• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KEHIDUPAN PENDUDUK DESA SONDI RAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KEHIDUPAN PENDUDUK DESA SONDI RAYA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KEHIDUPAN PENDUDUK DESA SONDI RAYA

2.1. Gambaran Umum Orang Simalungun

Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Suku Simalungun merupakan bagian dari suku batak diantara lima sub lainnya yakni : Toba, Karo, Pakpak, Angkola, Mandailing. Kabupaten Simalungun terletak antara 02°36’-03°1’ Lintang Utara, dan berbatasan dengan lima kabupaten tetangga yaitu : Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Asahan. Wilayah Kabupaten Simalungun mempunyai luas 4.386.6 km² atau 6,12 % dari luas wilayah propinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduknya 841.189 jiwa ( Sortaman Saragih, 2008 : 20,21).

Masyarakat Simalungun memandang diri mereka sebagai suatu kelompok etnis yang kuat yang dipersatukan oleh bahasa, musik tradisional, serta adat-istiadat dan kekhasan yang unik yang ada pada budaya masyarakat Simalungun (A.D.Jansen, 2003: 10).

Awal adanya suku ini adalah pada waktu perpindahan gelombang “protomelayu”, ada sekelompok penduduk yang hijrah (pindah) dari India Selatan secara estafet. Awalnya kelompok ini berangkat dari India Selatan menuju Champa (=Thailand sekarang). Setelah beberapa puluh tahun tinggal di Champa, komunitas ini diserang oleh suku Mongolia dari Utara. Kaum pria banyak dibunuh dan wanitanya dikawini para pria Mongolia. Dari hasil perkawinan campuran ini terlahirlah suatu turunan ras baru berkulit sawo matang. Setelah peristiwa serangan tersebut sebagian dari kelompok ini berpindah lagi dan berpencar menuju pulau-pulau di sekitarnya

(2)

(yakni Indonesia dan Philipina). Di Nusantara ada kelompok yang menuju Sulawesi dan ada yang menuju Sumatera. Mereka yang mendarat di Sulawesi tersebut, beranak pinak menjadi suku Toraja. Sementara kelompok yang pindah menuju Sumatera mendarat di Batubahra (sekarang: Batubara dan dari sana mulai menyebar keseluruh pelosok Sumatera bagian Utara. Kelompok inilah yang akhirnya menjadi leluhur orang Simalungun). Di sekitar pantai Batubahra mereka mulai menciptakan perkampungan dan tercatat pada tahun 500-an (Sesudah Masehi) mereka sudah membentuk tatanan masyarakat beserta sistem pemerintahannya. Pemerintahannya berbentuk Kerajaan, yang diberi nama Kerajaan Nagur. Sebagai bukti bahwa Simalungun dulunya adalah peninggalan Kerajaan Nagur, kata Nagur banyak dipakai sebagai nama daerah atau kampung di daerah Simalungun misalnya Nagur usang, Nagur Panei, Mariah Nagur, dan lain-lain ( Sortaman Saragih, 2008 :23-26).

Melihat perjalanan adanya daerah dan suku Simalungun ini dapat dilihat beberapa pendapat mengenai makna nama tersebut yaitu sebagai berikut: Kata “Simalungun” menggambarkan karakter masyarakat Simalungun itu sendiri, namun arti sebenarnya secara tepat sukar untuk dipahami. Kata “Simalungun” dapat di bagi ke dalam tiga suku kata yaitu: Si berarti “Orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun berarti “sunyi, sepi, jarang dikunjungi”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang sedih hati, sunyi atau kesepian” (A.D.Jansen, 2003: 10).

D. Kenan Purba dan M. D. Purba memberikan pengertian yang sama mengenai asal nama simalungun.mereka menyebutkan bahwa istilah Simalungun berasal dari kata sima dan lungun. Sima atau sima-sima artinya "peninggalan” atau sisa. Lungun artinya sepi atau sedih. Sehingga dengan penggabungan dua kata tersebut menjadikan simalungun yang artinya peninggalan orang yang sepi atau sedih ( Setia Dermawan Purba, 1994 : 31). Pengertian lain adalah berawal dari

(3)

“si” dan “malungun”. Si artinya yang dan malungun artinya rindu. Jadi Simalungun artinya yang dirindukan.

Berdasarkan pendapat di atas terdapat tiga jenis yang mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pertama yaitu si, ma, dan lungun. Kedua yaitu sima dan lungun. Ketiga yaitu si dan malungun. Dan dari ketiga pendapat tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Simalungun itu menggambarkan karakter dari masyarakat itu sendiri dan mengungkapkan kesepian dan kesedihan.

2.2. Deskripsi Desa Sondi Raya

2.2.1. Letak dan Wilayah Desa Sondi Raya

Desa/Nagori Sondi Raya merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Pematang Raya sekaligus menjadi ibu kota Kabupaten Simalungun. Desa ini terletak di atas permukaan laut 900 meter dengan luas wilayah 328,5 Km². Jumlah penduduk Kecamatan Sondi Raya 31,241 Jiwa. Batas-batas wilayah Kecamatan Sondi Raya yaitu: sebelah Utara berbatasan dengan Raya Kahean dan Silou Kahean; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean; sebelah Barat berbatasan dengan Purba dan Dolok Siku; sebelah Timur berbatasan dengan Panombean Panei. Kecamatan Pematang Raya terdiri dari 1 Kelurahan dan 17 Nagori, yaitu: Pematang Raya, Dolok Huluan, Raya Usang, Raya Bayu, Dalig Raya, Merek Raya, Bahapal Raya, Sondi Raya, Bah Bolon, Raya Huluan, Siporkas, Silou Huluan, Silou Buttu, Bongguron Kariahan, Sihubu Raya, Raya Bosi, Simbo Baru, Bintang Maria (Sumber : Kantor Kelurahan Kecamatan Pematang Raya).

Batas – batas Desa/Nagori Sondi Raya adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Timur berbatasan dengan desa/Nagori Bahapal Raya.

(4)

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pematang raya. 3. Sebelah Selatan berbatsan dengan Kelurahan Pematang Raya. 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa/Nagori Sporkas/Bulu Raya.

Desa Sondi Raya masih terbagi lagi atas 5 dusun yaitu : (a) Dusun I, letaknya yaitu: sebelah Timur berbatasan dengan Dusun II; sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun III; sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pematang Raya; sebelah Utara berbatasan dengan Dusun V (Tondang). (b) Dusun II, letaknya yaitu: sebelah Timur berbatasan dengan Persawahan Sondi Raya; sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun III (Hapoltakan); sebelah Barat berbatasan dengan Dusun I; sebelah Utara berbatasan dengan Dusun V (Tondang). (c) Dusun III, letaknya yaitu: sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Bahapal Raya; sebelah Selatan berbatasan dengan Persawahan Hapoltakan; Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun I; sebelah Utara berbatasan dengan Dusun II. (d) Dusun IV, letaknya yaitu: sebelah Timur berbatasan dengan Dusun II; sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun I; sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Pematang Raya; sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Siporkas. (e) Dusun V, letaknya yaitu: sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Bahapal Raya; sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun II; sebelah Barat berbatasan dengan Dusun IV; sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Siparkas (Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009).

2.2.2. Sejarah dan Asal-usul Sondi Raya

Sondi artinya wilayah yang letaknya di atas atau lebih tinggi. Arti lainnya adalah dikatakan tempat perhentian/peristirahatan kuda, dahulu tempat ini sering jadi tempat persinggahan orang-orang yang mau bepergian kesegala tempat dan selalu melewati daerah ini. Sehingga dikatakan daerah ini merupakan jalan lintas.

(5)

Kata “Raya” berarti Besar atau luas. Kata ini selalu dipakai disetiap nama Desa. Baik di depan atau di belakang nama Desa. Misalnya Bulu Raya, Pematang Raya, Pahapal Raya, Raya Bayu, dan beberapa desa lainnya.

Terbentuknya desa ini adalah saat dipanggilnya kembali dari Raya yaitu Puang Lima yang namanya Juram Saragih Sumbayak yang disuruh untuk membuat tempat di Simarimbun yang juga tujuan lainnya untuk mempersiapkan kekuatan melawan Belanda yang posisinya di Sordang Ampadang/Tebingtinggi. Karena pada waktu itu Puanglima berada di Pematang Raya yang ditangani Jamaitan Saragih dengan Rahajam Saragih (dua orang bersaudara). Akhirnya dibuatlah satu kampung baru untuk tempat tinggal mereka yang letaknya atau posisinya pada waktu itu di sekitar Sinumbah Sondi (tempat pemberian sesajen kepada dewa) dan kemudian nama itu disebut Sondi Raya. Terbentuknya daerah ini sekitar tahun 1800. Daerah ini adalah daerah yang paling tua dari daerah yang lain.

Orang yang pertama kali ditetapkan sebagai teman dari keluarga Juram Saragih untuk menempai desa ini adalah keturunan Tuan Bolon yaitu Bapa Rawa, keturunan Raja Usang yaitu Tarama Sumbayak, Jogim Damanik, Fattas Siboro, turunan Hubual Purba Tambak.

Keberadaan tempat tinggal saat itu masih jarang-jarang sekali dan mayoritas masih memiliki pekarangan yang luas. Semakin lama desa ini berkembang dan akhirnya semakin banyak juga yang mengenal desa ini. Banyak orang berdatangan dan memutuskan untuk tinggal di desa ini. Para pendatang ini kebanyakan bukanlah orang Simalungun melainkan orang jawa, toba bahkan orang cina yang mencoba membuka usaha di desa ini. Seperti itulah Sondi Raya, semakin bertambah tahun semakin luas dan semakin banyak jumlah penduduknya.

(6)

2.3. Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya

2.3.1. Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tiap Dusun

Desa Sondi Raya memiliki penduduk dengan jumlah 4210 jiwa yang terdiri dari 1052 kepala keluarga. Mayoritas penduduk Desa Sondi Raya adalah suku Batak Simalungun, namun terdapat juga suku bangsa lain yaitu pendatang di Desa ini seperti Batak Toba dan Jawa, Cina.

Tabel berikut akan memaparkan secara terperinci tentang jumlah dan komposisi penduduk yang terdapat di Desa Sondi Raya berdasarkan umur dan jenis kelamin :

Tabel I. Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Menurut Jenis Kelamin Umur/Tahun N o Nama Dusun

Laki-laki Perempuan 0-6 7-10 11-16 17-55 55 keatas 1 Sondi Barat 553 542 83 139 291 611 89 2 Sondi Timur 538 543 97 161 239 551 97 3 Hapoltakan 429 401 163 122 184 491 58 4 Bah Biru 208 209 21 70 94 151 43 5 Tondang 402 385 37 101 137 224 56 Jumlah 2130 2080 401 593 945 2028 343

Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

Desa Sondi Raya yang paling banyak adalah berusia 17-55 tahun sebanyak 2028 Jiwa atau 48,17 %. Sedangkan jumlah terkecil pada usia 55 ke atas tahun berjumlah 343 Jiwa atau sekitar 8,14 %. Mayoritas penduduknya adalah laki-laki berjumlah 2130 jiwa atau 50,59%.

(7)

Sedangkan perbedaan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan secara keseluruhan adalah 50 Jiwa atau 1,18 %.

2.3.2.Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya Menurut Agama

Desa Sondi Raya mayoritas memeluk agama Kristen Protestan sebanyak 3550 jiwa atau 84,92 %. Penduduk Desa yang beragama Kristen selalu pergi ke Gereja setiap hari minggu dan mereka juga mempunyai kegiatan yang lain seperti latihan koor ataupun pertemuan-pertemuan yang biasa disebut dengan partonggoan ataupun pertemuan antar serikat (STM). Penganut agama yang lain yaitu Muslim juga mempunyai kegiatan keagamaan sekali seminggu yaitu setiap hari Jumat mereka selalu pergi sembahyang dan juga kegiatan lain seperti pengajian para ibu. Dalam kegiatan – kegiatan keagamaan yang lain, masyarakat di Desa ini saling tolong – menolong. Salah satunya terlihat dari pada saat persiapan upacara pernikahan. Mereka sama-sama saling membantu mengerjakannya, misalnya seperti mempersiapkan makanannya. Dan juga untuk menghormati tamu-tamu yang beragama Muslim, maka sebagai makanannya biasanya mereka memotong kerbau atau menyediakan nasi kotak/ bungkus dan biasanya dipesan atau dimasak oleh orang muslim juga.

Tabel berikut akan memaparkan secara terperinci tentang komposisi penduduk Desa Sondi Raya menurut agama.

Tabel II. Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya Menurut Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 406 Jiwa

(8)

3 Kristen Katolik 224 Jiwa

Jumlah 4180 iwa

Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

2.3.3. Pola Pemukiman

Seperti dijelaskan di atas Desa Sondi Raya terdiri dari lima dusun, Berdasarkan tabel di bawah ini dapat kita ketahui bahwa penduduk Desa Sondi Raya jumlah penduduk yang paling banyak adalah di Dusun I dengan jumlah penduduk 312 KK dan 1096 Jiwa atau 25,70 %, sedangkan jumlah penduduk yang terkecil adalah Dusun IV dengan jumlah penduduk 102 KK dan 417 Jiwa atau 9,90 %.

Tabel berikut ini akan memaparkan secara terperinci tentang kelima dusun tersebut. Tabel III. Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya Menurut Jumlah Dusun

No. Nama Dusun Jumlah KK Jumlah Penduduk

1 Sondi Barat 312 KK 1096 Jiwa

2. Sondi Timur 294 KK 1081 Jiwa

3. Hapoltakan 212 KK 830 Jiwa

4. Pah Biru 102 KK 417 Jiwa

5. Tondang 132 KK 787 Jiwa

Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

Secara umum, letak jalan daerah Sondi Raya sudah tertata rapi. Ini dapat dilihat dari jalan besar sepanjang Kecamatan Pematang Raya. Namun, masih ada beberapa wilayah yang belum tertata rapi. Dikarenakan oleh letak tanah yang dipergunakan untuk persawahan ataupun

(9)

juga ladang sehingga sebagian rumah-rumah penduduk ada yang secara mengelompok dan ada juga yang berada di persawahan atau ladang pribadi.

Bentuk-bentuk rumah penduduk sudah hampir sama dengan rumah-rumah di perkotaan. Kebanyakan rumah di desa ini sudah termasuk golongan semi permanen dan biasa (papan). Jarak rumah yang satu dengan yang lain tidaklah sama. Ada yang yang hanya berbatasan dengan dinding, ada yang berjarak 5 atau 10 meter. Bahkan ada juga yang lebih dari 10 meter. Pada umumnya rumah yang berjarak mempunyai halaman. Dan biasanya halaman ini dapat menjadi sarana jika ada acara-acara misalnya acara pernikahan.

Rumah-rumah di Desa ondi Raya sudah mendapat aliran listrik dari PLN dan aliran air minum (PAM). Selain itu sebagian rumah penduduk sudah menggunakan jaringan telepon dan masyarakatnya mayoritas juga sudah memiliki alat komunikasi genggam yaitu handphone.

2.3.4. Menurut Pendidikan

Komposis penduduk Desa Sondi Raya menurut pendidikan dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel IV. Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya Menurut Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Tidak Pernah Sekolah 95 Jiwa

2. Tamat SD 297 Jiwa

3. Tamat SMP 159 Jiwa

4. Tamat SMA 2642 Jiwa

5. Perguruan Tinggi 701 Jiwa

(10)

Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa penduduk desa Sondi Raya sudah mendapat pendidikan sekitar 3894 Jiwa atau 95,15 %. Menurut tingkat pendidikan mayoritas tamatan SMA sebanyak 2642 Jiwa atau 62,75 %. Sedangkan penduduk yang sampai ke tingkat perguruan tinggi sekitar 701 Jiwa atau 16,65 %. Diantara mereka yang mengikuti perguruan tinggi ada yang di Pematang Siantar, Medan, bahkan di luar Sumatera, seperti di Pulau Jawa.

Dengan melihat tingkat pendidikan tersebut, maka secara umum tingkat pendidikan di desa ini sudah tergolong menengah.

2.3.5. Sistem Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani, namun ada juga sebagai pedagang, pegawai, kuli bangunan dan lain sebagainya. Secara terperinci tentang mata pencarian penduduk desa ini akan dijelaskan pada tabel berikut ini:

Tabel V. Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya Menurut Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah

1. Karyawan ABRI 23 KK

2. Pedagang / Pengusaha 168 KK

3. Karyawan swasta diluar petani 69 KK

4. Pensiunan 112 KK

5. Pengangguran 315 KK

6. Fakir miskin 246 KK

(11)

Jumlah 1316 KK Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

Tabel di atas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Sondi Raya yang terbesar adalah petani sebanyak 383 jiwa atau 29,10 %. Desa ini merupakan daerah pertanian. Beberapa jenis tanaman pertanian yang terdapat di desa ini antara lain: kopi, padi, jagung, pisang, sayur-sayuran, dan tanaman lainnya. Hasil dari pertanian ini sebagian dijual kepada konsumen dan sebagian lagi dipergunakan untuk keperluan sendiri. Setiap satu kali dalam seminggu mereka menjual hasil pertanian mereka ke pekan yang selalu ada setiap hari sabtu ataupun ke daerah lain yang juga sedang mengadakan pekan tapi yang bukan hari sabtu dan juga terkadang mereka membawanya ke daerah terdekat yaitu Siantar untuk di jual ke pajak.

2.4. Sarana dan Prasarana Sosial

Sarana dan prasarana sosial yang cukup memadai dapat meningkatkan kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang. Demikian juga halnya dengan Desa Sondi Raya yang sudah memiliki berbagai sarana dan prasarana sosial yang cukup memadai. Berikut ini tabel yang menjelaskan tentang prasarana dan sosial yang dimiliki oleh Desa Sondi Raya.

Tabel VI. Sarana dan Prasarana Sosial Desa Sondi Raya

No Sarana Prasarana Jumlah

TK 2 SD 4 SMP 3 1. Sarana Sekolah/Pendidikan

(12)

Mesjid 2 2. Sarana Agama/Tempat Ibadah

Gereja 5 3. Sarana Sosial Balai Pertemuan 1

Posyandu 1 Polindes 1 4. Sarana Kesehatan

Puskesmas 0

Jumlah 37

Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

Sarana pendidikan sudah ada dari tingkat TK sampai tingkat SMA dengan jumlah 11 unit atau sekitar 47,36 %; sarana agama/tempat ibadah berjumlah 7 unit atau sekitar 36,84 %; sarana sosial berjumlah 1 unit atau sekitar 5,26 %, dan sarana kesehatan berjumlah 2 unit atau sekitar 10,52 %.

Dengan demikian sarana yang paling banyak di desa ini adalah sarana pendidikan, sehingga sebagai hasilnya dapat kita lihat bahwa penduduk desa ini secara umum sudah mengecap pendidikan hingga ke tingkat SMA. Sarana sosial biasanya digunakan untuk acara-acara pertemuan untuk membahas beberapa masalah dan perkembangan-perkembangan yang ada, selain itu juga untuk kegiatan-kegiatan keagamaan seperti perayaan Natal, Isra Mizrad dan parayaan-perayaan lainnya.

(13)

2.5. Sarana Dan Prasarana Perekonomian

Untuk menunjang perekonomian penduduk Desa Sondi Raya terdapat sarana dan prasarana perekonomian. Tabel di bawah ini akan memaparkan tentang sarana dan prasarana perekonomian yang dimiliki Desa Sondi Raya yaitu sebagai berikut:

Tabel VII. Sarana dan Prasarana Perekonomian Desa Sondi Raya

No Jenis Sarana/Prasarana Jumlah

1. Pasar Tradisional 0 2. Kantor Swasta 1 3. Servis Kendaraan 6 4. Kedai Kopi/Makanan 10 5. Kedai Sampah/Kelontong 11 6. Tukang Jahit 4 7. Tukang Pangkas/Salon 5 8. Panglong 2

9. Warung Telepon (Wartel) 0

10. Percetakan/Foto copy 1

Jumlah 40

Sumber: Kantor Kepala Desa Sondi Raya, 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana perekonomian di Desa Sondi Raya cukup memadai. Pasar tradisional tidak terdapat di Sondi Raya namun terdapat di Pematang Raya. Penduduk desa biasanya pergi ke Pasar tradisional Pematang Raya untuk

(14)

memenuhi kebutuhan pokok yang selalu berjalan setiap satu kali dalam seminggu yaitu pada hari sabtu.

2.6. Transportasi

Sarana transportasi yang terdapat di Desa Sondi Raya sudah cukup memadai. Seperti sepeda motor atau ojek, becak mesin, bus umum ataupun juga angkutan umum. Jalan yang dilewati masyarakat untuk menuju kota maupun ke desa yang lain terdiri dari jalanan aspal dan juga tanah.

Jika penduduk desa ingin bepergian atau menghadiri suatu pesta atau upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan, maka mereka datang dengan berjalan kaki atau ada juga yang menggunakan sarana transportasi yang ada di Desa tersebut.

2.7. Sistem Kekerabatan

Kenan Purba dalam bukunya “Adat Istiadat Simalungun” menyatakan bahwa Kekerabatan timbul akibat 2 hal, yaitu disebabkan adanya hubungan darah dan akibat adanya perkawinan. Oleh karena kekerabatan menyangkut jauh dekatnya hubungan seseorang (individu) dan antara seseorang dengan sekelompk orang (keluarga) demikian pula sebaliknya.

Golongan marga induk yang ada di Simalungun adalah Purba, Saragih, Sinaga, dan Damanik. Masing-masing marga masih mempunyai cabang sendiri. Dari setiap marga nantinya juga mempunyai peran masing-masing dalam setiap pelaksanaan upacara adat misalnya upacara perkawinan. Adapun marga – marga di Simalungun beserta cabang-cabangnya adalah sebagai berikut :

(15)

1. Purba, cabang-cabangnya adalah Purba Tambak, Purba Sidasuha, Purba Sidagambir, Purba Sidadolog, Purba Pakpak, Purba Tondang, Purba Siboro, Purba Raya, Purba Girsang, Purba Tanung, Purba Tambunsari, Purba Sigumonrong dan Purba Silangit. 2. Saragih, cabang-cabangnya adalah Saragih Sumbayak, Saragih Garingging, Saragih

Sidauruk, Saragih Turnip, Saragih Simarmata, Saragih Munthe, Saragih Simanihuruk, Saragih Sitio, Saragih Daawak, dan Saragih Sitanggang.

3. Damanik, cabang-cabangnya adalah Damanik Malau, Damanik Bariba, Damanik Limbong, Damanik Tomok, Damanik Ambarita, Damanik Rampogos, Damanik Gurning, Damanik Soula, Damanik Sarasan, Damanik Usang, Damanik bayu.

4. Sinaga, cabang-cabangnya adalah Sinaga Sidahapitu, Sinaga Sidahalongan, Sinaga Simaibun, Sinaga Sidasuhut, Sinaga Simanorang, Sinaga Simandalahi, Sinaga Dadihoyong Hataran, dan Sinaga Dadihoyong Bodat.

Menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang di dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun, kriteria yang digunakan ialah menurut garis keturunan pihak laki-laki (ayah) dan pertalian darah akibat perkawinan (dari pihak perempuan). Namun yang menentukan ialah menurut garis keturunan ayah karena etnik Simalungun menganut faham patrilineal discent bahwa garis keturunan laki-laki yang membawa marga. Dari pihak ibu juga menduduki posisi yang penting yaitu sebagai tempat meminta berkat (pasu-pasu). Dilihat dari sini, maka terdapat hubungan kekerabatan yang erat antara pihak laki-laki dengan kelompok keluarga dari pihak perempuan.

Dengan sistem kekerabatan yang demikian, maka kelompok kekerabatan menurut budaya Simalungun terdiri dari 3 jenis yaitu kelompok keluarga inti; kelopompok di luar keluarga inti (keluarga besar); dan kelompok keluarga luas.

(16)

Keluarga inti adalah ayah/suami, ibu/istri, dan anak-anak(laki-laki dan perempuan). Anak- anak yang sudah menikah (berumah tangga) tidak lagi termasuk dalam kelompok inti sebab sudah mempunyai keluarga inti sendiri. Keluarga diluar inti (keluarga besar) adalah kerabat ayah/suami dan kerabat ibu/istri. Kelompok keluarga ini uga keluarga dekat atau sering disebut namatondong maranak boru atau uga sering disebut tol sahundulan.

Kelompok keluarga luas adalah suatu hubungan kekerabatan akibat adanya perkawinan dari kerabat suami dan adanya perkawinan dari kerabat istri yang akhirnya menadi kelompok keluarga yang lebih besar. Dalam hal ini sering disebut lima saodoran.

Sistem kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Simalungun adalah berdasarkan pada prinsip tolu sahundulan dan lima saodoran. Tolu sahundulan terdiri dari tondong (kelompok kerabat istri), sanina (sanak saudara satu keturunan/marga), anak boru (pihak ipar). Dalam pengaturan tempat duduk (parhundulan) pihak dari sanina di “jabu bona” (sebelah kanan rumah), pihak kelompok tondong disebelah kanan pihak sanina, dan pihak anak boru disebelah kanan pihak tondong. Itulah sebabnya dikatakan tolu sahundulan (pengaturan tempat duduk dalam tiga kelompok).

Lima saodoran ialah kerabat keluarga luas yang merupakan gabungan dari seluruh

lembaga adat. Hal ini terjadi pada upacara besar dan luas. Jadi pengertian lima disini ialah yang dihadiri oleh lima kelompok kerabat yang terdiri dari tondong (kelompok istri), sanina (sanak saudara satu keturunan/marga), anak boru (pihak ipar), tondong ni tondong (kelompok pemberi istri kepada tondong), anak boru mintori (kelompok boru dari ipar). Dalam setiap upacara adat, kaum kerabat tersebut membawa rombongan masing-masing dengan bawaannya (buah tangan) masing-masing. Tetapi karena mereka terdiri dari satu kaum kerabat, maka buah tangannya

(17)

dibuat menadi satu. Sebagai contoh misalnya pada saat upacara perkawinan, rombongan dari tiap kaum kerabat membuat acaranya secara bergiliran.

Adanya sistem kekerabatan tersebut maka semua orang baik individu maupun kelompok di luar keluarga inti dan kelompok keluarga luas masing-masing memiliki posisi atau kedudukan dan hak serta kewajiban dalam pelaksanaan setiap upacara adat serta sebagai dasar musyawarah dalam pembicaraan untuk pelaksanaan upacara adat. Susunan kekerabatan tolu sahundulan, lima saodoran juga kita diumpai di Desa Sondi Raya. Hal ini dapat dilihat dalam setiap acara, baik yang bersifat sukacita seperti upacara perkawinan Maupun yang bersifat dukacita seperti upacara kematian. Pada setiap pelaksanaan upacara, semua akan saling bekerja sama.

2.8. Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh manusia untuk mengungkapkan dan mengemukakan apa yang dipikirannya terhadap orang lain. Bahasa Simalungun adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat Simalungun dalam kehidupannya sehari-hari. Bahasa Simalungun mempunyai beberapa etnis dalam pemakainnya dan biasa juga disebut dengan tingkatan-tingkatan bahasa. Tingkatan ini ada berdasarkan status keraaan sebelum kemerdekaan. Etnis tingkatan tersebut yaitu bahasa tingkatan, bahasa ratap tangis, bahasa guru-guru atau datu-datu, bahasa simbol, bahasa biasa dan memperluas, bahasa upacara.

Bahasa tingkatan adalah bahasa yang dipakai untuk berbicara kepada orang lain berdasarkan status social ataupun juga umur. Bahasa tingkatan ini dibagi atas dua bagian yaitu : bahasa yang dipakai terhadap raja-raja. Pemakaian bahasa ini harus dengan sopan dan ramah. Dan bahasa tingkatan yang kedua adalah berdasarkan tingkatan usia. Yang muda harus lebih sopan dalam bertutur kepada yang lebih tua.

(18)

Bahasa ratap tangis adalah bahasa yang digunakan dalam kata-kata sehari-hari dan juga ditujukan dalam mengekpresikan kesedihan akibat kemalangan. Bahasa guru-guru atau datu adalah bahasa yang dipakai seolah-olah bahasa itu rahasia. Dan hanya orang tertentu yang mengetahui bahasa tersebut.

Bahasa simbol adalah bahasa yang dipakai dalam mengungkapkan sesuatu dengan cara memakai perantaraan. Misalnya benang, daun-daunan atau benda lain. Contoh pemakaiannya adalah misalnya seoarng pria hendak menyatakan cinta kepada seorang wanita dengan cara memberikan benang 3 warna yang masing-masing warna mempunyai arti. Seperti warna hitam artinya menolak pria tersebut, benang merah yang diberikan pria menandakan bahwa dia akan tetap mencintai perempuan tersebut sampai mati. Benang putih menyatakan bahwa wanita menerima cinta pria tersebut.

Bahasa biasa dan memperluas adalah bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa ini terdiri atas tiga bagian yaitu : bahasa halus, kasar dan biasa. Bahasa halus biasa dipakai dengan sangat sopan dan hormat. Biasanya dipakai kepada orang yang lebih tua atau yang disegani. Bahasa kasar biasanya dipakai kepada hewan/binatang. Bahasa biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari/interaksi dengan sesama. Bahasa upacara adalah bahasa yang dipakai dalam upacara-upacara adat, misalnya upacara perkawinan. Pemakaian bahasa disini haruslah dengan sopan dan saling menghormati.

Tingkatan-tingkatan bahasa diatas sudah jarang dipakai karena sudah tidak ada lagi perbedaan status sosial dalam masyarakat Simalungun. Hanya saja pemakaian bahasa Simalungun masih tetap digunakan dengan baik dan sopan.

Desa Sondi Raya dalam kesehariannya masih menggunakan bahasa Simalungun. Walupun juga terkadang memakai bahasa Indonesia. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan

(19)

umumnya memakai bahasa Simalungun tapi karena yang menghadiri upacara tersebut bukan hanya masyarakat Simalungun, jadi bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia ataupun bahasa dari suku lainnya.

2.9. Sistem Religi

Manusia memecahkan persoalan hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya. Tetapi akal dan sistem pengetahuannya itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia maka makin sempit lingkaran batasnya. Persoalan yang tidak dapat dipecahkan dengan akal dipecahkan dengan ilimu gaib (magic). Pada waktu itu religi belum ada dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti bahwa tidak ada hasil dari kekuatan magic itu. Maka mulailah manusia mencari kekuatan lain yaitu dengan melihat bahwa roh pemilik alamlah yang lebih berkuasa. Maka beralihlah pandangan manusia dengan mencoba menjalin hubungan dengan roh pemilik alam itu. Dengan demikian timbullah religi. Religi adalah segala system tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan mahluk-mahluk halus seperti roh halus, dewa-dewa, kekuatan alam semesta dan sebagainya (Koenjaraningrat, 1980 : 54).

Kekuatan yang ada dalam alam semesta terdiri dari tonduy, begu, simagot, dan sahala.

Tonduy adalah jiwa ataw roh seseorang sekaligus merupakan kekuatan bagi diri sendiri. Begu

adalah roh dari orang yang telah meninggal dan mengembara di alam semesta dan mu mengganggu manusia. Simagot adalah roh nenek moyang yang telah meninggal yang hidup di alam semesta dan dapat membantu keturunannya jika di puja dengan baik. Sahala adalah semangat atau roh yang dimiliki oleh manusia selama masih hidup (Tesis Dermawan Purba, 1994 : 63).

(20)

Dalam rangka menjaga hubungan dengan roh nenek moyang dan roh halus lainnya maka diadakan ritus-ritus seperti : (1)manumbah yaitu mengadakan penyembahan kepada dewanya dengan membawa benda-benda sesembahan. Tempat yang biasa dibuat adalah tempat yang khusus karena sifatnya yang sacral ; (2)maranggir yaitu mengadakan suatu ritus membersihkan diri/badan dengan cara membersihkan rambut dan badan dengan jeruk purut. Hal ini biasanya dilakukan sebelum mengadakan acara-acara seperti perkawinan. Maksudnya ini adalah supaya tidak ada penghalang ataupun gangguan dari roh yang jahat ; (3) manabari/manulak bala yaitu suatu acara mengusir roh jahat yang mengganggu kesehatan penduduk desa. Hal ini dilakukan dengan cara memukul atau melempari rumah dengan pasir dengan dipimpin oleh seorang guru/datu ; (4) marbahbah yaitu suatu acara ritual yang dilakukan pada seoarang bayi yang baru lahir dengan tujuan agar si anak sehat dan tidak sakit-sakitan.

Kepercayaan/ritual yang terdapat di atas dahulunya juga ada di Desa Sondi Raya. Namun dengan majunya zaman yang semakin modern dan datangnya para missionaris dari luar maka semuanya itu mulai berkurang. Agama yang masuk dan akhirnya tetap diyakini mereka sampai saat ini adalah Kristen dan Muslim. Hal ini terlihat dari penduduknya yang selalu beribadah dan melakukan kegiatan keagamaan.

2.10. Kesenian Tradisional Masyarakat Simalungun

Kesenian adalah suatu hasil ciptaan manusia yang menunjukkan rasa keindahan. Setiap etnis pasti mempunyai kesenian yang mempunyai karakteristik masing-masing. Demikian juga halnya dengan masyarakat Simalungun. Kesenian tersebut yaitu : seni musik, seni tari, seni rupa.

Sama halnya dengan Desa Sondi Raya. Desa ini juga mempunyai kesenian-kesenian yang sudah ada sejak dahulu hanya saja sudah sangat jarang dipergunakan saat ini. Dalam hal

(21)

mengadakan acara kesenian tradisional juga. Mereka biasanya mengadakan acara kesenian sekali dalam setahun yaitu setiap akhir bulan Desember. Acara ini mereka sebut dengan acara

marsombuh sihol. Kegiatan yang dilakukan hanyalah sesuatu yang berbentuk hiburan saja yaitu

bernyanyi dan menari yang diiringi oleh keyboard. Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan adalah lagu-lagu daerah baik lagu lama dan juga lagu baru yang pada saat itu sedang musimnya. Mereka mengadakan ini untuk menyambut tahun baru sekalian menyambut warga yang sudah lama merantau karena biasanya setiap tahun selalu ada saja warga yang pulang untuk berlibur. Pelaksana dari acara kesenian ini adalah para pemuda yang tinggal di daerah setempat.

2.10.1. Seni Musik

Masyarakat Simalungun memiliki dua jenis musik yaitu musik vokal/seni suara (inggou) dan musik instrumental (gual). Musik vokal (inggou) ada dua jenis yaitu, musik vokal solo dan musik vokal berkelompok (nyanyian kelompok). Musik vokal solo disebut Doding sedangkan musik vokal kelompok (nyanyian kelompok) yang dibawakan secara berkelompok atau bersama disebut Ilah. Seperti yang diungkapkan dalam tesis Setia Dermawan Purba bahwa ada berbagai jenis nyanyian Simalungun diantaranya taur-taur dan simanggei, ilah, doding-doding, urdo-urdo dan tihta, tangis dan tangis-tangis, manalunda, orlei dan mandogei. Musik instumental (gual) yang terdapat di Simalungun juga terbagi atas dua yaitu bentuk yang ensambel (gonrang) dan bentuk tunggal atau solo instrumental.

Gonrang Simalungun terbagi dua yaitu gonrang bolon atau gonrang sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua. Gonrang bolon (bolon=besar) atau gonrang sipitu-pitu (pitu=tujuh) adalah

ensambel yang menggunakan alat musik dalam jumlah yang besar yaitu sebanyak tujuh buah. Ensambel yang terdapat dalam gonrang bolon adalah tujuh buah gendang masing-masing

(22)

memiliki ukuran yang berbeda, satu buah sarune sebagai pembawa melodi gual (lagu), dua buah

ogung yang terdiri dari ogung sibanggalan (besar) dan ogung sietekan (kecil), dan dua buah mongmongan yang terdiri dari mongmongan sibanggalan (besar) dan momgmongan sietekan

(kecil). Sedangkan gonrang sidua-dua adalah sebuah ensambel yang terdiri dari dua alat tabuh.

Sidua-dua berarti sepasang alat tabuh. Secara umum gonrang sidua-dua dipakai untuk

acara-acara seperti pernikahan, selamatan memasuki rumah baru dan perayaan-perayaan sejenis lainnya (A. D. Jansen, 2003: 38).

Alat musik berbentuk tunggal seperti sordam, saligung, sulim, tulila, sarunei buluh, sarunei bolon, arbab, hodong-hodong, garantung, sitalasayak. Alat musik ini ada yang digunakan untuk upacara-upacara adat ataupun juga sebagai sarana hiburan.

Pada masa sekarang ini pelaksanaan upacara perkawinan musik gonrang sudah sangat jarang dipergunakan malah hampir tidak pernah ada. Saat ini yang selalu dipergunakan adalah

musik keyboard dan musik terompet. Ini terbukti dari setiap upacara pernikahan yang penulis

lihat. Semua upacara sudah tidak lagi memakai musik gonrang tapi sudah menggunakan musik keyboard. Mereka memakai musik keyboard ini karena sudah kebanyakan orang ketika mengadakan upacara pernikahan selalu memakai musik keyboard. Malahan di Desa ini sudah ada tiga group musik keyboard karena melihat banyaknya peminat yang menyukai musik keyboard ini.

2.10.2. Seni Tari

Seni Tari yaitu segala gerakan yang berirama yang bertujuan untuk menyatakan keindahan, dan untuk mencurahkan rasa suka dan duka. Demikian halnya dengan masyarakat Simalungun yang juga memiliki seni tari mereka menyebutnya dengan Tor-tor. Tor-tor

(23)

Simalungun mempunyai gaya dasar tari ondok-ondok dan ser-ser (Skripsi Rosevlin, 2005 : 42). Sebagian nama-nama tarian Simalungun yang sudah ada dari dahulu sampai sekarang yaitu tortor sombah, tortor dihar, tortor mardogei.

Tortor sombah yaitu torotor untuk menyambut tamu ataupun penghormatan kepada tamu

atau rombongan yang baru datang. Bila tortor ini selesai diperlihatkan kepada para tamu barulah yang lain dapat menarikan sesuatu tarian yang diingini dengan gual yang diminta. Gual untuk mengiringi tortor ini disebut gual rambing-rambing.

Torotor dihar yaitu lanjutan dari tortor sombah tapi dengan cara yang berbeda. Para

panortor (penari) manortor dengan cara memegang sebilah pedang yang terhunus yang diayunkan kekanan dan kekiri. Maksudnya ini adalah untuk menghalau hal-hal yang tidak baik terhadap apa yang akan dikerjakan ataupun menghalau yang akan mengganggu para tamu. Gual untuk mengiringi tortor ini disebut dengan gual porang.

Tortor mardogei yaitu tortor yang berbentuk hiburan. Tortor ini biasa dipakai saat panen

bersama ataupun juga biasa dipakai oleh muda-mudi yang dilakukan sekali dalam setahun saat bulan purnama. Acara ini biasa disebut dengan rondang bittang.

2.10.3. Seni Rupa dan Sastra

Seni rupa (Gorga), yaitu lukisan, ukiran, ragam hias yang dibuat untuk menunjukan keindahan atau menyatakan maksud-maksud tertentu. Ragam-ragam hias Simalungun ini dibagi berdasarkan tempatnya, misalnya ragam hias yang terdapat pada jenis hiou (kain adat), ragam hias yang terdapat pada rumah adat, ragam hias yang terdapat pada peralatan-peralatan dan ragam hias yang terdapat pada mistik (Skripsi Rosevlin, 2005 : 43). Dalam upacara perkawinan bisa dilihat di kain adat yang mempunyai ukiran-ukiran seni Simalungun.

(24)

Sastra, yaitu kata-kata yang diutarakan dalam nasehat-nasehat yang berbentuk umpama (perumpamaan), limbaga (pepatah), hata bura-bura (kata cacian), dan hata sindiran (kata sindiran). Dalam upara perkawinan perumpamaan biasa digunakan pada saat pembuka upacara ataupun juga pada saat memberikan nasehat-nasehat kepada yang memiliki upacara.

Gambar

Tabel berikut akan memaparkan secara terperinci tentang jumlah dan komposisi  penduduk yang terdapat di Desa Sondi Raya berdasarkan umur dan jenis kelamin :
Tabel berikut akan memaparkan secara terperinci tentang komposisi penduduk Desa  Sondi Raya menurut agama
Tabel berikut ini akan memaparkan secara terperinci tentang kelima dusun tersebut.
Tabel IV. Komposisi Penduduk Desa Sondi Raya Menurut Pendidikan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kesesuaian dan keunggulan capaian pembelajaran lulusan program studi, kesesuaian kurikulum dengan bidang ilmu program studi dan capaian pembelajaran lulusan beserta

dengan benar. Siswa dapat menentukan nilai trigonometri menggunakan aturan sinus dan kosinus dengan benar, jika dberikan panjang sisi pada segitiga. Siswa mampu menentukan jarak

Hasil menunjukkan total gula terlarut dan gula reduksi pada sampel SHF1 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang menggunakan SHF2.. niger mampu

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.22/Menhut-II/2007 tanggal 5 Januari 2007 Tentang Pembaharuan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Kadar lemak nugget keong sawah dengan perbedaan level penambahan bahan pengisi pati temu ireng dengan menggunakan α 0,05 pada taraf signifikan diperoleh p-value

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa hasil uji F diperoleh nilai sig F 0,000 < α 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan, sistem

Berdasarkan penelusuran yang terdapat pada literatur-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian, hal ini penulis akan menemukan beberapa buku yang sangat relevansi

Untuk mengatasi berbagai masalah dalam pemberian obat dapat dilakukan secara nasional dengan strategi Manajemen risiko, patient safety dan analisis rekam