EVALUASI DRUG-RELATED PROBLEMS
PADA PERESEPAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ISCHEMIC HEART DISEASE
DI INSTALASI RAWAT INAP RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2005-DESEMBER 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Niken Larasati
NIM : 048114108
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI DRUG-RELATED PROBLEMS
PADA PERESEPAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ISCHEMIC HEART DISEASE
DI INSTALASI RAWAT INAP RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2005-DESEMBER 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Niken Larasati
NIM : 048114108
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
“Where there is love,,
there is life...”
~ Mahatma Gandhi ~
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul
“Gambaran Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Peresepan Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi
Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007
dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa penulis
mengucapkan terinakasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dra. A. M. Wara Kusharwanti M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia membimbing, mencurahkan segenap waktu dan pikiran, serta
memberikan kritik dan saran selama penyusunan proposal penelitian,
pelaksanaan penelitian, hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt. dan Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan yang berguna demi peningkatan
hasil karya tulis ini.
4. Bapak Drs. Sabikis Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi
vi
5. Segenap dewan direksi RS Panti Rapih yang telah memberikan ijin bagi
penulis untuk dapat melakukan penelitian di RS Panti Rapih.
6. Segenap petugas bagian rekam medik RS Panti Rapih yang telah banyak
membantu dalam proses pengambilan data.
7. Bapak Giyanto, Mbak Ima, serta segenap warga pos pelayanan kesehatan di
Paroki Keluarga Kudus Banteng, atas bantuan, dan dukungannya.
8. Ayah dan Mami atas penghidupan, doa dan semangat tiada henti yang telah
diberikan.
9. Kakak-kakakku, “nenek” Punto dan “nenek” Adhi, atas semangat, dukungan,
dan bantuan yang telah diberikan.
10.Keluarga besar Bapak dan (alm.) Ibu Leo Salamun, atas doa, penghiburan,
kebersamaan, dan dukungan yang telah diberikan.
11.Tarsisius “Aar” Mahatmawardi atas doa, kasih, senyum dan penantian.
12.Sahabat-sahabatku, Chika, Novita, Eunike, Aprilia, dan Yasinta atas
keceriaan, doa, dan dukungan yang telah diberikan.
13.Teman-teman kelas C dan kelompok praktikum E angkatan 2004, atas
kebersamaan selama menjalani perkuliahan.
14.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu menyertai dan membalas kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
vii
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 6 Mei 2008
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Mei 2008
Penulis,
ix
INTISARI
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tak lekang oleh jaman. Keberadaannya saat ini justru menjadi sebuah ancaman bagi penderitanya. Bukan hanya pada masalah penyembuhannya namun juga kejadian komplikasi yang dapat muncul kapan saja. Walaupun DM merupakan suatu penyakit kronis yang tidak menimbulkan kematian secara langsung namun dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak dilakukan secara tepat. Ischemic heart disease (IHD)merupakan salah satu komplikasi yang dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien DM tipe 2.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi drug related problems
(DRPs) pada peresepan pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif-evaluatif. Data berupa rekam medik pasien yang diambil secara retrospektif.
Berdasarkan data yang diambil, sebanyak 63,64% berjenis kelamin perempuan dan mayoritas pasien berusia 56-65 tahun (29,09%). Persentase terbesar komplikasi penyerta yang dialami adalah penyakit kardiovaskuler dan nefropati yaitu sebesar 18,18%; sedangkan sebesar 25,45% pasien mengalami penyakit penyerta berupa infeksi. Berdasarkan hasil laboratorium pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) sebanyak 30,91% pasien me ngalami peningkatan KGD sewaktu; 58,19% pasien mengalami peningkatan KGD puasa; dan 56,36% pasien mengalami peningkatan KGD PP. Untuk pemeriksaan fungsi jantung, sebanyak 10,91% pasien menunjukkan kadar CKMB normal; 1,82% pasien menunjukkan kadar troponin normal; dan 7,27% pasien menunjukkan kadar LDH normal. Penggunaan obat terbanyak yaitu obat kardiovaskuler (98,18%). DRPs yang paling banyak teridentifikasi adalah butuh obat tambahan (96,36%). Sebanyak 89,09% pasien meninggalkan RS dalam keadaan membaik dan 50,91% pasien menjalani rawat inap selama 1-7 hari
x
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a never ending disease. The position of DM at this time can be a threat for patient. Not only about the healing problem, but also insiden of complication which can appear all the time. Although DM is a chronic disease which not cause appear death in direct but can be threaten without contribution of good and exact management therapy. Ischemic heart disease (IHD) is a one of complication which can increase risk of death on patient type 2 DM.
The goal of this study is to evaluate drug related problems at prescription of patient type 2 DM with IHD complication in instalasi rawat inap Panti Rapih hospital on January 2005-December 2007.
Based on the data which has removal, 63,64% are women and patient majority on 56-65 years old (29,09%). Most percentage of participant complication are cardiovascular disease and nefropathy 918,18%) while about 25,45% patient have infection as participant disease. Based on the result of blood glucose, 30,91% patient have increase random blood glucose, 58,19% patient have increase fasting blood glucose, and 56,36% patient have increase PP blood glucose. The result of cardiac function test, 10,91% patient have normal mark of CKMB, 1,82% patient have normal mark of troponin, and 7,27% patient have normal mark of LDH. Cardiovascular drug is the most drug which patient’s use (98.18%). The most identification of DRPs is need additional drug (93.36%). 89.09% patient get through care in hospital with better condition, and 50.91% patient live in hospital about 1-7 days.
xi
HALAMAN PERSEMBAHAN………..
PRAKATA………..
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..
INTISARI………....
BAB 1 PENGANTAR
A. Latar Belakang………...
1.Permasalahan……….
2.Keaslian karya………...
3.Manfaat penelitian……….
B. Tujuan Penelitian………...
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
xii
4) Calcium channel blocker………...
xiii
E. Keterangan Empiris………...
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….
G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah……….
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Pasien…………..………...
1. Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin………..
2. Persentasi pasien berdasarkan umur………....
3. Persentase pasie n berdasarkan komplikasi penyerta………...
4. Persentase pasien berdasarkan penyakit penyerta………...
5. Persentasi pasien berdasarkan hasil laboratorium………...
B. Profil Penggunaan Obat………..………...
1. Obat kardiovaskuler………...
2. Obat hormonal……….
3. Obat nutrisi dan darah……… .
4. Obat infeksi……….
5. Obat sistem saraf pusat………
xiv
C. Evaluasi Drug Related Problems
(DRPs)………..
1. Membutuhkan obat tambahan………..
2. Pemilihan obat kurang tepat………
3. Dosis terlalu rendah……….
4. Interaksi obat………...
5. Efek samping obat………...
6. Kepatuhan………
D. Outcome Terapi……….………
1. Dampak terapi………...
2. Lama inap………
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
xv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel I.
Tabel II.
Derajat angina menurut Canadian Cardiovascular Society…
Identifikasi drug related roblems………... 16
23
Tabel III. Persentase pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease serta komplikasi penyerta lain di
instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari 2005-Desember 2007………
38
Tabel IV. Persentase pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease serta penyakit penyerta lain di
instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari 2005-Desember 2007……… 40
Tabel V. Persentase kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2
dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat
inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
2005-Desember 2007... 41
Tabel VI. Persentase hasil laboratorium fungsi jantung pasien diabetes
melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di
instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari 2005-Desember 2007………
xvi
Tabel VII. Persentase golongan dan jenis obat kardiovaskuler yang
digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
46
Tabel VIII. Persentase golongan dan jenis obat hormonal yang
Digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
47
Tabel IX. Persentase golongan dan jenis obat nutrisi dan darah yang
digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007………… 49
Tabel X. Persentase golongan dan jenis obat infeksi yang digunakan
pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komp likasi ischemic
heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
51
Tabel XI. Persentase golongan dan jenis obat sistem saraf pusat yang
digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
xvii
Tabel XII. Persentase golongan dan jenis obat saluran cerna yang
digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
53
Tabel XIII. Persentase golongan dan jenis obat analgesik yang
digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
54
Tabel XIV. Persentase golongan dan jenis obat otot skelet dan sendi
yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
2007………. 55
Tabel XV. Persentase golongan dan jenis obat saluran nafas yang
digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007………… 56
Tabel XVI. Persentase golongan dan jenis antialergi yang digunakan
pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic
heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
xviii
Tabel XVII. Persentase golongan dan jenis obat saluran kemih dan
kelamin yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2
dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat
inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
2005-Desember 2007……… 57
Tabel XVIII. Persentase kasus DRP yang teridentifikasi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart
disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007………. 59
Tabel XIX Kasus membutuhkan obat tambahan yang Teridentifikasi
pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………
61
Tabel XX. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada
pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic
heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007………… 63
Tabel XXI. Kasus dosis terlalu rendah yang teridentifikasi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart
disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
xix
Tabel XXII. Kasus interaksi obat yang teridentifikasi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart
disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007……… 65
Tabel XXIII. Kasus efek samping obat yang teridentifikasi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart
disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007………. 65
Tabel XXIV. Kasus kepatuhan yang teridentifikasi pada pasien diabetes
melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di
instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
xx
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar I. Persentase jenis kelamin pada pasien diabetes melitus tipe 2
dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat
inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
2005-Desember 2007…... 35
Gambar 2. Persentase umur pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
2007... 37
Gambar 3. Persentase distribusi penggunaan obat yang digunakan
pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic
heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
2007………. 44
Gambar 4. Persentase outcome pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
2007………. 67
Gambar 5. Persentase lama inap pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran I Data pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti
Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
2007…... 74
Lampiran II Surat persetujuan ijin penelitian dari pihak RS Panti
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang memiliki
kecenderungan mengalami peningkatan angka insidensi dan prevalensinya di
berbagai penjuru dunia. Diabetes melitus terdiri dari 2 tipe utama yaitu diabetes
melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. DM tipe 2 meliputi hampir lebih 90%
dari semua populasi diabetes (Noer, 1996).
Ketika epidemi penyakit menular belum juga tuntas, bahkan semakin
banyak ditemukan penyakit infeksi baru maupun penyakit infeksi yang sudah
lama menghilang kemudian merebak kembali, kini epidemi penyakit tidak
menular muncul menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. WHO
memprediksi DM tipe 2 di Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah pasien
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta (Soegondo, dkk., 2006).
Diabetes melitus sudah lama diketahui sebagai suatu penyakit yang
disebabkan karena adanya faktor keturunan. Akan tetapi pada kenyataannya
penyakit ini melibatkan faktor-faktor risiko lainnya seperti kegemukan, pola
makan yang salah, mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar
glukosa darah, proses penuaan, dan stres (Soegondo, dkk., 2007).
Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat sel-sel sasaran insulin gagal atau
tidak mampu merespon insulin secara normal. Selain itu pada DM tipe 2 juga
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin
(Muchdi, dkk., 2005).
Diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi akut dan
kronis (Muchdi, dkk., 2005). Komplikasi akut antara lain meliputi hipoglikemi,
diabetes ketoasidosis dan hiperosmolar non ketotik, sedangkan komplikasi kronis
meliputi komplikasi mikrovaskuler (retinopati, nefropati, dan neuropati) serta
komplikasi makrovaskuler (DiPiro, dkk., 2005).
Ischemic heart disease (IHD) merupakan salah satu komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien DM. Komplikasi ini mayoritas terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung sehingga
suplai darah menuju jantung menjadi terhambat. Akibat yang dirasakan oleh
pasien dalam jangka pendek adalah rasa nyeri di bagian dada (angina pectoris)
sedangkan efek dalam jangka panjang akan menyebabkan timbulnya penyakit
jantung koroner (DiPiro, dkk., 2005). Berdasarkan penelitian, dari 76 orang pria
dan 45 orang wanita yang menderita DM, 32 orang pria dan 23 orang wanita
mengalami kematian, di antaranya kematian 12 orang pria dan 8 orang wanita
diakibatkan oleh adanya IHD (Goldscmid, 1994). Oleh karena itu, IHD
merupakan salah satu komplikasi yang dapat meningkatakan risiko kematian. Hal
tersebut disebabkan karena pasien biasanya tanpa keluhan, sehingga tidak jarang
tidak didiagnosa sampai beberapa tahun lamanya (Sanusi, 1999).
Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan
kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak
multidisiplin yang mencakup terapi non obat dan terapi obat (Muchdi, dkk.,
2005).
Penggunaan obat pada pasien DM dengan komplikasi harus sangat
diperhatikan. Pemilihan obat harus mempertimbangkan tingkat keparahan
diabetes, serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit
lain dan komplikasi yang terjadi (Muchdi, dkk., 2005).
Penatalaksanaan DM dengan terapi obat dapat menimbulkan
masalah-masala h terkait obat (drug related problems) yang dialami pasien. Aktivitas untuk
meminimalkannya merupakan bagian dari proses pelayanan kefarmasian
(Muchdi, dkk., 2005).
1. Permasalahan
a. Bagaimana profil pasien meliputi jenis kelamin, umur, komplikasi penyerta,
dan penyakit penyerta pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007?
b. Bagaimana nilai hasil tes laboratorium yang meliputi kadar glukosa darah,
CKMB, LDH, dan troponin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007?
c. Bagaimana profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis
obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
d. Jenis kasus drug related problems apa sajakah yang teridentifikasi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi
rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007?
e. Bagaimana outcome terapi pasien meliputi lama tinggal pasien serta alasan
meninggalkan rumah sakit pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan data yang ditelusuri di Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma, penelitian mengenai gambaran evaluasi drug related problems pada
peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart
disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
2005-Desember 2007 belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai diabetes melitus
telah banyak dilakukan oleh peneliti lain, akan tetapi penelitian ini berbeda dalam
hal tujuan, subyek, dan waktu penelitian. Penelitian serupa yang pernah dilakukan
yaitu :
a. Retnari (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi
nefropati pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode 2005. Pada penelitian ini dari 18 kasus yang diambil,
DRPs yang teridentifikasi yaitu 67% dosis terlalu tinggi, 50%
membutuhkan obat tambahan, 11% adanya obat tanpa indikasi, 11%
b. Priyani (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi
dislipidemia pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode 2005. Pada penelitian ini dari 23 kasus yang diambil,
DRP yang teridentifikasi yaitu 30,43% pemilihan obat kurang tepat;
21,74% membutuhkan obat tambahan; 21,74% adanya efek samping obat;
dan 13,04% dosis terlalu rendah.
c. Widyastuti (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi
stroke pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode 2005. Pada penelitian ini dari 29 kasus yang diambil, DRP yang
teridentifikasi ya itu 37,93% pemilihan obat kurang tepat; 10,34% dosis
terlalu tinggi; dan 3,45% membutuhkan obat tambahan.
d. Meirinawati (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi
hipertensi pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
Yogyakarta periode 2005. Pada penelitian ini dari 30 kasus yang diambil,
DRP yang teridentifikasi yaitu 20% kasus pemilihan obat kurang tepat,
20% kasus efek samping obat, 6,67% kasus dosis terlalu rendah, dan
3,33% kasus adanya obat tanpa indikasi.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
mengenai gambaran risiko komplikasi ischemic heart disease dan sebagai
tambahan informasi dalam pelayanan farmasi klinik khususnya mengenai
b. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan kepada
RS Panti Rapih Yogyakarta dalam penerapan pelayanan kefarmasian
khususnya pada upaya peningkatan kualitas peresepan pada terapi pengobatan
pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi drug related
problems pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari 2005-Desember 2007.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
a. mengetahui profil pasien meliputi jenis kelamin, umur, komplikasi penyerta,
dan penyakit penyerta pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yo gyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007,
b. mengetahui nilai hasil tes laboratorium yang meliputi kadar glukosa darah,
CKMB, LDH, dan troponin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007,
c. mengetahui profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007,
d. mengetahui jenis kasus drug related problems apa saja yang teridentifikasi
pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease
di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari
2005-Desember 2007,
e. mengetahui outcome terapi pasien meliputi lama tinggal pasien serta alasan
meninggalkan rumah sakit pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes melitus
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan
oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel ß Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan karena kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Muchdi,
dkk., 2005).
1. Klasifikasi diabetes melitus
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi :
a. diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 atau diabetes melitus tergantung insulin (DMTI)
mayoritas terjadi akibat faktor genetik. DM tipe ini terjadi akibat adanya serangan
autoimun terhadap sel beta sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Pasien
rata-rata mengalami kematian pada umur 49 tahun dengan komplikasi makrovaskuler
atau mikrovaskuler (Davey, 2006).
b. diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau diabetes melitus tidak tergantung insulin
(DMTII) terjadi akibat resistensi insulin dan ditandai dengan kekurangan relatif
dari sekresi inulin. Manifestasi awal terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.
c. diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus tipe ini terjadi pada 7% kehamilan yang terjadi akibat
ketidaktoleran glukosa. Setelah masa kehamilan terlewati 30-50% pasien akan
menderita DM tipe 2 (Davey, 2006).
d. diabetes melitus tipe lain
Diabetes melitus tipe lain meliputi diabetes melitus akibat defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, serta akibat sindrom genetik
lain yang berkaitan dengan DM (Davey, 2006).
2. Patogenesis
Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah pada waktu puasa
dipertahankan dengan glukosa produk hati dan sesudah makan oleh absorpsi
makanan dari usus. Pada saat terjadi peningkatan kadar glukosa darah maka akan
segera diikuti dengan naiknya sekresi insulin dari pankreas. Insulin menurunkan
kadar glukosa darah dengan 2 cara, yaitu (a) menurunkan glukosa produk hati dan
meningkatkan sintesis glikogen serta (b) meningkatkan transportasi (efek
membran), ambilan, dan metabolisme glukosa di jaringan perifer terutama
jaringan lemak dan otot (Asdie, 2000).
Patogenesis timbulnya hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2
a. predisposisi genetik
Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak
diketahui. Diperkirakan ada beberapa gen yang terlibat dalam patogenesis DM
tipe 2 ini (Fauci dan Kasper, 2000).
b. resistensi insulin
Pada penderita DM tipe 2 terutama pada tahap awal, umumnya dapat
dideteksi dari jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya dan kadar glukosa
darahnya yang tinggi. Oleh karena itu, awal patofisiologi DM tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin tetapi karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal (Muchdi, dkk., 2005).
c. gangguan sekresi insulin
Sel-sel beta pankreas umumnya mensekresi insulin dalam 2 fase. Pada
fase pertama, sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus glukosa yang ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan fase kedua dimulai sekitar
20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel beta pankreas
menunjukkan adanya gangguan pada sekresi insulin fase pertama, yang
menunj ukkan terjadinya kegagalan sekresi insulin untuk mengkompensasi
resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik maka perkembangan
penyakit akan mencapai kerusakan pada sel beta pankreas yang terjadi secara
progresif dan seringkali menyebabkan defisiensi insulin sehingga pasien
3. Gejala
Manifestasi klinis DM bervariasi dari pasien ke pasien. Penyakit diabetes
melitus ditandai dengan adanya keluhan-keluhan klasik yaitu poliuria (banyak
buang air kemih), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan) namun
berat badan menurun, dan lemas. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien
adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritis vulva
pada wanita (Mansjoer, 2001).
4. Diagnosis
Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu
= 200 mg/dL atau glukosa darah puasa = 126 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan
dapat dilakukan pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun
TTGO lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah
puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang ditemukan (Soegondo, dkk., 2006).
5. Komplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes kronik terdiri dari komplikasi vaskuler dan non
vaskuler. Komplikasi vaskuler meliputi komplikasi mikrovaskuler, yaitu
retinopati, neuropati, nefropati dan komplikasi makrovaskuler, yaitu arteri
koroner, penyakit pada pembuluh darah perifer dan cerebrovascular (DiPiro,
dkk., 2005). Akibat defisiensi insulin akan timbul serentetan gangguan metabolik
karbohidrat, lemak, dan protein. Tampilan klinis yang diperlihatkan oleh pasien
metabolisme, sedangkan tampilan klinis pada keadaan lanjut adalah akibat
kelainan vasa. Oleh karena itu pada diabetes ada dua komponen yaitu kelainan
metabolik dan angiopatik (Asdie, 2000).
a. Komplikasi mikrovaskuler
1) Retinopati
Pembuluh darah kapiler yang membawa darah akan menggelembung,
bocor, dan terkadang akan pecah dan berdarah. Akibatnya cairan tersebut akan
berkumpul dan menyebabkan pembengkakan pada retina. Keadaan tersebut dapat
menjadi bertambah parah yang disebut proliferatif retinopati. Pada proliferatif
retinopati terjadi pendesakan oleh pembuluh kapiler sehingga bagian bening mata
dapat pecah dan mengakibatkan kebutaan (Johnson, 1998).
2) Neuropati
Neuropati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil
yang memberi nutrisi pada saraf perifer dan metabolisme gula yang abnormal
(DiPiro, dkk., 2005).
3) Nefropati
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah sehingga berakibat pada penurunan kualitas kerja ginjal (DiPiro,
dkk., 2005).
b. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi ini meliputi penyakit vaskuler perifer, gagal jantung, jantung
koroner, infark miokard, dan kematian mendadak. Diabetes melitus merupakan
Pembuluh darah yang sempit akan mengakibatkan tekanan darah meningkat
sehingga mengakibatkan serangan jantung. Selain itu dapat pula mengakibatkan
penyakit otak dan pembuluh darah (cerebrovascular disease) atau stroke
(Johnson, 1998).
B. Ischemic Heart Disease
Diabetes melitus telah diketahui sebagai suatu faktor risiko timbulnya
penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler pada DM sendiri terjadi 4 kali
lebih sering dibanding pada populasi non-DM. Sebagian besar angka kematian
yang berkaitan dengan DM berhubungan dengan komplikasi makrovaskuler DM,
misalnya pada ischemic heart disease (IHD)(Wiyono, 2004).
Iskemik menunjuk pada kekurangan oksigen akibat perfusi yang tidak
memadai. Penyakit jantung iskemik/ischemic heart disease adalah keadaan
berbagai etiologi, yang semua mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara
suplai dan tuntutan oksigen (Braunwald, dan Selwyn, 1999).
Selain diabetes melitus, faktor risiko timbulnya IHD lainnya yaitu
peningkatan kolesterol, merokok, obesitas, hipertensi, jenis kelamin laki- laki,
aktivitas dan riwayat keluarga (Kimble, dan Young, 2005).
1. Patofisiologi
Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen miokard antara lain
tegangan dinding sistolik, keadaan kontraksi, dan denyut jantung. (Gray,
Dawkins, Simpson, dan Morgan, 2005). Penyebab IHD secara umum adalah
menyebabkan CAD (coronary artery disease). Plak yang terbentuk
mempersempit arteri sampai pada titik dimana jumlah aliran darah melalui arteri
tidak cukup untuk mensuplai darah yang kaya oksigen ke jantung (DiPiro, dkk.,
2005).
Sel endotel sendiri mensintesis susbstansi vasoaktif seperti prostasiklin,
faktor relaksasi (nitrat oksida), dan faktor pengaktivasi platelet. Prostasiklin
memiliki kemampuan antiplatelet dan vasodilator yang kuat sehingga dikatakan
bahwa defisiensi produksi prostasiklin endotel berperan dalam patogenesis
aterosklerosis (Gray, dkk, 2005).
Arteri koronaria merupakan pembuluh nadi yang mengandung oksigen
dalam kadar tinggi. Penyebab paling sering dari pengurangan aliran darah koroner
adalah aterosklerosis. Pada orang-orang tertentu yang memiliki predisposisi
genetik terhadap aterosklerosis atau pada orang-orang tertentu yang
mengkonsumsi terlalu banyak kolesterol atau lemak lainnya. Kolesterol dan
lemak tersebut dapat mengalami penumpukan pada bagian dinding pembuluh
darah sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan peredaran darah menjadi
terhambat (aterosklerosis) (Guyton dan Hall, 1997).
Pada penderita DM adanya paparan hiperglikemia yang tinggi secara
jangka panjang dapat mengakibatkan disfungsi pada sel endotel arteri yang sangat
berperan sangat penting pada perkembangan aterosklerosis. Disfungsi berkaitan
dengan peningkatan trombosis, hipertensi, dan dislipidemia yang mempengaruhi
2. Gejala
Manifestasi utama IHD adalah angina pectoris. Angina pectoris
merupakan suatu gejala nyeri klasik, rasa tidak nyaman, berat dan sesak di dada
kiri, lengan, leher, atau punggung. Beberapa pasien memiliki gejala tidak khas,
seperti nyeri di tempat yang tidak umum. Namun, walaupun pasien merasakan
nyeri yang hanya dirasakan pada bagian dada kiri pun jarang merupakan angina.
Gambaran diagnosis utama adalah adanya hubungan antara nyeri dengan
aktivitas. Angina dibagi menjadi angina stabil dan tidak stabil. Pada angina stabil,
gejala hanya dirasakan saat aktivitas dan segera berkurang dengan istirahat,
sedangkan pada angina tidak stabil, gejala muncul secara tiba-tiba baik saat
aktivitas ringan maupun saat istirahat (Davey, 2006). Selain itu, dapat pula
muncul gejala yang menyertai yaitu mual, muntah, diaforesis, dyspnea, dan
pandangan menjadi gelap (Woodley, dan Whelan, 2002). Pada pasien yang telah
mengalami serangan jantung sebelumnya atau memiliki penyakit diabetes melitus,
memiliki kecenderungan mengalami silent ischemia yaitu pasien tersebut tidak
menunjukkan gejala mengalami IHD (DiPiro, dkk., 2005).
3. Diagnosis
Secara khusus, tidak ada tes laboratorium yang menunjukkan bahwa
pasien tersebut mengalami IHD. Namun, tes laboratorium yang dapat digunakan
untuk mendukung diagnosis adalah troponin dan kreatin kinase. Selain itu, pada
pasien IHD biasanya memperlihatkan peningkatan total kolesterol LDL dan
penurunan kolesterol HDL, tekanan darah yang tinggi serta kadar glukosa yang
(EKG) yang menunjukkan terjadinya elevasi atau depresi segmen ST pada pasien
IHD (DiPiro, dkk., 2005).
4. Tingkat keparahan
Berdasarkan penelitian, semakin tinggi usia pasien maka semakin besar
kemungkinan untuk mengalami angina. Selain itu, pasien pria umumnya lebih
berisiko mengalami angina dibandingkan dengan pasien wanita (Braunwald,
Zipes, dan Libby, 2001).
Tabel 1. Derajat angina menurut Canadian Cardiovascular Society
Derajat Definisi
Derajat 1 Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan. Angina terjadi bila mempercepat atau memperpanjang aktivitas.
Derajat 2 Angina terjadi saat berjalan atau naik tangga dengan cepat, berjalan menanjak, berjalan atau naik tangga setelah makan, saat dingin, angin, atau di bawah tekanan emosional, atau beberapa jam setelah bangun.
Derajat 3 Ditandai dengan adanya pembatasan aktivitas fisik. Angina terjadi bila berjalan atau naik satu anak tangga pada langkah normal.
Derajat 4 Ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas fisik. Gejala angina dapat pula muncul saat istirahat.
(Kasper, dkk., 2005).
C. Penatalaksanaan 1. Tujuan terapi
a. mencegah kejadian penyakit jantung koroner seperti infark miokard,
aritmia, dan kerusakan jantung serta untuk memperpanjang usia hidup
pasien,
b. mencegah gejala penyakit (Kasper, dkk., 2005),
c. mengurangi risiko kematian,
2. Sasaran terapi
a. keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen
b. kadar glukosa darah
c. komplikasi
d. pola hidup (DiPiro, dkk., 2005).
3. Strategi terapi
a. Non farmakologi
1). Diet
Terapi nutrisi sangat dianjurkan pada pasien DM. Tujuan dilakukan diet
adalah untuk memperbaiki proses metabolisme dalam tubuh dan untuk mencegah
serta mengobati komplikasi yang mungkin muncul. Pada pasien DM tipe 2 sering
dilakukan diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan (DiPiro, dkk., 2005).
2). Aktivitas fisik
Umumnya sebagian besar pasien DM dapat mengambil keuntungan dari
aktivitas fisik yang dilakukan. Aktivitas fisik akan meningkatkan sensitivitas
insulin dan mengontrol kadar gula pada sebagian besar individu dan mengurangi
risiko terkena penyakit kardiovaskuler serta berperan dalam menurunkan berat
badan. Pasien yang sudah lama mengidap DM atau pasien dengan beberapa faktor
risiko penyakit kardiovaskuler, penyakit mikrovaskuler dan aterosklerosis harus
melakukan evaluasi kardiovaskuler yang mencakup tes tingkat kegiatan atau
b. Farmakologi
1) Aspirin
Merupakan obat anti-agregasi platelet yang bekerja dengan menghambat
agregasi platelet. Obat ini akan mengencerkan darah sehingga tidak mudah
menggumpal (DiPiro, dkk., 2005).
2) Nitrat
Merupakan langkah pertama penanganan serangan akut untuk pasien
dengan angina stabil kronik jika terjadi serangan sewaktu-waktu atau untuk
pencegahan. Obat ini bekerja dengan merelaksasi pembuluh darah arteri koroner
sehingga nantinya mempengaruhi aliran darah pada daerah tersebut (Fenstes,
Sox, dan Alpert, 2003).
3) ß-blocker
Merupakan obat yang dapat mencegah angina dengan menurunkan
kebutuhan oksigen miokardium. Obat-obatan ß-blocker tidak cocok untuk semua
orang. Obat ini tidak boleh diberikan pada penderita bronkitis atau asma karena
nafas mereka bisa menjadi lebih sesak (DiPiro, dkk., 2005).
4) Calcium channel blocker
Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi masuknya ion kalsium
melalui kanal kalsium ke dalam otot polos, otot jantung, dan saraf. Berkurangnya
kadar kalsium bebas menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh
darah (vasodilatasi), kontraksi otot jantung, serta pembentukan dan konduksi
5) Terapi untuk menjaga kadar glukosa darah
(a). Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
(1). Pemicu sekresi insulin
i. Sulfonilurea
Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot
dan sel lemak, meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi
insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak serta penurunan
produksi glukosa oleh hati (Soegondo, dkk., 2007). Obat ini ha nya efektif apabila
sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi (Muchdi, dkk., 2005).
Sulfonilurea merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih
(Soegondo, dkk., 2006).
ii. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama (Soegondo,
dkk., 2007). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati (Soegondo, dkk., 2006).
(2). Penambah sensitivitas terhadap insulin
i. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan
actifed receptor gamma (PPAR-?), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak
(Soegondo, dkk., 2007). Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat
tunggal (Soegondo, dkk., 2006).
(3). Penghambat glukoneogenesis
i. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi hati
(glukoneogenesis), di samping itu juga memperbaiki ambilan glukosa perifer
(Soegondo, dkk., 2007). Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Golongan ini
menurunkan glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal (Mansjoer, 2001).
Metformin dapat meyebabkan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut maka dapat diberikan pada saat atau sesudah makan (Soegondo, dkk.,
2006).
(4). Penghambat glukosidase alfa (akarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga efek yang ditimbulkan adalah menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan (Soegondo, dkk., 2007). Efek samping yang paling sering ditemukan
adalah kembung dan flatulen (Soegondo, dkk., 2006).
(b). Insulin
Insulin bekerja dengan membantu transpor glukosa dari darah ke dalam
sel. Selain itu insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap
metabolisme, baik metabolisme karbohidrat, lipid, lemak, maupun mineral. Untuk
1) insulin kerja cepat (rapid acting insulin),
2) insulin kerja pendek (short acting insulin),
3) insulin kerja menengah (intermediate acting insulin),
4) insulin kerja panjang (long acting insulin),
5) insulin campuran tetap (premixed insulin) (Soegondo, dkk., 2006).
Pemberian sediaan insulin kepada pasien ditentukan secara individual
sebab respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam. Seringkali
pemberian insulin memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu (Muchdi, dkk.,
2005).
(c). Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dengan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang
diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik denga n dosis
insulin yang cukup kecil (Soegondo, dkk., 2006).
D. SOAP
SOAP (Subjective data, Objective data, Assessment and Plan)
merupakan suatu sarana yang telah lama digunakan untuk mengumpulkan
informasi dari medical record. Dengan informasi yang telah terkumpul tersebut
kompleks (Kimble, dan Young, 2005). Masalah terkait obat (drug related
problem) merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian dalam pencapaian tujuan
terapi sebagai akibat pemberian obat (Muchdi, dkk, 2005). SOAP terdiri dari :
1. data subyektif
Data subyektif merupakan informasi yang dapat diketahui dari informasi
yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang
merawat pasien. Informasi yang dapt dimasukkan ke dalam data subyektif yaitu :
a. keluhan atau gejala yang dirasakan pasien,
b. riwayat terkait gejala yang dirasakan,
c. riwayat penyakit,
d. riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping,
e. alergi,
f. riwayat sosial atau keluarga (Jones, dan Rospond, 2003).
2. data obyektif
Data obyektif diisi berdasarkan informasi hasil observasi atau
pengukuran (Kimble, dan Young, 2005). Informasi yang dapat dimasukkan ke
dalam data obyektif yaitu :
a. data vital,
b. pemeriksaan fisik,
c. hasil tes laboratorium,
d. konsentrasi obat dalam serum,
e. hasil tes diagnosa,
3. assessment
Setelah data subyektif dan obyektif terkumpul, maka langkah selanjutnya
adalah menegakkan diagnosa pasien. Selain itu perlu juga dilakukan identifikasi
terhadap drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan
sebelumnya (Kimble, dan Young, 2005).
Tabel II. Identifikasi drug related problems
No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
1 Membutuhkan obat tambahan (need for additional drug therapy)
Timbulnya kondisi medis baru yang memerlukan tambahan obat baru.
Kondisi kronis yang memerlukan terapi lanjutan terus menerus.
Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi.
Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah atau terapi profilaksis.
2 Ada obat tanpa indikasi (unnecessary therapy)
Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu. Terapi dengan dosis toksik.
Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol. Terapi sebaiknya terapi tunggal.
Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman.
3 Pemilihan obat kurang tepat (wrong drug)
Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif.
Pasien alergi atau kontraindikasi.
Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman.
Obat sudah resisten terhadap infeksi.
Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat.
Kombinasi obat yang salah. 4 Dosis terlalu rendah
(dosage too low)
Dosis terlalu rendah.
Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotik untuk operasi.
Obat, dosis, rute, atau formula yang kurang sesuai untuk pasien.
5 Efek samping obat (adverse drug reaction)
Obat diberikan terlalu cepat.
Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu. Pasien alergi atau reaksi idionsinkrasi.
6 Interaksi obat Bioavailabilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan.
Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium (Cipolle, Strand, dan Morley, 1998)
Adanya interaksi obat dengan obat.
Tabel II (Lanjutan). Identifikasi drug related problems
No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
7 Dosis terlalu tinggi (dose too high)
Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan.
Dosis dinaikkan terlalu cepat.
Obat akumulasi karena terapi jangka panjang.
Obat, dosis, rute, atau formula yang kurang sesuai untuk pasien.
Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus.
8 Kepatuhan
(compliance)/gagal menerima obat
Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error.
Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya. Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya (Cipolle, dkk., 1998).
4. plan
Pada tahap ini dilakukan perencanaan terhadap terapi yang akan
diberikan atau rekomendasi terhadap kasus drug related problems yang
teridentifikasi. Selain itu perlu juga diberikan pembelajaran kepada pasien
mengenai masalah kesehatan serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat
mencapai target penyembuhan penyakit maupun pemeliharaan kondisi pasien
(Kimble, dan Young, 2005).
E. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi drug
related problems pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih
25
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian mengenai gambaran evaluasi drug related problems pada
peresepan pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007 bersifat non
eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif dan data diambil
secara retrospektif.
B. Definisi operasional
1. Lembar medical record merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang
berisi data klinis serta perkembangan kondisi pasien DM tipe 2 dengan
komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
Januari 2005-Desember 2007.
2. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease yang menjalani perawatan di instalasi
rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007.
3. Komplikasi penyerta merupakan komplikasi yang timbul pada pasien secara
bersamaan dengan komplikasi ischemic heart disease yang dialami oleh
pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode
4. Penyakit penyerta merupakan penyakit yang muncul bersamaan dan menyertai
kondisi pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS
Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007.
5. Outcome terapi merupakan keadaan pasien setelah mendapatkan terapi selama
menjalani perawatan di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007.
6. Drug related problems merupakan kejadian atau permasalahan yang tidak
diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat-obatan.
7. Fokus penentuan drug related problems meliputi membutuhkan obat
tambahan, mendapat obat tanpa indikasi, pemilihan obat kurang tepat, dosis
terlalu rendah, adanya efek samping obat, interaksi obat, dosis terlalu tinggi,
dan kepatuhan pasien.
8. Mendapat obat tanpa indikasi yaitu DRP yang terjadi jika pasien tidak
memiliki indikasi yang mendukung untuk mendapatkan terapi obat yang
diberikan.
9. Memb utuhkan obat tambahan yaitu DRP yang terjadi jika pasien memiliki
indikasi yang belum mendapatkan terapi atau adanya potensi untuk timbulnya
kondisi medis yang dapat dicegah dengan terapi.
10.Pemilihan obat kurang tepat yaitu DRP yang terjadi apabila pasien belum
menerima obat atau rute pemberian yang tepat atau obat yang diterima
11.Dosis terlalu rendah yaitu DRP yang terjadi apabila pasien menerima dosis
obat yang terlalu rendah yaitu kurang dari kisaran dosis yang normal atau
waktu pemberian yang kurang tepat.
12.Adanya efek samping obat adalah DRP yang terjadi akibat penggunaan obat
yang diberikan kepada pasien.
13.Interaksi obat adalah DRP yang terjadi apabila terjadi interaksi antara obat
dengan obat atau makanan yang diterima pasien dan dapat mempengaruhi
efek obat ya ng ditimbulkan.
14.Dosis terlalu tinggi adalah DRP yang terjadi apabila pasien menerima dosis
obat yang terlalu tinggi atau melewati kisaran dosis yang normal.
15.Kepatuhan adalah DRP yang terjadi apabila pasien menolak atau tidak dapat
memenuhi penggunaan obat-obatan yang diberikan.
C. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 dengan
komplikasi ischemic heart disease yang menjalani rawat inap di RS Panti Rapih
pada periode Januari 2005-Desember 2007.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah keseluruhan medical
record pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di
instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember
E. Jalannya Penelitian
1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini, dilakukan pembuatan proposal rencana penelitian untuk
mendapatkan surat ijin melaksanakan penelitian di RS Panti Rapih Yogyakarta.
2. Tahap analisis situasi
Tahap ini dilakukan dengan pengarahan dari bagian rekam medik. Pada
tahap ini pula diperoleh informasi mengenai jumlah, nomer rekam medik, dan
nama subyek penelitian tiap tahun dalam periode penelitian. Berdasarkan data
yang diperoleh pada tahun terdapat 28 pasien pada tahun 2005, 29 pasien pada
tahun 2006, dan 15 pasien pada tahun 2007, sehingga secara keseluruhan terdapat
72 pasien. Namun, sebanyak 17 rekam medik pasien tidak dapat diambil datanya
karena sedang melalui proses administrasi di bagian lain.
3. Tahap pengambilan data
a. Tahap pengumpulan data
Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data yang disalin dari rekam
medik subyek penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi nomor rekam medis,
nomor registrasi, jenis kelamin, umur, tanggal pasien masuk dan keluar, lama
pasien menderita DM, diagnosis, lama perawatan, data vital, data laboratorium,
komplikasi yang dialami, penyakit penyerta, terapi yang dijalani, serta
perkembangan kondisi pasien selama perawatan.
b. Tahap Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian disajikan ke
umur, komplikasi penyerta, dan penyakit penyerta), data laboratorium (kadar
glukosa darah, CKMB, LDH, dan troponin), profil pengobatan (kelas terapi,
golongan, dan jenis terapi), serta outcome terapi (lama tinggal pasien dan alasan
pasien meninggalkan rumah sakit).
4. Tahap Penyelesaian Data
Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug
related problems dengan metode SOAP secara kasus per kasus. Literatur yang
dapat digunakan sebagai acuan adalah Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Anonim, 2006), American Diabetes Association (ADA) guideline, NCEP ATP
III guideline, American Heart Association (AHA) Scientific Statement, Diabetes
and Cardiovascular Disease (Grundy, dkk., 1999), Treatment Guideline for
Medicine and Primary Care (Chan, dan Johnson, 2004), dan AHFS Drug
Information 2004 (McEvoy dkk, 2003).
F. Analisis data
1. Persentase jenis kelamin pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan
cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis kelamin dibagi dengan
jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.
2. Persentase umur pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan cara
menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range umur tertentu dibagi
3. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien DM tipe 2 komplikasi IHD
dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis
komplikasi penyerta dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien
kemudian dikalikan 100%.
4. Persentase jenis penyakit penyerta pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung
dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis penyakit
penyerta dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan
100%.
5. Persentase data laboratorium pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung
dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range data
laboratorium tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien
kemudian dikalikan 100%.
6. Persentase kelas terapi pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan
cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis kelas terapi dibagi
dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.
7. Persentase lama perawatan pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan
cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama perawatan
tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan
100%.
8. Persentase alasan meninggalkan rumah sakit pasien DM tipe 2 komplikasi
IHD dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing alasan
meninggalkan rumah sakit dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien
9. Mengevaluasi kerasionalan terapi berdasarkan drug related problems dengan
metode SOAP secara kasus per kasus :
a. menentukan subyek
b. menentukan obyek
c. menentukan assessment
1) membutuhkan obat tambahan
2) mendapat obat tanpa indikasi
3) pemilihan obat kurang tepat
4) dosis terlalu rendah
5) adanya efek samping obat
6) interaksi obat
7) dosis terlalu tinggi
8) kepatuhan.
d. menentukan plan / rekomendasi
10. Persentase jumlah drug related problems pasien DM tipe 2 komplikasi IHD
dihitung dengan cara menghitung jumlah masing- masing kasus drug related
problems dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian
G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah
1. Waktu pengambilan data cukup singkat yaitu sekitar 3,5 jam/hari. Selain
itu, pengambilan data tidak dapat dilakukan setiap hari. Hal tersebut dapat
sedikit teratasi dengan mempersiapkan lembar pengumpul data yang berisi
tabel-tabel mengenai data yang akan diambil sehingga mempermudah dan
mempercepat proses penyalinan data.
2. Beberapa rekam medik tidak dapat ditemukan akibat sedang dalam proses
pengurusan administrasi yang tidak diketahui berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Hal tersebut diatasi dengan
memasukkan ke daftar subyek ekslusi.
3. Tidak semua subyek penelitian melakukan tes laboratorium, seperti
CKMB, troponin, LDH, LDL, HDL, dan trigliserid yang sangat membantu
dalam peneltian ini. Hal tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan data
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam
daftar sepuluh besar penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat di Indonesia.
Secara umum, terdapat 2 tipe utama diabetes melitus, namun diabetes melitus tipe
2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan tipe
diabetes yang lebih banyak ditemui dibanding dengan diabetes melitus tipe 1 atau
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh adanya multi etiologi. Faktor
genetik dan lingkungan cukup mempengaruhi timbulnya DM tipe 2, di antaranya
pengaturan makan yang kurang tepat, aktivitas fisik yang minimal, serta adanya
proses penuaan.
Diabetes, terutama pada DM tipe 2 seringkali muncul tanpa disertai
dengan munculnya gejala. Akibatnya pasien terlambat untuk menyadari adanya
penyakit tersebut dalam dirinya sehingga penanganan baru dimulai beberapa
tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.
Akan tetapi, tidak jarang pula beberapa pasien mengalami gejala klasik DM, yaitu
poliuria, polidipsia, dan polifagia.
DM tipe 2 harus selalu dikontrol dan dikelola secara tepat untuk
memperbaiki kondisi sekaligus mencegah terjadinya komplikasi yang
kemungkinan dapat muncul. Ischemic heart disease (IHD) merupakan salah satu
komplikasi makrovaskuler yang dapat menyerang penderita DM tipe 2. Biasanya
pasien IHD yang mengidap DM, seringkali mengalami iskemik dengan tanpa
keluhan. Pada pasien DM tidak jarang sistem saraf menjadi lebih tumpul sehingga
kurang peka untuk menghantarkan rasa nyeri, sehingga untuk sebagian orang
merasa kondisi tubuhnya sehat namun tanpa disadar iskemik diam-diam berproses
dalam tahun-tahun yang panjang. Penyakit kardiovaskuler pada DM lebih sering
ditemui daripada penyakit jantung pada pasien non-DM. Dengan adanya penyakit
kardiovaskuler tersebut pula maka pasien DM mengalami peningkatan risiko
kematian. IHD terjadi akibat adanya kontribusi dari adanya gangguan pada
pembuluh darah yang berkaitan dengan hipertensi dan dislipidemia. Hal tersebut
sangat mempengaruhi munculnya komplikasi IHD, sehingga selain pemeriksaan
kadar glukosa darah secara teratur, pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi
IHD juga harus melakukan pengendalian tekana n darah, serta kadar kolesterol dan
lipid.
A. Profil Pasien 1. Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin
Pada umumnya, laki- laki lebih memiliki kecenderungan untuk
mengalami diabetes melitus dengan komplikasi IHD dibandingkan dengan
perempuan. Akan tetapi, pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih periode Januari 2005-Desember 2007,
sebanyak 63,64% berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya yaitu sebesar
Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya kemajuan dan
modernisasi dalam kehidupan. Adanya persamaan derajat antara laki- laki dan
perempuan yang dalam beberapa dekade belakangan ini membuat kaum
perempuan tidak lagi hanya disibukkan dengan urusan rumah tangga tetapi juga
mulai merambah dunia karier. Dengan adanya kenyataan tersebut otomatis kaum
perempuan memiliki beban berganda yang cenderung menimbulkan stres yang
berdampak pada kurangnya perhatian pada kesehatan pribadi.
63,64%
36,36%
Laki-laki
Perempuan
Gambar I. Persentase jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi
ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007
Pengaruh modernisasi juga turut mempengaruhi kondisi tersebut. Banyak
kemudahan ditawarkan kepada masyarakat yang membuat berkurangnya aktivitas
fisik. Padahal dengan aktivitas fisik dapat meningkatkan aktivitas reseptor insulin
dalam tubuh dan meningkatkan penggunaan glukosa sehingga dapat menurunkan
dan menjaga kadar glukosa darah. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh
munculnya tren makanan cepat saji yang menghanyutkan masyarakat pada
kemudahan memperoleh makanan tanpa memperhatikan asupan nutrisi serta
tidak dapat menjaga keseimbangan kebutuhan nutrisi dalam tubuh sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Pola makan modern
yang kaya kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi dan stres yang
menekan sepanjang hari akan menyebabkan ketidakseimbangan kebutuhan dan
suplai oksigen. Padahal metabolisme dalam sel otot jantung sepenuhnya
membutuhkan oksigen.
2. Persentase pasien berdasarkan umur
Pasien diabetes melitus memiliki risiko komplikasi IHD setelah >65
tahun pada pasien laki- laki dan >55 tahun pada pasien perempuan. Risiko
terjadinya komplikasi IHD akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Salah satu alasan yang mendasari yaitu dengan bertambahnya usia maka
timbunan lemak pada pembuluh arteri koronaria akan terakumulasi dan membuat
aliran oksigen menuju jantung menjadi semakin terhambat. Dari data yang
diambil, pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD paling banyak ditemukan pada
interval umur 56-65 tahun sebanyak 29,09%. Organ-organ tubuh pasien pada
interval usia tersebut sudah mengalami penurunan fungsi, sehingga bila tidak
dikontrol secara tepat dapat mempengaruhi timbulnya komplikasi.
Perempuan pada usia tersebut telah memasuki masa pasca menopause,
sehingga produksi hormon-hormon yang penting untuk tubuh mengalami
penurunan. Sebelum menopause, risiko wanita untuk menderita IHD agak kurang,
tetapi setelah melalui masa menopause wanita akan mengalami penurunan kadar
estrogen yang dapat menstimulasi peningkatan LDL. Hal tersebut akan
1.82%
5.45%
21.82%
29.09%
23.64%
18.18%
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00%
<35 35–45 46–55 56–65 66–75 >76
Gambar 2. Persentase umur pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta
periode Januari 2005-Desember 2007
Setelah umur 66-75, persentase pasien diabetes melitus dengan
komplikasi IHD semakin menurun terutama setelah melewati usia 76 tahun. Hal
tersebut mungkin disebabkan karena setelah melewati usia tersebut tidak banyak
pasien yang mampu mengelola penyakitnya dengan baik atau terapi yang dijalani
sudah tidak dapat membantu pasien sehingga tidak banyak pasien yang mampu
bertahan hidup.
3. Persentase pasien berdasarkan komplikasi penyerta
Ischemic heart disease merupakan komplikasi makrovaskuler yang
umum berkembang pada pasien DM tipe 2. Penyakit-penyakit jantung seperti IHD
sangat besar risikonya pada penderita DM. Oleh karena itu, diperlukan adanya
kontrol dan pengendalian tekanan darah, dan lipid darah.
Beberapa pasien mungkin saja dapat menderita bermacam- macam