TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH
MENENGAH ATAS ( SMA ) TERHADAP KESEHATAN MATA
DI KOTA MEDAN
Oleh
KUHAPRIYA SELVARAJAH
NIM : 070100300
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TINGKAT PENGETAHUAN PELAJAR SEKOLAH
MENENGAH ATAS ( SMA) TERHADAP KESEHATAN MATA
DI KOTA MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
KUHAPRIYA SELVARAJAH
NIM : 070100300
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:
Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) Terhadap
Kesehatan Mata Di Kota Medan
Yang dipersiapkan oleh:
KUHAPRIYA SELVARAJAH
070100300
Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke
Seminar Hasil
Medan, 14 Disember 2010
Disetujui,
Dosen Pembimbing
...
ABSTRAK
Latar Belakang : Pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan mata merupakan penyebab tingginya kasus kebutaan di Indonesia. Angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5 persen dan adalah tertinggi di Wilayah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata pada tahun 2010.
Metode : Penelitian ini adalah suatu penelitian survey crossectional yang bersifat deskriptif. Data yang diperoleh dari responden melalui distribusi kuesioner kepada 120 siswa di entry kedalam SPSS (Statistical product and service solution) versi 17.0 dan hasil ditampilkan dalam tabel distribusi. Hasil dikategorikan kepada pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil keseluruhan yaitu 45.0% siswa berada dalam kategori tingkat pengetahuan baik, 51.7% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan cukup dan 3.3% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas X dan perempuan. Tingkat pengetahuan cukup terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas XI dan perempuan. Tingkat pengetahuan kurang terbanyak pada umur 17 tahun dan kelas XII.
Kesimpulan : Kesimpulan penilitian ini adalah bahwa rata-rata tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata adalah dalam tingkat pengetahuan cukup.
Saran : Penelitian ini boleh diambil sebagai patukan dalam mengedukasi remaja masa kini supaya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi terhadap kesehatan mata.
ABSTRACT
Background : Lack of knowledge about eye health is one of the causes for the high cases of blindness in Indonesia.The rate of blindness in Indonesia is at 1.5 percent and is the highest in the Regional World Health Organization (WHO) Southeast Asia.
Objective : This research was conducted to determine the level of knowledge in high school students in SMA Swasta Raksana Medan on the health of the eye.
Method : This study is a cross sectional survey and the research is descriptive. Data obtained from 120 respondents through a questionnaire had been entered into the computer program SPSS (Statistical Product and service solution) and results are shown in the table of distribution. The results are categorized into respondents with good knowledge, sufficient knowledge and lack of knowledge.
Results : The overall results show that 45% students are in the category of good
knowledge, 51.7% are in a adequate level of knowledge and 3.3% are in the category lack of knowledge. The highest level of knowledge are students aged 16 years, class X and women. The adequate level of knowledge is highest at the age of 16 years, class XI and women. The lack of knowledge are highest for students aged 17 year, and class XII.
Conclusion : The conclusion of this research is that the level of knowledge in the high school Raksana Medan on the health of the eye is at a sufficient level.
Recommendation : This research can be taken as a base in educating the young generation today for a better level of knowledge on the health of the eyes.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan kurniaNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah tulis ini dengan
judul “Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta
Raksana Kota Medan Terhadap Kesehatan Mata. Penulisan proposal seminar
karya tulis ini disusun sebagai satu syarat kelulusan menjadi sarjana kedokteran.
Selama penulis menyusun proposal ini telah banyak mendapatkan
bimbingan dan arahan dan untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih
sebesar-besarnya kepada dr. Evo Elidar, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran dan pengarahan sehingga proposal ini
dapat terselesaikan. Penulis juga berterima kasih kepada Dekan, Pembantu Dekan
dan seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moral dan
materi. Terima kasih juga kepada semua teman-teman yang turut banyak
membantu dengan memberikan ide-ide yang sangat membantu.
Penulis mengakui bahwa apa yang ditulis dalam Karya Tulis Ilmiah ini
adalah jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan saran, petunjuk dan
kritik yang membangun dari pembaca. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa, masyarakat dan pemerintah.
Medan, 14 Disember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ...i
Abstrak...ii
Abstract...iii
Kata Pengantar...iv
Daftar Isi ...v
Daftar Tabel...vii
Daftar Lampiran...viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Rumusan Masalah...2
1.3. Tujuan Penelitian...3
1.4. Manfaat Penelitian...3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemahaman Pengetahuan...4
2.2. Kesehatan Mata ...5
2.2.1. Anatomi dan Faal Mata………...5
2.2.2. Fungsi Refraksi Mata ………...8
2.2.3. Faktor Penyebab Gangguan Kesehatan Mata……...……...10
2.3. Peranan Kesehatan Mata Melalui Puskesmas………11
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep...16
3.2. Defenisi Operasional...16
3.3. Aspek Pengukuran ( Cara Ukur )………...17
3.4. Aspek Pengukuran ( Alat Ukur )………....17
3.5. Hasil Pengukuran………...17
3.6. Skala Pengukuran……….………..18
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian...19
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...19
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian...19
4.4. Teknik Pengumpulan Data ...21
4.4.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas...22
4.5 Teknik Penilaian/Skoring………....24
4.6. Pengolahan dan Analisa Data………....25
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian………26
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………...26
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden...26
5.1.3 Hasil Analisa Data……….27
5.2. Pembahasan……….32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan………..35
6.2. Saran………35
DAFTAR PUSTAKA...36
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner……….24
Tabel 5.1. Distribusi karakteristik responden yang mengikuti penelitian……..26
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jawaban responden mengikut soal kuesioner…28 Tabel 5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur...29
Tabel 5.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Derdasarkan Kelas SMA...30
Tabel 5.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis kelamin...31
Tabel 5.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Secara Umum...31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup
Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Kuesioner
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang : Pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan mata merupakan penyebab tingginya kasus kebutaan di Indonesia. Angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5 persen dan adalah tertinggi di Wilayah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata pada tahun 2010.
Metode : Penelitian ini adalah suatu penelitian survey crossectional yang bersifat deskriptif. Data yang diperoleh dari responden melalui distribusi kuesioner kepada 120 siswa di entry kedalam SPSS (Statistical product and service solution) versi 17.0 dan hasil ditampilkan dalam tabel distribusi. Hasil dikategorikan kepada pengetahuan baik, pengetahuan cukup dan pengetahuan kurang.
Hasil : Dari penelitian ini diperoleh hasil keseluruhan yaitu 45.0% siswa berada dalam kategori tingkat pengetahuan baik, 51.7% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan cukup dan 3.3% siswa dalam kategori tingkat pengetahuan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan baik terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas X dan perempuan. Tingkat pengetahuan cukup terbanyak pada siswa umur 16 tahun, kelas XI dan perempuan. Tingkat pengetahuan kurang terbanyak pada umur 17 tahun dan kelas XII.
Kesimpulan : Kesimpulan penilitian ini adalah bahwa rata-rata tingkat pengetahuan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Raksana Medan terhadap kesehatan mata adalah dalam tingkat pengetahuan cukup.
Saran : Penelitian ini boleh diambil sebagai patukan dalam mengedukasi remaja masa kini supaya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi terhadap kesehatan mata.
ABSTRACT
Background : Lack of knowledge about eye health is one of the causes for the high cases of blindness in Indonesia.The rate of blindness in Indonesia is at 1.5 percent and is the highest in the Regional World Health Organization (WHO) Southeast Asia.
Objective : This research was conducted to determine the level of knowledge in high school students in SMA Swasta Raksana Medan on the health of the eye.
Method : This study is a cross sectional survey and the research is descriptive. Data obtained from 120 respondents through a questionnaire had been entered into the computer program SPSS (Statistical Product and service solution) and results are shown in the table of distribution. The results are categorized into respondents with good knowledge, sufficient knowledge and lack of knowledge.
Results : The overall results show that 45% students are in the category of good
knowledge, 51.7% are in a adequate level of knowledge and 3.3% are in the category lack of knowledge. The highest level of knowledge are students aged 16 years, class X and women. The adequate level of knowledge is highest at the age of 16 years, class XI and women. The lack of knowledge are highest for students aged 17 year, and class XII.
Conclusion : The conclusion of this research is that the level of knowledge in the high school Raksana Medan on the health of the eye is at a sufficient level.
Recommendation : This research can be taken as a base in educating the young generation today for a better level of knowledge on the health of the eyes.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengurangan kesehatan mata menyebabkan gangguan penglihatan dan
seterusnya menyebabkan kebutaan. Kebutaan adalah ketidak mampuan untuk
melihat dalam jarak 3 meter atau kurang. Kebutaan bisa terjadi karena berbagai
alasan seperti cahaya tidak dapat mencapai retina, cahaya tidak terfokus
sebagaimana mestinya pada retina, retina tidak dapat merasakan cahaya secara
normal, kelainan penghantaran gelombang saraf dari retina ke otak dan otak tidak
dapat menterjemahkan informasi yang dikirim oleh mata. Beberapa penyakit yang
bisa menyebabkan kebutaan adalah seperti katarak, kelainan refraksi, ablasio
retina, retinitis pigmentosa, diabetes, degenerasi makuler, sklerosis multiple,
tumor kelenjar hipofisa dan glaukoma (Martine, 2007).
World Sight Day (WSD) adalah hari peringatan tahunan yang
diselenggarakan pada Kamis kedua bulan Oktober, untuk memfokuskan perhatian
dunia pada kebutaan dan penglihatan. Dari fakta yang ada diketahui bahwa
masalah kesehatan mata di dunia cukup memprihatinkan. Sekitar 314 juta orang di
seluruh dunia hidup dengan penglihatan yang rendah dan kebutaan.Dari jumlah
tersebut, 45 juta orang buta dan 269 juta orang memiliki penglihatan yang rendah.
145 juta orang memiliki penglihatan rendah disebabkan kegagalan refraksi yang
tidak dapat dikoreksi. Tanpa adanya intervensi yang efektif, jumlah orang buta di
seluruh dunia telah diproyeksikan meningkat menjadi 76 juta pada tahun 2020
(Martine, 2007).
Direktur Rumah Sakit Mata Cicendo dr. Kautsar Boesoirie dalam
sambutannya di peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) 2009
mengatakan bahwa “Berdasarkan data WHO 3 juta orang mengalami kebutaan di
Indonesia, lebih kurang 75 persen dari jumlah tersebut bisa dihindari. Namun
hingga kini masyarakat Indonesia belum tahu cara memelihara kesehatan mata”.
Angka kebutaan di Indonesia adalah 1,5 persen dan adalah tertinggi di
negara lain di Regional WHO Asia Tenggara yang cukup tinggi antara lain
Bangladesh (1,0 persen), India (0,7 persen), dan Thailand (0,3 persen).Tiap menit
ada 12 orang buta di dunia. Di Indonesia tiap menit ada 1 orang menjadi buta
(Altman, Machini, Bryant, & Gardner, 2000).
Upaya penanganan kesehatan mata di Indonesia telah dilaksanakan sejak
tahun 1967. Waktu itu diutamakan pada pemberantasan trakoma dan defisiensi
vitamin A. Sejak tahun 1984 Upaya Kesehatan Mata/Pencegahan Kebutaan sudah
diintegrasikan ke dalam kegiatan pokok puskesmas. Sedangkan Program
Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna di mulai sejak tahun 1987 lewat
rumah sakit maupun Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM). Selain
ditangani rumah sakit pemerintah dan swasta, ada BKMM di 11 provinsi (GYTS,
2006).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2009 menunjukkan angka
kebutaan tertinggi di Indonesia adalah di Provinsi Sulawesi Selatan (2,6%) dan
terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%). Menteri kesehatan (Menkes)
menyebut dari hasil Riskesda, 10 persen dari 66 juta anak usia sekolah menderita
kelainan refraksi. Angka untuk kelainan refraksi adalah sebanyak 32 persen pada
usia 6-16 tahun, di antaranya 81,9 persen belum mendapatkan koreksi kacamata.
Pada usia 17-29 tahun ditemukan 45,1 persen. Angka pemakaian kaca mata bagi
koreksi masih rendah, yaitu 12,5 persen dari prevalensi kelainan refraksi.
(Dawson & Trapp, 2001).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka diperlukan suatu penelitian.
Bagaimanakah tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA)
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan di
kalangan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap
kesehatan mata.
2. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan tingkat
pengetahuan di kalangan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di
Medan terhadap kesehatan mata.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Penelitian ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui hubungan
nutrisi dengan kesehatan mata.
2. Penelitian ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mata.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masyarakat
melakukan pemeriksaan mata secara rutin.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
1. Usaha Kesehatan Sekolah sehingga tingkat pengetahuan siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap kesehatan mata meningkat.
2. Hasil penelitian yang dikumpulkan dapat berguna untuk mendukung
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemahaman Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan
mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku
didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan yakni:
1. Tahu (Know).
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2. Memahami (Compression).
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Application).
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
4. Analisis (Analysis).
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu
suatu criteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden yang dipilih ( Notoatmodjo, 2002).
2.2. Kesehatan Mata
Kesehatan berdasarkan UU RI No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Pasal 1 menjelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan
ekonomis. Mata merupakan salah satu aset yang paling berharga sehingga harus
dijaga benar kesehatannya.Kesehatan mata adalah penting untuk mempertahankan
ketajaman penglihatan (visus) yaitu nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di
mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan dan kemampuan untuk
membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu.Kesehatan mata
penting untuk mencegah kebutaan (Martine, 2007).
2.2.1. Anatomi dan Faal Mata
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan
otak, untuk diterjemahkan. Adapun anatomi organ penglihatan dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu adneksa mata dan bola mata ( Perdami,
2005 ).
Adneksa mata merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari
kelopak mata, Konjungtiva, Sistem Saluran Air Mata (Lakrimal), Rongga Orbita
dan Otot-otot Bola Mata.Kelopak mata berfungsi melindungi mata dan berkedip
serta untuk melicinkan dan membasahi mata.Konjungtiva adalah membran tipis
yang melapisi dan melindungi bola mata bagian luar.Sistem Saluran Air Mata
(Lakrimal) menghasilkan cairan air mata, dimana terletak pada pinggir luar dari
alis mata.Rongga Orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi
oleh tulang-tulang yang kukuh.Otot-Otot Bola Mata adalah dimana
masing-masing bola mata mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi untuk
menggerakkan kedua bola mata secara terkoordinasi pada saat melirik ( Perdami,
2005 ).
Jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang, bola
mata terdiri dari kornea, sklera, bilik mata depan, uvea, pupil, lensa, badan kaca
(Vitreus) ,retina, dan papil saraf optik.Kornea disebut juga selaput bening mata,
jika mengalami kekeruhan akan sangat mengganggu penglihatan. Kornea bekerja
sebagai jendela bening yang melindungi struktur halus yang berada di
belakangnya, serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak
mengandung pembuluh darah. Sklera merupakan lapisan berwarna putih di bawah
konjungtiva serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras
untuk membentuk bola mata. Bilik Mata Depan merupakan suatu rongga yang
berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak. Uvea terdiri dari 3 bagian
yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris adalah lapisan yang dapat bergerak untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata.Badan siliar berfungsi
menghasilkan cairan yang mengisi bilik mata, sedangkan koroid merupakan
lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada
bagian mata. Pupil merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata,
dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris. Bila cahaya lemah, iris akan
Sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil mengecil sehingga
cahaya yang masuk tidak berlebihan.Lensa adalah suatu struktur biologis yang
tidak umum. Transparen dan cekung,dengan kecekungan terbesar berada pada sisi
depan ( Perdami, 2005 ).
Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya
yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada
retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul elastik yang dikaitkan pada korpus
siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium. Dengan mempergunakan otot
siliare, permukaan anterior lensa dapat lebih atau agak kurang dicembungkan,
guna memfokuskan benda-benda dekat atau jauh. Hal ini disebut akomodasi
visual. Badan Kaca (Vitreus) merupakan bagian terbesar yang mengisi bola mata,
disebut juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan
bening dapat meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina.Retina merupakan
reseptor yang peka terhadap cahaya. Retina adalah mekanisme persyarafan untuk
penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus optikus. Bila sebuah bayangan
tertangkap (tertangkap oleh mata) maka berkas-berkas cahaya benda yang dilihat,
menembus kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus guna merangsang
ujung-ujung saraf dalam retina. Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui
traktus optikus menuju daerah visuil dalam otak, untuk ditafsirkan. Kedua daerah
visuil menerima berita dari kedua mata, sehingga menimbulkan lukisan dan
bentuk. Papil Saraf Optik berfungsi meneruskan rangsangan cahaya yang diterima
dari retina menuju ke bagian otak yang terletak pada bagian belakang kepala
(korteks oksipita) ( Pearce, Evelyn, 1999 ).
Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada
retina adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu
terjadi dalam menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah
stasiun penghubung bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini
penglihatan. Sebagian stasiun penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam
tepi retina,terdapat lapisan-lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel
penglihat khusus yang peka terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang
kerucut-kerucut itu membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan bipoler
dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk sinapsis
kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini
merupakan serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut saraf ini
bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam
badan-badan khusus talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visuil khusus dalam lobus
oksipitalis otak, di mana penglihatan ditafsirkan ( Pearce, Evelyn, 1999 ).
2.2.2. Fungsi Refraksi Mata
Lensa memegang peranan penting dalam pembiasan (refraksi) cahaya.
Refraksi adalah pembiasan cahaya apabila cahaya memasuki media yang berbeda
kerapatannya (densitasnya) dengan arah miring. Pada saat berkas cahaya datang
dari udara melewati bangunan yang bening pada mata yang disebut media
refrakta, maka cahaya tadi akan dibengkokkan. Media refrakta meliputi kornea,
lensa, dan badan kaca. Lensa adalah bagian yang penting dalam proses ini karena
lensa membelokkan cahaya agar cahaya tadi dapat difokuskan (dipusatkan ) di
retina. Dari retina cahaya diubah ke dalam impuls cahaya yang dihantarkan
melewati nervus optikus ke pusat penglihatan di lobus oksipitalis otak. Apabila
lensa berada dengan jarak fokus yang sama, maka bayangan akan kabur apabila
objek didekatkan ke mata. Untuk dapat melihat objek yang didekatkan mata
dengan jelas harus terjadi perubahan kecembungan lensa untuk dapat mengubah
jarak fokus (jarak titik api). Proses ini disebut akomodasi. Akomodasi
dimungkinkan karena adanya zonula atau ligamentum suspensorium lentis yang
mengelilingi lensa,yang dikendalikan oleh muskulus siliaris. Apabila muskulus
siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium mengalami relaksasi (mengendor)
dan menambah kelengkungan lensa. Kejadian ini diiringi dengan konvergensi
mata dan konstriksi pupil untuk memungkinkan cahaya melewati bagian sentral
lensa. Pada mata normal dimungkinkan untuk melihat objek sedekat 25 cm (
Pearce, Evelyn, 1999 ).
Kelainan refraksi adalah hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh
panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan
benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti
Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat
melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang
masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang
berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia,
pungtum remotum terletak di depan mata. Secara klinis kelainan refraksi adalah
akibat kerusakan pada akomodasi visuil,dan ini adalah sebagai akibat perubahan
biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi
sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma
(Trisnowiyanto, 2002).
Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Pasien dengan miopia akan
menyatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut
pasien adalah rabun jauh. Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan
gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup
dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia
sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea. Presbiopia adalah gangguan
akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi
dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun,
akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan
sering terasa pedas. Kelainan refraksi karena kelengkungan kornea yang tidak
teratur disebut astigmatisma. Pada penderita astigmatisma, sistem optik yang
astigmatismatik menimbulkan perbesaran atas satu objek dalam berbagai arah
yang berbeda. Satu titik cahaya yang coba difokuskan, akan terlihat sebagai satu
telur, bukannya seperti kornea biasa yang bulat sferik. Kornea yang bulat telur
memiliki lengkung (meridian) yang tidak sama akan memfokus satu titik cahaya
atau satu objek pada dua tempat, jauh dan dekat. Lensa yang digunakan untuk
mengatasi astigmatisma adalah lensa silinder. Katarak adalah penurunan progresif
kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau berwarna putih abu-abu, dan
ketajaman penglihatan berkurang, Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva
akibat suatu proses infeksi atau respons energy (Youngson, Robert. 1995).
2.2.3. Faktor Penyebab Gangguan Kesehatan Mata
Kesehatan mata seseorang tergantung pada pelbagai faktor. Hal ini
disebabkan antara lain oleh faktor-faktor seperti kuat penerangan atau
pencahayaan. Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari
beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari.
Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat
terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari dengan pencahayaan
buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya, tetapi kelelahan
relatif bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan mempertinggi kecelakaan.
Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek kualitas
pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan
pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini
dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dalam
ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap
berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras silau menyebabkan
kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan irritasi, mata
berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis), penglihatan rangkap
,sakit kepala, ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap
perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan serta kekuatan
menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun. Waktu Papar juga bisa
menyebabkan gangguan pada ketajaman penglihatan. Pemaparan terus menerus
misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam kerjanya melebihi 40
dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat
(Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990:101). Meskipun terjadi
keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7
jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada
akhirnya menyebabkan kelelahan mata. Bagi faktor umur, kesehatan mata
berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40
tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras
dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang
sama.Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna
kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan
kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang.
Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata, sedang titik jauh pada umumnya tetap
saja (Sidarta, 1997).
2.3. Peranan Kesehatan Mata Melalui Puskesmas
Angka kebutaan di Indonesia diperkirakan sekitar tahun 1982 yaitu 1,3%
dari jumlah penduduk, di antaranya kebutaan tersebut dapat dicegah dan diobati.
Pada umumnya pelayanan kesehatan mata, terutama dititikberatkan pada
pelayanan individu. Selama orientasi kita masih terpaku pada pelayanan individu,
maka kebutaan akan bertambah terus yang mungkin pada akhir abad kedua puluh
dapat berlipat ganda. Pengetahuan mengenai pencegahan dan pengobatan trakoma
atau xeroftalmi, telah kita kuasai, demikian juga memperbaiki ketajaman
penglihatan pada katarak dengan berbagai operasi, maupun keratoplasti pada
kerusakan kornea. Tetapi yang menjadi masalah utama ialah bagaimana cara
penerapannya pada seluruh bangsa Indonesia. Untuk mencapainya, tentu perlu
koordinasi yang mantap dalam pelayanan kesehatan mata, dalam usaha
pencegahan kebutaan dan penurunan fungsi penglihatan (Sidarta, 1997).
Sejak 1979/1980 telah dimulai pelayanan kesehatan mata melalui
Puskesmas, yang merupakan pintu gerbang utama dalam pelayanan kesehatan,
yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Menurut terminologi W.H.O.
merupakan bagian integral dari Puskesmas, yang meliputi usaha-usaha
peningkatan pencegahan dan pengobatan terhadap individu dan masyarakat, di
mana masyarakat merupakan sasaran utama dari pelayanan tersebut
(Trisnowiyanto, 2002).
Tujuan Primary Eye Care (P.E.C) adalah melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan mata yang diintegrasikan di Puskesmas, yang berhubungan
langsung dengan masyarakat, sehingga angka kesakitan mata dapat ditekan dan
kebutaan serta kemunduran fungsi penglihatan dapat dihilangkan. Dalam
usahanya mencapai tujuan dari Primary Eye Care maka dibuat kebijakan
(Trisnowiyanto, 2002).
Penduduk yang berpenghasilan rendah, baik yang tinggal di desa maupun
di kota, mendapat prioritas dalam pelayanan kesehatan mata.Pelayanan terutama
ditekankan pada usaha peningkatan kesehatan mata, pencegahan dan
pengobatan.Pelayanan kesehatan mata mengutamakan pelayanan penderita yang
berobat jalan. Sistem pelayanan kesehatan mata berorientasi pada masyarakat
dengan partisipasi aktif mereka.Demi keberhasilan kegiatan Primary Eye Care
peranan dokter Puskesmas dan para medik, yang mendapat pendidikan tambahan
di bidang Ilmu Kesehatan Mata sangat penting. Karenanya dokter Puskesmas
beserta stafnya perlu mendapat penyegaran dan latihan mengenai pengetahuan
kesehatan mata, sehingga mereka terampil dalam pekerjaannya di Puskesmas
(Sidarta, 1997).
Antara peran dokter beserta staf adalah membuat diagnosa dini dan
pengobatan dini dari penyakit mata yang terbanyak pada masyarakat. Melakukan
operasi kecil seperti entropion, ektropion, insisi hordeolum, kalasion, pengeluaran
benda asing dikornea dan abses kelopak mata. Melakukan pertolongan pertama
pada glaukoma kongestif akut, hifema, ulkus kornea dan trauma. Melaksanakan
rujukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri ke tingkat yang lebih tinggi
contohnya mata merah dengan penurunan visus, katarak dengan visus yang buruk
serta ambliopia.Melaksanakan pengawasan lanjut, pada kelainan-kelainan mata
sebelum dirujuk misalnya kata rak stadium imatur, yang belum dirujuk, bila
meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakatMembuat laporan dan
pencatatan kasus dengan memperhatikan nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, keluhan dan gejala, diagnosa dan pengobatan yang diberikan. Melakukan
case finding, baik aktif, maupun pasif, untuk kasus-kasus yang didapat di Primary
Eye Care ataupun di lapangan.Melaksanakan pemeriksaan ketajaman penglihatan
memakai Optotipe Snellen. Jika tajam penglihatan tak dapat mencapai 5/10
sebaiknya rujuk. Pemeriksaan tonometri, terutama untuk orang yang berusia 40
tahun atau lebih, memakai tonometer Schiotz, guna menemukan glaukoma secara
dini. Melakukan pengobatan sesual seperti pada xeroftalmia, konjungtivitis
gonore dan nongonore, trakoma, trauma mata tanpa penurunan tajam penglihatan
dan lain-lain (Darling, Vera, dan Margaret, 1996).
2.4. Penjagaan Kesehatan Mata
Pilihan makanan sangat berpengaruh terhadap kesehatan mata. Penelitian
menemukan kalau nutrisi berperan penting dalam menjaga kesehatan mata dan
mencegah penyakit mata yang berkaitan dengan usia seperti Age-Related Macular
Degeneration (ARMD), katarak, Glaucoma and Diabetic Retinopathy.Sebuah
studi yang dilakukan National Eye Institute (NEI) menunjukkan kalau vitamin dan
nutrisi tertentu merupakan kunci utama mencegahan penyakit mata. Nutrisi dan
vitamin tertentu tersebut bisa mencegah penyakit utama mata yang berkaitan
dengan usia hingga 39%.Salah satu kandungan dalam makanan yang berperan
dalam menjaga kesehatan mata adalah lutein. Lutein merupakan antioksidan
karotenoid yang banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran. Lutein ini juga
merupakan pigmen yang memberikan warna kuning dan orange pada sayuran.
Antioksidan ini dipercaya sangat penting untuk menjaga kesehatan mata karena
bisa melindungi dari katarak dan degenerasi macular. Hal ini biasanya terjadi di
area macula retina. Macula merupakan bagian retina yang bertanggung jawab
dalam hal penglihatan sentral (central vision). Central vision ini hilang pada
mereka yang mengalami degenerasi macula. Beberapa studi juga telah
menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi lutein dengan pengurangan
mata, pengaturan pilihan makanan adalah penting.
Alpukat merupakan salah satu dari makanan yang padat nutrisi untuk mata.
Alpukat mengandung lebih banyak lutein dibandingkan dengan buah lainnya. Zat
ini sangat penting untuk mencegah degenerasi macular dan katarak. Selain itu,
buah ini juga merupakan sumber yang kaya akan nutrisi yang penting untuk mata
seperti vitamin A, vitamin C, vitamin B6, dan vitamin E.Wortel sudah lama
dikenal sebagai makanan yang baik untuk mata. Hal ini karena makanan ini kaya
akan beta karoten. Beta karoten akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin A yang
berperan penting dalam proses bioelektrik di mata. Selain itu, juga bisa membantu
tubuh melepaskan radikal bebas.Brokoli kaya akan vitamin C, kalsium, lutein,
zeaxanthin, dan sulforaphane.Telur kaya akan nutrisi mata seperti vitamin A,
seng, lutein, lecithin, B12, vitamin D, dan cysteine.Bayam merupakan sumber lain
yang kaya vitamin A. Bayam juga mengandung nutrisi yang baik untuk mata
seperti lutein dan zeaxathin.Sama seperti bayam, kol juga kaya akan vitamin A,
lutein, dan zeaxathin.Tomat kaya akan vitamin C dan lycopene, dua nutrisi yang
sangat penting untuk mata.Biji bunga matahari mengandung selenium, nutrisi
yang bisa mencegah katarak dan juga menjaga kesehatan mata secara umum.
Bawang putih mengandung selenium dn nutrisi yang baik untuk mata lainnya
seperti vitamin C dan quercetin.Salmon kaya akan omega-3 yang sangat penting
untuk menjaga kesehatan mata secara umum. Salmon juga mengandung asam
folik, vitamin D, vitamin B6, vitamin B12, dan vitamin A.
Mata kita harus sering di beri objek pandangan lain bila kita sering kali
terfokus pada suatu objek saat melakukan aktifitas sehari-hari, seperti bekerja
terlalu lama di depan layar komputer. Hal ini tanpa disadari dapat membuat mata
merah, iritasi, gatal, sampai terganggunya daya pandang. Maka dari itu lakukanlah
secara rutin olah raga mata, seperti mengedipkan mata, menatap ke bawah dan
keatas atau ke kanan dan kiri serta melakukan pijatan di sekeliling mata. Bagi
yang sering kali bekerja di depan layar komputer selama berjam-jam, tanpa
disadari mata kita sudah mengalami kejang otot karena harus terus menatap layar
komputer dengan waktu yang cukup lama, dan ini sering kali membuat mata
disarankan agar sesekali Anda mencari objek pandang yang berbeda.Bagi
pengguna lensa kontak, harus rutin merawat lensa kontak, seperti membersihkan
dengan cairan yang benar. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk yang
disarankan ahlinya.Istirahat yang cukup dapat mengembalikan kondisi kesegaran
mata.“Mata adalah jendela dunia,” pepatah ini mungkin sangat berarti bila kita
mulai mengalami gangguan pada mata kita, maka untuk menjaga agar kita dapat
melihat dunia, rawatlah mata. Jangan sembarangan mengucek atau menggosok
mata dengan tangan, karena akan mempercepat penyebaran virus dan bakteri yang
bisa menyebabkan infeksi pada mata.Sering-sering mencuci tangan, terutama
sebelum menyentuh wajah anda.Perbanyakkan beristirahat minimal 8 jam setiap
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini kerangka konsep pemikiran adalah tentang tingkat
pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas ( SMA ) di Medan terhadap
kesehatan mata dapat dibuat bagan kerangka konsep sebagai berikut :
3.2. Defenisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pelajar
Sekolah Menengah Atas ( SMA ) terhadap kesehatan mata.
3.2.1. Variabel
Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Atas
Kemampuan siswa untuk mengetahui tentang kesehatan mata.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang
pentingnya kesehatan mata dan secara langsung dapat mempengaruhi
seseorang untuk dapat bertindak menjaga kesehatan mata. Dalam
penelitian ini, pengetahuan merupakan jumlah jawaban respon terhadap
pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan mata.
Kesehatan Mata
Kemampuan siswa untuk mengetahui kesehatan adalah keadaan sejahtera
yang memungkinkan setiap orang hi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Tingkat Pengetahuan Siswa SMA terhadap
kesehatan mata.
Tingkat pengetahuan pelajar Sekolah
Menengah Atas (SMA)
pencegahan gangguan kesehatan mata yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan yang rutin. Seseorang dapat melihat
sesuatu benda karena matanya sehat dan berfungsi dengan baik, adanya
cahaya yang menyinari benda tersebut. Kesehatan mata adalah penting
untuk mempertahankan ketajaman penglihatan dan mencegah kebutaan.
3.3. Aspek Pengukuran ( Cara Ukur )
Cara ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah melalui wawancara.
3.4. Aspek Pengukuran ( Alat Ukur )
Alat ukur yang digunakan untuk penelitian ini adalah jenis kuisioner.
3.5. Hasil Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Pengukuran dan
penggolongan tingkat pengetahuan diperoleh dari hasil pengukuran jumlah
kuesioner yang diberikan bagi mengetahui tingkat pengetahuan siswa dan dapat
dikategorikan kepada Pengetahuan Baik , Pengetahuan Cukup, Pengetahuan
Kurang.
3.5.1. Kategori Penelitian Pengukuran
Sedangkan dalam penentuan kategori penelitian dinilai dengan
menggunakan metode presentasi skoring sebagai berikut:
1. Pengetahuan siswa Baik bila >75 % pertanyaan dijawab benar oleh
responden.
2. Pengetahuan siswa Cukup bila 40-75 % pertanyaan dijawab benar oleh
responden.
3. Pengetahuan siswa Kurang bila <40 % pertanyaan dijawab benar oleh
responden
Maka penilaian terhadap tingkat pengetahuan responden terhadap
kesehatan mata berdasarkan sistem skoring yaitu
Skor 12-15 : Pengetahuan Baik
Skor 6-11 : Pengetahuan Cukup
Skor 1-5 : Pengetahuan Kurang
3.6. Skala Pengukuran
Data ini adalah yang berperingkat dari baik, cukup dan kurang sekaligus jenis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (penelitian yang diarahkan untuk
menguraikan keadaan) yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan pelajar
Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan terhadap kesehatan mata. Desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain potong lintang
(cross sectional) yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan
suatu saat atau subjek diobservasi hanya sekali sahaja (dalam waktu melakukan
penelitian, waktu bersamaan mendapatkan hasil).
4.2. Lokasi dan Waktu penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta
Raksana di Kota Medan. SMA ini telah dipilih karena peneliti telah terlebih
dahulu melakukan initial survey pada 20 siswa di sekolah tersebut untuk
mengetahui tingkat pengetahuan mereka terhadap kesehatan mata dan ternyata
tingkat pengetahuan mereka rendah. Oleh karena itu, sekolah ini telah dipilih
oleh peneliti (saya).
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan. Penelitian telah dimulai dengan menentukan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang akan
berlangsung dari bulan March 2010 hingga bulan November 2010 pada waktu
pagi hingga siang karena merupakan waktu persekolahan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian atau populasi target adalah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana di Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah
(kelas 3) yang berjumlah sebanyak 1271 orang siswa.
4.3.2. Sampel
Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mencapai jumlah sampel dari populasi
yang jumlahnya lebih kecil dari 10.000, dapat dihitung berdasarkan rumus :
n =
d = Tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1),
penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi ditetap
Hasil dari asumsi, jumlah siswa di SMA Swasta Raksana adalah sekitar 1271
siswa. Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat
relatif adalah sebesar 10%, jumlah sampel yang telah diperoleh dengan
memakai rumus diatas adalah sebanyak 93 orang. Jadi sekurang-kurangnya 93
siswa diperlukan untuk mengikuti penelitian ini.
n =
1 + 1271(0.12) 1271 _
n= 93
Oleh karena terdapat 3 kelas, peneliti telah memilih untuk mengambil
sebanyak 120 sampel yaitu 40 sampel dari setiap kelas.Metode pengambilan
sampel adalah sampel diambil secara random atau acak (random sampling).
Teknik pengambilan random sampel yang digunakan adalah pengambilan
sampel secara acak bertingkat (proportional stratified random sampling).
Sampel tersebut kemudian didistribusikan merata pada siswa SMA Swasta
a. Siswa kelas X 2010 : 1/3 × 120 = 40 orang.
b. Siswa kelas XI 2010 : 1/3 × 120 = 40 orang.
c. Siswa kelas XII 2010 : 1/3 × 120 = 40 orang.
Dari distribusi di atas sampel yang diambil adalah sebesar 120 orang siswa.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan angket berupa kuesioner (daftar pertanyaan) yang terdiri
dari 15 pertanyaan. Pertanyaan yang disediakan merupakan close ended item
(jawaban telah diberikan keuntungan supaya mudah untuk mengarahkan jawaban
responden) dimana variasinya adalah multiple choice. Pertanyaan yang disediakan
mempunyai beberapa jawaban dan responden hanya menjawab satu daripadanya.
Semua pertanyaan adalah untuk menilai tingkat pengetahuan siswa terhadap
kesehatan mata. Pengisian kuesioner oleh siswa akan dilakukan secara langsung
dengan diawasi oleh peneliti untuk memastikan tidak ada kecurangan yang terjadi
waktu menjawab.
4.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperolehi langsung dari sumber. Data diperoleh
melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang telah
dipersiapkan. Peneliti akan ke sekolah yang telah ditetapkan dan akan
memberikan kuesioner kepada siswa-siswa di sekolah tersebut. Siswa-siswa
tersebut akan mengisi kuesioner yang diberikan dibawah pengawasan peneliti.
Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang akan mengukur pengetahuan
siswa terhadap pengetahuan mereka terhadap kesehatan mata. Setelah siswa
selesai mengisi kuesioner, peneliti akan memberikan satu flyer yang akan
menginformasikan siswa mengenai kesehatan mata dan sekaligus memberikan
manfaat kepada siswa yang mengikuti penelit ian ini sebagai langkah
4.4.1.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk memastikan kuesioner ini dapat dipercayai.
Kuisioner dapat digunakan sebagai alat ukur setelah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur
itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah
kuisioner yang disusun telah mampu mengukur apa yang hendak diukur,
maka dilakukan pengujian antara nilai tiap-tiap item pertanyaan dengan
skor total kuisioner tersebut. Bila semua pertanyaan telah memiliki
korelasi bermakna ( construck validity ) berarti semua pertanyaan yang ada
di dalam kuisioner tersebut mampu mengukur konsep yang kita ukur.
Teknik yang dipakai adalah teknik korelasi “Product Moment”. Ini
dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada satu kelompok subjek
yang menyerupai subjek asal penelitian. Hasil kuisioner diuji validitasnya
dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment dengan
menggunakan rumus:
• Bila r hitung (r pearson) > r tabel ; artinya pertanyaan valid.
• Bila r hitung (r pearson) < r tabel ; artinya pertanyaan tidak valid.
Sementara itu, uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini
berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran 2 kali atau lebih terhadap gejala/kondisi yang sama,
proposal, akan dicari 20 orang siswa SMA yang mempunyai ciri-ciri yang
sama dengan populasi target dan siswa tersebut akan diminta untuk
mengisi kuesioner yang akan duiji. Peneliti memilih Sekolah Menengah
Atas (SMA) Negeri 1 di Kota Medan untuk melakukan tes uji validitas dan
reliabilitas. Kuisioner yang telah selesai disusun akan diuji reliabilitasnya
dengan menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan
menggunakan rumus:
k
k ∑ S
= 1
α = 1-
k- 1 ST²
α = koefisien alpha
k = banyaknya butir pertanyaan
S² = ragam skor butir pertanyaan ke-i
ST² = ragam skor total
Uji reliabilitas dilakukan dengan cara one shot (diukur sekali sahaja). Di
sini, pengukuran hanya sekali dan kemudian hasil dibandingkan dengan
hasil pertanyaan lain. Uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pertanyaan
yang valid dengan koefisien reliabilitas Alpha pada aplikasi SPSS versi
17.0. Jika nilai alpha lebih besar dari nilai r tabel, maka pertanyaan
tersebut reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas ditampilkan pada tabel
Tabel 4.1 Tabel Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner
Data sekunder adalah data yang telah didapatkan secara langsung dari pihak
Administrasi Yayasan Pendidikan Raksana yang berhubungan dengan jumlah
siswa di sekolah tersebut pada tahun 2010.
4.5. Teknik Penilaian/ Skoring
Semua 15 pertanyaan menilai siswa tentang tingkat pengetahuan mereka terhadap
kesehatan mata. Apabila jawaban responden benar diberi nilai 1, jika jawaban
salah diberi nilai 0. Jumlah nilai yang diperoleh kemudiannya akan dibahagikan
dengan skor total yaitu 15 dan didarabkan dengan 100% untuk mendapatkan hasil
4.6. Pengolahan dan Analisa Data
Data dari setiap responden akan dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti.
Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan
program komputer yaitu SPSS (Statistical product and service solution) versi
17.0. Data hasil akan ditampilkan dalam bentuk table distribusi. Pada penelitian
ini, variable pengetahuan merupakan data kuantitatif yaitu score hasil pengisian
kuesioner. Data ini kemudian diubah menjadi kualitatif yaitu baik, cukup dan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian tingkat pengetahuan pelajar Sekolah Menengah Atas
(SMA) terhadap kesehatan mata dilaksanakan pada Sekolah Menengah Atas
(SMA) Swasta Raksana yang terletak di Jalan Gajah Mada No. 20
dikecamatan Medan Petisah di Kota Medan. Jumlah murid di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana adalah seribu dua ratus tujuh puluh
satu (1271) orang yang terdiri dari kelas X, XI dan XII.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini, karakteristik yang diamati pada responden
meliputi umur, kelas serta jenis kelamin pada responden. Jumlah responden
adalah sebanyak 120 siswa.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden yang mengikuti penelitian
Variabel n %
Umur Responden
14 tahun 4 3.3
15 tahun 30 25.0
16 tahun 44 36.7
17 tahun 37 30.8
Kelas Responden
Kelas X 40 33.3
Kelas XI 40 33.3
Kelas XII 40 33.3
Jenis Kelamin Responden
Laki-laki 43 35.8
Perempuan 77 64.2
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden terbanyak adalah
berumur 16 tahun yaitu sebanyak 44 siswa (36.7%). Responden kedua
terbanyak adalah siswa berumur 17 tahun yaitu sebanyak 37 siswa (30.8%)
dan ketiga adalah siswa berumur 15 tahun sebanyak 30 siswa (25.0%).
Jumlah responden yang paling sedikit diteliti adalah siswa berumur 14 tahun
yaitu 4 siswa (3.3%). Responden terbanyak yaitu 77 siswa (64.2%) adalah
perempuan dan 43 siswa (35.8%) adalah laki-laki yang diteliti. Sedangkan
rata-rata jumlah responden dari kelas X, XI dan XII adalah 40 siswa setiap
kelas.
5.1.3 Hasil Analisa Data
Data lengkap distribusi jawaban responden pada kesemua 15 soal
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan soal kuesioner
No Pertanyaan Jawaban
Ya (%) Tidak (%) 1 Apakah nutrisi bisa mempengaruhi
kesehatan mata?
96 80.0 24 20.0
2 Apakah buah wortel bisa mempengaruhi kesehatan mata?
102 85.0 18 15.0
3 Apakah anda melakukan pemeriksaan mata secara rutin, yaitu 2 tahun sekali?
21 17.5 99 82.5
4 Adakah olahraga yang teratur bisa mempengaruhi kesehatan mata?
51 42.5 69 57.5
5 Apakah mengkonsumsi alkohol bisa mempengaruhi kesehatan mata?
86 71.7 34 28.3
6 Adakah zat Vitamin A bisa mempengaruhi kesehatan mata?
107 89.2 13 10.8
7 Apakah sayur-sayur dan buah-buahan bisa mempengaruhi kesehatan mata?
104 86.7 16 13.3
8 Apakah makanan ringan, dan minuman bergula mempengaruhi kesehatan mata?
39 32.5 81 67.5
9 Apakah pemakaian lensa kontak
menyebabkan gangguan pada kesehatan mata?
102 85.0 18 15.0
10 Apakah membaca buku yang terus menerus lebih dari 3 jam bisa mempengaruhi kesehatan mata?
110 91.7 10 8.3
11 Apakah pemaparan lama pada skrin komputer bisa mempengaruhi kesehatan mata?
106 89.2 13 10.8
12 Apakah kuatnya penerangan atau pencahayaan semasa melakukan sebarangan aktivitas mempengaruhi kesehatan mata?
100 83.3 20 16.7
13 Apakah menggosok mata dengan tangan tidak baik untuk mata?
98 81.7 22 18.3
14 Adakah paparan yang lama pada debu dan asap tidak baik untuk mata?
106 88.3 14 11.7
15 Apakah merokok bisa mempengaruhi kesehatan mata?
66 55.0 54 45.0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan yang paling banyak
dijawab dengan benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 10 yaitu
bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap pengaruh membaca buku
lebih dari 3 jam terus menerus terhadap kesehatan mata adalah baik
Pertanyaan yang paling sedikit dijawab dengan benar oleh responden adalah
pertanyaan nomor 3 yaitu dengan persentase sebesar 17.5% (21 siswa).
Tingkat pengetahuan responden terhadap pemeriksaan mata secara rutin,
yaitu 2 tahun sekali adalah kurang.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Berdasarkan Kelompok Umur
Umur
Tingkat pengetahuan
Baik (≥12) Cukup (6-11) Kurang (≤5)
Jumlah
n % n % n %
14 2 1.7 2 1.7 0 0 4
15 16 13.3 13 10.8 1 0.8 30
16 19 15.8 24 20.0 1 0.8 44
17 14 11.7 21 17.5 2 1.7 37
18 3 2.5 2 1.7 0 0 5
Jumlah 54 45.0 62 51.7 4 3.3 120
Dari tabel 5.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa
berdasarkan kelompok umur dengan pengetahuan baik terbanyak dijumpai
pada responden usia 16 tahun sebanyak 19 siswa (15.8%) dan terendah
dijumpai pada responden usia 14 tahun sebanyak 2 siswa (1.7%). Responden
bagi tingkat pengetahuan cukup yang terbanyak dijumpai pada usia 16 tahun
dan 18 tahun sebanyak 2 siswa (1.7%). Tingkat pengetahuan kurang yang
terbanyak dijumpai pada responden usia 17 tahun sebanyak 2 siswa (1.7%).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Berdasarkan Kelompok Kelas SMA
Kelas
SMA
Tingkat pengetahuan
Baik (≥12) Cukup (6-11) Kurang (≤5)
Jumlah
n % n % n %
Kelas X 21 17.5 18 15 1 0.8 40
Kelas XI 15 12.5 24 20.0 1 0.8 40
Kelas XII 18 15.0 20 16.7 2 1.7 40
Jumlah 54 45.0 62 51.7 4 3.3 120
Dari tabel 5.4 di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa dengan
pengetahuan baik terbanyak dijumpai pada responden dari kelas X yaitu 21 orang
(17.5%). Tingkat pengetahuan baik paling sedikit dijumpai pada responden dari
kelas XI yaitu sebanyak 15 orang (12.5%). Tingkat pengetahuan cukup paling
banyak dijumpai pada responden dari kelas XI sebanyak 24 orang (20.0%) dan
paling sedikit dijumpai pada responden dari kelas X sebanyak 18 orang (15%).
Tingkat pengetahuan kurang paling banyak dijumpai pada responden kelas XII
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Kesehatan Mata Berdasarkan Kelompok Jenis kelamin.
Jenis
Dari tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa paling banyak responden
dalam golongan tingkat pengetahuan baik adalah siswa perempuan sebanyak
35 orang (29.2%). Responden terbanyak dalam kategori tingkat pengetahuan
cukup adalah siswa perempuan sebanyak 40 orang (33.3%). Jumlah
responden dalam tingkat pengetahuan kurang adalah sama bagi laki-laki dan
perempuan yaitu 2 orang siswa/i (1.7%).
Dari tabel 5.6, dapat dilihat bahwa 54 responden (45.0%) berada
dalam kategori tingkat pengetahuan yang baik terhadap kesehatan mata. 62
responden (51.7%) berada dalam kategori tingkat pengetahuan cukup.
Sebanyak 4 (3.3%) responden berada dalam kategori tingkat pengetahuan
kurang terhadap kesehatan mata.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Tingkat pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan diatas dapat dilakukan
pembahasan seperti berikut. Ternyata bahwa mayoritas responden yang mengikuti
penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 62 orang
(51.7%), diikuti dengan reponden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik
yaitu sebanyak 54 orang (45.0%) dan seterusnya dengan tingkat pengetahuan yang
kurang yaitu sebanyak 4 orang (3.3%). Hal ini disebabkan karena informasi
tentang kesehatan mata beserta cara-cara menjaga kesehatan mata yang diterima
baik dikelas mahupun diluar kelas adalah sangat sederhana. Ini menjadikan paling
banyak responden tergolong dalam tingkat pengetahuan yang cukup sahaja
terhadap pengertian kesehatan mata , faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
kesehatan mata mahupun cara menjaga kesehatan mata.
5.2.2 Distribusi tingkat pengetahuan siswa/i mengikut umur, kelas SMA dan jenis kelamin siswa/i Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Raksana Medan.
Paling banyak siswa yang menjawab benar bagi soal kuesioner apakah
membaca buku yang terus menerus lebih dari 3 jam bisa mempengaruhi
kesehatan mata. Ini mungkin berdasarkan dari pengalaman mereka sendiri saat
membaca buku yang membuatkan mata mereka berasa letih.
Kedua terbanyak soal kuesioner yang dijawab benar adalah bagi soal
apakah Vitamin A mempengaruhi kesehatan mata yaitu sebanyak 107 siswa
(89.2%). Mungkin siswa sadar bahwa Indonesia merupakan salah satu negara
berkernbang. Hal ini diketahui siswa dari adanya sosialisasi dari Puskesmas
serta media massa dan media massa elektronik dan ini mendorong siswa untuk
mengambil inisiatif lebih untuk mempelajari tentangnya.
Ketiga terbanyak soal kuesioner yang dijawab dengan benar adalah
bagi soal apakah pemaparan lama pada skrin komputer mempengaruhi
kesehatan mata. Ini mungkin karena siswa masa kini banyak menggunakan
komputer untuk kegiatan sekolah dan telah mengalami iritasi, mata merah, dan
gatal pada mata apabila terpapar terlalu lama di depan layar komputer.
Bagi soal kuesioner apakah menggosok mata dengan tangan tidak baik
untuk mata, rata-rata siswa menjawab dengan benar bagi soal ini.Ini mungkin
karena siswa sudah mempelajari dan sudah mendapat edukasi di subjek Sains
di sekolah bahwa menggosok atau mengucek mata dengan tangan bisa
mempercepatkan penyebaran virus dan bakteri dan ini bisa menyebabkan
infeksi pada mata.
Analisa deskriptif bagi soal kuesioner apakah siswa melakukan
pemeriksaan mata secara rutin setiap 2 tahun sekali, paling sedikit dijawab
dengan benar yaitu hanya 21 siswa (17.5%). Ini mungkin disebabkan oleh
karena siswa tinggal berjauhan dari tempat pelayanan kesehatan mata.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel tingkat pengetahuan siswa
berdasarkan umur, siswa terbanyak pada tingkat pengetahuan baik adalah pada
umur 16 tahun diikuti dengan umur 15 tahun seterusnya 17 tahun, 18 tahun dan
14 tahun. Berdasarkan golongan kelas, yang berkategorikan tingkat
pengetahuan baik adalah terbanyak pada siswa yang berada pada kelas SMA X,
diikuti dengan siswa kelas XII dan seterusnya kelas XI. Distribusi jenis
kelamin dengan tingkat pengetahuan siswa dari SMA Swasta Raksana Medan
terhadap kesehatan mata menunjukkan lebih banyak siswi perempuan
tergolong dalam pengetahuan baik di bandingkan dengan siswa laki-laki.
Didapati mayoritas responden umur 16 tahun dan dari kelas X yang menjawab
kebanyakan soalan dengan benar adalah juga siswi perempuan. Dari ketiga
analisa ini dapat disimpulkan bahwa ini mungkin disebabkan oleh jumlah siswi
berkelamin laki-laki. Mungkin juga karena siswi perempuan lebih teliti
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan
siswa/i terhadap kesehatan mata di Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta
Raksana di Medan adalah secara keseluruhannya cukup yaitu sejumlah 62 orang
siswa (51.7%) dengan menjawab 6-11 soalan dari angket kuesioner dengan betul.
6.2 Saran
Bedasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang ingin saya
berikan. Diantaranya ialah,
1. Siswa perlu melakukan pemeriksaan mata secara rutin, yaitu 2 tahun sekali untuk menjaga kesehatan mata. Siswa juga perlu memperbanyakkan
konsumsi makanan yang kaya dengan Vitamin A, sayur-sayur dan
buah-buahan untuk menjaga kesehatan mata serta menghindari dari
mengkonsumsi makanan ringan, minuman bergula dan beralkohol serta
merokok
2. Pihak sekolah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah perlu merancang kegiatan penyuluhan seperti mendistribusikan leaflet dan melakukan
kampanye untuk meningkatkan tingkat pengetahuan siswa terhadap
kesehatan mata.
3. Pihak Puskesmas yang mempunyai cakupan di wilayah kerja pada SMA Swasta Raksana atau Dinas Kesehatan Kodya Medan perlu melibatkan
para siswa/i dalam upaya meningkatkan pengetahuan terhadap kesehatan
mata dengan melakukan penyuluhan – penyuluhan mengenai kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Altman, D.G., Machini, D., Bryant, T.N. & Gardner, M.J., 2000. Statistics
with Confidence. 2nd ed. London.
Anderson, B., 1990. Methodogical Errors in Medical Research. Oxford:
Blackwell.
Bambang Trisnowiyanto, 2002. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan
ketajaman Penglihatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro Semarang.
Chow, Y.C., 1990. Refractive Errors In Singapore Medical Students,
Singapore.
Danial, 2009. Malang.Available
from:
Darling, Vera H., dan Thorpe, Margaret R. 1996. Perawatan Mata.
Terjamahan Hartono. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Data Statistik Indonesia, 2010. Kurang Visus. Indonesia. Available from:
Earch & Itemid= 5 & searchword = ku [Accessed 10 Februari 2010].
Dawsons, B. & Trapp, R.G., 2001. Basic and Clinical Biostatistics. 2nd
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Rajagrafindo Persada Jakarta.
Ganong, W. F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Petrus
Andrianto. Jakarta: EGC.
G la s s , V 2 0 0 9. H o w t o M a k e a Q u e s ti on n a i r e. Ava ila b le fr o m
:
[ Accessed 20 April 2010 ].
Martine, M, 2007. Nutrisi dan Penglihatan. Indonesia Available from
:
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Prilaku Kesehatan. Indonesia: PT Rineka
Cipta.
Pearce, Evelyn. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Terjemahan
Sri Yuliani Handoyo. Jakarta: Gramedia.
Perdami, 2005. Anatomi dan Faal Mata,Available from : http//www. indonet.
Id [Accessed 29 Maret 2010].
Pratomo, Hadi, Sudarti, 1990. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang
Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Berencana/Kependudukan. Jakarta:
Santoso, S. & Lies, A.2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto.
Sidarta Ilyas, 1997. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Siswono, 2007. Gizi Buruk Ancam Anak-anak di Medan. Persagi. Available
fro
Sri Kardjati, dkk. 1985. Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia.
Suryabrata, S., 2000. Metodologi Penelitian. Edisi Pertama. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Trochim, W.K., 2006. Research Methods Knowledge Base.Available
fro [Accessed
5 April 2010].
Wong, T.Y., 2006. The British Journal of Ophthalmology. The Epidemiology
of Age Related Eye Diseases in Asia 90(4): 506–511.
Youngson, Robert. 1995. Penyakit Mata Terjemahan Illias E. Jakarta: Arcan.
---, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.