• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Evaluasi Drug Related Problems

6. Kepatuhan

Dari tabel XVIII, dapat diketahui bahwa DRP yang paling banyak

ditemukan adalah membutuhkan obat tambahan, yaitu sebanyak 96,36%. Terapi

yang dibutuhkan adalah antiplatelet, golongan nitrat, golongan ß-blocker,

golongan calcium channel blocker, obat hipoglikemik, serta obat hipolipidemik

(jika pasien mengalami peningkatan kadar lipid).

1. Membutuhkan obat tambahan

Berdasarkan tabel XIX, pasien pada umumnya memerlukan tambahan

obat golongan antiplatelet. Obat golongan ini sangat penting diberikan untuk

digunakan antara lain adalah aspirin dan clopidogrel. Akan tetapi pada umumnya

clopidogrel digunakan sebagai pilihan kedua saat penggunaan aspirin

dikontraindikasikan pada pasien. Pada pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD

memiliki risiko untuk mengalami disfungsi sel yang akan menyebabkan

penurunan produksi nitrat oksida (NO) yang diantaranya berfungsi sebagai

penghambat aktivitas platelet, sehingga penurunan NO akan meningkatkan

kemungkinan terjadinya agregasi platelet. Agregasi platelet tersebut dapat

mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah yaitu timbulnya aterosklerosis.

Kombinasi penggunaan ß-blocker, dan atau calcium channel blocker, serta obat

golongan nitrat dapat memperbaiki keseimbangan antara kebutuhan dan suplai

oksigen pada pasien. Oleh karena itu, pasien sebaiknya memperoleh obat secara

lengkap sesuai dengan rekomendasi dengan tujuan untuk mengatasi dan menjaga

agar kondisi pasien tetap stabil.

Pada beberapa kasus, pasien memiliki data laboratorium yang

menunjukkan adanya peningkatan pada kolesterol total, LDL, dan trigliserid serta

penurunan kadar HDL, tetapi pasien tersebut tidak mendapat terapi farmakologi.

Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa kadar kolesterol dan trigliserid sangat

penting untuk dilakukan. Dari kasus-kasus yang diambil, tidak semua pasien

menjalani pemeriksaan, padahal peningkatan kadar lipid merupakan salah satu

faktor risiko terjadinya IHD pada pasien DM tipe 2.

Selain itu, ditemukan 3 kasus pada pasien DM dengan kadar glukosa

darah di atas ambang normal, tetapi tidak mendapat obat hipoglikemik.

hasil pemeriksaan kadar glukosa darah, namun data pemberian insulin tidak dapat

ditemukan.

Tabel XIX. Kasus butuh obat tambahan yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap

RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

kasus

Adanya kondisi pasien yang memerlukan terapi secara lengkap dan terus menerus dalam jangka panjang dan untuk mencegah timbulnya kondisi medis baru. a. Pasien perlu mendapat golongan

nitrat

1, 2, 3, 10, 11, 22 27, 29, 31, 32, 37, 42, 45, 46, 47, 48, 51.

17

b. Pasien perlu mendapat golongan antiplatelet 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 23, 24, 25, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55. 44

c. Pasien perlu mendapat obat

hipolipidemik

4, 11, 23, 26, 27, 28, 31, 33, 34, 35, 39, 41,

44, 52, 54.

15

d. Pasien perlu mendapat golongan

ß blocker 5, 7, 8, 12, 14, 16, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 31, 32, 34, 35, 36, 39, 40, 43, 51, 52, 55 25

e. Pasien perlu mendapat golongan

calcium channel blocker

1, 4, 26, 30, 37, 41, 42, 44, 46, 48, 49, 50,

53, 54

14

f. Pasien perlu mendapat obat

hipoglikemik oral atau insulin

2. Pemilihan obat kurang tepat

Pemilihan obat yang kurang tepat yang ditemui pada umumnya

disebabkan karena terapi yang diterima pasien ternyata kontraindikasi dengan

kondisi pasien atau terapi yang diterima tersebut bukan terapi yang paling efektif.

Pada kasus no 20 dan 40, pasien mengalami peningkatan pada kadar LDL namun

diberikan obat golongan fibrat. Hal tersebut digolongankan pada pemilihan obat

hipolipidemik yang kurang tepat, karena untuk mengatasi peningkatan kadar LDL

adalah dengan memberikan obat go longan statin seperti atorvastatin, fluvastatin,

lovastatin, simvastatin, atau rosuvastatin. Pada pasien diabetes dengan penyakit

kardiovaskular target LDL yang harus dicapai adalah <100 mg/dL, trigliserida

<150 mg/dL, dan HDL> 40 mg/dL. Penggunaan obat hipolipidemik juga

disesuaikan dengan kadar jenis kolesterol yang meningkat sehingga dapat

dipilihkan obat yang sesuai dengan target yang ingin dicapai. Misalnya, ketika

pasien mengalami peningkatan kadar LDL maka diberikan obat golongan statin,

sedangkan golongan fibrat cenderung memiliki kemampuan untuk menurunkan

kadar trigliserida yang meningkat. Pemilihan obat yang kurang tepat juga ditemui

pada penggunaan obat hipoglikemik yaitu pada pemilihan repaglinid yang pada

penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya angina.

Penggunaan repaglinid juga tidak dianjurkan pada pasien dengan kadar glukosa

darah >240 mg/dL seperti yang dialami oleh pasien.

Pada beberapa kasus ditemukan bahwa obat-obat yang diberikan tidak

memperhatikan kondisi pasien seperti adanya gangguan fungsi ginjal atau hati.

mengalami gangguan fungsi ginjal. Metformin dapat terakumulasi pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal dan hati sehingga dapat meningkatkan risiko

asidosis laktat. Parameter untuk menentukan terjadinya gangguan fungsi ginjal

pada penggunaan metformin dapat dilihat dari kadar kreatinin yang melebihi batas

normal, yaitu >1,4 mg/dL pada pasien wanita dan >1,5 mg/dL pada pasien pria.

Metformin dapat menurunkan konversi laktat menjadi glukosa (menurunkan

glukoneogenesis) dan meningkatkan produksi laktat pada intestinal dan hati.

Selain itu, penggunaan atorvastatin dan metformin pada kasus 15 sebaiknya

dihentikan karena kedua obat tersebut kontraindikasi pada pemakaian pasien

dengan penyakit hati. Gangguan fungsi hati dapat diketahui dari meningkatnya

kadar SGOT dan SGPT melebihi batas normal yaitu 0,00-0,32 u/L dan 0,00-0,31

u/L.

Tabel XX. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap

RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

kasus

Obat yang diterima bukan yang paling efektif.

a. Pemilihan obat hipolipidemik 20, 40. 2

b. Pemilihan obat hipoglikemik 13, 30 2

Pasien mengalami kontraindikasi terhadap obat yang diterima.

15, 22, 26, 27, 37, 44, 48.

7

3. Dosis terlalu rendah

Dosis terlalu rendah pada umumnya terjadi pada penggunaan metformin

dan gemfibrozil. Pemberian obat tersebut dikatakan memiliki dosis terlalu rendah

karena diberikan dengan dosis di bawah kisaran dosis harian yang sudah

gemfibrozil. Masalah ini dikhawatirkan dapat menyebabkan tidak tercapainya

target pengobatan yang ingin dicapai yaitu perbaikan kondisi pasien, sehingga

terapi yang dijalani dirasakan kurang bermanfaat.

Tabel XXI. Kasus dosis terlalu rendah yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap

RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

kasus

Dosis obat yang diterima pasien dibawah kisaran dosis normal.

17, 20, 21, 48, 49. 5

4. Interaksi obat

Terapi farmakologi yang diterima oleh pasien dapat menimbulkan

interaksi antar obat. Interaksi obat dapat mengakibatkan efek positif dan negatif.

Efek positif dapat terjadi bila interaksi obat tersebut dapat saling mendukung

tercapainya target terapi, sedangkan efek negatif terjadi pada saat interaksi obat

yang terjadi saling berlawanan. Pada kasus ini interaksi obat dapat ditemukan dari

penggunaan verapamil dan golongan ß blocker yaitu propranolol. Interaksi antar

kedua obat tersebut dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, dan kontraksi

otot jantung. Demikian pula pada penggunaan obat hipotensi dengan agen

hipoglikemik seperti metformin dengan kaptopril yang dapat mempengaruhi

kadar glukosa darah pasien. Hal tersebut dapat terjadi karena kaptopril (ACE

inhibitor) dapat meningkatkan sensitivitas insulin, dan ketika diberikan secara

bersamaan antara kaptopril dengan metfomin dapat menyebabkan penurunan

tekanan darah yang cukup signifikan. Meskipun adanya efek yang

menguntungkan dari kombinasi keduanya, namun harus dilakukan pemantauan

Tabel XXII. Kasus interaksi obat yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

kasus

Adanya interaksi antar obat yang digunakan.

13, 15, 37. 3

5. Efek samping obat

Obat-obat yang diberikan kepada pasien perlu pengawasan agar efek

samping yang dapat ditimbulkan dapat diwaspadai. Kasus efek samping obat yang

ditemui yaitu pada penggunaan rosiglitazone pada pasien dengan peningkatan

kadar SGOT dan SGPT. Pada kasus ini pasien mengalami hipoglikemi yang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya akibat penggunaan rosiglitazone.

Selain itu pasien juga mengalami keluhan mual dan muntah yang membuat pasien

kurang asupan nutrisi.

Tabel XXIII. Kasus efek samping obat yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap

RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

kasus

Risiko yang teridentifikasi karena penggunaan obat tertentu.

a. Akibat penggunaan obat

hipoglikemik

3 1

6. Kepatuhan

Kepatuhan merupakan DRP yang jarang ditemukan. Umumnya masalah

ini terjadi akibat kelalaian pasien mengkonsumsi obat. Pada kasus ini pasien gagal

menerima obat karena alasan biaya, yaitu nadroparine calcium. Oleh karena itu,

terlebih dahulu terutama mengenai biaya serta lamanya obat tersebut digunakan,

sehingga pasien maupun keluarganya dapat menyesuaikan dengan kondisi

keuangan mereka.

Tabel XXIV. Kasus kepatuhan yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap

RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2005-Desember 2007

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

kasus

Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya.

26 1

Dokumen terkait