• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008- Mei 2009 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008- Mei 2009 - USD Repository"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh : Anastasia Aprilistyawati

NIM : 068114026

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

 

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh : Anastasia Aprilistyawati

NIM : 068114026

FAKULTAS FARMASI

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

 

What we do diligently will be easier - not because of the nature of the task has changed, but because of our capacity to work has increased (Emerson)

Sukses adalah keberhasilan yang anda capai di dalam menggunakan talenta-talenta yang telah Tuhan berikan kepada Anda (Rick Devos)

Inilah hasil dari semua perjuangan yang telah kulakukan selama ini, dan kini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan-Nya

(6)

v

(7)

vi

 

evaluatif.

Hasil menunjukkan bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 60-69 tahun (48%); tahap hipertensi derajat 2 (76%); komplikasi penyerta yang paling banyak diderita adalah dislipidemia (12%) dan penyakit penyerta Infeksi Saluran Kemih (20%).

Kelas terapi, golongan dan jenis obat yang paling banyak digunakan adalah obat kardiovaskuler dan obat yang mempengaruhi sistem hormon (100%), golongan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) dan antagonis kalsium (56%), jenis obat kaptopril (32%).

Dari hasil evaluasi Drugs Related Problems (DRPs) didapat 7 kasus dengan rincian 4 kasus perlu terapi obat tambahan, 2 kasus tidak perlu terapi obat, 2 kasus pilihan obat tidak tepat.

Outcome therapy pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh dari lama tinggal paling banyak 4-6 hari (40%).Pasien pulang dengan keadaan sembuh (48%).

(8)

vii

 

The result showed that the patient distribution in Panti Rapih Hospital were 60-69 years old (48%);hypertension at stage II (76%); complication other than hypertension was dyslipidemia (12%) and another disease utikaria (20%).

The highest frequency of drug class therapy; group; and type used by the patients were cardiovascular and hormonal drug (100%); Angiotensin Receptor Blocker (ARBs) and Calcium Channel Blocker (56%); drug type Captopril (32%) respectively.

Based on Drug Related Problems (DRPs) evaluation, it was found that of 4 cases of need for additional drug therapy, 2 cases unnecessary drug therapy and 2 cases of wrong drug.

Length of Stay (LOS) of the patients was 4-6 days (40%). The outcome theraphy during patient discharge from hospital was recover condition (48%).

(9)

viii

 

yang berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2005-Mei 2009”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam penyelesaian studi untuk meraih gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan perhatian orang-orang di sekitar Penulis, baik secara materi maupun emosional. Untuk itu pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak yang telah memberi dukungan didalam penyelesaian skripsi ini antara lain:

1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan skripsi ini dan sebagai dosen penguji yang telah memberi dukungan, gagasan, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini

2. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes. selaku dosen pembimbing utama dan penguji yang telah sabar membimbing, memberi dukungan, semangat, gagasan, dan kritik yang sangat berarti dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberi bantuan dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.

(10)

ix

 

Rapih Yogyakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini.

7. Seluruh pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu dan mendukung penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku Agustinus Sutarjono dan Lucia Tatinah atas segala kasih sayang, perhatian, perjuangan dan dukungan dalam setiap langkah hidupku. 9. Kedua adekku Vincentia Septi Puspitawati dan Christina Putri Ningsih yang

telah mendukung dengan doa dan keceriaan untuk selalu membantuku.

10.M. Ari Wibowo atas kehadirannya untuk selalu memberi waktu, dukungan, mendengarkan dan menemani dalam setiap kesempatan hingga terselesainya skripsi ini.

11.Maria Laksmi Parahita atas dukungan, kebersamaan dan perjuangan yang menyenangkan, menyedihkan dan mengharukan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

12.Teman-teman kos Pasadena, Arum, Eva, Rara dan Aya atas keceriaan, kebersamaan dan dukungan yang telah kalian berikan selama ini.

(11)

x

 

dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

(12)

xi

 

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR A.Latar Belakang... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian penelitian... 3

3. Manfaat penelitian a. Manfaat Teoritis... 5

b. Manfaat Praktis... 5

(13)

xii

 

1. Definisi ... 7

2. Klasifikasi ... 7

3. Patogenesis ... 8

4. Gejala Klinik ... 11

5. Faktor Risiko... 12

6. Diagnosis ... 12

7. Komplikasi ... 13

B.Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi 1. Definisi ... 14

2. Klasifikasi ... 14

3. Patogenesis ... 16

4. Gejala Klinik ... 18

C.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi... 19

D.Drug Related Problems (DRPs)... 27

E. Subjective data, Objective data, Assessment and Plan ... 28

F. Keterangan Empiris ... 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

B.Definisi Operasional ... 31

(14)

xiii

 

1. Persiapan ... 34

2. Pengambilan Data ... 35

3. Analisis Data ... 36

G.Kesulitan Penelitian ... 36

H.Analisis Hasil ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Profil Kasus Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi 1. Berdasar Umur ... 39

2. Berdasar Komplikasi Penyerta ... 40

3. Berdasar Penyakit Penyerta ... 42

4. Gambaran Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk Rumah Sakit ... 43

B.Profil Obat-obat yang Digunakan oleh Pasien Diabetes Mellitus dengan Komplikasi Hipertensi 1. Kelas Terapi ... 44

2. Golongan Obat a. Obat Kardiovaskuler ... 46

b. Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon ... 48

c. Obat Gizi dan Darah ... 51

d. Obat Analgesik ... 52

(15)

xiv

 

C.Gambaran Kasus Drug Related Problems

1. Membutuhkan Terapi Obat Tambahan ... 58 2. Tidak Perlu Terapi Obat ... 59 3. Pemilihan Obat Kurang Tepat ... 60 D.Gambaran Dampak Terapi Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi

Hipertensi

1. Gambaran Keadaan Pasien Keluar Rumah Sakit Dilihat dari Tingkat Tekanan Darah ... 61 2. Gambaran Lama Tinggal Pasien ... 62 E. Rangkuman Pembahasan ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 65 B.Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

xv

 

Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (lebih dari 18 Tahun) Menurut JNC VII

Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs)

Tabel V. Persentase Komplikasi Penyerta pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel VI. Persentase Penyakit Penyerta pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel VII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Kardiovaskuler yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel VIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009 Tabel IX. Persentase Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah yang

(17)

xvi

 

Tabel XI. Persentase Golongan dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem Saraf Pusat yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009 Tabel XII. Persentase Golongan dan Jenis Antibiotik yang Digunakan Pasien

DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XIII. Persentase Golongan dan Jenis Obat Saluran Cerna yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XIV. Persentase Golongan dan Jenis Obat Sendi dan Gout yang Digunakan Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XV. Persentase Kasus DRP yang Teridentifikasi pada Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

(18)

xvii

 

Tabel XVIII. Kasus pemilihan obat kurang tepat yang teridentifikasi pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

Tabel XIX. Gambaran Tingkat Tekanan Darah dan Kadar Glukosa Darah Pasien DM Komplikasi Hipertensi saat Keluar Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009

(19)

xviii

 

Gambar 2 Diagram Persentase Tingkat Tekanan Darah saat Pasien Masuk Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009 Gambar 3 Diagram Persentase Kelas Terapi Pasien DM Komplikasi

(20)

xix

 

(21)

1   

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia World Health

Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia

menempati urutan keempat terbesar di dunia. Tahun 2000 terdapat 8,4 juta

penduduk yang mengidap DM. Tahun 2006 jumlahnya diperkirakan meningkat

tajam menjadi 14 juta orang, di antaranya baru 50% orang yang sadar mengidap

DM dan hanya 30% yang berobat secara teratur. WHO juga memperkirakan,

tahun 2030 akan ada sekitar 21,3 juta penduduk Indonesia yang mengidap DM

(Fitria, 2009).

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi karena

insulin berpengaruh dalam banyak organ dan berperan dalam penyimpanan

berbagai hasil metabolisme ke dalam jaringan. Hipertensi merupakan salah satu

jenis komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DM. Prevalensi penderita

hipertensi pada orang DM adalah 1,5–3 kali dibandingkan orang tanpa DM dalam

kelompok umur yang sama.

Pada pasien DM kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan masuk ke

dalam ginjal. Saat kadar glukosa yang tertimbun ginjal melebihi ambang batas

maka akan terjadi proses diuretik osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan

berlebih untuk mengeluarkan glukosa melalui urin akibatnya cairan ekstrasel akan

berkurang dan untuk mengkompensasinya cairan intrasel akan keluar dan

(22)

Dalam studi klinik menunjukkan orang dengan DM komplikasi

hipertensi mempunyai peluang 2 kali lipat terhadap penyakit kardiovaskuler

daripada orang tanpa DM. Hipertensi dapat menimbulkan risiko terjadinya stroke,

penyakit jantung koroner (PJK), retinopati, nefropati dan dapat meningkatkan

mortalitas sebesar empat sampai lima kali lipat karena komplikasi pada arteri

koroner (PJK) atau stroke.

Penatalaksanaan terapi pada DM komplikasi hipertensi diharapkan

mampu mencegah terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler yang

terjadi pada gejala lanjutan DM. Pasien DM dengan komplikasi hipertensi akan

mendapatkan terapi obat antidiabetes dan antihipertensi, serta obat–obatan lain

yang terkait dengan penyakit penyerta lainnya, misalnya infeksi, nefropati, stroke

dan retinopati. Kompleksnya terapi obat yang diterima penderita DM komplikasi

hipertensi memungkinkan timbulnya masalah-masalah yang terkait dengan

penggunaan obat (Drug Related Problems) (Puspitaningtyas, 2008).

Untuk mengetahui adanya kemungkinan timbulnya DRPs selama terapi

maka pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi penatalaksanaan terapi pada

pasien diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui profil pasien DM komplikasi hipertensi, profil peresepan

yang digunakan oleh pasien DM komplikasi hipertensi, melihat ada tidaknya

Drug Related Problems (DRPs) dalam proses terapi, mengevaluasi terapi dan

melihat hasil terapi obat yang diberikan pada pasien DM komplikasi hipertensi.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR)

(23)

memberikan layanan rawat inap yang dapat memberikan terapi pada pasien

diabetes melitus komplikasi hipertensi. Data diperoleh dari rekam medik pasien

yang menjalani rawat inap karena proses terapi pada pasien yang menjalani rawat

inap lebih terkontrol dan kemajuan terapi dapat teramati dengan baik.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat

diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

a) Bagaimanakah profil pasien DM komplikasi hipertensi meliputi umur,

komplikasi penyerta, penyakit penyerta dan tingkat tekanan darah pasien saat

masuk di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode Mei 2008–Mei

2009?

b) Bagaimanakah profil peresepan obat yang digunakan pada pasien DM

komplikasi hipertensi meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat?

c) Bagaimanakah kasus Drug Related Problems (DRPs) yang mungkin terjadi

pada pasien DM komplikasi hipertensi selama menjalani terapi di RSPR?

d) Bagaimanakah outcome terapi pada pasien DM komplikasi hipertensi setelah

menjalani terapi di instalasi rawat inap RSPR meliputi lama tinggal, tekanan

darah dan keadaan pasien saat keluar rumah sakit?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan data yang ditelusuri di Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma, penelitian berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan

Terapi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap

(24)

pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian mengenai DM telah banyak

dilakukan oleh para peneliti lain, akan tetapi penelitian ini berbeda dalam hal

tujuan penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian dan lokasi penelitian.

Beberapa penelitian mengenai diabetes melitus yang pernah dilakukan di

Universitas Sanata Dharma, antara lain:

a) Nadeak (2000) tentang pola penggunaan antidiabetika oral bagi pasien

diabetes melitus rawat jalan di RS Bethesda Yogyakarta Periode 1998.

b) Triastuti (2004) tentang gambaran peresepan obat pada pasien diabetes

melitus tipe-2 di instalasi rawat inap RS dr.Sardjito Yogyakarta Periode

2001-2002.

c) Novita (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi komplikasi nefropati

pada kasus diabetes melitus di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

Yogyakarta Periode 2005.

d) Astri (2006) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus

komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 RS Panti Rapih Yogyakarta.

e) Fransisca Widyastuti (2007) tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien

diabetes melitus dengan komplikasi stroke di instalasi rawat inap RS Panti

Rapih Yogyakarta Periode 2005.

Penelitian ini berfokus pada evaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien

diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan melihat ada tidaknya DRPs dan

(25)

3. Manfaat Penelitian

a) Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi

evaluasi penatalaksanaan terapi pada pasien diabetes melitus dengan

komplikasi hipertensi, sehingga dapat digunakan dalam mengembangkan

konsep pelayanan farmasi klinik khususnya pada pasien diabetes melitus

komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap rumah sakit.

b) Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran

pola peresepan obat yang digunakan pada pasien diabetes melitus

komplikasi hipertensi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak farmasis

dalam pengelolaan obat kepada pasien diabetes melitus komplikasi

hipertensi di instalasi rawat inap rumah sakit.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi

penatalaksanaan terapi pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di

instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode Mei 2008–Mei 2009.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi, yang

meliputi umur, komplikasi dan penyakit penyerta lain serta tingkat tekanan

darah pasien saat masuk di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode

(26)

b) Mengetahui profil peresepan obat yang digunakan pada pasien diabetes

melitus komplikasi hipertensi yang meliputi kelas terapi, golongan obat

dan jenis obat.

c) Mengetahui Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada

penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi

hipertensi, meliputi perlu terapi obat tambahan, tidak perlu terapi obat,

obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, efek obat yang

tidak diinginkan dan ketidaktaatan pasien.

Mengetahui outcome terapi pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi

setelah menjalani terapi yang meliputi lama tinggal pasien, tekanan darah dan

(27)

7   

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa dalam darah yang dapat disebabkan adanya

gangguan produksi insulin oleh sel–sel β Langerhans kelenjar pankreas dan

insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).

Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel β pulau

Langerhans. Insulin dalam jaringan akan berfungsi untuk membantu sintesis

dan penyimpanan glikogen serta mencegah pemecahannya. Bila terjadi

kerusakan atau kekurangan insulin di jaringan maka glukosa tidak dapat

masuk dalam jaringan dan akan menumpuk di peredaran darah sehingga

terjadi hiperglikemia yang dapat menyebabkan diabetes melitus.

2. Klasifikasi

Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini.

a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) atau DM tipe I.

Diabetes Melitus tipe I disebabkan adanya destruksi sel β pulau

Langerhans di kelenjar pankreas oleh sistem kekebalan tubuh (Triplitt et

al, 2005). Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin secara absolut

sehingga pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. DM

tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang

(28)

b. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) atau DM tipe II.

Diabetes Melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat

resistensi sel terhadap insulin. Sel–sel β pankreas tetap menghasilkan

insulin, namun mungkin sedikit menurun atau tetap berada dalam

rentang normal sehingga DM tipe II ini dianggap sebagai Diabetes

Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) dan biasanya timbul pada

orang yang berusia lebih dari 40 tahun (Corwin, 2001).

c. Diabetes Melitus pada kehamilan atau DM Gestasional.

Penyakit ini hanya dialami terbatas pada wanita hamil dan

gangguan toleransi glukosa terjadi pertama kali selama kehamilan

(Moningkey, 2000).

d. Diabetes tipe lain yang spesifik atau DM akibat kerusakan genetik.

Tipe DM ini bermacam-macam, antara lain disebabkan terjadinya

mutasi gen yang mengakibatkan resistensi insulin dan gangguan pada

reseptor insulin, atau dapat juga disebabkan adanya gangguan genetik

pada fungsi sel β, penyakit pada pankreas, infeksi bakteri dan berbagai

penyakit kelainan genetik (Triplitt et al, 2005).

3. Patogenesis

a. Diabetes Melitus tipe I

Diabetes Melitus tipe I pada umumnya berkembang pada masa

kanak–kanak atau sebelum dewasa dan disebabkan adanya kerusakan

immune mediated dari sel β pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin

(29)

Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan atau kelainan

pada sel β pankreas antara lain:

1) faktor lingkungan.

Destruksi otoimun sel β pulau Langerhans diperkirakan dapat

disebabkan oleh lingkungan. Serangan otoimun ini timbul setelah terjadi

infeksi virus, misalnya gondongan (mumps), rubella, sitomegalovirus

kronik, atau setelah pajanan obat atau toksin (misalnya golongan

nitrosamine yang terdapat pada daging awetan) (Corwin, 2001).

2) faktor genetik (keturunan).

Diabetes Melitus Tipe I ini dapat disebabkan adanya pengaruh

genetik. Orang–orang tertentu mungkin memiliki “gen diabetogenik”,

yaitu suatu profil genetik yang menyebabkan mereka rentan terhadap DM

tipe I (atau penyakit otoimun lainnya) (Corwin, 2001).

b. Diabetes Melitus tipe II

Diabetes Melitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum

terjadi dan jumlah penderita mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi

penderita diabetes. Umumnya penderita berusia di atas 40 tahun dan

disebabkan adanya resistensi insulin. Penyakit DM tipe II ini dapat

dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan, antara lain obesitas,

diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurangnya gerak badan

(Muchid,2005).

Pada umumnya penderita DM tipe II yang masih berada pada tahap

(30)

tinggi dan jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya. Jadi, awal

patofisiologis DM tipe II bukan disebabkan kurangnya sekresi insulin

seperti pada DM tipe I, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau

tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut

sebagai “Resistensi Insulin” (Muchid,2005).

Sekresi insulin melalui sel–sel β kelenjar pankreas terjadi dalam dua

fase. Fase pertama yaitu sekresi insulin yang terjadi ketika terdapat

peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan fase kedua adalah sekresi

insulin yang terjadi 20 menit sesudah sekresi insulin fase pertama. Pada

awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada

sekresi insulin fase pertama, yaitu sekresi insulin gagal mengkompensasi

resistensi insulin. Bila tidak ditangani dengan baik, maka akan terjadi

kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali

akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita

memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa

pada penderita DM tipe II ini umumnya ditemukan kedua faktor tersebut,

yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Muchid,2005).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional dapat disebabkan adanya peningkatan

kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang

terus meningkat selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan estrogen

(31)

yang berlebih seperti pada diabetes tipe II dan akhirnya menyebabkan

penurunan responsivitas sel (Corwin, 2001).

d. Pra-diabetes

Pra-diabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula seseorang

berada di antara kadar normal dan diabetes, yaitu lebih tinggi dari pada

normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan dalam diabetes tipe

II (Muchid, 2005).

Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu seperti berikut ini.

1) Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu kondisi dimana kadar glukosa

darah puasa antara 100-125 mg/dl (Muchid, 2005).

2) Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu

(TGT), yaitu kondisi dimana kadar glukosa darah saat uji toleransi

glukosa berada di atas normal tapi tidak cukup tinggi untuk

dikategorikan dalam kondisi diabetes (Muchid, 2005).

4. Gejala Klinik

Gejala klasik yang umum timbul pada DM tipe I adalah peningkatan

pengeluaran urin (poliuria), peningkatan rasa lapar (polifagia), penurunan

berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas dan pruritus. Penderita

DM tipe II umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka,

penglihatan makin buruk dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,

(32)

5. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus tipe II dapat dilihat pada tabel II

berikut ini.

Tabel I. Faktor Risiko DM Tipe II (Muchid, 2005)

Riwayat

Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional

Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg Obesitas >120% berat badan ideal

Umur 20-59 tahun : 8,7% > 65 tahun : 18% Tekanan Darah >140/90mmHg

Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl

Faktor lain Kurang olah raga Pola makan rendah serat

6. Diagnosis

Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes

Association (ADA) (cit., Triplitt et al., 2005) adalah sebagai berikut ini.

Tabel II . Kategori Status Glukosa Darah (Triplitt et al., 2005)

Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa Kadar Glukosa Darah

2 jam Sesudah Makan

Normal < 100mg/dL < 140mg/dL

Pra-diabetes 100 – 125mg/dL 140 – 199mg/dL

Diabetes Melitus ≥ 126mgdL ≥ 200mg/dL

HbA1C adalah suatu produk non-enzim yang dapat menggambarkan

level gula dalam darah. HbA1C ini juga dapat untuk diagnosis kadar gula

darah. Pengukuran HbA1C ini penting karena efektif untuk pengontrolan

(33)

7. Komplikasi

Penderita DM akan mengalami komplikasi akut maupun kronis.

Komplikasi akut yang berbahaya adalah hipoglikemia (kadar gula darah

sangat rendah) yang dapat mengakibatkan koma bahkan kematian.

Gejala-gejala hipoglikemia antara lain pusing, lemas, gemetar, pandangan

berkunang–kunang, keringat dingin dan peningkatan detak jantung sampai

kejang. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe I, yang

dapat dialami 1–2 kali perminggu. (Mucihd, 2001).

Komplikasi kronis pada penderita DM disebabkan oleh tingginya

konsentrasi glukosa darah yang dapat menyebabkan timbulnya komplikasi

mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terjadi di

arteriol, kapiler dan venula. Komplikasi ini disebabkan tingginya kadar

glukosa darah sehingga terjadi penebalan membran basal

pembuluh-pembuluh kecil. Penebalan ini menyebabkan iskemia dan penurunan

penyaluran oksigen dan zat–zat gizi ke jaringan. Selain itu, hemoglobin

terglikosilasi akan memiliki afinitas terhadap oksigen yang tinggi sehingga

oksigen terikat erat ke molekul hemoglobin dan ketersediaan oksigen untuk

jaringan berkurang. Hal inilah yang mendorong timbulnya

komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati

(Corwin, 2001).

Komplikasi makrovaskuler terjadi di arteri besar dan sedang.

Komplikasi ini timbul terutama akibat aterosklerosis. Pada penderita diabetes

(34)

glukosa maupun kadar asam lemak. Kerusakan ini menyebabkan

permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung

lemak masuk ke dalam arteri (Corwin, 2001).

B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan

pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi

bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda

(Corwin, 2001). Menurut Joint National Committee (JNC) VII, kriteria

tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Seseorang mengalami hipertensi

jika tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik

(TDD) ≥90 mmHg. Hipertensi tidak dapat disembuhkan tapi dapat

dikendalikan (Yusuf, 2008).

Pada penderita DM tipe I, hipertensi biasanya muncul setelah pasien

mengalami nefropati diabetik atau gangguan ginjal. Sedangkan pada

penderita DM tipe II, hipertensi biasanya timbul sebelum penderita

didiagnosa diabetes atau pada saat penderita didiagnosa diabetes (Tandra,

2004).

2. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi JNC VII mengelompokkan kelas hipertensi

dalam batasan di atas umur 18 tahun. Berikut ini ini tabel klasifikasi

(35)

Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (≥ 18 tahun) Menurut JNC VII (Sassen and Carter, 2005)

Klasifikasi Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal ≤ 120 ≤ 80

Prehipertensi 120 - 139 80 - 89 Hipertensi derajat 1 140 -159 90 - 99 Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Sistolik adalah tekanan darah yang terukur saat sebelum kontraksi

kardiak dan menunjukkan nilai maksimal tekanan darah, sedangkan tekanan

diastolik adalah tekanan yang diperoleh sesaat setelah kontraksi dan saat

jantung dikosongkan (Sassen and Carter, 2005).

Berdasarkan etiologi, hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai

hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hampir 90 – 95% kasus

hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer

(esensial). Hipertensi primer dapat dipengaruhi oleh faktor genetik yang

menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf

simpatis dan sisten renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan

hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta

obesitas dan faktor endotel (Yusuf, 2008).

Sedangkan sekitar 5–10% kasus hipertensi telah diketahui

penyebabnya atau disebut hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi ini dapat

diketahui melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Hipertensi

sekunder sering terjadi sebelum usia 35 tahun atau sesudah usia 55 tahun

(36)

3. Patogenesis

Tekanan darah adalah hasil dari curah jantung dan resistensi perifer.

BP (Tekanan Darah) = CO (Curah Jantung) X TPR (Tahanan Perifer)

Jika curah jantung mengalami kenaikan dan resistensi pembuluh darah

perifer tetap maka tekanan darah meningkat. Kebanyakan pasien hipertensi

esensial mengalami kenaikan resistensi perifer sedangkan curah jantung tetap

sama. Resistensi perifer dipengaruhi oleh viskositas darah, diameter

pembuluh darah dan elastisitas pembuluh darah. Viskositas darah yang

semakin meningkat membutuhkan tekanan darah yang semakin tinggi pula

agar darah dapat melalui pembuluh darah. Tekanan darah yang tinggi juga

diperlukan untuk mendorong darah melalui pembuluh darah yang mengalami

penyempitan (Setiawati dan Bustami, 1999).

Pada pasien DM tipe I, hipertensi dapat disebabkan karena adanya

gangguan fungsi ginjal, sedangkan pada pasien DM tipe II, hipertensi dapat

terjadi karena adanya metabolik sindrom yaitu obesitas, hiperglikemi dan

dislipidemia yang dapat meningkatkan faktor risiko kardiovaskuler (Anonim,

2005).

Proses terjadinya DM komplikasi hipertensi dapat disebabkan saat

kadar glukosa darah meningkat dan tidak dapat masuk kedalam sel maka

glukosa tersebut akan masuk ke dalam tubulus ginjal. Nilai ambang ginjal

untuk timbulnya glukosa dalam urin adalah 180 mg/dl, saat keadaan kadar

(37)

terabsorbsi akan tertimbun di ginjal dan harus dikeluarkan melalui urin

(Guyton and Hall, 1996).

Saat glukosa yang tertimbun dalam ginjal melebihi ambang batas,

maka akan terjadi proses diuresis osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan

berlebih melalui urin untuk mengurangi kadar glukosa darah. Pengeluaran

urin yang berlebih tersebut menyebabkan cairan ekstrasel berkurang dan

tubuh mengalami dehidrasi. Maka untuk kompensasinya volume intrasel

ditarik keluar sehingga cairan tubuh berlebih dan terjadi hipertensi. Dalam

jangka waktu yang lama maka pada penderita DM dapat mengalami

gangguan pada pembuluh darah halus di ginjal, ditemukan juga adanya

penahanan air dan garam di ginjal yang merupakan faktor lain terjadinya

hipertensi (Guyton and Hall, 1996).

Hipertensi pada penderita DM dapat juga disebabkan adanya

pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah (aterosklerosis).

Ateroskerosis ini banyak terjadi pada penderita yang mengalami obesitas.

Hampir 80% penderita diabetes melitus mengalami obesitas. Pada penderita

diabetes melitus terjadi resistensi insulin yang akan menyebabkan glukosa

tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga kadar glukosa dan lemak dalam

darah akan meningkat. Tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit

glukosa atau kadar asam lemak dalam darah dapat menyebabkan kerusakan

pada lapisan endotel arteri. Kerusakan ini menyebabkan permeabilitas sel

endotel terhadap berbagai bahan di plasma meningkat sehingga kolesterol

(38)

Kerusakan pada sel endotel ini menimbulkan reaksi peradangan dan

imun, sehingga terjadi pelepasan peptida- peptida vasoaktif dan penimbunan

makrofag dan trombosit di dalam maupun di luar arteri. Produk–produk

peradangan tersebut akan merangsang proliferasi sel otot polos sehingga

sel-sel otot polos tumbuh ke dalam tunika intima. Bila kerusakan dan peradangan

berlanjut, maka agregasi trombosit meningkat dan terbentuk bekuan darah

(trombus). Sebagian dinding pembuluh diganti oleh jaringan parut sehingga

struktur dinding berubah dan mengalami penebalan (aterosklerosis). Karena

terjadinya proliferasi sel otot polos, pembentukan trombus dan jaringan parut

tersebut maka lumen arteri berkurang dan resistensi terhadap aliran darah

yang melintasi arteri meningkat. Ventrikel kiri harus memompa secara lebih

kuat untuk menghasilkan cukup gaya yang mendorong darah melewati sistem

vaskuler yang mangalami aterosklerosis sehingga timbul hipertensi (Corwin,

2001).

4. Gejala Klinik

Gejala yang timbul pada penderita hipertensi berbeda–beda

bergantung pada tingginya tekanan darah. Berdasarkan hasil survei hipertensi

di Indonesia, tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi

seperti pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang

sering dijumpai, selain gejala lain seperti mimisan, sukar tidur, dan sesak

napas. Rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, palpitasi, dan mudah

(39)

C. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi

Tujuan utama terapi penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi adalah

mengontrol tekanan darah, mengurangi risiko komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler terutama yang menyangkut ginjal dan kardiovaskuler,

memperbaiki gejala yang sudah muncul, mengurangi angka kematian dan

meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al, 2005).

Penatalaksanaan diabetes yang berhasil membutuhkan kerjasama yang erat

dan terpadu dari penderita dan keluarga dengan para tenaga kesehatan yang

menanganinya, antara lain dokter, apoteker, dan ahli gizi. Kebanyakan pasien

dengan diabetes tidak mendapatkan perawatan optimal, seringkali kadar gula tidak

terkontrol dengan baik. Menurut The National Community Pharmacists

Association’s National Institute for Pharmacist Care Outcome di USA, kontribusi

apoteker berfokus kepada pencegahan dan perbaikan penyakit, termasuk

mengidentifikasi dan menilai kesehatan pasien, memonitor, mengevaluasi,

memberikan pendidikan dan konseling, menyelesaikan terapi yang berhubungan

dengan obat untuk meningkatkan pelayanan ke pasien dan kesehatan secara

keseluruhan (Muchid, 2005).

Sasaran terapi DM komplikasi hipertensi adalah memperlambat proses

berkembangnya risiko kardiovaskuler dengan cara sebagai berikut ini.

1. Menurunkan tekanan darah dibawah angka 130/80 mmHg.

2. Pengaturan kadar glukosa darah mendekati normal yaitu,

(a) kadar gula sesudah makan < 180mg/dl

(40)

(c) HbA1C < 7%

3. Pengaturan kadar lipid

(a) HDL > 40mg/dl

(b) LDL < 100mg/dl

(c) Trigliserida < 150mg/dl (Anonim, 2005).

Strategi terapi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan terapi

non-farmakologi (tanpa menggunakan obat) dan terapi non-farmakologi dengan

penggunaan obat antihipertensi oral.

a. Terapi non-farmakologi

Terapi non-farmakologi dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada

pengobatan farmakologi dan dapat diberikan mendahului atau bersama–sama

sejak awal dengan pengobatan farmakologi. Terapi non-farmakologi dapat

dilakukan dengan pengurangan berat badan, pengurangan asupan garam, olahraga

teratur, menghentikan rokok, alkohol dan stres untuk menghindari risiko

hipertensi.

Pengurangan berat badan dapat dilakukan dengan mempertahankan Body

Mass Index antara 18,5-24,9 kg/m2. Pengurangan berat badan merupakan indikasi

pengobatan, baik pada hipertensi maupun diabetes melitus. Pengurangan berat

badan ini dapat dilakukan dengan melakukan olahraga teratur dan pembatasan

kalori. Berdasarkan penelitian, olahraga telah terbukti dapat menurunkan tekanan

darah melalui penurunan tahanan perifer. Selain itu olahraga juga dapat

(41)

b. Terapi farmakologi

1) Terapi farmakologi untuk hipertensi

Tingginya tekanan darah merupakan salah satu faktor yang menentukan

dimulainya pengobatan farmakologi. Berdasarkan pedoman JNC VII tahun 2003,

penderita hipertensi derajat satu dapat diberikan terapi farmakologi jika terapi

non-farmakologi tidak mencapai target tekanan darah yang ditetapkan. Individu

yang mengalami prehipertensi tidak diberikan terapi farmakologi tetapi dengan

melakukan terapi non-farmakologi untuk mengurangi risiko berkembangnya ke

arah hipertensi dikemudian hari. Namun, individu dengan prehipertensi yang juga

mengalami diabetes melitus atau penyakit ginjal harus diberikan pengobatan

apabila terapi non-farmakologi gagal menurunkan tekanan darah menjadi 130/80

mmHg atau kurang (Yusuf, 2008).

Sasaran utama yang ingin dicapai pada terapi pasien DM komplikasi

hipertensi adalah pencapaian tekanan darah 130/80 mmHg, untuk itu terapi utama

dengan penggunaan antihipertensi yaitu menggunakan Penghambat Angiotensin

Converting Enzyme (ACE) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARBs). Kedua

obat antihipertensi tersebut terbukti mengurangi risiko kardiovaskuler serta

mencegah adanya risiko gagal ginjal. Terapi dapat pula ditambah dengan thiasid

diuretik serta obat antihipertensi lain seperti β-blocker dan Calcium Channel

(42)

a) First Line Therapy

Berdasarkan standar yang dikeluarkan American Diabetes Association

(ADA), obat yang digunakan sebagai First Line Therapy pada pasien DM

komplikasi hipertensi meliputi golongan obat yang ada dibawah ini.

(1) Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

Penghambat ACE terbukti menguntungkan untuk pasien yang

mengalami infark miokardium, gagal jantung dan pasien DM yang

mengalami gangguan ginjal. Berdasarkan ADA, obat ini dianggap lebih

sesuai untuk pasien DM dengan komplikasi hipertensi, karena berdasarkan

penelitian yang mengevaluasi penggunaan penghambat ACE pada pasien

dengan komplikasi hipertensi menunjukkan bahwa penggunaan penghambat

ACE dapat menurunkan 20–30% risiko stroke, jantung koroner dan kelainan

kardiovaskuler mayor. Penghambat ACE juga dapat meningkatkan

sensitivitas insulin (Konzem, 2002).

Mekanisme penghambat ACE sebagai terapi utama DM komplikasi

hipertensi adalah menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin

II yang mengakibatkan dilatasi perifer dan mengurangi resistensi perifer yang

efeknya dapat menurunkan tekanan darah. Angiotensin II merupakan

vasokonstriktor yang mampu meningkatkan ekskresi aldosteron, dengan

aldosteron yang jumlahnya kecil akibatnya terjadi retensi air dan sodium,

sehingga menurunkan tekanan darah.

Penghambat ACE dengan tiazid dapat dipakai saat β-blocker dan

(43)

kardiovaskuler dapat menyebabkan hipotensi, sedangkan jika dengan β

-blocker menyebabkan keracunan litium. Penggunaan bersama potassium

mengkibatkan hiperkalemia dan jika dipakai dengan Non Steroid Anti

Inflamatory Drug (NSAID) dapat menurunkan efek dari penghambat ACE

(Rudnick, 2001).

Penghambat ACE meliputi kaptopril, enalapril, lisinopril. Kaptopril

cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga

bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik

pada pemberian penghambat ACE. Dosis pertama penghambat ACE harus

diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak

mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar

sodium rendah (Gormer, 2007).

(2) Angiotensin Receptor Blocker (ARBs)

Antagonis angiotensin II menghambat reseptor angiotensin II dan

memiliki potensi yang sama dengan penghambat ACE dalam menurunkan

tekanan darah namun efek sampingnya lebih kecil (Clarke and Hebron,

1999).

Efek ARBs adalah menghambat angiotensin II yang berperan dalam

vasokontriksi, pelepasan aldosteron, aktivitas saraf simpatik, pelepasan

hormon antidiuretik dan konstriksi pada glomerulus. Interaksi obat ARBs

(44)

b) Second Line Therapy

(1) Diuretik

Mekanisme kerja diuretik adalah mengekskresikan air dan elektrolit

melalui ginjal sehingga terjadi pengurangan sirkulasi volume darah,

mengurangi cardiac output. Tekanan darah turun karena berkurangnya curah

jantung sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal terapi. Pada

pemberian kronik, volume plasma kembali normal tetapi masih 5% di bawah

nilai sebelum pengobatan. Tekanan darah tetap turun karena sekarang

resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi bukan merupakan

efek langsung tetapi karena adanya penyesuaian pembuluh darah perifer

terhadap pengurangan volume plasma yang terus menerus atau dapat juga

karena berkurangnya volume cairan interstisial yang dapat mengurangi

kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur (Setiawati

dan Bustami, 1999).

(2) β-blocker

β-blocker bekerja dengan mengurangi denyut jantung dan

kontraktilitas miokard sehingga curah jantung berkurang. Pada pemberian

kronik resistensi perifer menurun, mungkin sebagai penyesuaian terhadap

pengurangan curah jantung yang kronik (Setiawati dan Bustami, 1999).

Jika obat ini dipakai bersamaan dengan phenitoin dapat meningkatkan

efek antihipertensi, pemakaian dengan verapramil dapat menekan jantung dan

menyebabkan hipotensi, sedangkan jika pemakaian dengan sulfonilurea dapat

(45)

(3) Calcium Channel Blocker (CCB)

Pada otot jantung dan otot vaskuler, ion kalsium berperan dalam

peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar ion kalsium dalam sitosol akan

meningkatkan kontraksi. Obat antihipertensi golongan antagonis kalsium

bekerja dengan jalan memblok kanal kalsium yang terletak pada otot polos

sehingga mencegah terjadinya vasokonstriksi (Setiawati dan Bustami, 1999).

Obat golongan antagonis kalsium ini akan menangkal kalsium yang

masuk sehingga kalsium tidak dapat masuk dan mengakibatkan terjadi

dilatasi, suplai oksigen terhadap miokardial meningkat dan menurunkan detak

jantung. Golongan obat antihipertensi ini menurunkan tekanan darah secara

efektif dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik serta menekan kejadian

stroke. Indikasi terutama hipertensi sistolik pada lansia.

(4) Obat Simpatolitik

Obat ini bekerja menurunkan tekanan darah dengan menekan saraf

simpatik sehingga mengurangi cardiac output dan mengurangi tekanan darah.

Salah satu jenis obat ini adalah klonidin. Jika klonidin dipakai bersamaan

dengan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan tekanan darah dan

penggunaan dengan Central Nervous System (CNS) dapat menurunkan efek

CNS depresan.

(5) Vasodilator

Obat ini bekerja sebagai vasodilator pada arteri, vena ataupun

(46)

dengan mengembangkan dinding arteriola sehingga daya tahan pembuluh

perifer berkurang dan tekanan darah menurun.

2) Terapi farmakologi untuk diabetes melitus

a) Insulin

Insulin biasa digunakan pada DM tipe I dan efektif jika diberikan secara

subkutan atau intravena karena jika diberikan secara oral di dalam

gastrointestinal insulin yang berbentuk protein akan pecah dan rusak sebelum

lewat peredaran darah dan didistribusikan.

Insulin juga dapat diberikan pada penderita DM tipe II jika saat terapi

untuk DM tipe II terjadi kegagalan atau kontraindikasi karena masa kehamilan

atau hipersensitif dan saat kadar glukosa naik akibat stress ataupun infeksi serta

akibat pembedahan. Mekanisme kerja insulin mengubah glukosa menjadi

glikogen, meningkatkan sintesis protein dan lemak, memperlambat pemecahan

glikogen, protein dan lemak, menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh

(Rudnick, 2001).

b) Obat Antidiabetika Oral

Obat antidiabetika oral adalah obat yang digunakan mengatasi keadaan

kadar glukosa darah yang tinggi akibat gangguan kerja insulin, obat ini

mempunyai sistem kerja ganda di dalam dan di luar pankreas, efek di dalam

pankreas adalah mampu menstimulasi pankreas agar mengeluarkan insulin

dengan kerja pankreas yang seminimal mungkin dan efek di luar pankreas

(47)

D. Drug Related Problems (DRPs)

Drug Related Problems (DRPs) masalah–masalah yang berkaitan dengan

pemakaian obat atau sering disebut Drug Therapy Problems (DTPs)

didefinisikan sebagai permasalahan yang sering muncul didalam farmasi klinis

atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien selama proses terapi.

Sedangkan potensial DRP yaitu masalah yang diperkirakan akan terjadi

berkaitan dengan terapi yang sedang diberikan pada penderita (Cipolle, 1998).

Dalam Pharmaceutical Care Practice oleh Robert J. Cipolle (1998),

masalah–masalah dalam kajian DRP ditunjukkan oleh kemungkinan penyebab

DRP yang disajikan dalam tabel VI berikut ini.

Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, 1998)

DRPs Kemungkinan penyebab DRPs

1. Perlu terapi obat tambahan (Need for additional drug therapy)

a) Pasien dengan kondisi baru yang membutuhkan obat. b) Pasien kronis membutuhkan kelanjutan terapi obat. c) Pasien dengan kondisi yang membutuhkan kombinasi obat.

d) Pasien dengan kondisi yang berisiko dan membutuhkan obat untuk mencegah.

2. Tidak perlu terapi obat (Unnecessary drug therapy)

a) Tidak ada indikasi pada saat itu.

b) Pasien mendapat obat dalam jumlah toksis. c) Kondisi pasien akibat drug abuse.

d) Pasien lebih baik disembuhkan dengan terapi non farmakologi. e) Pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup dengan single

drug.

f) Pasien minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.

3. Obat tidak tepat (Wrong drug)

a) Kondisi pasien yang menyebabkan obat bekerja tidak efektif (kurang sesuai dengan indikasinya).

b) Pasien menerima obat yang bukan paling efektif untuk indikasi. c) Pasien mempunyai alergi terhadap obat tertentu.

d) Obat yang diberikan memiliki faktor risiko kontraindikasi dengan obat lain yang juga dibutuhkan.

(48)

Lanjutan tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, 1998)

DRPs Kemungkinan penyebab DRPs

4.Dosis kurang (Dosage too low)

a) Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk memberikan respon. b) Konsentrasi obat di bawah therapeutic range.

c) Obat, dosis, rute atau konversi formula obat tidak cukup d) Dosis dan interval obat tidak cukup.

e) Pemberian obat terlalu awal. 5. Dosis berlebih

(Dosage too high)

a) Dosis yang digunakan pasien terlalu tinggi untuk memberikan respon.

b) Konsentrasi obat di atas therapeutic range. c) Dosis obat terlalu cepat dinaikkan. d) Akumulasi obat karena penyakit kronis.

e) Obat, dosis, rute atau konversi formula obat tidak sesuai. 6.Efek obat yang

tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction/ADR)

a) Dosis obat yang diberikan kepada pasien terlalu tinggi kecepatannya.

b) Adaya reaksi alergi terhadap obat tertentu. c) Ada faktor risiko yang membahayakan pasien. d) Interaksi dengan obat – obat atau makanan. e) Hasil laboratorium pasien berubah akibat obat. 7.Ketidaktaatan

pasien (In compliance)

a) Pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication error. b) Pasien tidak taat instruksi.

c) Pasien tidak mengambil obat karena harga obat mahal. d) Pasien tidak mengambil obat karena tidak memahami. e) Pasien tidak mengambil obat karena keyakinan kurang.

E. Subjective data, Objective data, Assessment and Plan

Metode SOAP (Subjective data, Objective data, Assessment and Plan)

merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi

dari medical record. Informasi tersebut dapat digunakan untuk membantu

menyelesaikan masalah maupun situasi yang kompleks (Kimbe and Young,

2005). Metode SOAP terdiri dari:

1. data subyektif.

Data subyektif adalah informasi yang dapat diketahui dari informasi yang

diberikan oleh pasien, anggota keluarga pasien, atau tenaga medis yang merawat

(49)

a. keluhan atau gejala yang dirasakan pasien

b. riwayat penyakit

c. riwayat pengobatan

d. alergi

e. riwayat sosial atau keluarga (Jones and Rospond, 2003).

2. data obyektif.

Data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi atau pengukuran oleh

tenaga medis yang merawat pasien (Kimble and Young, 2005). Informasi yang

termasuk dalam data obyektif yaitu:

a. data vital

b. pemeriksaan fisik

c. hasil tes laboratorium

d. konsentrasi obat dalam serum

e. hasil tes diagnosa

f. profil pengobatan (Jones and Rospond, 2003).

3. menentukan assessment.

Setelah diperoleh data subyektif dan obyektif, maka langkah selanjutnya

adalah menegakkan diagnosa pasien. Selain itu perlu dilakukan identifikasi

adanya drug related problems yang mungkin terjadi pada pengobatan sebelumnya

(Kimble and Young, 2005).

4. menentukan plan/rekomendasi.

Dalam tahap penentuan plan/rekomendasi ini dilakukan perencanaan

(50)

problems yang telah teridentifikasi. selain itu diberikan pembelajaran kepada

pasien mengenai masalah kesehatan serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat

mencapai target penyembuhan penyakit maupun pemeliharaan kondisi pasien

(Kimble and Young, 2005).

F. Keterangan Empiris

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih

periode Mei 2008-Mei 2009. Dari hasil penelitian dapat diketahui mengenai

(51)

31   

BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus

Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009” merupakan jenis penelitian

non-eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif. Data diperoleh dari lembar

rekam medik yang diambil secara retrospektif. Retrospektif adalah penelusuran

data masa lalu pasien dari catatan rekam medis pasien (Kountour,2003).

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental karena subjek uji

tidak diberi perlakukan. Rancangan penelitian deskriptif evaluatif, disebut

deskriptif karena penelitian ini memberikan gambaran atau uraian atas suatu

keadaan dengan sejelas mungkin dengan mengamati fenomena kesehatan yang

terjadi (Kountour, 2003).

B. Definisi Operasional

1. Pasien rawat inap merupakan pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi yang

menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

periode Mei 2008-Mei 2009.

2. Pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah pasien yang didiagnosa

mengalami diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan kadar glukosa darah

puasa ≥ 126mg/dl atau kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl.

3. Tekanan darah masuk adalah tekanan saat pengukuran pertama pasien masuk

(52)

pasien saat masuk instalasi rawat inap RSPR. Menurut JNC VII, kategori derajat

hipertensi pasien terdiri dari prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi

derajat 2.

4. Profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi meliputi umur, komplikasi

dan penyakit penyerta lain serta derajat hipertensi pasien saat masuk di instalasi

rawat inap RSPR.

5. Data umur pasien dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok umur

40-49 tahun, 50-59 tahun, 60-69 tahun, 70-79 tahun, ≥80 tahun.

6. Komplikasi penyerta adalah penyakit yang menyertai DM komplikasi hipertensi

terkait dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

7. Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit DM

komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk dalam komplikasi mikrovaskuler dan

makrovaskuler.

8. Profil Obat meliputi kelas terapi, golongan obat dan jenis obat.

9. Kelas terapi adalah kelompok besar obat yang terdiri beberapa golongan obat

yang memiliki sasaran pengobatan yang sama, misalnya kelas terapi obat sistem

kardiovaskuler, terdiri dari golongan obat antihipertensi, antiangina dan lain–lain.

10. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari setiap kelas

terapi yang diberikan untuk pasien. Misalnya, golongan obat hipoglikemik,

golongan antipiretik, golongan antihipertensi.

11. Jenis obat adalah nama generik obat pada peresepan pasien rawat inap dalam satu

(53)

12. Outcome terapy adalah hasil terapi atau keadaan pasien setelah menjalani terapi,

yang meliputi lama tinggal, tekanan darah dan keadaan pasien saat keluar RSPR.

13. Data lama tinggal pasien dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu 1-3 hari, 4-6

hari, 7-9 hari, 10-12 hari, 13-15 hari dan ≥16 hari.

14. Tekanan darah keluar adalah tekanan darah saat pengukuran sebelum pasien

keluar dari rawat inap RSPR yang dapat digunakan untuk menentukan keadaan

pasien saat keluar RSPR.

15. Data keadaan pasien dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu sembuh,

membaik dan belum membaik. Keadaan pasien sembuh jika tekanan darah darah

turun sampai ≤130/80mmHg, membaik jika tekanan darah pasien mengalami

penurunan tetapi tidak sampai ≤130/80mmHg, sedangkan belum membaik jika

tekanan darah pasien tidak mengalami penurunan, tetap atau justru mengalami

peningkatan.

16. Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada penatalaksanaan terapi pasien

diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi, meliputi perlu terapi obat

tambahan, tidak perlu terapi obat, obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat

berlebih dan efek obat yang tidak diinginkan.

17. Data yang diperoleh dihitung dengan cara jumlah kasus yang ada dibagi jumlah

kasus (n=25) dikalikan seratus persen. Penghitungan ini digunakan dalam

menghitung persentase umur pasien, profil tekanan darah, komplikasi penyerta,

penyakit penyerta, kelas terapi obat, golongan obat, jenis obat dan outcome

(54)

C.Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah 25 pasien DM komplikasi

hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Mei 2008-Mei 2009

yang memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu pasien yang didiagnosa

mengalami diabetes melitus komplikasi hipertensi dengan kadar glukosa darah

puasa ≥ 126mg/dl atau kadar gula darah 2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl.

D.Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan berasal dari lembar rekam medik (Medical

Record) pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih periode Mei 2008–Mei 2009.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus

dengan komplikasi hipertensi dilaksanakan di unit rekam medik Rumah Sakit

Panti Rapih yang terletak di Jalan Cik Dik Tiro No. 39 Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 3 tahap, yaitu sebagai berikut ini.

1. Persiapan

Tahap ini merupakan tahap awal, yaitu dengan proses pengumpulan informasi

yang dibutuhkan untuk penelitian. Setelah dilakukan proses tersebut kemudian

diperoleh informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih dangan melihat pola

penyebaran penyakit diabetes melitus komplikasi hipertensi selama Mei 2008–

(55)

melitus dengan komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap RS Panti Rapih

periode Mei 2008–Mei 2009 sebanyak 144 pasien.

2. Pengambilan Data

Tahap pengambilan data ini terdiri dari 3 proses, yaitu:

a. proses penelusuran data

Berdasarkan informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih diperoleh data

bahwa jumlah penderita DM komplikasi hipertensi pada periode Mei 2008-Mei

2009 sebanyak 144 pasien. Dari 144 pasien DM komplikasi hipertensi

dilakukan pengambilan sampel kasus dengan menggunakan kriteria inklusi

penelitian sehingga diperoleh 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi.

b. proses pengumpulan data

Proses pengumpulan data dimulai dengan melihat medical record

pasien DM komplikasi hipertensi. Data pasien yang diambil meliputi nama,

umur, keluhan utama, riwayat penyakit, diagnosis, jenis obat, dosis obat, cara

pemberian obat, lama tinggal, tekanan darah saat masuk dan keadaan pasien

saat pulang atau outcome therapy.

c. proses pengolahan data

Data yang telah diambil dari medical record pada tahap sebelumnya

kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut berisi profil pasien

(umur, diagnosa masuk, diagnosa keluar, komplikasi dan penyakit penyerta),

data laboratorium (tekanan darah, kadar ureum, kreatinin, asam urat, SGOT,

SGPT, kolesterol dan glukosa darah), profil pengobatan (jenis obat, dosis) serta

(56)

3. Analisis Data

Data dari medical record tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan drug

related problems dengan metode SOAP secara kasus per kasus. Literatur yang

digunakan sebagai acuan adalah American Diabetes Association (ADA) guideline,

MIMS Indonesia (periode 2008/2009), Informatorium Obat Nasional Indonesia

(2000).

Data berdasarkan pencatatan medical record dievaluasi mengenai drug

related problems-nya. Dengan melihat drug related problems yang terjadi selama

proses terapi dapat diketahui perlu terapi obat tambahan, tidak perlu terapi obat,

obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih dan efek obat yang tidak

diinginkan. Data yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar

pengobatan untuk DM komplikasi hipertensi, kemudian data dievaluasi secara

kasus perkasus.

G. Kesulitan Penelitian

Proses pengambilan data pasien DM komplikasi hipertensi di unit rekam

medik RSPR Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009 ini mengalami beberapa

kesulitan. Kesulitan pertama adalah kesulitan dalam membaca beberapa tulisan

yang ada di medical record. Usaha yang dilakukan adalah dengan menanyakan

kepada beberapa pihak yang mengerti. Kesulitan yang kedua adalah kesulitan

dalam mendapatkan dokumen medical record karena seringkali saat peneliti akan

mengambil data, medical record yang akan dipakai sedang digunakan pasien

(57)

Usaha yang dilakukan adalah dengan menunggu beberapa hari atau beberapa

minggu sampai dokumen medical record tersebut kembali.

H. Analisis Hasil

1. Persentase umur pasien DM komplikasi hipertensi dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range umur tertentu dibagi jumlah

sampel kemudian dikalikan 100%.

2. Persentase jenis komplikasi penyerta pasien DM komplikasi hipertensi dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis komplikasi penyerta

dibagi jumlah sampel dikalikan 100%.

3. Persentase jenis penyakit penyerta pasien DM komplikasi hipertensi dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing jenis penyakit penyerta

dibagi jumlah sampel dikalikan 100%.

4. Persentase derajat hipertensi pasien saat masuk instalasi rawat inap RSPR

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range derajat

hipertensi tertentu dibagi jumlah sampel kemudian dikalikan 100%.

5. Persentase kelas terapi pasien DM komplikasi hipertensi dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien masing-masing kelas terapi dibagi jumlah sampel

pasien kemudian dikalikan 100%.

6. Persentase lama tinggal perawatan pasien DM komplikasi hipertensi di RSPR

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang terdapat pada range lama

(58)

7. Persentase keadaan pasien DM komplikasi hipertensi saat keluar dari RSPR

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien masing-masing keadaan saat

keluar RSPR dibagi jumlah sampel pasien kemudian dikalikan 100%.

8. Persentase jumlah drug related problems pasien DM komplikasi hipertensi

dihitung dengan cara menghitung jumlah masing-masing kasus drug related

(59)

39   

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes

Melitus Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Mei 2008–Mei 2009 ini dilakukan dengan menelusuri data

rekam medis pasien yang terdiagnosa sebagai penderita diabetes melitus dengan

komplikasi hipertensi yang menjalani terapi di Instalasi Rawat Inap RSPR

Yogyakarta pada periode Mei 2008-Mei 2009. Berdasarkan data yang telah

diperoleh dari Instalasi Rekam Medik diperoleh 25 kasus pasien DM dengan

komplikasi hipertensi yang menjalani terapi rawat inap di RSPR Yogyakarta.

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah memperoleh data rekam medis pasien

adalah dengan mencatat seluruh data pasien yang dibutuhkan yang tercantum

dalam lembar rekam medis.

A. Profil Kasus Diabetes Melitus dengan Komplikasi Hipertensi

1) Berdasar Umur

Hipertensi merupakan salah satu jenis komplikasi yang sering dijumpai

pada penderita DM. Hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah hingga

lebih dari 140/90 mmHg. Berdasarkan data yang telah diperoleh dari lembar

rekam medis profil umur pasien DM komplikasi hipertensi dibagi menjadi 5

kelompok. Berdasarkan gambar 1 diperoleh penderita paling banyak terdapat

dalam kategori umur 60-69 tahun. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada

umur diatas 60 tahun resiko komplikasi hipertensi pada pasien DM lebih tinggi

(60)

2) Gam di R S mengalam tersebut p telah dijal hidup. B dan terus Komplika muncul se berjalan 1 Berdasar K hipertensi Terjadinya terapi yan

bar 1. Diag Rumah Sak

Setelah umu

mi penuruna

asien tidak

ani tidak da

Berdasarkan s menerus asi hipertens etelah umur 0-15 tahun. Komplika Komplikasi yang terk a komplika ng dijalani gram Perse kit Panti R

ur 60-69 tah

an. Hal ini m

mampu me

apat memba

n teori, pada

s dapat m

si biasanya

r 40 tahun d

si Penyerta

penyerta a

kait dengan

asi tersebut

i oleh pas 48% 8% entase Umu Rapih Yogya hun, persen mungkin da engelola pen antu pasien

a pasien DM

menyebabka terjadi pada dan komplik a adalah peny n komplikas tergantung sien. Sema 8% 4%

ur Pasien D akarta Per

ntase pasien

apat disebab

nyakitnya d

sehingga pa

M dengan k

an timbuln

a pasien DM

kasi umumn

yakit yang

si mikrova

g dari peng

akin rendah 32%

DM Kompli iode Mei 2

n DM komp

bkan setelah

dengan baik

asien tidak m

adar gula d

nya berbag

M tipe II. P

nya timbul menyertai skuler dan endalian se h kesadaran 40- 50- 60-

70-≥ 8

ikasi Hiper 008-Mei 20 plikasi hiper h melewati atau terapi mampu ber

darah yang t

gai kompl

asien DM t

setelah pen

DM komp

makrovask

erta keberha

(61)

memperhatikan kondisi kesehatannya terutama dalam menjaga kestabilan glukosa

darahnya, maka semakin tinggi pula resiko pasien tersebut untuk mengidap

komplikasi.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat 4 jenis komplikasi

penyerta yang diderita pasien antara lain dislipidemia, stroke, nefropati, Chronic

Renal Failure (CRF). Berdasarkan data yang diambil, komplikasi penyerta yang

paling banyak diderita pada pasien DM komplikasi hipertensi adalah dislipidemia.

Tabel V. Persentase komplikasi penyerta pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

Mei 2008-Mei 2009

No Komplikasi penyerta Jumlah kasus

(n=8)

Persentase (%)

1 Dislipidemia 3 12

2 Stroke 2 8

3 Nefropati 2 8

4 Chronic Renal Failure 1 4

Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko utama aterosklerosis.

Dislipidemia ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Pada penderita DM,

glukosa tidak dapat diproses menjadi energi sehingga energi yang akan digunakan

terpaksa dibuat dari sumber lain seperti lemak dan protein. Akibatnya kadar

kolesterol terutama kadar LDL akan meningkat dalam darah. Partikel LDL yang

berada dalam darah akan terjebak dalam pembuluh darah dan mengalami oksidasi

sehingga mengakibatkan terjadinya luka endotel dan perlekatan trombosit yang

akan memacu timbulnya aterosklerosis. Hal tersebut mengakibatkan jantung

bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan

(62)

Diabetes melitus merupakan faktor resiko utama terjadinya stroke. Pada

penderita DM, semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah maka akan semakin

memicu terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan gangguan pada

pembuluh darah yang menuju ke otak dan dapat menimbulkan terjadinya stroke

yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.

Gangguan ginjal yang terjadi pada penderita DM dapat terjadi karena

kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol dengan baik. Tingginya kadar

glukosa darah tersebut akan menyebabkan kerusakan sistem penyaringan, berupa

pembuluh darah halus ginjal.

3) Berdasar Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit

DM komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk dalam komplikasi

makrovaskuler dan mikrovaskuler. Penyakit penyerta ini dapat disebabkan oleh

virus luar ataupun efek samping obat yang dipakai selama perawatan. Pada

penelitian ini terdapat 4 jenis penyakit penyerta yang dialami pasien, yaitu Infeksi

Saluran Kencing (ISK), dispepsia, radices dentis dan anemia.

Berdasarkan tabel VI dapat diketahui bahwa penyakit penyerta yang

paling banyak diderita oleh pasien DM komplikasi hipertensi adalah Infeksi

Saluran Kemih (ISK). Pada pasien DM yang memiliki kadar glukosa darah tinggi

sangat mungkin mengalami infeksi karena mikroorganisme penyebab infeksi akan

mudah berkembang dalam lingkungan tersebut. Dalam penelitian ini infeksi yang

paling banyak dialami pasien adalah infeksi saluran kemih yang ditandai dengan

(63)

mengeluarkan urin sehingg

Gambar

Tabel I. Faktor Risiko DM Tipe II
Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (≥ 18 tahun) Menurut JNC VII (Sassen and Carter, 2005)
Tabel IV. Penyebab Drug Related Problems (DRPs)
Tabel V. Persentase komplikasi penyerta pada pasien DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Mei 2008-Mei 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (selanjutnya disebut Pedoman Teknis E-KKP3K), disusun

Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa “tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga

Pembuatan permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penelitian utama dengan perlakuan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30%, 40%

Philips, TBK Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dengan Analisis Profil Multivariate , sedangkan pada penelitian ini membahas tentang kepuasan kerja

Salah satu fokus yang telah diberi perhatian oleh KPPM adalah semua JPN, PPD dan sekolah perlu memastikan guru berada dalam bilik darjah (guru mata pelajaran atau guru

Dengan segenap puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan

Ruang lingkup pekerjaan bagi lulusan Program Keahlian Teknik Pengecoran adalah jenis pekerjaan dan atau profesi yang relevan dengan kompetensi yang tertuang di dalam tabel

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa para responden telah melakukan prosedur auditing yang wajar dan memenuhi kriteria yang telah