• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi drug-related problems pada peresapan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi drug-related problems pada peresapan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007 - USD Repository"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DRUG-RELATED PROBLEMS

PADA PERESEPAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ISCHEMIC HEART DISEASE

DI INSTALASI RAWAT INAP RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2005-DESEMBER 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Niken Larasati

NIM : 048114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

EVALUASI DRUG-RELATED PROBLEMS

PADA PERESEPAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI ISCHEMIC HEART DISEASE

DI INSTALASI RAWAT INAP RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI 2005-DESEMBER 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Niken Larasati

NIM : 048114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

“Where there is love,,

there is life...”

~ Mahatma Gandhi ~

(6)
(7)

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul

“Gambaran Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Peresepan Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi

Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa penulis

mengucapkan terinakasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dra. A. M. Wara Kusharwanti M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia membimbing, mencurahkan segenap waktu dan pikiran, serta

memberikan kritik dan saran selama penyusunan proposal penelitian,

pelaksanaan penelitian, hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Drs. Mulyono, Apt. dan Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen

penguji yang telah memberikan masukan yang berguna demi peningkatan

hasil karya tulis ini.

4. Bapak Drs. Sabikis Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi

(8)

vi

5. Segenap dewan direksi RS Panti Rapih yang telah memberikan ijin bagi

penulis untuk dapat melakukan penelitian di RS Panti Rapih.

6. Segenap petugas bagian rekam medik RS Panti Rapih yang telah banyak

membantu dalam proses pengambilan data.

7. Bapak Giyanto, Mbak Ima, serta segenap warga pos pelayanan kesehatan di

Paroki Keluarga Kudus Banteng, atas bantuan, dan dukungannya.

8. Ayah dan Mami atas penghidupan, doa dan semangat tiada henti yang telah

diberikan.

9. Kakak-kakakku, “nenek” Punto dan “nenek” Adhi, atas semangat, dukungan,

dan bantuan yang telah diberikan.

10.Keluarga besar Bapak dan (alm.) Ibu Leo Salamun, atas doa, penghiburan,

kebersamaan, dan dukungan yang telah diberikan.

11.Tarsisius “Aar” Mahatmawardi atas doa, kasih, senyum dan penantian.

12.Sahabat-sahabatku, Chika, Novita, Eunike, Aprilia, dan Yasinta atas

keceriaan, doa, dan dukungan yang telah diberikan.

13.Teman-teman kelas C dan kelompok praktikum E angkatan 2004, atas

kebersamaan selama menjalani perkuliahan.

14.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu menyertai dan membalas kebaikan yang

telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

(9)

vii

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai

pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah

pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 6 Mei 2008

(10)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 6 Mei 2008

Penulis,

(11)

ix

INTISARI

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tak lekang oleh jaman. Keberadaannya saat ini justru menjadi sebuah ancaman bagi penderitanya. Bukan hanya pada masalah penyembuhannya namun juga kejadian komplikasi yang dapat muncul kapan saja. Walaupun DM merupakan suatu penyakit kronis yang tidak menimbulkan kematian secara langsung namun dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak dilakukan secara tepat. Ischemic heart disease (IHD)merupakan salah satu komplikasi yang dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien DM tipe 2.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi drug related problems

(DRPs) pada peresepan pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif-evaluatif. Data berupa rekam medik pasien yang diambil secara retrospektif.

Berdasarkan data yang diambil, sebanyak 63,64% berjenis kelamin perempuan dan mayoritas pasien berusia 56-65 tahun (29,09%). Persentase terbesar komplikasi penyerta yang dialami adalah penyakit kardiovaskuler dan nefropati yaitu sebesar 18,18%; sedangkan sebesar 25,45% pasien mengalami penyakit penyerta berupa infeksi. Berdasarkan hasil laboratorium pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) sebanyak 30,91% pasien me ngalami peningkatan KGD sewaktu; 58,19% pasien mengalami peningkatan KGD puasa; dan 56,36% pasien mengalami peningkatan KGD PP. Untuk pemeriksaan fungsi jantung, sebanyak 10,91% pasien menunjukkan kadar CKMB normal; 1,82% pasien menunjukkan kadar troponin normal; dan 7,27% pasien menunjukkan kadar LDH normal. Penggunaan obat terbanyak yaitu obat kardiovaskuler (98,18%). DRPs yang paling banyak teridentifikasi adalah butuh obat tambahan (96,36%). Sebanyak 89,09% pasien meninggalkan RS dalam keadaan membaik dan 50,91% pasien menjalani rawat inap selama 1-7 hari

(12)

x

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a never ending disease. The position of DM at this time can be a threat for patient. Not only about the healing problem, but also insiden of complication which can appear all the time. Although DM is a chronic disease which not cause appear death in direct but can be threaten without contribution of good and exact management therapy. Ischemic heart disease (IHD) is a one of complication which can increase risk of death on patient type 2 DM.

The goal of this study is to evaluate drug related problems at prescription of patient type 2 DM with IHD complication in instalasi rawat inap Panti Rapih hospital on January 2005-December 2007.

Based on the data which has removal, 63,64% are women and patient majority on 56-65 years old (29,09%). Most percentage of participant complication are cardiovascular disease and nefropathy 918,18%) while about 25,45% patient have infection as participant disease. Based on the result of blood glucose, 30,91% patient have increase random blood glucose, 58,19% patient have increase fasting blood glucose, and 56,36% patient have increase PP blood glucose. The result of cardiac function test, 10,91% patient have normal mark of CKMB, 1,82% patient have normal mark of troponin, and 7,27% patient have normal mark of LDH. Cardiovascular drug is the most drug which patient’s use (98.18%). The most identification of DRPs is need additional drug (93.36%). 89.09% patient get through care in hospital with better condition, and 50.91% patient live in hospital about 1-7 days.

(13)

xi

HALAMAN PERSEMBAHAN………..

PRAKATA………..

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..

INTISARI………....

BAB 1 PENGANTAR

A. Latar Belakang………...

1.Permasalahan……….

2.Keaslian karya………...

3.Manfaat penelitian……….

B. Tujuan Penelitian………...

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

(14)

xii

4) Calcium channel blocker………...

(15)

xiii

E. Keterangan Empiris………...

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….

G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah……….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pasien…………..………...

1. Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin………..

2. Persentasi pasien berdasarkan umur………....

3. Persentase pasie n berdasarkan komplikasi penyerta………...

4. Persentase pasien berdasarkan penyakit penyerta………...

5. Persentasi pasien berdasarkan hasil laboratorium………...

B. Profil Penggunaan Obat………..………...

1. Obat kardiovaskuler………...

2. Obat hormonal……….

3. Obat nutrisi dan darah……… .

4. Obat infeksi……….

5. Obat sistem saraf pusat………

(16)

xiv

C. Evaluasi Drug Related Problems

(DRPs)………..

1. Membutuhkan obat tambahan………..

2. Pemilihan obat kurang tepat………

3. Dosis terlalu rendah……….

4. Interaksi obat………...

5. Efek samping obat………...

6. Kepatuhan………

D. Outcome Terapi……….………

1. Dampak terapi………...

2. Lama inap………

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel I.

Tabel II.

Derajat angina menurut Canadian Cardiovascular Society

Identifikasi drug related roblems………... 16

23

Tabel III. Persentase pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease serta komplikasi penyerta lain di

instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari 2005-Desember 2007………

38

Tabel IV. Persentase pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease serta penyakit penyerta lain di

instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari 2005-Desember 2007……… 40

Tabel V. Persentase kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2

dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat

inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari

2005-Desember 2007... 41

Tabel VI. Persentase hasil laboratorium fungsi jantung pasien diabetes

melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di

instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari 2005-Desember 2007………

(18)

xvi

Tabel VII. Persentase golongan dan jenis obat kardiovaskuler yang

digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

46

Tabel VIII. Persentase golongan dan jenis obat hormonal yang

Digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

47

Tabel IX. Persentase golongan dan jenis obat nutrisi dan darah yang

digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007………… 49

Tabel X. Persentase golongan dan jenis obat infeksi yang digunakan

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komp likasi ischemic

heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

51

Tabel XI. Persentase golongan dan jenis obat sistem saraf pusat yang

digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

(19)

xvii

Tabel XII. Persentase golongan dan jenis obat saluran cerna yang

digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

53

Tabel XIII. Persentase golongan dan jenis obat analgesik yang

digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

54

Tabel XIV. Persentase golongan dan jenis obat otot skelet dan sendi

yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

2007………. 55

Tabel XV. Persentase golongan dan jenis obat saluran nafas yang

digunakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007………… 56

Tabel XVI. Persentase golongan dan jenis antialergi yang digunakan

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic

heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

(20)

xviii

Tabel XVII. Persentase golongan dan jenis obat saluran kemih dan

kelamin yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2

dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat

inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari

2005-Desember 2007……… 57

Tabel XVIII. Persentase kasus DRP yang teridentifikasi pada pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart

disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007………. 59

Tabel XIX Kasus membutuhkan obat tambahan yang Teridentifikasi

pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007…………

61

Tabel XX. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic

heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007………… 63

Tabel XXI. Kasus dosis terlalu rendah yang teridentifikasi pada pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart

disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

(21)

xix

Tabel XXII. Kasus interaksi obat yang teridentifikasi pada pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart

disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007……… 65

Tabel XXIII. Kasus efek samping obat yang teridentifikasi pada pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart

disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007………. 65

Tabel XXIV. Kasus kepatuhan yang teridentifikasi pada pasien diabetes

melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di

instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

(22)

xx

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar I. Persentase jenis kelamin pada pasien diabetes melitus tipe 2

dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat

inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari

2005-Desember 2007…... 35

Gambar 2. Persentase umur pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

2007... 37

Gambar 3. Persentase distribusi penggunaan obat yang digunakan

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic

heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

2007………. 44

Gambar 4. Persentase outcome pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

2007………. 67

Gambar 5. Persentase lama inap pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

(23)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran I Data pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti

Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

2007…... 74

Lampiran II Surat persetujuan ijin penelitian dari pihak RS Panti

(24)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang memiliki

kecenderungan mengalami peningkatan angka insidensi dan prevalensinya di

berbagai penjuru dunia. Diabetes melitus terdiri dari 2 tipe utama yaitu diabetes

melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. DM tipe 2 meliputi hampir lebih 90%

dari semua populasi diabetes (Noer, 1996).

Ketika epidemi penyakit menular belum juga tuntas, bahkan semakin

banyak ditemukan penyakit infeksi baru maupun penyakit infeksi yang sudah

lama menghilang kemudian merebak kembali, kini epidemi penyakit tidak

menular muncul menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. WHO

memprediksi DM tipe 2 di Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah pasien

dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta (Soegondo, dkk., 2006).

Diabetes melitus sudah lama diketahui sebagai suatu penyakit yang

disebabkan karena adanya faktor keturunan. Akan tetapi pada kenyataannya

penyakit ini melibatkan faktor-faktor risiko lainnya seperti kegemukan, pola

makan yang salah, mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar

glukosa darah, proses penuaan, dan stres (Soegondo, dkk., 2007).

Diabetes melitus tipe 2 terjadi akibat sel-sel sasaran insulin gagal atau

tidak mampu merespon insulin secara normal. Selain itu pada DM tipe 2 juga

(25)

ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin

(Muchdi, dkk., 2005).

Diabetes yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi akut dan

kronis (Muchdi, dkk., 2005). Komplikasi akut antara lain meliputi hipoglikemi,

diabetes ketoasidosis dan hiperosmolar non ketotik, sedangkan komplikasi kronis

meliputi komplikasi mikrovaskuler (retinopati, nefropati, dan neuropati) serta

komplikasi makrovaskuler (DiPiro, dkk., 2005).

Ischemic heart disease (IHD) merupakan salah satu komplikasi yang

dapat terjadi pada pasien DM. Komplikasi ini mayoritas terjadi akibat

penyempitan pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung sehingga

suplai darah menuju jantung menjadi terhambat. Akibat yang dirasakan oleh

pasien dalam jangka pendek adalah rasa nyeri di bagian dada (angina pectoris)

sedangkan efek dalam jangka panjang akan menyebabkan timbulnya penyakit

jantung koroner (DiPiro, dkk., 2005). Berdasarkan penelitian, dari 76 orang pria

dan 45 orang wanita yang menderita DM, 32 orang pria dan 23 orang wanita

mengalami kematian, di antaranya kematian 12 orang pria dan 8 orang wanita

diakibatkan oleh adanya IHD (Goldscmid, 1994). Oleh karena itu, IHD

merupakan salah satu komplikasi yang dapat meningkatakan risiko kematian. Hal

tersebut disebabkan karena pasien biasanya tanpa keluhan, sehingga tidak jarang

tidak didiagnosa sampai beberapa tahun lamanya (Sanusi, 1999).

Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan

kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak

(26)

multidisiplin yang mencakup terapi non obat dan terapi obat (Muchdi, dkk.,

2005).

Penggunaan obat pada pasien DM dengan komplikasi harus sangat

diperhatikan. Pemilihan obat harus mempertimbangkan tingkat keparahan

diabetes, serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit

lain dan komplikasi yang terjadi (Muchdi, dkk., 2005).

Penatalaksanaan DM dengan terapi obat dapat menimbulkan

masalah-masala h terkait obat (drug related problems) yang dialami pasien. Aktivitas untuk

meminimalkannya merupakan bagian dari proses pelayanan kefarmasian

(Muchdi, dkk., 2005).

1. Permasalahan

a. Bagaimana profil pasien meliputi jenis kelamin, umur, komplikasi penyerta,

dan penyakit penyerta pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007?

b. Bagaimana nilai hasil tes laboratorium yang meliputi kadar glukosa darah,

CKMB, LDH, dan troponin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007?

c. Bagaimana profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis

obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

(27)

d. Jenis kasus drug related problems apa sajakah yang teridentifikasi pada pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi

rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007?

e. Bagaimana outcome terapi pasien meliputi lama tinggal pasien serta alasan

meninggalkan rumah sakit pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan data yang ditelusuri di Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma, penelitian mengenai gambaran evaluasi drug related problems pada

peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart

disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari

2005-Desember 2007 belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai diabetes melitus

telah banyak dilakukan oleh peneliti lain, akan tetapi penelitian ini berbeda dalam

hal tujuan, subyek, dan waktu penelitian. Penelitian serupa yang pernah dilakukan

yaitu :

a. Retnari (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi

nefropati pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode 2005. Pada penelitian ini dari 18 kasus yang diambil,

DRPs yang teridentifikasi yaitu 67% dosis terlalu tinggi, 50%

membutuhkan obat tambahan, 11% adanya obat tanpa indikasi, 11%

(28)

b. Priyani (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi

dislipidemia pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode 2005. Pada penelitian ini dari 23 kasus yang diambil,

DRP yang teridentifikasi yaitu 30,43% pemilihan obat kurang tepat;

21,74% membutuhkan obat tambahan; 21,74% adanya efek samping obat;

dan 13,04% dosis terlalu rendah.

c. Widyastuti (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi

stroke pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode 2005. Pada penelitian ini dari 29 kasus yang diambil, DRP yang

teridentifikasi ya itu 37,93% pemilihan obat kurang tepat; 10,34% dosis

terlalu tinggi; dan 3,45% membutuhkan obat tambahan.

d. Meirinawati (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi

hipertensi pada kasus DM di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta periode 2005. Pada penelitian ini dari 30 kasus yang diambil,

DRP yang teridentifikasi yaitu 20% kasus pemilihan obat kurang tepat,

20% kasus efek samping obat, 6,67% kasus dosis terlalu rendah, dan

3,33% kasus adanya obat tanpa indikasi.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi

mengenai gambaran risiko komplikasi ischemic heart disease dan sebagai

tambahan informasi dalam pelayanan farmasi klinik khususnya mengenai

(29)

b. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan kepada

RS Panti Rapih Yogyakarta dalam penerapan pelayanan kefarmasian

khususnya pada upaya peningkatan kualitas peresepan pada terapi pengobatan

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi drug related

problems pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari 2005-Desember 2007.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. mengetahui profil pasien meliputi jenis kelamin, umur, komplikasi penyerta,

dan penyakit penyerta pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yo gyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007,

b. mengetahui nilai hasil tes laboratorium yang meliputi kadar glukosa darah,

CKMB, LDH, dan troponin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007,

c. mengetahui profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis

(30)

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007,

d. mengetahui jenis kasus drug related problems apa saja yang teridentifikasi

pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease

di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari

2005-Desember 2007,

e. mengetahui outcome terapi pasien meliputi lama tinggal pasien serta alasan

meninggalkan rumah sakit pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

(31)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme

kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa

darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein

sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan

oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel ß Langerhans kelenjar pankreas, atau

disebabkan karena kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Muchdi,

dkk., 2005).

1. Klasifikasi diabetes melitus

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi :

a. diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 atau diabetes melitus tergantung insulin (DMTI)

mayoritas terjadi akibat faktor genetik. DM tipe ini terjadi akibat adanya serangan

autoimun terhadap sel beta sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Pasien

rata-rata mengalami kematian pada umur 49 tahun dengan komplikasi makrovaskuler

atau mikrovaskuler (Davey, 2006).

b. diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 atau diabetes melitus tidak tergantung insulin

(DMTII) terjadi akibat resistensi insulin dan ditandai dengan kekurangan relatif

dari sekresi inulin. Manifestasi awal terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.

(32)

c. diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus tipe ini terjadi pada 7% kehamilan yang terjadi akibat

ketidaktoleran glukosa. Setelah masa kehamilan terlewati 30-50% pasien akan

menderita DM tipe 2 (Davey, 2006).

d. diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain meliputi diabetes melitus akibat defek genetik

fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, serta akibat sindrom genetik

lain yang berkaitan dengan DM (Davey, 2006).

2. Patogenesis

Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah pada waktu puasa

dipertahankan dengan glukosa produk hati dan sesudah makan oleh absorpsi

makanan dari usus. Pada saat terjadi peningkatan kadar glukosa darah maka akan

segera diikuti dengan naiknya sekresi insulin dari pankreas. Insulin menurunkan

kadar glukosa darah dengan 2 cara, yaitu (a) menurunkan glukosa produk hati dan

meningkatkan sintesis glikogen serta (b) meningkatkan transportasi (efek

membran), ambilan, dan metabolisme glukosa di jaringan perifer terutama

jaringan lemak dan otot (Asdie, 2000).

Patogenesis timbulnya hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2

(33)

a. predisposisi genetik

Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan tidak

diketahui. Diperkirakan ada beberapa gen yang terlibat dalam patogenesis DM

tipe 2 ini (Fauci dan Kasper, 2000).

b. resistensi insulin

Pada penderita DM tipe 2 terutama pada tahap awal, umumnya dapat

dideteksi dari jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya dan kadar glukosa

darahnya yang tinggi. Oleh karena itu, awal patofisiologi DM tipe 2 bukan

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin tetapi karena sel-sel sasaran insulin

gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal (Muchdi, dkk., 2005).

c. gangguan sekresi insulin

Sel-sel beta pankreas umumnya mensekresi insulin dalam 2 fase. Pada

fase pertama, sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus glukosa yang ditandai

dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan fase kedua dimulai sekitar

20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel beta pankreas

menunjukkan adanya gangguan pada sekresi insulin fase pertama, yang

menunj ukkan terjadinya kegagalan sekresi insulin untuk mengkompensasi

resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik maka perkembangan

penyakit akan mencapai kerusakan pada sel beta pankreas yang terjadi secara

progresif dan seringkali menyebabkan defisiensi insulin sehingga pasien

(34)

3. Gejala

Manifestasi klinis DM bervariasi dari pasien ke pasien. Penyakit diabetes

melitus ditandai dengan adanya keluhan-keluhan klasik yaitu poliuria (banyak

buang air kemih), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan) namun

berat badan menurun, dan lemas. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien

adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritis vulva

pada wanita (Mansjoer, 2001).

4. Diagnosis

Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu

= 200 mg/dL atau glukosa darah puasa = 126 mg/dL sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan

dapat dilakukan pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun

TTGO lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah

puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan

berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang ditemukan (Soegondo, dkk., 2006).

5. Komplikasi diabetes melitus

Komplikasi diabetes kronik terdiri dari komplikasi vaskuler dan non

vaskuler. Komplikasi vaskuler meliputi komplikasi mikrovaskuler, yaitu

retinopati, neuropati, nefropati dan komplikasi makrovaskuler, yaitu arteri

koroner, penyakit pada pembuluh darah perifer dan cerebrovascular (DiPiro,

dkk., 2005). Akibat defisiensi insulin akan timbul serentetan gangguan metabolik

karbohidrat, lemak, dan protein. Tampilan klinis yang diperlihatkan oleh pasien

(35)

metabolisme, sedangkan tampilan klinis pada keadaan lanjut adalah akibat

kelainan vasa. Oleh karena itu pada diabetes ada dua komponen yaitu kelainan

metabolik dan angiopatik (Asdie, 2000).

a. Komplikasi mikrovaskuler

1) Retinopati

Pembuluh darah kapiler yang membawa darah akan menggelembung,

bocor, dan terkadang akan pecah dan berdarah. Akibatnya cairan tersebut akan

berkumpul dan menyebabkan pembengkakan pada retina. Keadaan tersebut dapat

menjadi bertambah parah yang disebut proliferatif retinopati. Pada proliferatif

retinopati terjadi pendesakan oleh pembuluh kapiler sehingga bagian bening mata

dapat pecah dan mengakibatkan kebutaan (Johnson, 1998).

2) Neuropati

Neuropati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil

yang memberi nutrisi pada saraf perifer dan metabolisme gula yang abnormal

(DiPiro, dkk., 2005).

3) Nefropati

Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada

pembuluh darah sehingga berakibat pada penurunan kualitas kerja ginjal (DiPiro,

dkk., 2005).

b. Komplikasi makrovaskuler

Komplikasi ini meliputi penyakit vaskuler perifer, gagal jantung, jantung

koroner, infark miokard, dan kematian mendadak. Diabetes melitus merupakan

(36)

Pembuluh darah yang sempit akan mengakibatkan tekanan darah meningkat

sehingga mengakibatkan serangan jantung. Selain itu dapat pula mengakibatkan

penyakit otak dan pembuluh darah (cerebrovascular disease) atau stroke

(Johnson, 1998).

B. Ischemic Heart Disease

Diabetes melitus telah diketahui sebagai suatu faktor risiko timbulnya

penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler pada DM sendiri terjadi 4 kali

lebih sering dibanding pada populasi non-DM. Sebagian besar angka kematian

yang berkaitan dengan DM berhubungan dengan komplikasi makrovaskuler DM,

misalnya pada ischemic heart disease (IHD)(Wiyono, 2004).

Iskemik menunjuk pada kekurangan oksigen akibat perfusi yang tidak

memadai. Penyakit jantung iskemik/ischemic heart disease adalah keadaan

berbagai etiologi, yang semua mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara

suplai dan tuntutan oksigen (Braunwald, dan Selwyn, 1999).

Selain diabetes melitus, faktor risiko timbulnya IHD lainnya yaitu

peningkatan kolesterol, merokok, obesitas, hipertensi, jenis kelamin laki- laki,

aktivitas dan riwayat keluarga (Kimble, dan Young, 2005).

1. Patofisiologi

Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi oksigen miokard antara lain

tegangan dinding sistolik, keadaan kontraksi, dan denyut jantung. (Gray,

Dawkins, Simpson, dan Morgan, 2005). Penyebab IHD secara umum adalah

(37)

menyebabkan CAD (coronary artery disease). Plak yang terbentuk

mempersempit arteri sampai pada titik dimana jumlah aliran darah melalui arteri

tidak cukup untuk mensuplai darah yang kaya oksigen ke jantung (DiPiro, dkk.,

2005).

Sel endotel sendiri mensintesis susbstansi vasoaktif seperti prostasiklin,

faktor relaksasi (nitrat oksida), dan faktor pengaktivasi platelet. Prostasiklin

memiliki kemampuan antiplatelet dan vasodilator yang kuat sehingga dikatakan

bahwa defisiensi produksi prostasiklin endotel berperan dalam patogenesis

aterosklerosis (Gray, dkk, 2005).

Arteri koronaria merupakan pembuluh nadi yang mengandung oksigen

dalam kadar tinggi. Penyebab paling sering dari pengurangan aliran darah koroner

adalah aterosklerosis. Pada orang-orang tertentu yang memiliki predisposisi

genetik terhadap aterosklerosis atau pada orang-orang tertentu yang

mengkonsumsi terlalu banyak kolesterol atau lemak lainnya. Kolesterol dan

lemak tersebut dapat mengalami penumpukan pada bagian dinding pembuluh

darah sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan peredaran darah menjadi

terhambat (aterosklerosis) (Guyton dan Hall, 1997).

Pada penderita DM adanya paparan hiperglikemia yang tinggi secara

jangka panjang dapat mengakibatkan disfungsi pada sel endotel arteri yang sangat

berperan sangat penting pada perkembangan aterosklerosis. Disfungsi berkaitan

dengan peningkatan trombosis, hipertensi, dan dislipidemia yang mempengaruhi

(38)

2. Gejala

Manifestasi utama IHD adalah angina pectoris. Angina pectoris

merupakan suatu gejala nyeri klasik, rasa tidak nyaman, berat dan sesak di dada

kiri, lengan, leher, atau punggung. Beberapa pasien memiliki gejala tidak khas,

seperti nyeri di tempat yang tidak umum. Namun, walaupun pasien merasakan

nyeri yang hanya dirasakan pada bagian dada kiri pun jarang merupakan angina.

Gambaran diagnosis utama adalah adanya hubungan antara nyeri dengan

aktivitas. Angina dibagi menjadi angina stabil dan tidak stabil. Pada angina stabil,

gejala hanya dirasakan saat aktivitas dan segera berkurang dengan istirahat,

sedangkan pada angina tidak stabil, gejala muncul secara tiba-tiba baik saat

aktivitas ringan maupun saat istirahat (Davey, 2006). Selain itu, dapat pula

muncul gejala yang menyertai yaitu mual, muntah, diaforesis, dyspnea, dan

pandangan menjadi gelap (Woodley, dan Whelan, 2002). Pada pasien yang telah

mengalami serangan jantung sebelumnya atau memiliki penyakit diabetes melitus,

memiliki kecenderungan mengalami silent ischemia yaitu pasien tersebut tidak

menunjukkan gejala mengalami IHD (DiPiro, dkk., 2005).

3. Diagnosis

Secara khusus, tidak ada tes laboratorium yang menunjukkan bahwa

pasien tersebut mengalami IHD. Namun, tes laboratorium yang dapat digunakan

untuk mendukung diagnosis adalah troponin dan kreatin kinase. Selain itu, pada

pasien IHD biasanya memperlihatkan peningkatan total kolesterol LDL dan

penurunan kolesterol HDL, tekanan darah yang tinggi serta kadar glukosa yang

(39)

(EKG) yang menunjukkan terjadinya elevasi atau depresi segmen ST pada pasien

IHD (DiPiro, dkk., 2005).

4. Tingkat keparahan

Berdasarkan penelitian, semakin tinggi usia pasien maka semakin besar

kemungkinan untuk mengalami angina. Selain itu, pasien pria umumnya lebih

berisiko mengalami angina dibandingkan dengan pasien wanita (Braunwald,

Zipes, dan Libby, 2001).

Tabel 1. Derajat angina menurut Canadian Cardiovascular Society

Derajat Definisi

Derajat 1 Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan angina, seperti berjalan. Angina terjadi bila mempercepat atau memperpanjang aktivitas.

Derajat 2 Angina terjadi saat berjalan atau naik tangga dengan cepat, berjalan menanjak, berjalan atau naik tangga setelah makan, saat dingin, angin, atau di bawah tekanan emosional, atau beberapa jam setelah bangun.

Derajat 3 Ditandai dengan adanya pembatasan aktivitas fisik. Angina terjadi bila berjalan atau naik satu anak tangga pada langkah normal.

Derajat 4 Ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas fisik. Gejala angina dapat pula muncul saat istirahat.

(Kasper, dkk., 2005).

C. Penatalaksanaan 1. Tujuan terapi

a. mencegah kejadian penyakit jantung koroner seperti infark miokard,

aritmia, dan kerusakan jantung serta untuk memperpanjang usia hidup

pasien,

b. mencegah gejala penyakit (Kasper, dkk., 2005),

c. mengurangi risiko kematian,

(40)

2. Sasaran terapi

a. keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen

b. kadar glukosa darah

c. komplikasi

d. pola hidup (DiPiro, dkk., 2005).

3. Strategi terapi

a. Non farmakologi

1). Diet

Terapi nutrisi sangat dianjurkan pada pasien DM. Tujuan dilakukan diet

adalah untuk memperbaiki proses metabolisme dalam tubuh dan untuk mencegah

serta mengobati komplikasi yang mungkin muncul. Pada pasien DM tipe 2 sering

dilakukan diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan (DiPiro, dkk., 2005).

2). Aktivitas fisik

Umumnya sebagian besar pasien DM dapat mengambil keuntungan dari

aktivitas fisik yang dilakukan. Aktivitas fisik akan meningkatkan sensitivitas

insulin dan mengontrol kadar gula pada sebagian besar individu dan mengurangi

risiko terkena penyakit kardiovaskuler serta berperan dalam menurunkan berat

badan. Pasien yang sudah lama mengidap DM atau pasien dengan beberapa faktor

risiko penyakit kardiovaskuler, penyakit mikrovaskuler dan aterosklerosis harus

melakukan evaluasi kardiovaskuler yang mencakup tes tingkat kegiatan atau

(41)

b. Farmakologi

1) Aspirin

Merupakan obat anti-agregasi platelet yang bekerja dengan menghambat

agregasi platelet. Obat ini akan mengencerkan darah sehingga tidak mudah

menggumpal (DiPiro, dkk., 2005).

2) Nitrat

Merupakan langkah pertama penanganan serangan akut untuk pasien

dengan angina stabil kronik jika terjadi serangan sewaktu-waktu atau untuk

pencegahan. Obat ini bekerja dengan merelaksasi pembuluh darah arteri koroner

sehingga nantinya mempengaruhi aliran darah pada daerah tersebut (Fenstes,

Sox, dan Alpert, 2003).

3) ß-blocker

Merupakan obat yang dapat mencegah angina dengan menurunkan

kebutuhan oksigen miokardium. Obat-obatan ß-blocker tidak cocok untuk semua

orang. Obat ini tidak boleh diberikan pada penderita bronkitis atau asma karena

nafas mereka bisa menjadi lebih sesak (DiPiro, dkk., 2005).

4) Calcium channel blocker

Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi masuknya ion kalsium

melalui kanal kalsium ke dalam otot polos, otot jantung, dan saraf. Berkurangnya

kadar kalsium bebas menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh

darah (vasodilatasi), kontraksi otot jantung, serta pembentukan dan konduksi

(42)

5) Terapi untuk menjaga kadar glukosa darah

(a). Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

(1). Pemicu sekresi insulin

i. Sulfonilurea

Obat golongan ini bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot

dan sel lemak, meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi

insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak serta penurunan

produksi glukosa oleh hati (Soegondo, dkk., 2007). Obat ini ha nya efektif apabila

sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi (Muchdi, dkk., 2005).

Sulfonilurea merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal

dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih

(Soegondo, dkk., 2006).

ii. Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama (Soegondo,

dkk., 2007). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati (Soegondo, dkk., 2006).

(2). Penambah sensitivitas terhadap insulin

i. Tiazolidindion

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan

(43)

actifed receptor gamma (PPAR-?), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak

(Soegondo, dkk., 2007). Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat

tunggal (Soegondo, dkk., 2006).

(3). Penghambat glukoneogenesis

i. Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi hati

(glukoneogenesis), di samping itu juga memperbaiki ambilan glukosa perifer

(Soegondo, dkk., 2007). Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Golongan ini

menurunkan glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal (Mansjoer, 2001).

Metformin dapat meyebabkan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan

tersebut maka dapat diberikan pada saat atau sesudah makan (Soegondo, dkk.,

2006).

(4). Penghambat glukosidase alfa (akarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga efek yang ditimbulkan adalah menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan (Soegondo, dkk., 2007). Efek samping yang paling sering ditemukan

adalah kembung dan flatulen (Soegondo, dkk., 2006).

(b). Insulin

Insulin bekerja dengan membantu transpor glukosa dari darah ke dalam

sel. Selain itu insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap

metabolisme, baik metabolisme karbohidrat, lipid, lemak, maupun mineral. Untuk

(44)

1) insulin kerja cepat (rapid acting insulin),

2) insulin kerja pendek (short acting insulin),

3) insulin kerja menengah (intermediate acting insulin),

4) insulin kerja panjang (long acting insulin),

5) insulin campuran tetap (premixed insulin) (Soegondo, dkk., 2006).

Pemberian sediaan insulin kepada pasien ditentukan secara individual

sebab respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam. Seringkali

pemberian insulin memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu (Muchdi, dkk.,

2005).

(c). Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah

kombinasi OHO dengan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut

pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik denga n dosis

insulin yang cukup kecil (Soegondo, dkk., 2006).

D. SOAP

SOAP (Subjective data, Objective data, Assessment and Plan)

merupakan suatu sarana yang telah lama digunakan untuk mengumpulkan

informasi dari medical record. Dengan informasi yang telah terkumpul tersebut

(45)

kompleks (Kimble, dan Young, 2005). Masalah terkait obat (drug related

problem) merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian dalam pencapaian tujuan

terapi sebagai akibat pemberian obat (Muchdi, dkk, 2005). SOAP terdiri dari :

1. data subyektif

Data subyektif merupakan informasi yang dapat diketahui dari informasi

yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang

merawat pasien. Informasi yang dapt dimasukkan ke dalam data subyektif yaitu :

a. keluhan atau gejala yang dirasakan pasien,

b. riwayat terkait gejala yang dirasakan,

c. riwayat penyakit,

d. riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping,

e. alergi,

f. riwayat sosial atau keluarga (Jones, dan Rospond, 2003).

2. data obyektif

Data obyektif diisi berdasarkan informasi hasil observasi atau

pengukuran (Kimble, dan Young, 2005). Informasi yang dapat dimasukkan ke

dalam data obyektif yaitu :

a. data vital,

b. pemeriksaan fisik,

c. hasil tes laboratorium,

d. konsentrasi obat dalam serum,

e. hasil tes diagnosa,

(46)

3. assessment

Setelah data subyektif dan obyektif terkumpul, maka langkah selanjutnya

adalah menegakkan diagnosa pasien. Selain itu perlu juga dilakukan identifikasi

terhadap drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan

sebelumnya (Kimble, dan Young, 2005).

Tabel II. Identifikasi drug related problems

No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP

1 Membutuhkan obat tambahan (need for additional drug therapy)

Timbulnya kondisi medis baru yang memerlukan tambahan obat baru.

Kondisi kronis yang memerlukan terapi lanjutan terus menerus.

Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi.

Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah atau terapi profilaksis.

2 Ada obat tanpa indikasi (unnecessary therapy)

Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu. Terapi dengan dosis toksik.

Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol. Terapi sebaiknya terapi tunggal.

Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman.

3 Pemilihan obat kurang tepat (wrong drug)

Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif.

Pasien alergi atau kontraindikasi.

Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman.

Obat sudah resisten terhadap infeksi.

Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat.

Kombinasi obat yang salah. 4 Dosis terlalu rendah

(dosage too low)

Dosis terlalu rendah.

Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotik untuk operasi.

Obat, dosis, rute, atau formula yang kurang sesuai untuk pasien.

5 Efek samping obat (adverse drug reaction)

Obat diberikan terlalu cepat.

Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu. Pasien alergi atau reaksi idionsinkrasi.

6 Interaksi obat Bioavailabilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan.

Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium (Cipolle, Strand, dan Morley, 1998)

Adanya interaksi obat dengan obat.

(47)

Tabel II (Lanjutan). Identifikasi drug related problems

No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP

7 Dosis terlalu tinggi (dose too high)

Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan.

Dosis dinaikkan terlalu cepat.

Obat akumulasi karena terapi jangka panjang.

Obat, dosis, rute, atau formula yang kurang sesuai untuk pasien.

Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus.

8 Kepatuhan

(compliance)/gagal menerima obat

Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error.

Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya. Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya (Cipolle, dkk., 1998).

4. plan

Pada tahap ini dilakukan perencanaan terhadap terapi yang akan

diberikan atau rekomendasi terhadap kasus drug related problems yang

teridentifikasi. Selain itu perlu juga diberikan pembelajaran kepada pasien

mengenai masalah kesehatan serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat

mencapai target penyembuhan penyakit maupun pemeliharaan kondisi pasien

(Kimble, dan Young, 2005).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi drug

related problems pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

(48)

25

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian

Penelitian mengenai gambaran evaluasi drug related problems pada

peresepan pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007 bersifat non

eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif dan data diambil

secara retrospektif.

B. Definisi operasional

1. Lembar medical record merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang

berisi data klinis serta perkembangan kondisi pasien DM tipe 2 dengan

komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari 2005-Desember 2007.

2. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease yang menjalani perawatan di instalasi

rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007.

3. Komplikasi penyerta merupakan komplikasi yang timbul pada pasien secara

bersamaan dengan komplikasi ischemic heart disease yang dialami oleh

pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

(49)

4. Penyakit penyerta merupakan penyakit yang muncul bersamaan dan menyertai

kondisi pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007.

5. Outcome terapi merupakan keadaan pasien setelah mendapatkan terapi selama

menjalani perawatan di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007.

6. Drug related problems merupakan kejadian atau permasalahan yang tidak

diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat-obatan.

7. Fokus penentuan drug related problems meliputi membutuhkan obat

tambahan, mendapat obat tanpa indikasi, pemilihan obat kurang tepat, dosis

terlalu rendah, adanya efek samping obat, interaksi obat, dosis terlalu tinggi,

dan kepatuhan pasien.

8. Mendapat obat tanpa indikasi yaitu DRP yang terjadi jika pasien tidak

memiliki indikasi yang mendukung untuk mendapatkan terapi obat yang

diberikan.

9. Memb utuhkan obat tambahan yaitu DRP yang terjadi jika pasien memiliki

indikasi yang belum mendapatkan terapi atau adanya potensi untuk timbulnya

kondisi medis yang dapat dicegah dengan terapi.

10.Pemilihan obat kurang tepat yaitu DRP yang terjadi apabila pasien belum

menerima obat atau rute pemberian yang tepat atau obat yang diterima

(50)

11.Dosis terlalu rendah yaitu DRP yang terjadi apabila pasien menerima dosis

obat yang terlalu rendah yaitu kurang dari kisaran dosis yang normal atau

waktu pemberian yang kurang tepat.

12.Adanya efek samping obat adalah DRP yang terjadi akibat penggunaan obat

yang diberikan kepada pasien.

13.Interaksi obat adalah DRP yang terjadi apabila terjadi interaksi antara obat

dengan obat atau makanan yang diterima pasien dan dapat mempengaruhi

efek obat ya ng ditimbulkan.

14.Dosis terlalu tinggi adalah DRP yang terjadi apabila pasien menerima dosis

obat yang terlalu tinggi atau melewati kisaran dosis yang normal.

15.Kepatuhan adalah DRP yang terjadi apabila pasien menolak atau tidak dapat

memenuhi penggunaan obat-obatan yang diberikan.

C. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease yang menjalani rawat inap di RS Panti Rapih

pada periode Januari 2005-Desember 2007.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah keseluruhan medical

record pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di

instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

(51)

E. Jalannya Penelitian

1. Tahap perencanaan

Pada tahap ini, dilakukan pembuatan proposal rencana penelitian untuk

mendapatkan surat ijin melaksanakan penelitian di RS Panti Rapih Yogyakarta.

2. Tahap analisis situasi

Tahap ini dilakukan dengan pengarahan dari bagian rekam medik. Pada

tahap ini pula diperoleh informasi mengenai jumlah, nomer rekam medik, dan

nama subyek penelitian tiap tahun dalam periode penelitian. Berdasarkan data

yang diperoleh pada tahun terdapat 28 pasien pada tahun 2005, 29 pasien pada

tahun 2006, dan 15 pasien pada tahun 2007, sehingga secara keseluruhan terdapat

72 pasien. Namun, sebanyak 17 rekam medik pasien tidak dapat diambil datanya

karena sedang melalui proses administrasi di bagian lain.

3. Tahap pengambilan data

a. Tahap pengumpulan data

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data yang disalin dari rekam

medik subyek penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi nomor rekam medis,

nomor registrasi, jenis kelamin, umur, tanggal pasien masuk dan keluar, lama

pasien menderita DM, diagnosis, lama perawatan, data vital, data laboratorium,

komplikasi yang dialami, penyakit penyerta, terapi yang dijalani, serta

perkembangan kondisi pasien selama perawatan.

b. Tahap Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian disajikan ke

(52)

umur, komplikasi penyerta, dan penyakit penyerta), data laboratorium (kadar

glukosa darah, CKMB, LDH, dan troponin), profil pengobatan (kelas terapi,

golongan, dan jenis terapi), serta outcome terapi (lama tinggal pasien dan alasan

pasien meninggalkan rumah sakit).

4. Tahap Penyelesaian Data

Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug

related problems dengan metode SOAP secara kasus per kasus. Literatur yang

dapat digunakan sebagai acuan adalah Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(Anonim, 2006), American Diabetes Association (ADA) guideline, NCEP ATP

III guideline, American Heart Association (AHA) Scientific Statement, Diabetes

and Cardiovascular Disease (Grundy, dkk., 1999), Treatment Guideline for

Medicine and Primary Care (Chan, dan Johnson, 2004), dan AHFS Drug

Information 2004 (McEvoy dkk, 2003).

F. Analisis data

1. Persentase jenis kelamin pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan

cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis kelamin dibagi dengan

jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase umur pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range umur tertentu dibagi

(53)

3. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien DM tipe 2 komplikasi IHD

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis

komplikasi penyerta dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien

kemudian dikalikan 100%.

4. Persentase jenis penyakit penyerta pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis penyakit

penyerta dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan

100%.

5. Persentase data laboratorium pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range data

laboratorium tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien

kemudian dikalikan 100%.

6. Persentase kelas terapi pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan

cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis kelas terapi dibagi

dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

7. Persentase lama perawatan pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan

cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama perawatan

tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan

100%.

8. Persentase alasan meninggalkan rumah sakit pasien DM tipe 2 komplikasi

IHD dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing alasan

meninggalkan rumah sakit dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien

(54)

9. Mengevaluasi kerasionalan terapi berdasarkan drug related problems dengan

metode SOAP secara kasus per kasus :

a. menentukan subyek

b. menentukan obyek

c. menentukan assessment

1) membutuhkan obat tambahan

2) mendapat obat tanpa indikasi

3) pemilihan obat kurang tepat

4) dosis terlalu rendah

5) adanya efek samping obat

6) interaksi obat

7) dosis terlalu tinggi

8) kepatuhan.

d. menentukan plan / rekomendasi

10. Persentase jumlah drug related problems pasien DM tipe 2 komplikasi IHD

dihitung dengan cara menghitung jumlah masing- masing kasus drug related

problems dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian

(55)

G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah

1. Waktu pengambilan data cukup singkat yaitu sekitar 3,5 jam/hari. Selain

itu, pengambilan data tidak dapat dilakukan setiap hari. Hal tersebut dapat

sedikit teratasi dengan mempersiapkan lembar pengumpul data yang berisi

tabel-tabel mengenai data yang akan diambil sehingga mempermudah dan

mempercepat proses penyalinan data.

2. Beberapa rekam medik tidak dapat ditemukan akibat sedang dalam proses

pengurusan administrasi yang tidak diketahui berapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Hal tersebut diatasi dengan

memasukkan ke daftar subyek ekslusi.

3. Tidak semua subyek penelitian melakukan tes laboratorium, seperti

CKMB, troponin, LDH, LDL, HDL, dan trigliserid yang sangat membantu

dalam peneltian ini. Hal tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan data

(56)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam

daftar sepuluh besar penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat di Indonesia.

Secara umum, terdapat 2 tipe utama diabetes melitus, namun diabetes melitus tipe

2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan tipe

diabetes yang lebih banyak ditemui dibanding dengan diabetes melitus tipe 1 atau

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh adanya multi etiologi. Faktor

genetik dan lingkungan cukup mempengaruhi timbulnya DM tipe 2, di antaranya

pengaturan makan yang kurang tepat, aktivitas fisik yang minimal, serta adanya

proses penuaan.

Diabetes, terutama pada DM tipe 2 seringkali muncul tanpa disertai

dengan munculnya gejala. Akibatnya pasien terlambat untuk menyadari adanya

penyakit tersebut dalam dirinya sehingga penanganan baru dimulai beberapa

tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.

Akan tetapi, tidak jarang pula beberapa pasien mengalami gejala klasik DM, yaitu

poliuria, polidipsia, dan polifagia.

DM tipe 2 harus selalu dikontrol dan dikelola secara tepat untuk

memperbaiki kondisi sekaligus mencegah terjadinya komplikasi yang

kemungkinan dapat muncul. Ischemic heart disease (IHD) merupakan salah satu

komplikasi makrovaskuler yang dapat menyerang penderita DM tipe 2. Biasanya

(57)

pasien IHD yang mengidap DM, seringkali mengalami iskemik dengan tanpa

keluhan. Pada pasien DM tidak jarang sistem saraf menjadi lebih tumpul sehingga

kurang peka untuk menghantarkan rasa nyeri, sehingga untuk sebagian orang

merasa kondisi tubuhnya sehat namun tanpa disadar iskemik diam-diam berproses

dalam tahun-tahun yang panjang. Penyakit kardiovaskuler pada DM lebih sering

ditemui daripada penyakit jantung pada pasien non-DM. Dengan adanya penyakit

kardiovaskuler tersebut pula maka pasien DM mengalami peningkatan risiko

kematian. IHD terjadi akibat adanya kontribusi dari adanya gangguan pada

pembuluh darah yang berkaitan dengan hipertensi dan dislipidemia. Hal tersebut

sangat mempengaruhi munculnya komplikasi IHD, sehingga selain pemeriksaan

kadar glukosa darah secara teratur, pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi

IHD juga harus melakukan pengendalian tekana n darah, serta kadar kolesterol dan

lipid.

A. Profil Pasien 1. Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin

Pada umumnya, laki- laki lebih memiliki kecenderungan untuk

mengalami diabetes melitus dengan komplikasi IHD dibandingkan dengan

perempuan. Akan tetapi, pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih periode Januari 2005-Desember 2007,

sebanyak 63,64% berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya yaitu sebesar

(58)

Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya kemajuan dan

modernisasi dalam kehidupan. Adanya persamaan derajat antara laki- laki dan

perempuan yang dalam beberapa dekade belakangan ini membuat kaum

perempuan tidak lagi hanya disibukkan dengan urusan rumah tangga tetapi juga

mulai merambah dunia karier. Dengan adanya kenyataan tersebut otomatis kaum

perempuan memiliki beban berganda yang cenderung menimbulkan stres yang

berdampak pada kurangnya perhatian pada kesehatan pribadi.

63,64%

36,36%

Laki-laki

Perempuan

Gambar I. Persentase jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007

Pengaruh modernisasi juga turut mempengaruhi kondisi tersebut. Banyak

kemudahan ditawarkan kepada masyarakat yang membuat berkurangnya aktivitas

fisik. Padahal dengan aktivitas fisik dapat meningkatkan aktivitas reseptor insulin

dalam tubuh dan meningkatkan penggunaan glukosa sehingga dapat menurunkan

dan menjaga kadar glukosa darah. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh

munculnya tren makanan cepat saji yang menghanyutkan masyarakat pada

kemudahan memperoleh makanan tanpa memperhatikan asupan nutrisi serta

(59)

tidak dapat menjaga keseimbangan kebutuhan nutrisi dalam tubuh sehingga dapat

meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Pola makan modern

yang kaya kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi dan stres yang

menekan sepanjang hari akan menyebabkan ketidakseimbangan kebutuhan dan

suplai oksigen. Padahal metabolisme dalam sel otot jantung sepenuhnya

membutuhkan oksigen.

2. Persentase pasien berdasarkan umur

Pasien diabetes melitus memiliki risiko komplikasi IHD setelah >65

tahun pada pasien laki- laki dan >55 tahun pada pasien perempuan. Risiko

terjadinya komplikasi IHD akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Salah satu alasan yang mendasari yaitu dengan bertambahnya usia maka

timbunan lemak pada pembuluh arteri koronaria akan terakumulasi dan membuat

aliran oksigen menuju jantung menjadi semakin terhambat. Dari data yang

diambil, pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD paling banyak ditemukan pada

interval umur 56-65 tahun sebanyak 29,09%. Organ-organ tubuh pasien pada

interval usia tersebut sudah mengalami penurunan fungsi, sehingga bila tidak

dikontrol secara tepat dapat mempengaruhi timbulnya komplikasi.

Perempuan pada usia tersebut telah memasuki masa pasca menopause,

sehingga produksi hormon-hormon yang penting untuk tubuh mengalami

penurunan. Sebelum menopause, risiko wanita untuk menderita IHD agak kurang,

tetapi setelah melalui masa menopause wanita akan mengalami penurunan kadar

estrogen yang dapat menstimulasi peningkatan LDL. Hal tersebut akan

(60)

1.82%

5.45%

21.82%

29.09%

23.64%

18.18%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00%

<35 35–45 46–55 56–65 66–75 >76

Gambar 2. Persentase umur pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007

Setelah umur 66-75, persentase pasien diabetes melitus dengan

komplikasi IHD semakin menurun terutama setelah melewati usia 76 tahun. Hal

tersebut mungkin disebabkan karena setelah melewati usia tersebut tidak banyak

pasien yang mampu mengelola penyakitnya dengan baik atau terapi yang dijalani

sudah tidak dapat membantu pasien sehingga tidak banyak pasien yang mampu

bertahan hidup.

3. Persentase pasien berdasarkan komplikasi penyerta

Ischemic heart disease merupakan komplikasi makrovaskuler yang

umum berkembang pada pasien DM tipe 2. Penyakit-penyakit jantung seperti IHD

sangat besar risikonya pada penderita DM. Oleh karena itu, diperlukan adanya

kontrol dan pengendalian tekanan darah, dan lipid darah.

Beberapa pasien mungkin saja dapat menderita bermacam- macam

Gambar

Tabel I. Derajat angina menurut Canadian Cardiovascular Society…
Tabel VII.
Tabel XIII.
Tabel XVIII.
+7

Referensi

Dokumen terkait

68/MPP/Kep/2/2003 Penjualan local produk tissue yang dilakukan antar pulau tidak termasuk dalam kelompok produk yang wajib PKAPT. Tidak

Segala syukur dan puji hanya untuk Allah Rabb semesta raya yang dengan nikmat kesempatan dan kehendak-Nya penulisan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli

Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa “tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga

1) Perkebunan Kelapa Sawit adalah segala kegiatan pengelolaan SDA, SDM, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan situasional yang meliputi gaya instruksi(X1),

Salah satu fokus yang telah diberi perhatian oleh KPPM adalah semua JPN, PPD dan sekolah perlu memastikan guru berada dalam bilik darjah (guru mata pelajaran atau guru

Dalam kegiatan pemeliharaan suatu perusahaan merupakan persoalan yang menyangkut usaha-usaha untuk menghilangkan kemungkinan–kemungkinan yang menimbulkan kemacetan yang

[r]