• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Anestesi Pada Hipertiroid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case Anestesi Pada Hipertiroid"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan jaringan terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1% dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40 tahun.

Ada banyak indikasi untuk pembedahan tiroid, termasuk: keganasan tiroid, gondok yang memproduksi gejala obstruktif dan atau retrosternal, hipertiroidisme yang resisten terhadap manajemen medis, kosmetik dan alasan kecemasan terkait. Pasien dengan hipetiroid biasanya menunjukkan respon pada terapi tiroksin dan pembedahan jarang diindikasikan.Sangat penting untuk memastikan bahwa pasien secara klinis dan kimia adalah euthyroid sebelum memulai operasi tiroid elektif. Terdapat permasalahan jalan napas pada anestesi terkait pembedahan pada tiroid.

(2)

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Mahoda Binti Jemadil

Umur : 43 tahun

Alamat : Jl. Kemas Rinda RT 31 RW 6 Ogan Baru

Agama : Islam

Pekerjaan : Penjahit

Status : Menikah

Suku Bangsa : Melayu

Tanggal Masuk : 23 November 2016

No. RM : 12 41 98

2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit

Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Benjolan di leher kiri

Keluhan Tambahan : Berdebar-debar, sulit menelan, berkeringat berlebih, berat badan turun

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak ± 12 tahun yang lalu, pasien mengeluh timbul benjolan di leher kiri sebesar biji kelereng, kenyal, tidak nyeri. Keluhan ini disertai keluhan jantung berdebar-debar, mudah lelah, keringat berlebih. Demam (-). Pasien berobat ke RSMP diberi obat PTU dan propanolol. Pasien berobat selama 7 bulan, namun keluhan tidak berkurang sehingga pasien berhenti berobat.

Sejak ± 9 tahun yang lalu, benjolan dirasakan semakin membesar, besarnya seperti telur puyuh. Keluhan ini disertai keluhan jantung berdebar-debar, mudah

(3)

lelah, keringat berlebih, berat badan sedikit turun. Demam (-). Pasien berobat ke praktik dokter selama 6 bulan, namun keluhan belum berkurang.

Sejak ± 2 tahun yang lalu, pasien mengeluh benjolan semakin membesar. Pasien juga mengeluh sesak nafas yang hilang timbul. Sulit menelan (+). Pasien kemudian dirawat selama 10 hari di RSMH dan diberikan obat PTU dan propanolol.

Sejak ± 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh sulit menelan yang hilang timbul. keluhan jantung berdebar-debar (-), mudah lelah (-), keringat berlebih (-), Demam (-).

Sejak ± 7 hari dirawat di RS BARI, keluhan sulit menelan hilang timbul, pasien juga mengeluh jantung berdebar-debar , mudah lelah , keringat berlebih, pasien juga merasa mudah cemas. Demam (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (-) Hemofili (-) Diabetes Mellitus (-) Alergi (-)

Asma (-) Anestesi sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada.

2.3 Pemeriksaan Fisik Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang - Kesadaran : Compos Mentis - GCS : E4V5 M6 = 15

- Vital sign

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 110 x/menit

(4)

Suhu : 36,8 o C

- Gizi : Baik

- BB/TB : 43 kg/150 cm

Status Generalis - Kepala

Rambut : Hitam, rambut sulit dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), palpebra edema (-/-)

Telinga : Simetris, serumen (-/-), othorea (-/-)

Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut : Sianosis (-)

Airway : Jalan nafas bersih (+), Mallampati I, Tiromental distance > 5cm, buka mulut >3 jari, gigi palsu (-)

- Leher

Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB

Pembesaran kelenjar tiroid : terdapat benjolan 1 buah di regio colli sinistra ukuran 10x8 cm konsistensi kenyal, permukaan licin, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-)

JVP : 5 cm H20

Trakhea : di tengah

- Toraks (Cor)

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

(5)

(Pulmo)

Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris Palpasi : Fremitus taktil hemitoraks kanan =

hemitoraks kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Abdomen

Inspeksi : Datar, simetris

Palpasi : Lemas, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Extremitas

Superior : sianosis (-/-), oedem (-/-), turgor kulit baik, tremor (+)

Inferior : sianosis (-/-), oedem (-/-), turgor kulit baik.

D. Pemeriksaan Penunjang (23 november 2016) Hematologi - Leukosit : 6.200/ul - Trombosit : 439.000/ul - Hemoglobin : 9 g/dL - Hematokrit : 28% - CT/BT : 9'/4' - GDS : 98 mg/dL Hormon - T3 total : 1,9 ng/ml ( 0,8 – 2,0 ng/ml) - T4 total : 24,8 ug/dl (4,5 – 12,0 ug/dl) - TSH : 0,11 IU/ml ( 0,47 – 5,01 IU/ml) Pemeriksaan Penunjang (25 november 2016)

(6)

E. Assesment

Diagnosis : Struma Nodosa Toksik

F. Planning

Dilakukan pembedahan pada struma (istmolobektomi)

BAB III

(7)

3.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid adalah sebuah organ berwarna merah kecoklatan berbentuk seperti kupu-kupu dan merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya. Organ ini terletak di bagian anterior dari leher bagian bawah sebelah anterior trakea, sejajar dengan vertebra C5 sampai vertebra T1. Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda yang melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan lobus kiri yang dihubungkan oleh isthmus.bagian posteromedial dari lobus kelenjar tiroid menempel pada sisi dari kartilago krikoid oleh ligamentum tiroid lateralis. 1,2

Kelenjar tiroid mendapat suplai darah dari arteri tiroid superior dan inferior. Arteri tiroid superior bercabang menjadi bagian anterior (memperdarahi permukaan anterior kelenjar) dan posterior (memperdarahi permukaan medial dan lateral kelenjar). Sedangkan arteri tiroid inferior mengarah ke basis dari kelenjar tiroid dan bercabang menjadi superior (ascending) dan inferior untuk memperdarahi permukaan bagian inferior dan posterior kelenjar. 1,2

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

3.2 Fisiologi Kelenjar Tiroid

Dalam fisiologi kelenjar tiroid, yang perlu diperhatikan adalah keberadaan sel-sel sekretorik utama dari kelenjar ini. Sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga, yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel. Folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel

(8)

yang bagian sebelah dalamnya terdapat lumen yang dipenuhi koloid. Koloid ini merupakan suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon-hormon tiroid. Selain itu di ruang interstitium antar folike terdapat sel sekretorik jenis lain, yaitu sel C yang mengeluarkan hormon kalsitonin yang berperan dalam metabolisme kalsium. 2

Konstituen utama koloid adalah molekul-molekul besar dan kompleks yang dikenal sebagai tiroglobulin, yang didalamnya terdapat hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung iodium, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) yang mengandung 4 atom iodium, dan triiodotironin (T3) yang mengandung 3 atom iodium. Kedua hormon inilah yang secara kolektif disebut sebagai hormon tiroid. 2

Seluruh langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di tiroglobulin yang kemudian meyimpan hormon-hormon tersebut. Bahan dasar untuk membuat hormon tiroid adalah tirosin dan iodium yang keduanya diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin merupakan suatu asam amino yang disintesis dalam jumlah memadai di dalam tubuh, sedangkan iodium harus diperoleh dari makanan. 2

Hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek hormon tiroid dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori: 2

1. Efek pada laju metabolisme

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal tubuh secara keseluruhan. Hormon ini merupakan regulator terpenting bagi tingkat konsumsi oksigen dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat. 2. Efek kalorigenik

Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas tubuh.

3. Efek pada metabolisme perantara

Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar. Hormon ini mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein. Efek ini dapat berbeda-beda tergantung kadar hormon tiroid di tubuh. Contoh, perubahan glukosa

(9)

menjadi glikogen (bentuk simpanan glukosa) dipermudah oleh keberadaan hormon tiroid dalam jumlah kecil, sedangkan dalam jumlah besar terjadi penguraian glikogen menjadi glukosa. Demikian pula sejumlah tertentu hormon ini diperlukan untuk sintesis protein yang berperan dalam pertumbuhan, namun hormon tiroid dalam dosis tinggi akan menyebabkan penguraian protein. Secara umum, keadaan hipertiroid akan menimbulkan efek peningkatan konsumsi bahan bakar dibandingkan dengan efek penyimpanan bahan bakar seperti termanifestasi dalam pengurangan simpanan glikogen, penurunan simpanan lemak, dan penciutan otot akibat penguraian protein.

4. Efek simpatomimetik

Hormon tiroid meningkatkan sensitivitas sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), suatu zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis. Hormon tiroid menyebabkan proliferasi reseptor katekolamin di sel sasaran, karena itu pada keadaan hipertiroid akan dijumpai efek yang serupa dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis.

5. Efek pada sistem kardiovaskuler

Melalui efek simpatomimetik, hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga curah jantung meningkat. Selain itu akibat efek kalorigenik, terjadi vasodilatasi perifer untuk menyalurkan kelebihan panas ke permukaan tubuh.

6. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf

Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tubuh dan sistem saraf terutama SSP. Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan pada sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan rangka. Kadar hormon tiroid yang abnormal akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan otak anak terganggu, dan pada orang dewasa dapat menyebabkan perubahan pola perilaku.

(10)

Hipertiroidisme adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan produksi dan sekresi hormon tiroid pada tubuh seseorang. Bentuk yang paling sering timbul pada kondisi ini adalah diffuse toxic goiter (penyakit grave), toxic multinodular

goiter, toxic adenoma. Hipertiroidisme dapat timbul dari berbagai etiologi, yaitu

autoimmune (penyakit Grave, penyakit Hashimoto, dan lain-lain), drug-induced (pemberian iodine, amiodarone, antineoplastic agent), infeksi, idiopatik, iatrogenic, maupun keganasan (seperti pada toxic adenoma). 2,3,4

Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun dimana pada penyakit ini tubuh dengan sendirinya membentuk Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI). TSI adalah suatu antibodi yang sasarannya ada;ah reseptor TSH di sel tiroid. TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid dengan cara serupa yang dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan balik negatif oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus berlangsung. Selain itu TSI juga menyebabkan peningkatan uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. 2,3,4

Pasien dengan hipertiroidisme akan mengalami peningkatan laju metabolik basal, terjadi peningkatan pembentukan panas tubuh sehingga menyebabkan pengeluaran keringat berlebihan dan penurunan toleransi terhadap panas. Walaupun nafsu makan dan asupan makanan meningkat yang terjadi sebagai akibat peningkatan kebutuhan metabolik, berat badan biasanya berkurang karena tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan abnormal. Terjadi degradasi simpanan karbohidrat, lemak, dan protein. Penurunan massa protein otot rangka menyebabkan kelemahan. 2,3,4

Selain itu hipertiroidisme juga menyebabkan berbagai kelainan kardiovaskuler yang disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid, maupun oleh interaksinya dengan katekolamin. Kecepatan dan kekuatan denyut jantung akan sangat meningkat, sehingga pasien akan merasakan palpitasi atau berdebar. Pada kasus yang parah, jantung mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh yang sangat meningkat walaupun curah jantung meningkat. Keterlibatan susunan

(11)

saraf ditandai oleh kewaspadaan mental yang berlebihan sampai pada keadaan pasien yang mudah tersinggung, tegang, cemas, dan sangat emosional. 2,3,4

Gambaran penyakit grave yang jelas mencolok dan tidak ditemukan pada jenis hipertiroidisme lain adalah eksoftalmus dan kelainan kulit yang biasanya terdapat di ekstremitas bawah. Terjadi reaksi antibodi yang menyebabkan aktivasi sel T terhadap jaringan pada celah retro orbita dimana jaringan ini memiliki epitope antigen yang sama dengan sel folikel pada kelenjar tiroid. Proses imun ini menyebabkan reaksi peradangan dan infiltrasi limfosit di jaringan orbita serta pelepasan sitokin yang menstimulasi fibroblas orbita untuk bermultiplikasi dan memproduksi mucopolysaccharida (glycosaminoglycans) yang akan menyerap air. Sebagai konsekuensinya, otot ekstraokular akan menebal dan terjadi peningkatan volume jaringan ikat dan adiposa pada retro orbita. Retensi cairan di belakang mata mendorong bola mata ke depan, sehingga mata menonjol keluar dari tulang orbita. Kelopak mata juga tidak dapat menutup sempurna sehingga mata menjadi kering, teriritasi, dan rentan mengalami ulkus kornea. 2,3,4

Penyebab umum lain dari hipertiroidisme adalah toxic multinodular goiter (penyakit Plummer) yang biasanya lebih sering terjadi pada orang usia lanjut terutama yang mengidap goiter kronik. Peningkatan hormon tiroid berkembang perlahan seiring waktu dan sering kali hanya meningkat sedikit ketika dilakukan pemeriksaan untuk menentukan diagnosis. 2,3,4

3.3.1 Diagnosis

Pada hipertiroid diagnosis dapat ditegakkan dengan manifestasi klinis yang ada dan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan T3, T4, dan TSH. Manifestasi klinis dari hipertiroid dapat dilihat berdasarkan indeks Wayne dan New Castle.5

(12)

Untuk fase awal penentuan diagnosis perlu T4 (T3) dan TSH, namun

pada pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi

padahal keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid, sehingga lamban pulih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksofalmometer Herthl. Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada organ kita. 5

Untuk diagnosis dari pemeriksaan penunjang dapat ditemukan keadaan berikut : 5

 Peningkatan FT4 dan TSH rendah atau tidak terdeteksi merupakan diagnosis pasti keadaan tirotoksikosis

(13)

 Peningkatan FT4 disertai TSH yang berlebih menunjukan keadaan hipertiroidisme yang kelainannya berasal dari hipofisis.

 Total T4 dan Thyroid-binding protein serum kadang diperlukan untuk memastikan diagnosis hipertiroidisme..

 Hyperglycemia  Hypercalcemia

 Hepatic function abnormalities  Low serum cortisol

 Leukocytosis  Hypokalemia

Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan:  Sinus takikardi

 Atrial Fibrilation, sering ditemukan pada pasien usia tua  Complete heart block, kondisi ini jarang ditemukan.

3.3.2 Pengobatan hipertiroidisme

Pengobatan hipertiroidisme secara umum dapat dilakukan melalui farmakoterapi antitiroid, iodine radioaktif, maupun pembedahan. Terapi farmakoterapi yang digunakan adalah propylthiouracil (PTU) dan methimazole. PTU biasanya diberikan 3 x 100 mg sehari. Obat-obatan ini cara kerjanya yaitu menghambat formasi dan pengabungan iodotirosin pada tiroglobulin karena itu, efek yang ditimbulkan biasanya perlahan, sekitar 2 – 8 minggu. Selain itu, PTU juga dapat menghambat konversi T4 ke T3. Methimazole lebih poten daripada PTU, dan efek yang ditimbulkan lebih panjang. Biasanya methimazole dikonsumsi sekali sehari. Obat-obatan ini memiliki efek samping reaksi alergi dan dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan hepar. Karena itu, pemberian obat-obatan ini harus selalu dikontrol. Selain itu dapat juga diberikan larutan potasium iodida ataupun iopanoic acid 1gr/hari. 5

(14)

Iodide terapi berguna untuk mengurangi ekskresi hormon tiroid dan mengurangi aliran darah pada kelenjar tiroid sehingga membantu mengurangi perdarahan intraopereative. Dexamethasone 8mg dapat diberikan sebelom operasi untuk mengurangi nasuea, nyeri, muntah, dan memperbaiki fungsi suara.5

Selain itu pengobatan lain adalah pemberian iodine radioaktif yang lebih populer digunakan di Amerika Serikat. Efek yang ditimbulkan lebih cepat dari farmakoterapi dengan PTU dan Methimazole. Pengobatan ini tidak boleh dilakukan pada wanita hamil, karena iodine radioaktif dapat menembus sawar plasenta dan merusak kelenjar tiroid fetus sehingga akan mengakibatkan keadaan hipotiroid pada fetus. 5

Karena pemberian obat antitiroid memberikan keberhasilan terapi yang memuaskan, tiroidektomi hanya dilakukan berdasarkan indikasi tertentu. Indikasi dilakukan tiroidektomi yaitu: 5

 Anak-anak dengan hipertiroid yang berat

 Ibu hamil yang tidak berhasil atau tidak dapat mentoleransi pengobatan antitiroid farmakoterapi

 Pasien dengan goiter yang sangat besar atau memiliki gangguan ophtalmopathy yang berat

 Pasien yang menolak terapi iodine radioaktif

 Pasien dengan hipertiroidisme yang diinduksi amiodarone yang refrakter

 Pasien yang membutuhkan normalisasi fungsi hormon tiroid secara cepat, seperti pada ibu hamil, wanita yang mengharapkan kehamilan dalam 6 bulan kedepan, ataupun pasien dengan kondisi jantung yang tidak stabil

Indikasi Operasi: 5

(15)

 Gangguan menelan

 Gangguan pernafasan

 Suara parau

2. Keganasan kelenjar tiroid

3. Struma nodus dan diffusa toxica

4. Kosmetik

3.4 Manajemen operatif hipertiroidisme

Secara umum, penanganan pasien dengan hipertiroid adalah untuk menurunkan level hormon tiroid dan memberikan “counter” (perlawanan balik) terhadap tanda dan gejala yang muncul, terutama yang dapat mengancam jiwa. Penanganan medis hipertiroid menggunakan obat-obatan yang menghambat sintesis hormon (misalnya : obat propylthioruacil, methimazole) atau obat-obatan yang menghambat pelepasan hormon (misalnya potasium, sodium iodida), atau obat yang melawan overaktivitas dari adrenergik seperti propanolol. Meskipun β-adrenergik antagonis tidak mempengaruhi fungsi dari kelenjar tiroid, obat-obatan ini menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Iodium radioaktif merusak fungsi sel-sel kelenjar tiroid tetapi obat ini tidak direkomendasikan untuk pasien hamil dan dapat menghasilkan suatu kondisi hipotiroid. Tiroidektomi sub total sekarang mulai berkurang penerapannya tetapi tetap dibutuhkan pada pasien dengan goiter multinodul yang toksik ataupun adenoma toksik soliter.6

3.4.1 Preoperatif

Pasien yang menjalani tindakan pembedahan tetap diperlakukan seperti pasien-pasien lain yang akan menjalani prosedur pembedahan dengan penekanan pada anamnesis serta pemeriksaan fisik maupun penunjang untuk mengidentifikasi kelainan fungsi tiroidnya. Gejala dan tanda yang harus menjadi perhatian utama pasien hipertiroid adalah terkait

(16)

dengan fungsi jantung dan respirasi. Pasien dengan goiter yang besar memiliki problem potensial terkait dengan jalan napasnya. Sehingga, pada pasien ini, penilaian jalan napas menjadi hal utama yang harus dinilai dengan cermat. Pasien dapat memberikan gejala kesulitan napas misalnya positional dyspnoe dan hal ini dapat dihubungkan dengan beberapa derajat dari disfagia. Pasien juga dapat menunjukkan gejala sumbatan pada vena cava terutama pada kasus goiter retrosternal. Beberapa penilaian lain terhadap jalan napas dapat beruba penilaian jarak tiromental, derajat protrusi gigi bawah, keterbatasan gerak dari leher dan observasi struktur faring.7

A. Pemeriksaan Fisis 8

Menentukan pembesaran leher karena struma :

 Tiroid berada di regio koli anterior yang mempunyai batas-batas m.sterno kleidomastoideus, m. digastrikus, dan manubrium sterni. Tiroid di luar regio tersebut disebut sebagai tiroid ektopik atau struma aberans.

 Tiroid terdiri dari dua lobus kanan dan kiri, yang masing-masing dihubungkan oleh satu lobus piramidalis yang berada di garis media melekat pada kartilago tiroidea dan terdapat di fasia koli media. Karena kartilago tiroidea melekat pada trakea, maka pada pergerakan trakea misal sewaktu menelan, maka tiroid juga ikut bergerak

 Bila terjadi pembesaran di leher yang berasal dari tiroid, akan tampak pembesaran ini bergerak naik turun sewaktu menelan.

Manisfestasi klinis : Berat badan menurun, Intoleransi panas, Kelemahan

otot, Diare, Refleks hiperaktif, Kecemasan, Tremor, Eksoftalmus, Goiter, Kelainan jantung (sinus takikardi, atrial fibrilasi dan CHF).

B. Laboratorium : T4 total, T3 serum, FT4

C. BMR : 0,75 {(0,74 (sistole-diastole) + N) } - 72 Nilai normal : - 10 s/d 10

D. Indeks wyne / new castle

Pasien dinilai tekanan darah, temperatur, denyut dan ritme jantungnya. Selain itu juga dinilai gejala-gejala yang berhubungan dengan miopati, manifestasi sistem saraf pusat ( misal : kondisi gugup), tanda-tanda di mata,

(17)

tanda dehidrasi, maupun adanya kehamilan maupun kehamilan mola. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di antaranya pemeriksaan EKG, profil darah tes fungsi pembekuan darah,CT scan leher, foto rontgen dada (terutama pada pasien goiter). Pasien juga harus dinilai apakah akan menjalani pembedahan elektif atau pembedahan emergency. 7

Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan elektif, termasuk tindakan tiroidektomi subtotal, harus ditunda hingga pasien mengalami keadaan klinis dan kimiawi yang “eutiroid”. Penilaian preoperatif harus termasuk penilaian terhadap fungsi tiroid. Nadi isitirahat yang direkomendasikan adalah 85 kali/menit. Benzodizepin adalah pilihan yang baik untuk sedasi preoperatif.Meski demikian, beberapa berpendapat bahwa pemberian sedasi yang berlebihan tidak dianjurkan terutama pada pasien yang memiliki goiter yang besar yang mengganggu airway. Meskipun hal ini sebenaranya tidak berhubungan langsung dengan kondisi hipertiroidnya,lebih pada gangguan jalan napas. 7

Preparasi cepat dibutuhkan untuk pasien yang akan menjalani pembedahan darurat. Preparasi cepat ini dilakukan dengan memberikan kombinasi beta-bloker, kortikosteroid, thionamid, iodium dan asam iopanoic (mengandung iodium dan penghambat pelepasan hormon tiroid). Wanita yang akan menjalani evakuasi darurat dari mola hidatidosa dapat dalam keadaan hipertiroid dan memiliki resiko terjadi badai tiroid. 7

Obat antitiroid dan antagonis β-adrenergik dilanjutkan sampai pagi hari operasi. Pemberian Prophylthiouracil dan methimazole adalah penting karena kedua obat ini memiliki waktu paruh yang pendek. Apabila akan dilakukan pembedahan darurat (emergency), sirkulasi yang hiperdinamik dapat dikontrol dengan menggunakan titrasi esmolol. 7

Obat antagonis β-adrenergik seringkali digunakan untuk mengontrol denyut jantung. Akan tetapi, obat-obatan jenis ini harus dipertimbangkan ulang pemberiannya untuk pasien-pasien dengan kondisi gagal jantung kongestif (CHF). Meski demikian, menurunkan denyut jantung dapat meningkatkan fungsi pompa jantung itu sendiri. Kemudian, pasen

(18)

hipertiroid yang memiliki laju ventrikel yang cepat dan dalam kondisi CHF serta membutuhkan pembedahan segera, dapat diberikan esmolol yang dipandu dengan perubahan pulmonary artery wedge pressure. Jika dosis kecil esmolol (50 μg/kg) yang diberikan tidak memperparah kondisi gagal jantung yang telah ada, dapat diberikan esmolol tambahan.7

3.4.2 Intraoperatif

Fungsi kardiovaskuler dan temperatur tubuh harus dimonitor secara ketat pada pasien yang memiliki riwayat hipertiroid. Mata pasien harus dilindungi secara baik, karena keadaan eksoftalmus pada penyakit Grave’s meningkatkan resiko abrasi kornea sampai dengan ulserasi. Ketamin, pancuronium, agonis adrenergik indirek dan obat-obat lain yang menstimulasi sistem saraf simpatis dihindari karena adanya kemungkinan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.6

Thiopental dapat menjadi obat induksi pilihan di mana obat ini memiliki efek antitiroid pada dosis tinggi. Pasien hipertiroid dapat menjadi hipovolemi dan vasodilatasi dan menjadi rentan untuk mengalami respon hipotensi selama induksi anestesi. Kedalaman anestesi yang adekuat harus dicapai sebelum dilakukan laringoskopi atau stimulasi pembedahan untuk menghindari takikardi, hipertensi atau aritmia ventrikel. 6

Pemberian agen blok neuromuskuler (NMBAs) harus diberikan secara hati-hati, karena keadaan tirotoksikosis seringkali berhubungan dengan peningkatan insiden miopati dan miastenia gravis. 6 Untuk menumpulkan

respon hemodinamik saat melakukan intubasi dapat diberikan lidokain, fentanyl atau kombinasi keduanya yang diberikan sebelum intubasi.9 Pasien

dengan goiter yang besar dan mengalami obstruksi jalan napas dikelola seperti pasien-pasien lain yang mengalami gangguan jalan napas.9 Apabila

memilih anestesi regional, seharusnya tidak menambahkan epinefrin dalam anestesi lokal.8

3.4.3 Postoperatif 1. Badai Tiroid

(19)

Ancaman serius pada pasien hipertiroid pada periode postoperatif adalah badai tiroid (thyroid storm), yang memiliki ciri hiperpireksia, takikardi, penurunan kesadaran (agitasi, delirium, koma) dan hipotensi. Onset badai tiroid biasanya 6-24 jam setelah pembedahan tetapi dapat muncul intraoperatif, menyerupai hipertermi maligna. Tidak seperti hipertermi maligna, badai tiroid tidak berhubungan dengan rigiditas otot, peningkatan kreatinin kinase, atau keadaan asidosis metabolik maupun respiratorik. 3,6,8

TABEL. Penanganan Badai Tiroid 6,8

 Cairan intravena (hidrasi)  Koreksi faktor pemicu (infeksi)

 Sodium iodida (250 mg per oral atau iv tiap 6 jam)  Propiltiourasil (200-400 mg per oral atau lewat pipa

nasogastrik tiap 6 jam)

 Hidrokortison (50-100 mg iv tiap 6 jam)

 Propanolol (10-40 mg oral tiap 4-6 jam) atau esmolol (titrasi) sampai HR < 100 x/menit

 Selimut dingin dan asetaminofen (meperidin, 25-50 mg iv tiap 4-6 jam dapat digunakan untuk mengobati atau mencegah menggigil)

 Digoksin (gagal jantung kongestif dengan atrial fibrilasi dan respon ventrikel yang cepat)

2. Kerusakan nervus laryngeal recurent

Cedera pada nervus reccurent laryngeal akan berakibat pada suara serak (jika unilateral) atau afonia dan stridor (bilateral). 6,8

3. Obstruksi jalan napas setelah operasi, disebabkan oleh hematoma atau trakeomalasia akan membutuhkan intubasi trakea yang segera.

6,8

4. Hipoparatiroidsme

Gejala Hipokalsemi akut akibat pengangkatan kelenjar paratiroid (12 – 72 jam post ops) berupa carpo pedal syndrom sampai laringospasme. 6,8

(20)
(21)

BAB IV

ANALISA KASUS

1. Bagaimana manajemen preoperatif pada pasien ini?

Pada pasien ini didapatkan data berupa anamnesis yaitu adanya benjolan di leher sebelah kiri. Keluhan ini disertai keluhan jantung berdebar-debar, mudah lelah, keringat berlebih, sulit menelan hilang timbul, berat badan menurun,pasien juga pernah merasakan sesak nafas. Dari pemeriksaan fisik terdapat benjolan 1 buah di regio colli sinistra ukuran 10x8 cm konsistensi kenyal,permukaan licin, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-), tremor. Sehingga berdasarkan indeks wayne didapatkan skor 20 yang dianggap hipertiroid. Berdasarkan indeks new castle didapatkan hasil 29 yang meragukan.

(22)

Dari diagnosis pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan FT4 dan TSH rendah sehingga merupakan diagnosis pasti keadaan tirotoksikosis. Pada pasien ini tidak dapat dilakukan pembedahan (ditunda) hingga pasien mengalami keadaan klinis dan kimiawi yang eutiroid, dan nadi isitirahat yang direkomendasikan adalah 85 kali/menit.

Jika pasien ini sudah mencapai hal tersebut maka pengobatan antitiroid (PTU 3 x 100 mg sehari ) dan antagonis β-adrenergik (propanolol 10-40 mg tiap 6 jam) tetap dilanjutkan sampai pagi hari operasi

2. Bagaimana manajemen Intraoperatif pada pasien ini? A. Monitor fungsi kardiovaskuler dan temperatur

B. Proteksi mata karena eksotalmus beresikoterjadinnya ulserasi dan abrasi kornea

(23)

C. Dilakukan anestesi umum, dan dilakukan intubasi : karena general anestesi bertujuan agar pasien tidak sadar, merasa rileks, nyaman, tidak merasakan nyeri saat pembedahan berlangsung. Pembedahan struma dilakukan di bagian leher dan menghabiskan waktu yang cukup lama, sehingga diperkirakan akan ada kesulian untuk mempertahankan airway pasien. Untuk itu dipilih general anestesi dengan teknik intubasi. Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama sehingga membutuhkan ventilasi kontrol yang lama, operasi pada daerah leher.

D. Premedikasi

a) Menghilangkan kecemasan dengan golongan benzodiazepin misal diazepam dengan dosis 5-20 mg per oral

b) Mengurangi sekresi saliva dengan menggunakan antikolinergik yaitu Atropin 0,2-0,6 IM/IV (0,25 mg)

c) Memperkuat efek hipnotik dari agen anestesia umum yaitu dengan memberikan fentanyl 0,05 mg IV. Selain itu penggunaan fentanyl pada pasien hipertiroid untuk menumpulkan respon hemodinamik yaitu hipovolemi dan vasodilatasi.

d) Mengurangi mual muntah pasca operasi yaitu dengan memberikan golongan 5-HT antagonis misalnya ondansetron dengan dosis 4 mg IV

E. Induksi : Thiopental dapat menjadi obat induksi pilihan di mana obat ini memiliki efek antitiroid pada dosis tinggi. Dosis thiopental adalah 3-6mg/kg (129-258 mg pada pasien ini), namun bisa juga digunakan Propofol dosis bolus untuk induksi adalah 2-2,5 mg/kgBB (86-107,5 mg pada pasien ini). Selama induksi, pernafasan nadi dan tekanan darah harus selalu diawasi dan diberikan oksigen

F. Monitoring

Tujuan monitoring untuk membantu anestetis mendapatkan informasi fungsi organ vital selama peri anestesia, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu anestetis mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Monitoring

(24)

kardiovaskular (nadi, tekanan darah, banyaknya perdarahan), monitoring respirasi tanpa alat (gerakan dada-perut, warna mukosa bibir, kuku, ujung jari), Oksimetri , monitoring ginjal (0,5-1 ml/kgBB/jam).

3. Bagaimana manajemen postoperatif pada pasien ini?

Perlu dilakukan penilaian badai tiroid (thyroid storm), yang memiliki ciri hiperpireksia, takikardi, penurunan kesadaran (agitasi, delirium, koma) dan hipotensi. Onset badai tiroid biasanya 6-24 jam setelah pembedahan tetapi dapat muncul intraoperatif, menyerupai hipertermi maligna, Kerusakan nervus laryngeal recurent, Obstruksi jalan napas setelah operasi, pneumothoraks

Gambar

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

Referensi

Dokumen terkait