• Tidak ada hasil yang ditemukan

Journal Asia Pasifik UTS 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Journal Asia Pasifik UTS 2013"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

J U R N A L

IMPLIKASI KEBIJAKAN EKONOMI CHINA

TERHADAP PERTUMBUHAN ASIA TENGGARA

Disusun oleh :

Alfian Nurdiansyah

NIM. 10320006

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

(2)

Implikasi Kebijakan Ekonomi China terhadap Pertumbuhan Asia

Tenggara

Abstract

Tema artikel ini adalah Implikasi Kebijakan Ekonomi China terhadap Pertumbuhan Asia

Tenggara. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia serta tekanan akibat

pertumbuhan ekonomi China yang terus berlanjut telah mendorong ASEAN untuk lebih

mengutamakan stabilitas ekonomi domestik dan pertumbuhan ekonomi daripada

ancaman keamanan eksternal. Keterlibatan aktif China dalam program monitoring serta

bantuan jangka panjang menunjukkan niat baik China mencegah terulangnya krisis

serupa di Asia Tenggara masa mendatang. Menyadari semakin meningkatnya

keterkaitan antar negara, khususnya keterpurukan ekonomi akan berdampak negatif

terhadap negara terdekat maka negara-negara ASEAN menyepakati pentingnya

memperluas kerjasama dengan negara-negara Asia Timur salah satunya China. Alhasil,

kebijakan perdagangan bebas / Free Trade Area pun ditempuh oleh ASEAN dan China

dalam China - ASEAN Free Trade Area / CAFTA. Artikel ini mencoba menganalisis

apakah kebijakan ekonomi China dalam CAFTA ini memberikan pertumbuhan ekonomi

yang signifikan bagi Asia Tenggara.

(3)

Pendahuluan

Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia serta tekanan akibat pertumbuhan ekonomi

China yang terus berlanjut telah mendorong ASEAN untuk lebih mengutamakan

stabilitas ekonomi domestik dan pertumbuhan ekonomi daripada ancaman keamanan

eksternal. Sejak akhir 90’an kekhawatiran negara-negara kekhawatiran negara-negara

Asia Tenggara pada umumnya berkaitan dengan dampak pertumbuhan ekonomi China

yang mengancam negara di kawasan Asia Tenggara. Untuk mengurangi kekhawatiran

tersebut secara aktif China berusaha mengajukan berbagai proposal1 untuk memenuhi

kebutuhan negara-negara ASEAN akan stabilitas finansial, perdagangan dan investasi

dengan dalih merupakan kebutuhan nasional China pula untuk mempererat hubungan

ekonomi dengan ASEAN serta untuk memperkuat perekonomian negara-negara Asia

Tenggara. Dengan menekankan hasil yang saling menguntungkan, China menerapkan

kebijakan guna mengurangi kekhawatiran regional dengan meyakinkan dan

membangkitkan optimisme di kalangan pemimpin ASEAN bahwa China yang semakin

kuat terbukti dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan di Asia

Tenggara, sekaligus dapat pula mengurangi rasa ketidakpercayaan yang timbul di

dalamnya.

Namun demikian, apakah negara-negara Asia Tenggara dapat memperoleh keuntungan

dari kesempatan itu atau tidak, dengan menemukan peluang pasar atau meningkatkan

1 Salah satu proposal yang dinilai sangat penting yaitu proposal oleh Beijing untuk mengembangkan

sebuah ASEAN-China Free Trade Area / dikenal CAFTA yang diabadikan dalam kerangka perjanjian kerjasama ekonomi yang lebih komprehensif (Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation) dan seiring berjalannya waktu PRC menandatangani ASEAN Treaty of Amity and Cooperation (Haacke, Jurgen (2002) ‘Seeking Influence: China’s Diplomacy Toward ASEAN After the Asian Crisis’, Asian Perspective, 26:4: 13-52, diakses dari http://eprints.lse.ac.uk/17077/1/Nationalism_and_Multilateralism_in_Chinese_

(4)

daya saing perdagangan serta peluang investasi tergantung sepenuhnya kepada kebijakan

perekonomian ASEAN sendiri. Keberadaan China – ASEAN Free Trade Agreement /

CAFTA menjalankan perdagangan bebas dimulai pada awal tahun 2010. Secara berkala,

barang ekspor China dipastikan terus membanjiri kawasan Asia Tenggara termasuk

Indonesia. Tulisan ini mencoba menganalisis bagaimana kebijakan ekonomi China di

Asia Tenggara dengan relevansi kesiapan Indonesia dalam menempuh CAFTA tersebut.

Hubungan Politik Luar Negeri China dan Asia Tenggara

Asia Tenggara merupakan daerah periferal China yang amat vital dari sudut keamanan

tradisional dan era reformasi ekonomi. Banyaknya contoh historis invasi kekuatan dari

wilayah periferal China menyusul runtuhnya beberapa dinasti dan internal chaos telah

menimbulkan ketakutan yang mendalam, meskipun secara tradisional terfokus kepada

kekuatan asing di utara dan barat. Dengan kedatangan armada laut Eropa pada abad

ke-19, menjadikan Asia Tenggara sebagai pangkalan strategis bagi kekuatan asing yang akan

menginvasi China. Dari perspektif China, Amerika Serikat dan Uni Soviet keduanya

menggunakan wilayah Asia Tenggara sebagai komponen penting dalam rencananya

untuk mengepung China selama era Perang Dingin. Adanya ancaman instabilitas di

wilayah perbatasannya menjadikan para pimpinan Republik China (China) merasakan

kebutuhan untuk merespon secara militer, walaupun harus mengorbankan kepentingan

modernisasi ekonominya. Setelah jatuhnya Uni Soviet dan terpaksa hengkang dari Asia

Tenggara, China berusaha untuk memelihara hubungan baik dengan wilayah tersebut dan

menghilangkan setiap insentif bagi wilayah yang bersangkutan yang dapat mengundang

kembali kekuatan utama untuk membebtuk koalisi anti-China. Adanya hubungan yang

(5)

Tenggara akan membantu stabilitas lingkungan keamanan wilayah periferal China dan

memungkinkan China untuk fokus kepada pembangunan ekonomi selama “periode

kesempatan strategis” pada awal abad ke-21.2

Dengan potensi kekayaan sumber daya, investasi dan perdagangannya, Asia Tenggara

merupakan dan akan selalu menjadi penggerak penting dari modernisasi ekonomi China.

Kebijakan regional China terhadap stabilitas Asia Tenggara juga sangat penting karena

mayoritas perdagangan China, termasuk impor minyak bumi (BBM) melalui perairan

Asia Tenggara. China berharap meningkatnya interaksi ekonomi dengan kawasan Asia

Tenggara dapat membantu pertumbuhan di provinsi barat daya China seperti Yunnan,

Guangxi yang tertinggal secara ekonomi.

2 Michael A. Glosny, “Heading toward a Win-Win Future? Recent Developments in China’s Policy

(6)

Beberapa tahun terakhir beberapa analis berpendapat bahwa politik luar negeri China

terlampau fokus pada hubungannya dengan Amerika Serikat, serta menyarankan untuk

memberikan perhatian lebih kepada upaya untuk meningkatkan hubungan dengan

negara-negara periferal China dan negara-negara-negara-negara Asia Timur lainnya. Langkah yang paling

efektif guna menghadapi tekanan asing adalah dengan membangun “lingkaran kerja sama

politik” dengan negara-negara periferal seperti negara-negara Asia Tenggara, yang akan

memperkuat posisi China di kawasan3.

Hubungan China dengan Asia Tenggara terdapat dua perspektif: Pertama, dari sudut

pandang negara tetangga di Asia Tenggara terdapat beban historis yang perlu

ditanggulangi bersama. Kedua, batas geografis Vietnam, Laos, dan Myanmar di bagian

barat daya dan selatan China, serta hubungan yang tidak pernah terputus antara China dan

Thailand di bidang perdagangan dan diplomasi sulit untuk diabaikan dalam waktu yang

cukup lama. Sebagian negara Asia Tenggara yang berbatasan langsung dengan China

serta memiliki sumber daya dan kemampuan interaksi internasional yang terbatas dan

sangat tergantung pada China dalam bidang ekonomi, seperti Myanmar, Kamboja dan

Laos akan menjalin hubungan dengan China seperti pada era prakolonial. Sementara

Vietnam yang memiliki sejarah perjuangan kemerdekaan yang panjang, termasuk dalam

melawan dominasi China dan lebih memilih keleluasaan untuk bergerak. Thailand akan

mengikuti gaya diplomasi klasiknya yang mengikuti situasi yang menguntungkan bagi

dirinya tanpa kehilangan interdependensinya. Berbagai upaya untuk membina hubungan

menemui berbagai kendala selama dekade ini namun tidak pernah terputus.

3 Shofi, Ratna, dkk.2011. “Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN: Sebuah Potret Kerja Sama”,

(7)

Reformasi ekonomi telah mengantar China dari revolusi kebudayaan serta pemerintahan

yang otoriter menjadi kekuatan ekonomi baru dunia melalui prinsip ekonomi pasar yang

diterapkan Deng Xiaoping.4 Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pemerintah China

mengambil kebijakan “liberalisasi terbatas” di bidang ekonomi dan meningkatkan

hubungan dengan negara-negara maju (open door policy) untuk memperoleh modal dan

teknologi, serta berupaya menciptakan lingkungan yang damai di kawasan tetangganya,

termasuk ASEAN.5 Dengan melaksanakan kebijakan tersebut, para pemimpin China

bermaksud menjadikan China sebagai negara sosialis yang modern, kuat serta sejahtera

pada masa mendatang.6

Bangkitnya ekonomi China sekarang lebih dipandang sebagai peluang ketimbang

ancaman, ditambah dengan kebijakan luar negerinya yang semakin pragmatis, liberalisasi

ekonomi sambil mempertahankan dominasi partai komunis dan sekaligus mencerminkan

kemampuan China melancarkan diplomasi yang bisa meyakinkan tetangganya. Dengan

pertumbuhan ekonominya yang cepat China telah menjadi negara maju dengan revolusi

industri keduanya. Hubungan-hubungan ekonomi denggan rekan dagangnya selalu

surplus. Pendapatan Kotor Nasional per kapita mencapai 1,740 dolar AS. China juga

memangkas suku bunga secara ofensif di mana tahun 2006, suku bunganya hanya 0,27

persen.7 Negara-negara ASEAN menaruh harapan pertumbuhan ekonomi China yang

4China melakukan modernisasi pembangunan dengan cara merangkul kelompok yang berbeda sejak Deng

Xiaoping membacakan buah pikirannya dalam pidato utama di Pleno Ketiga Sidang Komite Sentral Kesebelas Partai Komunis China (PKC), 13 Desember 1978. Modernisasi Pembangunan tersebut meliputi bidang-bidang: pertanian, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertahanan. Dalam rangka memantapkan pelaksanaan kebijakan modernisasi, kaum reformis di bawah Deng Xiaoping secara bertahap memperkuat kedudukannya dengan menggeser kedudukan kaum konservatif.

5 China’s_Relations_with_ASEAN_Partners_in_the_21st_Century.pdf, diakses dari

http://unpan1.un.org/ pada 5 April 2013 pukul 19.11 WIB

6 David Shambaugh, “Power Shift: The Rise of China and Asia’s New Dynamics”, University of

California Press, 2005, 1-3

(8)

pesat, didukung oleh jumlah penduduk 1,3 miliar bisa menjadi engine of growth bagi

kawasan Asia. Pertumbuhan China akan menarik wilayah sekitarnya untuk ikut tumbuh.

Masuknya China ke WTO menjadi faktor tambahan dalam menarik investasi asing,

ekonomi China yang kuat diyakini akan meningkatkan kemampuan investasinya di luar

negeri, diperkuat dengan kebijakan pemerintahnya yang mendorong

perusahaan-perusahaan China untuk berinvestasi di luar negeri.

Hubungan formal ASEAN-China dimulai pada tahun 1991. Kedua pihak telah melakukan

banyak hal untuk mengisi dan mempererat hubungan di kawasan ini. Hubungan

ASEAN-China menyentuh berbagai bidang, mulai dari politik, keamanan, ekonomi, perdagangan,

dan sosial budaya. Banyak keberhasilan telah diraih, namun demikian masih banyak pula

hal yang memerlukan perhatian lebih lanjut. Hubungan ekonomi negara-negara ASEAN

dan China yang semakin erat turut mengubah iklim politik-keamanan di antara keduanya

menuju situasi yang semakin baik ketika China masih dalam tahap konsolidasi kekuatan

ekonomi dan militernya. Pertumbuhan ekonomi China terutama adalah hasil dorongan

dari dalam negeri yang bisa menjadi kekuatan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi di

wilayah ASEAN. Sebenarnya China tidak hanya sebagai lokomotif bagi perkembangan

ekonomi regional, tetapi juga mempengaruhi perkembangan dunia termasuk

perkembangan kawasan. Pembentukan perdagangan bebas (FTA) dapat digunakan juga

sebagai benteng pertahanan terhadap kemungkinan munculnya sikap agresif dan

militeristik China terhadap kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan. Dengan

demikian, perilaku China masih perlu diperhatikan, khususnya dalam kaitannya dengan

bidang keamanan.8

8 Dewi Fortuna Anwar, “Implikasi Politik-Keamanan ASEAN-China Free Trade Area”, dalam

(9)

Perkembangan penting lainnya adalah kesediaan China untuk menandatangani Treaty of

Amity and Cooperation (TAC)9, yang dianggap sebagai pengakuan China terhadap code

of conduct dan merupakan salah satu tonggak terpenting kerjasama ASEAN. Tanpa

terlalu banyak mempermasalahkan isi dan implikasinya, China menandatangani TAC

pada pertemuan puncak dengan ASEAN di Bali pada 2003. Walaupun ASEAN tidak

memiliki mekanisme ataupun kemampuan untuk memastikan bahwa setiap pihak yang

menandatangani TAC akan selalu menaati prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya,

kesediaan China untuk menjadi bagian dari TAC merupakan bagian dari terapan

confidence building measures (CBM) yang cukup penting dan efektif dalam

menghilangkan sebagian kekhawatiran ASEAN atas niat baik China.

Di samping itu, telah ditandatanginya Memorandum of Understanding (MoU) on

Cooperation in the Field of Non-Traditional Security Issues dalam kerja sama

ASEAN-China pada tahun 2004. Berbagai kesepakatan tersebut diharapkan dapat memperkuat

stabilitas kawasan sehingga memungkinkan pembangunan dilajutkan demi kesejahteraan

masyarakat ASEAN dan sekitarnya. Kerja sama ASEAN dipererat lagi dengan

mengadakan peringatan lima belas tahun ASEAN-China pada KTT Nanning tahun 2006

bertema “Tahun Persahabatan dan Kerjasama” (Year of Friendship and Cooperation

between ASEAN and China). Di bawah tema ini telah diselenggarakan beberapa kali

pertemuan dalam bentuk lecture series, yang dilakukan secara bergantian, baik di China

maupun negara-negara ASEAN. Selain pertemuan puncak antara para pemimpin ASEAN

9 Nationalism_and_Multilateralism_in_Chinese_Foreign_Policy(LSERO).pdf, diakses dari

(10)

dan China, KTT Nanning juga diisi dengan ASEAN-China Expo dan ASEAN-China

Bussiness Investment Summit.10

Pada dasarnya ASEAN dituntut lebih aktif di dalam menentukan arah kerjasama yang

saling menguntungkan. Hal-hal yang ingin dicapai antara lain yaitu memperbesar akses

pasar bagi ASEAN, meningkatkan investasi di kawasan, mempermudah perdagangan

jasa, dan mempersempit development gap guna mempercepat integrasi regional.

Kebijakan Ekonomi China dan Pertumbuhan Asia Tenggara

Tata politik dan ekonomi regional di Asia Timur telah mengalami transformasi yang

cukup signifikan sejak berakhirnya Perang Dingin. Satu hal yang sangat penting adalah

tumbuhnya pengaruh China di kawasan ini. Pertumbuhan ekonominya yang tetap tinggi

dan tidak terpengaruh dampak krisis yang menimpa Asia pada 1997 menjadikan China

sebagai motor penggerak di Asia Timur saat Jepang mulai menurun kekuatannya.

Kondisi ini tercipta tidak hanya karena pertumbuhan ekonomi China yang pesat rata-rata

9 persen pertahun, tetapi juga didukung berbagai faktor eksternal, antara lain

melemahnya kekuatan ekonomi Jepang akibat resesi panjang, hancurnya perekonomian

beberapa negara Asia akibat krisis ekonomi 1997-1998 yang sebelumnya tumbuh pesat,

beralihnya konsentrasi politik dan militer Amerika pada perang melawan terorisme dan

tantangan dari Korea Utara dalam masalah pengembangan nuklir serta dampak krisis

global dewasa ini. Semua elemen ini mendukung berkembangnya pengaruh China di

kawasan Asia Timur.11

10 J. Yu-Shek Cheng, “The ASEAN-China Free Trade Area: Genesis and Implications” Australian

Journal of International Affairs, Vol.58, no., 2004: hal.257-275

11 Yasmin Sungkar, “ASEAN-China FTA: Komitmen dan Implikasi Ekonomi”, dalam Ratna Shofi

(11)

Gambar 1

Map of China and Southeast Asia

Pada saat krisis moneter terjadi di Asia, kondisi China sarat dengan korupsi dan

kapitalisme perkoncoan namun tidak terseret ke dalam krisis. Pada saat negara Asia lain

dipaksa menaikkan suku bunga dalam situasi krisis, China tetap bisa bebas menurunkan

suku bunganya tanpa harus cemas mata uangnya akan terdevaluasi, meskipun negara ini

menerapkan sistem nilai tukar tetap (fixed). Hal ini disebabkan karena mata uang yuan

tidak konvertibel, akibat diterapkannya kebijakan pengendalian nilai tukar mata uang.

Memang prosedur kerja yang diterapkan dalam pengendalian nilai tukar tersebut dapat

kecolongan dan membuka peluang terjadinya korupsi. Namun, tidak menghalangi China

(12)

membangun kembali perekonomian Asia. Sampai saat ini sustainability dari proses

reformasi ekonomi China tampak berjalan dengan lancar dan cukup berhasil. Yang

menarik bahwa proses reformasi ekonomi China dapat dilaksanakan tanpa mengubah

sistem politiknya.12

Para analis menyadari potensi China untuk tumbuh dengan menoleh pada pasar

domestiknya yang luas, sumber daya manusia yang melimpah, standar teknologi yang

relatif tinggi untuk negara berkembang, dan prospektif menarik menarik modal asing

khususnya yang berasal dari orang-orang China perantauan. Setelah negara ini lebih

terbuka, investasi berdatangan dari seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan seperti Oracle,

Microsoft, IBM, Intel mendirikan pusat-pusat riset di China dengan menggunakan teknisi

China untuk pengembangan produk jangka panjang. Dalam bidang teknologi, tidak dapat

dipungkiri bahwa China tergolong lebih maju dibandingkan dengan negara Asia lainnya.

China juga mengklaim sebagai pemimpin di bidang tertentu seperti digital media,

voice-recognition dan voice-synthetis technology.13

Guna mewujudkan tekadnya untuk memperkuat perekonomiannya, China lebih

berkepentingan menjalin hubungan yang lebih erat dengan ASEAN. Tahun 2000 GDP

China sebesar GDP China sebesar 1,08 triliun dolar AS, terpaut jauh dari Jepang yang

mencapai 4,14 triliun dolar AS (tahun 2001) dan Amerika Serikat 8,35 triliun dolar AS

(tahun 1999). Tetapi China bersemangat membuat target bahwa dalam 20 tahun ke depan

GDP-nya akan mampu menyamai Jepang, menjadi sekitar lima triliun dolar AS.

Pertumbuhan 8-9 persen per tahun selama ini adalah salah satu bukti tekadnya di dalam

12 Afadlal, dkk.2011. “Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN: Sebuah Potret Kerja Sama”, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, hal.133

(13)

mewujudkan target GDP yang dikehendaki. Untuk itu berbagai berbagai kebijakan dan

cara ditempuh China di dalam mengantisipasi berbagai faktor eksternal maupun internal.

Faktor eksternal, China menjalin hubungan bersahabat dengan negara-negara lain.14

Dengan ASEAN, China bersikap lunak dan bersahabat. Pada 1994 China menjadi mitra

dalam ASEAN Regional Forum (ARF), dan sejak 1996 menjadi mitra dialog ASEAN.

Sedangkan faktor internalnya: Para pemimpin China mentransformasikan modal,

kesempatan untuk mendorong elit dan masyarakatnya bersikap produktif dan

mengerjakan berbagai hal dalam standar internasional. Karenanya berbagai acara dan

events internasional digelar di China seperti Asian Games tahun 2003, Olimpiade tahun

2008 dan Pameran Dunia tahun 2010. Rakyat China memperkuat diri dengan bekerja

keras. Akibatnya negeri ini bagaikan pabrik raksasa karena semua orang mau dan

berusaha untuk bekerja keras memproduksi barang. Kini China adalah negara paling

produktif di seluruh dunia, dan hasilnya dapat dilihat di pasaran dunia, di samping itu

desain dan harga dibuat menarik sehingga prosuk-produk China bisa bersaing dengan

produk negara-negara lain.15 Barang-barang dari China membanjiri negara-negara di

seluruh dunia termasuk Indonesia. Di setiap sudut pasar Indonesia, produk China berani

bersaing karena murah, seperti sepeda motor, AC, tekstil, dan mebel. Kini banyak

pengusaha dalam negeri Indonesia terancam serbuan barang-barang dari China.16

14 Basis kebijakan hubungan luar negeri China adalah lima prinsip hidup berdampingan secara damai

seperti terkandung dalam konferensi Asia Afrika 1955, hubungan diplomatik secara internasional China selalu memegang prinsip ini. Sebetulnya prinsip hubungan luar negeri sama dengan Indonesia yaitu bebas dan aktif dan mengutamakan perdamaian.” Dari hasil wawancara Mr Tan Weiwen, Councellor for Trade and Commerce, Kedutaan Besar Republik Rakyat China, di Jakarta, 29 Juni 2006. Diambil dari Afadlal, dkk.2011. “Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN: Sebuah Potret Kerja Sama”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.134

15 Dharmawan, Bagus, 2006. “Cermin dari China; Geliat Sang Naga di Era Globalisasi”. Jakarta:

PT. Kompas Media Nusantara

(14)

Pembangunan pesat China menjanjikan keuntungan karena pasti membutuhkan bahan

baku dan energi dari negara-negara ASEAN. Selain pasar bahan baku, China juga

merupakan pasar potensial bagi produk-produk dari ASEAN.17 Namun, kebutuhan nyata

untuk menopang integrasi ekonomi dan perdagangan bebas tampaknya belum sejelas dan

sekuat seperti kebutuhan riil China. Sebagai produsen bahan baku dan energi negara

ASEAN akan diuntungkan, tetapii sebagai produsen barang-barang manufaktur, China

akan lebih diuntungkan daripada ASEAN.

Bagaimana negara-negara ASEAN menangkap peluang dari China? Negara-negara

ASEAN sudah lama mengidealkan integrasi ekonomi dan perdagangan bebas sebagai alat

untuk meningkatkan daya saing yang merupakan tuntutan bagi terwujudnya pertumbuhan

ekonomi, untuk mengurangi kemiskinan dan mewujudkan pembangunan yang setara dan

inklusif di dalam ASEAN dan dengan negara-negara mitra. Total nilai ekspor yang

menggunakan fasilitas CEPT sebagai skema penurunan bea masuk AFTA (2007) di

Thailand dan Malaysia adalah senilai 11,8 miliar dolar Amerika. Porsinya mencapai 25,7

persen dari total ekspor (kecuali Singapura yang sejak awal tidak dikenai bea masuk

selain sebagian produk alkohol termasuk item-item yang bertarif nol berdasarkan dengan

MFN sebagai mitra ekspor), merupakan nilai tertinggi sejak 1998.18

Ekspor tujuan China oleh Thailand dan Malaysia dengan fasilitas FTA ASEAN-China

adalah senilai 3,4 miliar dolar Amerika, yaitu mencapai 10,8 persen dari total nilai ekspor

tujuan China dari kedua negara. Dalam perdagangan komoditi pertanian dan perikanan,

17

Development_of_China-ASEAN_Trade_and_Economic_Relations_From_Regional_Perspective,pdf, diakses dari http://www.eaber.org/sites/default/files/documents/IAPS_Zhao_2007_02.pdf, pada 5 April 2013 pukul 20.13 WIB

(15)

ASEAN-China FTA banyak yang dimanfaatkan. Porsi ASEAN dalam impor China untuk

produk pertanian dan perikanan meningkat menjadi 18,1 persen pada 2007, dari sebesar

13,9 persen pada saat sebelum berlakunya FTA pada 2003. Begitu juga impor Thailand

dari China juga meningkat menjadi 11,0 persen dari 7,8 persen, sementara Malaysia

meningkat menjadi 19,5 persen dari 14,8 persen.19

ASEAN – China FTA

Krisis finansial Asia yang menimpa Thailand pada 1997 dan menyebar ke seluruh

wilayah Asia Tenggara menunjukkan bahwa langkah awal ke arah pembentukan ASEAN

FTA belum mampu melindungi negara-negara kawasan terhadap bahaya akibat fluktuasi

nilai tukar dan tingkat suku bunga perbankan yang diakibatkan oleh arus globalisasi.

Bantuan jangka pendek China yang diberikan selama krisis finansial menunjukkan

peranan yang konstruktif guna menolong Asia Tenggara untuk menghadapi krisis

tersebut. Keterlibatan aktif China dalam program monitoring serta bantuan jangka

panjang menunjukkan niat baik China guna mencegah terulangnya krisis serupa di masa

mendatang. Bantuan serta kontribusi China yang diberikan oleh IMF mamupun pinjaman

dan bantuan bilateral telah melampaui ekspektasi negara-negara ASEAN. Penghargaan

mereka semakin bertambah atas sikap penolakan China untuk mendevaluasi mata

uangnya yaitu yuan yang dapat mencegah berlanjutnya gelombang devaluasi yang dapat

menyebabkan kerugian lebih besar terhadap ASEAN. Para pejabat China ingin

menunjukkan hal tersebut sebagai suatu tindakan yang bertanggung jawab dan tidak

mementingkan diri sendiri untuk kebaikan pihak lain, meskipun upayanya untuk

mencegah terjadinya krisis finasial yang lebih buruk merupakan kepentingan mereka pula

19 Shofi, Ratna, dkk.2011. “Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN: Sebuah Potret Kerja Sama”,

(16)

karena akan merugikan perekonomian China, sebagaimana komentar Sekjen ASEAN saat

itu, Rudolfo Severino, “China is really emerging from this smeeling good”.20

Walaupun China menentang dibangunnya Asian Monetary Fund pada 1997 karena

dibentuk atas inisiatif Jepang dan karena China secara relatif terlindung dari serangan

spekulatif, akan tetapi negara-negara di Asia Tenggara secara aktif mendukungnya

karena dianggap dapat melindungi Asia terhadap ancaman krisis di masa mendatang.

Meskipun hasilnya masih relatif terhadap lingkupnya, partisipasi aktif China guna

mengubah arsitektur finansial regional telah membantu memperdalam hubungan China

ASEAN dan menunjukkan bahwa China tidak hanya berkeinginan untuk mengambil

tindakan jangka pendek untuk membantu perekonomian ASEAN, tetapi juga bekerja

untuk mendesain ulang arsitektur ekonomi regional guna lebih melindungi ASEAN

terhadap ancaman eksternal di masa depan.

Menyadari semakin meningkatnya keterkaitan antarnegara, khususnya keterpurukan

ekonomi akan berdampak negatif terhadap negara terdekat maka negara-negara ASEAN

menyepakati pentingnya memperluas kerja sama dengan negara-negara di Asia Timur

seperti Jepang, Korea Selatan dan China dalam ASEAN Plus Three (+3). Pertemuan

ASEAN+3 yang pertama, diselenggarakan pada Desember 1997 di Kuala Lumpur,

meliputi banyak diskusi masalah-masalah finansial dan moneter. Pertemuan tahunan itu

mengawali pembentukan ASEAN Plus Three Surveillance Process dan ASEAN Plus

Three Warning System, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan monitoring dan

sharing informasi regional guna mengurangi risiko krisis di masa depan.

20 Michael A. Glosny, “Heading toward a Win-Win Future? Recent Developments in China’s Policy

(17)

Hambatan tarif di kawasan Asia Pasifik dimana terbangun jaringan produksi perusahaan

China semakin tidak ada, sehingga pengembangan usaha dengan pertimbangan FTA

semakin penting.21 Kerja sama ASEAN-China FTA pertama kali dikemukakan oleh

Perdana Menteri China Zhu Rongji dalam ASEAN+3 Meeting di Singapura November

2000 dan pada ASEAN-China Economic Cooperation Meeting pada Agustus 2001.

Usulan serupa juga dikemukakan oleh pemerintah Singapura, sementara negara-negara

ASEAN lainnya menentang pembentukan ASEAN-China FTA tersebut. Mereka

cenderung lebih mendukung pembentukan FTA yang mencakup wilayah yang lebih luas

termasuk Jepang dan Korea Selatan. Namun kedua negara tersebut saat itu belum siap.

Pada 2001 China mengusulkan adanya perdagangan bebas antara ASEAN dan China.

Pada waktu itu China mengusulkan suatu kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area)

dengan ASEAN dalam konsep The China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA / ACFTA),

yang ditargetkan akan terwujud pada tahun 2010. Kesepakatan ACFTA ditandatangani

bersama pada KTT ASEAN di Vientiane, Laos tahun 2001. Apabila ACFTA dapat

diberlakukan dengan lancar, hambatan tarif dan non-tarif akan dicabut dari 6 negara

ASEAN (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand) pada 2010

dan dari negara CMLV (Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam) pada 2015.22

Hal ini merupakan seuatu perkembangan yang besar karena kedua wilayah tersebut

mencakup populasi penduduk sejumlah 1,7 miliar dengan GDP gabungan sebesar 2

triliun dolar AS. China merupakan mitra terbesar ke-6 bagi ASEAN di bidang

perdagangan dengan volume perdagangan sebesar 5 persen dari total perdagangan

21 China ASEAN Plus Three Cooperation” www.aseansec.org/16581.htm, diakses pada 5 April

2013 pukul 20.31 WIB

(18)

ASEAN. Sedangkan ASEAN merupakan mitra dagang terbesar ke-5 bagi China.23

Rencana ASEAN-China FTA diprioritaskan pada bidang-bidang pertanian, teknologi

informasi, pengembangan sumber daya manusia, investasi dan sub-region Sungai

Mekong.24 Setelah melalui enam tahap negosiasi, kesepuluh Kepala Negara ASEAN dan

China berhasil menandatangani kesepakatan di Phnom Penh pada Desember 2002 guna

melanjutkan program penurunan dan penghapusan tarif bea masuk yang dilaksanakan

dalam tiga tahap: 1) Early Harvest Program (EHP) yang telah dimulai 1 Januari 2004; 2)

Normal Track yang dimulai implementasi penurunan tarifnya pada 1 Juli 2005; 3)

Sensitive Track tahun 2012 tarif maksimun 20 persen serta Highly Sensitive Track tahun

2015 tarif maksimun 50 persen.25 Pada saat itu, tarif lebih dari 600 produk, terutama

pertanian meliputi 10 persen dari seluruh produk yang diperdagangkan diantara kedua

pihak telah diturunkan hingga 0 persen. Di dalam kerangka Agreement ASEAN-China

Comprehensive Economic Cooperation, China mengurangi tarif impor bagi produk

ASEAN beberapa tahun sebelum memberlakukan hal yang sama dan membuka pasar

mereka bagi produk ekspor China. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ASEAN

keuntungan ekspor terhadap terhadap produk China dan memberikan kesempatan bagi

produsen ASEAN agar lebih efisien dan produktif. Para pejabat ASEAN juga berharap

23 http://www.kabarbisnis.com/, diakses pada 5 April 2013 pukul 20.54 WIB

24 Mohammed Aslam, “Impact of ASEAN-China FTA on ASEAN Economies”, The Indonesian

Quarterly, vol xxxi, no.3, 2003, hal. 332-339

25 Dengan keuntungan kepada anggota WTO lainnya, ACFTA akan membantu menyingkirkan

(19)

China dapat menjadi importir utama bagi produk-produk ASEAN. Pada pertemuan

tersebut, mantan Sekjen ASEAN Rodolfo Severino menyatakan bahwa ASEAN-China

FTA akan memberikan dampak secara keseluruhan bagi kedua belah pihak. Apabila

liberalisasi perdagangan atas barang dan jasa yang direncanakan dapat terwujud tahun

2012, maka wilayah ini akan merupakan kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia

dengan perkiraan total perdagangan sebesar 1,23 triliun dolar AS.26

Lebih Lanjut, penghapusan hambatan perdagangan antara ASEAN dan China

sebagaimana yang diusulkan akan mampu menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi

ekonomi FTA serta mendorong ke arah spesialisasi produk yang lebih besar berdasarkan

atas keuntungan komparatif. Kegiatan perdagangan akan timbul apabila beberapa produk

domestik dari salah satu anggota FTA digantikan oleh produk impor yang lebih murah

dari anggota FTA lainnya. Hal ini akan menimbulkan pendapatan nyata dari kedua

kawasan pada saat sumber daya mengalir ke sektor-sektor di mana mereka dapat

digunakan secara lebih efisien dan produktif.

Perdagangan luar negeri merupakan faktor pendorong utama dari perkembangan ekonomi

China dan negara-negara ASEAN. Namun demikian ASEAN lebih tergantung kepada

sektor ekspor China. Dengan kenyataan tersebut jelas bahwa China berada di pihak yang

lebih diuntungkan dengan adanya ASEAN-China FTA karena ekspornya lebih besar

dibandingkan dengan ekspor ASEAN ke China. Lagipula dari sudut pandang

perdagangan internasional, terdapat persaingan yang ketat di antara China dan ASEAN

26 Ibid, lihat juga Pertumbuhan Perdagangan ASEAN-China dalam http://internasional.kompas.com/,

(20)

terutama dalam dua aspek yaitu: 1) aspek penetrasi pasar internasional dan 2) aspek

persaingan dalam produk.27

Perkembangan hubungan ASEAN-China dalam beberapa tahun belakangan ini bergerak

cepat terutama bila dibandingkan dengan sekitar 17 tahun yang lalu. Terkait dengan

pengembangan hubungan yang dilakukan oleh para pesaingnya seperti Amerika Serikat

dan Jepang dengan ASEAN oleh China sendiri berusaha untuk tidak meningkatkan

hubungannya dengan ASEAN terlalu cepat dan terlalu dalam, karena hal itu dapat

memberikan kesan bahwa China terlalu memaksakan kehendaknya.28

Persaingan perdagangan antara ASEAN dan China menunjukkan bahwa, negara-negara

ASEAN sangat khawatir bahwa dengan rendahnya ongkos produksi di China dan

kemungkinan meningkatnya efisiensi setelah bergabung dalam WTO, pasar domestik

mereka dibanjiri barang-barang murah produksi China dan mereka tidak akan mampu

bersaing dengan produk China di pasar lainnya. Kepedulian mereka terhadap terhadap

persaingan dagang sangatlah besar karena adanya overlap yang luas antara ekspor China

dan ASEAN, khususnya dalam produk manufaktur. Akhir-akhir ini ASEAN telah banyak

kehilangan pangsa pasar di Amerika Serikat dan Jepang. Meskipun Amerika Serikat dan

Uni Eropa menerapkan pembatasan kuota untuk memelihara pangsa pasa tekstil dan dan

pakaian ASEAN, namun negara-negara ASEAN tetap khawatir apabila pembatasan kuota

itu suatu saat dihapus, mereka akan kehilangan pangsa pasar yang lebih luar. Daripada

mencoba meyakinkan negara-negara ASEAN bahwa kekhawatiran tersebut tidak benar

adanya, para akademisi China lebih memilih mengakuinya secara terbuka akan hal itu,

dan para pimpinan China telah mengajukan kebijakan ekonomi yang ditujukan khusus

(21)

terhadap kekhawatiran ASEAN tersebut, guna memperbaiki situasi perekonomian

ASEAN dan menunjukkan bahwa pertumbuhan China tidak harus menjadi ancaman bagi

ASEAN.29

Pertumbuhan ekonomi China telah mendatangkan pertumbuhan yang sangat signifikan

dalam perdagangan bilateral China-ASEAN, serta pasar yang akan semakin berkembang

bagi produk-produk ASEAN. Tabel-1 menunjukkan kenaikan yang mencengangkan

dalam perdagangan bilateral, termasuk kenaikan 400 persen dalam total perdagangan

antara 1997 dan 2004. Meskipun perdagangan bilateral diawali dalam jumlah yang sangat

rendah, yakni sebesar 7,28 miliar dolar AS pada 1990, dan hanya meliputi sebagian kecil

dari total perdagangan China, namun kenaikan perdagangan bilateral itu telah

meningkatkan integrasi di antara kedua pihak serta memperlihatkan bahwa pertumbuhan

ekonomi China dapat membantu mendorong pertumbuhan perekonomian ASEAN.

TABEL 1

Perkembangan Total Perdagangan ASEAN-China

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Total perdagangan dlm $US bn

25,1 23,6 27,2 39,4 41,8 54,8 78,2 105,9

(%) (-5,9) (15,3) (44,9) (6,1) (31,1) (42,7) (35,4)

Sumber: International Monetary Fund, Direction of Trade Statistics Yearbook, 2005

(22)

Hubungan Ekonomi ASEAN-China dari perdagangan bilateral, mencapai 20,8 persen per

tahun dari 1990-2003. Di tahun 2001 angka itu adalah 30 persen, sedangkan di tahun

2003 ia mencapai 78,3 miliar dolar AS, suatu peningkatan sebesar 42,9 persen dari tahun

sebelumnya. Di tahun 2004 angka itu meningkat lagi melebihi 109,9 miliar dolar AS

dengan angka pertumbuhan sebesar hampir 40 persen. ASEAN menjadi mitra dagang

nomor empat terbesar di China, dan China merupakan mitra dagang ASEAN nomor

empat sesudah Uni Eropa 911,5%), Jepang (13,7%), dan Amerika Serikat (14%). Pangsa

China dalam total perdagangan ASEAN tumbuh dari 2,1 persen ditahun 1994 menjadi 7

persen di tahun 200330

Pada pertemuan ASEAN+3 di Vientianne, para pihak telah menandatangani beberapa

kesepakatan yang dilajutkan ke pertemuan ASEAN-China di Nusa Dua Bali Oktober

2003, dimana telah dijalin kemitraan yang strategis untuk mencapai perdamaian dan

kemakmuran bersama. Kesepakatan tersebut ditandai dengan ditandatanganinya

Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis untuk Perdamaian dan Kemakmuran

(Declaration on Strategic Partnership for Peace and Prosperity) oleh Perdana Menteri

China Wen Jiaobao dengan 10 negara anggota ASEAN. Dalam deklarasi disebutkan,

bidang politik: akan memperdalam pemahaman serta persahabatan antara rakyat ASEA

dan China, kedua pihak akan memainkan peran dialog dan mekanisme konsultasi pada

berbagai tingkatan.31 Di bidang ekonomi: perkuatan pasar dan jaminan momentum

pertumbuhan yang pesat pada hubungan ekonomi dan perdagangan ASEAN-China.

Selanjutnya, ASEAN-China Free Trade Zone menjadi tulang punggung kerja sama

30 Raul L. Cordenillo, The Economic Benefits to ASEAN of the ASEAN-China Free Trade Area

9ACFTA). 2005, Hal.45-50

31 Studies Unit, Bureau fo Economic Integration, ASEAN Secretariat, 18 Januari 2005 diambil

(23)

keduanya menuju 2010 yang kerja samanya di Vientianne, Laos tahun 2004. Proses

negosiasi ASEAN-China FTA terus bergulir hingga saat ini. Dalam kaitan ini, telah

ditandatangani perjanjian perdagangan barang (Trade in Goods/TIG Agreement)32 pada

KTT ASEAN-China Ke-8 bulan November 2004.

Tabel 2 menunjukkan total perdagangan antara China-ASEAN mengalami defisit bagi

ASEAN dengan nilai impor yang lebih besar dibanding ekspor ASEAN ke China

sepanjang kurun waktu 2004-2008. Defisit perdagangan tersebut semakin membesar dari

tahun ke tahun, dari sekitar 6 miliar sampai mencapai 22 miliar dolar AS pada 2008. Hal

(24)

itu mengindikasikan ketidakseimbangan potensi dalam berbagai bidang, seperti

pengelolaan sumber daya alam, manajemen dan teknologi produksi, di samping pula

adanya dukungan penuh Pemerintah China berupa insentif fiskal dan permodalan

terhadap pengembangan industri kecil dan menengah.

Dari proses penyusunan dan penandatanganan perjanjian tersebut, tampaknya China lebih

bersemangat dan berharap mendapat keuntungan dari perjanjian ASEAN-China. Dari

kenyataan tersebut terkesan bahwa ASEAN lebih bernilai strategis bagi China

dibandingkan dengan nilai strategis China bagi ASEAN. Namun, persaingan dalam

menarik modal merupakan kecemasan bagi negara-negara ASEAN, karena daya tarik

China jelas jauh lebih kuat bagi investor asing. Kekhawatiran ini mendapat tanggapan

positif dari China sehingga terbentuk zona perdagangan bebas (free trade zone) antara

China-ASEAN.

Penutup

ASEAN-China FTA menjalankan perdagangan bebas mulai awal tahun 2010. Barang

ekspor China dipastikan, akan lebih membanjiri di kawasan ini. Sepanjang krisis finansial

global, ekspor China terimbas karena pasar tempat mereka menjual barang tidak dapat

menyerap barang China. Hasilnya ekspor China turun 18,8 persen. Namun, pada 2009,

pangsa pasar produk China terus bertambah karena penjualan dari negara lain juga

menurun tajam. Produk ekspor China yang terus membanjiri negara lain mendapat

(25)

Eropa dan Jepang tidak luput dari membanjirnya produk China yang sangat murah. Tidak

ada negara yang bersaing dengan China karena barang-barangnya terlalu murah. China

telah membuat kebijakan yang tidak resmi tentang pematokan kurs yuan terhadap dolar

AS sejak 2008 untuk membuat produknya semakin kompetitif.

Pertumbuhan ekonomi China telah mendatangkan pertumbuhan yang sangat signifikan

dalam perdagangan bilateral China-ASEAN, serta pasar yang akan semakin berkembang

bagi produk-produk ASEAN. Tabel-1 menunjukkan kenaikan yang mencengangkan

dalam perdagangan bilateral, termasuk kenaikan 400 persen dalam total perdagangan

antara 1997 dan 2004. Meskipun perdagangan bilateral diawali dalam jumlah yang sangat

rendah, yakni sebesar 7,28 miliar dolar AS pada 1990, dan hanya meliputi sebagian kecil

dari total perdagangan China, namun kenaikan perdagangan bilateral itu telah

meningkatkan integrasi di antara kedua pihak serta memperlihatkan bahwa pertumbuhan

ekonomi China dapat membantu mendorong pertumbuhan perekonomian ASEAN.

Namun, persaingan perdagangan antara ASEAN dan China menunjukkan bahwa,

negara-negara ASEAN sangat khawatir bahwa dengan rendahnya ongkos produksi di China dan

kemungkinan meningkatnya efisiensi setelah bergabung dalam WTO, pasar domestik

mereka dibanjiri barang-barang murah produksi China dan mereka tidak akan mampu

bersaing dengan produk China di pasar lainnya. Daripada mencoba meyakinkan

negara-negara ASEAN bahwa kekhawatiran tersebut tidak benar adanya, para akademisi China

lebih memilih mengakuinya secara terbuka akan hal itu, dan para pimpinan China telah

mengajukan kebijakan ekonomi yang ditujukan khusus terhadap kekhawatiran ASEAN

tersebut, guna memperbaiki situasi perekonomian ASEAN dan menunjukkan bahwa

(26)

Dari proses penyusunan dan penandatanganan perjanjian tersebut, terlihat bahwa China

lebih bersemangat dan berharap mendapat keuntungan dari perjanjian ASEAN-China.

Dari kenyataan tersebut terkesan bahwa ASEAN lebih bernilai strategis bagi China

dibandingkan dengan nilai strategis China bagi ASEAN. Keuntungan dari perjanjian

ACFTA yang lebih menguntungkan China tersebut ditunjukkan terlihat jelas pada

Tabel-2.

DAFTAR PUSTAKA

Shofi, Ratna, dkk.2011. “Ekonomi Politik Kemitraan ASEAN: Sebuah Potret Kerja Sama”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dharmawan, Bagus, 2006. “Cermin dari China; Geliat Sang Naga di Era Globalisasi”. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara

Development_of_China_ASEAN_Trade_and_Economic_Relations_From_Regional_Per spective,pdf,

Nationalism_and_Multilateralism_in_Chinese_Foreign_Policy(LSERO).pdf

http://www.eaber.org/, diakses pada 5 April 2013

http://eprints.lse.ac.uk/ diakses pada pada tanggal 5 April 2013

(27)

Gambar

Gambar 1Map of China and Southeast Asia
TABEL 1Perkembangan Total Perdagangan ASEAN-China
Tabel 2 menunjukkan total perdagangan antara China-ASEAN mengalami defisit bagi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil akhir pada penelitian ini akan menggambarkan tentang kesuburan perairan dilihat dari sebaran variabilitas klorofil-a dan net primary productivity yang berguna

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Diagnosis Status Hara Menggunakan Analisis Daun untuk Menyusun Rekomendasi Pemupukan pada Tanaman Manggis ( Garcinia Mangostana L.)

[r]

Pemahaman Konsep Matematika dalam

Dengan demikian, usaha intelektual utama yang harus dipresentasikan ke dalam pemikiran tentang Islam atau tentang agama lainnya pada saat ini, adalah ditujukan untuk

Oleh karenanya konstitusi Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia sangat menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai

Sistem Informasi Dan Reservasi Warung Lesehan Delta Fishing Berbasis web Mobile adalah system informasi yang dibangun untuk mempermudah calon pemesan warung lesehan tanpa dating

Memberikan tanggapan dan saran sederhana terhadap suatu masalah dengan menggunakan kalimat yang runtut dan pilihan kata yang tepat..  Mendata masalah yang terjadi di sekitar