• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Faktor Risiko Cemaran Mikroba Pada Penjamah Makanan di Kantin Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Faktor Risiko Cemaran Mikroba Pada Penjamah Makanan di Kantin Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Kuesioner

KUESIONER PENGAMATAN FAKTOR RISIKO CEMARAN MIKROBA

PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016

Tanggal Wawancara : ……….

Nama Sekolah : .……….………...

Kecamatan : ………

Nama Penjamah : ………

Umur : ……… tahun

Jenis Kelamin : ... Pendidikan Terakhir : (a) SD (b) SMP

(c) SMU (d) PT Lokasi Dagang (pilih salah satu) : (a) Kantin sekolah

(2)

2

A. PHBS

1. Apakah Bapak/Ibu membuang sampah pada tempatnya?

a.Ya b.Tidak

2. Apakah Bapak/Ibu sudah memisahkan antara sampah organik dan anorganik?

a.Ya b.Tidak

3. Apakah sampah yang telah terkumpul dibuang setiap hari ke TPS?

a.Ya b.Tidak

4. Apakah Bapak/Ibu mempuyai jamban di rumah? a.Ya

b.Tidak (langsung ke pertanyaan No.6)

5. Jika Bapak/Ibu mempunyai jamban, dimana saluran pembuangan akhir kotorannya?

a.Langsung ke Sungai b.Septic Tank

6. Apakah seluruh keluarga Bapak/Ibu buang air besar di jamban?

a.Ya b.Tidak

7. Apakah Bapak/Ibu selalu cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar?

(3)

8. Apakah Bapak/Ibu mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun?

a.Ya b.Tidak

9. Apakah Bapak/Ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dan setelah buang air besar?

a.Ya b.Tidak

10. Jika ya, apakah Bapak/Ibu mencuci tangan dengan air mengalir?

a.Ya b.Tidak

B. PENYULUHAN UNTUK PEDAGANG MAKANAN JAJANAN

1. Apakah Bapak/Ibu pernah menerima kegiatan pembinaan penyuluhan untuk pedagang makanan jajanan?

a.Ya, Jika ya tentang ………

b.Tidak

2. Jika ya, dilakukan oleh siapa? a.Pihak sekolah

b.Petugas Kesehatan

(4)

4

C. PENGETAHUAN TENTANG CEMARAN MIKROBA

1. Pernahkah Bapak/Ibu mendapat informasi mengenai cemaran mikroba/bakteri?

a.Ya

c.Tidak (Langsung ke pertanyaan No.3)

2. Dari mana sumber informasi yang Bapak/Ibu dapat?

a.TV c.Internet/Sosial Media e.Lain, sebutkan….

b.Koran d.Puskesmas

3. Apakah menurut Bapak/Ibu mengetahui tentang penyakit akibat cemaran mikroba/bakteri?

a.Tahu b.Tidak Tahu

4. Apa penyakit yang disebabkan oleh cemaran mikroba/bakteri?

a.Demam tifoid c.Disentri e.Lain, sebutkan….

b.Diare d.Hepatitis A

5. Menurut Bapak/Ibu bagaimana cara penularan penyakit akibat cemaran mikroba/bakteri?

a.Dari makanan dan minuman yang dikonsumsi tercemar oleh kuman b.Dari ibu ke anak yang disusuinya

c.Dari air yang tidak direbus sampai mendidih d.Dari darah melalui suntikan

(5)

f Tidak Tahu

6. Menurut Ibu/Bapak apakah yang dapat menyebabkan seseorang tidak tertular penyakit akibat cemaran mikroba/bakteri?

a.Merebus air sampai mendidih sebelum digunakan b.Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar c.Memisahkan makanan mentah dan makanan matang d.Menjaga kebersihan makanan

e.Semua jawaban di atas benar f.Tidak tahu

7. Kemana biasanya Bapak/Ibu membawa anggota keluarga jika ada yang sakit?

a.Ke Puskesmas/RS/Dokter Praktek b.Tdk kemana-mana

(6)

1

Lampiran 2. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI FAKTOR RISIKO CEMARAN MIKROBA PADA PENJAMAH MAKANAN DI KANTIN SEKOLAH DASAR

KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2016 (Kepmenkes RI No.1098 Tahun 2003 tentang Higiene Rumah Makan dan Restoran)

NO OBJEK PENGAMATAN KATEGORI

YA TIDAK

Higiene penjamah makanan 1 Berdagang saat kondisi sakit

2

Tidak menderita penyakit mudah menular seperti batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenisnya

3 Menutup luka pada luka terbuka seperti bisul dan luka lainnya

4

Menjaga kebersihan: a. Tangan b. Rambut c. Kuku d. Pakaian

5

(7)

6 Mencuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah bekerja

7

Tidak menggaruk anggota badan (hidung, telinga, mulut dan anggota badan lainnya) ketika

mengolah makanan

8 Tidak makan atau menguyah saat mengolah makanan

9 Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan atau tanpa menutup hidung dan mulut

10 Tidak mengobrol saat mengolah makanan 11 Tidak merokok saat mengolah makanan

(8)
(9)

Gambar 1. Keadaan Kantin

(10)

Gambar 3. Cara penjamah menyajikan minuman

(11)

Gambar 5. Keadaan makanan yang dijajakan

(12)

Gambar 7. Wawancara langsung dengan Penjamah Makanan

(13)

Sebagai Sumber Keracunan Makanan. Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya. Palembang.

_______. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Kesehatan Lingkungan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Betty, Rehawati. 2004. Hygiene dan Sanitasi Pengelolaan Roti Kering Pada Dua Perusahaan Dikota Medan Tahun 2004. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.

Bloom, Benyamin. 1908. Psikologi Pendidikan. Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2011. Pentingnya Promosi Keamanan Pangan di Sekolah untuk Menyelamatkan Generasi Penerus. BPOM RI. Jakarta

Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman (HSMM). Buku Pedoman Akademi Penilik Kesehatan. Jakarta.

Direktorat Jendral PPM dan PL. 2014. Pedoman Tatalaksana Demam Tifoid. Kemenkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Diare Edisi 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2008. Buku Saku Pelaksanaan PHBS Bagi Masyarakat Di Wilayah Kecamatan. Kemenkes. Jakarta.

(14)

Direktorat Jenderal PPM dan PL. 2000. Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Direktorat Jenderal PP dan PL. 2010. Kursus higiene Sanitasi Makanan Minuman. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Djarismawati, dkk. 2004. Pengetahuan Dan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling Dalam Penggunaan Rhodamin B Di Pasar Tradisional Di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. No. 1. Vol. 3. Hal 7-12. Jakarta

Dzen, Sjoekoer. M, dkk. 2003. Bakteriologik Medik. Bayumedia. Malang.

Forbes, A Berty. 2007. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology. 12th ed. St.Louis : Mosby. p. 270

Jawetz. 1982. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Edisi Keempat Belas. Penerbit buku kedokteran. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII. 2003. Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Jakarta. Diakses tanggal 5 Desember 2015.

Khomsan, 2003. Pangan dan Gizi Untu Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kusmayadi, 2008. Cara Memilih dan Mengolah Makanan Untuk Perbaikan Gizi Masyarakat. http://database.deptan.go.id. Diakses tanggal 21 November 2015.

Labensky, S.L dan A.M. Hause. 1995. On Cooking: Techniques from Expert Chefs. New York

Meita, Shanty. 2011. Penyakit Saluran Pencernaan: Pedoman Menjaga&Merawat Kesehatan Pencernaan. Katahati. Jogjakarta.

Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press. Surabaya.

Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Noor, Nur Nasry. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit Rineka Cipta

(15)

Oginawati, K. 2008. Sanitasi Makanan dan Minuman. Penerbit Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI. 2011. Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta.

Prabu. 2008. Higiene dan Sanitasi Makanan. http//gmpg.org. Jakarta. Diakses tanggal 4 Januari 2016.

Purnawijayanti, Hasinta. 2001. Sanitasi Higiene & Keselamatan Kerja Dalam Pengolalaan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

Rubaya, Agus K, Sabarguna, Boy S, Sukmaniah, Sri. 2011. Sanitasi Makanan dan Minuman Menuju Peningkatan Mutu Efisiensi Rumah Sakit. Salemba Medika. Jakarta.

Sihite, R. 2000. Sanitation and Hygiene. Penerbit Sic. Surabaya.

Slamet, Soemirat, 2002. Kesehatan Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta Soemirat, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.

Bandung.

Sudarmadji, Slamet. 2011. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sumantri, E. 2010. Kesehatan Lingkungan & Perspektif Islam. Kharisma Putra Utama. Jakarta.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC. Jakarta

Zulkoni A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, Teknik Lingkungan. Nuha Medika. Yogyakarta

(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan metode kuantitatif untuk menggambarkan Faktor Risiko Cemaran Mikroba pada Penjamah Makanan di Kantin Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 14 Sekolah Dasar ( SD) di Kecamatan Medan Johor. Berikut merupakan jumlah penjamah makanan di kantin sekolah dasar Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016.

No. Nama Sekolah Jumlah Penjamah

1. SD Negeri 060927 2 orang

2. SD Negeri 060923 2 orang

3. SD Negeri 064034 2 orang

4. SD Negeri 064988 1 orang

5. SD Negeri 060930 2 orang

6. SD Negeri 064990 1 orang

7. SD Negeri 067690 2 orang

8. SD Negeri 067775 4 orang

9. SD Negeri 067774 2 orang

10. SD Negeri 067776 1 orang

11. SD SWASTA NURUL AZIZI 4 orang

12. SD SRIWIJAYA 3 orang

13. SD WR SUPRATMAN 2 7 orang

14. SD HARAPAN MANDIRI 5 orang

(17)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 sampai Agustus 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjamah makanan di kantin sekolah dasar Sekecamatan Medan Johor yang berjumlah 38 orang. Sekolah dasar yang menjadi tempat penelitian ini adalah :

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah penjamah makanan di kantin sekolah dasar Kecamatan Medan Johor yang diambil dari keseluruhan populasi yaitu 38 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh peneliti dari hasil wawancara langsung mengenai PHBS, penyuluhan untuk pedagang makanan jajanan dan pengetahuan penjamah tentang cemaran mikroba dengan menggunakan kuesioner serta observasi langsung mengenai higiene penjamah makanan.

3.4.2 Data Sekunder

(18)

56

3.5 Defenisi Operasional

1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah perilaku penjamah makanan dalam hal kebiasaan buang air besar, kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dan kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). 2. Kebiasaan buang air besar adalah perilaku penjamah makanan dalam

buang air besar pada jamban sehat.

3. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya adalah perilaku penjamah dalam membuang sisa makanan maupun bungkus makanan/minuman pada tempat sampah.

4. Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku penjamah dalam mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah makan dan setelah buang air besar.

5. Penyuluhan untuk pedagang makanan jajanan adalah pernah atau tidaknya menerima kegiatan pembinaan penyuluhan pedagang makanan jajanan dan oleh siapa pembinaan tersebut dilakukan.

6. Pengetahuan penjamah tentang cemaran mikroba adalah pengetahuan, pemahaman, yang dimiliki penjamah makanan mengenai apa itu cemaran mikroba, penyakit yang disebabkan cemaran mikroba, cara penularan dan pencegahan terjadinya cemaran mikroba.

(19)

8. Pemakaian penutup kepala, celemek/apron, sarung tangan dan masker adalah upaya preventif dimana penjamah makanan harus memakai penutup kepala, celemek/apron, sarung tangan dan masker selama bekerja.

9. Cuci tangan pakai sabun adalah upaya preventif dimana penjamah makanan harus cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah bekerja. 10. Kebersihan kuku, rambut, tangan adalah salah satu indikator yang harus

diperhatikan penjamah makanan sebagai salah satu upaya preventif.

11. Tidak memakai perhiasan adalah upaya preventif yang harus dilakukan penjamah makanan selama mengolah makanan dengan tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias.

12. Kondisi kesehatan adalah keadaan kesehatan seorang penjamah makanan. 13. Kebersihan pakaian adalah upaya yang harus dilakukan penjamah

makanan dengan memperhatikan kebersihan pakaian khusus yang hanya digunakan waktu bekerja saja.

14. Tidak merokok adalah upaya preventif yang harus dilakukan penjamah makanan dimana tidak merokok selama mengolah makanan.

15. Memenuhi syarat adalah keadaan dimana hasil observasi sesuai dengan standar yang ditetapkan menurut Kepmenkes RI No. 1098 MENKES/SK/VII/2003.

(20)

58

3.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah berupa kuesioner untuk melihat faktor risiko cemaran mikroba pada penjamah makanan di kantin sekolah dasar di Kecamatan Medan Johor yang meliputi PHBS, pengetahuan penjamah tentang cemaran mikroba. Untuk melihat faktor risiko penularan higiene penjamah makanan menggunakan lembar observasi.

Faktor Risiko Cemaran Mikroba pada Penjamah Makanan

1. PHBS

Berhubungan dengan PHBS diajukan 10 pertanyaan dengan total skor 20. Jawaban “benar’ diberi skor 2 dan jawaban “salah” diberi skor 1. Berdasarkan

jumlah skor maka kategori penilaian :

Baik : jika jawaban responden memenuhi 8-10 pertanyaan atau nilai ≥75 % dari total skor seluruh pertanyaan.

Buruk : jika jawaban responden tidak memenuhi <7 pertanyaan atau <75% dari total skor seluruh pertanyaan.

2. Pengetahuan Penjamah tentang Cemaran Mikroba

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penjamah tentang cemaran mikroba diajukan 7 pertanyaan dan pemberian skor hanya pada pertanyaan 3-6 saja. pertanyaan dengan total skor 8. Jawaban “benar” diberi skor 2 dan jawaban “salah” diberi skor 1.

(21)

Baik : jika jawaban responden memiliki skor 6-8 atau nilai ≥75 % dari total skor seluruh pertanyaan.

Buruk : jika jawaban responden memiliki skor <6 atau nilai < 75 % dari total skor seluruh pertanyaan.

3. Higiene Penjamah Makanan

Berhubungan dengan higiene penjamah makanan menggunakan lembar observasi sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Higiene Rumah Makan dan Restoran. Pengisian lembar observasi berupa pertanyaan yang menyajikan 2 jawaban “YA” dan “TIDAK”.

1. Memenuhi syarat kesehatan, jika semua variabel memenuhi persyaratan kesehatan atau 100 persen terpenuhi dari kriteria yang ada atau nilai ≥75 % dari total seluruh pertanyaan.

2. Tidak memenuhi syarat, jika terdapat satu atau lebih persyaratan kesehatan yang tidak terpenuhi atau nilai < 75 % dari total seluruh pertanyaan.

3.7 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa secara manual dengan memberikan kode atas jawaban responden yang ditabulasikan ke dalam tabel distribusi frekuensi. Analisis data yang dilakukan dengan analisa univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.

(22)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis, Batas dan Wilayah

Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman penduduk, daerah pengembangan wisata dan berada di kawasan pinggiran bagian selatan Kota Medan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas areal keseluruhan ± 1.696 Ha yang terdiri dari 6 kelurahan, memiliki 81 lingkungan dengan batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimoon dan Medan Polonia, Medan Kota, Medan Baru, dan Medan Selayang

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe dan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang

c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Medan Tuntungan

Luas wilayah Kecamatan Medan Johor adalah 1.696 ha yang terdiri dari 6

Kelurahan. Kelurahan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kelurahan Kwala

(23)

Jumlah penduduk Kecamatan Medan Johor diketahui bahwa Kelurahan Pangkalan Mashyur merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 37.284 jiwa, diikuti dengan Kelurahan Kwala Bekala 34.241 jiwa, Kelurahan Gedung Johor 29.388 jiwa, Kelurahan Titi Kuning 25.077 jiwa, Kelurahan Suka Maju 14.338 jiwa dan Kelurahan Kedai Durian 7.424 jiwa yang merupakan daerah dengan penduduk paling sedikit di Kecamatan Medan Johor. Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Johor meningkat dari 123.851 jiwa pada tahun 2011 menjadi 147.752 jiwa pada tahun 2014.

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karateristik Responden

Karateristik yang diamati meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan lokasi dagang. Hasil disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karateristik Penjamah Makanan Di Kantin Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016

NO Karateristik Responden Jlh Orang %

1 Umur

23- 36 Tahun 25 65,8

37-54 Tahun 13 34,2

Total 38 100,0

2 Jenis Kelamin

Laki-laki 13 34,2

Perempuan 25 65,8

Total 38 100,0

3 Pendidikan

SD 5 13,2

SMP 11 28,9

SMA 22 57,9

Total 38 100,0

4 Lokasi Dagang

Kantin Sekolah 20 52,6 Warung Sekitar Sekolah 8 21,1 Keliling (menetap) 10 26,3

(24)

62

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan umur penjamah makanan di Kantin SD Medan Johor, umur responden yang paling banyak adalah 23-36 tahun berjumlah 25 orang atau sebesar 65,8% dan responden paling sedikit berumur 37-54 tahun berjumlah 13 orang atau sebesar 34,2%.Berdasarkan jenis kelamin responden terbanyak adalah perempuan berjumlah 25 orang atau sebesar 65,8% sedangkan responden laki-laki berjumlah 13 orang atau sebesar 34,2%.Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA berjumlah 22 orang atau sebesar 57,9% dan responden dengan tingkat pendidikan paling sedikit adalah SD berjumlah 5 orang atau sebesar 13,2%.Berdasarkan lokasi dagang responden yang paling banyak berdagang adalah di kantin sekolah berjumlah 20 orang atau sebesar 52,6% dan paling sedikit berdagang di warung sekitar sekolah berjumlah 8 orang atau sebesar 21,1%.

4.2.2 Hasil Tinjauan Faktor Risiko Cemaran Mikroba pada Penjamah Makanan

Tabel 4.2 Distribusi Tinjauan PHBS sebagai Faktor Risiko Cemaran Mikroba pada Penjamah Makanan di Kantin Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016

NO PHBS n %

1 Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya

Baik 9 23,7

Buruk 29 63,2

Total 38 100,0

2 Kebiasaan buang air besar

Baik 17 44,7

Buruk 21 55,3

Total 38 100,0

3 Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Baik 3 7,9

Buruk 35 92,1

(25)

Dilihat dari Tabel 4.2 faktor risiko cemaran mikroba yang berkaitan dengan PHBS yang paling tinggi adalah kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan penilaian buruk berjumlah 35 orang atau sebesar 92,1% dan baik berjumlah 3 orang atau sebesar 7,9%. Selanjutnya variabel berisiko adalah kebiasaan membuang sampah pada tempatnya dengan penilaian buruk 29 orang atau sebesar 63,2% dan baik berjumlah 9 orang atau sebesar 23,7%. Kemudian varibel berisiko terendah adalah kebiasaan buang air besar dengan penilaian buruk 21 orang atau sebesar 55,3% dan baik berjumlah 17 orang atau sebesar 44,7%.

Tabel 4.3 Distribusi Tinjauan Program Penyuluhan sebagai Faktor Risiko Cemaran Mikroba Pada Penjamah Kantin Sekolah SD Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016

NO Penyuluhan n %

1

Menerima kegiatan pembinaan penyuluhan pedagang makanan jajanan

Ya 11 28,9

Tidak 27 71,1

Total 38 100,0

2 Pihak yang mengadakan penyuluhan

Tidak ada 27 71,1

a.Pihak Sekolah 6 15,8

b.Petugas Kesehatan 3 7,9

c.Tim Pengawasan Mutu &

keamanan pangan 2 5,3

Total 38 100,0

(26)

64

Tabel 4.4 Distribusi Tinjauan Pengetahuan sebagai Faktor Risiko Cemaran Mikroba pada Penjamah Makanan Di Kantin Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016

NO Pengetahuan Penjamah tentang Cemaran

Mikroba n %

1 Mendapat informasi mengenai cemaran

mikroba

Ya 11 28,9

Tidak 27 71,1

Total 38 100,0

2 Sumber Informasi

Tidak ada 27 71,1

a.TV 6 15,8

b.Koran 0 0

c.Internet/Sosmed 1 2,6

d.Puskesmas 4 10,5

Total 38 100,0

3 Pengetahuan tentang penyakit akibat

cemaran mikroba

Tahu 14 36,8

Tidak Tahu 24 63,2

Total 38 100,0

4 Penyakit yang disebabkan oleh cemaran

mikroba

Benar 13 34,2

Salah 25 65,8

Total 38 100,0

5 Cara penularan penyakit akibat cemaran

mikroba

Benar 27 71,1

Salah 11 65,8

Total 38 100,0

6

Tindakan yang dapat menyebabkan seseorang tidak tertular penyakit akibat cemaran mikroba

Benar 19 50,0

Salah 19 50,0

Total 38 100,0

7 Tempat tujuan jika ada anggota

keluarga yang sakit

a.Puskesmas/RS/Dokter 20 52,6 b.Tidak kemana-mana 2 5,3 c.Beli obat sendir 16 42,1

Total 38 100,0

(27)
(28)

66

Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Penjamah tentang Cemaran Mikroba sebagai Faktor Risiko Cemaran Mikroba

Pengetahuan Penjamah tentang

Cemaran Mikroba Jlh orang %

Baik 22 57,9

Buruk 16 42,1

Total 38 100,0

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa Pengetahuan sebagai faktor risiko cemaran mikroba termasuk baik dengan jumlah responden 22 orang atau sebesar 57,9%. Sedangkan responden dengan pengetahuan buruk sebanyak 16 orang atau sebanyak 42,1%.

4.2.3 Hasil Observasi Higiene Penjamah Makanan

Tabel 4.6 Distribusi Tinjauan Higiene Penjamah Makanan sebagai Faktor Risiko Cemaran Mikroba pada Penjamah Makanan di Kantin Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Johor Tahun 2016

NO Higiene Penjamah Makanan Ya Tidak Total

n % n % n %

1 Berdagang saat kondisi sakit 12 31,6 26 10,5 38 100,0 2 Tidak menderita penyakit mudah menular

(batuk,pilek,influenza,diare dan penyakit perut lainnya)

5 13,2 33 86,8 38 100,0

3 Menutup luka pada luka terbuka seperti

bisul dan luka lainnya 12 31,6 26 68,4 38 100,0 4 Menjaga kebersihan tangan, rambut,kuku

dan pakaian 23 60,5 15 39,5 38 100,0

5 Menggunakan celemek/apron,tutup kepala,masker dan sarung tangan saat bekerja

6 15,8 32 84,2 38 100,0

6 Mencuci tangan pakai sabun sebelum dan

setelah bekerja 26 68,4 12 31,6 38 100,0

7 Tidak menggaruk anggota badan (hidung,telinga,mulut dan anggota badan lainnya) ketika mengolah makanan

21 55,3 17 44,7 38 100,0

8 Tidak makan atau mengunyah saat

mengolah makanan 25 65,8 13 34,2 38 100,0

9 Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan

atau menutup hidung dan mulut 26 68,4 21

31,6

38 100,0

10 Tidak mengobrol saat mengolah makanan 26 68,4 12 31,6 38 100,0 11 Tidak merokok saat mengolah makanan 27 71,1 11 28,9 38 100,0 12 Tidak menggunakan perhiasan saat

mengolah makanan

18 47,4 20 52,6 38 100,0

(29)
(30)

68

(31)

4.7 Distribusi Higiene Penjamah Makanan

Higiene Penjamah Maknan Jlh orang %

Memenuhi syarat 12 31,6

Tidak memenuhi syarat 26 68,4

Total 38 100,0

(32)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Berdasarkan risiko cemaran mikroba pada PHBS terdapat kategori baik dan kategori buruk dalam setiap variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini didapat bahwa variabel tertinggi adalah kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS) sebagai faktor yang paling buruk sebanyak 35 orang dan variabel yang masuk ke dalam kategori baik adalah kebiasaan buang air besar sebanyak 17 orang.

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan virus maupun bakteri patogen dari tubuh, feces atau sumber lain ke makanan. Selain perilaku kebiasaan cuci tangan pakai sabun, yang menjadi faktor utama adalah lingkungan yang mendukung terjadinya penyebaran penyakit. Lingkungan tidak bersih tentu akan berdampak buruk baik pada lingkungan sekitar maupun pada manusia.

Hal ini sesuai hasil penelitian H.L.Blum di Amerika Serikat yang menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap kesehatan. Selain itu perilaku mempunyai andil nomor dua setelah lingkungan. Perilaku menjadi tolak ukur untuk melihat kebiasaan baik atau buruk seseorang.

Berdasarkan observasi langsung sebagian penjamah makanan masih saja mengabaikan pentingnya CTPS. Padahal CTPS salah satu faktor penting dalam penularan dan pemutusan mata rantai penyakit.

(33)

umum CTPS adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan menggunakan air mengalir dan sabun untuk menjadi bersih dan dapat memutuskan mata rantai bakteri patogen. Sabun yang digunakan merupakan media pembersih yang dapat membantu menghilangkan kotoran, bakteri yang menempel di tangan (Depkes RI, 2007).

Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah beraktifitas. Menurut Depkes RI (2011) berikut ini adalah 5 waktu kritis untuk mencuci tangan memakai sabun :

1. Sebelum makan

2. sehabis buang air besar 3. sebelum menyusui

4. sebelum menyiapkan makan 5. setelah menceboki bayi 6. setelah kontak dengan hewan.

Menurut WHO (2011) langkah-langkah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah sebagai berikut :

1. Basuh tangan dengan air mengalir.

2. Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.

3. Gosok punggung tangan dan sela – sela jari tangan kiri dan tangan kanan, begitu pula sebaliknya.

4. Gosok kedua telapak dan sela – sela jari tangan.

(34)

72

6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

7. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.

8. Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan lakukan sebaliknya.

9. Bilas kedua tangan dengan air.

10. Keringkan dengan lap tangan atau tissue.

Selain kurangnya kesadaran cuci tangan pakai sabun terlihat bahwa lingkungan di sekitar kantin kurang tertata rapi. Masih ada kantin yang tidak menyediakan tempat sampah, tidak tersedianya sarana air bersih, adanya vektor penyakit, sampah bungkusan makanan jajanan masih berserakan, adanya genangan air,dll.

Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi derajat kesehatan seseorang dan menjadi tolak ukur terciptanya manusia yang sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS terutama kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS).

5.2 Penyuluhan untuk Pedagang Makanan Jajanan

(35)

rutin diadakan oleh pihak yang seharusnya berkewajiban penuh dalam hal ini. Namun masih ada beberapa pedagang yang justru menolak diadakannya penyuluhan, belum lagi mereka keberatan adanya pengambilan sampel bukan hanya makanan yang didagangkan melainkan misalnya melalui swab (rectal swab) dan darah.

Penyuluhan merupakan salah satu alternatif dalam memberikan edukasi (pendidikan kesehatan) kepada masyarkat. Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan (Notoatmojo, 2007). Berbagai metode penyuluhan dapat dilakukan dengan metode ceramah, metode diskusi kelompok, metode bermain peran, metode demonstrasi,metode seminar dll. Perkembangan teknologi seperti saat ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk berkreasi dan berinovasi dalam mengembangkan edukasi kesehatan yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat.

5.3 Pengetahuan Penjamah tentang Cemaran Mikroba

(36)

74

masyarakat dalam mencari berbagai informasi yang dibutuhkan. Pada saat melakukan wawancara ada sebagian pedagang yang kurang memahami cemaran mikroba. Mereka mengaku baru pertama kali mendengar dan tidak pernah disosialisasikan oleh pihak terkait. Inilah yang menjadi satu kelemahan saat melakukan wawancara langsung ke masyarakat.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Benyamin, 1098). Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pentingnya peran serta petugas kesehatan dalam memberikan edukasi ke masyarakat akan berdampak positif terhadap tingkat pengetahuan masyarakat. Tujuan mengetahui pencemaran mikroba ini untuk mengurangi berbagai kemungkinan terjadinya risiko pencemaran mikroba baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu dengan pengetahuan yang baik penjamah makanan jadi terbiasa untuk selalu menjaga higiene dan sanitasi dalam pengelolaan makanan dan minuman.

5.4 Higiene Penjamah Makanan

(37)

Sekolah Dasar Kecamatan Medan Johor yang disesuaikan dengan Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang higiene Rumah Makan dan Restoran. Berdasarkan hasil observasi langsung didapatkan bahwa higiene penjamah makanan masuk ke dalam kategori tidak sesuai dengan ketentuan Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 sebanyak 26 orang.

Pada saat dilakukannya observasi higiene penjamah makanan para pedagang mengeluhkan kurangnya partisipasi dari sekolah dalam mengadakan kantin sehat. Salah satu informan mengatakan kurangnya perhatian pihak sekolah untuk merenovasi kantin mereka, padahal kebanyakan penjamah makanan rata-rata sudah lebih dari 5 tahun berjualan di kantin sekolah. Terlihat juga sebagian besar kantin sudah lama tidak direnovasi. Keadaan ini juga akan berpengaruh terhadap risiko terjadinya pencemaran mikroba, selain itu akan mempermudah perkembangbiakan vektor seperti lalat yang dapat mengganggu keindahan serta kualitas dari makanan yang dijajakan.

(38)

76

guru harus mengajarkan kepada siswa untuk cek label kemasan sebelum membeli. Kelima, selayaknya kantin sekolah mempunyai tempat cuci tangan.

Tersedianya sarana sanitasi dasar di sekolah seperti tempat sampah, kamar mandi yang bersih dan adanya wastafel minimal satu di depan kelas akan mengurangi penularan penyakit, seperti diare, tifus, disentri, dll. Salah satu yang harus diajarkan kepada siswa untuk mencegah terjadinya penularan penyakit adalah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).

(39)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS) terhadap penjamah makanan di kantin Sekolah Dasar Kecamatan Medan Johor diketahui termasuk ke dalam kategori buruk sehingga beresiko terjadinya cemaran mikroba pada penjamah makanan.

b. Penyuluhan untuk pedagang makanan jajanan terhadap penjamah makanan di kantin Sekolah Dasar Kecamatan Medan Johor diketahui tidak pernah dilakukan oleh pihak terkait sehingga beresiko terjadinya cemaran mikroba pada penjamah makanan.

c. Pengetahuan tentang cemaran mikroba terhadap penjamah makanan di kantin Sekolah Dasar Kecamatan Medan Johor diketahui termasuk ke dalam kategori baik sehingga tidak beresiko terjadinya cemaran mikroba pada penjamah makanan.

(40)

78

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hal yang dapat disarankan adalah :

a. Diharapkan pihak sekolah ikut berpartisipasi dalam pembangunan kantin sehat yang sesuai dengan ketetapan yang berlaku.

b. Diharapkan pihak sekolah menyediakan sarana air bersih dan tempat cuci tangan seperti wastafel dan sabun.

c. Diharapkan para pengelola kantin senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan dalam mengolah makanan serta memperhatikan sarana sanitasi dasar yang sudah dimiliki dan menggunakannya secara optimal, yaitu menggunakan tempat sampah yang tertutup, sisa makanan dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan menyediakan sabun pada jamban kantin. d. Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan dan

(41)

2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktifivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 1995)

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya. Misalnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan (Depkes RI, 2004).

(42)

10

minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

2.1.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Menurut Azwar (1995), sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam usaha higiene dan sanitasi adalah :

1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan.

2. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan.

3. Keamanan terhadap penyediaan air.

4. Pengolahan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan. 2.1.3 Pengertian Makanan

(43)

ekonom, makanan dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Makanan merupakan bagian budaya yang sangat penting (Khomsan, 2003).

Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Makanan sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di tentukan oleh macam makanan yang mengandung karbohidrat, protein,lemak,vitamin dan mineral (Mukono, 2006 ).

Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba pathogen, Oleh karenanya, untuk mendapat keuntungan yang maksimum dari manusia, perlu dijaga sanitasi makanan. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi (i) keracunan makanan, dan (ii) penyakit bawaan (Slamet, 2000).

2.1.4 Pengertian Sanitasi Makanan

(44)

12

konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra, 2007). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan di dalam upaya sanitasi makanan, yaitu :

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

(45)

tempat penyimpanan makanan. Faktor kimia disebabkan oleh adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat-obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain. Faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.

2.1.5 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Prabu, 2008).

Menurut Depkes RI (2007), tujuan higinene dan sanitasi makanan dan minuman adalah :

a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehtan konsumen.

b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan.

c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi.

Selain itu menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), tujuan dari higiene dan sanitasi makanan antara lain :

(46)

14

b. Mencegah penularan wabah penyakit.

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

2.1.6 Pemeriksaan Higiene Sanitasi

Menurut pemeriksaan higiene sanitasi dilakukan untuk menilai mutu higiene sanitasi rumah makan dan restoran berupa persyaratan lokasi dan bangunan,persyaratan fasilitas sanitasi, persyaratan dapur,ruang makan dan gudang makanan, persyaratan bahan makanan dan makanan jadi, persyaratan pengolahan makanan, persyaratan tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi, persyaratan penyajian makanan dan persyaratan peralatan. Nilai pemeriksaan ini dituangkan di dalam berita acara kelaikan higiene sanitasi dan berita acara pemeriksaan sampel/spesimen.

Pemeriksaan laboratorium terdiri dari : a. Cemaran kimia pada makanan negatif

b. Angka bakteri E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan c. Angka bakteri Salmonella Sp pada makanan negatif/25 g d. Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)

e. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada penjamah makanan yang diperiksa

(47)

2.1.7 Gangguan Kesehatan Akibat Makanan

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Slamet dalam Mulia, 2005). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila racun tadi tidak dapat diuraikan , dapat terjadi bioakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan (Mulia, 2005).

Peran makanan dalam penyebaran penyakit adalah : 1. Makanan sebagai penyebab penyakit (Agent)

Makanan sebagai penyebab penyakit biasa terjadi apabila dalam makanan tersebut sudah mengandung bahan yang menjadi penyebab langsung suatu penyakit, misalnya jamur beracun,ikan beracun dan adanya racun yang secara alamiah sudah mengandung racun.

2. Makanan sebagai pembawa penyakit (Vehicle)

(48)

16

3. Makanan sebagai media

Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan waktu yang cukup serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikroorganisme atau kuman penyakit, maka makanan akan menjadi media yang menguntungkan bagi kuman untuk berkembang biak dan apabila dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan (Mukono,2002).

[image:48.595.117.513.449.612.2]

Penyakit yang berhubungan dengan makanan maupun minuman disebut dengan food borne disease dan water borne disease. Penyakit yang ditularkan oleh mikroorganisme yang ada pada makanan/minuman tersebut biasanya berupa penyakit infeksi. Dibawah ini adalah mikroorganisme penyebab food and water borne disease (Mukono,2002).

Tabel 2.1 Beberapa Mikroorganisme penyebab Food and Water Borne disease

Sumber : Mukono, 2002

2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Menurut Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011, untuk mencapai tersedianya makanan yang sehat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka upaya higiene sanitasi makanan harus mendasarkan 6 prinsip, yakni upaya

Mikroorganisme Food and Water Borne Disease

Salmonella thyposa histolytica

Shigella Vibrio cholera Entamoeba dysentrie Spirochaeta

Virus hepatitis A Protozoa Parasit Thypus abdominalis Cholera Dysentrie amoeba Dysentrie baciler Leptospirosis Hepatitis A Giadiasis

(49)

pemilihan bahan makanan, upaya penyimpanan bahan makanan, upaya pengolahan makanan, upaya penyimpanan makanan masak, upaya pengangkutan makan masak dan upaya penyajian makanan.

2.2.1 Pemilihan Bahan Makanan

Pemilihan bahan baku haruslah yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran dan tidak ada ulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang sudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit yang terdapat di dalam makanan (Sumantri, 2010).

Pemilihan bahan makanan adalah pemilihan semua bahan baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No. 1098/MENKES/SK/VII/2003). Beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan adalah :

1. Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yag tidak jelas.

2. Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

(50)

18

4. Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu, seperti rumah potong pemerintah atau tempat potong resmi yang diawasi pemerintah, tempat pelelangan ikan resmi, dan pasar bahan dengan sistem pendinginan. 5. Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam (jeroan) yang poyensial mengandung bakteri.

6. Membeli daging unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin bakteri pada makanan.

Menurut Depkes RI (2011) ada 2 jenis bahan makanan, yaitu bahan makanan mentah (segar) dan bahan makanan terolah (olahan pabrik):

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, seperti :

a. Daging, susu, telur, ikan/udang, buah, dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa. Sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

b. Jenis tepung dan biji-bijian dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda, dan tidak berjamur.

c. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tecium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

(51)

a. Makanan dikemas harus mempunyai label dan merek, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak atau pecah, belum kadaluwarsa, dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.

b. Makanan tidak dikemas harus berbau dan segar, tidak basi, tidak busuk, tidak rusak, tidak berjamur, dan tidak mengandung bahan berbahaya. 3. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung

dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto, dan lain-lain.

Menurut Depkes RI (2004), sumber bahan makanan yang baik adalah : 1. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang

dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

2. Tempat-tempat penjualan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

2.2.2 Penyimpanan Bahan Makanan

(52)

20

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Menurut Betty (2004), mensyaratkan tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Ada 4 cara penyimpanan bahan makanan, yaitu :

a. Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100ºC-150ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

b. Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40ºC-100ºC untuk bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0ºC-40ºC untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam. Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

(53)

makanan yaitu dalam suhu yang sesuai, ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO). Sedangkan menurut Depkes RI (2004) dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat.

(54)

22

3. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

2.2.3 Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 2000). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan, tempat pengolahan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008).

Persyaratan pengolahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 , antara lain :

1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung ke tubuh.

2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan : a. Sarung tangan plastik.

(55)

c. Sendok garpu dan sejenisnya.

3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai : a. Celemek/apron.

b. Tutup rambut. c. Sepatu dapur. d. Berperilaku : 1) Tidak merokok

2) Tidak makan atau mengunyah

3) Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias 4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk

keperluannya

5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil

6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar 7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar

tempat rumah makan atau restoran

4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat vaksinasi chotypa dan buku kesehatan yang berlaku.

2.2.3.1Tenaga Penjamah Makanan

(56)

24

mempengaruhi penularan berbagai penyakit. Jika higiene penjamah baik maka kemungkinan besar resiko penularan penyakit juga akan semakin kecil dan sebaliknya.

Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Depkes RI (2003) antara lain :

1. Memiliki temperamen yang baik

2. Memiliki pengetahuan dan higiene perorangan yang baik seperti menjaga kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan kulit, kebersihan tangan (potong kuki dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3. Sehat berdasarkan surat keterangan sehat yang menyatakan: a. Bebas penyakit kulit

b. Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare c. Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

d. Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya e. Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (cholera, Thypus, dan

Parathypus)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi penjamah makanan (Depkes RI, 2000) adalah sebagai berikut :

(57)

dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan ukuran yang pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

3. Topi atau penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai topi atau penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan atau kebiasaan menggaruk kepala.

4. Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok selama pengolahan makanan.

2.2.3.2Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan. Menurut Depkes RI (2000), syarat- syarat proses pengolahan makanan adalah:

a. Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya.

(58)

26

d. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan, pembusukan, kerusakan dan pencemaran.

2.2.3.3Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan adalah tempat dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan yang ada (Cahyadi, 2008).

Syarat-syarat tempat pengolahan makanan menurut Depkes RI (2000) adalah sebagai berikut:

1. Lantai

Harus dibuat dari bhan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah.

2. Dinding dan Langit- langit

Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit harus terbuat dari bahan yang bewarna terang.

3. Pintu dan Jendela

(59)

lalu lintas lalat dan serngga lainnya.dengan demikian harus diperhatikan pintu masuk dan keluar harus selalu tertutup atau pintu yang harus bisa ditutup sendiri.

4. Ventilasi Ruang Dapur

Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10% dari luas lantai dan harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap serangga dan tikus.

5. Pencahayaan

Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat pengolahan makanan untuk dapat melihat dengan jelas kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain. Pencahayaa diruang dapur sekurang-kurangnya 20 fc, sebaikya dapat menerangi setiap permukaan tempat pengolahan makanan dan pada tempat-tempat lain seperti tempat mencuci peralatan, tempat cuci tangan, ruang pakaian, toilet, tempat penampungan sampah disamping itu selama pembersihan harus disediakan pencahayaan yang cukup memadai.

6. Pembuangan Asap

Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan juga harus dilengkapi dengan penyedot asap untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.

7. Penyediaan Air Bersih

(60)

28

8. Penampungan dan pembuangan sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran. Sampah harus dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering serta diusahakan pencegahan masuknya serangga ketempat pembuangan sampah. Disamping itu sampah harus dikeluarkan dari tempat pengolahan makanan sekurang-kurangnya setiap hari. Segera setelah sampah dibuang, tempat sampah dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan.

Ciri-ciri tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan antara lain: a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat.

b. Mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin, serta bentuknya dibuat halus.

c. Mudah diangkan dan ditutup.

d. Kedap air, terutama menampung sampah basah. e. Tahan terhadap benda tajam dan runcing.

9. Pembuangan Air Limbah

Harus ada sistim pembuangan limbah yang memenuhi. syarat kesehatan. Bila tersedia saluran pembuangan air limbah di kota, maka sistim drainase dapat disambungkan dengan alur pembuangan tersebut harus didesain sedemikian rupa sehingga air limbah segera terbawa keluar gedung dan mengurangi kontak air limbah dengan lingkungan diluar sistem saluran. 10. Perlindungan dari serangga dan tikus

(61)

tempat pengolahan makanan, oleh karena itu pengendaliannya harus secara rutin karena binatang tersebut bisa sebagai pembawa penyakit dan sekaligus menimbulkan kerugian ekonomi. Karena kebisaan hidupnya, mereka dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Mereka dapat memindahkan kuman secara mekanis baik langsung kedalam makanan/bahan makanan atau langsung mengkontaminasi peralatan pengolahan makanan dan secara biologis dengan menjadi vektor beberapa penyakit tertentu. Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan/disebarkan antara lain demam berdarah, malaria, disentri, pest. Infestasi serangga tikus, tikus dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi karena mereka merusak bahan pangan dan peralatan pengolahan makanan. 2.2.3.4Peralatan Pengolahan Makanan

Peralatan pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut (Depkes RI, 2011) :

1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.

2. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

3. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus atau ada sudut mati, rata, halus dan mudah dibersihkan.

(62)

30

5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung E.coli

6. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau detergent, serta dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm dan air panas 800 C.

7. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap dengan kain.

2.2.4 Penyimpanan Makanan Masak

Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara penyimpannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang masak memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi) (Depkes RI, 2007).

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan menurut Depkes RI (2004) adalah :

a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan. c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lainnya.

(63)

Menurut Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011, penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

2. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. a. Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.

b. Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman disimpan dalam ruangan tertutup dan bersuhu dingin (10°-18°C).

3. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku. 4. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan

first expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu. 5. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis

makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

6. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

(64)

32

Tabel 2.2 Lama Penyimpanan Makanan Jadi atau Masak

No. Jenis Makanan

Suhu Penyimpanan

Disajikan Akan segera Belum segera

dalam waktu Disajikan Disajikan

Lama

1.

Makanan kering 25º s/d 30ºC 2.

Makanan basah (berkuah)

>60º C - 10ºC 3. Makanan cepat basi

(santan, telur, susu) ≥65,5ºC -5º s/d -1ºC

4.

Makanan disajikan dingin 5º s/d 10ºC <10ºC

Sumber : Depkes RI Permenkes No.1096/MENKES/PER/VI/2011

2.2.5 Pengangkutan Makanan Masak

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu, dan kendaraan pengangkut itu sendiri. Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan, agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan (Chandra, 2007).

(65)

1. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

2. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.

3. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup. 4. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan

jumlah makanan yang akan ditempatkan.

5. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi).

6. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60ºC atau tetap dingin pada suhu 40ºC. 2.2.6 Penyajian Makanan

Proses terakhir dari prinsip higiene sanitasi makanan adalah penyajian makanan atau penjajaan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih, menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Soemirat, 2009).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan penyajian makanan adalah sebagai berikut :

1. Harus terhindar dari pencemaran.

(66)

34

4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih. 5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Di tempat yang bersih

b. Meja ditutup dengan kain putih atau plastik c. Asbak tempat abu rokok setiap saat dibersihkan

d. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci.

Prinsip penyajian makanan adalah sebagai berikut (Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003) :

1. Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran. 2. Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan harus terjaga

kebersihannya.

3. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih.

4. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60°C.

5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih. 6. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Di tempat yang bersih.

b. Meja di mana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup plastik berwarna menarik kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak tidak mutlak ada.

(67)

sambal dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut-mulutnya.

d. Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat dibersihkan.

e. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci.

2.3 Faktor Penyebab Makanan menjadi Berbahaya

Terdapat 2 faktor penyebab suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia, antara lain :

1. Kontaminasi

Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh : a.Parasit, misalnya, cacing dan amoeba.

b.Golongan mikroorganisme, misalnya, Salmonella dan Shigela. c.Zat kimia, misalnya, bahan pengawet dan pewarna.

d.Bahan-bahan radioaktif, misalnya, Kobalt dan Uranium.

e.Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti Stafilokokus dan Clostridium Botulinum.

2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi 3 golongan :

(68)

36

melumpuhkan sistem saraf dan napas.

b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning). c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi

dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agen penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contoh penyakitnya antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler.

2.4 Kontaminasi Makanan

(69)

Terdapatnya kontaminan dalam makanan dapat berlangsung melalui 2 cara, yaitu kontaminasi silang dan kontaminasi langsung. Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan makanan mentah, baik tanaman ataupun hewan yang diperoleh dari tempat hidup asal bahan makanan tersebut. Contoh kontaminasi jenis ini misalnya terdapatnya mikroba pada sayuran yang berasal dari tanah, air atau udara di sekitar tempat tumbuh tanaman. Sedangkan kontamianasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah maupun makanan masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam makanan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus peralatan, ataupun manusia yang menangani makanan tersebut. Dengan demikian, kontaminasi silang dapat terjadi selama makanan ada dalam tahap persiapan, pengolahan, pemasakan, maupun penyajian.

Dalam hal terjadinya kontaminasi makanan tersebut, sanitasi memegang 2 peran yang sangat penting yaitu :

1. Mengatasi permasalahan terjadinya kontaminasi langsung

2. Mencegah terjadinya kontaminasi silang selama penanganan makanan Macam kontaminan yang sering terdapat dalam makanan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu kontaminan biologis, kimiawi, dan kontaminan fisik.

2.4.1 Kontaminasi Biologi

Gambar

Gambar 1. Keadaan Kantin
Gambar 3. Cara penjamah menyajikan minuman
Gambar 5. Keadaan makanan yang dijajakan
Gambar 7. Wawancara langsung dengan Penjamah Makanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat,

Santi Imelda Gea : Hygiene Sanitasi Dan Analisa Cemaran Mikroba Yang Terdapat Pada Saus Tomat Dan Saus Cabai Isi Ulang Yang Digunakan Di Kantin Di Lingkungan Universitas

Penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara higiene kantin dengan kejadian diare pada penjamah makanan PT.. Metode : Penelitian ini menggunakan metode observasi

Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap perilaku higienis penjamah makanan di Kantin SMA Muhammadiyah 2 Surabaya

Borang soal selidik digunakan sebagai alat untuk mendapatkan data dan maklumat yang diperlukan iaitu untuk mengkaji persepsi guru terhadap perkhidmatan makanan di kantin

Penelitian yang dilakukan di Universitas Andalas mengenai perilaku penjamah makanan pada tahap pengolahan menunjukkan bahwa 39.2% penjamah makanan memiliki perilaku yang

Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat,

Pengukuran terhadap keberadaan E.coli pada makanan jajanan dan minuman akan dilakukan dua tahap yaitu : Pengambilan sampel makanan jajanan dan minuman pada Kantin Sekolah