• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sanitasi Dasar Kantin Dan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Sanitasi Dasar Kantin Dan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SANITASI DASAR KANTIN DAN TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

DI KECAMATAN MEDAN BARAT KOTA MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH

NIM. 071000130 RINA ARDHIANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN SANITASI DASAR KANTIN DAN TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

DI KECAMATAN MEDAN BARAT KOTA MEDAN TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 071000130 RINA ARDHIANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

GAMBARAN SANITASI DASAR KANTIN DAN TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

DI KECAMATAN MEDAN BARAT KOTA MEDAN TAHUN 2011

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 071000130 RINA ARDHIANA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 16 Maret 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji

dr. Wirsal Hasan, MPH NIP. 19491119 198701 1 001

Penguji II

NIP. 19681101 199303 2 005 Ir. Indra Chahaya S, M.Si

Penguji I

Ir. Evi Naria, M.Kes NIP. 19680320 199303 2 001

Penguji III

NIP. 19650109 199403 2 002 Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S

Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Institusi pendidikan memiliki sarana tempat penjualan makanan dan minuman yang khusus disediakan untuk murid, guru, dan staf administrasi, yaitu kantin sekolah. Keberadaan kantin untuk memudahkan terpenuhinya kebutuhan makanan dan minuman yang terlindungi dan terjamin kesehatannya. Oleh karena itu dibutuhkan sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan untuk mencegah datangnya vektor penyakit, salah satu diantaranya adalah lalat. Keberadaan lalat sebagai pembawa dan penyebar penyakit pada manusia, melalui penularan secara mekanis ataupun menyebabkan myasis sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung penyediaan tempat perkembangbiakannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sanitasi dasar kantin dan tingkat kepadatan lalat. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dilakukan pada 8 kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan. Data dikumpulkan melalui pengukuran kepadatan lalat dengan fly grill, wawancara, dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan keadaan penyediaan air bersih dan pembuangan air limbah seluruh kantin sekolah memenuhi syarat kesehatan. Namun jamban dan pembuangan sampah tidak memenuhi syarat karena tidak tersedianya sabun pada jamban dan tidak adanya tutup pada tempat sampah. Kepadatan lalat pada kantin sekolah antara 0-10. Kepadatan lalat yang memenuhi syarat terdapat pada air bersih dan saluran pembuangan air limbah sedangkan yang belum memenuhi syarat kesehatan yaitu > 0 terdapat di dekat etalase, tempat sampah, jamban dan meja makan.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada pengelola kantin untuk dapat lebih meningkatkan sarana sanitasi dasar yang sudah dimilikinya dan menggunakannya secara optimal serta menutup makanan dan meningkatkan kebersihan lingkungan sekitar kantin. Bagi petugas kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan dan pembinaan pada pengelola kantin dan pihak sekolah tentang sanitasi kantin dan bahaya lalat dan pentingnya aspek perilaku kesehatan terutama mencuci tangan dengan sabun dan menutup makanan.

(5)

ABSTRACT

Education institutions have facilities where food and beverage sales are reserved for students, teachers and administrative staff, the school canteen. The existence of the canteen to facilitate the fulfillment of the needs of food and beverages that are protected and guaranteed health. Therefore required eligible basic sanitation to prevent any future health of disease vectors, one of them is fly. The presence of flies as carriers and spreaders of disease in humans, through a mechanical transmission or cause myasis strongly influenced by the environment that supports the provision of breeding places.

This study is aimed to know the description of basic sanitation, canteen and density of housefly populations. This is a descriptive observational study conducted in 8 high school canteen in the District of West Medan. Data were collected by measuring the density of housefly populations with fly grill, interviews, and observation.

The results were obtained state of water supply and sewage disposal all eligible school canteen health. However, sewage and waste disposal are not eligible because soap is not met in the toilets and the lack of lid on the trash. The density of housefly populations in the school canteen is 0-10. It is qualified health of water supply and sewage disposal and not yet qualified health > 0 contained in the near window, trash, sewage and waste disposal and dining table.

Based on the results of this study is recommended to improving basic sanitation that they haved and use it optimally, close the food and improving the environment clean canteen. For health workers, is expected to improve counseling and guidance on the management of the school canteen and canteen sanitation and the danger of flies and the importance of behavioral aspects of health, especially washing your hands with soap and close the food.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rina Ardhiana

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 23 September 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 2 (dua) orang

Alamat : Jl. Karya Gg. Bersama No. 16 Medan

Riwayat Pendidikan :

Tahun 1993-1995 TK-TPA Al-Mukhlisin Medan

Tahun 1995-2001 SD Negeri 060849 Medan

Tahun 2001-2004 SMP Negeri 16 Medan

Tahun 2004-2007 SMA Negeri 18 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi kewajiban untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat, cinta dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis atas doa dan dukungannya selama ini kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Wirsal Hasan,MPH dan Ir. Evi Naria,M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, pemikiran dan kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam penelitian skripsi ini penulis juga mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

3. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak memberi pengarahan dan nasehat-nasehat selama penulis duduk di bangku kuliah.

4. Ibu Ir. Indra Chahaya S,M.Si dan Ibu Dr. Dra. Irnawati Marsaulina,M.S selaku dosen penguji II dan III yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya bapak/ ibu staf pengajar Departemen Kesehatan Lingkungan yang banyak membantu dan memberi pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepala Sekolah SMA Negeri 3, SMA Dharmawangsa, SMA Yos Sudarso, SMA Methodist 8, SMA Budaya, SMA Bunga Bangsa, SMA Laksamana Martadinata, dan SMA Methodist 5 Medan yang telah banyak membantu memberikan informasi.

7. Sahabat-sahabatku tercinta Nana, Rika, Pipit, Sheila, Fahma, Maya, Imel, Nia serta teman-temanku peminatan Kesehatan Lingkungan FKM USU angkatan 2007 Fifi, Lusi, Yulan, Dina, Kiki, Fanji, Adi, Adel, Devia, Popo, Eska, Sukma, Agnes, Retno, Izah, Faridah, Amel, Detta, Fira, Putri, dll yang telah memberikan dukungan dan doanya serta telah banyak memberi saran dan motivasi pada penulis.

(9)

Penulis juga mengucapkankan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, dukungan, bantuan dan doa selama ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat membawa manfaat terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca sekalian.

Medan, Pebruari 2011

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.Sanitasi ... 7

2.1.1. Penyediaan Air Bersih ... 7

2.1.1.1. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan ... 9

2.1.1.2. Sumber Air ... 11

2.1.2. Pembuangan Tinja (Jamban) ... 12

2.1.2.1. Pengertian Jamban ... 13

2.1.2.2. Jenis-jenis Jamban... 14

2.1.3. Pengelolaan Sampah ... 16

2.1.4. Pengelolaan Air Limbah... 19

2.2. Tempat-tempat Umum ... 21

2.3. Vektor ... 24

2.3.1. Lalat ... 25

2.3.2. Siklus Hidup Lalat... 27

2.3.3. Pola Hidup Lalat ... 29

2.3.4. Jenis-jenis Lalat ... 31

2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan ... 34

2.5. Kepadatan Lalat ... 34

2.6. Metode Pengendalian Lalat ... 37

2.6.1. Tindakan Perbaikan Lingkungan Hidup ... 37

2.6.2. Pengendalian Secara Biologi ... 38

2.6.3. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanis ... 39

(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Jenis Penelitian ... 41

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 41

3.2.2.Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1.Populasi ... 41

3.3.2.Sampel ... 42

3.4. Metode Pengambilan Data ... 42

3.4.1.Data Primer ... 42

3.4.2.Data Sekunder ... 42

3.5. Defenisi Operasional... 43

3.6. Aspek Pengukuran ... 45

3.7. Alat dan Bahan Penelitian ... 46

3.7.1. Alat Penelitian ... 46

3.7.2. Bahan Penelitian ... 46

3.8. Cara Kerja Penelitian ... 46

3.9. Teknik Analisa Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 49

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian... 49

4.2. Hasil Observasi Sarana Sanitasi Dasar Kantin... 51

4.2.1. Sarana Air Bersih ... 51

4.2.2. Sarana Pembuangan Tinja (Jamban)... 53

4.2.3. Sarana Pengelolaan Sampah ... 54

4.2.4. Sarana Pengelolaan Air Limbah ... 55

4.3. Tingkat Kepadatan Lalat ... 56

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1. Sarana Sanitasi Dasar Kantin ... 59

5.1.1. Sarana Air Bersih ... 59

5.1.2. Pembuangan Tinja (Jamban) ... 60

5.1.3. Pengelolaan Sampah ... 61

5.1.4. Pengelolaan Air Limbah ... 62

5.2. Tingkat Kepadatan Lalat ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

6.1. Kesimpulan ... 66

6.2. Saran ... 68

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Skema Penyebaran Penyakit Melalui Tinja... 12 Tabel 3.1. Daftar Jumlah Kantin Sekolah Menengah Atas

yang Berada di Kecamatan Medan Barat Kota Medan ... 42 Tabel 3.2. Pencatatan Kepadatan Lalat ... 47 Tabel 4.1. Kondisi Sarana Air Bersih Pada Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat

Kota Medan ... 52 Tabel 4.2. Kondisi Jamban Pada Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat

Kota Medan ... 53 Tabel 4.3. Kondisi Pembuangan Sampah Pada Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat

Kota Medan ... 54 Tabel 4.4. Kondisi Pembuangan Air Limbah Pada Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat

Kota Medan ... 55 Tabel 4.5. Kepadatan Lalat Dihitung dengan Fly Grill Pada Kantin

Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi Sanitasi Dasar Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011.

Lampiran 2. Gambar-gambar Lampiran.

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011.

(14)

ABSTRAK

Institusi pendidikan memiliki sarana tempat penjualan makanan dan minuman yang khusus disediakan untuk murid, guru, dan staf administrasi, yaitu kantin sekolah. Keberadaan kantin untuk memudahkan terpenuhinya kebutuhan makanan dan minuman yang terlindungi dan terjamin kesehatannya. Oleh karena itu dibutuhkan sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan untuk mencegah datangnya vektor penyakit, salah satu diantaranya adalah lalat. Keberadaan lalat sebagai pembawa dan penyebar penyakit pada manusia, melalui penularan secara mekanis ataupun menyebabkan myasis sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung penyediaan tempat perkembangbiakannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sanitasi dasar kantin dan tingkat kepadatan lalat. Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dilakukan pada 8 kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan. Data dikumpulkan melalui pengukuran kepadatan lalat dengan fly grill, wawancara, dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan keadaan penyediaan air bersih dan pembuangan air limbah seluruh kantin sekolah memenuhi syarat kesehatan. Namun jamban dan pembuangan sampah tidak memenuhi syarat karena tidak tersedianya sabun pada jamban dan tidak adanya tutup pada tempat sampah. Kepadatan lalat pada kantin sekolah antara 0-10. Kepadatan lalat yang memenuhi syarat terdapat pada air bersih dan saluran pembuangan air limbah sedangkan yang belum memenuhi syarat kesehatan yaitu > 0 terdapat di dekat etalase, tempat sampah, jamban dan meja makan.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada pengelola kantin untuk dapat lebih meningkatkan sarana sanitasi dasar yang sudah dimilikinya dan menggunakannya secara optimal serta menutup makanan dan meningkatkan kebersihan lingkungan sekitar kantin. Bagi petugas kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan dan pembinaan pada pengelola kantin dan pihak sekolah tentang sanitasi kantin dan bahaya lalat dan pentingnya aspek perilaku kesehatan terutama mencuci tangan dengan sabun dan menutup makanan.

(15)

ABSTRACT

Education institutions have facilities where food and beverage sales are reserved for students, teachers and administrative staff, the school canteen. The existence of the canteen to facilitate the fulfillment of the needs of food and beverages that are protected and guaranteed health. Therefore required eligible basic sanitation to prevent any future health of disease vectors, one of them is fly. The presence of flies as carriers and spreaders of disease in humans, through a mechanical transmission or cause myasis strongly influenced by the environment that supports the provision of breeding places.

This study is aimed to know the description of basic sanitation, canteen and density of housefly populations. This is a descriptive observational study conducted in 8 high school canteen in the District of West Medan. Data were collected by measuring the density of housefly populations with fly grill, interviews, and observation.

The results were obtained state of water supply and sewage disposal all eligible school canteen health. However, sewage and waste disposal are not eligible because soap is not met in the toilets and the lack of lid on the trash. The density of housefly populations in the school canteen is 0-10. It is qualified health of water supply and sewage disposal and not yet qualified health > 0 contained in the near window, trash, sewage and waste disposal and dining table.

Based on the results of this study is recommended to improving basic sanitation that they haved and use it optimally, close the food and improving the environment clean canteen. For health workers, is expected to improve counseling and guidance on the management of the school canteen and canteen sanitation and the danger of flies and the importance of behavioral aspects of health, especially washing your hands with soap and close the food.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI, 2000).

Sedangkan tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

(17)

pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan masyarakat, pengawasan farmasi dan alat kesehatan, pengawasan zat aditif, kesehatan sekolah, kesehatan olahraga, pengobatan tradisional dan kesehatan mata. Upaya-upaya tersebut telah dilaksanakan dalam pembangunan kesehatan namun hasilnya masih perlu ditingkatkan lagi agar derajat kesehatan masyarakat dapat lebih baik dan sesuai dengan arah dan kebijakan kesehatan yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1992).

Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip oleh Kusnoputranto (2000), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Dari keempat faktor tersebut, di negara yang sedang berkembang, faktor lingkungan dan faktor perilaku mempunyai peranan yang sangat besar disamping faktor-faktor lainnya terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Karena begitu besarnya pengaruh lingkungan ini, sehingga untuk meningkatkan status kesehatan perlu dilakukan upaya penyehatan lingkungan yang merupakan usaha pencegahan terhadap penyakit yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

(18)

manusia yang diperkirakan akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya ataupun kelangsungan hidupnya (Azwar, 1995). Salah satunya adalah tersedianya sanitasi dasar lingkungan.

Sarana sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah (tempat sampah). Sarana sanitasi dasar ini merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan kesehatan lingkungan (Azwar, 1995).

Salah satu lingkungan yang harus diperhatikan adalah lingkungan sekolah dimana di tempat tersebut terdapat anak-anak sekolah yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut adalah memelihara kebersihan kantin pada sekolah-sekolah.

(19)

Keberadaan lalat sebagai pembawa dan penyebar penyakit pada manusia, melalui penularan secara mekanis ataupun menyebabkan myasis sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung penyediaan tempat perkembangbiakannya. Jika tingkat kepadatan lalat tinggi pada kantin sekolah tersebut, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh lalat. Penyakit yang dapat ditularkan oleh vektor lalat antara lain diare, kolera, typus dan penyakit gangguan pencernaan lainnya (Chandra, 2007).

Penelitian Swandatitak (2008) menyebutkan bahwa sanitasi kantin di lingkungan Universitas Airlangga yang terdiri dari 12 kantin belum memenuhi syarat kesehatan. Dan indeks kepadatan lalat tertinggi adalah kantin FKM dengan nilai 18,8 dan termasuk dalam kategori populasi padat dan perlu dilakukan pengamanan.

Peneliti memilih sekolah sebagai objek penelitian selain karena seperti yang disebutkan diatas, juga karena mengingat masyarakat sekolah merupakan sekelompok masyarakat yang mempunyai andil besar dalam kelangsungan negara ini, maka perlu kiranya diperhatikan dan ditingkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik melalui salah satunya menciptakan lingkungan sekolah yang sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis, dan optimal yang nantinya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

1.2. Rumusan Masalah

(20)

Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran sanitasi dasar kantin dan tingkat kepadatan lalat pada kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui keadaan sarana penyediaan air bersih pada kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011.

2. Untuk mengetahui keadaan jamban pada kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011.

3. Untuk mengetahui keadaan sarana pembuangan sampah pada kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011.

4. Untuk mengetahui keadaan sarana pembuangan air limbah (SPAL) pada kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011.

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pengelola kantin sekolah di Kota Medan dalam peningkatan sanitasi dasar kantin sekolah dan dalam hal pengendalian lalat di kantin sekolah.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, sektor kesehatan, sektor pendidikan dan sektor lainnya yang terkait pada umumnya dalam rangka meningkatkan sanitasi dasar kantin pada sekolah di kota Medan.

3. Memberikan pengalaman dan tambahan ilmu pengetahuan bagi penulis pada waktu melaksanakan penelitian.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995).

Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah

(SPAL).

2.1.1. Penyediaan Air Bersih

(23)

tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana (Chandra, 2007).

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.

Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002).

1. Parameter Fisik

(24)

suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

2. Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3. Parameter Radioaktifitas

Dari segi parameter radioaktifitas, apapun bentuk radioaktifitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4. Parameter Kimia

(25)

2.1.1.1. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1. Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.

(26)

3. Water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4. Water –related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

2.1.1.2. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa (hujan), air

permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007).

1. Air Angkasa (Hujan)

(27)

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni dibandingkan air permukaan.

2.1.2. Pembuangan Tinja (Jamban)

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

(28)

lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusia. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (faeces) dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Skema Penyebaran Penyakit Melalui Tinja

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher

Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000)

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.

Tinja

Air

Tangan

Lalat/serangga

Tanah

Makanan dan minuman

Host Mati

(29)

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).

2.1.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes RI, 1995)

1. Tidak mencemari sumber air minum (untuk ini dibuat lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumber air).

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

(30)

4. Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan lama.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.

6. Luas ruangan cukup. 7. Ventilasi cukup baik.

8. Tersedia air dan alat pembersih. 9. Cukup penerangan.

2.1.2.2. Jenis-jenis jamban

Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja, antara lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2. Jamban air (Water latrine)

(31)

3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

4. Jamban bor (Bored hole latrine)

Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).

5. Jamban keranjang (Bucket latrine)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.

6. Jamban parit (Trench latrine)

(32)

kan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

7. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.

8. Jamban kimia (Chemical toilet)

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah.

2.1.3. Pengelolaan Sampah

Menurut Mubarak (2009), sampah diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya.

(33)

sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi, budaya, musim, kebiasaan masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah (Mubarak, 2009).

Sedangkan jenis sampah, dikenal beberapa cara pembagian, ada yang membaginya atas dasar zat pembentuk (Chandra, 2007), yaitu :

a. Sampah organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur dan buah. b. Sampah anorganik, misalnya logam, pecah belah, abu, dan lain-lain.

Adapun yang membaginya atas dasar sifat, yaitu :

a. Sampah yang mudah busuk b. Sampah yang tidak mudah busuk c. Sampah yang mudah terbakar d. Sampah yang tidak mudah terbakar

Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :

a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat penampungan akhir sampah (TPA).

(34)

Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :

1. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

2. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incinerator).

3. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk mencari makan dan ber-

kembang biak dengan cepat sehingga dapat mengganggu kesehatan manusia.

Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Tersedianya tempat sampah yang dilengkapi tutup (sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan).

2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah.

3. Tempat sampah tahan karat dan bagian dalam rata.

(35)

5. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkat oleh satu orang.

6. Tempat sampah dikosongkan setiap 1x24 jam atau 2/3 bagian telah terisi penuh. 7. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan pada

setiap tempat kegiatan.

8. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah.

9. Memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk.

10. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3x24 jam.

2.1.4. Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel yang dikutip oleh Chandra (2007), air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan.

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :

a. Air Buangan Rumah Tangga ( domestic waste water)

(36)

b. Air Buangan Kotapraja (minicipal waste water)

Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan, selokan, tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya.

c. Air Buangan Industri (industrial waste water)

Air buangan yang berasal dari berbagai macam industri. Pada umumnya lebih sulit pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung didalamnya, misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain.

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah

yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum. 2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah dan tidak dapat dicapai oleh anak-anak.

6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

(37)

berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

(38)

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

2.2. Tempat-tempat Umum

Tempat-tempat umum adalah suatu tempat dimana masyarakat ramai berkumpul untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Sanitasi tempat-tempat umum merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, maka tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit-penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian maka sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (Mukono, 2006).

(39)

1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum artinya masyarakat umum boleh keluar masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.

2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana masyarakat melakukan aktivitas tertentu.

3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-tempat umum tersebut.

4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.

Salah satu diantara tempat-tempat umum tersebut adalah restoran. Menurut UU RI No. 34 Tahun 2000, restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis tataboga atau catering.

Pengertian restoran menurut Marsum yang dikutip Anonimous (2008), restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasi secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada semua tamunya baik berupa makan dan minum.

Ada beberapa tipe restoran, yaitu:

a. Restoran main dinning room b. Restoran tradisional

(40)

e. Kafe

f. Warung tenda g. Kantin

h. Street food

Kantin biasanya berlokasi di kampus dan sekolahan, makanan yang di jual tidak terlalu banyak, misalnya bakso, siomay, batagor, minumannya hanya terdiri dari minuman kemasan atau minuman botolan.

Kantin hampir selalu ada di tia menjadi tempa merupakan prinsip para pengguna fasilitas kantin. Ramainya kantin disebabkan oleh obrolan siswa-siswi yang makan bersama. Kebanyakan murid menganggap penting kantin sebagai tempat bersosialisasi, tempat berkumpulnya seluruh angkatan (Wikipedia, 2008).

(41)

Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan persyaratan tertentu, sedangkan kantin dengan ruang terbuka (koridor atau halaman) harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dan minuman.

2.3. Vektor

Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).

Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat dibedakan atas dua cara, yakni (Azwar, 1995):

1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor tersebut menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga timbul penyakit. Contoh : nyamuk.

2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya bibit penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan manusia (umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh manusia maka timbul penyakit. Contoh : lalat.

2.3.1. Lalat

(42)

dengan sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah lalat. Lalat dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit typhoid fever, para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya (Azwar, 1995).

Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir di seluruh permukaan bumi. Sampai saat ini dijumpai lebih kurang 60.000-100.000 spesies lalat. Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan. Yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia canicularis).

Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).

(43)

1. Bakteri

Contoh : Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, Salmonella thyposa penyebab penyakit tifoid.

2. Parasit

Contoh : cacing (telur cacing) penyebab kecacingan. 3. Protozoa

Contoh : Entamoeba histolityca penyebab penyakit disentri. 4. Virus

Contoh : polio dan hepatitis.

Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, tipus, perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes RI, 2001).

(44)

1. Lalat suka hidup di tempat yang kotor, misalnya pada kotoran manusia, kotoran hewan, dan sampah.

2. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab serta tersedianya bahan makanan yang cukup.

3. Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk, serta bau dari makanan ataupun minuman yang merangsang.

4. Lalat tertarik pada cahaya lampu. 5. Lalat takut dengan warna biru.

Pengetahuan akan sifat lalat seperti ini, dapat dimanfaatkan untuk mencari atau menemukan sumber lalat, yakni dengan mencari tempat-tempat yang kotor seperti gundukan kotoran, tempat pembuangan sampah, kakus yang tidak bertutup ataupun pada bangkai hewan yang mungkin terdapat di pekarangan. Selain itu, dengan mengetahui sifat-sifat lalat, dapat pula diusahakan cara menghindari lalat yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dan perseorangan juga menutup makanan sehingga lalat tidak sempat datang atau menghinggapi makanan (Azwar, 1995).

2.3.2. Siklus Hidup Lalat

(45)

75-150 butir dalam sekali bertelur. Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 5-6 kali. Berikut masing-masing stadium dalam perkembangannya lalat (Wijayantono, 1992) :

1. Stadium Pertama (Stadium Telur)

Stadium ini berlangsung selama 12-24 jam. Bentuk telur lalat adalah oval panjang dan berwarna putih, besar telur 0,8-2 mm. Telur dapat dihasilkan oleh lalat betina sebanyak 150-200 butir. Lamanya stadium ini dapat dipengaruhi oleh faktor panas dan kelembaban, tempat bertelur dimana semakin panas semakin cepat menetas dan berlaku sebaliknya. Telur diletakkan pada bahan-bahan organik yang lembab seperti sampah, kotoran binatang, kotoran manusia atau bahan-bahan lain yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang membusuk.

2. Stadium Kedua (Stadium Larva atau Tempayak) Stadium ini terdiri dari 3 tingkatan yaitu : a. Tingkat I

Telur yang baru menetas disebut instar I, berukuran panjang 2 mm, berwarna putih, tidak bermata dan berkaki, sangat aktif dan ganas terhadap makanan, setelah 1-4 hari melepas kulit dan keluar menjadi instar II.

b. Tingkat II

Ukuran besarnya dua kali dari instar I, setelah beberapa hari maka kulit akan mengelupas dan keluar instar III dan banyak bergerak.

c. Tingkat III

(46)

sejuk untuk berubah menjadi kepompong.

3. Stadium Ketiga (Stadium Pupa atau Kepompong)

Pada stadium ini jaringan tubuh larva berubah menjadi jaringan tubuh dewasa, stadium ini berlangsung 3-9 hari atau tergantung suhu setempat yang disenangi lebih kurang 35°C. Pupa ini berwarna coklat hitam dan berbentuk lonjong. Pada stadium ini tubuh larva telah menjadi dewasa, kurang bergerak (tak bergerak sama sekali). Setelah stadium ini selesai maka melalui celah lingkaran pada bagian anterior akan keluar lalat muda.

4. Stadium Keempat (Stadium Lalat Dewasa)

Stadium ini adalah stadium terakhir yang sudah berwujud serangga yaitu lalat. Untuk menjadi lalat dewasa yang matang dan siap untuk melakukan perkawinan memerlukan waktu kurang lebih dari 15 jam. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4 minggu. Perlu kita ketahui faktor suhu setempat, kelembaban udara dan makanan yang tersedia berpengaruh terhadap pertumbuhan lalat baik dari telur hingga menjadi lalat dewasa.

2.3.3. Pola Hidup Lalat

Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992):

1. Tempat Perindukan

(47)

secara kumulatif sangat disenangi oleh larva lalat, sedangkan yang tercecer yang dipakai sebagai tempat berkembang biak lalat.

2. Jarak Terbang

Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia. Jarak terbang efektif adalah 450-900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.

3. Kebiasaan Makan

Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke makanan

yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari, seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.

Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makan yang basah, sedangkan makanan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih dahulu lalu dihisap.

4. Tempat Istirahat

(48)

5. Lama Hidup

Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperature. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin bisa mencapai 70 hari.

6. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada temperatur 21°C. Pada temperatur dibawah 7,5°C tidak aktif dan di atas 45°C terjadi

kematian pada lalat.

8. Kelembaban

Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Dimana kelembaban ini berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musim hujan lebih banyak daripada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makan pada waktu kecepatan angin yang tinggi.

9. Cahaya

(49)

2.3.4. Jenis-jenis lalat

1. Lalat rumah (Musca domestica)

Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut kesehatan manusia.

Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1 mm. Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan dalam retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan

larva-larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.

Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa. Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C, tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih dingin dan lebih kering.

(50)

Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah, kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras. Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang. Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu 4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup lengkap 8 hari pada kondisi yang menguntungkan.

Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C. Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang (Santi, 2001).

2. Lalat kecil (Fannia canicularis)

Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga

dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.

3. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)

Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan

(51)

4. Lalat hijau ( Lucilia sertica)

Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit manusia.

5. Lalat daging ( Sarcophaga)

Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myasis pada manusia.

2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan

(52)

Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2001).

2.5. Kepadatan Lalat

Upaya untuk menurunkan populasi lalat sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh lalat. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.

Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :

a. Tingkat kepadatan lalat

b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat c. Jenis-jenis lalat

Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan kehidupa n/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara lain (Depkes RI, 1992) :

a. Pemukiman penduduk

(53)

c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan pemukiman.

Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat dilakukan pada :

- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)

- Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali. Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan lalat antara lain :

a. Fly Grill

Fly Grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang disurvei

secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat tersebut yang bersudut tajam.

Fly grill ini dapat dibuat dari bilahan kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1

(54)

sebaiknya pemasangan bilahan pada kerangkanya mempergunakan kayu sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah dipakai.

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

1. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya

2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik 3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan

counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap

dihitung.

4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat

5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama 6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung

rata-ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.

Menurut buku petunjuk pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2 : tidak menjadi masalah [ rendah ]

3-5 : perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain) [sedang ]

(55)

>21 : populasi sangat padat dan perlu diadakan pengamanan terhadap tempat berkembangbiaknya lalat dan tindakan pengendalian [ sangat tinggi / sangat padat ] (Depkes RI, 1995).

b. Scudder grille

Scudder grille dapat dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan

cara diletakkan diatas umpan, misalnya sampah atau kotoran hewan, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas scudder grille itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung).

c. Sticky trap

Pemasangan sticky trap dilakukan untuk menjebak lalat dalam pemantauan populasi dan keberadaan lalat di lapangan. Pemasangan sticky trap dilakukan selama 24 jam. Populasi lalat yang tertangkap pada sticky trap dihitung dengan

menggunakan hand counter (alat penghitung).

2.6. Metode Pengendalian Lalat

Upaya pengendalian lalat yang efektif merupakan kunci keberhasilan program pengendalian lalat. Ada beberapa cara pengendalian yang dilakukan yaitu :

2.6.1. Tindakan Perbaikan Lingkungan Hidup

(56)

tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk merupakan tempat yang disenangi lalat. Tempat-tempat tersebut harus ditiadakan antara lain :

a. Sampah basah

Sampah ini harus dimasukkan ke dalam bak tertutup rapat sebelum dibuang

ke pembuangan akhir (penyimpanan sampah sementara di rumah tangga) sehingga lalat tidak dapat hinggap langsung. Untuk cara kerja yang efektif sampah dapat dimasukkan ke dalam karung plastik.

b. Tinja

Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti jamban yang menggunakan leher angsa.

c. Kotoran binatang

Kotoran binatang agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya lalat harus dijaga kebersihannya dengan cara membersihkan kandang ternak dan kotoran ternak.

d. Tumbuh-tumbuhan yang membusuk

Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang atau mati sebaiknya dibakar atau ditimbun.

2.6.2. Pengendalian Secara Biologi

(57)

cara ini bila minyak acorus calaus glius digosokkan pada lalat drosophila melango gaster, dari 200 telur yang dihasilkan hanya ada 6 telur yang menetas menjadi lalat

dewasa.

2.6.3. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanis

Pemberantasan ini hanya pelengkap karena hasilnya tidak begitu memuaskan, antara lain :

a. Dengan tindakan perlindungan / screening

Tindakan ini tidak untuk mengurangi jumlah lalat, namun sangat penting untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan dan minuman. Cara yang biasa digunakan yaitu pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela memberikan hasil yang efektif terhadap pencegahan serangga lalat masuk ke dalam rumah. Dengan demikian akan mengurangi bahaya terhadap kontaminasi makanan oleh lalat.

b. Dengan teori udara

Teori udara dibuat dengan meletakkan kipas angin diatas pintu masuk untuk mendapatkan aliran angin dengan tekanan yang cukup kuat untuk mencegah masuknya lalat ke dalam ruangan. Teori ini banyak dilakukan di perusahaan makanan dan restoran.

c. Electrocution

(58)

bagi manusia atau binatang besar lainnya. Namun hendaknya alat ini dipasang oleh instalator yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Pemukulan lalat

Pemukulan lalat yang tampaknya kuno dapat menjadi alat yang efektif di rumah dimana penghuninya tidak menyukai pestisida dalam bentuk apapun. Namun dari segi jumlah lalat yang dihasilkan tidaklah berarti untuk melakukan suatu pengendalian.

2.6.4. Pengendalian dengan Menggunakan Insektisida

Pengendalian lalat menggunakan insektisida dilakukan dengan menggunakan racun serangga. Penyemprotan residu insektisida dilakukan terhadap permukaan yang menjadi tempat hinggap lalat, tempat makan atau tempat beristirahat lalat, juga tempat hinggap pada malam hari sehingga waktu kontak lalat dengan insektisida cukup lama.

Agar pengendalian ini mendapatkan hasil yang memuaskan maka perlu didahului dengan survei untuk mendapatkan data-data mengenai :

1. Kepadatan lalat

2. Kerentanan lalat terhadap racun serangga 3. Fluktuasi dari kepadatan lalat

(59)

2.7. Kerangka Konsep

Sanitasi Dasar Kantin

1. Penyediaan Air bersih 2. Pembuangan tinja (jamban) 3. Pengelolaan sampah

4. Pembuangan Air Limbah

Tingkat Kepadatan Lalat Penghitungan lalat

dengan Fly Grill Memenuhi

syarat

Tidak memenuhi

(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah survei deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran sanitasi dasar kantin dan tingkat kepadatan lalat pada kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011 dengan menggunakan teknik survei dan observasi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 8 (delapan) kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada di Kecamatan Medan Barat Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

(61)
[image:61.610.112.513.119.369.2]

Tabel 3.1. Daftar jumlah kantin sekolah menengah atas yang berada di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011

No Nama SMA Populasi

1. SMA Negeri 3 4 kantin

2. SMA Laksamana Martadinata 2 kantin

3. SMA Budaya 1 kantin

4. SMA Yos Sudarso 1 kantin

5. SMA Dharmawangsa 4 kantin

6. SMA Methodist 5 1 kantin

7. SMA Methodist 8 1 kantin

8. SMA Bunga Bangsa 1 kantin

Jumlah 15 kantin

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah 8 kantin dari setiap sekolah diambil 1 (satu) kantin sekolah yang diambil dengan kriteria sebagai berikut :

1. Kantin sekolah memiliki sarana sanitasi dasar.

2. Di dalam kantin sekolah terdapat proses masak-memasak.

3. Kantin sekolah ramai dikunjungi oleh siswa-siswi pada sekolah tersebut.

3.4.Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

(62)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan kepustakaan lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

3.5. Definisi Operasional

1. Kantin adalah suatu tempat yang terdapat di sekolah yang menyediakan makanan dan minuman untuk makan dan minum siswa-siswi dan para guru di suatu sekolah.

2. Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan kantin yang sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, pembuangan tinja (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL).

3. Penyediaan air bersih adalah tersedianya air bersih yang digunakan untuk kegiatan di kantin sekolah yang memenuhi syarat kesehatan baik kualitas, kuantitas serta kontinuitas.

a. Sumber air bersih dari PAM/ sumur gali

b. Air untuk semua kebutuhan diperoleh dengan mudah sepanjang tahun c. Tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna

d. Di sekitar sumber air radius < 10 meter terdapat sumber pencemaran (air limbah /cubluk/ tangki septik/ sampah)

(63)

4. Pembuangan tinja /jamban adalah sarana yang digunakan untuk buang air besar dan air kecil yang terdapat pada kantin sekolah.

Jamban yang memenuhi persyaratan adalah :

a. Tidak mencemari sumber air minum (untuk ini dibuat lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumber air). b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. c. Jenis jamban leher angsa.

d. Tersedia air bersih yang cukup dan alat pembersih.

e. Letaknya tidak berhubungan langsung dengan dapur atau ruang makan. f. Lantai kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan.

g. Air limbah dibuang ke septik tank atau lubang peresapan yang tidak mencemari tanah

Tidak memenuhi syarat apabila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi.

5. Pengelolaan sampah adalah penanganan sampah yang ada, mulai dari penampungan, pengumpulan dan pengangkutan di kantin sekolah. Tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat adalah :

a. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air dan tertutup.

b. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah.

(64)

d. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah. e. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam

f. Disediakan tempat pengumpul sementara yang terlindung dari serangga, tikus, hewan lain.

g. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi yang terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3x24 jam.

Tidak memenuhi syarat apabila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi.

6. Pengelolaan limbah adalah sarana pembuangan air limbah yang ada di kantin sekolah. Persyaratan untuk pengelolaan adalah :

a. Air limbah mengalir dengan lancar b. Saluran kedap air dan tertutup.

c. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum d. Tidak menimbulkan bau

e. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

Tidak memenuhi syarat apabila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi.

(65)

8. Penghitungan lalat dengan fly grill adalah menghitung kepadatan lalat di kantin sekolah dengan menggunakan fly grill.

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran sanitasi dasar kantin di kantin sekolah menengah atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan yang meliputi penyediaan air bersih, pembuangan tinja (jamban), pembuangan air limbah, serta pengelolaan sampah dengan mengisi lembar observasi. Lembar observasi berupa pertanyaan yang mengajukan dua kategori jawaban yaitu “ya” dan “tidak”. Jika salah satu pertanyaan dari lembar observasi tidak terpenuhi, maka hal tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan.

Dan untuk menghitung tingkat kepadatan lalat dilakukan dengan menggunakan fly grill.

3.7. Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1. Alat penelitian

1. Fly Grill adalah alat yang digunakan untuk menghitung kepadatan lalat. 2. Stop Watch adalah alat yang digunakan untuk mengukur waktu.

3.7.2. Bahan Penelitian

1. Lalat rumah

3.8. Cara Kerja Penelitian

(66)

1. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya yaitu di dekat etalase, tempat sampah, SPAL, jamban dan meja makan.

2. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik 3. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan

counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap dihitung.

4. Jumlah lalat yang hinggap dicatat.

5. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama. 6. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung

rata-ratanya, maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.

Menurut buku petunjuk Depkes RI (1995) pemberantasan lalat penghitungan kepadatan lalat menggunakan fly grill sudah mempunyai angka recommendation control yaitu :

0-2 : tidak menjadi masalah [ rendah ]

3-5 : perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembang biak lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, dan lain-lain) [sedang ]

6-20 : populasi padat dan perlu pengamatan lalat dan bila mungkin direncanakan tindakan pengendaliannya [ tinggi ]

(67)
[image:67.610.108.528.97.257.2]

Tabel 3.2. Pencatatan Kepadatan Lalat

3.9. Teknik Analisa Data

Data diperoleh dari hasil observasi sanitasi dasar kantin dan dari hasil penghitungan kepadatan lalat diolah secara manual dan akan dianalisa secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan.

No Lokasi

Pengukuran 30 detik ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kota Medan merupakan salah satu kota di Sumatera Utara yang berbatasan deng

Gambar

Tabel 3.1. Daftar jumlah kantin sekolah menengah atas yang berada di Kecamatan Medan Barat Kota Medan tahun 2011
Tabel 3.2. Pencatatan Kepadatan Lalat
Tabel 4.1. Kondisi Sarana Penyediaan Air Bersih Pada Kantin Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun
Tabel 4.2. Kondisi Jamban Pada Kantin Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun dari keenam prinsip hygiene sanitasi pengelolaan bumbu siomay memenuhi syarat kesehatan baik itu dari pemilihan bahan

Tujuan : Penelitian ini dilakukan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata pada tahun 2010.. Metode :

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan guru yang berkerja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan 33%

KEBIASAAN BELAJAR FISIKA SISWA JURUSAN IPA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS KABUPATEN NIAS BARAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

berjudul HIGIENE DAN SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN SERTA TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA TEMPAT PEMBUATAN KERIPIK SANJAI BALADO DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT KOTA

terhadap higiene dan sanitasi pengelolaan makanan serta tingkat kepadatan lalat pada tempat pembuatan keripik sanjai balado di Kecamatan Payakumbuh Barat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru sekolah yang berkerja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan, tentang Obstructive Sleep

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan guru yang berkerja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan 33%