• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Bahan bakar biodiesel dikembangkan pada tahun 1890 oleh penemu Rudolph Diesel, yaitu mesin diesel menjadi mesin pilihan untuk daya, keandalan dan ekonomi bahan bakar tinggi diseluruh dunia. Biodiesel (biofuel) adalah nama ester berbasis bahan bakar (ester lemak) yang secara umum didefenisikan sebagai ester monoalkil terbuat dari minyak nabati, seperti minyak kedelai, canola atau minyak rami, lemak hewan melalui proses transesterifikasi yang sederhana. Sumber energi terbarukan ini mengefisienkan minyak diesel pada mesin diesel yang dimodifikasikan. Rudolf Diesel sangat yakin dengan pemanfaatan bahan bakar biomassa untuk menjadi mesin masa depan. http://biodiesel.rain-barrel.net/rudolf-diesel/.

Biodiesel merupakan sumber energi alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel diperoleh dari reaksi minyak tanaman (trigliserida) dengan alkohol yang menggunakan katalis basa pada suhu dan komposisi tertentu, sehingga dihasilkan dua zat yang disebut alkil ester (umumnya metil ester atau yang sering disebut biodiesel) dan gliserol. Proses reaksi ini disebut disebut dengan transesterifikasi (Zhang, G and Liu, X.,2005).

Untuk mengantisipasi keadaan ketergantungan energi penuh pada minyak bumi yang bercadangan terbatas dan dampaknya pada lingkungan maka Protokol Kyoto menyarankan penggunaan energi biofuel yaitu bioetanol dan biodiesel sebagai salah satu alternatif yang dapat mengurangi emisi gas SO2 , NOx , CO2 dan partikulat sehingga laju efek global warning dapat berkurang (Hammond, G.,2008).

(2)

Biodiesel adalah biofuel, suatu ester asam lemak (FAME) yang diturunkan dari minyak atau lemak nabati maupun melalui proses transesterifikasi agar dapat mencapai viscositas tertentu sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Penggunaan biodiesel sebagai energi sangat memberikan keuntungan besar terutama terhadap lingkungan dibandingkan dari penggunaan minyak bumi sebagai energi, karena tidak mengandung belerang sehingga tidak memberikan emisi gas SO2 pada proses pembakaran. Bahan ini mudah terurai ( biodegradable ) dalam lingkungan berair dengan kecepatan lebih dari 98 % dalam 28 hari sehingga cukup baik dari segi lingkungan. Penggunaan biodiesel cukup sederhana, dapat terurai (biodegradable), tidak beracun, sehingga tidak menghasilkan karbondioksida ke atmosfer, serta emisi yang rendah. Bahan bakar alternatif ini tidak menggunakan modifikasi mesin tertentu untuk penggunaannya, dan menghasilkan energi yang sama dengan bahan bakar diesel umum. Dibandingkan bahan bakar diesel fosil, biodiesel lebih bersih dan dapat juga dipakai sebagai bahan campuran petrodiesel untuk mengurangi potensi pencemaran udara. Keuntungan pemakaian biodiesel dibandingkan dengan bahan bakar solar fosil ialah : Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui, penggunaan biodiesel 100% pada mesin diesel dapat mengurangi emisi gas CO2 sebanyak 75% diatas minyak solar, biodiesel memiliki nilai cetana yang tinggi, volatile rendah dan bebas sulfur, ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx, meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia, memungkinkan diproduksi dalam sekala kecil menengah sehingga bisa diproduksi dipedesaan, menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing dan fluktuasi harga, biodegradabel, jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme dibandingkan minyak mineral, pencemaran akibat tumpahnya biodiesel pada tanah dan air teratasi secara alami (Mukhibin.,2010).

Pada perinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis dan dari reaksi ini akan dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserol :

(3)

katalis

Minyak lemak + alkohol/metanol biodiesel + gliserol Reaksi transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak (Swern, D.,1982). Transesterifikasi dapat menghasilkan biodiesel yang lebih baik dari proses mikroemulsifikasi, pencampuran dengan petrodiesel atau pirolisis (Ma, F and Hanna, M.,2001). Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel tidak lain adalah reaksi alkoholisis, reaksi ini hampir sama dengan reaksi hidrolisis tetapi menggunakan alkohol. Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksi pembentukan produk (Khan, A.,2002).

Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), monogliserida dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah pembuatan biodiesel adalah :Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak lemak, asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (ferining) lemak dan minyak-minyak (Mittelbach, M.,2004).

2.2 Monogliserida, Digliserida, Trigliserida dan Total Gliserol

Menurut Brockman, H.,1984 lemak dapat mengalami hidrolisis menjadi digliserida, monogliserida, gliserol dan asam lemak bebas dengan adanya air. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam dan enzim (Winarno, F.,1997). Proses hidrolisis dapat terjadi secara bertahap dan merupakan reaksi yang bersifat reversible (bolak-balik). Kesetimbangan dari reaksi hidrolisis dapat tercapai dan kondisi tersebut didasarkan pada konsentrasi senyawa yang terlibat (Swern, D.,1979). Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu asam-asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak

(4)

kandungan dalam minyak dan lemak, merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida, terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam gliserida tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Monogliserida, Digliserida dan Trigliserida

Kandungan monogliserida, digliserida dan trigliserida yang diperbolehkan ≤0,80 %, ≤0,20 % dan ≤0,20 % (mol/mol) dan total maksimum dari gliserol adalah ≤0,25 % (mol/mol). Total gliserol adalah jumlah total gliserol yang terikat pada monogliserida, digliserida dan trigliserida. Biodiesel yang memiliki kandungan monogliserida, digliserida dan trigliserida lebih dari baku mutu dapat menyebabkan deposit pada injector nozzle, piston dan katub pada mesin ( Mittlebach. M. and Remschmidt, C.,2004).

2.3 Jarak Pagar (Jatropha Curcas)

Minyak dari jarak pagar saat ini sedang dikembangkan di beberapa negara seperti India, Nicaragua, dan beberapa Negara Afrika seperti Mali, Zimbabwe bahkan beberapa negara di Eropa telah mengembangkan pemanfaatan potensi minyak nabati sebagai bahan bakar, yaitu sebagai pengganti bahan bakar mesin diesel, yang kemudian disebut biodiesel (Satish, L.,2004: Soerawidjaja, T.,2005 : Puppung, P.,1985).

(5)

Dengan adanya peluang-peluang tersebut maka dengan meningkatkan nilai tambah biji jarak pagar yang diolah menjadi minyak jarak pagar yang untuk kemudian diolah menjadi bioadiesel, diharapkan Indonesia mampu mengekspor biodiesel secara besar-besaran dan berkualitas dengan harga yang relatif lebih bersaing, sehingga memperluas pangsa pasar Indonesia. Jarak pagar salah satu jenis tumbuhan yang minyaknya bisa digunakan sebagai bahan pembuatan biodiesel adalah jarak pagar (jatropha curcas). Tanaman ini mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintahkan oleh pemerintah Jepang untuk membudidayakan tanaman jarak. Hasil yang berupa biji digunakan untuk membuat bahan bakar bagi pesawat-pesawat tempur. Jarak pagar tumbuh cepat apabila kondisi lingkungannya sesuai, curah hujan yang sesuai adalah 300 – 700 mm/tahun (Brasmato, Y., 2003).

Meskipun demikian, tanaman ini tahan hidup didaerah yang sangat kering dengan curah hujan hanya 48 – 200 mm/tahun, tetapi kondisi kelembapan harus tinggi (Henning, R.,2004).

Sebaliknya, jarak pagar juga tetap dapat hidup didaerah yang bercurah hujan tinggi sampai lebih dari 1500 mm/tahun, namun harus berdrainase baik (Nurcholis, M.,2007 ).

Minyak jarak dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan (viscositas) dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam nilai alkohol relatif tinggi. Minyak jarak pagar larut dalam etil-alkohol 95 % pada suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit yang larut dalam golongan hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relatif rendah, dan dapat dipakai untuk membedakan dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren, S.,2008).

Minyak dengan kadar air kurang dari 1 % dapat menghasilkan metil ester lebih dari 90 % (Goff, M. and Baver. N.,2004).

(6)

2.4 Katalis

Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan, zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri, suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah juga pada suhu kamar 250 C, akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Untuk mempercepat reaksi transesterifikasi diperlukan katalisator berupa asam, basa ataupun penukar ion, katalis yang biasa digunakan (NaOH, KOH), asam HCL. Beberapa peneliti telah mencoba alkoholisis beberapa jenis lemak dan minyak dengan katalis HCL, dan asam ferosulfonat (Kirk, R and Othmer, P.,1979).

Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivitas yang lebih rendah, katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Katalis bisa berupa basa, asam, atau enzim. Katalis asam lebih banyak digunakan sebagai katalis dalam esterifikasi asam lemak bebas. Kelemahan katalis jenis ini adalah waktu reaksi yang cukup lama dan suhu yang tinggi. Katalis asam yang digunakan adalah H2SO4 dan HCl. Katalis basa yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah KOH dan NaOH (Darnoko, D.,2005).

Katalis basa bersifat higroskopis dan berkaitan dengan air saat dicampurkan kedalam reaktan alkohol. Katalis enzim yang cukup menarik adalah enzim lipase. Pengembangan untuk skala komersional sangat terbatas untuk beberapa negara seperti Jepang karena memerlukan biaya energi yang tinggi atau hanya digunakan untuk pembuatan bahan kimia khusus dari tipe asam lemak yang spesifik. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalis oleh katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen meliputi alkali dan asam. Katalis heterogen juga telah dipakai seperti oksida logam maupun senyawa karbonat. Berbagai teknik reaksi

(7)

dengan mengubah media maupun suhu dan tekanan seperti kondisi superkritis metanol dan menggunakan kosolvon telah dilaporkan. Teknik reaksi yang cukup penting dan tidak mencemari lingkungan yaitu menggunakan enzim lipase digolongkan pada reaksi biokatalisis juga telah digunakan. Transesterifikasi menggunakan katalis basa dilakukan dengan melarutkan KOH ataupun NaOH dalam metanol dalam satu reaktor. Katalis alkali yang paling sering digunakan adalah NaOH, KOH dan natrium kalium. Asam sulfat, asam sulfonat dan asam klorida biasanya digunakan sebagai katalis dalam reaksi asam-dikalisis.

Katalis dapat digunakan berupa katalis homogen atau heterogen.

a. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk.

Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa/alkali seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH) (Darnoko. D., 2005). Penggunaan katalis homogen ini mempunyai kelamahan yaitu : bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata, paru-paru bila tertelan, sulit dipisahkan dari produk sehingga terbuang pada saat pencucian, mencemari lingkungan, tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti. L., 2007). Keuntungan dari katalis homogeny adalah tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi.

b. Katalis Heterogen merupakan katalis yang mempunyai sifat fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produksi.

Jenis katalis heterogen yang dapat digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah CaO, MgO. Keuntungan menggunakan katalis ini adalah mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit masalah pembuangan, dapat dipisahkan dari larutan produksi sehingga dapat digunakan kembali (Bangun. N.,2008).

(8)

2.5 Asam Polistirena Sulfonat (PSS)

Asam Polistirena Sulfonat (PSS) adalah asam yang berbentuk polimer. Keunggulan polimer ini lebih bercampur homogen terhadap minyak sehingga lebih efektif sebagai katalis transesterifikasi. Pemisahan katalis Asam Polistirena Sulfonat (PSS) lebih mudah dari asam sulfat karena bobot moleklulnya lebih besar dan sifat liophilitas lebih tinggi dari asam sulfat dan dapat dipakai kembali sehingga tidak mencemari lingkungan.

Asam Polistiren Sulfonat (PSS) merupakan suatu senyawa organik, stiren dapat mengalami reaksi adisi kontiniu sehingga akan terbentuk polimer yang tersusun dari monomer-monomer stiren. Prepolimerizer merupakan awal proses dimulainya polimerisasi stiren. Melalui proses tersebut, stiren akan dipolimerisasi (biasanya dengan menggunakan peroksida sebagai oksidator) diaduk hingga campuran reaksi terkonsentrasi menjadi polimer akibat adanya proses pencampuran yang efisien dan perpindahan panas yang baik. Sulfonasi merupakan suatu reaksi substitusi yang bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan gugus –SO3H pada molekul organik melalui ikatan kimia pada atom karbonnya. Polistiren bersifat impermeabel terhadap proton, akan tetapi polistiren yang telah tersulfonasi akan permeabel terhadap proton karena memiliki gugus sulfonat (-SO3H). Gugus ini terbentuk akibat reaksi sulfonasi antara polistiren dengan asetil sulfonat (Masrina, R.,2009).

2.6 Metanol

Metanol sebagai jenis alkohol pereaktanya mengingat metanol adalah senyawa alkohol berantai karbon terpendek dan bersifat polar, sehingga dapat bereaksi lebih cepat dengan asam lemak, dapat melarutkan semua jenis katalis (baik basa maupun asam) dan lebih ekonomis (Fangrui, M.,1999). Metanol adalah jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses transesterifikasi adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki

(9)

satu ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibandingkan dengan etanol. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri. Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet, terbuat dari batu bara, metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3. Banyak penelitian menganjurkan penggunaan metanol berlebih untuk memicu jalannya reaksi pembentukan metil ester. Jumlah metanol yang ditingkatkan untuk mempengaruhi kesetimbangan sehingga bergeser kearah pembentukan produk.

2.7 Reaksi Transesterifikasi

Usaha untuk menjadikan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel telah dicoba, namun bahan ini terhambat karena viskositas terlalu tinggi. Beberapa usaha telah dilakukan mengurangi viskositas itu seperti pengenceran, mikro emulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Perubahan kimia dari minyak menjadi ester asam lemak (FAME) secara industri dilakukan dengan reaksi transesterifikasi. Berbagai teknik reaksi transesterifikasi telah dilakukan baik dari sumber pangan maupun non pangan dengan menggunakan katalis dan juga non katalis.

Reaksi transesterifikasi membutuhkan katalis baik homogen seperti KOH, NaOH, metoksida dan katalis asam seperti asam sulfat, para toluena sulfonat. Katalis heterogen juga telah dipakai seperti oksida logam ataupun senyawa karbonat. Berbagai teknik reaksi dengan mengubah media maupun suhu dan

(10)

tekanan seperti kondisi superkritis metanol dan menggunakan kosolven telah dilaporkan. Teknik reaksi yang cukup penting dan tidak mencemari lingkungan yaitu menggunakan enzim lipase digolongkan pada reaksi biokatalisis juga telah digunakan. Transesterifikasi menggunakan katalis basa dilakukan dengan melarutkan KOH ataupun NaOH dalam metanol dalam satu reaktor. Minyak nabati diinjeksikan kedalam reaktor biodiesel diikuti kemudian larutan katalis.

Transesterifikasi adalah proses dimana lemak atau minyak bereaksi dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Karena reaksi ini revesibel, alkohol berlebih digunakan untuk menggeser kesetimbangan keproduk samping. Alkohol yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol, etanol, propanol, butanol, dan amil alkohol. Metanol dan etanol adalah yang paling sering digunakan , terutama penggunaan metanol, dikarenakan oleh biaya rendah dan sifat fisika dan kimianya mengguntungkan (rantai kutup dan alkohol terpendek). Hal ini dapat dengan cepat bereaksi dengan trigliserida, dan OH yang mudah larut didalamnya. Namun, metanol adalah beracun, dan produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Telah ada sebuah tren terhadap penggunaan etanol, yang dapat diproduksi dari biomassa, sehingga memungkinkan untuk memproduksi biodiesel sepenuhnya dari sumber-sumber yang terbarukan. Untuk melengkapi transesterifikasi tersebut stokiometri, rasio molar 3:1 alkohol/trigliserida yang dibutuhkan. Alkali, asam, atau enzim dapat mengkatalis reaksi. Alkali yang termasuk adalah NaOH, KOH, Karbonat, dan natrium yang sesuai dan kalium alkoksida, seperti natrium metoksida, natrium etoksida, dan natrium petroksida. Asam sulfat, asam sulfonat, dan asam klorida biasanya digunakan sebagai katalis asam (Sivaprakasam, S and Saravanan, C.,2007).

Proses transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk metil ester asam lemak (FAME) dan gliserol sebagai produk samping.

(11)

Persamaan umum reaksi transesterifikasi ditunjukkan seperti di bawah ini :

R1, R2, R3adalah rantai karbon asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh. Reaksi ini akan berlangsung dengan menggunakan katalis alkali pada tekanan atmosfir dan temperatur antara 60 – 70°C dengan menggunakan alkohol.Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat ( Mittlebatch, M.,2004).

Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.

(12)

Gambar 2.2 menunjukkan reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut :Tahap pertama yaitu konversi trigliserida menjadi digliserida, tahap kedua yaitu konversi digliserida menjadi monogliserida, tahap ketiga yaitu konversi monogliserida menjadi gliserol yang menghasilkan satu molekul metil ester dari setiap gliserida. Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak.

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang penting antara lain: 1. Suhu Reaksi

Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur. Semakin tinggi temperatur, bearti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi, sehingga kecepatan reaksi meningkat (Setyawardhani, A.,2003).

Semakin tinggi suhu reaksi, konstanta laju reaksi semakin meningkat, peningkatan konstanta laju reaksi pembentukan produks lebih besar dari konstanta laju reaksi balik. Sesuai dengan hukum Arrhenius bahwa laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi. Dimana suhu reaksi semakin tinggi, konstanta laju reaksi (k) semakin besar, sehingga laju reaksi semakin besar. Semakin tinggi suhu reaksi, konversi reaksi semakin tinggi karena molekul yang bergerak didalam larutan memiliki sejumlah energi potensial dalam ikatan-ikatan dan sejumlah tambahan energi kinetik, lebih sering menjadi tumbukan dan bertenaga, dan mengubah energi kinetik menjadi energi potensial. Agar bereaksi, molekul-molekul yang bertumbukan harus mengandung cukup energi potensial untuk mencapai keadaan transisi pada saat bertumbukan dan terjadi pematahan ikatan. Energi yang harus dimilki molekul untuk melewati keadaan transisi ini merupakan energi aktivasi, sehingga semakin besar energi potensial yang dimiliki molekul akibat pemanasan atau kenaikan suhu, semakin mudah molekul melewati keadaan transisi dan reaksi yang terjadi semakin cepat. Suhu reaksi yang tinggi dapat memicu laju reaksi transesterifikasi seiring dengan

(13)

meningkatnya kontanta laju reaksi namun perlakuan ini sekaligus memperbesar resiko terjadinya reaksi oksidasi yang dapat meningkatkan viscositas kinematik biodiesel( Noureddini, H and Zhu, D.,1997).

Pada hasil penelitian Sihotang, P.,2011 dan Ritonga, M.,2011 suhu yang digunakan 80 0 C menghasilkan nilai viscositas yang tinggi, maka diperlukan penelitian selanjutnya dengan menaikkan suhu reaksi yang akan memicu laju reaksi transesterifikasi yaitu dengan menaikkan suhu maksimal 100% atau 2 kali lipat yaitu 160 0 C, dalam hal ini dilakukan perlakuan suhu menjadi 120 0 C, jika suhu semakin dinaikkan mendekati 100% akan sekaligus memperbesar resiko terjadinya reaksi oksidasi yang dapat meningkatkan nilai viscositas semakin meningkat, jika dalam reaksi transesterifikasi sudah mendapatkan keseimbangan suhu (dalam hal ini 120 0C) maka meningkatnya suhu tidak akan memberikan pengaruh yang baik.

2. Lama Reaksi

Semakin lama waktu reaksi transesterifikasi maka semakin banyak produk yang dihasilkan yaitu metil ester yang lebih banyak, karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi.

3. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak

Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat dipengaruhi dengan metil ester yang dihasilkan. Banyak penelitian yang menganjurkan penggunaan metanol berlebih untuk memicu jalannya reaksi pembentukan metil ester, jumlah metanol yang ditingkatkan untuk mempengaruhi kesetimbangan sehingga reaksi bergeser kearah pembentukan produk. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah 6 : 1. Agar reaksi transesterifikasi bergeser kekanan/produk (Metil Ester),

(14)

maka diperlukan alcohol berlebih didalam reaksi. Laju reaksi memberikan level tertinggi jika kelebihan 100 % ( 2 kali lipat ) metanol yang digunakan (Freedman, B and Pyryde, E.,1984).

Pada hasil penelitian sebelumnya proses dilakukan didalam sebuah autoclave dengan mencampurkan bahan minyak jarak pagar : metanol sebanyak 1 : 6 mol, katalis 4 % berat dari minyak, dimana hasil reaksi menunjukkan lebih banyak mengandung trigliserida dan sedikit menghasilkan metil ester. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil metil ester yang lebih banyak diperlukan jumlah metanol lebih banyak 100 % (2 kali lipat) yaitu minyak jarak pagar : metanol sebanyak 1 : 12 mol. 4. Jenis Katalis

Katalis berfungsi mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktivitas sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu lebih rendah dan suhu kamar( 25 0 C), sedangkan tanpa katalis ( Alkohol Superkritis ) reaksi dapat berlangsung pada suhu 250oC, Metode Alkohol Superkritis adalah metode transesterifikasi trigliserida dengan alkohol pada suhu dan tekanan diatas titik kritis alkoholnya. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH) dan natrium hodroksida (NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% - 99%) dengan jumlah katalis 0,5%-1,5% bb minyak nabati. Jumlah katalis KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1 % bb minyak nabati (Darnoko, D.,2005).

Perubahan trigliserida menjadi metil ester biodiesel meliputi beberapa tahap reaksi, yaitu ;Trigliserida dengan metanol menghasilkan digliserida + metil ester, digliserida dengan metanol selanjutnya menghasilkan monogliserida + metil ester, monogliserida dengan metanol menghasilkan gliserol + metil ester. Gliserol mempunyai viskositas 1200 c poise, sementara olive oil 81 c poise. Tren viskositas dari minyak atau lemak menjadi gliserol meningkat. Dari fakta ini maka viskositas digliserida lebih tinggi dari lemak dan monogliserida lebih tinggi dari

(15)

digliserida, viskositas metil ester paling rendah dari ketiga yang lain. Penggunaan biodiesel sebagai energi sangat memberi keuntungan besar terutama terhadap lingkungan dibandingkan dari penggunaan minyak bumi sebagai energi, karena tidak mengandung belerang sehingga tidak memberikan emisi gas SO2 pada proses pembakaran(Nugroho, A.,2006).

2.8 Sifat-Sifat Penting dari Bahan Bakar Mesin Diesel

2.8.1 Viskositas

Tujuan dari reaksi transesterifikasi adalah untuk menurunkan viscositas kinematik dari minyak jarak pagar sehingga layak digunakan sebagai pengganti diesel. Viscositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran grafitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapan cairan, satuan viscositas dalam cgs adalah cm2/second (stokes), satuan SI untuk viscositas m2/second (104 St), lebih sering digunakan centistokes (cSt) ( 1cSt = 10-2 St = 1 mm2/s). Viskositas merupakan sifat fisis yang sangat penting bagi bahan bakar mesin diesel. Viskositas ( kekentalan ) merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi fluida terhadap alirannya, karena gesekan didalam bagian cairan yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain mempengaruhi pengatoman bahan bakar dengan injeksi kepada ruang pembakaran, akibatnya terbentuk pengendapan pada mesin. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan butir-butir cairan / kabut saat penyemprotan / atomasi. Viskositas bahan bakar yang terlalu rendah akan dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Viskositas yang tinggi atau fluida yang masih lebih kental akan mengakibatkan kecepatan aliran akan lebih lambat sehingga proses derajat atomisasi bahan bakar akan terlambat pada ruang bakar. Kedua hal ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian, sehingga salah satu persyaratan bahan bakar mesin diesel adalah nilai viskositas standar bahan bakar mesin diesel. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan proses kimia yaitu proses transesterifikasi untuk menurunkan nilai viskositas minyak nabati itu

(16)

sampai mendekati viskositas biodiesel Standart Nasional Indonesia (SNI) dan Standart Solar.

Pada umumnya viskositas minyak nabati jauh lebih tinggi dibandingkan viskositas solar, sehingga biodiesel turunan minyak nabati masih mempunyai hambatan untuk dijadikan sebagai bahan bakar pengganti solar. Viskositas yang tinggi pada biodiesel akan mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik dari pada solar sehingga akan memperpanjang umur pemakaian mesin. Viskositas dapat dibedakan atas viskositas kinematik ( ) dan viskositas dinamik ( ).

Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolute) dengan densitas (rapat massa) fluida.

(2.1) Dimana :

υ = Viskositas kinematik (St) μ = Viskositas dinamik (poise) ρ = Rapat massa (gr/cm3)

Viskositas kinematik dapat diukur dengan alat Viscometer Oswald. Persamaan untuk menentukan viskositas kinematik dengan menggunakan Viscometer Oswald

(2.2) Dimana :

μ = Viskositas kinematik (cSt) K = Konstanta Viscometer Oswald

t = Waktu mengalir fluida didalam pipa viscometer (sekon)

Viscositas kinematik menjadi parameter utama dalam penentu mutu metil ester, karena memiliki pengaruh besar terhadap efektivitas metil ester sebagai bahan bakar. Minyak nabati memiliki viscositas yang lebih besar dibandingkan viscositas bahan bakar diesel, yang menjadi kendala penggunaan langsung minyak nabati, sebagai bahan bakar, salah satu tujuan utama transesterifikasi adalah menurunkan viscositas minyak jarak nabati sehingga memenuhi standart bahan baku diesel.

(17)

2.8.2 Densitas (Rapat Massa)

Massa jenis adalah perbandingan massa sample pada suhu 250C dengan massa air pada volume dan suhu yang sama. Massa jenis minyak biasanya diukur pada suhu 250C, akan tetapi dapat pula diukur pada suhu 400C atau 600C untuk minyak dengan titik cair yang tinggi (Ketaren, S.,2008).

Densitas biodiesel berkaitan dengan proses penginjeksian bahan bakar melalui pompa keruang bakar sehingga diperoleh jumlah bahan bakar yang tepat pada proses pembakaran. Jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, waktu injeksi akan meningkatkan droplet bahan bakar. Densitas bahan bakar juga mempengaruhi emisi yang dihasilkan. Densitas berkaitan dengan partikulat matter dan emisi NOx. Bahan bakar dengan densitas tinggi akan menghasilkan partikulat matter dan NOx yang tinggi pula. Massa jenis menunjukkan perbandingan massa biodiesel persatuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar.

Kerapatan suatu fluida (ρ) dapat didefenisikan sebagai massa persatuan volume. (2.3) Dimana :

ρ = rapat massa (gr/cm3) m = massa (gr)

υ = volume (cm3)

Jika densitas rendah maka kemampuan bahan bakar minyak tinggi. Selain viscositas, apabila lebih besar akan menyebabkan massa yang diinjeksi lebih besar pula. Densitas biodiesel akan meningkat dengan meningkatnya ikatan rangkap dan berkurangnya panjang rantai (Mittelbach, M.,2004).

2.8.3 Titik Kabut (Cloud Point) dan Titik Tuang (Pour Point)

Titik kabut adalah temperature saat bahan bakar mulai tampak berkeruh bagaikan kabut ( berawan = cloudy ) pada suhu rendah. Hal ini terjadi karena munculnya kristal-kristal ( padatan ) didalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat mengalir pada suhu ini, keberadaan Kristal dalam bahan bakar dapat

(18)

mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar didalam filter, pompa dan injector (Mittelbach, M and Remschmidt, C.,2004)

Titik kabut dipengaruhi oleh bahan baku biodiesel. Semakin rendah nilai titik kabut , biodiesel semakin bagus digunakan pada daerah yang suhunya rendah (Gerpen, B.,2004). Pada hasil penelitian sebelumnya nilai Cloud point 10C dan 1,50C, hal ini menunjukkan masih terdapat pada biodiesel campuran monogliserida, digliserida dan trigliserida yang besar yang menunjukkan masih terdapat kandungan airnya. Pada standart Biodiesel Indonesia nilai Cloud Point maks 180 C, dengan berkurangnya nilai viscositas akan menurunkan nilai Cloud Point.

Pour point adalah titik suhu terendah dimana bahan bakar masih dapat mengalir. Pour point yang tinggi akan menyebabkan mesin sulit dihidupkan pada suhu rendah. Titik Tuang adalah temperature terendah yang masih memungkinkan bahan bakar masih dapat mengalir atau temperatur dimana bahan bakar mulai membeku atau mulai berhenti mengalir, dibawah titik tuang bahan bakar tidak dapat lagi mengalir karena terbentuknya kristal yang menyumbat aliran bahan bakar. Untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku. Titik tuang yang terlalu tinggi akan menyebabkan kesulitan pada pengaliran bahan bakar. Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium), jika semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang akan semakin rendah dan juga dipengaruhi oleh panjangnya rantai karbon, jika semakin panjang rantai karbon maka titik tuang akan semakin tinggi.

2.8.4 Bilangan Iod

Bilangan Iod pada biodiesel menunjukkan tingkat kejenuhan senyawa penyusun biodiesel. Disatu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performasi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkorelasi dengan titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour point) yang juga rendah (Knote, G.,2005).

(19)

Namun disisi lain, banyaknya lemak tak jenuh didalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen diatmosfer dan terpolimerisasi. Bilangan Iod yang tinggi cenderung membentuk polimer dan membentuk deposit pada injektor nozel, cincin piston jika dipanaskan. Namun demikian hasil uji mesin mengindikasikan bahwa reaksi terjadi secara signifikan hanya pada ester asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan rangkap. Itulah sebabnya lebih baik membatasi kandungan ketidakjenuhan yang tinggi didalam biodiesel dibandingkan total ketidakjenuhan seperti yang dikatakan oleh bilangan Iod ( Mittelbach, M.,2004).

2.8.5 Kadar Air

Kadar air merupakan ukuran untuk kebersihan bahan bakar. Jumlah air yang tinggi harus dihindari karena air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas, dan dapat mendorong pertumbuhan mikroba pada tangki penyimpanan yang dapat menyebabkan terbentuknya sendimen. Sendimen dapat menyumbat saringan dan dapat berkontribusi pada pembentukan deposit pada injector dan kerusakan mesin lainnya. Jumlah sendimen pada biodiesel dapat meningkat sepanjang waktu sebagaimana bahan bakar ini mengalami degradasi selama penyimpanan yang lama. Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak. Makin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika beraksi dengan sulfur karena akan membentuk asam (Sitorus, P.,2011).

2.8.6 Bilangan Cetana

Bilangan cetana adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar diesel dalam keadaan terkompresi. Bilangan cetana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang dapat diinjeksikan keruang bahan bakar agar terbakar secara spontan. Bilangan cetana dari minyak diesel konvensional

(20)

dipengaruhi oleh struktur hidrokarbon penyusun. Normal parafin dengan rantai panjang mempunyai bilangan cetana lebih besar dari pada cylo paraffin, iso paraffin, olefin dan aromatik. Bilangan cetana dari biodiesel juga sangat bervariasi. Methyl ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan cetana hingga 75, sedangkan bilangan cetana untuk linoleat hanya mencapai 33. Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi (Hendartono, T.,2005).

2.8.7 Flash Point (Titik Nyala)

Flash point adalah temperatur terendah yang harus dicapai dalam pemanasan biodiesel untuk menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam jumlah yang cukup, untuk nyala atau terbakar sesaat disinggungkan dengan suatu nyala uap. Apabila flash point bahan bakar tinggi, akan memudahkan bahan bakar tersebut karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada temperatur rendah, sebaliknya jika flash point terlalu rendah, akan berbahaya karena menimbulkan resiko tinggi bagi penyalaan, sehingga harus disimpan pada suhu rendah.

Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus menerus maka suhu tersebut dinamakan titik nyala ( fire point ). Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Dengan meningkatnya konsentrasi katalis maka akan meningkat Flash Point yang tinggi. Flash Point yang tinggi akan memudahkan penanganan dan penyimpanan bahan bakar, dan tidak perlu disimpan dalam suhu yang terlalu rendah (Mukhibin.,2010). Flash Point yang terlalu rendah akan berbahaya, berisiko tinggi bagi penyalaan sehingga harus disimpan pada suhu terendah (Hardjono, A.,2000).

(21)

Tabel 2.1 Spesifikasi Biodiesel Jarak Pagar Dibandingkan Minyak Diesel ( BBM ) Sifat Minyak Biodiesel Minyak Diesel ( BBM ) Densitas ( g/cm3pada 20oC ) 0,879 0,841 Titik Nyala (oC ) 191 80

Bilangan Cetana ( Cetana Number ) 51 47,8 – 59

Kekentalan ( mm2 / s pada 30oC ) 4,84 3,6

Abu bersulfat ( % ) 0,014 1,0 – 1,2 ppm sulfur

Bilangan netralisasi ( mg KOH/g ) 0,24

-Gliserin total ( % ) 0,088

-Gliserin bebas ( % ) 0,015

-Fosfat ( ppm ) 17,5

-Metanol ( % ) 0,06

-Sumber : Foidl et al. cit. Manurung ( 2005 ) dan Lele ( 2005 )

Untuk menguji hasil penelitian terhadap biodiesel minyak jarak pagar apakah sudah sesuai dengan standard biodiesel sehingga layak untuk digunakan/dikonsumsi sebagai pengganti bahan bakar diesel, yang semakin lama semakin berkurang yang dapat menyebabkan dunia prihatin karena cadangan minyak bumi semakin menipis, standard biodiesel dan standard mutu solar dapat dilihat seperti tabel dibawah ini :

(22)

2.9 Persyaratan Kualitas Biodiesel

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006 Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Metode

Setara Massa jenis pada 40oC, gr/cm3 0,850 – 0,890 ASTM D 1298 ISO 3675

Viskositas kinematik pada 40oC, mm2/s (cSt)

2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana Min. 51 ASTM D 613 ISO 5165

Titik nyala (mangkok tertutup),oC Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik kabut,oC Maks. 18 ASTM D 2500

-Korosi bilah tembaga (3 jam, 50oC) Maks. no.3 ASTM D 130 ISO 2160

Residu karbon, %-berat

- dalam contoh asli Maks. 0,05 ASTM D 4530 ISO 10370 - dalam 10% ampas distilasi (maks. 0,03)

Air dan sendimen, %-volume Maks. 0,05 ASTM D 2709

-Temperatur distilasi 90%,oC Maks. 360 ASTM D 1160

-Abu tersulfatkan, %-berat Maks.0,02 ASTM D 874 ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 PrEN ISO 20884

Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI- A05 -03

Angka asam, mg-KOH/g Maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI -A01 -03

Gliserol bebas, %-berat Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Gliserol total, %-berat Maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Kadar ester alkil, %-berat Min. 96,5 Dihitung *) FBI-A03-03

Angka iodium, g-I2/(100g) Maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03

Uji Halphen Negative AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03

Sumber : Forum Biodiesel Indonesia.,2006 2.10 Persyaratan Mutu Solar

Tabel 2.3 Persyaratan Mutu Solar

Parameter & Satuannya Batas Nilai Metode Uji Massa jenis 40oC, gr/ml 0,82 – 0,87 ASTM D – 1298

Viskositas kinetic pada 40oC, cSt 1,6 – 5,8 ASTM D – 445

Angka setana Min. 45 ASTM D – 613

Titik kilat (flash point),oC Maks. 150 ASTM D – 93

Korosi strip temabag (3 jam pada 50oC) Min. no.1 ASTM D – 130

Residu karbon (% - b/b) Min. 0,1 ASTM D – 189

Kadar Air dan sendimen, %- v/v Min. 0,05 ASTM D – 96

Temperatur distilasi 300%,oC Maks. 40 ASTM D – 86

Abu tersulfatkan, % b Min. 0,01 ASTM D – 974

Belerang, ppm % b Min. 0,5 ASTM D – 15521

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Molekul Monogliserida, Digliserida dan Trigliserida Kandungan monogliserida, digliserida dan trigliserida yang diperbolehkan
Gambar 2.2 Tiga Tahapan Reaksi Transesterifikasi
Tabel 2.1 Spesifikasi Biodiesel Jarak Pagar Dibandingkan Minyak Diesel ( BBM ) Sifat Minyak Biodiesel Minyak Diesel( BBM ) Densitas ( g/cm 3 pada 20 o C ) 0,879 0,841 Titik Nyala ( o C ) 191 80
Tabel 2.3 Persyaratan Mutu Solar

Referensi

Dokumen terkait

Soil under fern tree canopy had slightly acidic soil pH; content of C-organic, organic matter, soil total N, C/N ratio, and soil available P were low; and content of soil K-dd was

Gambar 6 sosis yang direndam substrat antimikroba jumlah total bakteri yang lebih rendah dibandingkan dengan sosis Pemberian substrat antimikroba dapat menghambat

Tujuan disusunnya Renstra Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik tahun 2016 – 2021 adalah untuk : (1) menjabarkan arahan RPJMD Kabupaten

Biofuel yang diperoleh dari perengkahan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) ini kemudian dianalisa sifat fisikanya diantaranya Viskositas, massa jenis

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur

Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan

Untuk membentuk mahasiswa PGSD yang notabene dinilai agak telat dalam mendapatkan kompetensi dan pengalaman musikal supaya kemampuan musiknya meningkat dan

dengan menerapkan metode diskusi, peningkatan hasil belajar membaca pemahaman siswa Kelas IV SDN Inti Tomoli meningkat dengan persentase ketuntasan 100%. Selanjutnya untuk