• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eka Julaiha_Etika Ekologi Perspektif Tasawuf Nasr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eka Julaiha_Etika Ekologi Perspektif Tasawuf Nasr"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA EKOLOGI : PERSPEKTIF TASAWUF NASR

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Magister Agama pada Program Studi Islam dan Modernitas

OLEH :

EKA JULAIHA, S.Ag NIM : 298-IM-029

PROGRAM STUDI ISLAM DAN MODERNITAS PROGRAM PASCASARJANA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

Lembar Persetujuan Pembimbing

Tesis dengan judul:

ETIKA

EKOLOGI:

PERSPEKTIF

TASAWUF NASR

yang ditulis oleh Eka Julaiha, S.Ag No. Pokok:

298-IM-029, Program Studi Islam dan Modernitas disetujui untuk

dibawa kedalam ujian/penilaian Tesis

Pembimbing I Pembimbing II

(DR. YUNASRIL ALI) (DR. A. WAHIB MU’THI)

(3)

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI

ا

= a

=

f

=

b

=

q

=

t

=

k

=

ts

ل

= l

=

j

=

m

=

h

=

n

=

kh

=

w

=

d

=

h

=

dz

=

=

r

=

y

=

z

=

s

Untuk mad dan diftong

=

sy

â

=

a panjang

=

sh

î

=

i panjang

=

dl

û = u panjang

=

th

ﻭﹶﺍ

=

aw

=

zh

ﻭﹸﺍ

=

uw

=

ﻱﹶﺍ

=

ay

=

gh

ﻱِﺍ

=

iy

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. dan keluarganya, yang telah mengukir peradaban dunia dengan islam sebagai agama tauhid yang haq.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi Pascasarjana (S2) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Tesis yang berjudul ''ETIKA EKOLOGI: PERSPEKTIF TASAWUF NASR'' ini, mencoba mengelaborasi pemikiran Seyyed Hossein Nasr dalam bidang tasawuf dengan fokus kajian tentang pendekatan tasawuf terhadap alam/lingkungan.

Tentunya dalam penulisan tesis ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan b erb agi pih ak, b aik berben tu k spirit maupun d alam b en tu k material. Un tu k itu pen u lis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik selama menjalankan studi yang penuh dengan perjuangan maupun dalam masa penulisan tesis yang sangat membutuhkan waktu, tenaga, segenap pikiran, serta kesabaran. Ucapan terima kasih perlu penulis sampaikan kepada:

(5)

v

1. Prof.Dr.Azyumardi Azra, selaku Rektor UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, yang terus-menerus melakukan perbaikan mutu pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah yang dipimpinnya.

2. Prof. Dr. H. Sayyid Aqil munawwar, yang tetap melaksanakan tugas beratnya sebagai Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ditengah-tengah kesibukannya sebagai Menteri Agama RI.

3. Asisten Direktur I dan II juga ketua program studi Islam dan Modernitas yang aktif membantu Program Pascasarjana, baik dalam kegiatan p en in gkatan akad emis maupun lain-lainnya.

4. Dr.Yunasril Ali dan Dr. A Wahib Mu'thi, selaku pembimbing I dan pembimbing II dalam penulisan tesis ini, yang dengan sangat teliti dan sabar membimbing penulis, juga kepada Dr. Mulyadi Kartanegara, walaupun bimbingan bersama beliau tidak sampai selesai, sehubungan dengan pindah tugas ke Yokyakarta.

5. Seluruh Staf Program Pascasarjana dan staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang setia membantu dan melayani penulis baik selama dalam proses studi maupun saat-saat penulisan tesis ini.

6. Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A. Ketua STAIN ''Sultan Maulana Hasanuddin Banten'' Serang, tempat penulis bertugas sejak tahun 2000, yan g tak

(6)

henti-vi

hentin ya memberikan dukungan kepada penulis baik selama studi maupun dalam masa-masa penyelesaiannya tesis ini.

7. Ketua Jurusan Syari'ah dan sekjur,Ketua Program Studi dan Seluruh staf jurusan Syari'ah yang telah memberikan toleransi kepada penulis saat-saat penulis tidak maksimal melaksanakan tugas-tugas staf di Jurusan Syari'ah,karena kesibukan penulisan tesis.

8. Terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya khusus kepada kedua orang tua,yang tak mungkin dapat menghitung jasa-jasa beliau dan tak pernah mengeluh untuk mencurahkan segenap cinta kasihnya.

9. Terima kasih dan rasa sayang kepada adik-adikku:Toifur,Juhaeriah,Iil Rohilah, maftuhatu Rizkiah dan Anis Puad yang dengan senang hati mensuport kakaknya untuk disebut satu persatu,dari mereka penulis belajar,dari mereka saran dan kritik telah memberikan konstribusi yang tak ternilai harganya untuk proses kematangan intelektual penulis.

Dengan penuh kesadaran,penulis merasakan bantuan yang tak ternilai harganya dari semuanya,tetapi tanggung jawab inetelektual terhadap isi dan pemikiran dalam tesis ini,sepenuhnya ada pada penulis.Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tesis dapat memberika konstribusi kepada hazanah keilmuan kita dan memberikan mamfaat yang besar kepada semua.

(7)

vii Serang,Juni 2002 Eka juliaha DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii TRANSLITERASI ... iii KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 14

C. Tujuan Penelitian... 15

D. Metode Penelitian ... 16

E. Tinjauan Pustaka ... 16

F. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II BIOGRAFI SEYYED HOSSEIN NASR A. Pendidikan dan Kegiatan Intelektual... 19

B. Karya-karya dan Pemikirannya ... 24

(8)

viii

A. Pendekatan Tasawuf Terhadap Alam... 30

B. Hubungan Tuhan, Manusia, dan Alam ... 37

C. Kedudukan Manusia... 46

BAB IV NILAI-NILAI ETIKA LINGKUNGAN: PERSPEKTIF TASAWUF NASR A. Tauhid: Visi Keilahian Lingkungan... 63

B. Sufisme: Pembebasan Manusia Modern ... 75

C. Kosmologi Islam: Ajaran Tentang Keseimbangan Ekolog... 92

D. Khilafah dan Amanah Sebagai Etika Tindakan... 107

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 113

B. Saran-saran... 117

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kelahiran modernisme telah membangun peradaban manusia secara spektakuler dan memberikan keuntungan kepada kehidupan manusia, berupa kenikmatan dan kemudahan hidup yang tidak ada bandingannya. Sains modern membantu manusia dalam memperoleh kekayaan yang melimpah ruah, memudahkan

komunikasi, bahkan menguasai ruang angkasa.1

Namun kemajuan sains dan tekhnologi dengan nilai-nilai modernitas yang inheren didalamnya, disamping memberikan kemudahan bagi manusia, juga telah memberi implikasi krisis global secara serius, kompleks, dan multidimensional, yang segi-seginya menyentuh hampir setiap aspek kehidupan. Dari masalah ekonomi, politik.sains dan tekhnologi, kualitas lingkungan, sampai kepada hubungan sosial manusia. Krisis tersebut sudah meliputi krisis dalam dimensi-dimensi intelektual, moral, dan spiritual.2

Terjadinya bencana alam di berbagai belahan bumi (seperti:banjir, longsor, dan kebakaran hutan)adalah bukti paling nyata dari dampak krisis modernisme tersebut, yang seringkali melahirkan pertanyaan, apakah alam raya ini diciptakan

1

Sains modern dengan prinsip-prinsip dasarnya: rasionalitas, empiris, netralitas etik, dan obyektivitas telah dianggap oleh manusia modern sebagai jaminan kebenaran untuk menjawab berbagai permasalahan kehidupan. Lihat Syamsul Arifin, Spiritua litas Isla m dan Peradaban Masa

Depan (Yogyakarta: Sipress, 1996), h. 125.

2 Fritjof Capra, Titik Ba lik Peradaban, diterjemahkan oleh M. Thoyibi (Yogyakarta: Bentang

(10)

2

oleh Sang khalik buat manusia ataukah sebaliknya manusia menjadi bagian dari alam itu sendiri.Itulah salah satu pertanyaan penting yang kini diajukan banyak kalangan yang mulai skeptis terhadap teologi lingkungan.3

Memang secara naluriah manusia memiliki potensi kepedulian ekologis, namun pada tingkat aktualitasnya kepedulian ekologis manusia justru dikuasai oleh akal dan egonya yang seringkali kontra produktif, sehingga pertumbuhan potensi ekologi pada manusia memliki kementahan. Alam dipandang oleh manusia modern sebagai sesuatu yang mutlak, harus dimanfaatkan dan ditaklukan secara struktural demi kepentingan manusia. Dari itu pemaknaan hidup tidak lagi sebagai pengabdian untuk menata kehidupan secara harmonis, melainkan telah mengukuhkan suatu

tatanan hukum yang sangat meracuni budaya yang berwawasan kemanusiaan.4

Dampak krisis juga dapat dilihat dari benyaknya statistik penderita depresi, kegelisahan psikologis, dan sebagainya. Dampak terjelas dari ekologi sekuler terhadap ekologi manusia yang kita lihat adalah adaya banjir dan polusi d iman a-man a, menipisnya lapisan ozon, tata lingkungan yang parsial, limbah industri, dan polusi-polusi lain yang menimbulkan beragam penyakit. Ribuan macam penyakit sekarang hadir dimana-mana sebagai implikasi dari sebuah ekosistem yang rusak dan

lahir karena tidak adaya kearifan manusia menjaga lingkungan.5

3

Ekologi seperti disebutkan sebagai kehidupan yang di dalamnya terdapat keharmonisan hubungan dan kesatuan manusia dengan unsur-unsur kehidupan kosmologisnya yang harus menjadi orientasi kehidupan masa depan. Lihat Syamsul Arifin. Op. Cit., h. 17.

4

Mujiyono, Aga ma Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur`an (Jjakarta: Paramadina, 2001), h. 3.

5

(11)

3

Sementara itu, komunitas masyarakat yang belum maju sains dan tekhnologinya, yakni masyarakat pra industri, tampak lebih kuat prilaku ekologis dan kearifan lingkungannya yang disebut masyarakat berimbang (equibrian society), dibandingkan dengan komunitas masyarakat maju dimana sifat kontra ekologis dan ketidakarifan lingkungan yang disebut masyarakat berimbang (equilibrian society), dibandingkan dengan komunitas masyarakat maju dimana sifat kontra ekologis dan ketidakarifan lingkungan jauh lebih nampak. Sehingga konsekuensinya, mereka

menjadi masyarakat yang kurang atau tidak berimbang (unequilibrian society).6

Pergeseran prilaku ini karena adanya tuntutan keinginan dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dan sebagai akibat dari perkembangan dan populasi penduduk.

Krisis ekologi juga disebabkan terjadinya perbedaan watak ilmu pengetahuan dan tekhnologi ketika terjadi perkembangan dari yang bersifat evolutif beralih kepada perkembangan yang bersifat revolutif. Perkembagan bersifat evolutif yang disebut dengan iptek tradisional cenderung masih terjalin dalam budaya yang ada, masih menjaga keharmonisan sistem perubahan, disamping masih mengarah pada manusia, sehingga persoalan etika sebagai persoalan fundmental dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masih dikembangkan dalam kerangka etik kemanusiaan unversal. Keadaan ini kemudian mengalami perubahan fundamental setelah ilmu pengetahuan dan tekhnologi meniggalkan watak evolutifnya dan berubah secara revolutif .Dalam perkembangan secara revolutif. Pertimbangan etika yang mempersoalkan baik buruknya (aspek aksiologis) ilmu pengetahuan dan tekhnologi

6

(12)

4

sudah mulai diabadikan bahkan selanjutnya pertimbangan etik tersebut menjadi tidak ada.7

Krisis ekologi juga bersumber dari asumsi dominasi manusia atas alam, dimana perkembangan sains dan tekhnologi dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi alam untuk kepentingan manusia. Hal ini kemudian melahirkan wujud sains dan tekhnologi yang angkuh dan berimplikasi kepada ekologi yang kacau. Secara historis –filosofis, wujud ekologi tersebut, berakar kuat pada pandangan rasionalisme dan humanisme Barat yang menempatkan manusia sebagai segala-segalanya

Pengertian alam semesta sebagai sesuatu yang bersifat organik,.hidup.dan spritual, digantikan oelh pengertian bahwa dunia ini laksana sebuah mesin. Ilmu dalam perkembangan modern,didasarkan atas sesuatu metode penelitian yang baru yang dikembangan dengan sedemikian kuat oleh Francis Bacon,dengan melibatkan deskripsi matemats dan metode penalaran analitik yang disusun oleh Rene Descartes.

Semangat Bacon menimbulkan perubahan yang luar bisa pada hakikat tujuan penelitian ilmiah, sejak zaman kuno tujuan ilmu adalah untuk mencari kearifan, dengan memahami tatanan dan kehidupan yan harmonis dengan alam, ilmu di cari demi keangungan Tuhan''dengan sikap dasar ilmuannya ekologis,pada abad modern, sikap tersebut berubah dari sikap ekologis-integratif kepada sikap penonjolan diri. Sejak Bacon,Tujuan Ilmua berubah menjadi pengetahuan yang digunakan untuk menguasai dan mengendalikan alam,sehingga tujuan pengetahuan yang digunakan untuk menguasai tujuan-tujuan yang sama sekali anti ekologis.

(13)

5

Dalam pandangan Bacon, alam harus ''diburu dalam pengembaraannya'', “diikat dalam pelayanan'', dan dijadikan ''budak''. Alam harus ''dimasukkan ke dalam kerangkeng'' dan tujuan ilmuan adalah ''mengambil rahasia alam secara paksa''.

Perubahan pandangan ini, menjadi suatu yang penting, sebagai perubahan yang revolusioner dalam perkembangan perdaban Barat lebih jauh. Pandangan Bacon kemudian disempurnakan oleh dua tokoh terkemuka abad ke tujuh yakni: Rene Descartes dan Newton.

Visi Descartes tentang kepastian pengetahuan ilmiah, menyandarkan keseluruhan pendangannya tentang alam pada pemisahan fundamental antara dua alam yang mendiri dan terpisah,yaitu alam pikiran atau res cogitans, ''berada berpikir'', dan alam materi atau res extensa ''benda luas''. Bagi Descartes, alam semesta materi adalah sebuah mesin dan tidak lebih dari sekedar mesin, tidak ada tujuan, kehidupan, atau spiritualitas di dalam materi. Alam bekerja sesuai dengan materi hukum-hukum mekanik, dimana segala sesuatu dalam alam dapat diterangkan dalam pengertian tatanan dan gerak dari bagian-bagiannya. Perubahan drastis gambaran alam dari organisasi menjadi mekanik ini, mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada sikap manusia terhadap lingkungan alam. Jika pandangan dunia organik telah menyiratkan suatu tata nilai yang kondusif terhadap prilaku ekologis, maka pada pandangan ala Descartes telah memberikan persetujuan ''ilmiah'' pada manipulasi dan eksploitasi yang menjadi karakteristik kebudayaan Barat. Bahkan Descartes mempunyai pandangan yang sama dengan Bacon, bahwa tujuan ilmu

(14)

6

adalah penguasaan dan pengendalian alam, yang menugaskan bahwa pengetahuan

ilmiah dapat digunakan untuk ''mengubah kita menjadi tuan dan pemilik alam”.8

Dalam suatu pernyataan lebih jauh disebutkan bahwa ternyata agama-agama monoteisme universal juga bertanggung jawab terhadap kerusakan besar lingkungan hidup ini, seperti diungkapkan oleh Lynn White Jr., bahwa ilmu dan teknologi modern adalah berakar dalam ajaran Yahudi-Kristiani, yakni tentang penciptaan. White membebankan seluruh masalah kerusakan lingkungan hidup diakibatkan oleh ilmu dan tekhnologi yang berdasar kepada ilmu kepercayaan kristiani.

Dengan ringkasan yang dibuat oleh White bahwa ''Allah merencanakan semuanya secara ekspilisit untuk kepentingan dan kuasa manusia; apa pun dalam dunia ciptaan fisik tidak mempunyai maksud lain daripada melayani keinginan manusia. Kendatipun tubuh manusia dibuat dari tanah, ia bukan bagian d ari alam s aja; ia dibuat menurut gambar Allah. Kekristenan adalah agama yang paling antroposentris yang pernah muncul di dunia dimana manusia sedikit banyak berbagi dalam transendasi Allah tehadap alam. Kekristenan, dalam kontras mutlak dengan agama kafir kuno dan agama-agama Asia, tak hanya menciptakan dualisme manusia dan alam, tetapi juga menegaskan bahwa telah menjadi kehendak Tuhan, manusia

mengeruk (exploits) terhadap alam untuk tujuan manusia sendiri”.9

Pro dan kontra tesis White ini, disambut oleh pandangan Arnold Toynbee, yang memandang krisis lingkungan hidup disebabkan juga oleh agama-agama

8

Capra, Op. Cit., hh. 52-63.

9

(15)

7

monoteis yang telah menghilangkan rasa hormat terhadap alam yang Ilahi, sehingga ketamakan manusia menjadi tak dapat ada yang menahannya. Dan menurutnya krisis itu hanya dapat diobati dengan berbalik kembali dari pandangan monoteis ke pandangan panteis yang lebih tua dan pernah juga lebih universal.10

Doktrin Kristiani tersebut teah mendorong timbulnya etika eksploitatif terhadap alam.Dari etika demikian, kemudian mendorong timbulnya sains fisika berikut sains kealaman lainnya, dan dunia modern yang sekuler. Keadaan inilah yang telah menimbulkan berbagai bentuk krisis dunia baru seperti ancaman perang, kerusakan lingkungan, kelangkangan pangan dan sumber daya alam, kehampaan spritual dan sebagainya.11

Lebih jauh, kemudian ajaran etika kristiani tersebut dikembangkan, baik oleh kepitalisme ataupun sosialis-komunis yang telah banyak menimbulkan kerusakan ekologis. Kapitalisme dengan memberikan penekanan dibidang produksi dengan tujuan meraih keuntungan ekonomi (economic benefit) setinggi-tingginya, telah melahirkan adanya eksploitasi alam secara besar-besaran dengan menekan biaya ekonomi (economic cost) yang murah. Sama halnya dalam negara sosialis komunis dengan dukungan rezim politik yang diktator, hal itu semakin mempengaruh keadaan

lingkungan manusia.12

10

Syamsul Arifin. Op. Cit., h. 180.

11

A hmad S ya fi’ i Ma` ar i f, P eta Bumi In tle ktua l Is la m d i In don es ia (Ban dung: Miza n, 1 993 ), h . 13.

12

(16)

8

Etika ekologi nonreligi diatas mengalami kewajran karena memang berkembang di Barat, sebuah kawasan yang telah menyelesaikan hubungan agama dan dunia dengan wilayah masing-masing. Karena itu doktrin filsafat sains (Barat) menganggap realitas kosmis (alam) ini sama sekali tidak memiliki tujuannya sendiri. Al am, tak u b ahn ya s eb u ah mesin raks as a seca ra mek an is tis . T ak ad a ''Th e Oth er '' yang mengatasi alam, sehingga berposisi netral, sebagaimana

netralitas sains. Agar bertujuan, alam harus tunduk mutlak pada kemauan manusia.13

Masyarakat Barat kemudian, yang sering digolongkan the post industrial

society, suatu masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran materi sedemikian

rupa dengan perangkat tekhnologi serba mekanisme dan otomat, bukannya semakin mendekati kebahagiaan hidup, melainkan sebaliknya, kian dihinggapi rasa cemas akibat kemewahan hidup yang diraihnya. Mereka telah menjadi pemuja ilmu dan tekhnologi dengan tanpa disadari integritas kemanusiaanya terduksi, lalu terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas yang sangat tidak humanis.14

Sementara itu, meskipun secara ideal, agama Islam sebagai superstruktur ideologis masyarakat muslim dengan memliki nilai-nilai yang cukup intens dalam rekayasa lingkungan, namun secara faktual tampilan perilaku ekologis di permukaan mayarakat Islam tampak bervariasi dan cenderung masih bersifat potensial, sehingga belum aktual. Kajian ijtihadyah ekologis juga tampak belum mempunyai rumusan

13 Ibid. 14

(17)

9

yang memadai untuk dapat secara representatif menjawab krisis ekologis yang terjadi di dunia modern ini.15

Kekacauan yang dimunculkan oleh perdaban manusia dalam kehidupannya pada masa modern ini telah melahirkan banyak tokoh-tokoh yang bersifat kritis, terutama para sarjana yang menekuni tradisi-tradisi keagamaan dunia, dan kemudian dikenal dengan sebutan kaum tradisionalis dan neo-tradisionalis. Menurut mereka, kekacauaan kerohanian maunsia modern merupakan tanggung jawab dari peradaban Barat modern, yang telah tercerabut dari akar spritual trasendentalnya, dan telah sepenuhnya bersifat antroposentris.16

Disinilah perkembangan pemikiran tentang etika ekologi menunjukan suatu optimisme bagaimana masa depan manusia modern dapat terbingkai dengan nilai-nilai keagamaan, khususnya melalui perspektif tasawuf sebagai dimensi esotorik Islam, dengan upaya penelusuran kembali arti dan makna hidup yang hakiki. Dengan memberikan landasan teologis terhadap modernitas, sehingga manusia modern tidak mengalami split personality (keterpecahan jiwa) dalam menjalani kehidupannya di dunia yang dibangun menjadi sebuah peradaban manusia yang bersifat global.

Oleh sebab itu, mengapa krisis ekologi dianggap sangat berkaitan erat dengan modernisme dan mengapa persoalan masa depan dikaitkan dengan persoalan ekologi yang kemudian persoalan etika dianggap sebagi wacana ekologi masa depan. Dalam

15

Ibid., h. 6.

(18)

10

pandangan ekologi manusia, Syamsul Arifin, dengan mengutip James Robertson dalam bukunya, The Sane Alternative:A Choice of Future menulis, bahwa Robertson menawarkan skenario''Sehat, Humanistik, dan Ekologis'' (SHE) dengan menekankan perlunya keseimbangan (equilibrium) dalam diri manusia secara pribadi, dengan orang lain, dan antara manusia dengan alam dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Keharmonisan ekologi, baik dalam pengertian ilmiahnya maupun dalam pengertian empirik adalah sebagai kehidupan yang didalamnya terdapat keharmonisan hubungan dan kesatuan manusia dengan kehidupan kosmilogisnya. Ini harus menjadi titik tolak dan orientasi bagi kehidupan masa depan.17

Peradaban Barat modern yang menafikan adanya hal-hal yang transenden telah menimbulkan kebangkrutan moralitas yang mengakibatkan terjadinya beberapa krisis kemanusiaan, seperti Alienasi, ketidakbermaknaan hidup, dan kebingungan spiritual. Hal inilah yang kemudian menimbulkan terjadinya kultus, kerusakan ekologi, dan merajalelanya perdagangan oba-obat bius.

Ungkapkan senada juga dinyatakan oleh Frans Magnis Suseno (budayawan) yang dikutip oleh Syamsul, bahwa sekarang ini sedang berlangsung kerusakan paling gawat di negara-negara komunis Eropa Timur dimana danau-danau dan sungai yang besar dicemari radioaktif. Dibeberapa daerah industri Jerman Timur dan Polandia angka kematian anak-anak berkisar 10 kali lebih buruk daripada Eropa Barat. Suatu

17 Syamsul Arifin, “Ekologi Manusia” dalam Ulumul Qur`an, edisi khusus No. 5 & 6 vo. V.

(19)

11

gambaran Krisis Ekologi manusia yang memprihatinkan. Gambaran ini menjadi pelajaran penting bagi dunia Islam untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah dibuat oleh negara-negara yang nota bene lebih maju ilmu pengetahuan dan tekhnologinya.18

Fritjof Capra pernah menggambarkan bahwa krisis yang sama dan bersifat multidimensi ini adalah ''krisis perseksif'', krisis yang pernah terjadi dalam fisika selama tahun 1920-an, ia muncul dari kenyataan bahwa kita berusaha menerapkan konsep-konsep dari pandangan dunia yang telah usang, pandangan mek an istis s ain s cartesian dan newtonian-kepada realitas yang memang sudah tidak dapat lagi dipahami dalam tema konsep-konsep. Sekarang kita hidup dalam dunia yang saling berhubungan secara global, dimana fenomena –fenomena biologis, fisik, sosial, maupun lingkungan saling ketergantungan. Maka untuk menjelaskan dunia ini secara memadai kita memerlukan sebuah perspektif ekologis, yang tidak ditemukan dalam pandangan dunia cartesian.19 Dan yang kita perlukan adalah sebuah ''Paradigma'' pemikiran, persepsi, dan nilai yang kita miliki. Gejala awal dari perubahan ini bisa dilihat dari pergeseran konsepsi realitas mekanistis kepada konsepsi realitas bersifat holistik yang menurut Capra akan mendominasi masa depan.

Untuk itulah, dalam tataran filosofis spritual, Islam dianggap mempunyai legitimasi yang kuat untuk mengembangkan etika ekologi universal. Peluang kepada

18

Ibid., h. 102.

19

(20)

12

kesadaran itu menjadi optimis dengan melihat keadaaan eko lo gi yan g sud ah me ncap ai titik krisis sehingga akan menggugah kesadaran ekologi (ecological

awareness). Untuk selanjutnya mencari solusi yang tidak didasarkan pada

deduksi-deduksi rasionalistik, tapi lebih mendasar lagi kembali kepada pesan-pesan perenial

yang terdapat dalam semua agama universal.20

Bagi umat Islam, disamping perlu kembali mengelaborasi pesan-pesan universal al-Qur'an, juga perlu membuktikan dengan penciptaan infrastruktur teknologi, ekonomi, politlik, dan ekologi dengan berdasarkan pada landasan spiritual yang telah ada. Pada persoalan inilah umat Islam menghadapi tantangan berat karena

radius persoalannya telah sampai pada adanya dominasi struktural barat.21

Inilah yang diingatkan oleh Marshall Hodgson bahwa hal itu bisa dilakukan apabila kaum muslimin bisa mengenali dengan baik visi dan tradisi yang dimilikinya. Tradisi, menurut Hodgson, bukan sebagai ''seperangkat perilaku'' melainkan sebagai ''suatu dialog yang hidup dan berakar pada prefensi bersama atas peristiwa-peristiwa kreatif tertentu'' dari masa lampau. Oleh karena itu, tradisi itu ''bukan lawan dari kemajuan melainkan sarana baginya''. Maka tradisi itu sebernanya adalah aktualisasi komulatif dari visi yang bersifat kontinu.22

Dalam konteks inilah, pemikiran Seyyed Hossein Nasr selanjutnya dipanggil Nasr, mempunyai posisi penting untuk dikaji. Nasr selain memiliki basis tradisi Islam

20

Ibid.

21

Ibid.

22 Mochtar Pabotinggi, Visi, Tradisi, dan Hegemoni Budaya Muslim (Jakarta: Yayasan Obor:

(21)

13

yang kuat yaitu kultur persia dari tanah kelahirannya Iran, ia juga banyak menghabiskan masa perambahan intelektualnya di Barat, tempat tumbuh pesatnya sains dan tekhnologi. Nasr adalah tokoh yang dalam pemikiranya mengesankan dua arus pemikiran yang dikonfrotasikan antara satu dan lainnya, yaitu matefisika Barat disatu pihak dan paham matefisika Islam dipihak lain. Yang terakhir ini lebih menekankan kepada faham sufisme, meskipun Nasr sendiri tampaknya belum sampai pada tingkat seorang sufi yang dikenal didunia Islam.23

Dalam pencapaian maksudnya, Nasr selalu meramu paham sufisme yang dikuasainya dengan pengalaman dan hasil studi hasil di Barat. Nasr mulai merasakan akan kekeringan spritual pada masyarakat Barat, sehingga mensosialisasikan tasawuf pada diri mereka merupakan keniscayaan. Dalam hal ini, ada tiga alasan utama, yaitu: pertama, turut serta berbagi peran dalam penyelamatan kemanusiaan dari kondisi kebingungan sebagai akibat hilangnya nilai-nilai spritual. Kedua, memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya, maupun non Islam, khususnya terhadap masyarakat Barat. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sungguhnya bahwa aspek esoterik Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak lagi berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.24

23

Komarudin Hidayat, Tragedi Ra ja Mida s: Mora litas Agama dan Krisis Modernisme (Jakarta: Paramadina: 1998), h. 266.

24 Nasr, Ta sa wuf Dulu dan Sekarang, diterjemahkan oleh Abdul Hadi W.M. (Jakarta: Pustaka

(22)

14

Oleh karena itu, dalam menjawab berbagai permasalahan kemanusiaan di dalam Islam, kata kuncinya, menurut Nasr, ada dalam tasawuf yang digunakan dalam menjawab masalah yang dihadapi. Dari tela'ah tersebut ajaran ini akan dipakai menghadapi persoalan penaklukan alam, yang kini merupakan persoalan penting di Barat dan bahkan di dunia Islam. Hanya saja didunia Islam hal itu tampaknya masih belum menggugah kesadaran dan belum menarik perhatian kebanyakan cerdik cendikia Islam, walaupun masalah itu akan segera mereka hadapi sebagai masalah

gawat.25 Atas pemikiran diatas inilah paradigma baru akan dicoba untuk ditampilkan

sebagai alternatif dari paradigma sekuler, yang telah merambah kebanyakan pemikiran umat manusia yang menimbulkan kekerasan terhadap lingkungan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, secara komprehensif penulis dapat membuat pokok-pokok p e rmas alah an ten tan g Etik a Ekologi: Perspektif Tasawuf Seyyed Hossein Nasr ini, ke dalam perumusan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep Etika Ekologi Nasr, kaitan dengan pandangan Tauhid, sebagai landasan etik bagi hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam.

2. Bagaimanakah pemikiran Nasr tentang konsep kosmologi Islam dan prinsip-prinsip keharmonisan hubungan manusia dan alam untuk dapat

(23)

15

menciptakan keseimbangan Ekologi. Hal ini penting, karena persoalan Ekologi berakar pada persoalan yang bersifat filosofis dan spiritual. 3. Bagaimanakah konsep Tasawuf Nasr teraplikasikan, sebagai jawaban

terhadap krisis Ekologi dialami oleh manusia modern.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk menulusuri pemikiran Tasawuf Nasr, dalam kaitanya dengan ide-idenya tentang Tauhid lingkungan. Analisis terhadap pemikiran Nasr tersebut diharap mampu menumbuhkan apresiasi kita terhadap lingkungan dan untuk mengambil pelajaran serta hikmah didalamnya.

2. Untuk mengetahui apa konsep Nasr tentang kosmologi Islam sebagai prinsip-prinsip keharmonisan dan keseimbangan hubungan antara manusia alam dan selanjutnya dapat menciptakan keseimbangan Ekologi.

3. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep tasawuf Nasr mampu menjadi solusi terhadap krisis Ekologi yang dialami oleh manusia modern.

D. Metode Pembahasan

Dalam penelitian tesis ini, penulis bertumpu pada penelitian kepustakaan (library Research), yaitu mempelajari berbagai data dari bahan-bahan yang berkaitan dengan materi, baik berupa buku-buku, artikel-artikel, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan materi serta sumber lainnya yang mendukung dan memperkaya data-data.

(24)

16

Dalam penyajian data-data, penulis mempergunakan metode deskriptif-analitis, yaitu presentasi data yang objektif melalui proses analisi kritis terhadap barbagi data yang telah diperoleh dari berbagai sumber. Proses analisis kritis ini dilakukan, terutama sekali berkenaan dengan pandangan Nasr yang berkaitan dengan materi yang dibahas.

E.Tinjauan Pustaka

Sejauh ini ada beberapa tulisan mengenai pemikiran Nasr yang sudah terbit, baik dalam bentukbuku maupun artikel. Namun, tulisan mengenai pemikiran Nasr yang berkenaan dengan etika ekologi secara utuh dan komprohensif belum ditemukan.

Azyumardi Azra dalam artikelnya ''Memperkenalkan Nasr (Jakarta 1993), yang ditulis menjelang kedatangan Nasr ke Indonesia tahun 1993, memaparkan ide-ide nasr yang dielaborasi dari karya-karya Nasr. Menurut Azyumardi Azra, bahwa Nasr, seperti tercermin dalam pemkirannya, kritis terhadap modernisme dan mengambil bentuk kembali kepada ''Islam Tradisional ''bahkan lebih dari itu Nasr sangat mungin pula adalah seorang ''Neo-Sufisme'' yang menerima pluralisme dan perenialisme dalam kehidupan keagamaan. Pandangan Nasr tentang su fisme b erk aitan pula dengan teorinya tentang ''rim dan axis''

Kemudian sebuah tesis yang ditulis oleh Chatib Saepullah, mahasiswa Pascasarjana (S2) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memuat pemikiran Nasr tentang epistemologi. Dari hasil penelitiannya terhadap pemikiran epistemologi Nasr

(25)

17

diungkap bahwa Nasr telah melakukan evaluasi kritis tentang kegagalan ilmu pengetahuan modern yang bersifat antroposentris.

Dalam kaitan ini, Nasr menawarkan suatu filsafat pengetahuan yang didasarkan atas prinsip-prinsip agama. Dengan mencoba melakukan rekonsiliasi epistemologis antara agama dan ilmu pengetahuan, dimana methode memperoleh pengetahuan tidak hanya secara empiris dan rasional, tetapi juga dengan jalan intuisi.

Nasr juga mendukung gagasan kemajemukan metodologi dan

mendasarkannya kepada prinsip tauhid. Nasr sepakat dengan pendapat para filosof Islam yang dimulai oleh Al-Kindi dan mengalami penyempurnaan secara bertahap oleh Al-Farabi, tentang adanya tingkatan/hirarki ilmu pengetahuan. Menurutnya, objek pengetahuan adalah segala realitas dan realitas itu abadi, universal, memiliki kesatuan dan hirarkis. Realitas tertinggi adalah hakikat ilahi, kemudian realitas nama dan sifat-Nya, realitas malaikat, realitas jiwa atau alam ilahi, kemudian realitas fisik. Adanya kesatuan hirarki realitas itu melahirkan hirarki pengetahuan, yaitu pengetahuan intelektual, rasional, dan indrawi.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan ini, penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan: latar belakang masalah, perumusan masala, metode pembahsan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika pembahasan .

Bab II, Biografi Seyyed Hossein Nasr: kehidupan awal dan pendidikan, aktivitas intelektual dan karya-karyanya.

(26)

18

Bab III, Pendekatan Teori Etika Ekologi: pendekatan tasawuf terhadap alam, hubungan Tuhan, manusia, dan alam, dan kedudukan manusia.

Bab IV, Nilai-nilai Etika Lingkungan: perspektif tasawuf Nasr: tauhid: visi keilahian lingkungan, sufisme: pembebasan manusia modern, ko smo lg i Islam : aja ran tentang keseimbangan ekologi, khilafah dan amanah sebagai etika tindakan.

(27)

19

BAB II

SEKILAS TENTANG BIOGRAFI SEYYED HOSSEIN NASR

A. Pendidikan dan Kegiatan Intelektual

Ssyyed Hossein Nasr lahir pada tahun 199 M di Teheren, Iran. Ayahnya seorang ulama terkenal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga ulama dalam tradisi dan lingkungan ulama Syia'ah Tradisional. Iran adalah sebagai negara tempat lahirnya para sufi,filosofi,ilmuan,dan penyair muslim terkemuka.1

Pendidikan awal Nasr dimulai di teheren, kota kelahirannya. Kemudian ayah Nasr mengirimnya belajar kepada sejumlah ulama besar Iran, termasuk kepada Ayatullah Muhammad Husin Thabathaba'i (1310 H/1892 M-1401 H/1981 M), seoarang ahli tafsir dan penulis Tafsir al-Mizân, selama 20 tahun. Setelah menamatkan pendidikan menegah di Iran, Nasr melanjutkan pendidikannya di Massachusets Institut of Technology (MIT), Amerika Serikat, dalam bidang sejarah sains, khususnya sains Islam, hingga memperoleh gelar B.Sc. (Bahelor of Science). Pendidikan selanjutnya di Harvard University dan berkonsentrasi pada bidang yang sama. Gelar Ph.D-nya diraih pada tahun 1958 dibawah bimbingan seorang orientalis terkenal, Hamilton A-R Gibb, dengan disertai tentang berbagai teo ri ko smo lo gi

1

Seperti beberapa nama, Mulla Sadra dan Sabziwari dalam bidang filsafat; Jalaluddin Rumi, Hafidz dan sa`di bidang tasawuf dan syi`ar; Umar Khayam dan Al-Biruni dll. Secara lebih lengkap lihat Nasr, Science and Civilization in Islam: An Introduction to Islamic Kosmological Doctrine (Cambridge: Harvard University press, 1964), Bab: VIII & XII.

(28)

20

Isl am. Revisi disertasi tersebut diterbitkan menjadi buku yang berjudul Sciense and

Civillzation in Islam (1968).2

Iran sebagai negeri yang menjadi latar belakang sosial dan intlektual Nasr, dapat dipandang sebagai tempat yang merepresentasikan kontinuitas perkembangan pemikiran keagamaan, khususnya filsafat dan sufisme di dunia Islam hingga abad-abad terakhir. Filsafat Islam, seperti yang diakui Nasr sendiri, memiliki kehidupan yang lebih lama di bagian timur ketimbang di bagian barat dunia Islam. Bahkan, di persia, filsafat Islam tetap bertahan hidup selama beberapa abad terakhir. Berbagai ajaran pemikiran Islam yang berkembang selama tiga abad mencapai puncaknya dalam periode Safawid di Persia dengan Isfahannya. T o koh terpen tin g d ari aja ran in i ialah Sadr al-Din Shirazi, yang dikenal sebagai Mulla Sadra (lahir di Shiraz tahun 979/171). Ia merupakan tokoh yang berpengaruh dalam kelan ju tan trad isi

Isl am sampai hari ini dan dianggap sebagai metafisikawan muslim terbesar.3

Selama periode Qajar, Teheran secara bertahap meningkat menjadi pusat studi filsafat Islam, banyak guru-guru yang terkenal di akhir periode Qajar dan Pahlevi itu, seperti Mirza Mahdi Asytiyani (w. 1373/1953), S ay yid Ab u al-Has an Qazwin i (w . 1394/1975) yang mengajar di Teheran. Setelah Perang Dunia II, Qum juga menjadi suatu pusat pengajaran filsafat Islam yang penting, dengan salah seorang tokoh utamanya 'Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathaba'i (w. 1402/1981)

2

Ensiklopedi Isla m, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoev, Cet. Ke-4, 1999), jilid 2, h. 80-2.

3 Nasr, Intlektua l Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis, diterjemahkan oleh Suharsono dan

(29)

21

yang menulis Ushul-I Falsafah wa Rawish-I Ri'alism ( The Principle of Philosophy

and the Method of Realism ).4

Di Iran, filsafat tetap tumbuh dan berkembang dengan mengambil bentuk baru yang disebut filsafah hikmah. Secara struktur filsafah ini merupakan kombinasi unik dari pemikiran rasional dan intuisi gnostik atau filsafat rasional dan pengalaman mistik. Ia dapat dikatakan suatu bentuk khusus filsafat skolastik yang didasarkan atas intuisi eksistensial realitas. Tampaknya secara historis, kecenderungan ini bersumber dari pandangan-pandangan metafisik Ibn 'Arabi dan Suhrawardi. Namun demikian, filsafah Islam merupakan filsafah rasional yang memiliki struktur logika yang jelas yang dipengaruhi pula oleh Ibn sina. Tokoh terkemuka dari aliran filsafah ini ialah Mir Damad, Shadr al-Din al-Shirazi, dan Mulla Hadi Subziwari. Mir Damad adalah guru dari Shadr al-Din al-Shirazi yang lebih dikenal dengan Mulla Shadra. Selanjutnya sistem filsafah yang dikembangkan oleh Mulla Shadra merupakan sistem yang paling berpengaruh dn banyak pengikut di Iran. Karya-karyanya banyak dikaji baik di kalangan madrasah-madrasah tradisional maupun dibeberapa universitas modern.5

Selain secara geografis-historis, tradisi keagamaan syi'ah juga menjadi faktor pendukung berkembangnya pemikiran filsafah di Persia. Kalau kalangan Sunni menolak hampir seluruh filsafah setelah Ibn Rusyd, kecuali logika dan kesinambungan pengaruh filsafah dalam metode argumentasi, juga beberapa paham

4

Ibid.

5

(30)

22

kosmologis yang masih ada dalam formulasi teologi dan doktrin sufi tertentu, tetapi dikalangan syi'ah filsafah aliran peripatetik dan illuminasi terus diajarkan dan

merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman di sekolah-sekolah agama Syi'ah.6

Filsafah peripatetik yang dasar-dasarnya diletakkan oleh al-Farabi adalah filsafat yang mengarah ke suatu filsafat yang berdasarkan penggunaan kemampuan logika dan bertumpu hakikatnya pada metode sylogistik. Aspek rasionalitas aliran ini mencapai puncaknya pada Ibn Rusyd, yang menjadi tokoh paham filsafat Aristoteles. Aliran peripatetik ini bertumpu kuat pada metode sylogis Aristoteles dan berupaya mencapai kebenaran dengan cara argumen berdasar nalar. Sed an gk an aliran Illu min asi (Isyraqi) tokoh pentingnya adalah Suhrawardi. Aliran ini mengambil doktrin dari ajaran Plato, Persia kuno dan wahyu Islam itu sendiri, dengan memandang intuisi intlektual dan illuminasi (penerangan) sebagai metode dasar dan diturut secara bersamaan dengan penggunaan nalar. Aliran illuminasi ini

menggabungkan metode penalaran dan metode intuisi intlektual.7

Selanjutnya, dalam kegiatan intlektual Nasr setelah studi di Barat, diangkat menjadi guru besar sains dan filsafat Islam pada universitas Teheran. Pada tahun 1962-1965 ia diangkat sebagai guru besar tamu di Harvard University dan dalam periode yang sama, ia juga dipercayai sebagai pemegang pertama Agha Khan Chair untuk kajian Islam yang baru saja dibentuk di Amerika University, Beirut. Setelah

6 Seyyed Hossein Nasr, Sa ins, h. 271. 7

(31)

23

untuk kajian Islam yang baru saja dibentuk di Amerika University, Beirut. Setelah selesai bertugas di Harvard, kembali mengajar di Teheran yang kemudian menjadi dekan Fakultas Sastra dan Seni (1968-1972). Nasr juga pernah memangku jabatan pembantu rektor Universitas Teheran yaitu pada tahun 1970-1971. Kemudian diangkat sebagai konselor Arya Mehr University of Tecnology, Teheran sampai ia meninggalkan Iran menjelang meletusnya Revolusi Islam Iran (1979).

Pada masa kekuasaan Syah Mohammad Reza Pahlevi (1919-1980), Nasr

termasuk pendiri Akademi Filsafat Iran yang diangkat sebagai presiden lembaga ilmiah tersebut salama periode 1975-1976. Selain itu ia bersama Ayatullah Murtadha Mutahhari (1919-1979), Ali Syari'ati (1933-1977), dan beberapa tokoh lain, pada akhir 1965 mandirikan Husyaimah Irsyah, lembaga yang bertujuan mengembangkan ideologi Islam berdasarkan perspektif Syi’ah, yang kemudian menjadi pusat kaderisasi pemuda militan revolusioner. Menjelang ditutupnya Husyaimiah Irsyad oleh rezim Syah pada tahun 1973, Nasr dan Mutahhari keluar dari lembaga ini, yang menurutnya telah dikuasai oleh Ali Syari’ati. Nasr sangat mengecam Ali Syari’ati yang dalam pandangannya keliru menampilkan Islam sebagai agama revolusioner dengan menghilangkan aspek spiritualnya. Menjelang revolusi Iran, Nasr berada di Amerika Serikat dan memutuskan untuk tidak kembali ke Iran. Ia mengajar diberbagai universitas, seperti Temple University, Philadelphia, dan akhirnya di

Goerge Washington University.8

(32)

24

B. Karya-karya dan Pemikirannya

Nasr telah banyak menulis barbagai buku, antara lain; Three Moslems Sage (Tiga Muslim yang Bijak), Ideals and Realities in Islam (Cita-cita dan Realitas dalam Islam: 1964), An Introduction to Islamic Cosmological Doctrines (Suatu Pengantar Ajaran Cosmologi Islam), Science and Civilization in Islam (Ilmu Pengetahuan dan Peradaban dalam Islam), Sufi Essays (Esai tantang Sufi), An Anotated Bibliography

of Islamic Science (Bibliograpi Beranotasi Sains Islam), Man and Nature (Manusia

dalam Alam), The Spritual Crisis of Modern Man (Krisis Spiritual Manusia Modern),

Islam and the Plight of Modern Man (Islam dan Kegelisahan Manusia Modern), Islamic Sceince: An Illustrated Study (Sains Islam: Sebuah Studi Bergambar), The Transendent Theosophy of Sadr ad-Din-as-Shirazi (Teosofi Transeden Sadruddin

Syirazi), Islamic Arts and Spirituality (Seni Islam dan Spiritualitas), Need For a

Socred Science (Kebutuhan Terhadap Sains Kudus), Islamic Life and Thought

(Kehidupan dan Pemikiran Islam), Knowledge and the Sacred (Pengetahuan dan Kekudusan), The Isalmic Philosophy of Science (Filsafat Ilmu Pengetahuan Islam), dan Traditional Islam in the Modern World (Islam Tradisional di Dunia Modern:

1987). Sebagian buku-bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.9

Filsafat secara khusus mendapat tempat istimewa dalam perhatian dan pemikiran Nasr. Seperti dalam pandangan tentang filsafat:

(33)

25

Falsafah in Islam satisfied a certain need for causality among certain types of man, provided the necessary logical and rational tools for cultivation and development of many of arts and sciences, enabled muslim to encounter, and finally become a handmaid to illumination and gnosis, thus creating a bridge between the regour of logic and the acstacy of spiritual union10

Filsafat perenial manjadi salah satu tema penting dalam pemikiran tradisionalis, yang Nasr terlibat dalam wacana tersebut.bagi Nasr, perenialisme merupakan diskursus penting, dimana Islam harus ikut serta di dalamnya. Perenialisme atau filsafat perenial merupakan pemikiran kefilsafatan yang menyangkut metafisika universal dan dalam Islam merupakan terjemahan dari istilah Arab “al-hikmah al-atiqah (pengertiannya secara harfiah adalah “kebijaksanaan yang tua”). Dikalangan para filosof Islam, gagasan perenialisme sudah diperkenalkan lebih dulu oleh Ibn Maskaweh dengan karyanya berjudul

al-Hikmah al-Khalidah (Everlasting Wisdom, kebijaksanaan abadi), di dalam

karya-karyanya itu, ia telah banyak membicarakan pemikiran-pemikiran dan tulisan orang-orang suci dan para filosof, termasuk orang-orang yang berasal dari Persia Kuno, India,dan Romawi. Tradisi intlektual Islam ini, secara hostoris telah menampakkan diri dalam dua aspek, yaitu gnostik (irfan) dan filsafat hikmah, dimana dalam memandang sumber-sumber kebenaran, menurut filsafat ini sudah terdapat di dalam ajaran para nabi terdahulu.

10

Falsafah dalam Islam dapat memenuhi kebutuhan tertentu tentang hukum kausalitas bagi orang-orang tertentu. Ia memberikan perlengkapan yang penting bagi logika dan rasio untuk menumbuhkan dan mengembangkan berbagai seni dan ilmu pengetahuan. Falsafah juga berfungsi sebagai landasan perjuangan Muslim, di samping sebagai jembatan yang menghubungkan antara semangat logika dan kepuasan spiritual. Lihat Nasr, “The Meaning and Role of Philosophy in Islam”, dalam Studi Islamica, Vol. 37, Paris, 1973, h. 79.

(34)

26

Istilah perennis diduga untuk pertama kali digunakan oleh Agustinus Steuchus (1497-1548) sebagai judul karyanya De perenni Philosophia yang diterbitkan pada tahun 1540. Istilah itu kemudian dimasyhurkan oleh filosof modern,

Leibnitz.11 Menurut Huxley, filsafat perenial merupakan metafisika yang

menganggap bahwa dalam dunia wujud, kehidupan dan jiwa secara substansial terdapat realitas ketuhanan, atau etika yang menempatkan tujuan akhir manusia dalam mengetahui dasar semua wujud yang imanen maupun transenden adalah abadi dan universal.12

Inti filsafat ini menyelidiki terutama tentang Yang Esa, substansi realitas ketuhanan yang memancar ke berbagai wujud, kehidupan, jiwa. Filsafat ini juga mempunyai banyak cabang dan rantinnya yang berhubungan dengan kosmologi, antropologi, seni, dan disiplin lainnya dan memandang segala sesuatu secara religius dan menentang segala bentuk relativisasi. Bersamaan dengan itu, filsafat ini menentang konsepsi-konsepsi kebenaran parokial, yaitu melihat sesuatu panjelmaan tertentu dari suatu kebenaran sabagai kebenaran itu sendiri.13

Filsafat perenial manganggap bahwa dalam setiap agama dan tradisi-tradisi esoterik terdapat suatu pengetahuan dan pesan-pesan keagamaan yang sama, yang dikemas dalam berbagai bantuk simbol. Dalam agama Hindu dan Budha ada yang

11

Seyyed Hossein nasr, “Prefa ce” dalam Frithjof Schuon, Islam and the Perenial Philosophy, (London: Word of Islam, Festival Publishing co. 1976), h. vii.

12

Aldous Huxley, The Perennial Philosophy (London: Fontana Books, 1959), h. 9.

13 Nasr, “Filsafat Perenial: Perspektif Alternatif untuk studi Agama”, dalam Ulumul Qur`an,

(35)

27

disebut Sanata Dharma, yaitu kebijaksanaan abadi yang harus menjadi kontekstualisasi agama itu dalam situasi apa pun. Sehingga agama memanifestasikan

diri dalam bentuk etis dalam keluhuran hidup manusia.14

Selanjutnya, bagi kaum perenialis, tauhid dalam Islam bukan hanya milik Islam, melainkan lebih sebagai jantung agama. Islam sebagai agama, tak lain adalah penegasan kembali tauhid, dan semua agama dipandang sebagai pengulangan dalam penegasan gagasan tauhid, tetapi dalam iklim dan bahasa yang berbeda. Oleh

kerena itu, dalam setiap agama gagasan tauhid akan ditemukan.15

Pemikiran Nasr tersebut berdasarkan pada kerangka dasar sufisme. Tasawuf, seperti yang dikatakan Nasr sebagai dimensi dalam dari wahyu keislaman, adalah upaya yang luhur dan sebagai upaya untuk mencapai kemurnian tauhid. Sedangkan tauhid bagi umat Islam adalah menjadi landasan etika yang paling dasar ketika pertama kali menyatakan keislamannya. Semua orang Islam yakin akan ketuhanan (tauhid) sebagaimana terungkap dalam pengertiannya yang paling universal, yang terdapat di dalam lafaz syahadat “la illaha illa Allah”,namun bagi Nasr, hanya oleh seorang sufilah konsep kesatuan itu telah mampu malaksanakan. Hanya ia yang menyaksikan Tuhan di mana-mana. Manurut Nasr, kebanyakan manusia menyakini keesaan Tuhan, namun sesungguhnya dia hidup dan berbuat seolah-olah dengan banyak Tuhan. Dengan demikian mereka sebetulnya talah terjangkit dosa politeisme

14

Budhi Munawar Rahman, “Kebijasanaan Perenial dan Kritik Terhadap Modernisme”,

Kompas 22 Mei 1993.

(36)

28

atau syirik. Maka tasawuf berusaha menelanjangi syirik ini dan oleh kerenanya tasawuf mengobati jiwa dari penyakit yang parah dan tasawuf bertujuan untuk menjadikan manusia utuh kembali sebagaimana ketika ia ditaman firdaus. Dengan kata lain, tujuan tasawuf adalah pengutuhan manusia kembali dengan seluruh kedalaman dan keluasaan keberadaannya. Dengan seluruh keluasan yang tercakup dalam pribadi manusia universal. (Insan Kamil). Tujuan tasawuf untuk mencapai keadaan paling murni ini, bukan melalui peniadaan akal pikiran sebagaimana sering terjadi di dalam praktek kesalehan gerak keagamaan tertentu, namun melalui

pengutuhan tiap unsur dari wujud seseorang menuju pusatnya sendiri secara benar.16

Untuk lebih khusus mengikuti pemikiran Nasr terhadap masalah-masalah modernisme diperjelas oleh metodologi pemikitannya, yaitu metode komparasi yang dipergunakan Nasr untuk dapat memahami kontradiksi-kontradiksi dalam tradisi filsafat Timur dan Barat. Menurut Nasr, filsafat yang harus dipahami dalam metode ini adalah filsafat dengan dua pengertian sebagai proses pemikiran secara terpadu dengan pengalaman spiritual dan sebagai proses pemikiran yang sama sekali terlepas dari pengalaman spiritual, karena bagi Nasr, manusia kontemporer telah kehilangan bahasa kebijaksanaannya secara seragam, manusia-manusia modern tidak lagi memiliki landasan bersama untuk memungkinkankomunikasi yang berarti, terutama sekali diantara dunia modern dan tradisi-tradisi timur.17

16

Seyyed Hossein Nasr, Tasawuf Dulu dan Seka rang, h. 36-8.

17

Seyyed Hossein Nasr, Nestapa Manusia Modern diterjemahkan oleh Anis Mahyudin (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983), h. 48.

(37)

29

Selanjutnya, istilah “tradisi” menurut pengertian dasar yang dipergunakan oleh para “tradisionalis” merupakan term yang menyiratkan sesuatu yang sakral seperti kalam dalam Islam yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu ataupun pengungkapan dan pengembangan pekan sakral itu di dalam sejarah kemanusiaan tertentu, dalam suatu cara yang mengimplikasikan baik kesinambungan horizontal dengan sumber-sumber ataupun dengan mata rantai vertikal yang menghubungkan tiap denyut kehidupan tradisi yang sering diperbincangkan dengan realitas transenden metahistorikal. Oleh karena itu dalam pengertian yang mendasar, tradisi bisa berarti al-din, dalam pengertian seluas-luasnya yang mencakup seluruh aspek agama dalam percabangannya. Bisa pula disebut al-sunnah, yaitu apa yang didasarkan pada model-model sakral dan menjadi tradisi sebagaimana umumnya dipahami. Bisa juga diartikan “silsilah” yaitu rantai yang mengkaitkan setiap periode episode tahap kehidupan dan pemikiran di dunia tradisional kepada sumber-sumber, seperti yang digambarkan Nasr, bagai sebuah pohon dimana akar-akarnya tertanam melalui wahyu di dalam sifat ilahi dan dari pohon tradisi itu tumbuh batang dan cabang-cabang sepanjang zaman. Di jantung pohon tradisi itu berdiam agama. Tradisi menyiratkan kebenaran yang langgeng dan tetap. Kebijaksanaan yang oleh

prinsip-prinsipnya yang langgeng terhadap berbagai situasi ruang dan waktu.18

18 Seyyed Hossein Nasr, Isla m Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, diterjemahkan oleh

(38)

30

BAB III

PENDEKATAN TEORI DAN ETIKA EKOLOGI

A. Pendekatan Tasawuf Terhadap Alam

Descartes adalah diantara tokoh filsafat modern yang terkenal dengan

pernyataannya “Cotigo ergo sum”, saya berfikir maka saya ada”. Pernyataan tersebut menyimpulkan bahwa hakekat manusia adalah pikirannya dan bahwa semua benda yang dapat kita tangkap secara jelas dan benar. Cotigo Descartes ini telah membuat pikiran menjadi lebih pasti dari pada materi dan membawa pada kesimpulan bahwa akal dan pikiran merupakan dua hal yang terpisah dan berbeda secara mendasar. Descartes menyandarkan keseluruhan pandangannya tentang alam pada pemisahan fundamental antara dua alam yang mandiri dan terpisah, yaitu alam pikiran, (res cotitaris), dan alam meteri atau res extansa, atau “benda ruang”.1

Baik pikiran maupun materi merupakan ciptaan Tuhan yang menampilkan titik referensi yang sama, yang menjadi sumber tatanan alam yang pasti dan sumber cahaya penalaran yang memungkinkan manusia mengenali tatanan alam ini. Dalam pandangan Descartes tersebut, eksistensi Tuhan masih dianggap sangat esensial dalam filsafat alamnya. Tapi pada abad-abad berikutnya para ilmuan menghilangkan setiap referensi eksplisit kepada Tuhan dan mengembangkan teori-teori mereka sesuai dengan pemisahan Descartes terhadap ilmu-ilmu kemanusiaan

(39)

31

yang memusatkan pada rescogitans dan ilmu-ilmu alam memusatkan pada res

extanse.2

Dalam pandangan Descartes, alam materi adalah sebuah mesin dan tidak lebih dari itu, tidak ada tujuan kehidupan dan spiritualitas di dalam materi. Alam bekerja sesuai dengan hukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi dapat diterangkan dalam pengertian tatanan. Gambaran alam mekanik inilah yang telah menjadikan paradigma ilmu bersifat antroposentris3 setelah masa Descartes, dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada sikap manusia terhadap lingkungan alam. Pandangan tersebut dikenal dengan “pandangan sekuler”, dimana manusia menjadi pusat kemanusiaannya (antroposentris). Paradigma antroposentris tersebut masuk ke dalam seluruh struktur pemikiran modern yang berkembang sejak abad

XVIII dan momentumnya paling jelas adalah abad ke-20 ini.4

Berbeda dengan pandangan sekuler, pendekatan tasawuf terhadap alam cukup memiliki kearifan terhadap lingkungan. Berdasarkan kepada pengertian yang dalam bahwa Tuhan menciptakan alam karena Dia ingin melihat “citra diri-Nya”. Alam diciptakan atas dasar citra Tuhan, sehingga puncak dari kesadaran kehidupan etik manusia dalam tercapainya kulitas ketuhanan dalam dirinya atau tercapainya citra Ilahi dalam diri seseorang.

2

Ibid., h. 62.

3

Suatu pandangan yang hanya mengutamakan kepentingan manusia, sebagai satu-satunya pertimbangan bagi seluruh kebijakan ekologis yang dianggap relevan sebagai pertimbangan moral atau manusia sebagai “egoisme species” dalam istilah Frankena-sebagai satu-satunya “mora l patieni”. Lihat

Alois A. Nugroho, Da ri Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 92.

(40)

32

Untuk meraih kualitas citra ilahi itulah dalam Islam terdapat cara untuk mencapai kehidupan yang benar dengan menekankan keseimbangan dalam kehidupan.Islam memanifestasikan diri dalam kesatuan syari'ah (hukum tuhan) dan thariqah(jalan spiritual yang sering disebut sufisme atau tasawuf). Syari'ah sebagai dimensi eksoterik Islam,yang berurusan dengan aspek lahiriah, sedangkan thariqah me ru p akan d imen si eso terik Islam , ya n g be ru ru san d en g an aspek

b a th in ia h .5

Sufisme atau tasawuf dalam istilah qur'aninya disebut "ihsan" (berbuat

kebaikan)atau kebajikan tertinggi6. Pengertian tasawuf tersebut, lebih jelas

diungkapkan oleh Harun Nasution, bahwa tasawuf adalah tercapainya kedudukan akan adanya hubungan kedekatan dengan Tuhan. Kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan dapat mengambil bentuk

ittihad yakni bersatu dengan Tuhan.7

Selanjutnya, untuk dapat memahami pendekatan tasawuf terhadap alam, terdapat beberapa pandangan tasawuf terhadap alam, yakni:

5

Lihat Amin Abdullah. Studi Agama: Normativitas a tau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hh. 148-58.

6

Kautsar Azhari Noor, “menyemarakkan Dialog Agama: Perspektif Kaum Sufi” dalam

Dekonstruksi Isla m Madzhab Ciputat (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1996) h. 62.

(41)

33

a. Alam sebagai wahyu (ayat) Tuhan.

Islam memandang alam bukan sebagai realitas yang independen. Akan tetapi, alam adalah sebagai ayat-ayat Tuhan, untuk memahami-Nya s eb ag ai Realitas Ab so lu t. Alam sebagai simbol bagi adanya realitas metefisika, sebagai cermin universal yang merefleksikan eksistensinya yang berada diatas dunia. Alam dikatakan sebagai bayang-bayang Tuhan. Alam semesta berasal dari yang Tak Terbatas dan Yang Mutlak, oleh kerena itu diberikannya alam sebagai kunci yang menyingkap rahasia-rahasia wujud manusia sendiri bagaimana rahasia-rahasia alam semesta.

Perwujudan yang mutlak dalam bentuk simbol-simbol (rumuz) tersebut adalah suatu aspek ontologis dan merupakan wahyu mengenai tatanan kenyataan yang lebih tinggi di dalam tatanan yang lebih rendah melalui mana manusia bisa dibimbing kembali ke arah dunia yang lebih tinggi. Maka memahami simbol-simbol adalah menerima susunan bertingkat-tingkatan alam semesta dan tingkatan-tingkatan hidup yang jamak.8

b. Adanya kesatuan dan salingberhubungan alam menuju kelangggengan.

Dari sudut pandang ajaran metafisik dan kosmologi (tasawuf) terdapat beberapa unsur yang langgeng didalam hubungan manusia dan alam. Pertama, adalah bahwa lingkungan kosmik bukanlah kenyataan akhir, namun memiliki ciri-ciri nisbi dan khayali. Jika seseoarang memahami apa yang dimaksud dengan yang Mutlak (mutlaq), maka dengan pernyataan yang sama seseorang memahami yang nisbi

(42)

34

(muqayyad) dan akan sampai pada kesimpulan bahwa semua yang tidak mutlak sudah barang tentu nisbi.9 Kedua, aspek dunia sebagai tirai (hijab) dalam bahasa tasawuf adlah dengan sendirinya merupakan suatu unsur yang langgeng dari kosmos. Alam semesta dalam aspek kosmiknya, selalu maya dan akan terus sebagai maya. Yang Mutlak selalu mutlak dan yang nisbi selalu nisb. Di sini sifat alam yang berubah

melahirkan kenyataan yang langgeng yang bersifat metafisika yang

mentrasendensikannya. Membuktikan nisbinya kejadian-kejadian adalah buat mengetahui, dengan memperluas pengetahuan yang sama, tentang yang Mutlak dan

Yang Langgeng.10

Proses perubahan alam ini dipandang sebagai pola-pola yang tetap, yang denga pengulangan memadukan waktu dan proses ke dalam citra kekekalan dari adanya kesatuan dan salinghubungan dalam seluruh hirarki realitas.

c. Keindahan dan keselarasan alam, adalah aspek ontologi alam.

Segala kejadian atau jagad raya ini disebut sebagai ''cosmos'' (Cosmos berasal dari bahasa Yunani), sedangkan dalam bahasa Arab disebut sebgai ''alam'' ('alam), satu akar kata dengan ''ilm'' (ilmu pengetahuan) dan ''alamat'' (alamiah, pertanda). Disebut demikian karena jagat raya ini adalah pertanda adanya Sang Maha Pencipta, yaitu Tuhan Yang maha Esa.

9

Ibid., h. 116.

10

(43)

35

Sebagai pertanda adanya Tuhan, jagad raya menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran yang diambil dari pengamatan terhadap alam saemesta ialah keserasian, kearmonisan, dan ketertiban. Alam raya diciptakan sebagai haq, tidak bathil, tidak dalam keadaan kacau, melainkan tertib dan indah

tanpa cacad,11 makanya disebut unsur kualitatif dan kerohanian alam yang

merupakan aspek ontologi alam sendiri.12

Sebagai sesuatu yang serba baik dan serasi, alam yang juga berhikmah, penuh maksud dan tujuan, tidak sia-sia. Alam raya adalah eksistensi teleogis. Hakik at alam yang penuh hikmah, harmonis, dan baik itu mencerminkan hakikat Tuhan,Yang Maha Pencipta.

Seperti yang dijelaskan oleh Isma'il al-Faruqi:

Hakikat cosmos adalah teleogis, penuh maksud, memenuhi maksud Penciptanya, dan cosmos bersifat demikian adalah karena adanya rancangan. Alam tidaklah diciptakan sia-sia, atau secara main-main, Alam bukanlah hasil suatu kebetulan, suatu ketidaksengajaan. Alam diciptakan dalam kondisi sempurna. Semua yang ada begitu harmonis dan memenuhi suaut tujuan Universal. Alam ini adalah benar-benar satu ''cosmos'' (Keharmonisan) bukan suatu kekacauan.13

Penciptaan alam penuh hikmah dan mempunyai tujuan ini, disebutkan dalam firman Allah SWT.Surat al-Imran/3:190-191

ِﺏﺎﺒﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺍ ﻲِﻟﻭﹸﺄِﻟ ٍﺕﺎﻳﺂﹶﻟ ِﺭﺎﻬﻨﻟﺍﻭ ِﻞﻴﱠﻠﻟﺍ ِﻑﺎﹶﻠِﺘﺧﺍﻭ ِﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍﻭ ِﺕﺍﻮﻤﺴﻟﺍ ِﻖﹾﻠﺧ ﻲِﻓ ﱠﻥِﺇ

.

ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ

11

Nurcholish Madjid, Isla m Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1986), h. 290.

12

Ibid., h. 239.

13 Isma`il dan Lois Lamyu, al-Faruqi, The Cultura l Atlas of Islam (New York: Macmillas

(44)

36

ﺎﻨﺑﺭ ِﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍﻭ ِﺕﺍﻮﻤﺴﻟﺍ ِﻖﹾﻠﺧ ﻲِﻓ ﹶﻥﻭﺮﱠﻜﹶﻔﺘﻳﻭ ﻢِﻬِﺑﻮﻨﺟ ﻰﹶﻠﻋﻭ ﺍﺩﻮﻌﹸﻗﻭ ﺎﻣﺎﻴِﻗ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹶﻥﻭﺮﹸﻛﹾﺬﻳ

ﺖﹾﻘﹶﻠﺧ ﺎﻣ

ِﺭﺎﻨﻟﺍ ﺏﺍﹶﺬﻋ ﺎﻨِﻘﹶﻓ ﻚﻧﺎﺤﺒﺳ ﺎﹰﻠِﻃﺎﺑ ﺍﹶﺬﻫ

Sesungguhnya dalam penciptaan seluruh langit dan bumi (jagad raya) pastilah terdapatayat-ayat bagi mereka yang berakal budi.Yaitu mereka yang selalu ingat kepada Allah SWT,baik pada saat berdiri,saat duduk,maupun pada saat berada pada lambung-lambung mereka(berbaring),lagi pula pemikiran kejadian seluruh langit dan bumi ini,(seraya berkata),''ya Tuhan kami,tidaklah engkau menciptakan ini semuam secara bathil.Maha suci Engkau,maka Lindungilah kami dari azab neraka.

d. Alam saebagai mi'raj (the ladder)

Bagi seorang sufi, alam merupakan tempat bagi perjalanan spritualnya

''spritual voyage''.14 Dalam hubungan manusia dengan alam semesta, manusia

memandang eksistensi alam dalam tingkatan wujud uinisversal (al-wujud al-kulli). Dengan ini manusia dapat mengetahui secara pasti darimana ia datang, mengapa ia hidup dan kemana ia akan pergi. Al-Qur'an memberikan ketentuan ini dalam kata-kata yang agung: ''Sungguh, kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami

kembali''.15

Seperti pengajaran yang bijak dari Ibn Sina, yang menjelaskan kesempurnaan jiwa rasional, yaitu cita-cita yang harus dicapai oelh seorang sufi. Gagasan kuncinya adalah perubahan jiwa dengan menerima apa yang ada di baliknya. Dimulai sebagai

14

Mulla Shadra mengungkapkan bahwa ada empat safar yang harus dilakukan. Pertama, sa fa r

min a l-kha laq ila a l-Haq (safar dari lam makhluk menuju Tuhan); kedua, safar fi al-Haq ma’a al-Haq

(safar dalam Allah bersama Allah); ketiga, safar min al-Haq ila al-kha lq ma`a a l-Haq (safar dari Allah menuju mahkluk bersama Allah); dan keempat, safar fi a l-kha lq ma’a al-Haq (safar bersama Allah

dalam makhluk). Dikutip dari Hussein Shahab “Madzhab Tasawuf Perspektif Ahlul Bait” dalam

Kuliah-kuliah Ta sa wuf (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hh. 85-94. 15

(45)

37

suatu ''akal materi'' (al-aql al-hayulani). Disini Ibn Sina ingin menggambarkan ''jalan yang harus dilintasi untuk maju dari tahap potensi murni menuju aktualita total. ''Materi'' dalam ''Akal Materi'' tidak berarti terbuat dari materi dalam pengertian modern. ''melainkan belum menjadi bentuk '' dalam pengertian Aristoteles, yakni sifat-sifat rasional dan intelektualnya yang akan dapat memberinya identitas manusia

yang khas sebagaimana jiwa yang murni.16

B. Hubungan Tuhan,Manusia,dan Alam.

Ajaran Islam menekankan keesaan Tuhan. Bahwa di luar segala sesuatu dan di atas segala sesuatu adalah keesaan-Nya,seperti disebutkan dalam al-Qur'an:

ﺪﺣﹶﺃ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻮﻫ ﹾﻞﹸﻗ

.

ﺪﻤﺼﻟﺍ ﻪﱠﻠﻟﺍ

.

ﺪﹶﻟﻮﻳ ﻢﹶﻟﻭ ﺪِﻠﻳ ﻢﹶﻟ

.

ﺪﺣﹶﺃ ﺍﻮﹸﻔﹸﻛ ﻪﹶﻟ ﻦﹸﻜﻳ ﻢﹶﻟﻭ

Katakanlah,Dialah Allah yang Maha Esa,Allah tempat bergantung segala Sesutu,Dia tidak pernah beranank dan tiada pula diperanakkan,dan tidak ada seorangpun yang menyamai-Nya.17

Kerangka teologis dari ajran Keesaan Tuhan inilah yang mendasari segala

ide, pemikiran dan sikap, tindakan manusia dalam mempresepsi kehidupannya.18

Termasuk juga dasar hubungan Tuhan-manusia dan alam. Bahkan dinyatakan dalam al-Qur'an bahwa manusia mengikararkan keesaam Allah dan Kekuasaan-Nya sejak

16

Sachiko Murata, The Tao of Islam, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti & M.S. Nasrullah (Bandung: Mizan, Cet. Ke IV 1998), h. 343.

17

Qs: Al-Ikhlâsh/112: 1-4

18 M. Tasri dan Elza Peldi Taher. “pengantar” dalam Agama dan Dialog Antar Peradaban

(46)

38

sebelum penciptaanya didunia, seperti dalam ungkapan al-Qur'annya :''Alastu bi

rabbikum'', ''Tidakakah aku ini Tuhannmu'', ''balâ syahidnâ,'' ya kami

menyaksikannya ''.19

Allah SWT, selain sebagai pencipta alam semesta, juga adalah pemeliharaan dan tempat kembalinya segala sesuatu. Ini berarti bahwa hubungan Allah dengan alam semesta tidaklah terbatas hanya sebagai pemulaan segala sesuatu, tetapi akhir

kembali alam semesta adalah hanya kepada-Nya.20 Maka bagi seorang muslim hidup

harus dengan kesadaran bahwa dia bukan hanya berasal dari Allah, tetapi ia dipelihara setiap saat oleh-Nya dan akhirnya ia akan kembali kepada-Nya seperti halnya setiap ciptaan.

Kesadaran ini yang sebetulnya menjadi kecenderungan alamiah manusia untuk meyakini apa yang disaebut Rudolf Otto sebagai nominous.21 Yakni perasaan dan keyakinan terhadap adanya Yang Maha Kuasa, yang lebih agung, yang tidak bisa dijangkau dan dikuasai oelh akal manusia. Dengan adanya kesadaran akan adanya wujud yang lebih tinggi (Ultimate Being) ini akan menjadi referensi bagi tindakan manusia,baik dalam keadaaan bahagia,sedih ataupun takut. Bahkan hal itu menjadi acuan dalam pencarian rasa aman dan damai. Dengan demikian, maka sejarah manusia hamper sepenuhnya berarti mencari dan mendekati Wujud tertinggi.

19

Q.S.: Al-A`râf/7: h. 172.

20

Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, diterjemahkan oleh Thayyibi (bandung: Mizan, 1994), h. 30.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Apabila indikasi tersebut terjadi, Perusahaan harus menentukan taksiran jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) atas nilai aktiva dan mengakui penurunan nilai

Kadar dan jenis asam organik oleh isolat bakteri asam laktat B1 dan B2 dalam membentuk asam organik pada media ekstrak daging buah durian disajikan pada Gambar 1 dan 2...

PT Rema Tip Top Indonesia (No Doubt Smart Control) merupakan perusahaan alarm mobil dengan mengaplikasikan sistem kendali mobil jarak jauh pada produk alarmnya yang

Untuk itu, penelitian ini dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui pengaruh komposisi lilin batik tersebut dan lebih difokuskan pada pengaruh dari malam tawon yang

Dari ketiga Faktor diatas Faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi perkembangan UMKM adalah modal, karena menurut 5 dari 10 orang pengusaha yang diwawancarai

Dalam tahapan ini, peneliti bersama supervisor melaksanakan pembelajaran melalui.. 78 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijisedu penerapan pendekatan saintifik

Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMK dengan menerapkan Problem Based Learning dalam proses pembelajaran di kelas

Lebih jauh dijelaskan oleh Husain bahwa pembinaannya telah berkembang menjadi sebuah komunitas masyarakat yang memiliki ciri pluralistik egalitaris, yaitu adanya aturan-aturan