• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Superkonduktor kel.XII.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Superkonduktor kel.XII.docx"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ii Oleh Oleh Kelompok XII Kelompok XII

Azizatun Naafi’ah

Azizatun Naafi’ah

(1517041013)(1517041013)  Nur Asyrian  Nur Asyriani i (1517041044(1517041044)) Sri

Sri Rahayu Rahayu (1517041070)(1517041070) Prastiana

Prastiana Tiara Tiara P P (1517041115(1517041115))

JURUSAN FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG UNIVERSITAS LAMPUNG

2018 2018

(2)
(3)

ii ii COVER  COVER ... ... ii DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ... iiii DAFTAR GAMBAR 

DAFTAR GAMBAR ... ... iiiiii DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL ... ... iviv I.

I. PENDAHULUANPENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar Latar belakang belakang ... ... 11 1.2

1.2 Rumusan Rumusan Masalah Masalah ... 4... 4 1.3

1.3 Tujuan Tujuan Penelitian ...Penelitian ... 5... 5

II.

II. TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA

2.1.

2.1. High Temperature Superconductors High Temperature Superconductors (HTS) ...(HTS) ... 6... 6

2.2 Superkonduktor

2.2 Superkonduktor Bismuth Strontium Calcium CoP Bismuth Strontium Calcium CoPP.er OxideP.er Oxide

(BSCCO)

(BSCCO) ... ... 88 2.3

2.3 Penelitian Penelitian Terkait Terkait Bi-2223 Bi-2223 ... 12.. 12 2.4

2.4 Flux Flux Pinning Pinning ... ... 1515 2.5

2.5 Heat Treament Heat Treament (Kalsinasi dan (Kalsinasi dan Sintering) ...Sintering) ... ... 1616 2.6

2.6 SuperkondSuperkonductors uctors Properties Properties ... ... 1818

III.

III. METODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

4.2Alat

4.2Alat dan dan Bahan Bahan ...2...211 4.3

4.3 Metode Metode penelitian ...penelitian ...2...211 4.4

4.4 Diagram Diagram alir ...alir ... 23... 23

IV.

IV. HASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

4.1 Analisis Analisis Fasa ...Fasa ... 25... 25 4.2

4.2 Analisis Analisis Mikrostruktur Mikrostruktur ... 28... 28 4.3

4.3 Sifat Sifat Magnetik Magnetik ... ... 3131

V.

V. KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

(4)

iii iii

Halaman Halaman Gambar 1

Gambar 1. . Fluks magnet Fluks magnet pada jangkauan pada jangkauan medan kritis .medan kritis ... ... 77 Gambar 2

Gambar 2. Skema . Skema permukaan superkondpermukaan superkonduktor (a) uktor (a) d-wave dan (b) d-wave dan (b) s-wave... s-wave... 88 Gambar 3

Gambar 3.Diagram .Diagram fase fase superkondsuperkonduktor uktor system system BSCCO...BSCCO... ... 99 Gambar 4

Gambar 4. Struktur kristal . Struktur kristal sistem BSCCO (a) 2201, sistem BSCCO (a) 2201, (b) 2212 dan (c) (b) 2212 dan (c) 2223 ... 2223 ... 1010 Gambar 5

Gambar 5.(a)Hubunga.(a)Hubungan antara n antara Fraksi volume dan Fraksi volume dan impuritas terhadapimpuritas terhadap

waktu sintering (b) Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi waktu sintering (b) Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) dan

(P) dan diameter grain (D) diameter grain (D) terhadap waktu sintering terhadap waktu sintering ... ... 1414

Gambar 6

Gambar 6.Grafik .Grafik ukuran ukuran kristal kristal terhadap temperatur terhadap temperatur sintering sintering ... ... 1717 Gambar7

Gambar7. . Eksklusi Eksklusi fluks fluks magnetik magnetik ... 19.... 19 Gambar 8

Gambar 8. . Magnetisasi bahan Magnetisasi bahan superkondsuperkonduktor uktor terhadap kuat terhadap kuat medan medan ... ... 2020 Gambar 9

Gambar 9.Diagram .Diagram Alir Alir Penelitian ...Penelitian ... 24... 24 Gambar 10

Gambar 10. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada temperatur yang. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada temperatur yang

 berbeda

 berbeda selama 24 jam selama 24 jam ... . 2525

Gambar 11.

Gambar 11.Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 820 Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 820 °C dan disinter pada°C dan disinter pada

temperatur

temperatur yang yang berbeda berbeda selama selama 100 100 jam ...jam ... ... 2626

Gambar 12.

Gambar 12. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 830°C dan disinter Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 830°C dan disinter padapada

temperatur yang

temperatur yang berbeda selama berbeda selama 100 100 jam jam ... ... 2727

Gambar 13

Gambar 13. Gambar FESEM dari sampel yang dikalsinasi pada a) 820 dan. Gambar FESEM dari sampel yang dikalsinasi pada a) 820 dan

 b)830°C se

 b)830°C selama 24 jam lama 24 jam ... . 2828

Gambar 14.

Gambar 14. Gambar FESEM dari Bi-2223 Gambar FESEM dari Bi-2223 dipanaskan pada temperatur yangdipanaskan pada temperatur yang

Berbeda 29 Berbeda 29

Gambar 15

Gambar 15. Pemetaan distribusi unsur untuk Bi-2223. Pemetaan distribusi unsur untuk Bi-2223820820850850 ... ... . 3030

Gambar 16.

Gambar 16.Ketergantungan suhu kerentanan untuk sampel Ketergantungan suhu kerentanan untuk sampel disinter pada suhudisinter pada suhu

yang berbeda di bidang terapan 10 Oe. a) sampel dikalsinasi pada yang berbeda di bidang terapan 10 Oe. a) sampel dikalsinasi pada 820°C dan

820°C dan b) b) sampel dikalsinasi sampel dikalsinasi pada 830°C ...pada 830°C ... ... 3131

Gambar 17.

Gambar 17. Kurva histeresis magnetik yang diperoleh untuk sampel Kurva histeresis magnetik yang diperoleh untuk sampel yangyang

disinter pada suhu yang berbeda di bidang terapan 10 Oe pada 10 K. disinter pada suhu yang berbeda di bidang terapan 10 Oe pada 10 K.

(5)

iv iv

Gambar 18

Gambar 18. Kerapatan arus kritis sampel yang disinter pada temperatur yang. Kerapatan arus kritis sampel yang disinter pada temperatur yang

 berbeda

 berbeda pada 10K. a) pada 10K. a) sampel dikalsinasi psampel dikalsinasi pada 820 °C b) ada 820 °C b) sampelsampel dikalsinasi pada 830

dikalsinasi pada 830 °C. Inset °C. Inset menunjukkan ketergantungmenunjukkan ketergantungan medanan medan dari

dari kepadatan penjepit kepadatan penjepit fluks fluks Fp ...Fp ... ... 3333

Gambar 19.

Gambar 19. Kekuatan penambatan yang dinormalkan sebagai fungsi dari bidangKekuatan penambatan yang dinormalkan sebagai fungsi dari bidang

yang dinormalisasi untuk semua sampel. Garis

yang dinormalisasi untuk semua sampel. Garis berwarna (biru),berwarna (biru),  padat (mera

 padat (merah) dan putuh) dan putus-putus (hijau) mes-putus (hijau) mewakili kurva tewakili kurva teoritis yangoritis yang diberikan oleh

(6)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.Ukuran kristal masing-masing sampel superkonduktor ... .... 17 Tabel 2. Nilai Tc ditentukan dari pengukuran M-T, parameter kisi dan volume

sel satuan untuk semua sampel (x = 0,0-0,2). ... ...27

Tabel 3. Perbandingan sifat superkonduktor dalam berbagai penyelidikan di

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi superkonduktor mulai berkembang pesat sejak ditemukannya superkonduktor suhu kritis tinggi atau dikenal juga sebagai  High Temperature Superconductors (HTS) pada tahun 1986. Superkonduktor sendiri merupakan

 bahan penghantar listrik yang memiliki resistansi nol ( superconducting ) ketika

 berada dibawah suhu tertentu yang dinamakan dengan suhu kritis (Tc) bahan tersebut. Sedangkan, HTS adalah berupa bahan oksida atau keramik yang  berinduk pada senyawa kuprat (Cu-O) dengan komposisi kimiawi yang multi

komponen (Khurana,1989). Akibatnya bahan HTS bersifat multifase, struktur kristalnya berlapis, derajat anisotropinya tinggi dan panjang koherensinya yang  pendek. Walau belum tuntas dalam pemahaman dasarnya, bahan HTS telah

dikembangkan dalam aplikasi teknologi yang bervariasi luas, mulai dari aplikasi  piranti elektronik,transmisi daya berkapasitas besar, peralatan yang menggunakan

medan magnet berkekuatan tinggi,sampai dengan berbagai peralatan teknik yang mengandalkan efek levitasi magnetik seperti misalnya SMES ( superconducting magnetic energy storage system). Riset yang sangat intensif terus dilakukan untuk

menghasilkan pemahaman menyeluruh tentang persoalan fisis yang berkaitan dengan aspek teoritis, eksperimen, maupun aplikasinya. Salah satu bahan HTS yang banyak dikaji adalah sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O (BSCCO) yang dikenal juga sebagai bahan superkonduktor berbasis Bi (Chu et al.,1997).

Sistem BSCCOadalah suatu sistem spesial di antara superkonduktor suhu kritis karena performa yang baik dalam bidang elektronik, suhu transisi kritis tinggi

(8)

(Tc), rapat arus kritis tinggi (Jc), kapasitas membawa medan magnet tinggi dan fitur yang baik pada struktur kristal berlapis. BSCCO dapat dijelaskan sebagai komposisi umum Bi2Sr 2Can-1CunO2n+4+θ  yang megindikasi jumlah lapisan CuO2

dalam unit sel.Berdasarkan jumlah CuO2, material berbasis CuO2 dengan tiga fase

 berbeda menunjukan superkonduktivitas pada nilai suhu transisi kritis Tc ~ 20 K (n = 1, Bi-2201), Tc ~ 85

 – 

95 K (n = 2, Bi-2212), and Tc ~100

 – 

110 K (n = 3, Bi-2223). Di antara fase, Bi-2223 merupakan fase yang paling menjanjikan untuk

tape dan kabel pada skala besar dan aplikasi arus tinggi. (Costa et al., 2015; Wang et al., 2015; Wang et al., 2015; Turk et al., 2014).

Walaupun fabrikasi dari sampel Bi-2223 murni polikristalin sulit karena  pembentukan dari beberapa fase yang tidak diinginkan seperti Bi-2212, Bi-2201 dan Ca4PBO4(Chen et al., 1992; Chen et al., 1991; Yoo et al.,2004). Fase residu

sekunder yang dihasilkan pada hubungan antar butir dan kemampuan flux pinning

lemah , merupakanketerbatasan pada aplikasi superkonduktor Bi-2223 (Zouaoui et al.,2008). Flux pinning lemah berhubungan dengan rendahnya Jc dalam oksida

superkonduktor. Baru-baru ini dalam pembentukannya, mengenalkan pusat sematan ( pinning) yang dibutuhkan untuk meningkatkan Jc dalam medan magnet

(Murakamiet al., 1993).Dalam beberapa literatur juga menjelaskan adanya

 pengaruh perlakuan panas untuk reduksi fase impuritas pada superkonduktor  berbasis Bi telah dipelajari secara luas dan menunjukan kemungkinan untuk meningkatkan nilai Tc dan Jc dengan hati-hati melalui pengaturan parameter  proses. Telah ditunjukan bahwa fase sekunder berada diantara butir Bi-2223. Tc

dan Jc ditingkatkan selama fase impuritas diturunkan pada fase Bi-2223 sebagai hasil perlakuan panas yang cocok. Terlebih lagi Jc ditentukan oleh mekanisme

(9)

 flux pinning  yang diaktifkan pada sampel dan juga dibatasi oleh struktur butir dan

konektivitas butir (Ghattas et al.,2008).

Dengan kata lain, perlakuan panas mempunyai peran penting dalam menentukan morfologi butir dari superkonduktor. Pasangan butir dan sarana mensejajarkan  bentuk dari fase superkonduktor (Ozkurt, 2014; Aksan et al., 2014; Safran et al.,

2016). Kemudian, penelitian lebih jelas dari keadaan perlakuan panas merupakan  pokok yang sangat penting untuk mengoptimalkan fabrikasi sampel limpahan  polikristalin (Garnier,et.al., 2000; Garnier, et.al., 2001). Perlakuan panas tersebut

 berupa kalsinasi dan sintering (Arani et al., 2018).

Proses pemanasan (pengontrolan suhu dan waktu) merupakan parameter penting dalam sintesis superkonduktor. Pemilihan parameter proses secara optimal (suhu dan waktu) mempengaruhi keadaan mikrostruktur dan sifat bahan superkonduktor. Superkonduktor Bi-2223 tanpa doping Pb yang relatif baik disintesis pada suhu kalsinasi 800oC selama 10 jam, suhu sintering 850oC selama 20 jam, serta

kalsinasi dan sintering dilakukan secara terpisah (Santoso, 2006).

Selain itu, saat ini sejumlah besar metode tersedia untuk mempersiapkan material superkonduktor berbasis Bi dibeberapa aplikasi komersial, seperti laser  floating  zone, co-preparation, keramik kaca, matriks polimer, reaksi padatan, sol gel dan

lain-lain (Yoo et al., 2004). Di antara teknik yang disebutkan, sol gel adalah salah

satu teknik yang menarik, memiliki beberapa keuntungan seperti pemrosesan dalam suhu rendah, serbuk dengan homogenitas terbaik, pengulangan baik, kemampuan untuk membentuk serbuk kemurnian tinggi dengan ukuran seragam. Keuntungan yang disebutkan karena pencampuran awal kation logam pada sebuah

(10)

skala atomik dalam larutan , yang menghasilkan peningkatan reaksi dan reduksi fase impuritas. Kemudian sol gel adalah salah satu metode terefektif pada fabrikasi sistem BSCCO (Rehman et al., 2012; Danks et al., 2016; Yang et al., 2012). Namun, sintesis BI-2223 murni masih mempertimbangkan perbedaan,

karena banyak faktor yang perlu dikontrol dengan metode ini. Penelitian baru- baru ini ditunjukan bahwa konsentrasi larutan prekusor, pH larutan campuran,

chelating   agen dan kondisi perlakuan panas merupakan faktor vital dalam

 perubahan struktur fase dan mikrostruktur bahan. Pengaruh suhu kalsinasi dan sintering diantara parameter ini khusus signifikan pada memasangkan butir, morfologi butir, transisi dan pembentukan fase, mempengaruhi untuk meningkatkan sifat kelistrikan polikristalin BPSCCO (Darsono et al., 2016;

Ozcelik et al., 2017 ). Penelitian terbaru ini ditujukan untuk menginvestigasi

 pengaruh kombinasi dari suhu kalsinasi dan sintering pada perubahan fase dan sifat superkonduktor Bi-2223 material keramik yang disintesis dengan metode sol gel.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh suhu kalsinasi dan sintering pada perubahan fase Superkonduktor Bi-2223 dengan metode sol-gel?

2. Bagaimana pengaruh suhu kalsinasi dan sintering pada sifat Superkonduktor Bi-2223 dengan metode sol-gel?

3. Bagaimana pengaruh suhu kalsinasi dan sintering mikrostruktur Superkonduktor Bi-2223 dengan metode sol-gel?

(11)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh suhu kalsinasi dan sintering pada perubahan fase Superkonduktor Bi-2223 dengan metode sol-gel.

2. Mengetahui pengaruh suhu kalsinasi dan sintering pada sifat Superkonduktor Bi-2223 dengan metode sol-gel.

3. Mengetahui pengaruh suhu kalsinasi dan sintering mikrostruktur Superkonduktor Bi-2223 dengan metode sol-gel.

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 High Temperature Superconductors (HTS)

Superkonduktor suhu tinggi umumnya adalah hal yang mempertunjukkan superkonduktivitas pada suhu diatas suhu nitrogen cair yaitu sebesar 77 K, karena suhu tersebut merupakan suhu cryogenic  yang mudah dicapai. Superkonduktor

suhu tinggi (HTS) pertma kali digunakan untuk menunjukkan material keramik

cuprate-perovskit  yang ditemukan pada tahun 1986 oleh peneliti IBM Karl Muller

dan Johannes Bednorz, serta mereka meraih hadiah Nobel Fisika pada tahun 1987 dengan penemuannya La2-xSr xCuO4 dengan suhu transisi superkonduktor (Tc)

sebesar 35 K (Bednorz and  Mueller, 1986). Ditahun berikutnya, YBa2Cu3O7 telah

ditemukan dengan Tc lebih besar dari 90 K (Wu, et al ., 1987).

“Suhu tinggi”

memiliki dua definisi umum dalam konteks superkonduktivitas:

1. Di atas suhu 30 K secara historis dianggap sebagai batas atas menurut teori BCS ( Berdeen,Cooper  dan Schrieffer ).

2. Memiliki suhu transisi yang merupakan fraksi yang memiliki suhu Fermi lebih tinggi dibandingkan dengan superkonduktor konvensional seperti merkuri.

Sifat-sifat magnetik superkonduktor suhu tinggi lebih rumit dibandingkan suhu rendah karena magnetik terkuantisasi fluks sehingga dapat menembus bagian dalam material, yang termasuk superkonduktor suhu tinggi yaitu superkonduktor tipe II.Superkonduktor tipe II mempunyai dua nilai medan magnet kritis, Hc1 (di

 bawah) dan Hc2 (di atas). Selain itu, superkonduktor tipe II memiliki tiga keadaan

(13)

Gambar 1. Fluks magnet pada jangkauan medan kritis (Widodo, 2009)

Keadaan bahan superkonduktor tipe II berdasarkan Gambar 1, ketika H < Hc 1

 bahan superkonduktor tipe II berada dalam keadaan Meissner yaitu fluks magnetic ditolak sempurna hingga medan magnet kritis dengan resistivitas () adalah nol

dan induksi magnetic (B) adalah nol. Selain itu ketika Hc1 < H < Hc2  maka

superkonduktor berada dalam keadaan campuran, yaitu sebagian fluks magnetic menerobos specimen superkonduktor. Ketika H > Hc2  bahan superkonduktor

 berada dalam keadaan normal yaitu fluks magnetik dapat menembus bahan superkonduktor seluruhnya(Cyrot dan Pavuna, 1992).

Karakteristik superkonduktor suhu tinggi jauh berbeda dengan superkonduktor suhu rendah yaitu suhu kritis lebih tinggi, parameter superkonduktivitas ∆() juga

lebih besar, kedalaman penetrasi   = (/

0∗2) 1/2

  lebih besar dikarenakan kosentrasi pengangkut lebih kecil dua kali lipat, panjang koheran pada superkonduktor temperatur tinggi jauh lebih kecil dan juga anisotropy kuat serta

fungsi gelombang superkonduktivitas memiliki d-wave simetri pada suatu

superkonduktor suhu tinggi (Tanaka, 2006).

Terdapat dua teori untuk superkonduktor suhu tinggi. Pertama, pada superkonduktor suhu tinggi terdapat fluktuasi spin antiferomagnetik dalam sistem doping (Monthoux, et al ., 1992). Menurut teori ini, fungsi gelombang pasangan

(14)

dari cuprate HTS harus memiliki simetri dx2-y2 (d-wave). Kedua, model kopling

diantara lapisan. Menurut teori ini strukturnya berlapis terdiri dari superkonduktor BCS tipe s-wave  simetri yang dapat meningkatkan superkonduktivitas

(Chakravarthy, et al ., 1993).

(a) (b)

Gambar 2. Skema permukaan superkonduktor (a) d-wave dan (b) s-wave

Superkonduktor cuprete umumnya dianggap sebagai bahan superkonduktor yang

mempunyai sifat-sifat ditentukan oleh elektron yang bergerak dalam lapisan tembaga oksida (CuO). Lapisan tersebut mengandung ion seperti lanthanum,  barium, strontium atau atom lain yang bertindak untuk menstabilkan struktur pada

tembaga oksida. Superkonduktor suhu tinggi pada cuprate superkonduktor

digunakan untuk senyawa seperti Yttrium Barium Cooper Oxide  (YBCO) dan  Bismuth Strontium Calcium CoPP.er Oxide (BSCCO) (Ren., et al , 2008)

2.2 SuperkonduktorBismuth Strontium Calcium Cooper Oxide (BSCCO)

Penelitian mengenai superkonduktor system BSCCO telah dimulai sejak tahun 1987. Sistem BSCCO merupakan salah satu golongan superkonduktor suhu tinggi golongan cuprate superkonduktor (CuO). Bahan BSCCO memiliki ciri-ciri antara

lain, suhu tinggi di atas nitrogen cair 77K, merupakan bahan kompleks yang terbentuk dari precursor Bi2O3, SrCO3, CaCO3dan CuO. Bahan superkonduktor

(15)

suhu tinggi ini pada valensi Cu termasuk dopinghole, struktur kristalnya berlapis

 berupa othorombil perovskite  (ABX3) (Widodo, 2009). Bahan BSCCO

merupakan bahan superkonduktor tipe II(Cyrot dan Pavuna, 1992).Seluruh fase superkonduktif BSCCO memenuhi persamaan Bi2Sr 2Can-1CunO2n+4, dengan nilai

n = 1, 2, 3 dan seterusnya (Majewski, et al ., 1997). Pembentukan senyawa

 bergantung pada komposisi nominal bahan penyusun dan suhu pemrosesannya yang dapat digambarkan oleh diagram fase system yang bersangkutan (Suprihatin, 2002). Diagram fase superkonduktor BSCCO ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram fase superkonduktor system BSCCO (Strobel et al ., 1992)

Pada Gambar 3, terdapat lima daerah pembentukan fase 2223, yaitu daerah fase

Bi-2212+Bi-2223+L1, daerah fase Bi-2223+(Sr,Ca)2CuO3+CuO dan daerah fase

Bi-2212+Bi-2223. Dari kelima daerah fase tersebut, tiga daerah mengandung cairan (L1) karena sudah mengalami lelehan sebagian, sedangkan dua fase lainnya

(16)

 berupa padatan. Untuk menghindari impuritas seperti CuO, (Sr,Ca)2CuO3 dan fase

lain, maka daerah fase Bi-2212+Bi-2223 merupakan daerah yang paling efektif dalam menumbuhkan fase 2223, karena hanya mengandung fase 2212 dan fase 2223 (Marhendrajaya, 2001). Struktur Kristal dari superkonduktor BSCCO ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur kristalsistem BSCCO (a) 2201, (b) 2212 dan (c)

2223(Lehndroff, 2001).

Pada Gambar 4 (a), fase BSCC0-2201 disusun oleh bidang (BiO)2/ SrO / CuO2/

SrO / CaO / SrO /CuO2 / SrO / (BiO2) dimana piramida Cu berada diantara dua

 bidang SrO. BSCCO-2201 memiliki parameter kisi a = b = 5,39 Å dan c = 24,6 Å.

Bidang BiO berada pada bagian ujung struktur dan atom Cu dihubungkan dengan 6 atom oksigen dalam structural octahedral. Sedangkan pada Gambar 4 (b),  fase

BSCCO-2212 disusun oleh bidang senyawa BiO)2/ SrO / CuO2/ SrO / CaO / SrO

/ CuO2 / SrO / (BiO2) dimana piramida atom Cu dipisahkan oleh adanya bidang

Ca. Struktur Kristal berbentuk tetragonal ini memiliki parameter kisi a = b = 5,4 Å

(17)

orthorombik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 (c). Rantai Sr-Sr memiliki

ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang paling tidak stabil memiliki tiga rantai ikatan yaitu Cu(1)-Ca, Cu(1)-O(1) dan Cu(1)-Cu(2). Rantai ikatan Cu(1)-O(1) Merupakan ikatan yang paling kuat (r = 1,916 Å ). Atom

oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan atom Bi yang memiliki  panjang ikatan sebesar 2,231 Å (Widodo, 2009).

Untuk memperoleh fase tunggal atau Kristal tunggal fase 2223 terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan, seperti penggunaan doping Pb dan Ag, doping Pb dan Sb, serta penggunaan luks (Bi2O3, KCl dan NaCl). Selain itu juga dilakukan

ddengan mengubah beberapa parameter pemrosesan seperti variasi komposisi awal (Rachmawati, 2009).

Proses pembuatan yang sering digunakan untuk mensintesis superkonduktor BSCCO-2223 antara lain metode padatan, lelehan dan sol gel. Metode padatan menggunakan bahan-bahan oksida dan karbonat penyusun BSCCO-2223 seperti Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO dan dopan PbO. Unsur-unsur tersebut dicampurkan

sesuai dengan stoikiometri yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan pengadukan,  penggerusan dan peletisasi. Proses dilanjutkan dengan kalsinasi, penggerusan kembali, peletisasi dan sintering sesuai dengan diagram fase. Apabila dibandingkan dengan proses-proses sintesis lainnya, maka proses sintesis BSCCO-2223 dengan metode padatan merupakan metode yang relatif mudah, murah, serta tidak terlalu menggunakan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh (Sukirman dkk., 2003; Kirom dan Ramdlan, 2001).

Pada metode lelehan digunakan bahan-bahan oksida penyusun BSCCO-2223 seperti BiO2O3, SrCO3, CaCO3, CuO dan dopan PbO. Bahan-bahan tersebut

(18)

dicampur dengan aquades dan HNO3 sebagai pelarut. Apabila seluruh bahan telah

terlarut, dilakukan pengeringan sehingga didapatkan aglomerat-aglomerat. Setelah itu dilakukan kalsinasi dan penggerusan. Proses selanjutnya dengan peletisasi dan sintering. Pada proses sinteringlah dilakukan pelelehan bahan BSCCO, yaitu pada suhu sekitar 863oC selama beberapa menit. Kemudian proses dilanjutkan dengan

 pemanasan sesuai dengan diagram fase agar terbentuk BSCCO-2223 (Marhaendrajaya, 2001).

Metode sol gel umumnya menggunakan senyawa ligan ethylene-diaminetetraacetit acid   (EDTA) yang dapat membantu mengikat logam

(Wuryanto, 1996). Sedangkan bahan-bahab dasarnya digunakan garam nitrat, seperti Bi(NO3)3, Pb(NO3)2, Sb(NO3)2, Ca(NO3)2, Sr(NO3)2 dan Cu(NO3)2. Garam

nitrat tersebut dicampur dalam pelarur etilen glikol, kemudian EDTAditambahkan ke dalam larutan ini. Agar pH larutan tetap berada pada 8,0-8,2, maka larutan selalu dikontrol dengan menambahkan ammonium hidroksida (NH4OH). Setelah

itu larutan dipanaskan pada suhu 90oC hingga menjadi gel. Selanjutnya gel didekomposisi pada suhu 300oC hingga didapat aglomerat-aglomerat yang lunak

dan berpori. Langkah selanjutnya adalah penggerusan, kalsinasi, penggerusan kembali, peletisasi dan sintering sesuai diagram fase (Sukirman dkk., 2003).

2.3 Penelitian Terkait Bi-2223

Salah satu bahan SKST yang banyak dikaji adalah sistem Bi-Pb-Sr-CaCu-O (BPSCCO) yang dikenal juga sebagai bahan superkonduktor berbasis Bi. Dalam sistem ini dikenal 3 fase superkonduktif yang berbeda yaitu fase Bi2201, fase Bi-2212 dan fase Bi-2223(Suprihatin,2008). Struktur kristal dari

(19)

fasa Bi-2223 dapat membentuk struktur orthorombik dengan panjang ikatan antar atom.Rantai Sr-Sr memiliki ikatan yang paling lemah, sedangkan atom Cu(1) sebagai kation yang paling tidak stabil memiliki tiga rantai ikatan yaitu Cu(1)-Ca, Cu(1)-O(1) dan Cu(1), Cu(2). Rantai ikatan Cu(1)-O(1) merupakan ikatan paling

kuat (r = 1,916 Ǻ). Atom oksigen O(3) hanya memiliki satu rantai ikatan dengan

atom

Bi dengan panjang ikatan sebesar 2,231 Ǻ. Superkonduktor fasa Bi

-2223 memiliki jumlah atom O 10 dan membutuhkan 20 elektron yang diperoleh dari 2Bi3+ + 2Sr2+ + 2Ca2+ + 3Cu2+ ,material ini tidak superkonduktif. Jika

diberikan overdoped extra atom O (δ = 0

.22) ditempatkan di antara bidang BiO (karena Bi memiliki energi ionisasi terendah dibanding atom lain) maka menjadi superkonduktif. Extra atom O membutuhkan elektron dari perubahan 3Cu2+ menjadi 3Cu3+ sehingga susunan elektronnya dalam sel satuan (2Bi3+ + 2Sr2+ + 2Ca2+ + 3Cu3+) membentuk 3 lapisan superkonduktif bidang CuO2 dengan doping hole kuprat. Temperatur kritisnya mencapai 108±2 K (Roeser dkk, 2008). Menurut Andes Joko Susilo (2005),pembentukan grafik hasil plot Jc dengan suhu lelehnya, menunjukkan bahwa bahan superkonduktor Bi-2223 dengan perlakuan suhu leleh 875 oC memiliki Jc yang lebih tinggi jika dibandingkan pada bahan

dengan perlakuan suhu leleh 870 oC dan 880 oC. Penurunan Jc pada bahan

dengan perlakuan suhu leleh 880oC itu diperkirakan karena dengan suhu leleh yang terlalu tinggi menyebabkan ikatan antar butiran tidak mampu menahan gerak  pertumbuhan butiran sehingga terjadi pergeseran butiran yang mengakibatkan

retak pada daerah batas butiran. Sedangkan pada bahan dengan perlakuan suhu leleh 870 oC, pertumbuhan butiran masih belum optimal karena dengan suhu leleh

(20)

870 oC belum mampu memperbaiki koneksitas butiran pada bahan yang mungkin

retak saat dilakukanya proses peletisasi.

Sedangkan menurut Henry Widodo (2010), pembentukan fasa 2223 lebih baik dengan metode pencampuran basah daripada kopresipitasi, hasilnya fraksi volume fasa 2223 tanpa Pb dan doping Pb berturut-turut mencapai 85,80% and 87,57%, setelah sintering pada 8400C selama 8x1jam. Sampel secara bersamaan memiliki Tc = 79,6 K dan 98,3 K; dan ukuran kristal 170,30 nm, 216,47 nm. Sampel juga menunjukkan gejala ferromagnetik untuk fasa 2223 tanpa Pb sedangkan yang doping Pb bersifat paramagnetik.

Menurut Evi Yufita dan Nurmalita (2016), Pola-pola grafik intensitas yang dihasilkan selanjutnya dihitung dan diperoleh karakteristik sampel seperti yang terangkum pada grafik di Gambar 5. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan

 prosentasi impuritas ditunjukkan pada Gambar 5(a). Dari hasil tersebut tampak

 bahwa penambahan waktu sinter sangat berpengaruh pada pembentukan fase 2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam yaitu sebesar 72.63% (Gambar 5(a)).  Dengan penambahan waktu

sinter dari 30 jam menjadi 32 jam fraksi volume 2223 meningkat.

Gambar 5.(a) Hubungan antara Fraksi volume dan impuritas terhadap waktu

sintering (b) Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) dan diameter grain (D) terhadap waktu sintering

(21)

Prosentase fasa terorientasi terbesar yaitu 30.62% diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam , yang juga mempunyai fraksi volume 2223 tertinggi. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang selain 00 pada sampel ini lebih sedikit meskipun ukuran diameter grainnya lebih kecil dibanding sampel yang waktu sinternya pada 34 jam. Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 29.26%.

2.4 F lux Pinning

 Flux Pinning   adalah fenomena dimna superkonduktor disematkan pada

 permukaan diatas magnet. Gerak fluks magnet dipengaruhi oleh efek  pinning .

Fluks disematkan dengan kerusakan kisi-kisi, kotoran dan partikel kecil pada keadaan normal serta fluks tidak dapat bergerak pada medan magnet yang lemah,  jika medan magnet kuat maka fluks menjadi bebas dari pinning dan bisa bergerak dengan kehilangan energi (Sekitani, et al., 2003). Nilai kepadatan gaya pinning

yang dinormalisasi (ƒp = F P / FP

-max) sebagai fungsi b = H / Hmax. Perhatikan  bahwa, kekuatan pin yang menempel dalam sistem BSCCO bergantung pada sifat  pinning center, pinning centerize, sifat interaksi antara garis flux dan pinning center, geometri dari pinning center, kekakuan kisi flux dan lain-lain. Ada dua  jenis pinning yang berbeda dalam bahan keramik superkonduktor untuk

menyematkan:

(1) partikel non superkonduktor (normal), embedding dalam matriks superkonduktor, yang mengarah ke hamburan jalur bebas berarti elektron, dan

(2) Δκ pinning, yang merupakan hasil v

ariasi spasial dari parameter Ginzburg

 – 

(22)

2.5 Heat Treament (Kalsinasi dan Sintering)

Pembuatan komposit YBCO-123/Ag melalui reaksi padat atom-atom penyusun  bentuk oksida atau karbonat biasanya memerlukan penggerusan berulang kali agar homogen. Bahkan setelah kalsinasi sintering juga memerlukan penggerusan. Karena pencampuran di media basah atom-atom penyusun dapat bereaksi ,sehingga serbuk hasil pirolisis relatip lebih homogen. Oleh karena itu proses kalsinasi sintering tidak memerlukan pengulangan. Penambahan temperatur sintering dari 750 sampai 950 mengakibatkan penurunan intensitas fasa impuritas, sedangkan pertumbuhan fasa superkonduktor terjadi pada penambahan temperatur dari 750 sampai 850 , kemudian menurun dengan penambahan temperatur sintering sampai 950 . Hal ini disebabkan temperatur pemanasan sudah melampaui titik jenuh. Dari hasil tersebut dapat ditentukan bahwa temperatur optimum pembentukan kristal superkonduktor berada diantara 850 dan 950 . Untuk mengetahui persentase terbentuknya fasa superkonduktor dan fasa impuritas maka dilakukan perhitungan Fraksi Volume (FV) pada masing-masing sampelsintering.Hasil perhitungan memperlihatkan penambahan  persentase fasa superkonduktor dengan penambahan temperatur sintering, sebaliknya persentase fraksi volume impuritas menurun dengan meningkatnya temperatur sintering. Pada penelitian ini, persentase fraksi volume tertinggi diperoleh sebesar 95.04%. Hal tersebut mengindikasikan masih terdapat fasa impuritas dalam jumlah kecil, sehingga diperlukan sintering yang lebih lama. Ukuran kristal masing-masing sampel superkonduktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut,sedanngkan grafik perubahan

(23)

ukuran kristal superkonduktor terhadap temperatur sintering dapat dilihat pada Gambar 6.  =  (−.5) =  ( −,784)   (1)

Daftar Lorentzian dan hasil perhitungan ukuran kristal diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1.Ukuran kristal masing-masing sampel superkonduktor

Sampel L HL HL-HL.5 D(nm)

Υ

05

0.5

2Cu3O 7-δ(750oC) 0.165027 0.0028788 0.0020948 74

Υ

05

0.5

2Cu3O 7-δ(850oC) 0.104094 0.0018159 0.0010319 149

Υ

05

0.5

2Cu3O 7-δ(950oC) 0.100048 0.0017453 0.0009613 160

Gambar 6.Grafik ukuran kristal terhadap temperatur sintering.

Tabel 1  dan Gambar 6  menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan

temperatur sintering mengakibatkan ukuran kristal sampel semakin besar. Penambahan temperatur sintering juga mengakibatkan terjadinya aglomerasi sehingga ukuran kristal bertambah besar. Hasil perhitungan ukuran kristal untuk

(24)

sampel yang disintering pada temperatur 750 oC, 850 oC, dan 950 oC diperoleh 73

nm, 149 nm, dan 160 nm (I G. Cahya Pradhana, dkk,2016.)

Sedangkan pada temperatur konstan 500 °C selama 8 jam (pirolisis) dan diproses seperti pada reaksi padatan yaitu memanaskannya pada termperatur konstan sekitar 800 °C selama 12 - 24 jam (kalsinasi) dan memanaskannya lagi dengan temperatur konstan 846 °C selama 48 - 120 jam (sintering). Hasil yang diperoleh  belum seperti yang diinginkan, fase yang terbentuk masih rendah. Dan  penambahan Ag tidak menunjukkan peningkatan yang besar pada pembentukan

fasa 2223. Hal ini disebabkan oleh:

1. Penambahan komposisi Ag belum sesuai. Sehingga hasilnya belum menunjukkan perubahan yang banyak.

2. Pada saat sintering suhu furnace tidak sesuai dengan termometer digital dan berubah-ubah, sehingga mempengaruhi proses pembentukan kristal. 3. Kurang optimalnya waktu sintering pada tiap sampel. Sehingga fasa 2223

yang terbentuk belum begitu banyak.

Pada sintesis Bi1,6Pb0,4Sr2Ca2Cu

3O10+δ dilakukan dengan metoda padatan,

yaitu dengan mencampurkan semua bahan-bahan dasar kemudian diaduk secara manual dilanjutkan dengan pyrolisis, penggerusan, kalsinasi, proses kompaksi dan sintering (Lusiana,2013).

2.6 Superconductors Properties

Sifat kemagnetan superkonduktor diamati oleh Meissner dan Ochsenfeld pada tahun 1933, ternyata superkonduktor memiliki sifat seperti bahan diamagnetik sempurna, ia menolak medan magnet sehingga ia pun dapat mengambang di atas sebuah magnet tetap yang kuat. Jika suatu bahan superkonduktor ditempatkan

(25)

 pada suatu medan magnet eksternal (H) dan bahan tersebut didinginkan di bawah suhu kritisnya atau minimal mencapai suhu kritis agar sifat konduktivitas muncul, maka akan terjadi eksklusi fluks magnetik (penolakan garis-garis gaya magnet). Eksklusi dapat terjadi pula dengan cara menurunkan suhu hingga T<Tc, baru diberikan medan magnet padanya, fenomena magnetisasi bahan ditunjukkan pada

Gambar 7.

T>Tc T<Tc

Gambar 7. Eksklusi fluks magnetik.

Pada keadaan ini medan induksi magnetic didalam bahan sama dengan nol (B=0) (Smitt, 1990). Jika postulat ini diterapkan pada persamaan medan induksi magnetic suatu bahan, yaitu

B =

μo (H+M)

(2)

Dimana: B= Medan magnet induksi (Wb/m2) H = Medan magnet eksternal (A/m) M= Magnetisasi Bahan (A/m)

μo = konstanta permeabilitas ruang hampa (Wb/A.m)

Hasil pengukuran magnetik suseptibilitas fungsi suhu ditunjukkan pada Gambar 8 bentuk kurvanya menampilkan perubahan rasa diamagnetik pacta suhu terjadi

(26)

Pacta penambahan Ag yang besar yaitu 45 % dan 50 % terjadi penurunan yang kurang tajam. Hal ini menyulitkan untuk menentukan harga suhu transisi kritis, Tc. Gejala tersebut terjadi karena keberadaan Ag dalam bentuk metal dan dalam  jumlah yang relatif besar sehingga mempengaruhi pengukuran suseptibilitas

magnit vs suhu.

Gambar 8. Magnetisasi bahan superkonduktor terhadap kuat medan

Superkonduktor keramik Pb2Ba2Ca2Cu3O9  termasuk dalam golongan

superkonduktor tipe II dan mempunyai suhu tinggi. Superkonduktor tipe II terdapat dua medan kritis, yaitu: medan kritis bawah Hc1 dan medan kritis atas Hc2. Dibawah Hc1 fluks magnetik ditolak secara sempurna dan diatas Hc1 fluks magnet sebagian dapat menembus interior bahan sampai batas medan kritis Hc2. Di atas Hc2 bahan akan kehilangan sifat superkonduktivitasnya (Gambar 8).

Medan magnet yang diperlukan untuk menghilangkan superkonduktivitas atau memulihkan resistivitas normalnya disebut medan kritis (Hc)(Saxena, A.K., 2010)

(27)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Bi(NO3)3 · 5H2O

 b. Pb(NO3)2

c. Sr(NO3)2

d. Ca(NO3)2 · 4H2O

e. Cu(NO3)2 · 3H2O

f. Asam Nitrat (HNO3)

g. Air (H2O)

h. Etilen Glikol

i. asam ethylenediaminetetraacetic (EDTA)  j. amonium hidroksida (NH4OH)

3.2 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.  Nitrat bismut Bi(NO3)3 · 5H2O dilarutkan dalam larutan asam nitrat berair

(50 ml 0,1M HNO3) dan diaduk pada 50 °C. Asam nitrat membantu untuk mendapatkan solusi yang jelas dan menghindari pembentukan Bi(OH)2 NO3;

2. sejumlah nitrat lainnya (Pb(NO3)2, Sr(NO3)2,Ca(NO3)2 · 4H2O dan

(28)

larutan yang dihasilkan diaduk pada suhu 50 °C untuk menyiapkan larutan prekursor biru muda;

3. asam ethylenediaminetetraacetic (EDTA), dengan rasio molar EDTA dengan total ion logam adalah 1: 1, dilarutkan dalam amonium hidroksida (NH4OH) sebagai agen chelating;

4. Larutan ini kemudian diaduk pada suhu 80 °C dan secara bertahap ditambahkan ke larutan prekursor untuk menyiapkan kompleks logam chelate stabil (MEDTA). Nilai pH larutan diukur antara 6 dan 7. Pengikatan EDTA ke ion logam tergantung pada pH larutan;

5. Ethylene glycol (EG) sebagai agen polimerisasi, dengan rasio molar EG dengan total ion logam adalah 3.5: 1, disuntikkan ke larutan, sehingga larutan biru gelap diperoleh;

6. Larutan ini dipanaskan dalam penangas minyak pada suhu 120 °C untuk mendapatkan viskositas yang tepat setelah 10 jam. Pada pemanasan lebih lanjut hingga 200 ° C, larutan viskos diubah menjadi massa seperti busa hitam;

7. Massa yang diperoleh dikeringkan pada suhu 300 °C untuk menghilangkan air dan kotoran organik, dan akhirnya diubah menjadi  bubuk precursor;

8. Bubuk prekursor dikalsinasi pada kisaran suhu 800

 – 

830 °C (TCalc);

9. Setelah kalsinasi, bubuk digiling dan ditekan menjadi pelet di bawah tekanan 5 t / cm2;

(29)

10. Pelet disinter pada suhu antara 840 °C - 860 °C (TSint) selama 100 jam di atmosfer, untuk mempelajari peran kalsinasi dan suhu sintering pada superkonduktor keramik Bi-2223.

11. Sampel yang direalisasikan pada beberapa TCalc dan TSint di karakterisasi dan dilakukan analisis lebih lenjut.

3.3 Diagram Alir

(30)

Preparasi sampel

(Pb(NO3)2, Sr(NO3)2,

Ca(NO3)2 · 4H2O

Cu(NO3)2 · 3H2O)

Bi(NO3)3 · 5H2O

Larutan prekusor biru muda Ditambahkan EDTA Bubuk Prekursor Dikalsinasi Pellet Disinter Analisis Pellet Larutan pH 6-7 Ditambahkan Etilen Glikol

Larutan Biru Gelap

Larutan Dipanaskan dan dikeringkan

(31)

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Fasa

Gambar 10. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada temperatur yang berbeda

selama 24 jam

Gambar 10 menunjukkan pola XRD bubuk prekursor dikalsinasi di TCalc = 800,

810, 820 dan 830 °C selama 24 jam. Dari grafik, jelas bahwa fase utama dalam semua sampel adalah 2212. Bubuk dikalsinasi pada 800 ° C terdiri dari Bi-2212 sebagai fase utama dan Bi-2201, Ca2PbO4, CuO, Sr 14Cu24O41, Ca2CuO3 dan

SrCO3  sebagai fase minor. Ketika suhu meningkat, jumlah Ca2PbO4  dan

Sr 14Cu24O41 menurun dan Sr 14Cu24O41  tidak terdeteksi pada 820 °C dan 830 °C.

Di atas 820 °C, Ca2PbO4  terdekomposisi menjadi CaO dan cairan Pb-kaya dan

kemudian Ca2CuO3  terbentuk oleh reaksi dari CaO danCuO. Oleh karena itu,

 jumlah Ca2CuO3  tertinggi diamati pada sampel yang dikalsinasi pada 830 °C.

(32)

dengan bertambahnya suhu kalsinasi dan Bi-2212, Ca2CuO3  dan CuO hadir

sebagai fase utama. Sehingga pertumbuhan fase Bi-2223 dapat teramati, dengan meningkatkan suhu, puncak menjadi tajam dan sempit, menandakan peningkatan kristalinitas.

Gambar 11.Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 820 °C dan disinter

 pada temperatur yang berbeda selama 100 jam

Seperti ditunjukkan pada Gambar 11, serbuk yang dikalsinasi pada 820°C dan

disinter pada 840, 850 dan 860°C selama 100 jam menunjukkan kehadiran fase Bi-2223 pada Tc tinggi dengan Bi-2212 yang sangat kecil dan Bi -2201 puncak. Selain itu, perubahan yang jelas dalam ketajaman puncak diamati dengan meningkatkan suhu sintering 840-850°C. Seperti yang terlihat pada Tabel 2,

fraksi volume fase Bi-2223 awalnya meningkat dengan suhu hingga 850°C dan kemudian mulai menurun dengan meningkatnya suhu hingga 860°C. Tampaknya suhu sintering optimum untuk sampel yang dikalsinasi pada 820°C, untuk mendapatkan fraksi volume yang tinggi dari Bi-2223 adalah 850°C.

(33)

Tabel 2. Nilai Tc ditentukan dari pengukuran M-T, parameter kisi dan volume sel

satuan untuk semua sampel (x = 0,0-0,2).

Sampel  f (2223)  f (2212) Tc  (K) intraganular transisi Tcj  (K) interganular transisi Suhu kalsinasi (°C) Suhu sintering (°C) 820 840 ~82,1 ~11,8 107,6 98,5 850 ~89,2 ~5,7 110,9 -860 ~78,3 ~14,7 105,75 96,4 830 840 ~81,6 ~12,5 106,8 97,4 850 77,4 ~18,4 104,6 96,1 860 73,7 ~20,8 103,5 94,2

Gambar 12. Pola XRD dari Bi-2223 dikalsinasi pada 830°C dan disinter

(34)

Seperti ditunjukkan pada Gambar 12, serbuk yang dikalsinasi pada 830°C dan

disinter pada 840, 850 dan 860°C selama 100 jam mengungkapkan fase utama yang terbentuk adalah Bi-2223, dengan sangat sedikit Bi-2212 dan Bi-2201  puncak. Fraksi volume fase Bi-2223 dalam sampel yang dikalsinasi pada 830°C

lebih rendah daripada yang dikalsinasi pada 820°C. Akibatnya, suhu kalsinasi sekitar 820°C lebih efektif dari 830°C untuk pembentukan Bi-2223 (Jiang, et.al.,

1999). Akibatnya, nampaknya temperatur nukleasi fase Bi-2223 hanya sekitar 820°C. Hasil sampel yang dikalsinasi pada 810 dan 830°C menunjukkan bahwa  pembentukan Bi-2223 terjadi dalam rentang temperatur yang sempit.

4.2 Analisis Mikrostruktur

Gambar 13. Gambar FESEM dari sampel yang dikalsinasi pada a) 820 dan

 b) 830°C selama 24 jam

Gambar 13  menunjukkan efek TCalc pada morfologi butir beberapa sampel.

Dapat diketahui bahwa ukuran butir Bi-2212 sedikit lebih besar untuk sampel yang dikalsinasi pada suhu yang lebih tinggi. Menurut spektrum XRD, kedua sampel ini memiliki komposisi fase yang sama setelah kalsinasi. Oleh karena itu, fraksi volume yang lebih tinggi dari Bi-2223 setelah sintering dalam sampel yang dikalsinasi pada 820°C menunjukkan bahwa ukuran butir optimal dan suhu

(35)

kalsinasi (820°C) diperlukan untuk pembentukan fase Bi-2223 yang tepat. Di sisi lain, ukuran butir optimal meningkatkan reaktivitas dan pengaruh, mempengaruhi  pembentukan fase Bi-2223.

Gambar 14. Gambar FESEM dari Bi-2223 dipanaskan pada temperatur yang

 berbeda.

Gambar 14  menunjukkan gambar FESEM dari permukaan retak dari sampel

yang dibuat pada kondisi yang berbeda. Secara umum, semua sampel menunjukkan morfologi seperti piring yang menonjol, yang merupakan mikro khas Bi-2223 superkonduktor. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 14a  bahwa

(36)

 butiran-butiran tumbuh dengan bentuk tidak beraturan dengan orientasi acak, hal ini menunjukkan kondisi tersebut tidak sesuai untuk penyebaran kation logam dan membentuk fase Bi2223 murni. Seperti ditunjukkan pada Gambar 14c, sampel

yang dikalsinasi pada 820°C dan disinter pada 860°C terdiri dari butiran besar yang tidak saling berhubungan dengan baik. Selain itu, tanda-tanda meleleh sebagian dan beberapa void diamati. Gambar 14b menunjukkan bahwa morfologi

yang khas meningkat dalam kondisi yang tepat. Secara lebih rinci, sampel Bi-2223820850 memiliki ukuran butir rata-rata seperti piring terbesar dengan morfologi

 permukaan yang paling halus. Selain itu, konektivitas terbaik antara butir superkonduktor dan morfologi yang paling tinggi diamati dalam kondisi ini. Jika membandingkan Gambar 14b  dan 14d, jelas bahwa ukuran butir meningkat

ketika suhu kalsinasi meningkat. Namun, konektivitas antara butiran menurun. Pengamatan ini sesuai dengan sejumlah besar Bi-2223 yang dibentuk untuk sampel Bi-2223820850, yang menggunakan Ca2PbO4 untuk pembentukannya.

Gambar 15.Pemetaan distribusi unsur untuk Bi-2223820850.

Komposisi kimia dari sampel dikonfirmasi dengan EDX, menunjukkan kemurnian tinggi fase Bi-2223. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15, butir-butir seperti

(37)

dari Bi, Pb, Sr, Ca, Cu dan Oksigen. Oleh karena itu, Hasil EDS mengungkapkan  bahwa fase Bi-2223 adalah elemen stoikiometri dan pengotor tidak diamati.

4.3 Sifat Magnetik

Gambar 16. Ketergantungan suhu kerentanan untuk sampel disinter pada

suhu yang berbeda di bidang terapan 10 Oe. a) sampel dikalsinasi pada 820°C dan b) sampel dikalsinasi pada 830°C.

Gambar 16

menunjukkan kerentanan magnetik DC (χdc (T)) sebagai fungsi suhu

untuk semua sampel di kedua bidang didinginkan (FC) dan nol bidang didinginkan (ZFC) kondisi di bawah lapangan terapan 10 Oe.Perbandingan

Gambar 16a  dan 16b  menunjukkan efek simultan dari kalsinasi dan suhu

sintering, yang merupakan salah satu hasil utama dari pekerjaan ini. Untuk sampel yang dikalsinasi pada 830°C, Tc terbaik dan magnetisasi negatif terbesar

diperoleh untuk sintering yang lebih rendah (TSint = 840°C), meskipun χZFC =

−1 tidak pernah diperoleh untuk sampel ini. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

 bahwa sampel ini terdiri dari butir superkonduktor yang tertanam dalam matriks non-superkonduktor. Selain itu, dengan meningkatnya TSint, kerentanan magnetik

(38)

meningkat dan didekati keχ = 0. Seperti yang diamati, penyimpangan dari kasus

ideal (χ = −1) meluas, menunjukkan pembentukan lebih banyak superkonduktor

suhu rendah dan fase non-superkonduktor. Hasilnya sesuai dengan pola XRD dan  pengamatan FESEM yang dibahas sebelumnya, yang menunjukkan bahwa nilai

Tc terbaik untuk sampel yang dikalsinasi pada 820 °C adalah 109 K dan untuk sampel yang dikalsinasi pada 830 °C adalah 105,2 K. Sampel yang disebutkan memiliki fraksi tertinggi dari Bi -2223 fase bersama dengan konektivitas butiran terbaik.

Gambar 17. Kurva histeresis magnetik yang diperoleh untuk sampel yang

disinter pada suhu yang berbeda di bidang terapan 10 Oe pada 10 K. a) sampel dikalsinasi pada 820°C dan b) sampel dikalsinasi pada 830°C.

Gambar 17menunjukkan loop histeresis magnetik antara lapangan diterapkan

dari ± 2 T, untuk semua sampel, pada 10 K. Hal ini dapat dilihat dengan jelas  bahwa suhu sintering dan kalsinasi menyebabkan perubahan besar pada bentuk dan lebar histeresis magnetik. Untuk TCalc = 820°C, ditunjukkan pada Gambar 17a, nilai magnetisasi dan lebar loop histeresis meningkat ketika suhu sintering

(39)

lebih tinggi (860°C).Perilaku yang berbeda terlihat untuk sampel yang direalisasikan dengan TCalc = 830°C. Dalam hal ini, nilai magnetisasi dan lebar loop histeresis menurun secara signifikan karena suhu sintering meningkat karena fase superkonduktor suhu rendah.

Gambar 18. Kerapatan arus kritis sampel yang disinter pada temperatur yang

 berbeda pada 10K. a) sampel dikalsinasi pada 820 °C b) sampel dikalsinasi pada 830 °C. Inset menunjukkan ketergantungan medan dari kepadatan penjepit fluks Fp.

Gambar 18  menunjukkan Jc granular intra-butiran untuk mempelajari sampel,

sebagai fungsi medan magnet, pada 10 K, yang diperoleh dari loop histeresis.  Nilai Jc intra-granular menurun dengan peningkatan medan magnet untuk semua

sampel, yang merupakan perilaku khas dalam bahan superkonduktor Tc tinggi. Perhatikan bahwa, Jc dalam sistem BSCCO bergantung pada suhu kalsinasi dan sintering, stoikiometri oksigen, doping / substitusi, struktur butir, dll (Sharma,

et.al.,2013; Ozkurt, 2013). Nilai Jc intra-granular yang lebih tinggi untuk sampel

yang dikalsinasi pada 820°C dan disinter pada temperatur yang berbeda, dibandingkan dengan sampel yang dikalsinasi pada 830°C, adalah hasil dari  peningkatan struktur butir dan adanya fase sekunder atau ketidakmurnian. Jc

(40)

dan parameter lain yang dinyatakan sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 18a dan b, nilai Jc optimum terjadi pada ~ 0,1 T, menunjukkan bahwa

ini adalah medan magnet penetrasi pertama. Dengan meningkatkan medan magnet, konfigurasi flux magnetik dihancurkan karena pergerakan vortis (Murai,

et.al.,2005).

Gambar 19 menunjukkan kepadatan gaya pemberian yang diberikan oleh FP = Jc

× B untuk semua sampel pada 10 K. Untuk sampel yang dikalsinasi pada 820°C, gaya pinning maksimum (FP-maks) dan medan magnet maksimum (Hmax) milik sampel Bi-2223820850. Hmax adalah bidang di mana FP mencapai maksimumnya.

Untuk sampel yang dikalsinasi pada 830°C, terjadi penurunan substansial pada FP-maks ketika suhu sinternig meningkat. Selain itu, nilai Hmax cenderung

menurun, menyiratkan penurunan flux dengan suhu sintering, yang

(41)

Gambar 19. Kekuatan penambatan yang dinormalkan sebagai fungsi dari

 bidang yang dinormalisasi untuk semua sampel. Garis  berwarna (biru), padat (merah) dan putus-putus (hijau) mewakili kurva teoritis yang diberikan oleh Persamaan. (4) -(6) masing-masing.

Gambar 19

menunjukkan kurva skala ƒ

-b untuk semua sampel. Pada medan

magnet rendah, plot tersebar dan terletak di antara permukaan pinning dan pining titik normal dan pada bidang yang lebih tinggi, titik data sampel terletak di antara

titik pinning normal dan Δκ pi

nning. Bentuk

keseluruhan ƒp (b) untuk semua

sampel sesuaidengan model penyematan titik normal, dan permukaan butir yang  berorientasi baik bertindak sebagai pusat penyemat di bidang rendah. Hasil

menunjukkan bahwa penyalaan titik normal adalah mekanisme penyemat utama dalam sampel meskipun tidak dapat sepenuhnya menjelaskan data kami.

(42)

Tabel 3. Perbandingan sifat superkonduktor dalam berbagai penyelidikan di

Bi-2223.

Sampel Metode Sintesis Tc(K) Jc(105A/cm2) Ref.

Bi-2223 Sol Gel 110,9 12,94 Present Work

Bi-2223 Glass Ceramic - 6,96 (Kizilaslan, et.al.,

2015)

Bi-2223 Solid State 113 5,5 (Ozkurt, 2014)

Bi-2223 Solid State 112 0,45 (Turk,et.al., 2014)

Bi-2223 Solid State 110,63 - (Pakdil, et.al.,

2016)

Bi-2223 Sol Gel 103 - (Tampieri, et.al.,

2000)

Bi-2223 Glass Ceramic 62 1,29 (Aksan, et.al.,

2016)

Tabel 3  menunjukkan perbandingan antara hasil yang ditunjukkan dalam karya

ini dan nilai-nilai Tc dan Jc yang dilaporkan dalam literatur untuk sampel Bi2223. Dari tabel ini, dapat disimpulkan bahwa sampel superkonduktor Bi-2223 disintesis oleh sol gel dalam pekerjaan ini menunjukkan nilai-nilai dari Tc dan Jc yang sebanding dengan yang terbaik dari literatur.

(43)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tersebut, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengamatan pola XRD mengungkapkan bahwa jumlah Bi2212 meningkat dengan suhu kalsinasi dan Bi-2212, Ca2CuO3 dan CuO hadir sebagai fase

utama. Pembentukan pahses disebutkan menjanjikan untuk pertumbuhan fase Bi-2223. Dengan meningkatkan suhu, puncak menjadi tajam dan sempit, menandakan peningkatan kristalinitas.

2. Pengamatan Mikrostruktur menggunakan FESEM mengungkapkan  bahwaukuran butir meningkat ketika suhu kalsinasi meningkat. Namun, konektivitas antara biji-bijian menurun. Pengamatan ini sesuai dengan sejumlah besar Bi-2223 yang dibentuk untuk sampel Bi-2223820850.

3.  Nilai-nilai Tc dan Jc tertinggi berhubungan dengan sampel Bi-2223820850.Loophysteresis magnetik yang diperoleh untuk sampel ini

memiliki luas permukaan tertinggi, dan dengan meningkatnya suhu kalsinasi, loop menjadi lebih sempit.

4. Pada sampel Bi-2223820850,gaya pinning maksimum (FP-maks) dan medan

magnet maksimum (Hmax) diperoleh pada suhu kalsinasi 820°C, sedangkan sampel yang dikalsinasi pada 830°C, terjadi penurunan substansial pada FP-maks ketika suhu sinternig meningkat.

5. suhu kalsinasi 820 ° C dan suhu sintering 850 ° C adalah kondisi optimum  perlakuan panas untuk memperoleh sifat superkonduktor terbaik.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Aksan, M. A., and O. K. G. K. 2016. Effect Of The Er-Substitution On Critical Current Density In Glass-Ceramic Bi2Sr 2Ca2Cu3−Xerxo10+Δ  Superconducting System. Ceramics International.PP. 15072

 – 

15076.http://dx.doi.org/

10.1016/j.ceramint.2016.06.171.

Andes Joko Susilo. 2005.  Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus  Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi  –   2223 Dengan Menggunakan  Metode Self-Fluks. Skripsi. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Jember).

Arani, H. F., S. Baghshahi, A. Seghi, D. Stornaiuolo, and F. Tafuri.2018. The Influence Of Heat Treatment on the Microstructure, Flux Pinning, and Magnetic Properties Of Bulk BSCCO Samples Prepared by Sol-Gel Route.

Ceramics International.  PP: 5209-5218.

http://doi.org/10.1016/j.ceramint.2017.12.128.

Chasanah, R. 2006. Sintesis Superkonduktor Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Dengan Metode Sol-Gel . Serpong. Tanggerang

Chen, Y.L., and R. Stevens. 1992. 2223 Phase Formation In Bi (Pb)-Sr-Ca-Cu-O: I, The Role Of Chemical Composition. Journal Ceramic Society. PP. 1142

 – 

1149.

Chen, F.H., H.S. Koo, and T.Y. Tseng. 1991. Effect Of Ca2PbO4 Additions On

The Formation Of The 110 K Phase In Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O Superconducting Ceramics.  Application Physics. PP. 637

 – 

639.

http://dx.doi.org/10.1063/1.104553.

Chu, S., Michael E, dan Mc Henry. 1997. Growth and Characterization of (Bi,Pb)2Sr2Ca2Cu3Ox single crystal . Department of Materials Science and

Engineering, Carnegie Mellon University. Pittsburgh Pennsylvania.

Costa, A., Ferreira, F.M., Rasekh, N.M., Fernandes, S., Torres, A.J.S., Madre. M.A., Diez, M.A. Sotelo, J.C. 2015. Very Large Superconducting Currents Induced By Growth Tailoring. Crystal Growth.PP. 2094-2101.

http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-1997.

Cyrot M, Pavuna D, 1992.  Introduction to Superconductivity and High-Tc  Materials. World Scientific. Singapore.

Danks, A. E., S.R. Hall, and Z. SchnePP.. 2016. The Evolution Of

Sol

 – 

Gel

Chemistry As A Technique For Materials Synthesis.  Material Horiz . PP.

(45)

Darsono, N., D.-H. Yoon, and K. Raju. 2016. Effects Of The Sintering Conditions On The Structural Phase Evolution And Tc Of Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O7 Prepared Using The Citrate Sol

 – 

Gel Method. Journal Superconductors.PP.

1491

 – 

1497, http://dx.doi.org/10.1007/s10948-016-3459-5.

Evi Yufita dan Nurmalita. 2016. The Effect of Sintering Time on Surface  Morfology of Pb-Doped Bi-2223 Oxides Superconductors Prepared by the Solid State Reaction Methods at 840 oC . Journal of Aceh Physics Society

(JAcPS), Vol. 5, No. 1 PP.. 1-5

Garnier, V., I. Monot, and G. Desgardin. 2000. Optimization Of Calcination Conditions On The Bi-2223 Kinetic Formation And Grain Size.

Superconductors Science Technology. PP. 602

 – 

611.

(doi:S0953-2048)(00)(10206-4).

Garnier, V., I. Monot-Laffez, and G. Desgardin. 2001. Optimization Of Sintering Conditions On The Bi-2223 Formation And Grain Size.  Material Science and Engineering. B Solid-State Material Advisement Technology.PP. 48

 – 

54.http://dx.doi.org/10.1016/S0921-5107(00)00665-6.

Ghattas, A., M. Annabi, M. Zouaoui, F. Ben Azzouz, and M. Ben Salem,. 2008. Flux Pinning By Al-Based Nano Particles Embedded In Polycrystalline (Bi, Pb)-2223 Superconductors.  Physics C: Superconductors Applications.PP.

31

 – 

38. http://dx.doi.org/10.1016/j.physc.2007.10.006.

Henry,Widodo. 2010. Nanokristalisasi Superkonduktor Bi2SrCa2Cu3O10+x dan  Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3O10+6 dengan Metode Kopresipitasi dan  Pencampuran Basah. Vol. 28 . Pusat Penelitian Fisika

 – 

  LIPI, Komplek

LIPI - Jl. Cisitu Sangkuriang 21/154D Bandung, Indonesia.

J. G. Bednorz, K. A. Mueller (1986). Possible high TC superconductivity in the  Ba-La-Cu-O system. Zeitschrift fÄr Physik B 64 (2): 189Å193.

BibcodeÄ1986ZPhyB..64..189B. doi:10.1007/BF01303701.

Jiang, J., Abell, J.S. 1999.  Effects of  precursor powder calcination on critical current density and microstructure of Bi-2223/Agtapes. Supercond.

Sci.Technol.10;678

 – 

685.

Khurana, A. 1989. Physics Today. No. 13. P. 914.

Kirom dan Ramdlan, M. 2001. Pengaruh penambahan fluks B2O3 dalam sintesa bahan superkonduktor BPSCCO-2223 fase murni. Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Telekomunikasi Vol. 5 No.2. Hal 25-28.

Kizilaslan,O., Kirat, G., Aksan,M.A. 2015. Magnetic relaxation behavior in the  Bi2Sr2Ca2Cu3−xMoxO10+δ system fabricated by glass-ceramic technique. J.

(46)

Lehndroff, B. R. 2001.  High-Tc Superconductors for Magnet and Energy Technology. Springer-Verlag. Berlin.

Lusiana. 2013.  Proses Pembuatan Material Superkonduktor Bscco Dengan  Metoda Padatan.ISSN 0216-3188.Hal. 73-82.

Majewski, PJ., Stefanie, K., Fritz, A. 1997.  Fundamental material aspects underlyng the preparation of high-temperature superconducting (Bi,Pb)2+xSr2Ca2Cu3O10+d ceramics. Journal of the American Ceramic

Society Vol. 80 Issue 5. PP. 1174-1180.

Marhaendrajaya, I. 2001. Eksperimen pembentukan kristal BPSCCO-2223 dengan metode lelehan. Jurnal Berkala Fisika Vol. 4 No.2 April 2001. PP. 33-40.

Murai, K., Õ. Jun, Y. Fujii, J. Shaver, G. Kozlowski. 2005. Magnetic flux pinning and flux jumps in polycrystalline MgB2. Cryog. (Guildf.). 45; 415

 – 

420,

http://dx.doi. org/10.1016/j.cryogenics.2005.03.001.

Murakami ,M., N. Sakai, D.N. Matthews, H. Takaichi, N. Koshizuka, and S.

Tanaka.1993. Flux Pinning and Application of Melt Processed YBCO.

 Advanced Materials.Vol. 19A.

Özkurt, B. 2013. Enhancement in superconducting transition temperature and Jc values in Na-doped Bi2Sr2Ca1Cu2-xNaxOy superconductors. J. Mater. Sci.

Mater. Electron. 24 ;2426

 – 

2431.

Ozkurt, B. 2014. Improvement Of The Critical Current Density In Bi-2223 Ceramics By Sodium- Silver Co-Doping.  Journal Materials Science  Materials Electron.PP. 3295

 – 

3300.

http://dx.doi.org/10.1007/s10854-014-2017-9.

Ozcelik, N., O. Nane, A. Sotelo, H. Amaveda, and M.A. Madre. 2017. Effect Of  Na Substitution And Ag Addition On The Superconducting Properties Of Bi-2212 Textured Materials.  Journal Material Science and Material  Electron. PP. 6278

 – 

6283.

Pakdil, M., Bekiroglu, E., Oz, M., Saritekin, N.K., dan Yildirim,G. 2016. Role of  preparation conditions of 2223 ceramic materials and optimization of Bi-2223 phase in bulk materials with experimental and statistical approaches.

J. Alloy. Compd. 673 ;205

 – 

214.

P. Monthoux, A. V. Balatsky, and D. Pines (1992). Weak-coupling theory of high-temperature superconductivity in the antiferromagnetically correlated coPP.er oxides. Physical Review B 46 (22): 14803Å14817.

Pradhana1,Cahya I.G,dkk. 2016.  Pengaruh Variasi Temperatur Sintering Terhadap Struktur Kristal Superkonduktor Y0.5La0.5Ba2Cu3O7- δ. Buletin

(47)

Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali Indonesia 80361.

Qureshi, A.H., Arshad, M., Masud, K., Saeed, A.2005.  A Comparative study of  EDTA-gel derived BSCCO and Pb-BSCCO systems by thermoanalytical and  X-ray diffraction techniques, J. Therm. Anal. Calorim. 81; 363

 – 

367,

Rachmawati, Auliati. 2009. Pengaruh Substitusi Sb pada Bi Terhadap Struktur  Kristal dan Efek Meissner Dalam Sintesis Superkonduktor

Bi-Pb-Sr-CaCu-O Menggunakan Metode Padatan. Skripsi S-1 Fisika FMIPA UNS.

Rehman, M. Anis-ur., and M. Mubeen 2012. Synthesis And Enhancement Of

Current Density Incerium Doped Bi(Pb)Sr(Ba)−2223 High Tc

Superconductor. Synthesis Method . PP. 1769

 – 

1774.

http://dx.doi.org/10.1016/j.synthmet.2012.03.006.

Rooser, H.P, F. Hetfleisch, F.M. Huber, M.F. von Schoenermark, M. StePP.er, A. Moritz, A.S. Nikoghosyan. 2008. Correlation between oxygen excess density and critical transition temperature in superconducting 2201, Bi-2212 and Bi-2223. Department of Microwave and Telecommunication.

Armenia.

S. Chakravarthy, A. SudbÜ, P. W. Anderson, S. Strong (1993).  Interlayer Tunneling and Gap Anisotropy in High-Temperature Superconductors.

Science 261 (5119): 337Å 340. Bibcode Ä1993 Sci...261..337C. doi:10.1126/science.261.5119.337. PMIDÄ17836845.

S. Tanaka.1987. Jpn. J. APP.l. Phys. 26 ;L203.

Santoso, H.2006. Variasi Suhu Kalsinasi dan Sintering Pada Sintesis Superkonduktor Bi-2223 Tanpa Dopping Pb. [Skripsi]. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Safran, S., H. Ozturk, F. Bulut, and O. Ozturk. 2017. The Influence Of Re-Pelletization And Heat Treatment On Physical, Superconducting, Magnetic And Micro-Mechanical Properties Of Bulk BSCCO Samples Prepared By Ammonium Nitrate Precipitation Method. Ceramics International.PP. 1

 – 

7.

Sharma, D., Kumar, R., Awana, V.P.S.2013. DC and AC susceptibility study of  sol- gel synthesized Bi2Sr2CaCu2O8+ δ superconductor . Ceram. Int. 39;

1143

 – 

1152.

Smith, W. F. 1990. Principles Of Materials Science And Engineering. Second  Edition. McGraw-Hill Book Co. Singapore. Saxena, A.K. 2010.  High

Temperature Superconductors. Springer -Verlag. Berlin.

Strobel, P., Toledano, J. C., Morin, D., Schneck, J., Vaquir, G., Monnereau, O., Primot, J. and Fournier, T. 1992.  Phase diagram of the system

(48)

 Bi1,6Pb0,4Sr2CanCun+1O6+n between 825 

̊C and 1100 ̊C . Journal Physic

C 201: Superconductivity. PP. 27-42.

Sukirman, E., W.A. Adi, D.S. Winatapura, dan G.C. Sulungbudi. 2003. Review kegiatan litbang superkonduktor Tc tinggi di P3IB-BATAN. Jurnal Sains Materi Indonesia Vol. 4 No. 2. Hal 30-39.

Suprihatin. 2002. Sintesis superkonduktor Bi-2212 dengan kehadiran KCl. Tesis. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Suprihatin. 2008.  Pengaruh Variasi Suhu Sintering Dalam Sintesis Superkonduktor Bi-2212 Dengan Doping Pb (BPSCCO) Pada Suhu  Kalsinasi 970ºC.  Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Universitas

Lampung.

Tampieri, A., Celotti, G., Lesca, S., Bezzi, G., La Torretta, T.M.G.,dan Magnani, G.2000. Bi ( Pb)Sr-Ca-Cu-O ( 2223) superconductor prepared by improved  sol-gel technique. J. Eur. Ceram. Soc. 20 ;119

 – 

126.

T. Sekitani, Y. H. Matsuda, S. Ikeda, K. Uchida, F. Herlach, N. Miura, K. Nakao, T. Izumi, S. Tajima, M. Murakami, S. Hoshi, T. Koyama and Y. Shiohara.2003. Physica C  .392; 116.

Turk,N., H. Gündo

ǧ

mu

ş

, M. Akyol, Z.D. Yakinci, A. Ekicibil, and B. Özçelik. 2014. Effect Of Tungsten (W) Substitution On The Physical Properties Of Bi-(2223) Superconductors.  Journal Superconductors.

http://dx.doi.org/10.1007/s10948-013-2351-9.

Wang, W.L., Lv, Y.F., Peng, J.P, Ding, H., Wang, L., He, K., Ji, S.H., Zhong, R., Schneeloch, J., Gu, G.D., Song, C.L., M, X.C., Xue, Q.K. 2015. MaPP.ing The Electronic Structure Of Each Ingredient Oxide Layer Of High-Tc Cuprate Superconductor Bi2Sr 2CaCu2O8+Δ.  Physics Rev.

http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevLett.115.237002.

Wang, W.L, Y.-F. Lv, J.-P. Peng, H. Ding, Y. Wang, L. Wang, K. He, S.-H. Ji,R. Zhong, J. Schneeloch, G.-D. Gu, C.-L. Song, X.-C. Ma, and Q.-K. Xue. 2015. MaPP.ing The Electronic Structure Of Each Ingredient Oxide Layer Of High-Tc Cuprate Superconductor Bi2Sr 2CaCu2O8+Δ.  Physics Rev.

http://dx.doi.org/10.1103/PhysRevLett.115.237002.

Widodo, Henry. 2009.  Nanokristalisasi Superkonduktor Bi2Sr2Ca2Cu3O10+d dan Bi1,6Pb0,4Sr2Ca2Cu3O10+ddengan Metode Kopresipitasi dan  Pencampuran Basa. P.130.

Wu, M.K., J.R. Ashburn, C.J. Torng,P.11.Hor, R.L. Meng,L. Gao,Z.J. Huang,Y.Q.Wang,and C.W.Chu. 1987.Superconductivity at 92 K in a New

Gambar

Gambar 1. Fluks magnet pada jangkauan medan kritis (Widodo, 2009) Keadaan  bahan  superkonduktor  tipe  II  berdasarkan  Gambar  1,  ketika  H  &lt;  Hc 1
Gambar 2. Skema permukaan superkonduktor (a) d-wave dan (b) s- wave
Gambar 3. Diagram fase superkonduktor system BSCCO (Strobel et al  ., 1992) Pada Gambar  3 , terdapat lima daerah pembentukan fase 2223, yaitu daerah fase Bi-2212+Bi-2223+L1,  daerah  fase  Bi-2223+(Sr,Ca) 2 CuO 3 +CuO  dan  daerah  fase Bi-2212+Bi-2223
Gambar  4. Struktur  kristalsistem  BSCCO  (a)  2201,  (b)  2212  dan  (c) 2223(Lehndroff, 2001).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun beberapa menit kemudian orang tua kita memanggil “JAKKKKA!!!!”, sekalipun tidak ada perubahan/pena mbahan kata lain, namun dari intonasi yang dipergunakan kali ini kita

Hipotesis 2.2.1: Pengaruh laba akuntansi terhadap harga saham lebih besar pada perusahaan yang memiliki pertumbuhan tinggi dibanding dengan perusahaan yang memiliki pertumbuhan

Sebaliknya pada model tahap 1 dan 2 memiliki konstanta regresi bernilai negatif yang lebih kecil dibandingkan dengan model tahap ke-3 dimana hal ini dapat diartikan bahwa

Ciri khas dari pembelajaran aktif strategi card sort ini adalah siswa mencari bahan sendiri atau materi yang sesuai dengan kategori kelompok yang diperolehnya

Dari table 4.4 terlihat bahwa saran yang diberikan sistem adalah pelepasan beban pada bus 13 dan 11.Setelah saran diikuti dan dilakukan pelepasan beban pada bus 13 dan

Berdasarkan data yang didapat setelah melakukan serangkaian pengujian produksi nano partikel arang bambu dengan menggunakan 2 juta siklus dan dengan menggunakan variasi

molle seringkali ditemukan berada dalam kumpulan yang padat, dapat tumbuh lebih panjang 3 cm dan tuniknya memiliki beberapa prototipe warna dari putih hingga hijau tua dan

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul