 4-12 bulan (6-<10 kg) 12-24 bulan (10-<12 kg) 2-5 tahun (12-19 kg) 200-400 ml 400-700 ml 700-900 ml 900-1400 ml Sumber: Susilaningrum (2013)

(18)

Bila anak menginginkan lebih, dapat diberikan. Anak di bawah enam bulan yang sudah tidak minum ASI, berikan juga air matang sekitar 100-200 ml selama periode ini.

b) Ajarkan pada ibu cara membuat dan memberikan oralit, yaitu satu bungkus oralit dicampur dengan satu gelas (ukuran 200 ml) air matang.

c) Lakukan penilaian setelah anak diobservasi tiga jam. Bila membaik, pemberian oralit dapat diteruskan di rumah sesuai dengan penanganan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk, segera pasang infuse dan rujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera.

3) Diare dengan dehidrasi berat

a) Jika anak menderita penyakit berat lainnya, segera rujuk. b) Jika tidak ada penyakit berat lainnya, perlu tindakan sebagai

berikut:

(1) Jika dapat memasang infuse, segera berikan cairan RL atau NaCL secepatnya secara intravena sebanyak 100 ml/BB dengan pedoman sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pemberian infuse untuk dehidrasi

Umur Jumlah pemberian, 30 ml/kgBB, selama Pemberian berikutnya, 70 ml/kgBB, selama Bayi (<12 bulan)

1 jam pertama 5 jam berikutnya

Anak (12 bulan-5

tahun)

30 menit pertama 2,5 jam berikutnya

(19)

Keterangan :

Periksa kembali setelah 1-2 jam, jika status hidrasi belum membaik (nadi lemah atau tidak teraba), ulangi pemberian pertama. Jika kondisi membaik, teruskan penanganan seperti pada dehidrasi ringan/sedang.

(2) Jika tidak dapat memasang infuse tetapi dapat memasang sonde, berikan oralit melalui nasogastrik dengan jumlah 20 ml/kg BB/jam selama enam jam. Jika anak muntah terus menerus dan perut kembung, berikan oralit lebih lambat. Jika keadaan membaik setelah enam jam, teruskan penanganan seperti dehidrasi ringan/sedang. Jika keadaan memburuk, segera lakukan rujukan.

(3) Jika tidak dapat memasang infuse maupun sonde, rujuk segera. Jika anak dapat minum, anjurkan ibu untuk memberikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.

Adapun untuk mengatasi permasalahan selanjutnya, perencanaan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Kekurangan volume cairan

a) Pantau tanda dan gejala dehidrasi (kulit membrane mukosa kering, kenaikan berat jenis urine tiap empat jam, rasa haus). b) Pantau keluaran dan masukan dengan cermat meliputi

(20)

c) Pantau ketidakseimbangan elektrolit (Natrium klorida, kalium). d) Timbang berat badan setiap hari.

e) Monitor tanda-tanda vital (suhu, nadi) setiap empat jam.

f) Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit, berat jenis urine, nitrogen urea darah).

g) Lakukan tindakan untuk mengurangi demam (ganti pakaian katun dan kompres dingin)

h) Kolaborasi dengan dokter tentang rehidrasi terutama untuk dehidrasi berat dan terdapatnya penyakit berat lainnya.

2) Perubahan nutrisi

a) Pelihara input dan output yang tepat dengan meneruskan nutrisi per oral.

b) Observasi muntah dan berak tiap 4 jam.

c) Berikan makanan secara bertahap menaikkan dari diet lunak ke diet biasa.

d) Timbang berat badan setiap hari.

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makan yang diperlukan

(21)

dalam tindakan pengobatan. Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar NCHS (National Center for

Health Statistics) yaitu menggunakan persentil sebagai berikut:

persentil ke 50-3 dikatakan normal, sedangkan persentil kurang atau sama dengan tiga termasuk kategori malnutrisi. Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut WHO yaitu menggunakan presentase dari median: 80-100% dikatakan malnutrisi sedang dan kurang dari 80% dikatakan malnutrisi akut (wasting). Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut standar baku NCHS yaitu menggunkan persentil: 75-25 dikatakan normal, persentil 10-5 dikatakan malnutrisi sedang, dan kurang dari persentil 5 dikatakan malnutrisi berat. Selain penggunaan standar baku NCHS juga dapat digunakan kartu menuju sehat (KMS). Sebagaimana penelitian Anwar (2003), dengan adanya KMS perkembangan anak dapat dipantau secara praktis, sederhana, dan mudah (Alimul, 2008). Prosedur mengukur Berat Badan Bayi menurut Heller (2009) bertujuan untuk mendapatkan pengukuran yang akurat dari berat badan bayi dan merencanakan pada grafik pertumbuhan. e) Nilai jumlah kalori bahan makanan 1000-2400 kal/hari sesuai

dengan berat badan.

(22)

g) Berikan penyuluhan pada orangtua tentang makanan/diet selama diare, cara pembuatan oralit, tetap memberikan ASI. 3) Perubahan integritas kulit

a) Jaga daerah popok bersih dan kering

b) Periksa dan ganti popok tiap jam atau basah

c) Gunakan sarung tangan dan cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti popok

d) Bersihkan daerah perineal dengan air dan sabun yang lembut setiap BAB

e) Bubuhi krim/salep/lotion pada daerah ruam di pantat f) Hindari penggunaan bedak bila telah terjadi lecet

g) Gunakan popok kain yang terbuka daripada popok disposable h) Yakinkan pemenuhan kebutuhan nutrisi sesegera mungkin

untuk mendukung penyembuhan jaringan 4) Gangguan rasa nyaman

a) Baringkan pasien dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat di atas abdomen

b) Berikan input jumlah kecil dan sering dari cairan jernih dingin (tidak terlalu dingin atau panas), misalnya, the encer, agar-agar, 30-60 ml tiap 30-60 menit

c) Singkirkan pemandangan yang tidak menyenangkan dan bau tidak sedap dari lingkungan klien

(23)

d) Beri penjelasan pada orangtua untuk menghindari beberapa hal, yaitu:

a) Pemberian cairan yang sangat dingin dan panas

b) Makanan yang mengandung lemak dan serat (misalnya, susu, buah)

c) Makanan yang mengandung kafein 5) Kurangnya pengetahuan orang tua

a) Bahas proses penyakit dengan istilah yang dapat dipahami jelaskan tentang agen penyakit, tindakan pencegahan, dan pentingnya cuci tangan sampai bersih

b) Jelaskan pembatasan diet, yaitu makanan tinggi serat (buah segar), makanan tinggi lemak (susu), dan air yang sangat panas atau dingin

c) Ajarkan orangtua untuk melaporkan gejala, seperti urine coklat gelap selama lebih 12 jam dan tinja berdarah

d) Jelaskan tentang pentingnya mempertahankan keseimbangan anatara masukan dan keluaran cairan, manfaat istirahat dan tindakan pencegahan diare (misalnya, penyimpanan makanan yang tepat, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang makanan).

i. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan tinja :

(24)

b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinistes, jika diduga terdapat intoleransi gula.

c) Jika perlu dilakukan pemeriksaan pembiakan pada uji resistem. 2) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium

san fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang) (Sujianti, 2011)

2. Kader Kesehatan

a. Pengertian

Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Depkes (2006) memberikan batasan mengenai kader yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader kesehatan yaitu kader yang dipilih oleh masyarakat tersebut menjadi penyelenggara Posyandu.

Kader kesehatan merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu yang disebut juga sebagai promotor kesehatan desa yang dipilih oleh masyarakat setempat secara sukarela dalam pengembangan kesehatan masyarakat. (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), kader kesehatan (community healthworker) merupakan anggota masyarakat dimana mereka bekerja, dipilih oleh masyarakat, kegiatannya dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat, didukung oleh sistem

(25)

kesehatan tapi tidak harus menjadi bagian dari organisasi kesehatan, dan memiliki waktu pelatihan yang lebih singkat dibandingkan pekerja professional (Lehmann & Sanders, 2007).

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk mengenai masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan (Meilani dkk, 2009).

Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Dalam hal ini kader disebut juga sebagai penggerak atau promotor kesehatan (Yulifah & Yuswanto, 2009).

b. Peran dan Tugas Kader Kesehatan

Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peran kader lainnya yaitu ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan di posyandu. Tugas kader kesehatan meliputi pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi yang harus mereka lakukan itu seyogyanya terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan pada mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah-masalah yang

(26)

dihadapinya, namun semua masalah-masalah umum yang terjadi di masyarakat dan amat mendesak untuk diselesaikan (WHO, 1995 dalam Efendi, 2009).

Hamid, dkk. (2010) dalam survey data dasar pengembangan model pelayanan kesehatan maternal mengungkapkan tentang tugas kader kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu :

1) Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah melahirkan

2) Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak 3) Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi

4) Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan 5) Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan 6) Pemberian motivasi KB

7) Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.

8) Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan perujukan

9) Pemberian motivasi tentang perlunya follow-up pada penyakit menular dan perlunya memastikan diagnosa/ kasus

10) Mengumpulkan data yang dibutuhkan puskesmas/ pemerintah 11) Membantu pencatatan dan pelaporan

12) Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat.

(27)

Kinerja program kader kesehatan dapat dilihat dari penggunaan kader kesehatan, retensi, dan efektivitas. Penggunaan kader kesehatan yang rendah dapat disebabkan karena kurangnya pengenalan program, konflik dengan struktur yang sudah ada, dan layanan kesehatan formal lebih dipilih oleh masyarakat. Peningkatan penggunaan kader kesehatan tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan, dukungan, dan pengawasan kader kesehatan. Tingginya angka drop out kader kesehatan dapat dipengaruhi oleh unsur kepemimpinan dan manajemen, seperti sumber dan sustainabilitas pembiayaan, rasa memiliki dari masyarakat, dan mekanisme seleksi. Derajat efektivitas program kader kesehatan berbeda-beda, tergantung definisi spesifik dari dampak apa dan kapan. Program kader kesehatan yang banyak berhasil adalah dalam kesehatan ibu dan anak (Lehmann & Sanders, 2007).

Faktor penentu kesuksesan program kader kesehatan antara lain adalah sumber daya yang adekuat, partisipasi masyarakat, hubungan dengan pelayanan kesehatan formal, dan manajemen program kader kesehatan yang baik. Manajemen program kesehatan meliputi rekrutmen dan seleksi kader, pelatihan dan pendidikan kader yang berkelanjutan, pengawasan dan dukungan infrastruktur (Lehmann & Sanders, 2007).

(28)

c. Strategi menjaga eksistensi kader

Berdasarkan Meilani dkk (2009), perlu adanya srategi agar mereka dapat selalu eksis membantu masyarakat di bidang kesehatan. Beberapa upaya yang dapat dilaksanakan adalah :

1) Refresing kader posyandu pada saat posyandu telah selesai dilaksanakan, oleh bidan desa maupun petugas lintas sektor yang mengikuti kegiatan posyandu.

2) Adanya paguyuban kader posyandu tiap desa dan dilaksanakan pertemuan rutin tiap bulan secara bergilir di setiap posyandu. 3) Revitalisasi kader posyandu baik tingkat desa kecamatan. Di mana

semua kader diundang dan diberikan penyegaran materi serta hiburan dan bisa juga diberikan rewards.

4) Pemberian rewards rutin misalnya berupa kartu berobat gratis ke puskesmas untuk kader dan keluarganya dan juga dalam bentuk materi yang lain yang diberikan setiap tahun.

(29)

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Nursalam (2008), Aden (2010), Hamid, dkk (2010), Dewi (2011), Penyuluhan Kesehatan Kader:

1) Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah melahirkan

2) Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak

3) Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi

4) Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan

5) Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan

6) Pemberian motivasi KB

7) Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.

8) Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan perujukan

9) Pemberian motivasi tentang perlunya follow-up pada penyakit menular dan perlunya memastikan diagnosa/ kasus

10) Mengumpulkan data yang dibutuhkan puskesmas/ pemerintah

11) Membantu pencatatan dan pelaporan

12) Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat.

DIARE Etiologi a. Infeksi b. Malabsorbsi c. Makanan d. Psikologis Penanganan Diare Anak Patofisiologi a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) b. Hipoglikemia c. Gangguan gizi d. Gangguan sirkulasi

(30)

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).

Gamber 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis penelitian ini adalah: H0 : Tidak ada hubungan penyuluhan kesehatan kader tentang diare

terhadap penanganan diare pada anak di Puskesmas Wilayah Kerja Purwokerto Selatan.

H1 : Ada hubungan penyuluhan kesehatan kader tentang diare terhadap

penanganan diare pada anak di Puskesmas Wilayah Kerja Purwokerto Selatan.

VARIABEL BEBAS

Penyuluhan Kesehatan Kader Tentang DIARE

VARIABEL TERIKAT

Gambar

Tabel 2.1 Pemberian Oralit berdasarkan usia  Sampai 4 bulan  (&lt;6 kg)  4-12 bulan (6-&lt;10 kg)  12-24 bulan (10-&lt;12 kg)  2-5 tahun  (12-19 kg)  200-400 ml  400-700 ml  700-900 ml  900-1400 ml  Sumber: Susilaningrum (2013)
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Zulhanif Nazar, Sp.OG (K) dr.. #ateriil, $aitu #engatur tentang hubungan hu&#34;u# antara 'arganegara dan negara. tentun$a ingin #en2ari &#34;eadilan bagi dirin$a.. Seluruh

Varians dari proses produksi kertas di proses Hidro Pulper sudah terkendali statistik, sehingga selanjutnya dapat melihat apakah suatu proses Hidro Pulper sudah

Untuk mengetahui pengaruh pencarian pengecer (retailer search) terhadap perilaku beralih merek (switching behavior) dalam pembelian hand phone. Dengan hasil penelitian ini

Program evaluasi Kesetaraan Paket C merupakan program yang sasaranya untuk penyelenggara program Kesetaraan Paket C tersebut yaitu SKB Kulonprogo. Program evaluasi ini

Simpulan tersebut didukung oleh temuan penelitian sebagai berikut: (1) keterlaksanaan RPP pembelajaran kooperatif tipe make a match mengalami peningkatan pada siklus

Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam

Dengan ungkapan lain, pemahaman yang mendalam atas realita dan pertimbangan atas perubahan sosial, adalah penting untuk menghin- dari kekeliruan dalam berfatwa.. Pertimbangan

Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baikyang Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baikyang menyangkut