Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589
Analisis Sistem Geothermal Menggunakan Metode
TemperatureBuildupDengan Data Lapangan X Di Sumatera
Muhammad Syarif Fadhlurrahman1), SugiatmoKasmungin2), Kris Pudyastuti3) 1) Mahasiswa S1 Trisakti, FTKE, Teknik Perminyakanstudentialatini@gmail.com
2) Pembimbing I Tugas Akhirsugiatmo_ftke@trisakti.ac.id 3) Pembimbing II TugasAkhirkris_pudyastuti@yahoo.com Abstrak:
Kehadiran zona upflow adalah faktor yang mempengaruhi bentuk pola isotherm sehingga berhubungan dengan usaha mendapatkan suhu yang optimal untuk eksplotasi energi geothermal. Skripsi ini merupakan usaha memprediksi profil suhu formasi dalam keadaan statik atau setimbang dari empat sumur panas bumi di Lapangan Panas Bumi X di Sumatra Selatan. Profil suhu formasi statik ini, yang dihitung melalui suatu metode Horner yang sudah mapan (Rouxetal., 1979), digunakan untuk memprediksi salah satu di antara empat sumur itu yang paling dekat dengan suatu upflow fluida dari sumber panas reservoir tersebut. Ketika di tahap analisis, salah satu sumur dieliminasi dari pertimbangan selanjutnya karena ditemukan tidak sesuai dengan syarat teoretis dan setelah diperbaiki ternyata hasilnya kurang dapat dipercaya. Hasil analisisnya memberikan suhu reservoirnya 240ºC dan sumur yang paling dekat dengan suatu upflow adalah sumur X-1.
Kata kunci: sistem panas bumi, temperaturebuilduptest, staticformationtemperature, suhu reservoir, zona upflow, sumberpanas
Pendahuluan
Di antara tiga komponen wajib dalam suatu sistem panas bumi yang terpenting adalah sumber panas; tanpanya suatu reservoir hanyalah akuifer air dingin. Oleh sebab itu, pengetahuan yang mempertajam penentuan lokasi sumber panas serta konveksi fluida yang turut berperan mendistribusikan panas di reservoir tersebut dapat memberikan keunggulan seperti dapat mengoptimalkan penentuan lokasi pemboran dari segi pendapatan energi pada tahap eksplorasi sampai tahap pengembangan secara ekonomis dan juga penambahan lokasi pemboran baru pada saat pengembangan lanjutan.
Lokasi optimal dapat dikonsepkan sebagai lokasi yang sedekat mungkin dengan sumber panas dan arus naik (upflow) konveksi air yang dipanaskan olehnya. Sebagai usaha mencari suatu cara yang relatif low-technology (tanpa perlu kecanggihan dan spesialisasi teknologi yang tinggi) untuk menentukan daerah yang optimal, penulis memanfaatkan data suhu yang didapatkan dari sumur-sumur baru, mengekstrapolasi hingga mencapai suhu stabil, kemudian melihat pola pemanasan terhadap waktu dan menyimpulkan sumur yang jaraknya terdekat dengan zonaupflowserta sumber panas. Studi Pustaka
Komponen suatu reservoir panas bumi adalah batuan formasi, fluida yang mengisi porositas formasi dan sumber panas. Dari segi penyebaran panas, batuan berperan sebagai medium penghantar panas konduktif sementara fluida formasi berperan sebagai medium konvektif. Fluida yang dipanaskan oleh sumber panas memiliki daya apung yang lebih tinggi daripada fluida yang dingin sehingga membentuk arus konveksi yang naik ke permukaan (upflow), semakin jauh dari sumber panas maka fluida kembali mendingin sehingga menjadi berat atau ada muatan ulang (recharge) dari permukaan berupa air dingin yang meresap ke tanah dan arus turun (downflow)terbentuk.
ketebalan penghantar konduktif alias jarak yang memisahkan titik asal panas dan titik penerima panas: semakin pendek jarak yang memisahkan keduanya, semakin cepat perubahan panasnya. Karena penyebaran panas melalui konveksi dipengaruhi oleh distribusi rekahan yang permeabel bagi fluida formasi, maka ada kemungkinan prinsip jarak dalam konduksi tadi terdistorsi oleh persebaran panas konvektif. Namun konveksi sendiri juga memiliki prinsip jarak, sebagaimana yang dapat ditunjukkan oleh garis-garis isoterm.
Pemboran sumur melibatkan fluida pemboran yang salah satu kegunaannya adalah mendinginkan rangkaian pemboran. Hal ini menyebabkan suhu sekitar lubang bor menurun dari suhu aslinya. Untuk mendapatkan suhu asli ini kembali, sumur ditutup dan suhu dibiarkan meningkat secara alami hingga mencapai titik setimbang. Prediksi suhu asli ini dapat dilakukan dengan meminjam rumusan dari uji sumur bidang migas: penurunan suhu akibat sirkulasi lumpur dianalogikan dengan penurunan tekanan di dasar sumur yang dibiarkan mengalir, peningkatan suhu (temperaturebuildup) dianalogikan dengan peningkatan tekanan (pressurebuildup) yang sama-sama dipicu berhentinya aliran.
(Rouxetal., 1979) merumuskan langkah perhitungan yang cukup sederhana dengan bantuan konsep dari migas ini sehingga menghasilkan suatu metode dengan waktu nir-dimensi Horner. Pada kedalaman tertentu peningkatan suhu dipetakan terhadap logaritma Waktu Horner. Suhu asli dianggap tercapai pada waktu mendekati infinit (log Horner = 0). Ini adalah suhu ekstrapolasi T*ws. Rumusan ini dilengkapi unsur koreksiyang ditambahkan pada suhu ekstrapolasi untuk mengurangi perbedaan antara prediksi dan suhu asli yang didapatkan secara empirik (Persamaan 1). Koreksi melibatkan parameter termofisika (konduktivitas panas dan panas jenis) serta densitas material; nilai-nilai parameter fisika ini diperoleh dari literatur dengan berbagai sumber dan konteks geologi dengan harapan tidak berbeda signifikan dengan nilai asli di formasi lapangan X.
Ti= T*ws+ mTDb(tpD)...1 Metodologi Penelitian
Langkah kerja hingga mencapai kesimpulan diberikan sebagai flowchart(Gambar 1).Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, maka metode temperaturebuildup tersebut diterapkan pada data suhu di titik-titik kedalaman tertentu dari 4 sumur yang didapatkan dari survei berkala oleh Pertamina. Hal ini menghasilkan prediksi suhu asli dan profil peningkatan suhu untuk masing-masing titik kedalaman di masing-masing sumur.
Hasil ini pada gilirannya digunakan untuk menentukan suhu rata-rata reservoir dan pola peningkatan suhunya terhadap waktu yang pada gilirannya digunakan untuk menentukan jarak masing-masing sumur dari upflow yang mewakili sumber panas. Karena banyaknya titik kedalaman yang direkam suhunya, maka diwakilkan dengan dua titik kedalaman yang cukup jauh di masing-masing sumur untuk dilihat pola peningkatan suhunya terhadap waktu. Kedalaman itu adalah 700 masl atau sekitarnya dan -200 masl atau sekitarnya. Jika titik kedalaman yang direkam tidak pas pada kedalaman tersebut, maka dipilih kedalaman terdekatnya, misal 694 masl atau -181 masl.
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589
tercapai dalam waktu yang lebih singkat daripada yang lainnya. Hasil yang baik adalah jika pola yang sama tampak di dua kedalaman berbeda yang disebutkan di atas.
Gambar 1 FlowChart Langkah Kerja Hasil dan Pembahasan
Proses perhitungan dengan metode Roux sekitar -200 masl di sumur X1ditampilkan (Gambar 2). Hasilnya prediksi suhu asli yang disebut staticformationtemperature yang disingkat SFT. Setiap data suhu beserta prediksi SFT sumur X1, X2 dan X4 ditampilkan secara grafis sedemikian rupa sehingga tampak pola pemanasan seiring waktu (Gambar 3-5).
Khusus sumur X3, setelah diperiksa ulang pasca perhitungan pertama ternyata salah satu tanggal menunjukkan profil yang tipikal untuk sumur yang sedang mengalir (flowing). Ini melanggar syarat bahwa suhu harus direkam pada saat sumur ditutup (shut-in). Oleh sebab itu, tanggal tersebut dihapus dari proses perhitungan Roux. Namun solusi ini masih bermasalah yakni jumlah data terlalu sedikit untuk mendapatkan hasil yang meyakinkan: pelanggaran syarat bahwa lama waktu sirkulasi dan waktu pemanasan hendaknya kurang lebih sama. Pelanggaran ini menyebabkan kejanggalan perkiraan tanggal: terlalu cepat tiba di suhu SFT (4 hari) sementara sumur-sumur lain butuh paling sedikit 1 bulan. Maka diputuskan X3 dieliminasi dari analisis.
Data suhu dan data tanggal pengamatan diolah sehingga didapatkan kecepatan pemanasan dengan satuan °C/day, diekstrapolasi hingga suhu SFT agar mendapatkan tanggal tercapainya SFT. Perubahan suhu hingga mencapai SFT ditampilkan dalam bentuk grafik perubahan suhu versus perubahan waktu (Gambar 6 dan 7).
stabil, seksi ini tampak mewakili feedzone: 216-257ºC untuk X1, 200-300ºC untuk X2 dan sekitar 240ºC untuk X4. Disimpulkan suhu reservoir kemungkinan 240ºC. Dari Gambar 9 dan 10, disimpulkan X1 yang pemanasannya paling cepat sehingga sumur itulah yang paling dekat dengan suatu upflow yang juga berimplikasi paling dekat dengan sumber panas.
Daftar Pustaka
Grant &Bixley, 2011, “Geothermal Reservoir Engineering”, 2ndEd., Academic Press. Mortensen &Axelsson, 2013, “Developing A Conceptual Model Of A Geothermal System”, United Nations University, Reykjavík. [daring] Tersedia di: http://www.os.is/gogn/unu-gtp-sc/UNU-GTP-SC-16-29.pdf
OpenEI, “Static Temperature Survey”. [daring] Tersedia di: http://en.openei.org/wiki/Static_Temperature_Survey
O’Sullivan, J., 2014, “Introduction to geothermal-science and engineering”, University of Auckland, Auckland.[daring] Tersedia di:
http://www.irena.org/DocumentDownloads/events/2014/June/TechnicalTraining/1_Sulliva n.pdf
Rouxetal., 1979, “An ImprovedApproachtoEstimatingTrue Reservoir
TemperatureFromTransientTemperature Data”, Stanford University, Stanford. Saptadji, N.M., “Catatan Kuliah TM-4261 Teknik Panas Bumi”, Penerbit ITB.
Daftar Simbol
C: panas jenis batuan, J/(kgK) H: HornerTime
m: kemiringantrendlinesuhu vs. log HornerTime, Celsius/siklus rw: radius sumur, m
T1: suhu yang dijadikan titik awal dalam mengekstrapolasitrendlinesuhu vs log Horner,
Celsius
tc: panjang waktu yang dihabiskan untuk menjalankan sirkulasi lumpur pemboran, hari
TDb: faktor koreksi nir-dimensi
tpD: waktu sirkulasi nir-dimensi
T*ws: perpotongan ekstrapolasitrendlinedengan sumbu Y (suhu), Celsius Δt: selisih waktu, hari
ΔT: selisih suhu, Celsius
Θ: nilai tengah HornerTime dalam trendline
κ: konduktivitas panas batuan, W/mK ρ: densitas batuan, g/cm^3
Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460 - 8696
Buku 1 ISSN (E) : 2540 - 7589
Lampiran
Gambar 2 Plot dan EkstrapolasiTrendlineSumur X1 di -181 MASL
Gambar 3 Pola Pemanasan Di Sumur X1
Gambar 6 Perubahan suhu vs. rentang waktu pada elevasi 700 masl