• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prognoasi komplikasi bipolar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prognoasi komplikasi bipolar"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prognoasi

Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan dengan pasien yang menunjukkan gejala depresi mayor saja. Sekitar 40-50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun pasca episode pertama. Walaupun dengan penggunaan litium sebagai profilaksis meningkatkan prognosis bipolar I, kemungkinan hanya 50-60% pasien mencapai kontrol signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek dari episode manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset akan memberikan prognosis yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren; 45% memiliki lebih dari 1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin memiliki 2 hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40% dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up jangka panjang, sebanyak 15% dari seluruh pasien dengan gangguan bipolar I dapat hidup dengan baik, 45% hidup dengan baik namun memiliki multirelaps, 30% pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis.

(2)

KOMPLIKASI

Gangguan emosi atau gangguan neurologik

Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki

episode depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti

panik, juga sering timbul pada pasien ini. Pasien dengan bipolar,

terutama tipe II, juga sering menderita fobia.

 

Suicide

Risiko untuk suicide (bunuh diri) sangat tinggi pada pasien dengan

bipolar dan yang tidak menerima tindakan medis. Sebanyak 10-15%

pasien dengan Bipolar I melakukan percobaan bunuh diri, dengan

risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran. Beberapa studi

memperlihatkan risiko suicide (bunuh diri) pada pasien dengan

bipolar II lebih tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat. Pasien

yang menderita gangguan anxietas juga memiliki resiko tinggi

(3)

Masalah memori dan berpikir

Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah

yang bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan

memproses informasi, dan fleksibilitas mental. Masalah seperti ini

bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah ini cenderung lebih

parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering.

 

Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien

Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan

kenaikan produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan

cara berpikir dan penilaian yang merupakan karakterisik dari episode

manik dapat berujung pada perilaku berbahaya seperti:

 

 Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan

finansial

 Mengamuk, paranoid, dan bahkan kekerasan

(4)

Penyalahgunaan zat

Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien bipolar, dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa dokter berspekulasi, dalam skizofren, nikotin digunakan sebagai self-medication karena efek spesifik pada otak.

Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain (paling sering merupakan alkohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu titik dalam perjalanan penyakitnya.

Beberapa faktor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasien dengan bipolar:

• Memiliki episode campuran dibandingkan pasien dengan mania murni • Laki-laki dengan bipolar.

 

Efek pada orang yang disayangi

Pasien tidak mengembangkan perilaku negatif dalam sekejap. Mereka memiliki efek langsung pada orang sekitar mereka. Sangat sulit bahkan bagi keluarga atau

pengasuh untuk objektif dan secara konsisten simpatik dengan individu yang secara periodik dan tidak terduga membuat kekacauan disekitar mereka.

Banyak pasien dan keluarga mereka merasa sulit untuk menerima episode ini sebagai bagian dari penyakit dan bukan hal ekstrim, melainkan hal normal dan merupakan karakteristik dari penyakit ini.

Anggota keluarga juga dapat merasakan dikucilkan secara sosial dengan fakta bahwa memiliki kerabat dengan gangguan jiwa, dan merasa dipaksa untuk menyembunyikan informasi ini dari kenalan mereka.

(5)

Asosiasi dengan gangguan fisik

Orang dengan gangguan mental memiliki insiden lebih tinggi pada

banyak kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah

paru lainnya, kelainan gastrointestinal, infeksi kulit, diabetes,

hipertensi, migraine, sakit kepala, hipotiroid, dan kanker. Pasien dengan

bipolar lebih jarang mendapatkan penanganan medis dibanding orang

dengan gangguan mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok,

alkohol, dan penyalahgunaan obat, juga berkontribusi untuk masalah

penyakit ini. Pengobatan untuk bipolar bisa meningkatkan resiko untuk

masalah medis.

Diabetes

 didiagnosa hampir 3x lebih sering pada orang dengan bipolar

dibanding pada populasi umum. Banyak pasien dengan bipolar

mengalami overweight, dengan 25%-nya berkriteria obesitas.

Mengalami overweight merupakan faktor resiko besar untuk diabetes.

Obat yang digunakan untuk menangani bipolar bisa juga menyebabkan

kenaikan berat badan dan diabetes.

Hipertensi

Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk terjadi hipertensi

dibanding pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi

diantara pasien dengan bipolar juga memperbesar resiko untuk

(6)

Migraine

Migraine merupakan masalah umum pada pasien dengan

gangguan mental, tapi lebih sering terjadi pada gangguan

bipolar II. Pasien dengan bipolar II menderita migraine

lebih sering dibanding pasien bipolar I, diperkirakan

bahwa berbagai faktor biologis dapat terlibat dengan

berbagai bentuk bipolar

Hipotiroid

Hipotiroid merupakan efek samping yang sering terjadi

pada lithium, penanganan standar untuk bipolar. Namun,

bukti juga menyatakan bahwa pasien, terutama wanita,

memiliki resiko lebih besar untuk memiliki kadar tiroid

rendah terlepas dari obat apa yang digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Saran dari penelitian ini adalah bagi siswi yang memiliki kadar hemoglobin rendah perlu meningkatkan asupan gizi terutama zat besi, karena kadar hemoglobin yang rendah

Jika dosis obat yang diberikan terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diharapkan, kadar obat dalam darah pasien berada di bawah kisaran terapi,

Temuan dalam penelitian ini didapatkan bahwa pendidikan rendah, pengetahuan rendah dan ketidakpatuhan meminum obat merupakan faktor yang memiliki resiko yang kuat terhadap

Penelitian ini saya lakukan untuk mengetahui kadar hormon tiroid penderita SN yang SNSS dan SNRS ,dimana pasien SN memiliki risiko hipotiroid subklinis..

Kontraindikasi dari Isoket adalah pasien yang memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien dengan tekanan darah diastol yang rendah, pasien dengan

116,117 Sama halnya dengan obat antiplatelet yang lain, penggunaan ticagrelor juga memiliki risiko pendarahan terutama pada pasien lanjut usia, memiliki riwayat pendarahan,

Melihat banyaknya kasus diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi dan kepatuhan pasien diabetes melitus untuk mengkonsumsi obat masih rendah, maka penelitian ini

Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa pada pasien trombositopenia akibat kemoterapi sebenarnya memiliki kadar TPO yang tinggi namun tidak mampu meningkatkan jumlah