• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE IMPACT OF FISCAL DECENTRALIZATION ON INTERREGIONAL ECONOMIC PERFORMANCE IN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THE IMPACT OF FISCAL DECENTRALIZATION ON INTERREGIONAL ECONOMIC PERFORMANCE IN INDONESIA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

Parallel Session IA : Fiscal Decentralization 12 Desember 2007, Jam 13.15-14.45 Wisma Makara, Kampus UI – Depok

THE IMPACT OF FISCAL DECENTRALIZATION

ON INTERREGIONAL ECONOMIC PERFORMANCE IN INDONESIA

Dr. Azwardi

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Abstract

The main objective of this research is to analyze the impact of fiscal decentralization on interregional economic performance in Indonesia.

In this analysis the method used to explain the impact is multiplier (income and output multiplier) and it is extended to an Interregional Computable General Equilibrium (IRCGE) model based on the development of Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM).

The study found that development expenditure gave greater income multiplier and output multiplier than current expenditure. On the whole the intraregional Java have more impact than outer Java.

Based on the results of the simulation scenario, the reduction on current expenditure caused the decrease of interregional economic performance. Meanwhile the increase of PAD caused greater interregional economic performance and the increase of revenue sharing for outer Java caused the decrease of interregional economic performance.

Key Words: The Impact of fiscal decentralization, Interregional Computable General Equilibrium (IRCGE), Interregional Social Accounting Matrix (IRSAM). Economic Performance.

(2)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya 1. PENDAHULUAN

Implikasi dari penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu didukung oleh sumber pembiayaan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang diganti dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function.

Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pusat dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan.

Kebijakan anggaran (Budget policy) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN dan Pemerintah Daerah melalui APBD akan berdampak terhadap transfer sumberdaya (resources transfer), distribusi pendapatan (incidence) dan output effects (Musgrave, 1959; 205-231).

Peranan anggaran yang cukup penting, khususnya dalam pembiayaan pembangunan menyebabkan permasalahan anggaran dalam masa otonomi daerah masih sering diperdebatkan oleh daerah. Fenomena ini muncul karena selama ini di Indonesia terdapat vertical fiscal imbalance dan horizontal fiscal imbalance, sehingga menimbulkan regional inequality, khususnya antara Jawa dan Luar-Jawa (Tirta Hidayat, 1992; 271-273; Luky Eko Wuryanto, 1996; 173-179; Pande Raja Silalahi, 2000; 87-101; Sjafrijal, 2000; 11-16).

Aspek pemerintahan daerah bila dilihat dalam kerangka teoritis berkenaan dengan federalism yang mengkaji hirarki struktur antar tingkat pemerintahan (Tresch, 1995; 831-833). Sedangkan desentralisasi fiskal adalah bagian dari fiscal federalism yang

merupakan salah satu bagian dari kajian dalam public finance (Oates, 1999; 1120-1124). Menurut Musgrave dalam public finance dibahas mengenai berbagai permasalahan penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Musgrave, 1959;1). Sedangkan dalam fiscal federalism dibahas mengenai fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi yang dapat dilaksanakan secara sentralisasi atau desentralisasi, termasuk aspek fiskal. Fungsi pemerintahan tersebut dilengkapi dengan instrumen fiskal, yakni meliputi pajak, transfer dan bagi hasil.

Menurut Boex melalui desentralisasi fiskal terjadi pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang meliputi aspek pengeluaran, penerimaan, transfer dan pinjaman daerah. Salah satu pilar desentralisasi fiskal adalah transfer atau lebih dikenal dengan dana perimbangan. Transfer dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu conditional grants, (unconditional grants) dan revenue sharing (Boex, 2001; 3-7). Transfer tidak bersyarat di Indonesia dalam bentuk Dana Alokasi Umum atau DAU dan Dana Bagi Hasil atau DBH, sedangkan transfer bersyarat berupa Dana Alokasi Khusus atau DAK.

Selanjutnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberikan kewenangan

(3)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

untuk memungut pajak dan retribusi (tax assigment) dan pemberian revenue sharing serta bantuan keuangan atau dikenal sebagai dana perimbangan sebagai sumber dana bagi APBD. Secara umum sumber dana bagi daerah terdiri dari PAD, dana perimbangan (DBH, DAU dan DAK), pinjaman daerah, dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh pemerintah daerah melalui APBD dan yang lainnya dikelola oleh pemerintah pusat melalui melalui APBN (Machfud Sidik, 2002; 4).

Dalam APBN tahun anggaran 2001 nilai dana perimbangan sebesar Rp. 83,6 trilyun, merupakan 5,7 % dari nilai PDB, lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp. 33,5 trilyun atau 3,7 % dari PDB. Dana

perimbangan tersebut meliputi bagian daerah atau DBH sebesar 21,68 trilyun (25,93 %), DAU senilai Rp. 60,92 trilyun (72,87 %) dan DAK sebesar Rp. 1,0 trilyun atau 1,20 persen (Nota Keuangan, 2001; 275-284). Sedangkan dalam APBN tahun 2002 dana perimbangan secara keseluruhan sebesar Rp. 90,3 trilyun atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,01 %. Dana perimbangan tersebut meliputi DBH Rp. 23,2 trilyun (25,69 %), DAU Rp. 66,3 trilyun (73,42 %) dan DAK Rp. 0,8 trilyun (0,89 %).

Penelitian mengenai dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian antar wilayah dengan menggunakan model keseimbangan untuk Indonesia baru dilakukan oleh Luky Eko Wuryanto (1996). Dalam disertasinya Fiscal Decentralization And Economic Performance In Indonesia : An Interregional

Computable General Equilbrium (IRCGE) Approach. Luky Eko Wuryanto ingin melihat dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian nasional dan regional (Jawa-Luar Jawa) secara komprehensif. Penelitian yang dilakukan oleh Luky Eko Wuryanto dengan objek blok Inpres dan spesifik Inpres, merupakan model IRCGE pertama untuk Indonesia.

Menurut Musgrave dan Tresch, untuk mengetahui dampak dari berbagai penyesuaian pemerintah di bidang pengeluaran publik secara keseluruhan, penggunaan pendekatan keseimbangan umum (general equilibrium) relatif lebih baik bila

dibandingkan dengan pendekatan parsial yang hanya mengkaji variabel ekonomi dalam jumlah terbatas dan pelaku ekonomi yang saling terpisah (Musgrave, 1959; 347; Tresch, 2002; 33-34).

Selanjutnya timbul suatu pertanyaan sampai sejauh manakah kebijakan

desentralisasi fiskal melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dapat meningkatkan kinerja perekonomian antar wilayah secara keseluruhan ?. Pertanyaan tersebut timbul karena sebagian besar daerah mengeluhkan bahwa kebijakan fiskal pemerintah dirasakan masih belum cukup untuk membiayai pembangunan daerahnya. Selain itu perbedaan karakteristik perekonomian antar wilayah, seperti komoditas yang dihasilkan, struktur produksi dan teknologi serta kebijakan pemerintah daerah akan menimbulkan

interregional feedback effect yang berbeda kepada setiap wilayah (Thorbecke, 1998; 296-297).

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian adalah: (1) Bagaimana dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (2) Bagaimana dampak pengurangan pengeluaran rutin pemerintah daerah di Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (3) Bagaimana dampak pengurangan pengeluaran rutin pemerintah

(4)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

daerah di Luar Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (4) Bagaimana dampak meningkatnya PAD di Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (5) Bagaimana dampak meningkatnya PAD di Luar Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (6) Bagaimana dampak meningkatnya Dana Bagi Hasil di Luar Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (2) Untuk mengetahui dampak pengurangan pengeluaran rutin pemerintah daerah di Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (3) Untuk mengetahui dampak pengurangan pengeluaran rutin pemerintah daerah di Luar Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (4) Untuk mengetahui dampak meningkatnya PAD di Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (5) Untuk mengetahui dampak meningkatnya PAD di Luar Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daearh terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia; (6) Untuk mengetahui dampak meningkatnya Dana Bagi Hasil di Luar Jawa yang dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah terhadap kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan bersifat hyphotesis testing, yaitu pengujian (verification) terhadap hipotesis yang diturunkan dari landasan teoritis. Pengujian hipotesis dilakukan terhadap perubahan sebuah variabel (shock variable) yang berdampak kepada perubahan variabel-variabel lainnya dengan menggunakan data empirik.

Tabel IRSAM yang dibangun dalam penelitian ini berdasarkan studi Luky Eko Wuryanto (1996), yakni meliputi Jawa-Luar Jawa. Dalam penelitian ini digunakan Tabel SAM Indonesia 2000 yang di-update menjadi Tabel SAM 2001 dengan menggunakan non survey method, berdasarkan indikator regional (Thorbecke, 1998; 296-297; Luky, 1996; Marsudi, 1987). Berdasarkan Tabel IRSAM 2001 dibuat multiplier analysis dengan bantuan software I-O SAM.

Model IRCGE dalam penelitian meliputi sembilan blok persamaan yang terdiri dari blok produksi, faktor produksi, komoditas regional, pendapatan dan pengeluaran institusi, pemerintah pusat dan daerah, tabungan-investasi, produk domestik bruto, struktur harga dan keseimbangan. Secara keseluruhan model IRCGE terdiri dari 78 block equations, 369 single equations, 87 block variables dan 416 single variables.

(5)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

Nilai base run dapat diketahui dengan melakukan estimasi terhadap variabel-variabel initial condition yang sebelumnya telah dilakukan assigment terhadap variabel-variabel dan parameter dari masing-masing Tabel IRSAM untuk persamaan IRCGE yang

bersangkutan dengan menggunakan software GAMS (General Algebraic Modeling System).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian Antar Wilayah di Indonesia

Pengeluaran pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung memberikan income multiplier terhadap rumahtangga yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin (1,12543 > 0,41885 ; 1,12543 > 0,41873 ; 1,12487 > 0,41805 ; 1,12487 > 0,41817). Sementara itu nilai Interregional income multiplier Luar Jawa-Jawa lebih besar dibandingkan Jawa-Luar Jawa untuk kedua jenis pemerintahan dan kedua jenis pengeluaran, (0.20005 > 0.16849 ; 0.61138 > 0.51387 ; 0.20009 > 0.16841 ; 0,61138 > 0,51387). Berdasarkan angka intraregional income multiplier maka rumahtangga Jawa memperoleh dampak yang lebih besar bila dibandingkan dengan Luar Jawa (0,25036 > 0,21800 ; 0,61156 > 0,51348 ; 0,25032 > 0,21808; 0,61156 > 0,51348). Dampak terbesar untuk wilayah Jawa diterima oleh rumahtannga West Java, sedangkan di Luar Jawa diterima oleh Sumatera.

Berdasarkan output multiplier pengeluaran pembangunan memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin (279,18433 > 91,35889 ; 279,18433 > 91,34039 ; 279,09083 > 91,17511; 279,09083 > 91,19459). Pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin pada intraregional Jawa memberikan ouput miltiplier yang lebih besar dibandingkan dengan intraregional Luar Jawa (56,04273 > 35,67438; 171,30995 > 109,27669 ; 55,74646 > 35,39422 ; 171,30995 > 109,27669). Dalam kedua wilayah mikro dampak output multiplier terbesar diterima oleh sektor pertanian yang diikuti oleh sektor industri, jasa, pertambangan dan utilities.

Berdasarkan nilai kondisi awal (baserun) dari kinerja perekonomian antar wilayah di Indonesia nilai GDP sebesar 1.635.041.64 miliar rupiah, sebagian besar merupakan kontribusi dari wilayah Jawa, yakni sebesar 1.012.043,74 atau 61,90 %, sedangkan kontribusi Luar Jawa sebesar 622.997,90 atau 38,10 %. Nilai GRDP merupakan pencerminan dari output yang dihasilkan di setiap wilayah dikali dengan tingkat harga dan ditambah dengan pajak tidak langsung.

Nilai total regional output sebesar 452.449.412,48 miliar rupiah merupakan kontribusi dari wilayah Jawa sebesar 61,14 % atau senilai 276.652.870,86 miliar rupiah, sedangkan kontribusi Luar Jawa sebesar 38,86 % atau senilai 175.823.541,63 miliar rupiah. Nilai total regional output merupakan penjumlahan dari nilai total domestic supply ditambah dengan nilai total ekspor. Nilai ekspor senilai 611.652,86 miliar rupiah merupakan kontribusi dari Jawa sebesar 53,15 % dan Luar Jawa sebesar 46,85 %.

Nilai total domestic supply sebesar 451.837.759,62 miliar rupiah merupakan kontribusi dari wilayah Jawa sebesar 61,15 %, dan Luar Jawa sebesar 38,85 %. Nilai total domestic supply merupakan penjumlahan dari intraregional supply dan interregional supply (penawaran untuk luar wilayah). Total interregional supply senilai 171.050.074,61 miliar rupiah, merupakan penawaran dari Jawa senilai 55.723.126,82 miliar rupiah atau sebesar

(6)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

32,58 %, sedangkan penawaran dari Luar Jawa senilai 115.326.947,79 miliar rupiah atau 67,42 %.

Sementara itu nilai regional domestic demand sebesar 451.826.864,78 merupakan sumbangan dari wilayah Jawa sebesar 61,16 %, sedangkan untuk Luar Jawa sebesar 38,84 %. Nilai regional domestic demand merupakan permintaan barang dari setiap wilayah yang meliputi barang dari intraregional dan interregional. Nilai regional imports, masing-masing sebesar 406.252,05 miliar rupiah (58,64 %) untuk Jawa dan senilai 286.523,31 miliar rupiah (41,36 %) untuk Luar Jawa.

Pendapatan untuk wilayah mikro di Jawa tertinggi diperoleh rumahtangga West Java (845.662,71 miliar rupiah). Sedangkan di Luar Jawa pendapatan rumahtangga tertinggi dicapai oleh Sumatera (644.795,39 miliar rupiah). Tingkat ketimpangan pendapatan di wilayah Jawa sebesar 254.438,70 miliar rupiah, lebih tinggi bila dibandingkan dengan Luar Jawa, yaitu sebesar 242.210,94 miliar rupiah. Tingkat pengangguran di Jawa relatif lebih tinggi, yakni sebesar 4,90 %, sedangkan di Luar Jawa sebesar 4,50 %.

3.2. Dampak Menurunnya Pengeluaran Rutin Pemerintah Daerah di Jawa Sebesar 20 %

Dalam skenario 1 pengeluaran rutin pemerintah daerah di Jawa mengalami pengurangan sebesar 20 %, diasumsikan digunakan sebagai dana tambahan untuk pengeluaran pembangunan di sektor ekonomi, sosial dan pelayanan umum. Pengurangan pengeluaran rutin di Jawa memperlemah kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Pengurangan pengeluaran rutin di Jawa yang digunakan untuk membiayai pengeluaran di sektor pelayanan umum memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penurunan kinerja perekonomian Jawa, dibandingkan bila digunakan untuk sektor ekonomi atau sosial. 3.3. Dampak Menurunnya Pengeluaran Rutin Pemerintah Daerah di Luar Jawa

Sebesar 30 %

Dalam skenario 2 pengeluaran rutin pemerintah daerah di Luar Jawa mengalami pengurangan sebesar 30 %, digunakan sebagai dana tambahan untuk pengeluaran pembangunan di sektor ekonomi, sosial dan pelayanan umum. Pengurangan pengeluaran rutin di Luar Jawa juga memperlemah kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Pengurangan pengeluaran rutin di Luar Jawa yang digunakan untuk membiayai pengeluaran di sektor sosial memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penurunan kinerja perekonomian Luar Jawa, dibandingkan bila digunakan untuk sektor ekonomi atau pelayanan umum.

3.4. Dampak Meningkatnya Penerimaan PAD Pemerintah Daerah di Jawa Sebesar 15 %

Dalam skenario 3 penerimaan PAD pemerintah daerah di Jawa meningkat sebesar 15 % yang diasumsikan digunakan sebagai dana tambahan untuk membiayai pengeluaran pembangunan di sektor ekonomi, sosial dan pelayan umum. Peningkatan PAD di Jawa akan meningkatkan kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Peningkatan PAD di Jawa yang digunakan untuk membiayai pengeluaran di sektor pelayanan umum memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap peningkatan kinerja perekonomian Jawa, dibandingkan bila digunakan untuk sektor ekonomi dan sosial. Meningkatnya kinerja perekonomian menimbulkan trade-off dengan tingkat ketimpangan pendapatan di kedua wilayah makro.

(7)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

3.5. Dampak Meningkatnya Penerimaan PAD Pemerintah Daerah di Luar Jawa Sebesar 30 %.

Dalam skenario 4 penerimaan PAD pemerintah daerah di Luar Jawa meningkat sebesar 30 % yang diasumsikan digunakan sebagai dana tambahan untuk membiayai pengeluaran pembangunan di sektor ekonomi, sosial dan pelayanan umum. Peningkatan PAD di Luar Jawa juga akan meningkatkan kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Peningkatan PAD di Luar Jawa yang digunakan untuk membiayai pengeluaran di sektor ekonomi memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap peningkatan kinerja perekonomian Luar Jawa, dibandingkan bila digunakan untuk sektor sosial atau pelayanan umum. Meningkatnya kinerja perekonomian menimbulkan trade-off dengan tingkat ketimpangan pendapatan di kedua wilayah makro.

3.6. Dampak Meningkatnya Dana Bagi Hasil (DBH) Pemerintah Daerah di Luar Jawa sebesar 15 %.

Dalam skenario 5 penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) di Luar Jawa meningkat sebesar 15 % yang diasumsikan digunakan sebagai dana tambahan untuk membiayai pengeluaran pembangunan di sektor ekonomi, sosial dan pelayanan umum. Peningkatan DBH di Luar Jawa memperlemah kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Peningkatan DBH di Luar Jawa yang digunakan untuk membiayai pengeluaran di sektor sosial memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penurunan kinerja perekonomian Luar Jawa, dibandingkan bila digunakan untuk sektor ekonomi atau pelayanan umum.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari income multiplier dan output multiplier wilayah Jawa memperoleh dampak yang lebih besar dibandingkan Luar Jawa.

Pengeluaran pembangunan memberikan income multiplier dan output multiplier yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin. Dampak terbesar untuk wilayah Jawa diperoleh rumahtangga West Java, sedangkan untuk Luar Jawa diterima oleh

rumahtangga Sumatera. Output multiplier terbesar di Jawa dan Luar Jawa diterima oleh sektor pertanian yang diikuti oleh sektor industri, jasa, pertambangan dan utilities.

Hasil estimasi terhadap model IRCGE dengan menggunakan data pada Tabel IRSAM 2001 dari nilai base run diketahui bahwa kinerja perekonomian Jawa memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan Luar Jawa. Berdasarkan hasil dari simulasi diketahui pengurangan pengeluaran rutin di Jawa memperlemah kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Pengurangan pengeluaran rutin yang digunakan untuk membiayai sektor pelayanan umum memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penurunan kinerja perekonomian Jawa. Pengurangan pengeluaran rutin di Luar Jawa juga memperlemah kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Pengurangan pengeluaran rutin yang digunakan untuk membiayai pengeluaran di sektor sosial memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penurunan kinerja perekonomian Luar Jawa.

Peningkatan PAD di Jawa akan meningkatkan kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Peningkatan PAD yang digunakan untuk membiayai sektor pelayanan umum memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap peningkatan kinerja perekonomian Jawa. Meningkatnya kinerja perekonomian menimbulkan trade-off dengan tingkat

ketimpangan pendapatan di kedua wilayah makro. Peningkatan PAD di Luar Jawa juga akan meningkatkan kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Peningkatan PAD yang

(8)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

digunakan untuk membiayai sektor ekonomi memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap peningkatan kinerja perekonomian Luar Jawa. Meningkatnya kinerja

perekonomian menimbulkan trade-off dengan tingkat ketimpangan pendapatan di kedua wilayah.

Peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) di Luar Jawa memperlemah kinerja perekonomian di kedua wilayah makro. Peningkatan DBH yang digunakan untuk

membiayai sektor sosial memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap penurunan kinerja perekonomian Luar Jawa. Menurunnya kinerja perekonomian diikuti dengan menurunnya ketimpangan pendapatan di kedua wilayah makro.

4.2 Saran

Pemerintah dapat memperkecil ketimpangan antara Jawa dengan Luar Jawa dengan menggabungkan pelaksanaan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara serentak, misalnya dalam bentuk perkreditan dan mendorong investor untuk berinvestasi di Luar Jawa dengan menyediakan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan. Diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas aparatur pemerintah dan belanja barang untuk tujuan produktif. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu melakukan koordinasi agar penerapan Perda mengenai retribusi dan pajak daerah tidak bertentangan dengan Undang-undang, sehingga tidak mendistorsi perekonomian.

DAFTAR PUSTAKA

Bahl, Roy. 2001. Intergovernmental Transfer in Developing and Transition Countries : Principles and Practise. Fiscal Policy Training Program 2001 and Fiscal Decentralization Course. Georgia State University. Atlanta, Georgia.

Bergman, Lars, Jorgenson, Dale W and Zalai, Erno. 1990. General Equilibrium Modeling and Economic Policy Analysis. USA : Basic Blackwell Inc.

BN. Marbun, 2005. Otonomi Daerah 1945-2005 Proses & Realita. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Boex, Jameson. 2001. An Introductory Overview of Intergovernmental Fiscal Relations. Fiscal Policy Training Program 2001 and Fiscal Decentralization Course. Georgia State University. Atlanta, Georgia.

Iwan Jaya Azis 1989. INPRES’ Role In The Reduction of Interregional Disparity. Jakarta : Inter- University Centre for Economics, University of Indonesia.

Lofgren, Hans , Harris, Rebecca Lee and Robinson, Sherman. 2001. A Standard Computable General Equilibrium (CGE) Model In Gams. TMD Discussion Paper N0.75. Washington: Trade and Macroeconomics Division International Food Policy Research Institute.

Luky Eko Wuryanto 1996. Fiscal Decentralization And Economic Performance In Indonesia : An Interregional Computable General Equilibrium Approach. Disertation (Unpublished). Cornell University.

(9)

__________________________________________________________________________________ 1

Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

Marsudi Djojodipuro dan Susatio Sudigno. 1987. Tabel Input-Output Regional: Kegunaan dan Cara Penyusunannya. Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. XXXV No.3 :323-3450.

Martinez-Vazquez, Jorge. 2001. The Assignment of Expenditure Responsibilities. Fiscal Policy Training Program 2001 and Fiscal Decentralization Course. Georgia State University. Atlanta, Georgia.

Miller, Ronald E and Blair, Peter D. 1985. Input-Output Analysis: Foundations and Extensions. New Jersey : Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs.

Musgrave, Richard A. 1959. The Theory of Public Finance. International Student Edition. Kogakusha : McGraw-Hill.

Oates, Wallace E. 1999. An Essay On Fiscal Federalism. Journal of Economic Literature Vol. XXXVII: 1120-1149.

_______________ 1972. Fiscal Federalism. USA: Harcourt Brace Jovavonich.

Pande Raja Silalahi. 2000. Implikasi Kebijakan Ekonomi Pemerintah Pusat dan Pembangunan Ekonomi di Daerah. Analisis CSIS Tahun XXIX/2000 No.1.

Raksaka Mahi. 2000. Kebijakan Bantuan Pusat ke Daerah: Implikasinya Terhadap Pertumbuhan dan Pemerataan Antar Daerah. Disampaikan pada Konggres ISEI XIV di Maksar, 21-23 April 2000.

Ravallion, Martin. 2000. Monitoring Targeting Performance When Decentralized Allocations to the Poor Are Unobserved. The World Bank Economic Review, Number 2 Volume 14.

Rosen, Harvey S.2002. Public Finance. New York : McGraw-Hill Companies.

Slamet Sutomo. 1991. Matrik Pengganda (Multiplier Matrix) Dalam Kerangka Sistem Nerana Sosial Ekonomi. Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. 39, NO. 1: 19-38. Stiglitz, Joseph E. 2000. Economic of The Public Sector. Third Edition, W.W. USA: Norton

Company.

Syafrizal. 2000. Ketimpangan Ekonomi Daerah: “Tendensi Penyebab dan Kebijakan Penanggulangan”. Disampaikan pada Konggres ISEI XIV di Makasar, 21-23 April 2000.

Tanzi, Vito. 1996. Fiscal Federalism and Decentralization: A Review of Some Efficiency and Macroeconomic Aspects. Annual World Bank Conference on Development Economic 1995 : 295-316.

Taylor, Lance. 1990. Social Relevant Policy Analysis; Structualist Computable General Equilibrium Models for the Developing World. USA: The MIT Press.

Thorbecke, Erik. 1992. Adjustment and Equity in Indonesia. Paris: OECD.

_____________ et al. 1998. Methods of Interregional and Regional Analysis. USA: Ashgate Publishing Limited.

Thresch, Richard W.2002. Public Finance : A Normative Theory. California: Academic Press.

Tirta Hidayat, 1991. An Interregional Social Accounting Matrix for Indonesia : Theoritical Background and Construction. EKI Vol. 39 No. 41: 335-350.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelian bahan baku kredit dapat berperan penting dalam kelancaran proses produksi, untuk mencegah terjadinya kelebihan

Suatu foto udara diambil dari ketinggian 6000 ft di atas permukaan rata-rata dengan fokus kamera 6 in (152.4 mm) dan format ukuran 9 in (23 cm).. INTERPRETASI FOTO UDARA.  Definisi

Salah satu asas penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut

Bentuk penyajian tari Mpa’a Lanca pada Upacara Penyambutan tamu di Desa Sambori Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat yaitu gerakan dalam tari Mpa’a Lanca memiliki banyak

2. Pendingin diperlukan untuk meredam suhu dan membersihkan kotoran selama proses penggerindaan pada saat putaran roda gerinda yang sangat tinggi memerlukan langkah

Ketidakbermaknaan korelasi tingkat gejala adiksi internet dengan aktivitas yang dilakukan jika tidak tersedia dana, dapat dijelaskan karena sebagian besar

Menutup kegiatan pembelajaran dengan berdo’a bersama V Alat/Bahan/Sumber Belajar:.. A Kerja logam,

Semasa pemain daripada pasukan lawan yang dibenarkan berada dalam kawasan itu membuat hantaran percuma, bola tidak boleh dibaling melebihi kawasan gelanggang