• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Evaluasi Drug Related Problems

1. Membutuhkan obat tambahan

Timbulnya kondisi medis baru yang memerlukan tambahan obat baru.

Kondisi kronis yang memerlukan terapi lanjutan terus menerus.

Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi.

Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah atau terapi profilaksis.

2 Ada obat tanpa indikasi (unnecessary therapy)

Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu. Terapi dengan dosis toksik.

Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol. Terapi sebaiknya terapi tunggal.

Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman.

3 Pemilihan obat kurang tepat (wrong drug)

Obat yang digunakan bukan yang efektif atau bukan yang paling efektif.

Pasien alergi atau kontraindikasi.

Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman.

Obat sudah resisten terhadap infeksi.

Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat.

Kombinasi obat yang salah. 4 Dosis terlalu rendah

(dosage too low)

Dosis terlalu rendah.

Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotik untuk operasi.

Obat, dosis, rute, atau formula yang kurang sesuai untuk pasien.

5 Efek samping obat (adverse drug reaction)

Obat diberikan terlalu cepat.

Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu. Pasien alergi atau reaksi idionsinkrasi.

6 Interaksi obat Bioavailabilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan.

Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium (Cipolle, Strand, dan Morley, 1998)

Adanya interaksi obat dengan obat.

Adanya interaksi obat dengan makanan (Kimble, dan Young, 2005).

Tabel II (Lanjutan). Identifikasi drug related problems

No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP

7 Dosis terlalu tinggi (dose too high)

Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan.

Dosis dinaikkan terlalu cepat.

Obat akumulasi karena terapi jangka panjang.

Obat, dosis, rute, atau formula yang kurang sesuai untuk pasien.

Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus.

8 Kepatuhan

(compliance)/gagal menerima obat

Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error.

Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya. Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya (Cipolle, dkk., 1998).

4. plan

Pada tahap ini dilakukan perencanaan terhadap terapi yang akan

diberikan atau rekomendasi terhadap kasus drug related problems yang

teridentifikasi. Selain itu perlu juga diberikan pembelajaran kepada pasien

mengenai masalah kesehatan serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat

mencapai target penyembuhan penyakit maupun pemeliharaan kondisi pasien

(Kimble, dan Young, 2005).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi drug

related problems pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

25

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian

Penelitian mengenai gambaran evaluasi drug related problems pada

peresepan pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007 bersifat non

eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif dan data diambil

secara retrospektif.

B. Definisi operasional

1. Lembar medical record merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang

berisi data klinis serta perkembangan kondisi pasien DM tipe 2 dengan

komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

Januari 2005-Desember 2007.

2. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease yang menjalani perawatan di instalasi

rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007.

3. Komplikasi penyerta merupakan komplikasi yang timbul pada pasien secara

bersamaan dengan komplikasi ischemic heart disease yang dialami oleh

pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode

4. Penyakit penyerta merupakan penyakit yang muncul bersamaan dan menyertai

kondisi pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD di instalasi rawat inap RS

Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007.

5. Outcome terapi merupakan keadaan pasien setelah mendapatkan terapi selama

menjalani perawatan di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007.

6. Drug related problems merupakan kejadian atau permasalahan yang tidak

diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi dengan obat-obatan.

7. Fokus penentuan drug related problems meliputi membutuhkan obat

tambahan, mendapat obat tanpa indikasi, pemilihan obat kurang tepat, dosis

terlalu rendah, adanya efek samping obat, interaksi obat, dosis terlalu tinggi,

dan kepatuhan pasien.

8. Mendapat obat tanpa indikasi yaitu DRP yang terjadi jika pasien tidak

memiliki indikasi yang mendukung untuk mendapatkan terapi obat yang

diberikan.

9. Memb utuhkan obat tambahan yaitu DRP yang terjadi jika pasien memiliki

indikasi yang belum mendapatkan terapi atau adanya potensi untuk timbulnya

kondisi medis yang dapat dicegah dengan terapi.

10.Pemilihan obat kurang tepat yaitu DRP yang terjadi apabila pasien belum

menerima obat atau rute pemberian yang tepat atau obat yang diterima

11.Dosis terlalu rendah yaitu DRP yang terjadi apabila pasien menerima dosis

obat yang terlalu rendah yaitu kurang dari kisaran dosis yang normal atau

waktu pemberian yang kurang tepat.

12.Adanya efek samping obat adalah DRP yang terjadi akibat penggunaan obat

yang diberikan kepada pasien.

13.Interaksi obat adalah DRP yang terjadi apabila terjadi interaksi antara obat

dengan obat atau makanan yang diterima pasien dan dapat mempengaruhi

efek obat ya ng ditimbulkan.

14.Dosis terlalu tinggi adalah DRP yang terjadi apabila pasien menerima dosis

obat yang terlalu tinggi atau melewati kisaran dosis yang normal.

15.Kepatuhan adalah DRP yang terjadi apabila pasien menolak atau tidak dapat

memenuhi penggunaan obat-obatan yang diberikan.

C. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi ischemic heart disease yang menjalani rawat inap di RS Panti Rapih

pada periode Januari 2005-Desember 2007.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah keseluruhan medical

record pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di

instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember

E. Jalannya Penelitian

1. Tahap perencanaan

Pada tahap ini, dilakukan pembuatan proposal rencana penelitian untuk

mendapatkan surat ijin melaksanakan penelitian di RS Panti Rapih Yogyakarta.

2. Tahap analisis situasi

Tahap ini dilakukan dengan pengarahan dari bagian rekam medik. Pada

tahap ini pula diperoleh informasi mengenai jumlah, nomer rekam medik, dan

nama subyek penelitian tiap tahun dalam periode penelitian. Berdasarkan data

yang diperoleh pada tahun terdapat 28 pasien pada tahun 2005, 29 pasien pada

tahun 2006, dan 15 pasien pada tahun 2007, sehingga secara keseluruhan terdapat

72 pasien. Namun, sebanyak 17 rekam medik pasien tidak dapat diambil datanya

karena sedang melalui proses administrasi di bagian lain.

3. Tahap pengambilan data

a. Tahap pengumpulan data

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data yang disalin dari rekam

medik subyek penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi nomor rekam medis,

nomor registrasi, jenis kelamin, umur, tanggal pasien masuk dan keluar, lama

pasien menderita DM, diagnosis, lama perawatan, data vital, data laboratorium,

komplikasi yang dialami, penyakit penyerta, terapi yang dijalani, serta

perkembangan kondisi pasien selama perawatan.

b. Tahap Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian disajikan ke

umur, komplikasi penyerta, dan penyakit penyerta), data laboratorium (kadar

glukosa darah, CKMB, LDH, dan troponin), profil pengobatan (kelas terapi,

golongan, dan jenis terapi), serta outcome terapi (lama tinggal pasien dan alasan

pasien meninggalkan rumah sakit).

4. Tahap Penyelesaian Data

Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug

related problems dengan metode SOAP secara kasus per kasus. Literatur yang

dapat digunakan sebagai acuan adalah Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

(Anonim, 2006), American Diabetes Association (ADA) guideline, NCEP ATP

III guideline, American Heart Association (AHA) Scientific Statement, Diabetes

and Cardiovascular Disease (Grundy, dkk., 1999), Treatment Guideline for

Medicine and Primary Care (Chan, dan Johnson, 2004), dan AHFS Drug

Information 2004 (McEvoy dkk, 2003).

F. Analisis data

1. Persentase jenis kelamin pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan

cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis kelamin dibagi dengan

jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase umur pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range umur tertentu dibagi

3. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien DM tipe 2 komplikasi IHD

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis

komplikasi penyerta dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien

kemudian dikalikan 100%.

4. Persentase jenis penyakit penyerta pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis penyakit

penyerta dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan

100%.

5. Persentase data laboratorium pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range data

laboratorium tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien

kemudian dikalikan 100%.

6. Persentase kelas terapi pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan

cara menghitung jumlah pasien masing- masing jenis kelas terapi dibagi

dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

7. Persentase lama perawatan pasien DM tipe 2 komplikasi IHD dihitung dengan

cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama perawatan

tertentu dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian dikalikan

100%.

8. Persentase alasan meninggalkan rumah sakit pasien DM tipe 2 komplikasi

IHD dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing- masing alasan

meninggalkan rumah sakit dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien

9. Mengevaluasi kerasionalan terapi berdasarkan drug related problems dengan

metode SOAP secara kasus per kasus :

a. menentukan subyek

b. menentukan obyek

c. menentukan assessment

1) membutuhkan obat tambahan

2) mendapat obat tanpa indikasi

3) pemilihan obat kurang tepat

4) dosis terlalu rendah

5) adanya efek samping obat

6) interaksi obat

7) dosis terlalu tinggi

8) kepatuhan.

d. menentukan plan / rekomendasi

10. Persentase jumlah drug related problems pasien DM tipe 2 komplikasi IHD

dihitung dengan cara menghitung jumlah masing- masing kasus drug related

problems dibagi dengan jumlah keseluruhan sampel pasien kemudian

G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah

1. Waktu pengambilan data cukup singkat yaitu sekitar 3,5 jam/hari. Selain

itu, pengambilan data tidak dapat dilakukan setiap hari. Hal tersebut dapat

sedikit teratasi dengan mempersiapkan lembar pengumpul data yang berisi

tabel-tabel mengenai data yang akan diambil sehingga mempermudah dan

mempercepat proses penyalinan data.

2. Beberapa rekam medik tidak dapat ditemukan akibat sedang dalam proses

pengurusan administrasi yang tidak diketahui berapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Hal tersebut diatasi dengan

memasukkan ke daftar subyek ekslusi.

3. Tidak semua subyek penelitian melakukan tes laboratorium, seperti

CKMB, troponin, LDH, LDL, HDL, dan trigliserid yang sangat membantu

dalam peneltian ini. Hal tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan data

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang masuk dalam

daftar sepuluh besar penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat di Indonesia.

Secara umum, terdapat 2 tipe utama diabetes melitus, namun diabetes melitus tipe

2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) merupakan tipe

diabetes yang lebih banyak ditemui dibanding dengan diabetes melitus tipe 1 atau

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM).

Diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh adanya multi etiologi. Faktor

genetik dan lingkungan cukup mempengaruhi timbulnya DM tipe 2, di antaranya

pengaturan makan yang kurang tepat, aktivitas fisik yang minimal, serta adanya

proses penuaan.

Diabetes, terutama pada DM tipe 2 seringkali muncul tanpa disertai

dengan munculnya gejala. Akibatnya pasien terlambat untuk menyadari adanya

penyakit tersebut dalam dirinya sehingga penanganan baru dimulai beberapa

tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.

Akan tetapi, tidak jarang pula beberapa pasien mengalami gejala klasik DM, yaitu

poliuria, polidipsia, dan polifagia.

DM tipe 2 harus selalu dikontrol dan dikelola secara tepat untuk

memperbaiki kondisi sekaligus mencegah terjadinya komplikasi yang

kemungkinan dapat muncul. Ischemic heart disease (IHD) merupakan salah satu

komplikasi makrovaskuler yang dapat menyerang penderita DM tipe 2. Biasanya

pasien IHD yang mengidap DM, seringkali mengalami iskemik dengan tanpa

keluhan. Pada pasien DM tidak jarang sistem saraf menjadi lebih tumpul sehingga

kurang peka untuk menghantarkan rasa nyeri, sehingga untuk sebagian orang

merasa kondisi tubuhnya sehat namun tanpa disadar iskemik diam-diam berproses

dalam tahun-tahun yang panjang. Penyakit kardiovaskuler pada DM lebih sering

ditemui daripada penyakit jantung pada pasien non-DM. Dengan adanya penyakit

kardiovaskuler tersebut pula maka pasien DM mengalami peningkatan risiko

kematian. IHD terjadi akibat adanya kontribusi dari adanya gangguan pada

pembuluh darah yang berkaitan dengan hipertensi dan dislipidemia. Hal tersebut

sangat mempengaruhi munculnya komplikasi IHD, sehingga selain pemeriksaan

kadar glukosa darah secara teratur, pada penderita DM tipe 2 dengan komplikasi

IHD juga harus melakukan pengendalian tekana n darah, serta kadar kolesterol dan

lipid.

A. Profil Pasien 1. Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin

Pada umumnya, laki- laki lebih memiliki kecenderungan untuk

mengalami diabetes melitus dengan komplikasi IHD dibandingkan dengan

perempuan. Akan tetapi, pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

IHD di instalasi rawat inap RS Panti Rapih periode Januari 2005-Desember 2007,

sebanyak 63,64% berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya yaitu sebesar

Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya kemajuan dan

modernisasi dalam kehidupan. Adanya persamaan derajat antara laki- laki dan

perempuan yang dalam beberapa dekade belakangan ini membuat kaum

perempuan tidak lagi hanya disibukkan dengan urusan rumah tangga tetapi juga

mulai merambah dunia karier. Dengan adanya kenyataan tersebut otomatis kaum

perempuan memiliki beban berganda yang cenderung menimbulkan stres yang

berdampak pada kurangnya perhatian pada kesehatan pribadi.

63,64%

36,36%

Laki-laki Perempuan

Gambar I. Persentase jenis kelamin pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi

ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2005-Desember 2007

Pengaruh modernisasi juga turut mempengaruhi kondisi tersebut. Banyak

kemudahan ditawarkan kepada masyarakat yang membuat berkurangnya aktivitas

fisik. Padahal dengan aktivitas fisik dapat meningkatkan aktivitas reseptor insulin

dalam tubuh dan meningkatkan penggunaan glukosa sehingga dapat menurunkan

dan menjaga kadar glukosa darah. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh

munculnya tren makanan cepat saji yang menghanyutkan masyarakat pada

kemudahan memperoleh makanan tanpa memperhatikan asupan nutrisi serta

tidak dapat menjaga keseimbangan kebutuhan nutrisi dalam tubuh sehingga dapat

meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Pola makan modern

yang kaya kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi dan stres yang

menekan sepanjang hari akan menyebabkan ketidakseimbangan kebutuhan dan

suplai oksigen. Padahal metabolisme dalam sel otot jantung sepenuhnya

membutuhkan oksigen.

2. Persentase pasien berdasarkan umur

Pasien diabetes melitus memiliki risiko komplikasi IHD setelah >65

tahun pada pasien laki- laki dan >55 tahun pada pasien perempuan. Risiko

terjadinya komplikasi IHD akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Salah satu alasan yang mendasari yaitu dengan bertambahnya usia maka

timbunan lemak pada pembuluh arteri koronaria akan terakumulasi dan membuat

aliran oksigen menuju jantung menjadi semakin terhambat. Dari data yang

diambil, pasien DM tipe 2 dengan komplikasi IHD paling banyak ditemukan pada

interval umur 56-65 tahun sebanyak 29,09%. Organ-organ tubuh pasien pada

interval usia tersebut sudah mengalami penurunan fungsi, sehingga bila tidak

dikontrol secara tepat dapat mempengaruhi timbulnya komplikasi.

Perempuan pada usia tersebut telah memasuki masa pasca menopause,

sehingga produksi hormon-hormon yang penting untuk tubuh mengalami

penurunan. Sebelum menopause, risiko wanita untuk menderita IHD agak kurang,

tetapi setelah melalui masa menopause wanita akan mengalami penurunan kadar

estrogen yang dapat menstimulasi peningkatan LDL. Hal tersebut akan

1.82% 5.45% 21.82% 29.09% 23.64% 18.18% 0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% <35 35–45 46–55 56–65 66–75 >76

Gambar 2. Persentase umur pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007

Setelah umur 66-75, persentase pasien diabetes melitus dengan

komplikasi IHD semakin menurun terutama setelah melewati usia 76 tahun. Hal

tersebut mungkin disebabkan karena setelah melewati usia tersebut tidak banyak

pasien yang mampu mengelola penyakitnya dengan baik atau terapi yang dijalani

sudah tidak dapat membantu pasien sehingga tidak banyak pasien yang mampu

bertahan hidup.

3. Persentase pasien berdasarkan komplikasi penyerta

Ischemic heart disease merupakan komplikasi makrovaskuler yang

umum berkembang pada pasien DM tipe 2. Penyakit-penyakit jantung seperti IHD

sangat besar risikonya pada penderita DM. Oleh karena itu, diperlukan adanya

kontrol dan pengendalian tekanan darah, dan lipid darah.

Beberapa pasien mungkin saja dapat menderita bermacam- macam

yang dijalani. Semakin rendah kesadaran pasien untuk memperhatikan kondisi

kesehatan terutama dalam hal menjaga kestabilan glukosa darahnya, maka

semakin tinggi pula risiko pasien tersebut mengidap komplikasi.

Tabel III. Persentase pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease serta komplikasi penyerta lain di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007

No Komplikasi penyerta Jumlah kasus (n=55) Persentase 1 CVD 10 18,18 % 2 Nefropati 10 18,18 % 3 Dislipidemia 9 16,36 % 4 Hipertensi 3 5,45 % 5 Stroke 2 3,63 % 6 Hipoglikemi 1 1,81 % 7 Polineuropati 1 1,81 % 8 Ulkus diabetes 1 1,81 %

Berdasarkan data yang diambil, komplikasi penyerta yang terbanyak

diderita pasien adalah penyakit kardiovaskuler / cardiovascular disease (CVD)

dan nefropati. Pasien DM tipe 2 memiliki risiko kematian 2-4 kali lebih tinggi

daripada pasien yang tidak mengalami DM tipe 2. Selain itu, kematian tersebut

terjadi pada usia yang lebih muda daripada pasien non-DM. Pada pasien DM

dengan kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan sel darah merah menjadi

kaku dan mengeras, sehingga sel darah merah yang telah kaku dan mengeras

tersebut dapat merusak pembuluh darah arteri yang dilewatinya. Selain itu, pada

penderita DM, glukosa tidak dapat diproses menjadi energi, sehingga energi

terpaksa dibuat dari sumber lain seperti lemak dan protein. Akibatnya kadar

kolesterol bisa menumpuk dan mengancam pembuluh darah. Semakin banyak

kerusakan pada pembuluh darah tersebut maka akan akan semakin banyak pula

darah sehingga terjadi aterosklerosis. Hal tersebut mengakibatkan jantung bekerja

lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan darah pun

dapat mengalami peningkatan.

Sekitar 20-40% pasien DM tipe 2 memiliki risiko mengalami nefropati

(komplikasi pada organ ginjal). Di dalam ginjal, terdapat pembuluh-pembuluh

darah yang berfungsi sebagai penyaring yang mengeluarkan kelebihan cairan dan

bahan lain yang tidak diperlukan oleh tub uh. Pada saat kadar glukosa dan tekanan

darah tidak dapat dikendalikan sehingga mengalami peningkatan dalam jangka

waktu yang lama maka pembuluh darah tersebut mengalami penurunan

kemampuan. Semakin banyak pembuluh darah yang rusak maka pembuluh darah

lain yang masih berfungsi layak akan bekerja lebih keras, sehingga akibatnya

pembuluh darah tersebut lama kelamaan juga akan mengalami gangguan.

4. Persentase pasien berdasarkan penyakit penyerta

Pasien DM tipe 2 menjalani rawat inap akibat keluhan yang dirasakan

sangat mengganggu. Keluhan tersebut terkadang akibat penyakit DM dan

komplikasi yang mereka derita. Selain itu, keluhan tersebut terkadang didiagnosa

sebagai penyakit penyerta pasien, seperti infeksi, gangguan pencernaan maupun

gangguan otot skelet dan sendi.

Berdasarkan data yang diambil, penyakit penyerta yang paling banyak

ditemui adalah infeksi dan radix dentis. Pada pasien DM tipe 2 di mana memiliki

kadar glukosa darah yang tinggi sangat mungkin mengalami infeksi karena

tersebut. Pada pasien DM, infeksi sering terjadi pada bagian kaki dan saluran

kencing.

Infeksi pada kaki dapat terjadi akibat kulit kering yang memudahkan

kuman masuk, atau luka yang tidak segera dibersihkan. Selain itu, infeksi jamur

juga dapat terjadi. Hal tersebut dapat menyebabkan pasien mengalami gatal- gatal.

Tabel IV. Persentase pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi ischemic heart disease dengan penyakit penyerta lain di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2005-Desember 2007

No Penyakit penyerta Jumlah Persentas e

1 Infeksi 14 25,45 % 2 Radix dentis 7 12,73 % 3 Gangguan pencernaan 4 7,27 % 4 Kolestitis 3 5,45 % 5 Mual 2 3,64 % 6 Osteoartritis 2 3,64 % 7 Hepatopati 2 3,64 % 8 Hiperuricemia 2 3,64 % 9 Decompfortis 2 3,64 % 10 Spondilotis 2 3,64 % 11 Myositis 1 1,82 % 12 Ulcer fatigue 1 1,82 % 13 Sinusitis maxilaris 1 1,82 % 14 Mycosis perinoum 1 1,82 % 15 HNP 1 1,82 %

16 Acute herpes simplex virus (HSV) 1 1,82 %

17 Disentri 1 1,82 %

18 Nyeri abdominal 1 1,82 %

19 Prolapsis arteri 1 1,82 % 20 Celulitis cruris 1 1,82 %

21 Efusi pleura 1 1,82 %

Infeksi saluran kencing biasanya ditandai dengan seringnya pasien buang

air kecil, atau merasa sakit pada punggung. Pada pasien perempuan, tingginya

kadar glukosa darah cenderung mengakibatkan terjadinya infeksi pada lubang

vagina yang ditandai dengan rasa gatal, cairan keputihan, atau rasa panas sewaktu

kencing, sehingga pasien diharapkan dapat menjaga kebersihan diri dan

Selain itu, penderita DM juga memiliki risiko mengalami infeksi pada

Dokumen terkait