ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA
TESIS
Oleh
FRISKA T.H. SIAHAAN 107032247/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
▸ Baca selengkapnya: proposal kantin sekolah doc
(2)ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
FRISKA T.H. SIAHAAN 107032247/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA Nama Mahasiswa : Friska T.H. Siahaan
Nomor Induk Mahasiswa : 107032247
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S) (
Ketua Anggota
dr. Surya Dharma, M.P.H)
Dekan
(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 28 Januari 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H
PERNYATAAN
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2015
ABSTRAK
Anak-anak sekolah terutama usia Sekolah Dasar sangat menyukai pangan jajanan. Dan pangan jajanan tersebut sebagian besar diperoleh di kantin sekolah. Sementara kualitas makanan yang dijajakan sangat dipengaruhi oleh kelaikan kantin yaitu suatu kondisi tentang penerapan hygiene dan sanitasi kantin.
Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota. Populasi berjumlah 39 orang, sehingga sampel merupakan seluruh bagian dari populasi. Hasil analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan 62,2% responden dengan pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP, 56,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang kantin sehat, 48,6% responden memiliki perjanjian dengan pihak sekolah, 62,2% responden dengan status kepemilikan bangunan kantin adalah sewa, 62,2% responden dengan omset harian rendah yaitu ≤ Rp. 200.000,-, 62,2% responden tidak pernah mendapatkan pengawasan internal pihak sekolah, 70,3% responden tidak mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.
Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan 67,6% kantin sekolah yang diobservasi merupakan kantin tidak sehat. Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, status kepemilikan bangunan kantin dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.
ABSTRACT
Students, especially elementary school student, favor snacks which most of them can be found in school canteens, whereas the quality of snacks is highly influenced by the condition of the canteen in applying hygiene and sanitation.
The research was an explanatory research which was aimed to analyze some factors which influenced the feasibility of the canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict. The population was 39 canteen owners, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis which was presented in the tables of distribution frequency.
The result of the research, based on the respondents’ characteristics, showed that 61.5% of respondents did not graduate from Elementary school, Elementary school graduates, and Junior High School graduates, 59% of respondents lacked of knowledge of healthy canteens, 51.3% of respondents had contracts with the management of the schools, 61.5% of respondents were the tenants, 64.1% of respondents had low income of less than Rp. 200,000, 61.5% of respondents were never monitored by the management of the schools, and 71.8% of respondents were not controlled by the local government.
Besides that, 69.2% of the school canteens were not healthy. The factors which had significant influence on the feasibility of healthy canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict, were knowledge of managing canteen about healthy canteens, status of canteen building ownership, and control by the local government.
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih
dan Penyayang atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul
“Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Ramli, S.E, M.S dan dr. Surya Dharma, M.P.H selaku komisi pembimbing
yang dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan dan
5. Dr.Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku komisi penguji
yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis
ini.
6. Seluruh Dosen Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri,
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Medan selaku pimpinan penulis, yang selalu memberikan dukungan
dan semangat.
8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, yang memberikan izin kepada penulis
untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Kota.
9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di Lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan
Lingkungan Industri Angkatan 2010.
10. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda tercinta
Hamonangan Siahaan (Alm.) dan ibunda tercinta R. Br. Hutajulu (Alm.)/ L.
Br.Aritonang, Suami tercinta Chandra H. Sinaga, STP, Putri kesayanganku
Charis Chelsea Amazia Sinaga dan seluruh keluarga yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan doa kepada
penulis hingga mampu menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana dengan baik.
KiraNya Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang yang mencurahkan
Akhir kata penulis berharap, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan yang bermakna bagi penulis dan pembaca sekalian. Penulis menyadari
atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat
bagi pengambil kebijakan di bidang pendidikan, pengawasan pangan, kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Januari 2015 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Friska T.H. Siahaan lahir di Pematangsiantar, 5 Februari
1984, anak kedua dari lima bersaudara dari Ayahanda H. Siahaan dan Ibunda R. Br.
Hutajulu/ L. Br. Aritonang.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar YP. HKBP 4
Pematangsiantar tamat Tahun 1995, SMP Swasta RK. Bintang Timur
Pematangsiantar tamat Tahun 1998, SMU Negeri 3 Pematangsiantar tamat Tahun
2001, kemudian penulis melanjutkan S-1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Jurusan Kimia Universitas Sumatera Utara Medan tamat Tahun 2007,
selanjutnya Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat minat studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
(MKLI) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis bekerja di Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Unit Kerja Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan sebagai Staf Seksi Pemeriksaan dari
DAFTAR ISI
2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi ... 9
2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene ... 12
2.4. Sanitasi Kantin Sekolah ... 13
2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian ... 17
2.5. Prinsip Dasar Hygiene Sanitasi Makanan ... 18
2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan ... 19
2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan ... 20
2.5.3. Prinsip III : Pengolahan Makanan ... 22
2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi ... 24
2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan ... 24
2.5.6. Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan ... 25
2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004)... 26
2.7. Makanan Jajajanan ... 29
2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan ... 31
2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan ... 32
2.8. Anak Sekolah Dasar ... 34
2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar ... 35
2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat ... 37
2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin ... 37
2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin ... 37
2.10.3. Omset Harian... 40
2.10.4. Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin 42 2.10.5. Status Kepemilikan Bangunan Kantin ... 43
2.10.6. Pengawasan Internal dan Eksternal ... 44
2.11. Landasan Teori ... 45
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49
BAB 5. PEMBAHASAN ... 71
5.1. Pengaruh Pendidikan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 71
5.2. Pengaruh Pengetahuan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 71
5.3. Pengaruh Perjanjian Sekolah dengan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 73
5.4. Pengaruh Status Kepemilikan Bangunan Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 74
5.5. Pengaruh Omset Harian Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 75
5.6. Pengaruh Pengawasan Internal Sekolah Terhadap Kelaikan Kantin... 76
5.7. Pengaruh Pengawasan Instansi Pemerintah Terkait Terhadap Kelaikan Kantin... 77
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 80
6.1. Kesimpulan ... 81
6.2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan per Orang per Hari
Bagi Anak Usia Sekolah ... 36
3.1. Definisi Operasional ... 50
4.1. Daftar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Kota ... 57
4.2. Distribusi Pendidikan Pengelola Kantin di Sekolah Dasar
Kecamatan Medan Kota ... 59
4.3. Distribusi Pengetahuan Pengelola Kantin di Sekolah Dasar
Kecamatan Medan Kota ... 59
4.4. Distribusi Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin
di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota ... 60
4.5. Distribusi Status Kepemilikan Bangunan Kantin di Sekolah
Dasar Kecamatan Medan Kota... 60
4.6. Distribusi Omset Harian Pengelola Kantin di Sekolah Dasar
Kecamatan Medan Kota ... 60
4.7. Distribusi Pengawasan Pihak Internal Sekolah di Sekolah
Dasar Kecamatan Medan Kota ... 61
4.8. Distribusi Pengawasan dari Instatnsi Pemerintah Terkait di Sekolah
Dasar Kecamatan Medan Kota ... 61
4.9. Distribusi Kelaikan Kantin di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota .... 62
4.10. Analisis Hubungan karakteristik pengelola kantin sekolah dan
pengawasan terhadap kelaikan kantin ... 63
4.11. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat di Sekolah Dasar
Kecamatan Medan Kota ... 67
4.12. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat di Sekolah Dasar
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 87
2. Lembar Pengamatan ... 91
3. Lampiran SPSS Penelitian ... 98
4. Foto-foto Penelitian ... 117
5. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU ... 118
ABSTRAK
Anak-anak sekolah terutama usia Sekolah Dasar sangat menyukai pangan jajanan. Dan pangan jajanan tersebut sebagian besar diperoleh di kantin sekolah. Sementara kualitas makanan yang dijajakan sangat dipengaruhi oleh kelaikan kantin yaitu suatu kondisi tentang penerapan hygiene dan sanitasi kantin.
Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota. Populasi berjumlah 39 orang, sehingga sampel merupakan seluruh bagian dari populasi. Hasil analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan 62,2% responden dengan pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP, 56,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang kantin sehat, 48,6% responden memiliki perjanjian dengan pihak sekolah, 62,2% responden dengan status kepemilikan bangunan kantin adalah sewa, 62,2% responden dengan omset harian rendah yaitu ≤ Rp. 200.000,-, 62,2% responden tidak pernah mendapatkan pengawasan internal pihak sekolah, 70,3% responden tidak mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.
Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan 67,6% kantin sekolah yang diobservasi merupakan kantin tidak sehat. Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, status kepemilikan bangunan kantin dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.
ABSTRACT
Students, especially elementary school student, favor snacks which most of them can be found in school canteens, whereas the quality of snacks is highly influenced by the condition of the canteen in applying hygiene and sanitation.
The research was an explanatory research which was aimed to analyze some factors which influenced the feasibility of the canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict. The population was 39 canteen owners, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis which was presented in the tables of distribution frequency.
The result of the research, based on the respondents’ characteristics, showed that 61.5% of respondents did not graduate from Elementary school, Elementary school graduates, and Junior High School graduates, 59% of respondents lacked of knowledge of healthy canteens, 51.3% of respondents had contracts with the management of the schools, 61.5% of respondents were the tenants, 64.1% of respondents had low income of less than Rp. 200,000, 61.5% of respondents were never monitored by the management of the schools, and 71.8% of respondents were not controlled by the local government.
Besides that, 69.2% of the school canteens were not healthy. The factors which had significant influence on the feasibility of healthy canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict, were knowledge of managing canteen about healthy canteens, status of canteen building ownership, and control by the local government.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan
pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang
peranan penting, dimana gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas
yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif. Perbaikan gizi
diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi, anak
balita, prasekolah, anak SD, remaja, dan dewasa hingga usia lanjut.b
Kualitas SDM yang menjadi penggerak pembangunan dimasa yang akan
datang ditentukan oleh bagaimana pengembangan SDM saat ini, termasuk pada usia
sekolah. Pembentukan kualitas SDM sejak masa sekolah akan mempengaruhi
kualitasnya pada saat mereka mencapai usia produktif (Andarwulan et al. 2009).
Dengan demikian, kualitas anak sekolah penting untuk diperhatikan karena pada
masa ini merupakan masa pertumbuhan anak dan sangat pentingnya peranan zat gizi
serta keamanan makanan yang dikonsumsi disekolahnya.
Peraturan pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan, memberikan wewenang kepada Badan POM untuk melakukan pengawasan
keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar. Salah satu prioritas pangan yang
menjadi perhatian khusus Badan POM RI adalah pangan jajanan anak sekolah
manusia, selain harga yang murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan juga
menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi dimana pangan
jajanan memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Berdasarkan
hasil survey Badan POM menunjukkan bahwa 30% kebutuhan energi anak sekolah
diperoleh dari makanan jajanan. (Majalah Keamanan Pangan Badan POM RI, 2011)
Anak-anak sekolah terutama anak usia sekolah dasar sangat menyukai pangan
jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang
menarik dan rasa yang disenangi anak-anak dengan menambahkan bahan-bahan
tertentu tanpa memperdulikan keamanannya. Data KLB keracunan pangan yang
dihimpun oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP)
Badan POM dari 26 Balai POM di seluruh Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan
(21.4%) kasus terjadi di lingkungan sekolah dan (75.5%) kelompok siswa anak
sekolah dasar (SD) paling sering mengalami keracunan Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) (Andarwulan et al. 2009).
Tingkat keamanan pangan jajanan konsumsi anak sekolah yang masih buruk,
sebagaimana hasil temuan diatas jika tidak ditanggulangi akan memperparah masalah
rendahnya status gizi anak-anak sekolah. Apalagi dampak mengkonsumsi pangan
yang mengandung bahan kimia berbahaya berlebihan secara terus menerus baru akan
terlihat dalam jangka panjang. Rendahnya status gizi anak-anak sekolah akan
menyebabkan mereka terkena penyakit infeksi, hal ini akan berdampak terhadap
dan hasil belajar karena sakit. Hal ini akan berdampak kepada kualitas SDM
Indonesia pada masa yang akan datang.
Data yang diperoleh dari Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan Badan POM RI hasil monitoring dan verifikasi profil pangan jajanan anak
sekolah tahun 2008, anak-anak memperoleh pangan jajanan dari : kantin (69%),
penjaja pangan jajanan keliling disekitar sekolah (28%), lainnya(1 %). Sementara
banyak sekali kantin-kantin yang tersedia di sekolah-sekolah tersebut tidak memenuhi
standar kesehatan, baik dari segi hygiene-sanitasi maupun kualitas makanan yang
dijual. Hal ini menyebabkan tidak sedikit anak-anak yang menderita sakit setelah
mengkonsumsi makanan yang tersedia dikantin. Tetapi kasus yang paling
membahayakan adalah zat-zat berbahaya dari makanan jajanan tersebut terakumulasi
didalam tubuh si anak, dan baru menampakkan gejala setelah beberapa tahun
sehingga seringkali tidak terdeteksi penyebabnya. (Andarwulan et al. 2009).
Hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan
oleh 18 balai besar/ Balai BOM dengan cakupan pengambilan sampel makanan
jajanan anak sekolah seluruhnya 861 sampel yang diperiksa/diuji, yang memenuhi
syarat sebanyak 517 sampel (60.04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344
sampel (39.96%). Sedangkan pada tahun 2006 hasil pengawasan PJAS oleh Badan
POM menunjukan bahwa dari 2.903 sampel yang diambil dari 478 SD di 26 ibukota
propinsi di Indonesia sebesar 50.6% sampel yang memenuhi syarat (MS) dan 49.4%
Selain masalah bahan tambahan pangan (BTP), perilaku penjaja PJAS juga menjadi
masalah yang perlu diperhatikan, dimana masalah yang sering timbul mulai dari
proses persiapan, pengolahan dan saat penyajian makanan dilokasi jualan serta
kebiasaan penjual makanan jajanan yang patut mendapat perhatian adalah
penggunaan bahan tambahan non pangan seperti pemanis, pewarna, pengeras dan
lain-lain yang digunakan hampir pada setiap makanan. Residu insektisida berbahaya
seperti dieldrin dan aldrin juga ditemui pada sebagian makanan jajanan yang dijual
(Fardiaz & Fardiaz, 1994).
Hasil monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah
(PJAS) nasional tahun 2008 oleh SEAFAST, PT. Sucofindo dan Badan POM RI
menunjukkan (71.4%) penjaja PJAS menyatakan bahwa pangan jajanan yang mereka
jual aman dan 14.3% mempunyai presepsi bahwa PJAS yang dijual tidak aman, untuk
praktek keamanan pangan (>70.0%) penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan
pangan yang kurang baik, dan (<53.0%) penjaja PJAS yang mengaku menambahkan
BTP ke dalam produk minuman. Kondisi usaha makanan jajanan yang belum
dibarengi dengan perhatian khusus terhadap aspek fisik, lokalisasi, kontrol higiene,
pembinaan manajemen, ketiadaan pengaturan dan ketidakpastian keamanan dalam
berusaha akan menimbulkan ketiadaan kontrol dan pengarahan terhadap kualitas
makanan yang dijual dan pengolahan makanan yang higiene menyebabkan penjaja
PJAS menangani pengolahan makanan menurut pengetahuan yang mereka
Kurangnya praktek keamanan pangan penjaja PJAS di lingkungan sekolah,
dikarenakan kurang perhatian pihak sekolah dan kemungkinan masih kurangnya
akses informasi mengenai gizi dan keamanan pangan. Wilayah sekolah serta mutu
sekolah juga sangat menentukan kualitas penjaja PJAS di lingkungan sekolah. Hasil
monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS)
nasional tahun 2008 menunjukkan bahwa pengetahuan gizi dan keamanan penjaja
PJAS di luar jawa lebih baik dibandingkan di jawa, serta pengetahuan gizi dan
keamanan pangan penjaja PJAS di sekolah dengan status akreditasi A lebih baik
daripada Akreditasi B. Mengingat pentingnya peranan kantin yang memenuhi
kaidah-kaidah keamanan pangan serta pentingnya pangan jajanan yang sehat bagi anak
sekolah dan masih banyaknya sekolah terutama SD yang belum memiliki kantin yang
memenuhi standart kantin sehat, dan adanya perbedaan kantin berdasarkan mutu
sekolah, maka peneliti menganggap perlu untuk melakukan analisis faktor kesiapan
sekolah dalam mengelola kantin sehat di sekolah dasar kecamatan medan kota.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah tingkat
pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat,
perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin, status kepemilikan bangunan
kantin, omset harian pengelola kantin, ada tidaknya pengawasan internal pihak
sekolah dan ada tidaknya pengawasan dari intansi pemerintah terkait berpengaruh
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat
(tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin
sehat, perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin dan status kepemilikan
bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, pengawasan internal pihak sekolah
dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait) di sekolah dasar kecamatan Medan
Kota.
1.4. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh tingkat pendidikan pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat.
2. Ada pengaruh pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat terhadap
kelaikan kantin sehat.
3. Ada pengaruh perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin terhadap
kelaikan kantin sehat.
4. Ada pengaruh status kepemilikan bangunan kantin terhadap kelaikan kantin sehat.
5. Ada pengaruh omset harian pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat.
6. Ada pengaruh pengawasan internal pihak sekolah terhadap kelaikan kantin sehat.
7. Ada pengaruh pengawasan dari instansi pemerintah terkait terhadap kelaikan
kantin sehat.
8. Ada pengaruh tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin
kepemilikan bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, pengawasan
internal pihak sekolah dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait terhadap
kelaikan kantin sehat di sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tersedia makanan yang berkualitas dan sehat untuk anak-anak sekolah dasar di
sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.
2. Memberikan informasi dan masukan kepada pihak pengelola sekolah dan Guru di
sekolah dasar kecamatan Medan Kota tentang pentingnya keberadaan kantin sehat
sehingga perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan pembinaan dalam
menciptakan kantin sehat.
3. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pihak pengelola kantin tentang
bahaya yang ditimbulkan akibat kondisi hygiene sanitasi yang buruk di kantin dan
kualitas makanan yang tidak memenuhi standar terhadap pengunjung kantin, dan
anak-anak sekolah dasar pada khususnya.
4. Sebagai informasi dan peningkatan pengetahuan pengelola kantin tentang kantin
sehat sehingga pengelola kantin dapat mewujudkan kantin yang sehat di sekolah.
5. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kantin
2.1.1. Definisi Kantin
Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin
merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai tempat
untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam
masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang berada di lingkungan
kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI, 2003).
Kantin sekolah adalah suatu ruang atau bangunan yang berada di sekolah
maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat untuk siswa
yang dilayani oleh petugas kantin. (Depdiknas, 2007)
2.1.2. Fungsi Kantin Sekolah
Berikut adalah fungsi kantin sekolah :
1. membantu pertumbuhan dan kesehatan siswa dengan jalan menyediakan makanan
yang sehat, bergizi, dan praktis;
2. mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang;
3. untuk memberikan pelajaran sosial kepada siswa;
4. memperlihatkan kepada siswa bahwa faktor emosi berpengaruh pada kesehatan
5. memberikan batuan dalam mengajrkan ilmu gizi secara nyata;
6. mengajarkan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang
berlaku di masyarakat;
7. sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan
tempat menunggu apabila ada jam kosong. (Depdiknas, 2007)
2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi
Pada hakikatnya Higiene sanitasi mempunyai pengertian dan tujuan yang
hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima.
Sudira (1996) mengemukakan bahwa : “Hygiene adalah ilmu kesehatan dan
pencegahan timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah
bakteri sebagai penyebab timbulnya penyakit, sedang sanitasi lebih memperhatikan
masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan”.
Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan dan minuman karena
merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan. Sedang sanitasi menurut WHO
merupakan suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang
berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek
merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.
Menurut Depkes (2004) hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya
mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk
melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Gea
(2009:19) sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air
yang bersih untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk
mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.
Perbedaan sanitasi dan hygiene adalah hygiene lebih mengarahkan
aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada
faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakannya usaha sanitasi dan hygiene
adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan
kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan
hidup manusia.
Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya
mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan
membuat kondisi lingkungan yang baik agar terjamin pemeliharaan kesehatannya.
Dengan kata lain hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih
menitikberatkan pada kegiatan usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan
pribadi hidup manusia.
Ni Wayan (2009) mengemukakan bahwa “tujuan hygiene dan sanitasi dalam
penyelenggaraan makanan yaitu : (1) tersedianya makanan yang berkualitas baik dan
atau gangguan kesehatan melalui makanan; (3) terwujudnya perilaku yang sehat dan
benar dalam penanganan makanan”.
Hygiene sebagaimana yang dijelaskan SoekresNo. (2004) dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene di tempat kerja meliputi :
(a) hygiene perorangan,
(b) hygiene makanan,
(c) sanitasi dan hygiene tempat kerja,
(d) sanitasi dan hygiene barang dan peralatan,
(e) limbah dan linen; serta
2. Hygiene perorangan meliputi :
(a) rambut,
(b) hidung,
(c) mulut,
(d) telinga,
(e) kaki,
(f) kosmetik,
(g) pakaian seragam juru masak.
Kusmayadi (2009) mengemukakan bahwa : “terdapat 4 (empat) hal penting
yang menjadi prinsip hygiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan
bersih orang yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan
2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene
Personal hygiene merupakan tindakan pencegahan yang menyangkut
tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi
menyebarnya penyakit menular terutama yang ditularkan melalui kontak langsung.
Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan diterapkan
dalam pengolahan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular melalui
makanan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh setiap penjamah makanan ketika
mengolah dan menyajikan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular
yaitu : selalu mencuci tangan sebelum menjamah makanan, minuman dan peralatan.
Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan diri pribadi karyawan
(penjamah makanan) tersebut. Menjaga hygiene perorangan berarti menjaga
kebiasaan hidup bersih dan menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh yang meliputi:
a. mandi dengan teratur, bersih dan sehat sebelum memasuki ruangan dapur,
b. mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan,
c. kuku dipotong pendek dan tidak di cat (kutex),
d. rambut pendek dan bersih,
e. selalu memakai karpus (topi khusus juru masak) atau penutup kepala lainnya,
f. wajah; tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan,
g. hidung; tidak meraba-raba hidung sambil bekerja dan tidak menyeka wajah
dengan menggunakan tangan tetapi menggunakan sapu tangan,
h. mulut; menjaga kebersihan mulut dan gigi, tidak merokok saat mengolah
langsung dari alat memasak,
i. kaki; mempergunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai, kaos kaki diganti
setiap hari, kuku jari harus dipotong pendek (Depkes, 2004)
2.4. Sanitasi Kantin Sekolah
Jika kita bicara kesehatan lingkungan sekolah, maka kantin menjadi salah satu
ruang lingkup penting hygiene dan sanitasi sekolah. Tentu kita juga paham, bahwa
aspek sanitasi lain di sekolah akan banyak berbicara masalah lingkungan fisik secara
umum, fasilitas sanitasi, aspek konstruksi umum (ventilasi, jarak tempat duduk siswa
dan papan tulis, ergonomi, dan lainnya. Sementara pada kantin, banyak aspek
kesehatan lingkungan terkait pada kantin, seperti aspek perilaku penjamah, aspek
peralatan, aspek sanitasi tempat, sanitasi air bersih, dan lain-lain.
Salah satu fungsi dari kantin adalah sebagai tempat memasak atau
membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen, maka kantin
dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui
makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman yang dijual di
kantin berpotensi menyebabkan penyakit bawaan makanan bila tidak dikelola
dan ditangani dengan baik (Mukono., 2000).
Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan
higiene sanitasi pada kantin. Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang
kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan (Depkes,
2003)
Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes diatas meliputi faktor
bangunan, konstruksi, dan fasilitas sanitasi, sebagai berikut :
2.4.1. Bangunan
1. Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen.
2. Ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus
karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang barang lainnya
yang dapat mencemari makanan.
2.4.2. Konstruksi
1. Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih.
2. Dinding. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.
3. Ventilasi. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik, dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan
diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.
4. Pencahayaan. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan
pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruangan.
5. Atap. Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga
lainnya.
2.4.3. Pencahayaan
Pencahayaan untuk jasaboga telah diatur dalam Kepmenkes No.. 715 tahun
2003 disetiap tempat seperti dapur, tempat masak, dan tempat cuci peralatan.
Intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai.
Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat
mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.
Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter).
Untuk perkiraan secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :
- Lampu listrik 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya. Maka jarak 1 kaki, 1
watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm).
- Satu watt pada jarak 1 meter (3 kaki) menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu 1/3
foot candle.
- Satu watt pada jarak 2 meter (6 kaki) menghasilkan 1/3 x 1/ 2 =1/ 6foot candle.
- Satu watt pada jarak 3 meter (9kaki) menghasilkan 1/3 x 1/3 = 1/9foot candle.
Maka untuk 60 watt pada jarak 2 meter (6 kaki) akan menghasilkan 1/ 6 x 60fc
= 60/6 fc = t 10 fc.
- Jadi syarat minimal pemakaian lampu listrik adalah 60 watt untuk
2.4.4. Ventilasi
Dalam Kepmenkes No. 715 tahun 2003 ventilasi pada ruangan tempat
pengolahan makanan harus baik berkisar antara 28oC — 32oC. Sejauh mungkin ventilasi
harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya
kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan menghilangkan
bau, asap, dan pencemaran lain dalam ruangan.
Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang
penghawaan yang cukup. Lubang penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan
lubang insidental (misalnya jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang
penghawaan minimal 10 % luas lantai. Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah
minimal 15 kali per menit.
Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka dapat dibuat
ventilasi buatan berupa ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhaust fan, AC.
2.4.5. Fasilitas Sanitasi
1. Air bersih. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak berbau, tidak
berasa, tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk seluruh
kegiatan.
2. Air limbah. Air limbah mengalir dengan lancar, sistem pembuangan air limbah
harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, saluran pembuang air limbah
3. Toilet. Tersedia toilet, bersih. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan
dan bak air. Tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan. Di dalam toilet harus
tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup.
4. Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak
mudah berkarat, mempunyai tutup. Tersedia pada setiap tempat/ruang
yang memproduksi sampah. Sampah dibuang tiap 24 jam.
5. Tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mudah dicapai oleh tamu dan karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan
air mengalir, sabun/deterjen, bak penampungan yang permukaanya halus, mudah
dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.
6. Tempat mencuci peralatan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat
dan mudah dibersihkan. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 bilik/bak pencuci
yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas.
7. Tempat mencuci bahan makanan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak
berkarat dan mudah dibersihkan.
8. Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga
dapat menahan masuknya tikus dan serangga.
2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian
1. Dapur. Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan
2. Ruang makan. Ruang makan bersih, perlengkapan ruang makan (meja, kursi, taplak
meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan bumbu kecap,
sambal, merica, garam dan lain-lain bersih.
Penerapan beberapa parameter diatas pada dasarnya bertujuan untuk
meminimalisasi faktor makanan sebagai media penularan penyakit dan masalah
kesehatan. Persyaratan sanitasi tersebut juga sebagai salah satu bentuk sistem
kewaspadaan dini, juga sebagai alat untuk menilai faktor resiko. Prosedur ini umum,
dalam kaitan dengan hygiene dan sanitasi makanan, kita kenal sebagai system Hazard
Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sistem ini pada dasarnya merupakan
pendekatan yang mengidentifikasikan hazard spesifik dan tindakan untuk
mengendalikannya. Yang dimaksud dengan hazard - dapat berupa agens biologis,
kimiawi, atau agen fisik pada makanan yang berpotensi menyebabkan efek yang
buruk pada kesehatan. (Depkes, 2003)
2.5. Prinsip Dasar Higiene Sanitasi Makanan
Faktor-faktor dalam higiene dan sanitasi makanan adalah tempat, peralatan
(orang) dan makanan, Dalam upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan,
orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau
keracunan makanan, maka perlu diketahui enam prinsip higiene sanitasi makanan
yang tujuannya adalah untuk mencapai tersedianya makanan sehat. Atau
membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu yamg ditetapkan.
Syarat-syarat bahan makanan yang ditetapkan oleh Depkes RI (2003) adalah:
1. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk
2. Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi.
3. Bahan tambahan dan penolong sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. (Mudjajanto, 2009).
2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan
Untuk menghasilkan roti yang berkualitas baik maka harus menggunakan
bahan dasar yang bermutu, sebaik apapun proses yang dilakukan tidak akan
dihasilkan roti yang berkualitas jika bahan dasarnya tidak baik. Oleh karena itu
pilihlah bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, tidak membusuk, tidak
berbau dan berasal dari sumber resmi yang terawasi seperti telur, susu, tepung.
(Mudjajanto, 2009)
2.5.1.1 Ciri-ciri Makanan yang Baik
Makanan yang baik adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung
mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata
cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak serta tidak bertentangan
dengan kesehatan manusia. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia
pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme
dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang
memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan.
Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan
2.5.1.2. Sumber Bahan Makanan yang Baik
Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui
sumber-sumber makanan yang baik. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak
mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan
melalui jaringan perdagangan. (Depkes RI, 2004)
2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan
Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku,
bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan
yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan
keamanan makanan. (Depkes RI, 2004)
Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong masing-masing disimpan
terpisah satu sama lain didalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan,
terjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai. Penyimpanan jenis bahan
makanan seperti tepung dan biji menurut lama penyimpanannya <3 hari 25ºC, <1
minggu 25ºC, 1 minggu 25ºC. (Depkes RI, 2004).
Syarat- syarat penyimpanan menurut Depkes RI (2003) adalah:
1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih
2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi
3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan :
a. Dalam suhu yang sesuai
b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm
4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel
pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm
b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm
c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian
rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan
yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan
makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan
sistem FIFO (First In First Out)
Bahan baku, bahan tambahan dan bahan peNo.long sebaiknya disimpan
dengan
sistem kartu dengan menyebutkan:
a. Nama bahan
b. Tanggal penerimaan
c. Asal bahan
d. Jumlah penerimaan digudang
e. Sisa akhir didalam kemasan
f. Tanggal pemeriksaan
2.5.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti
kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan
harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan. (Arisman, 2009)
a. Tenaga Penjamah Makanan a.1. Peranan Penjamah Makanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan republic Indonesia No.mor
942/MENKES/SK/VII/2003 : Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan
pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare,
penyakit perut sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. Memakai celemek, dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;
g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau
h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau
tanpa menutup mulut atau hidung.
a.2. Pelatihan Penjamah Makanan
Program pelatihan sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan untuk
menjamin mutu makanan. Setiap petugas yang berhubungan dengan penyelenggaraan
makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawab, antara lain penyakit yang
ditularkan melalui makanan serta cara-cara pengolahan makanan sehat. (Depkes,
2003)
a.3. Sarana Bagi Penjamah Makanan
Sarana hendaklah dipersiapkan sehingga tenaga penjamah makanan
memungkinkan untuk berperilaku hidup sehat. Sarana yang harus disiapkan oleh
pengelola pabrik tersebut antara lain :
1. Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat berfungsi menyimpan sebelum
bekerja
2. Loker khusus untuk karyawan yang berfungsi menyimpan barang-barang
bawaan karyawan
3. Adanya baju kerja yang khusus
4. Ruang istirahat tenaga penjamah makanan memadai
5. Tersedianya toilet yang memenuhi syarat kesehatan
6. Tersedinya tempat cuci tangan
7. Sarana tersebut disediakan untuk menghindari tenaga penjamah untuk
2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi
Penyimpanan makanan merupakan akhir dari proses produksi, setelah roti
matang lalu didinginkan beberapa jam. Roti termasuk makanan yang mudah busuk
dengan masa simpan 3-4 hari setelah keluar dari pemanggangan. Pembusukan roti
disebabkan oleh rusaknya protein dan pati, secara langsung pembusukan roti
disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Mudjajanto, 2009).
Prinsip penyimpanan makanan terutama ditujukan untuk :
1. Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri
2. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan
3. Mencegah timbulnya sarang hama
2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan
Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan
untuk disimpan, kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan,
bila cara pengangkutan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi
kualitasnya baik/buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Tempat/alat pengangkut
2. Tenaga pengangkut
3. Tekhnik pengangkutan
Syarat- syarat pengangkuatan makanan memenuhi aturan sanitasi:
1. Alat/tempat pengangkutan harus bersih
2. Cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi kontaminasi selama
3. Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari
4. Cara pengangkutan harus dilakukan dengan mengambil jalan singkat
2.5.6 Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan
Proses terakhir adalah penjualan/penjajaan/Penyajian makanan. Makanan
yang akan dijajakan tempatnya harus bersih, peralatan yang digunakan bersih,
sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan
tutup rambut. Tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang
disajikan. (Depkes RI, 2004)
2.5.6.1 Perlengkapan/Sarana Penjaja
Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan disarankan
menggunakan perlengkapan/sarana penjaja yang juga memenuhi syarat kesehatan.
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran, antara lain
(DepKes RI, 2003):
1. Mudah dibersihkan
2. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran
3. Tersedia tempat untuk :
a. Air bersih
b. Penyimpanan bahan makanan
c. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan
d. Penyimpanan peralatan
2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004 ) 2.5.7.1. Kontaminasi
Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan
yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan menjadi 4
macam yaitu : (a) pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan; (b)
pencemaran fisik seperti rambut, debu tanah, serangga dan kotoran lainnya; (c)
pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen; serta (d)
pencemaran radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma dan sebagainya.
Ada 2 cara yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan yaitu :
a. Kontaminasi Langsung
Kontaminasi langsung pada makanan dapat terjadi karena adanya kontak
langsung makanan dengan lingkungannya. Sumber kontaminasi dapat berupa bahan
kimia dan biologi seperti bakteri yang terkandung dalam udara, tanah, dan air.
b. Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang merupakan perpindahan mikroorganisme ke makanan
melalui suatu media. Penyebab utama kontaminasi ini adalah manusia sebagai
pengolah makanan yang mampu memindahkan kontaminan yang bersifat biologis,
kimiawi dan fisik kedalam makanan ketika makanan tersebut diproses, dipersiapkan,
diolah atau disajikan.
2.5.7.2. Keracunan
Keracunan makanan adalah timbulnya gej ala klinis suatu penyakit atau
Terjadinya keracunan pada makanan disebabkan karena makanan tersebut telah
mengandung unsur-unsur seperti fisik, kimia dan biologi yang sangat membahayakan
kesehatan.
2.5.7.3. Pembusukan
Pembusukan adalah proses perubahan komposisi makanan baik sebagian atau
seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak
No.rmal. Pembusukan dapat terjadi karena pengaruh fisik, enzim dan mikroba.
Pembusukan karena mikroba disebabkan oleh bakteri atau cendawan yang tumbuh dan
berkembang biak di dalam makanan sehingga merusak komposisi makanan yang
menyebabkan makanan menjadi basi, berubah rasa, bau serta warnanya.
2.5.7.4. Pemalsuan
Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan yang secara sengaja
dilakukan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan dengan tujuan
meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya sehingga hal tersebut memberikan dampak buruk pada konsumen (Depkes,
2004).
Menurut Fatonah (dalam Moro, 2011) manfaat penerapan hygiene dan sanitasi
makanan yaitu : (1) menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi;
(2) mencegah penyakit menular; (3) mencegah kecelakaan akibat kerja; (4) mencegah
timbulnya bau yang tidak sedap; (5) menghindari pencemaran; (6) mengurangi
2.6. Tinjauan Umum tentang Keamanan Makanan
Kontaminasi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya
makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan
oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borne
disease).
Departemen kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi
lima kelompok yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit
dan penyebab bukan kuman. Sedangkan menurut Karla dan Blaker membagi menjadi
tiga kelompok yaitu : penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit.
Penjamah makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua
adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah
penyebab yang bukan mikroorganisme (Susanna, 2003).
Keamanan makanan dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
yang menentukan keamanan makanan diantaranya jenis makanan olahan, cara
penanganan bahan makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang
dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik pada makanan mentah maupun makanan
matang dan perilaku penjamah itu sendiri.
Purawidjaja (dalam Susanna, 2003) mengemukanan bahwa :”Upaya
pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani
makanan, tempat penyelenggaraan makanan; peralatan pengolahan makanan serta
keracunan makanan antara lain hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan
makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih”.
Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan
peraturan dalam memproses makanan dan mencegah terjadinya “food borne disease”.
Selain itu diperlukan pula pengumpulan data harian perihal makanan dan data
penyakit apabila wabah kejadian luar biasa (KLB). Dari pengalaman telah ditemukan
bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak adekuat dalam proses
memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang higinis, serta kebersihan
pelaksana/pekerja yang jelek (Mukono, 2006:140).
Untuk menjamin keamanan makanan tanggung jawab pengusaha jasa boga
adalah menyelenggarakan jasa boga yang memenuhi syarat-syarat hygiene dan
sanitasi. Pengusaha harus menciptakan hubungan yang saling percaya dengan pekerja
memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab serta
melibatkan mereka dalam evaluasi kesehatan.
2.7. Makanan Jajanan
Dengan meningkatnya penghasilan dan meluasnya peranan media massa
sampai ke tiap pelosok tanah air, makanan jajanan akan berperan lebih penting dalam
menu makanan kita. Hubeis (1995 : 149) mengemukakan bahwa wilayah studi IPB di
Jabotabek sekitar 30% penghasilan keluarga digunakan untuk membeli makanan
1. Lebih banyak orang bekerja atau sekolah dari pagi sampai sore sehingga makan
pagi atau makan siang dilakukan di tempat kerja/sekolah.
2. Orang tua lebih suka memberi uang saku untuk jajan daripada membuat bekal
makanan dan anak pun lebih senang dengan alasan lebih praktis dan tidak cepat
membosankan.
Selain karena kebiasaan makan, makanan jajanan juga mempunyai fungsi
antara lain (Muhilal, 1998) :
1. Makanan jajanan berfungsi sebagai sarapan pagi.
2. Bagi segolongan orang, makanan jajanan berfungsi sebagai selingan yang
dimakan di antara waktu makan makanan utama.
3. Makanan jajanan juga mempunyai fungsi sosial ekoNo.mi yang penting, dalam
arti pengembangan usaha makanan jajanan dapat meningkatkan status sosial
ekoNo.mi pedagang makanan jajanan.
4. Makanan jajanan dapat berfungsi sebagai makan siang terutama bagi mereka yang
tidak sempat makan siang di rumah.
5. Makanan jajanan sebagai penyumbang zat gizi dalam menu sehari – hari terutama
bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan.
Susanto (1986) mengamati mengapa anak-anak sekolah senang
mengkonsumsi makanan jajanan dan menemukan alasan sebagai berikut :
1. Anak sekolah tidak sempat makan pagi di rumah, keadaan ini berkaitan dengan
kesibukan ibu yang tidak sempat menyediakan makan pagi ataupun karena jarak
2. Anak tidak punya nafsu makan/lebih suka jajanan daripada makanan di rumah.
3. Karena alasan psikologis pada anak, jika anak tidak jajan di sekolah, anak ini
merasa tidak punya kawan dan merasa malu.
4. Anak biasanya mendapatkan uang saku dari orang tua yang dapat digunakan
untuk membeli makanan jajanan.
5. Walaupun di rumah sudah makan tetapi tambahan makanan dari jajan tetap masih
diperlukan oleh karena kegiatan fisik di sekolah yang memerlukan tambahan
energy (Susanto, 1986).
2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan
Sebagai makanan yang banyak diminati oleh masyarakat makanan jajanan
mempunyai aspek positif sebagai berikut (Wardiatmo,dkk, 1987):
1. Makanan jajanan sebagai penyumbang gizi yang cukup penting dalam menu
sehari-hari konsumen tertentu.
2. Makanan jajanan meningkatkan status sosial ekoNo.mi pedagang.
Selain mempunyai aspek positif makanan jajanan juga mempunyai aspek
negatif yaitu:
1. Kue yang dibeli biasanya terbuat dari tepung dan gula yang hanya mengandung
karbohidrat saja, walaupun ada zat gizi lain jumlahnya sangat sedikit.
2. Anak menjadi terlalu kenyang terutama bila frekuensi jajan sering.
2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi jajanan pada anak
sekolah dasar adalah :
1. Uang Saku
Menurut Engel, et al (1994), setiap orang membawa tiga sumber daya dalam
setiap sisi pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang, dan perhatian.
Berhubungan dengan sumber daya uang, maka seseorang akan menggunakan
uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk
barang atau jasa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang
biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik anak dari keluarga
berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan tinggi. Pemberian uang
saku kepada anak merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga
kepada anak untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan, baik untuk
keperluan jajan maupun keperluan lainnya, seperti untuk alat tulis, menabung dan
lain-lain. Namun, anak usia sekolah biasanya diberi uang saku untuk keperluan
jajan di sekolah. Pemberian uang saku ini memberikan pengaruh kepada anak
untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimilikinya
(Thoha, 2003). Salah satu alasan penting yang menyebabkan anak mengkonsumsi
makanan yang lebih beragam adalah peningkatan pendapatan yang dalam hal ini
adalah uang saku (Kurniawan, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001)
2. Ketersediaan Makanan Jajanan
Menurut Harper, et al (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
makan individu pada tingkat masyarakat maupun nasional, adalah ketersediaan
pangan, pola sosial budaya, dan faktor individu. Ketersediaan bahan makanan
secara fisik meliputi produksi pangan, distribusi pangan, dan proses
penyimpanannya. Apabila tiga hal tersebut dapat berjalan dengan baik, maka
bahan makanan akan tersedia secara kontinu. Ketersediaan baik dalam keluarga
maupun lingkungan akan menentukan kebiasaan makan seseorang atau
sekelompok orang (Suhardjo, 1989).
3. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan
dalam ingatan (Engel et al, 1994). Pengetahuan termasuk di dalamnya
pengetahuan gizi, jajan dan makanan jajanan dapat diperoleh melalui pendidikan
formal dan pendidikan informal. Kekurangan pengetahuan tentang gizi atau
kemampuan untuk menerapkan informasi yang diperoleh dalam kehidupan
sehari-hari, merupakan salah satu penyebab yang penting dari gangguan gizi. Sebagian
besar anak tidak tahu alasan membeli makanan jajanan yang ditawarkan penjual.
Suatu hal yang meyakinkan pentingnya pengetahuan gizi berdasarkan pada tiga
kenyataan, antara lain (Muhilal, 1998):
a. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan atau keselamatan dan
b. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
memberikan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.
c. Penduduk dapat menggunakan pengetahuan gizi dengan baik untuk
kesejahteraan.
Rendahnya pengetahuan gizi akan dapat menimbulkan sikap acuh terhadap bahan
makanan. Walaupun bahan makanan tersebut cukup tersedia dan bergizi.
Pengetahuan gizi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk
dan kerabat dekat. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu,
sehingga berprilaku sesuai kenyataan tersebut.
4. Harga Makanan Jajanan
Perubahan harga berpengaruh terhadap besarnya permintaan terhadap pangan.
Bila harga pangan tinggi maka daya beli terhadap pangan berkurang (Mudanijah,
2004). Harga makanan jajanan anak Sekolah Dasar disesuaikan dengan
kemampuan daya beli anak. (Rahayu, 1995).
2.8. Anak Sekolah Dasar
Secara internasional pengelompokan Anak Sekolah dimulai pada usia 6 – 12
tahun, sedangkan pengelompokkan di Indonesia adalah usia 7 sampai 12 tahun
(Rahmawati, 2001). Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai akhir masa
kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya anak
bagi anak laki-laki. Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk
Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok umur
7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).
Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan.
Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia
sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis dan
jumlahnya. Pada usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah
sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang
dijual di sekitar sekolah, lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu
ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya. Kondisi yang demikian membutuhkan
perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang sehat
dan bergizi (Pertiwi, 1998).
Menurut Alford dan Bogle (1982), di usia sekolah ini keterlibatan anak di
beberapa kelompok aktivitas di luar rumah mengakibatkan menurunnya pengaruh
orang tua dan anggota keluarga terhadap kebiasaan makan anak. Dalam hal ini, teman
sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar daripada anggota keluarga dalam hal
penentuan kebiasaan makan. Anak juga cenderung untuk menuruti kata-kata gurunya
dalam segala hal termasuk makanan yang baik untuk dikonsumsi.
2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar
Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak harus
makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar tidak mencukupi kebutuhan
gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi pada anak sekolah dasar. Hal
ini akan dapat berakibat menurunnya konsentrasi belajar serta prestasi di sekolah.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar mengkonsumsi zat
gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan disebabkan karena jarang sarapan pagi,
pemilihan makanan jajanan yang kurang baik serta jarang mengkonsumsi sayuran dan
buah-buahan (Thoha, 2003). Angka kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan
rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan, umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi
(Muhilal dan Hardinsyah, 1998).
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004 bagi anak sekolah dasar
dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan per Orang per Hari Bagi Anak Usia Sekolah
Golongan Umur (tahun)
Energi (Kkal)
Protein (g) Pria
Wanita
7—9 1800 45
10—12 2050 50
10—12 2050 50
2.10. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat 2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin
Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh
seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan
oleh departemen pendidikan.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara.
Pendidikan dapat dikategorikan menjadi :
a. Tidak pernah sekolah
b. Dasar : SD sampai SMP
c. Menengah : SMU
d. Tinggi : perguruan tinggi.
( Saputra, 2015).
2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin
Pengertian Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) (Tim penyusun Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2002). (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).
Benjamin Bloom (1956), seorang ahli pendidikan, membuat klasifikasi
(taxonomy) pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai untuk merangsang proses
berfikir pada manusia. Menurut Bloom kecakapan berfikir pada manusia dapat dibagi
dalam 6 kategori yaitu :
1. Pengetahuan (Knowledge) : Mencakup ketrampilan mengingat kembali
faktor-faktor yang pernah dipelajari.
2. Pemahaman (Comprehension) : Meliputi pemahaman terhadap informasi yang
ada.
3. Penerapan (Application) : Mencakup ketrampilan menerapkan informasi atau
pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru.
4. Analisis (Analysis) : Meliputi pemilahan informasi menjadi bagian-bagian atau
meneliti dan mencoba memahami struktur informasi.
5. Sintesis (Synthesis) : Mencakup menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang
sudah ada untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola yang tidak