• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA

TESIS

Oleh

FRISKA T.H. SIAHAAN 107032247/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

▸ Baca selengkapnya: proposal kantin sekolah doc

(2)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRISKA T.H. SIAHAAN 107032247/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA Nama Mahasiswa : Friska T.H. Siahaan

Nomor Induk Mahasiswa : 107032247

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S) (

Ketua Anggota

dr. Surya Dharma, M.P.H)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 28 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015

(6)

ABSTRAK

Anak-anak sekolah terutama usia Sekolah Dasar sangat menyukai pangan jajanan. Dan pangan jajanan tersebut sebagian besar diperoleh di kantin sekolah. Sementara kualitas makanan yang dijajakan sangat dipengaruhi oleh kelaikan kantin yaitu suatu kondisi tentang penerapan hygiene dan sanitasi kantin.

Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota. Populasi berjumlah 39 orang, sehingga sampel merupakan seluruh bagian dari populasi. Hasil analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan 62,2% responden dengan pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP, 56,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang kantin sehat, 48,6% responden memiliki perjanjian dengan pihak sekolah, 62,2% responden dengan status kepemilikan bangunan kantin adalah sewa, 62,2% responden dengan omset harian rendah yaitu ≤ Rp. 200.000,-, 62,2% responden tidak pernah mendapatkan pengawasan internal pihak sekolah, 70,3% responden tidak mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan 67,6% kantin sekolah yang diobservasi merupakan kantin tidak sehat. Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, status kepemilikan bangunan kantin dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

(7)

ABSTRACT

Students, especially elementary school student, favor snacks which most of them can be found in school canteens, whereas the quality of snacks is highly influenced by the condition of the canteen in applying hygiene and sanitation.

The research was an explanatory research which was aimed to analyze some factors which influenced the feasibility of the canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict. The population was 39 canteen owners, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis which was presented in the tables of distribution frequency.

The result of the research, based on the respondents’ characteristics, showed that 61.5% of respondents did not graduate from Elementary school, Elementary school graduates, and Junior High School graduates, 59% of respondents lacked of knowledge of healthy canteens, 51.3% of respondents had contracts with the management of the schools, 61.5% of respondents were the tenants, 64.1% of respondents had low income of less than Rp. 200,000, 61.5% of respondents were never monitored by the management of the schools, and 71.8% of respondents were not controlled by the local government.

Besides that, 69.2% of the school canteens were not healthy. The factors which had significant influence on the feasibility of healthy canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict, were knowledge of managing canteen about healthy canteens, status of canteen building ownership, and control by the local government.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih

dan Penyayang atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul

“Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari

berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Ramli, S.E, M.S dan dr. Surya Dharma, M.P.H selaku komisi pembimbing

yang dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan dan

(9)

5. Dr.Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku komisi penguji

yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis

ini.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri,

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Balai Besar Pengawas Obat dan

Makanan di Medan selaku pimpinan penulis, yang selalu memberikan dukungan

dan semangat.

8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, yang memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Kota.

9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di Lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan

Lingkungan Industri Angkatan 2010.

10. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda tercinta

Hamonangan Siahaan (Alm.) dan ibunda tercinta R. Br. Hutajulu (Alm.)/ L.

Br.Aritonang, Suami tercinta Chandra H. Sinaga, STP, Putri kesayanganku

Charis Chelsea Amazia Sinaga dan seluruh keluarga yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan doa kepada

penulis hingga mampu menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana dengan baik.

KiraNya Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang yang mencurahkan

(10)

Akhir kata penulis berharap, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan yang bermakna bagi penulis dan pembaca sekalian. Penulis menyadari

atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat

bagi pengambil kebijakan di bidang pendidikan, pengawasan pangan, kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2015 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Friska T.H. Siahaan lahir di Pematangsiantar, 5 Februari

1984, anak kedua dari lima bersaudara dari Ayahanda H. Siahaan dan Ibunda R. Br.

Hutajulu/ L. Br. Aritonang.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar YP. HKBP 4

Pematangsiantar tamat Tahun 1995, SMP Swasta RK. Bintang Timur

Pematangsiantar tamat Tahun 1998, SMU Negeri 3 Pematangsiantar tamat Tahun

2001, kemudian penulis melanjutkan S-1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Jurusan Kimia Universitas Sumatera Utara Medan tamat Tahun 2007,

selanjutnya Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat minat studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

(MKLI) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis bekerja di Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Unit Kerja Balai

Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan sebagai Staf Seksi Pemeriksaan dari

(12)

DAFTAR ISI

2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi ... 9

2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene ... 12

2.4. Sanitasi Kantin Sekolah ... 13

2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian ... 17

2.5. Prinsip Dasar Hygiene Sanitasi Makanan ... 18

2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan ... 19

2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan ... 20

2.5.3. Prinsip III : Pengolahan Makanan ... 22

2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi ... 24

2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan ... 24

2.5.6. Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan ... 25

2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004)... 26

(13)

2.7. Makanan Jajajanan ... 29

2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan ... 31

2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan ... 32

2.8. Anak Sekolah Dasar ... 34

2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar ... 35

2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat ... 37

2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin ... 37

2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin ... 37

2.10.3. Omset Harian... 40

2.10.4. Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin 42 2.10.5. Status Kepemilikan Bangunan Kantin ... 43

2.10.6. Pengawasan Internal dan Eksternal ... 44

2.11. Landasan Teori ... 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1. Pengaruh Pendidikan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 71

5.2. Pengaruh Pengetahuan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 71

5.3. Pengaruh Perjanjian Sekolah dengan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 73

5.4. Pengaruh Status Kepemilikan Bangunan Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 74

5.5. Pengaruh Omset Harian Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 75

5.6. Pengaruh Pengawasan Internal Sekolah Terhadap Kelaikan Kantin... 76

5.7. Pengaruh Pengawasan Instansi Pemerintah Terkait Terhadap Kelaikan Kantin... 77

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 80

6.1. Kesimpulan ... 81

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan per Orang per Hari

Bagi Anak Usia Sekolah ... 36

3.1. Definisi Operasional ... 50

4.1. Daftar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Kota ... 57

4.2. Distribusi Pendidikan Pengelola Kantin di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 59

4.3. Distribusi Pengetahuan Pengelola Kantin di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 59

4.4. Distribusi Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin

di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota ... 60

4.5. Distribusi Status Kepemilikan Bangunan Kantin di Sekolah

Dasar Kecamatan Medan Kota... 60

4.6. Distribusi Omset Harian Pengelola Kantin di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 60

4.7. Distribusi Pengawasan Pihak Internal Sekolah di Sekolah

Dasar Kecamatan Medan Kota ... 61

4.8. Distribusi Pengawasan dari Instatnsi Pemerintah Terkait di Sekolah

Dasar Kecamatan Medan Kota ... 61

4.9. Distribusi Kelaikan Kantin di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota .... 62

4.10. Analisis Hubungan karakteristik pengelola kantin sekolah dan

pengawasan terhadap kelaikan kantin ... 63

4.11. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 67

4.12. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat di Sekolah Dasar

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 87

2. Lembar Pengamatan ... 91

3. Lampiran SPSS Penelitian ... 98

4. Foto-foto Penelitian ... 117

5. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU ... 118

(18)

ABSTRAK

Anak-anak sekolah terutama usia Sekolah Dasar sangat menyukai pangan jajanan. Dan pangan jajanan tersebut sebagian besar diperoleh di kantin sekolah. Sementara kualitas makanan yang dijajakan sangat dipengaruhi oleh kelaikan kantin yaitu suatu kondisi tentang penerapan hygiene dan sanitasi kantin.

Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota. Populasi berjumlah 39 orang, sehingga sampel merupakan seluruh bagian dari populasi. Hasil analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan 62,2% responden dengan pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP, 56,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang kantin sehat, 48,6% responden memiliki perjanjian dengan pihak sekolah, 62,2% responden dengan status kepemilikan bangunan kantin adalah sewa, 62,2% responden dengan omset harian rendah yaitu ≤ Rp. 200.000,-, 62,2% responden tidak pernah mendapatkan pengawasan internal pihak sekolah, 70,3% responden tidak mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan 67,6% kantin sekolah yang diobservasi merupakan kantin tidak sehat. Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, status kepemilikan bangunan kantin dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

(19)

ABSTRACT

Students, especially elementary school student, favor snacks which most of them can be found in school canteens, whereas the quality of snacks is highly influenced by the condition of the canteen in applying hygiene and sanitation.

The research was an explanatory research which was aimed to analyze some factors which influenced the feasibility of the canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict. The population was 39 canteen owners, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis which was presented in the tables of distribution frequency.

The result of the research, based on the respondents’ characteristics, showed that 61.5% of respondents did not graduate from Elementary school, Elementary school graduates, and Junior High School graduates, 59% of respondents lacked of knowledge of healthy canteens, 51.3% of respondents had contracts with the management of the schools, 61.5% of respondents were the tenants, 64.1% of respondents had low income of less than Rp. 200,000, 61.5% of respondents were never monitored by the management of the schools, and 71.8% of respondents were not controlled by the local government.

Besides that, 69.2% of the school canteens were not healthy. The factors which had significant influence on the feasibility of healthy canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict, were knowledge of managing canteen about healthy canteens, status of canteen building ownership, and control by the local government.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan

pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang

peranan penting, dimana gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas

yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif. Perbaikan gizi

diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi, anak

balita, prasekolah, anak SD, remaja, dan dewasa hingga usia lanjut.b

Kualitas SDM yang menjadi penggerak pembangunan dimasa yang akan

datang ditentukan oleh bagaimana pengembangan SDM saat ini, termasuk pada usia

sekolah. Pembentukan kualitas SDM sejak masa sekolah akan mempengaruhi

kualitasnya pada saat mereka mencapai usia produktif (Andarwulan et al. 2009).

Dengan demikian, kualitas anak sekolah penting untuk diperhatikan karena pada

masa ini merupakan masa pertumbuhan anak dan sangat pentingnya peranan zat gizi

serta keamanan makanan yang dikonsumsi disekolahnya.

Peraturan pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi

pangan, memberikan wewenang kepada Badan POM untuk melakukan pengawasan

keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar. Salah satu prioritas pangan yang

menjadi perhatian khusus Badan POM RI adalah pangan jajanan anak sekolah

(21)

manusia, selain harga yang murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan juga

menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi dimana pangan

jajanan memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Berdasarkan

hasil survey Badan POM menunjukkan bahwa 30% kebutuhan energi anak sekolah

diperoleh dari makanan jajanan. (Majalah Keamanan Pangan Badan POM RI, 2011)

Anak-anak sekolah terutama anak usia sekolah dasar sangat menyukai pangan

jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang

menarik dan rasa yang disenangi anak-anak dengan menambahkan bahan-bahan

tertentu tanpa memperdulikan keamanannya. Data KLB keracunan pangan yang

dihimpun oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP)

Badan POM dari 26 Balai POM di seluruh Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan

(21.4%) kasus terjadi di lingkungan sekolah dan (75.5%) kelompok siswa anak

sekolah dasar (SD) paling sering mengalami keracunan Pangan Jajanan Anak Sekolah

(PJAS) (Andarwulan et al. 2009).

Tingkat keamanan pangan jajanan konsumsi anak sekolah yang masih buruk,

sebagaimana hasil temuan diatas jika tidak ditanggulangi akan memperparah masalah

rendahnya status gizi anak-anak sekolah. Apalagi dampak mengkonsumsi pangan

yang mengandung bahan kimia berbahaya berlebihan secara terus menerus baru akan

terlihat dalam jangka panjang. Rendahnya status gizi anak-anak sekolah akan

menyebabkan mereka terkena penyakit infeksi, hal ini akan berdampak terhadap

(22)

dan hasil belajar karena sakit. Hal ini akan berdampak kepada kualitas SDM

Indonesia pada masa yang akan datang.

Data yang diperoleh dari Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan

Pangan Badan POM RI hasil monitoring dan verifikasi profil pangan jajanan anak

sekolah tahun 2008, anak-anak memperoleh pangan jajanan dari : kantin (69%),

penjaja pangan jajanan keliling disekitar sekolah (28%), lainnya(1 %). Sementara

banyak sekali kantin-kantin yang tersedia di sekolah-sekolah tersebut tidak memenuhi

standar kesehatan, baik dari segi hygiene-sanitasi maupun kualitas makanan yang

dijual. Hal ini menyebabkan tidak sedikit anak-anak yang menderita sakit setelah

mengkonsumsi makanan yang tersedia dikantin. Tetapi kasus yang paling

membahayakan adalah zat-zat berbahaya dari makanan jajanan tersebut terakumulasi

didalam tubuh si anak, dan baru menampakkan gejala setelah beberapa tahun

sehingga seringkali tidak terdeteksi penyebabnya. (Andarwulan et al. 2009).

Hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan

oleh 18 balai besar/ Balai BOM dengan cakupan pengambilan sampel makanan

jajanan anak sekolah seluruhnya 861 sampel yang diperiksa/diuji, yang memenuhi

syarat sebanyak 517 sampel (60.04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344

sampel (39.96%). Sedangkan pada tahun 2006 hasil pengawasan PJAS oleh Badan

POM menunjukan bahwa dari 2.903 sampel yang diambil dari 478 SD di 26 ibukota

propinsi di Indonesia sebesar 50.6% sampel yang memenuhi syarat (MS) dan 49.4%

(23)

Selain masalah bahan tambahan pangan (BTP), perilaku penjaja PJAS juga menjadi

masalah yang perlu diperhatikan, dimana masalah yang sering timbul mulai dari

proses persiapan, pengolahan dan saat penyajian makanan dilokasi jualan serta

kebiasaan penjual makanan jajanan yang patut mendapat perhatian adalah

penggunaan bahan tambahan non pangan seperti pemanis, pewarna, pengeras dan

lain-lain yang digunakan hampir pada setiap makanan. Residu insektisida berbahaya

seperti dieldrin dan aldrin juga ditemui pada sebagian makanan jajanan yang dijual

(Fardiaz & Fardiaz, 1994).

Hasil monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah

(PJAS) nasional tahun 2008 oleh SEAFAST, PT. Sucofindo dan Badan POM RI

menunjukkan (71.4%) penjaja PJAS menyatakan bahwa pangan jajanan yang mereka

jual aman dan 14.3% mempunyai presepsi bahwa PJAS yang dijual tidak aman, untuk

praktek keamanan pangan (>70.0%) penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan

pangan yang kurang baik, dan (<53.0%) penjaja PJAS yang mengaku menambahkan

BTP ke dalam produk minuman. Kondisi usaha makanan jajanan yang belum

dibarengi dengan perhatian khusus terhadap aspek fisik, lokalisasi, kontrol higiene,

pembinaan manajemen, ketiadaan pengaturan dan ketidakpastian keamanan dalam

berusaha akan menimbulkan ketiadaan kontrol dan pengarahan terhadap kualitas

makanan yang dijual dan pengolahan makanan yang higiene menyebabkan penjaja

PJAS menangani pengolahan makanan menurut pengetahuan yang mereka

(24)

Kurangnya praktek keamanan pangan penjaja PJAS di lingkungan sekolah,

dikarenakan kurang perhatian pihak sekolah dan kemungkinan masih kurangnya

akses informasi mengenai gizi dan keamanan pangan. Wilayah sekolah serta mutu

sekolah juga sangat menentukan kualitas penjaja PJAS di lingkungan sekolah. Hasil

monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS)

nasional tahun 2008 menunjukkan bahwa pengetahuan gizi dan keamanan penjaja

PJAS di luar jawa lebih baik dibandingkan di jawa, serta pengetahuan gizi dan

keamanan pangan penjaja PJAS di sekolah dengan status akreditasi A lebih baik

daripada Akreditasi B. Mengingat pentingnya peranan kantin yang memenuhi

kaidah-kaidah keamanan pangan serta pentingnya pangan jajanan yang sehat bagi anak

sekolah dan masih banyaknya sekolah terutama SD yang belum memiliki kantin yang

memenuhi standart kantin sehat, dan adanya perbedaan kantin berdasarkan mutu

sekolah, maka peneliti menganggap perlu untuk melakukan analisis faktor kesiapan

sekolah dalam mengelola kantin sehat di sekolah dasar kecamatan medan kota.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah tingkat

pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat,

perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin, status kepemilikan bangunan

kantin, omset harian pengelola kantin, ada tidaknya pengawasan internal pihak

sekolah dan ada tidaknya pengawasan dari intansi pemerintah terkait berpengaruh

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat

(tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin

sehat, perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin dan status kepemilikan

bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, pengawasan internal pihak sekolah

dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait) di sekolah dasar kecamatan Medan

Kota.

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh tingkat pendidikan pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat.

2. Ada pengaruh pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat terhadap

kelaikan kantin sehat.

3. Ada pengaruh perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin terhadap

kelaikan kantin sehat.

4. Ada pengaruh status kepemilikan bangunan kantin terhadap kelaikan kantin sehat.

5. Ada pengaruh omset harian pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat.

6. Ada pengaruh pengawasan internal pihak sekolah terhadap kelaikan kantin sehat.

7. Ada pengaruh pengawasan dari instansi pemerintah terkait terhadap kelaikan

kantin sehat.

8. Ada pengaruh tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin

(26)

kepemilikan bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, pengawasan

internal pihak sekolah dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait terhadap

kelaikan kantin sehat di sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tersedia makanan yang berkualitas dan sehat untuk anak-anak sekolah dasar di

sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.

2. Memberikan informasi dan masukan kepada pihak pengelola sekolah dan Guru di

sekolah dasar kecamatan Medan Kota tentang pentingnya keberadaan kantin sehat

sehingga perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan pembinaan dalam

menciptakan kantin sehat.

3. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pihak pengelola kantin tentang

bahaya yang ditimbulkan akibat kondisi hygiene sanitasi yang buruk di kantin dan

kualitas makanan yang tidak memenuhi standar terhadap pengunjung kantin, dan

anak-anak sekolah dasar pada khususnya.

4. Sebagai informasi dan peningkatan pengetahuan pengelola kantin tentang kantin

sehat sehingga pengelola kantin dapat mewujudkan kantin yang sehat di sekolah.

5. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kantin

2.1.1. Definisi Kantin

Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya

menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin

merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai tempat

untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam

masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang berada di lingkungan

kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI, 2003).

Kantin sekolah adalah suatu ruang atau bangunan yang berada di sekolah

maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat untuk siswa

yang dilayani oleh petugas kantin. (Depdiknas, 2007)

2.1.2. Fungsi Kantin Sekolah

Berikut adalah fungsi kantin sekolah :

1. membantu pertumbuhan dan kesehatan siswa dengan jalan menyediakan makanan

yang sehat, bergizi, dan praktis;

2. mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang;

3. untuk memberikan pelajaran sosial kepada siswa;

4. memperlihatkan kepada siswa bahwa faktor emosi berpengaruh pada kesehatan

(28)

5. memberikan batuan dalam mengajrkan ilmu gizi secara nyata;

6. mengajarkan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang

berlaku di masyarakat;

7. sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan

tempat menunggu apabila ada jam kosong. (Depdiknas, 2007)

2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi

Pada hakikatnya Higiene sanitasi mempunyai pengertian dan tujuan yang

hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima.

Sudira (1996) mengemukakan bahwa : “Hygiene adalah ilmu kesehatan dan

pencegahan timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah

bakteri sebagai penyebab timbulnya penyakit, sedang sanitasi lebih memperhatikan

masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan”.

Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan dan minuman karena

merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan. Sedang sanitasi menurut WHO

merupakan suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang

berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek

merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.

Menurut Depkes (2004) hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya

mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk

(29)

melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Gea

(2009:19) sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air

yang bersih untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk

mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.

Perbedaan sanitasi dan hygiene adalah hygiene lebih mengarahkan

aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada

faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakannya usaha sanitasi dan hygiene

adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan

kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan

hidup manusia.

Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari

pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya

mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan

membuat kondisi lingkungan yang baik agar terjamin pemeliharaan kesehatannya.

Dengan kata lain hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih

menitikberatkan pada kegiatan usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan

pribadi hidup manusia.

Ni Wayan (2009) mengemukakan bahwa “tujuan hygiene dan sanitasi dalam

penyelenggaraan makanan yaitu : (1) tersedianya makanan yang berkualitas baik dan

(30)

atau gangguan kesehatan melalui makanan; (3) terwujudnya perilaku yang sehat dan

benar dalam penanganan makanan”.

Hygiene sebagaimana yang dijelaskan SoekresNo. (2004) dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene di tempat kerja meliputi :

(a) hygiene perorangan,

(b) hygiene makanan,

(c) sanitasi dan hygiene tempat kerja,

(d) sanitasi dan hygiene barang dan peralatan,

(e) limbah dan linen; serta

2. Hygiene perorangan meliputi :

(a) rambut,

(b) hidung,

(c) mulut,

(d) telinga,

(e) kaki,

(f) kosmetik,

(g) pakaian seragam juru masak.

Kusmayadi (2009) mengemukakan bahwa : “terdapat 4 (empat) hal penting

yang menjadi prinsip hygiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan

bersih orang yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan

(31)

2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan tindakan pencegahan yang menyangkut

tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi

menyebarnya penyakit menular terutama yang ditularkan melalui kontak langsung.

Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan diterapkan

dalam pengolahan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular melalui

makanan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh setiap penjamah makanan ketika

mengolah dan menyajikan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular

yaitu : selalu mencuci tangan sebelum menjamah makanan, minuman dan peralatan.

Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan diri pribadi karyawan

(penjamah makanan) tersebut. Menjaga hygiene perorangan berarti menjaga

kebiasaan hidup bersih dan menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh yang meliputi:

a. mandi dengan teratur, bersih dan sehat sebelum memasuki ruangan dapur,

b. mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan,

c. kuku dipotong pendek dan tidak di cat (kutex),

d. rambut pendek dan bersih,

e. selalu memakai karpus (topi khusus juru masak) atau penutup kepala lainnya,

f. wajah; tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan,

g. hidung; tidak meraba-raba hidung sambil bekerja dan tidak menyeka wajah

dengan menggunakan tangan tetapi menggunakan sapu tangan,

h. mulut; menjaga kebersihan mulut dan gigi, tidak merokok saat mengolah

(32)

langsung dari alat memasak,

i. kaki; mempergunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai, kaos kaki diganti

setiap hari, kuku jari harus dipotong pendek (Depkes, 2004)

2.4. Sanitasi Kantin Sekolah

Jika kita bicara kesehatan lingkungan sekolah, maka kantin menjadi salah satu

ruang lingkup penting hygiene dan sanitasi sekolah. Tentu kita juga paham, bahwa

aspek sanitasi lain di sekolah akan banyak berbicara masalah lingkungan fisik secara

umum, fasilitas sanitasi, aspek konstruksi umum (ventilasi, jarak tempat duduk siswa

dan papan tulis, ergonomi, dan lainnya. Sementara pada kantin, banyak aspek

kesehatan lingkungan terkait pada kantin, seperti aspek perilaku penjamah, aspek

peralatan, aspek sanitasi tempat, sanitasi air bersih, dan lain-lain.

Salah satu fungsi dari kantin adalah sebagai tempat memasak atau

membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen, maka kantin

dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui

makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman yang dijual di

kantin berpotensi menyebabkan penyakit bawaan makanan bila tidak dikelola

dan ditangani dengan baik (Mukono., 2000).

Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan

higiene sanitasi pada kantin. Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang

(33)

kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan (Depkes,

2003)

Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes diatas meliputi faktor

bangunan, konstruksi, dan fasilitas sanitasi, sebagai berikut :

2.4.1. Bangunan

1. Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen.

2. Ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus

karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang barang lainnya

yang dapat mencemari makanan.

2.4.2. Konstruksi

1. Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih.

2. Dinding. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.

3. Ventilasi. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik, dapat

menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan

diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

4. Pencahayaan. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan

pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruangan.

5. Atap. Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga

lainnya.

(34)

2.4.3. Pencahayaan

Pencahayaan untuk jasaboga telah diatur dalam Kepmenkes No.. 715 tahun

2003 disetiap tempat seperti dapur, tempat masak, dan tempat cuci peralatan.

Intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai.

Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat

mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah

dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.

Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter).

Untuk perkiraan secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :

- Lampu listrik 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya. Maka jarak 1 kaki, 1

watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm).

- Satu watt pada jarak 1 meter (3 kaki) menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu 1/3

foot candle.

- Satu watt pada jarak 2 meter (6 kaki) menghasilkan 1/3 x 1/ 2 =1/ 6foot candle.

- Satu watt pada jarak 3 meter (9kaki) menghasilkan 1/3 x 1/3 = 1/9foot candle.

Maka untuk 60 watt pada jarak 2 meter (6 kaki) akan menghasilkan 1/ 6 x 60fc

= 60/6 fc = t 10 fc.

- Jadi syarat minimal pemakaian lampu listrik adalah 60 watt untuk

(35)

2.4.4. Ventilasi

Dalam Kepmenkes No. 715 tahun 2003 ventilasi pada ruangan tempat

pengolahan makanan harus baik berkisar antara 28oC — 32oC. Sejauh mungkin ventilasi

harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya

kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan menghilangkan

bau, asap, dan pencemaran lain dalam ruangan.

Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang

penghawaan yang cukup. Lubang penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan

lubang insidental (misalnya jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang

penghawaan minimal 10 % luas lantai. Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah

minimal 15 kali per menit.

Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka dapat dibuat

ventilasi buatan berupa ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhaust fan, AC.

2.4.5. Fasilitas Sanitasi

1. Air bersih. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak berbau, tidak

berasa, tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk seluruh

kegiatan.

2. Air limbah. Air limbah mengalir dengan lancar, sistem pembuangan air limbah

harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, saluran pembuang air limbah

(36)

3. Toilet. Tersedia toilet, bersih. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan

dan bak air. Tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan. Di dalam toilet harus

tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup.

4. Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak

mudah berkarat, mempunyai tutup. Tersedia pada setiap tempat/ruang

yang memproduksi sampah. Sampah dibuang tiap 24 jam.

5. Tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga

mudah dicapai oleh tamu dan karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan

air mengalir, sabun/deterjen, bak penampungan yang permukaanya halus, mudah

dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.

6. Tempat mencuci peralatan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat

dan mudah dibersihkan. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 bilik/bak pencuci

yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas.

7. Tempat mencuci bahan makanan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak

berkarat dan mudah dibersihkan.

8. Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga

dapat menahan masuknya tikus dan serangga.

2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian

1. Dapur. Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan

(37)

2. Ruang makan. Ruang makan bersih, perlengkapan ruang makan (meja, kursi, taplak

meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan bumbu kecap,

sambal, merica, garam dan lain-lain bersih.

Penerapan beberapa parameter diatas pada dasarnya bertujuan untuk

meminimalisasi faktor makanan sebagai media penularan penyakit dan masalah

kesehatan. Persyaratan sanitasi tersebut juga sebagai salah satu bentuk sistem

kewaspadaan dini, juga sebagai alat untuk menilai faktor resiko. Prosedur ini umum,

dalam kaitan dengan hygiene dan sanitasi makanan, kita kenal sebagai system Hazard

Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sistem ini pada dasarnya merupakan

pendekatan yang mengidentifikasikan hazard spesifik dan tindakan untuk

mengendalikannya. Yang dimaksud dengan hazard - dapat berupa agens biologis,

kimiawi, atau agen fisik pada makanan yang berpotensi menyebabkan efek yang

buruk pada kesehatan. (Depkes, 2003)

2.5. Prinsip Dasar Higiene Sanitasi Makanan

Faktor-faktor dalam higiene dan sanitasi makanan adalah tempat, peralatan

(orang) dan makanan, Dalam upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan,

orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau

keracunan makanan, maka perlu diketahui enam prinsip higiene sanitasi makanan

yang tujuannya adalah untuk mencapai tersedianya makanan sehat. Atau

membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu yamg ditetapkan.

(38)

Syarat-syarat bahan makanan yang ditetapkan oleh Depkes RI (2003) adalah:

1. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk

2. Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi.

3. Bahan tambahan dan penolong sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku. (Mudjajanto, 2009).

2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

Untuk menghasilkan roti yang berkualitas baik maka harus menggunakan

bahan dasar yang bermutu, sebaik apapun proses yang dilakukan tidak akan

dihasilkan roti yang berkualitas jika bahan dasarnya tidak baik. Oleh karena itu

pilihlah bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, tidak membusuk, tidak

berbau dan berasal dari sumber resmi yang terawasi seperti telur, susu, tepung.

(Mudjajanto, 2009)

2.5.1.1 Ciri-ciri Makanan yang Baik

Makanan yang baik adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung

mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata

cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak serta tidak bertentangan

dengan kesehatan manusia. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia

pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme

dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang

memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan.

Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan

(39)

2.5.1.2. Sumber Bahan Makanan yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui

sumber-sumber makanan yang baik. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak

mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan

melalui jaringan perdagangan. (Depkes RI, 2004)

2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku,

bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan

yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan

keamanan makanan. (Depkes RI, 2004)

Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong masing-masing disimpan

terpisah satu sama lain didalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan,

terjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai. Penyimpanan jenis bahan

makanan seperti tepung dan biji menurut lama penyimpanannya <3 hari 25ºC, <1

minggu 25ºC, 1 minggu 25ºC. (Depkes RI, 2004).

Syarat- syarat penyimpanan menurut Depkes RI (2003) adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan :

a. Dalam suhu yang sesuai

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm

(40)

4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel

pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm

b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm

c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian

rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan

yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan

makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan

sistem FIFO (First In First Out)

Bahan baku, bahan tambahan dan bahan peNo.long sebaiknya disimpan

dengan

sistem kartu dengan menyebutkan:

a. Nama bahan

b. Tanggal penerimaan

c. Asal bahan

d. Jumlah penerimaan digudang

e. Sisa akhir didalam kemasan

f. Tanggal pemeriksaan

(41)

2.5.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti

kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan

harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan

menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan. (Arisman, 2009)

a. Tenaga Penjamah Makanan a.1. Peranan Penjamah Makanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan republic Indonesia No.mor

942/MENKES/SK/VII/2003 : Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan

pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :

a. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare,

penyakit perut sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);

c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;

d. Memakai celemek, dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;

g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau

(42)

h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau

tanpa menutup mulut atau hidung.

a.2. Pelatihan Penjamah Makanan

Program pelatihan sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan untuk

menjamin mutu makanan. Setiap petugas yang berhubungan dengan penyelenggaraan

makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawab, antara lain penyakit yang

ditularkan melalui makanan serta cara-cara pengolahan makanan sehat. (Depkes,

2003)

a.3. Sarana Bagi Penjamah Makanan

Sarana hendaklah dipersiapkan sehingga tenaga penjamah makanan

memungkinkan untuk berperilaku hidup sehat. Sarana yang harus disiapkan oleh

pengelola pabrik tersebut antara lain :

1. Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat berfungsi menyimpan sebelum

bekerja

2. Loker khusus untuk karyawan yang berfungsi menyimpan barang-barang

bawaan karyawan

3. Adanya baju kerja yang khusus

4. Ruang istirahat tenaga penjamah makanan memadai

5. Tersedianya toilet yang memenuhi syarat kesehatan

6. Tersedinya tempat cuci tangan

7. Sarana tersebut disediakan untuk menghindari tenaga penjamah untuk

(43)

2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Penyimpanan makanan merupakan akhir dari proses produksi, setelah roti

matang lalu didinginkan beberapa jam. Roti termasuk makanan yang mudah busuk

dengan masa simpan 3-4 hari setelah keluar dari pemanggangan. Pembusukan roti

disebabkan oleh rusaknya protein dan pati, secara langsung pembusukan roti

disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Mudjajanto, 2009).

Prinsip penyimpanan makanan terutama ditujukan untuk :

1. Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri

2. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan

3. Mencegah timbulnya sarang hama

2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan

untuk disimpan, kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan,

bila cara pengangkutan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi

kualitasnya baik/buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Tempat/alat pengangkut

2. Tenaga pengangkut

3. Tekhnik pengangkutan

Syarat- syarat pengangkuatan makanan memenuhi aturan sanitasi:

1. Alat/tempat pengangkutan harus bersih

2. Cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi kontaminasi selama

(44)

3. Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari

4. Cara pengangkutan harus dilakukan dengan mengambil jalan singkat

2.5.6 Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan

Proses terakhir adalah penjualan/penjajaan/Penyajian makanan. Makanan

yang akan dijajakan tempatnya harus bersih, peralatan yang digunakan bersih,

sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan

tutup rambut. Tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang

disajikan. (Depkes RI, 2004)

2.5.6.1 Perlengkapan/Sarana Penjaja

Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan disarankan

menggunakan perlengkapan/sarana penjaja yang juga memenuhi syarat kesehatan.

Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat

sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran, antara lain

(DepKes RI, 2003):

1. Mudah dibersihkan

2. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran

3. Tersedia tempat untuk :

a. Air bersih

b. Penyimpanan bahan makanan

c. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan

d. Penyimpanan peralatan

(45)

2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004 ) 2.5.7.1. Kontaminasi

Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan

yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan menjadi 4

macam yaitu : (a) pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan; (b)

pencemaran fisik seperti rambut, debu tanah, serangga dan kotoran lainnya; (c)

pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen; serta (d)

pencemaran radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma dan sebagainya.

Ada 2 cara yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan yaitu :

a. Kontaminasi Langsung

Kontaminasi langsung pada makanan dapat terjadi karena adanya kontak

langsung makanan dengan lingkungannya. Sumber kontaminasi dapat berupa bahan

kimia dan biologi seperti bakteri yang terkandung dalam udara, tanah, dan air.

b. Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang merupakan perpindahan mikroorganisme ke makanan

melalui suatu media. Penyebab utama kontaminasi ini adalah manusia sebagai

pengolah makanan yang mampu memindahkan kontaminan yang bersifat biologis,

kimiawi dan fisik kedalam makanan ketika makanan tersebut diproses, dipersiapkan,

diolah atau disajikan.

2.5.7.2. Keracunan

Keracunan makanan adalah timbulnya gej ala klinis suatu penyakit atau

(46)

Terjadinya keracunan pada makanan disebabkan karena makanan tersebut telah

mengandung unsur-unsur seperti fisik, kimia dan biologi yang sangat membahayakan

kesehatan.

2.5.7.3. Pembusukan

Pembusukan adalah proses perubahan komposisi makanan baik sebagian atau

seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak

No.rmal. Pembusukan dapat terjadi karena pengaruh fisik, enzim dan mikroba.

Pembusukan karena mikroba disebabkan oleh bakteri atau cendawan yang tumbuh dan

berkembang biak di dalam makanan sehingga merusak komposisi makanan yang

menyebabkan makanan menjadi basi, berubah rasa, bau serta warnanya.

2.5.7.4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan yang secara sengaja

dilakukan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan dengan tujuan

meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya sehingga hal tersebut memberikan dampak buruk pada konsumen (Depkes,

2004).

Menurut Fatonah (dalam Moro, 2011) manfaat penerapan hygiene dan sanitasi

makanan yaitu : (1) menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi;

(2) mencegah penyakit menular; (3) mencegah kecelakaan akibat kerja; (4) mencegah

timbulnya bau yang tidak sedap; (5) menghindari pencemaran; (6) mengurangi

(47)

2.6. Tinjauan Umum tentang Keamanan Makanan

Kontaminasi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya

makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan

oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borne

disease).

Departemen kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi

lima kelompok yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit

dan penyebab bukan kuman. Sedangkan menurut Karla dan Blaker membagi menjadi

tiga kelompok yaitu : penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit.

Penjamah makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua

adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah

penyebab yang bukan mikroorganisme (Susanna, 2003).

Keamanan makanan dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

yang menentukan keamanan makanan diantaranya jenis makanan olahan, cara

penanganan bahan makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang

dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik pada makanan mentah maupun makanan

matang dan perilaku penjamah itu sendiri.

Purawidjaja (dalam Susanna, 2003) mengemukanan bahwa :”Upaya

pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani

makanan, tempat penyelenggaraan makanan; peralatan pengolahan makanan serta

(48)

keracunan makanan antara lain hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan

makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih”.

Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan

peraturan dalam memproses makanan dan mencegah terjadinya “food borne disease”.

Selain itu diperlukan pula pengumpulan data harian perihal makanan dan data

penyakit apabila wabah kejadian luar biasa (KLB). Dari pengalaman telah ditemukan

bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak adekuat dalam proses

memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang higinis, serta kebersihan

pelaksana/pekerja yang jelek (Mukono, 2006:140).

Untuk menjamin keamanan makanan tanggung jawab pengusaha jasa boga

adalah menyelenggarakan jasa boga yang memenuhi syarat-syarat hygiene dan

sanitasi. Pengusaha harus menciptakan hubungan yang saling percaya dengan pekerja

memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab serta

melibatkan mereka dalam evaluasi kesehatan.

2.7. Makanan Jajanan

Dengan meningkatnya penghasilan dan meluasnya peranan media massa

sampai ke tiap pelosok tanah air, makanan jajanan akan berperan lebih penting dalam

menu makanan kita. Hubeis (1995 : 149) mengemukakan bahwa wilayah studi IPB di

Jabotabek sekitar 30% penghasilan keluarga digunakan untuk membeli makanan

(49)

1. Lebih banyak orang bekerja atau sekolah dari pagi sampai sore sehingga makan

pagi atau makan siang dilakukan di tempat kerja/sekolah.

2. Orang tua lebih suka memberi uang saku untuk jajan daripada membuat bekal

makanan dan anak pun lebih senang dengan alasan lebih praktis dan tidak cepat

membosankan.

Selain karena kebiasaan makan, makanan jajanan juga mempunyai fungsi

antara lain (Muhilal, 1998) :

1. Makanan jajanan berfungsi sebagai sarapan pagi.

2. Bagi segolongan orang, makanan jajanan berfungsi sebagai selingan yang

dimakan di antara waktu makan makanan utama.

3. Makanan jajanan juga mempunyai fungsi sosial ekoNo.mi yang penting, dalam

arti pengembangan usaha makanan jajanan dapat meningkatkan status sosial

ekoNo.mi pedagang makanan jajanan.

4. Makanan jajanan dapat berfungsi sebagai makan siang terutama bagi mereka yang

tidak sempat makan siang di rumah.

5. Makanan jajanan sebagai penyumbang zat gizi dalam menu sehari – hari terutama

bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan.

Susanto (1986) mengamati mengapa anak-anak sekolah senang

mengkonsumsi makanan jajanan dan menemukan alasan sebagai berikut :

1. Anak sekolah tidak sempat makan pagi di rumah, keadaan ini berkaitan dengan

kesibukan ibu yang tidak sempat menyediakan makan pagi ataupun karena jarak

(50)

2. Anak tidak punya nafsu makan/lebih suka jajanan daripada makanan di rumah.

3. Karena alasan psikologis pada anak, jika anak tidak jajan di sekolah, anak ini

merasa tidak punya kawan dan merasa malu.

4. Anak biasanya mendapatkan uang saku dari orang tua yang dapat digunakan

untuk membeli makanan jajanan.

5. Walaupun di rumah sudah makan tetapi tambahan makanan dari jajan tetap masih

diperlukan oleh karena kegiatan fisik di sekolah yang memerlukan tambahan

energy (Susanto, 1986).

2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan

Sebagai makanan yang banyak diminati oleh masyarakat makanan jajanan

mempunyai aspek positif sebagai berikut (Wardiatmo,dkk, 1987):

1. Makanan jajanan sebagai penyumbang gizi yang cukup penting dalam menu

sehari-hari konsumen tertentu.

2. Makanan jajanan meningkatkan status sosial ekoNo.mi pedagang.

Selain mempunyai aspek positif makanan jajanan juga mempunyai aspek

negatif yaitu:

1. Kue yang dibeli biasanya terbuat dari tepung dan gula yang hanya mengandung

karbohidrat saja, walaupun ada zat gizi lain jumlahnya sangat sedikit.

2. Anak menjadi terlalu kenyang terutama bila frekuensi jajan sering.

(51)

2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi jajanan pada anak

sekolah dasar adalah :

1. Uang Saku

Menurut Engel, et al (1994), setiap orang membawa tiga sumber daya dalam

setiap sisi pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang, dan perhatian.

Berhubungan dengan sumber daya uang, maka seseorang akan menggunakan

uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk

barang atau jasa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang

biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik anak dari keluarga

berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan tinggi. Pemberian uang

saku kepada anak merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga

kepada anak untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan, baik untuk

keperluan jajan maupun keperluan lainnya, seperti untuk alat tulis, menabung dan

lain-lain. Namun, anak usia sekolah biasanya diberi uang saku untuk keperluan

jajan di sekolah. Pemberian uang saku ini memberikan pengaruh kepada anak

untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimilikinya

(Thoha, 2003). Salah satu alasan penting yang menyebabkan anak mengkonsumsi

makanan yang lebih beragam adalah peningkatan pendapatan yang dalam hal ini

adalah uang saku (Kurniawan, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001)

(52)

2. Ketersediaan Makanan Jajanan

Menurut Harper, et al (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan

makan individu pada tingkat masyarakat maupun nasional, adalah ketersediaan

pangan, pola sosial budaya, dan faktor individu. Ketersediaan bahan makanan

secara fisik meliputi produksi pangan, distribusi pangan, dan proses

penyimpanannya. Apabila tiga hal tersebut dapat berjalan dengan baik, maka

bahan makanan akan tersedia secara kontinu. Ketersediaan baik dalam keluarga

maupun lingkungan akan menentukan kebiasaan makan seseorang atau

sekelompok orang (Suhardjo, 1989).

3. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan

dalam ingatan (Engel et al, 1994). Pengetahuan termasuk di dalamnya

pengetahuan gizi, jajan dan makanan jajanan dapat diperoleh melalui pendidikan

formal dan pendidikan informal. Kekurangan pengetahuan tentang gizi atau

kemampuan untuk menerapkan informasi yang diperoleh dalam kehidupan

sehari-hari, merupakan salah satu penyebab yang penting dari gangguan gizi. Sebagian

besar anak tidak tahu alasan membeli makanan jajanan yang ditawarkan penjual.

Suatu hal yang meyakinkan pentingnya pengetahuan gizi berdasarkan pada tiga

kenyataan, antara lain (Muhilal, 1998):

a. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan atau keselamatan dan

(53)

b. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

memberikan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.

c. Penduduk dapat menggunakan pengetahuan gizi dengan baik untuk

kesejahteraan.

Rendahnya pengetahuan gizi akan dapat menimbulkan sikap acuh terhadap bahan

makanan. Walaupun bahan makanan tersebut cukup tersedia dan bergizi.

Pengetahuan gizi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari

berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk

dan kerabat dekat. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu,

sehingga berprilaku sesuai kenyataan tersebut.

4. Harga Makanan Jajanan

Perubahan harga berpengaruh terhadap besarnya permintaan terhadap pangan.

Bila harga pangan tinggi maka daya beli terhadap pangan berkurang (Mudanijah,

2004). Harga makanan jajanan anak Sekolah Dasar disesuaikan dengan

kemampuan daya beli anak. (Rahayu, 1995).

2.8. Anak Sekolah Dasar

Secara internasional pengelompokan Anak Sekolah dimulai pada usia 6 – 12

tahun, sedangkan pengelompokkan di Indonesia adalah usia 7 sampai 12 tahun

(Rahmawati, 2001). Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai akhir masa

kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya anak

(54)

bagi anak laki-laki. Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk

Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok umur

7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan.

Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia

sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis dan

jumlahnya. Pada usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah

sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang

dijual di sekitar sekolah, lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu

ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya. Kondisi yang demikian membutuhkan

perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang sehat

dan bergizi (Pertiwi, 1998).

Menurut Alford dan Bogle (1982), di usia sekolah ini keterlibatan anak di

beberapa kelompok aktivitas di luar rumah mengakibatkan menurunnya pengaruh

orang tua dan anggota keluarga terhadap kebiasaan makan anak. Dalam hal ini, teman

sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar daripada anggota keluarga dalam hal

penentuan kebiasaan makan. Anak juga cenderung untuk menuruti kata-kata gurunya

dalam segala hal termasuk makanan yang baik untuk dikonsumsi.

2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar

Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak harus

(55)

makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar tidak mencukupi kebutuhan

gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi pada anak sekolah dasar. Hal

ini akan dapat berakibat menurunnya konsentrasi belajar serta prestasi di sekolah.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar mengkonsumsi zat

gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan disebabkan karena jarang sarapan pagi,

pemilihan makanan jajanan yang kurang baik serta jarang mengkonsumsi sayuran dan

buah-buahan (Thoha, 2003). Angka kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan

rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan, umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi

(Muhilal dan Hardinsyah, 1998).

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004 bagi anak sekolah dasar

dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan per Orang per Hari Bagi Anak Usia Sekolah

Golongan Umur (tahun)

Energi (Kkal)

Protein (g) Pria

Wanita

7—9 1800 45

10—12 2050 50

10—12 2050 50

(56)

2.10. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat 2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin

Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh

seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan

oleh departemen pendidikan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional,

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan Negara.

Pendidikan dapat dikategorikan menjadi :

a. Tidak pernah sekolah

b. Dasar : SD sampai SMP

c. Menengah : SMU

d. Tinggi : perguruan tinggi.

( Saputra, 2015).

2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin

Pengertian Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

(57)

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang

diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) (Tim penyusun Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2002). (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).

Benjamin Bloom (1956), seorang ahli pendidikan, membuat klasifikasi

(taxonomy) pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai untuk merangsang proses

berfikir pada manusia. Menurut Bloom kecakapan berfikir pada manusia dapat dibagi

dalam 6 kategori yaitu :

1. Pengetahuan (Knowledge) : Mencakup ketrampilan mengingat kembali

faktor-faktor yang pernah dipelajari.

2. Pemahaman (Comprehension) : Meliputi pemahaman terhadap informasi yang

ada.

3. Penerapan (Application) : Mencakup ketrampilan menerapkan informasi atau

pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru.

4. Analisis (Analysis) : Meliputi pemilahan informasi menjadi bagian-bagian atau

meneliti dan mencoba memahami struktur informasi.

5. Sintesis (Synthesis) : Mencakup menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang

sudah ada untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola yang tidak

Gambar

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan per Orang
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Tabel 3.1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengujian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Jamah Haji di Kota Medan dapat disimpulkan sebagai berikut:. Jumlah penduduk muslim dikota

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara faktor umur, pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan rumah tangga

Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa faktor modal, harga dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang durian di

Lampiran 2.1 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Terhadap Telur Ayam Ras di Kecamatan Medan Kota Pasar

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap KPR di Kecamatan Medan Helvetia dengan variabel

Faktor pribadi secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih dan sehat anak Tatanan Rumah Tangga pada usia Sekolah Dasar di Dusun Karang Tengah Kelurahan

Hasil pengujian langsung oleh DKK-Banyumas menyatakan bahwa 90% jajanan anak terutama anak sekolah dasar di kabupaten Banyumas tidak sehat. Keberadaan kantin di

Ada hubungan penyuluhan kesehatan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan dengan perilaku pencegahan jajan diluar kantin Sekolah Dasar Negeri 060925 Kecamatan Medan Amplas, dari hasil