• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA EKSISTENSI DIRI DI DALAM KOMUNITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA EKSISTENSI DIRI DI DALAM KOMUNITAS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB Empat

DINAMIKA EKSISTENSI DIRI DI DALAM

KOMUNITAS

Pengantar

Proses penerimaan diri yang dilalui oleh seorang lesbian yang tergambar dari bab III diatas dapat menjadi sebuah dasar bagaimana seorang lesbian membangun eksistensi diri di dalam sebuah komunitas. Penerimaan diri seorang lesbian dalam penelitian ini juga tidak terlepas dari bagaimana komunitas berperan dalam mendorong individu lesbian untuk membangun eksistensi dirinya. Pola relasi yang terbangun di dalam komunitas menjadi sebuah proses penting dalam mendeskonstruksi nilai-nilai dominasi yang menghambat proses seorang lesbian. Termasuk nilai agama, budaya, sosial dan nilai lain yang dipahami sebagai sebuah landasan berpikir yang tidak universal. Bahwasanya lesbian adalah manusia yang sama dengan heteroseksual.

Komunitas memberikan begitu banyak proses belajar bersama pada setiap anggota kelompok, baik kelompok heteroseksual maupun lesbian. Nilai yang dibangun di dalam komunitas, seperti yang disampaikan oleh seorang pengurus, bahwa “ nilai humanislah yang dibawa dalam setiap proses dan relasi dengan komunitas, membangun rasa solidaritas antar individu juga menjadi kunci penting dalam proses penerimaan diri. Hal yang terpenting lainnya adalah bagaimana membangun rasa saling percaya antara sesama anggota kelompok dan pengurus. Dengan hal-hal tersebutlah maka tidak akan ada dehumanisasi antara setiap kelompok, baik lesbian maupun heteroseksual. Dari point-point penting itulah akan terjadi proses membangun sehingga akan muncul perasaan saling memahami antar

(2)

personal individu. Begitu banyak cara yang dapat dilakukan untuk membangun nilai dan makna antara individu maupun kelompok lesbian dan heteroseksual. Sehingga proses eksistensi diri di dalam komunitas akan bertahap terbangun.

Pada lembaga Effort penulis melihat bahwa kesatuan dan kebersamaan dibangun dengan dasar humanis. Tidak ada eksklusifitas yang ditunjukkan, karena yang ada adalah berbaurnya antara kelompok I (heteroseksual) dengan kelompok II (lesbian). Melihat dan memahami segala aktivitas yang dilakukan bersama kelompok, yang nampak adalah bagaimana masing-masing personal dalam komunitas menjadi support bagi setiap individu lesbian berproses dalam penerimaan diri. Bahwa proses penerimaan diri ini tidak lepas dari campur tangan pengurus Effort dan anggota kelompok baik yang heteroseksual maupun lesbian lainnya. Pengurus mencoba memahamkan diawal kepada kelompok heteroseksual bahwa lesbian adalah bagian dari kehidupan yang memiliki proses dan pilihan atas kehidupan masing-masing. Bahwa yang sama dari setiap orang adalah menjalani kehidupannya dengan dinamika yang berbeda dan setiap orang membutuhkan orang lain untuk terus berkembang dan menjalani kehidupannya dengan baik.

Effort mencoba membangun budaya bahwa setiap manusia memiliki dinamika masing-masing, dan menerima orang lain adalah bagian dari proses menghargai kehidupan yang luas ini. Penilaian bukanlah sebuah modal dasar yang penting dikomunitas, karena nilai hanyalah sebuah bangunan pemikiran yang belum tentu benar. Yang terpenting adalah proses bersama untuk menuju pada proses belajar dan memaknai kehidupan ini lebih baik. Yang selalu dikembangkan dalam komunitas adalah nilai-nilai humanis, selalu melihat anggota komunitas sebagai apa adanya manusia secara utuh, bukan pada sisi nilai material yang nampak di permukaan.

Jika kita melihat bagaimana kelompok lain, yang sebagian besar anggotanya adalah lesbian, dan kemudian kurang mengembangkan pemahaman, kesadaran diri yang kemudian berdampak pada sikap

(3)

eksklusif, hal ini kemungkinan besar akan membuat seorang lesbian kurang mampu beradaptasi dengan komunitas lain termasuk komunitas yang heteroseksual. Jika ingin dipahami sama, maka yang harus terus dilakukan adalah proses berdialog dengan heteroseksual untuk menunjukkan bahwa tidak ada yang begitu dominan dan berbeda dari heteroseksual dan lesbian. Ketika tidak saling memahami, baik proses lesbian memahami heteroseksual ataupun sebaliknya, maka setiap diri tidak akan mampu mencapai eksistensinya didalam komunitas yang ada di sekitarnya. Proses belajarlah yang menjadi satu hal penting untuk saling memahami, dan menghargai setiap dinamika dalam eksistensi masing-masing orang.

Bahwa eksistensi diri didalam komunitas itu memiliki proses masing-masing. Tidak ada yang bisa disamakan, bentuk, cara bahkan rumusan lainnya. Hanya saja memahami apa yang menjadi kebutuhan masing-masing individu dalam komunitas adalah prasyarat awal yang selalu komunitas coba untuk lakukan. Dengan demikian, support bagi masing-masing anggota mengalir secara natural dan individu lesbian akan merasa diterima, sehingga ada kepercayaan dalam dirinya di komunitas. Baik untuk berkembang dalam batin ataupun intelektual dan mampu menjadi individu yang dapat mencapai proses eksistensi diri, di komunitas dan di lingkungan sekitar.

Eksistensi Diri di Komunitas dalam Literatur

Eksistensi itu haruslah bercorak dinamis. Yang bereksistensi selalu dalam proses memenuhi eksistensinya atau eksistensi menunjukkan suatu proses menjadi secara dinamis (Margaretha, 2006 17). Kedinamisan eksistensi diri seorang lesbian di dalam komunitas, merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari proses penerimaan dan eksistensi diri. Ada dua hal yang mungkin terjadi dalam diri seorang lesbian, proses penerimaan dan eksitensi diri terbangun ketika menemukan sebuah komunitas yang mendukung untuk pencapaian proses tersebut. Dan yang kedua adalah seorang

(4)

lesbian mampu menerima dan mencapai eksistensi dirinya, dengan proses dialog diri sebelum bertemu atau bergabung dengan komunitas.

Sama halnya dengan proses penerimaan diri dan eksistensi diri, proses eksistensi diri lesbian di komunitas juga merupakan sebuah proses yang terus berkembang. Eksistensi diri di dalam komunitas bukanlah sebuah proses yang singkat, seseorang mungkin saja bisa membutuhkan waktu bertahun-tahun atau lebih dari itu untuk benar-benar memahami dirinya sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya di komunitas. Proses eksistensi ini tidak dapat berjalan dengan sendirinya, melainkan membutuhkan suasana yang membangun antara diri, anggota dan komunitas itu sendiri.

Proses benar-benar menjadi Aku adalah sebuah proses yang harus disadari oleh seorang lesbian. Menganalisis dan mengkritisi berbagai bentuk opresi yang dihadirkan untuk lesbian adalah salah satu hal penting, dengan hal tersebut akan memeunculkan sebuah tindakan kesadaran yang memposisikan dirinya dari “Aku” konstruksi masyarakat menjadi Aku yang benar-benar ada. Proses bersama dengan komunitas untuk terus belajar bersama tanpa dehumanisasi menjadi sebuah awal seorang lesbian mampu menjadi Aku atau dirinya sendiri. Memahamkan pada tiap individu yang belum memahami benar dirinya adalah sebuah proses awal yang dilakukan oleh koumunitas untuk mendorong setiap individu mencapai eksistensi dirinya. Capacity building yang terus dibangun, kesadaran kritis dan analisis sosial yang terus dikembangkan pada setiap individu akan membantu individu lesbian memahami bahwa eksitensi dirinya dan apa yang ada di dirinya adalah haknya. Memahami pilihannya, haknya, pembentukan diri, serta memahami bahwa diri sendirilah yang menentukan pilihan atas kehidupannya bukan hal yang mudah. Begitu kuat dominasi dan konstruksi yang berkembang dimasyarakat mengenai lesbian menjadi satu benteng yang membutuhkan waktu untuk melewatinya.

Pemahaman kata “seksualitas” menjadi urutan penting untuk memahami varian gender. Seksualitas adalah sebuah eksistensi yang didalamnya lengkap dengan urusan emosi, cinta, aktualisasi, ekspresi,

(5)

prespektif dan orientasi atas tubuh. Mengapa menjadi penting memahami kata seksualitas? Seksualitas banyak dipahami sebatas sexual activity dan tentu saja pemahaman ini telah mereduksi makna yang begitu luas dan utuh tentang eksistensi manusia (Widiawati, 2013:3). Apa yang ada di dalam Aku adalah hakku, dan Aku hanya membutuhkan apa yang ada di dalam Aku untuk sampai pada eksistensi diriku. Lesbian bukanlah selalu harus dititik beratkan pada aktivitas seksual saja, melainkan ketika lesbian bisa dipahami keberadaannya sebagai Aku, lesbian juga memiliki proses dalam dirinya untuk benar-benar menjadi manusia yang utuh. Ber-ada untuk menjadi Aku yang diinginkannya, bukan diinginkan orang lain.

“Hak” harus diberikan sebagai prioritas “kebaikan”. Dengan perkataan lain, keseluruhan sistem atas hak individu dibenarkan, karena hak ini menghasilkn bingkai kerja, yang merupakan dasar bagi kita untuk memilih apa yang terbaik bagi kita masing-masing, selama kita tidak merampas hak orang lain (Tong, 1998:16).

Mengugkap Eksistensi Diri di Komunitas

Mendeskripsikan bagaimana proses eksistensi diri lesbian didalam komunitas, penulis menggunkan studi kasus Kris dan Roh dalam setiap kegiatannya bersama dengan lembaga Effort. Proses pencapaian eksistensi di dalam komunitas haruslah upaya dari keduanya, yaitu individu dan komunitas. Dimana individu harus terus membangun dirinya dan kepercayaan penuh pada diri, terbuka untuk berproses bersama dengan komunitas, dan begitu juga sebaliknya. Yang menjadi amatan dalam pembahasan ini adalah Kris anggota kelompok 2 lesbian dan Roh anggota kelompok 1 heteroseksual, serta lembaga Effort sebagai lembaga dimana Kris dan Roh berproses bersama komunitas. Bagaimana ideologi yang dibangun, pola dialog, komunikasi, membangun ruang yang humanis, membangun capacity building hingga pada proses membangun kesadaran kritis bagi Kris dan Roh merupakan unit analisis dalam pembahasan ini. Dengan hal-hal

(6)

tersebut, maka akan dapat terlihat bagaimana proses yang dilalui Kris dan Roh dalam pencapaian eksistensi diri di komunitas.

Setiap kegiatan yang dilakukan bersama dengan komunitas, baik FGD reguler, pelatihan, informal meeting, diskusi publik dan yang lain adalah sebuah proses yang dilakukan bersama untuk terus membangun kelompok baik lesbian maupun heteroseksual. Kesadaran untuk terus belajar berproses dan memahami diri, hak serta pentingnya merefleksikan setiap apa yang telah dilalui menjadi penting dalam proses eksistensi diri di komunitas. Proses refleksi yang kemudian menghadirkan sebuah temuan, akan menjadi sumber belajar dan perkembangan diri didalam komunitas. Bahwa diri haruslah memahami dirinya sendiri, dan komunitas memberikan ruang untuk menjadi teman dan support dalam proses itu.

Proses lain yang ada di dalam eksistensi diri di komunitas adalah bagaimana ruang dialog, saling membebasakan, dan juga membangun antara individu harus tetap menjadi point penting. Karena di Effort menjalankan setiap kegiatannya bersama-sama yaitu dengan kelompok lesban dan heterosesksual, sehingga proses memahamkan keberagaman itu menjadi penting. Bahwa hidup adalah luas, beragam, setiap orang memiliki hak dan pilihannya, sehingga proses yang harus tetap dibangun adalah saling menghargai, tanpa memberikan penilaian. Menyadari bahwa setiap individu baik lesbian maupun heteroseskaul bergabung dengan Effort adalah untuk belajar dan memahami banyak hal, akan menjadikan proses yang bergulir antara individu menjadi sangat unik.

Pembahasan dalam Bab Empat ini berfokus pada bagaimana seorang lesbian membangun eksistensi diri di komunitas, proses yang dinamis. Proses yang dilakukan tidak hanya membangun dan berinteraksi dengan anggota kelompok baik lesbian maupun heteroseksual dan Effort, namun juga dialog dan refleksi atas begitu banyak hal dalam kehidupan. Sehingga proses-proses yang terus dijalani bersama tersebut dapat menjadi sebuah gambaran bagaimana eksistensi diri dibangun dan dipahami utuh oleh anggota kelompok

(7)

dan Effort. Proses yang saling terkait, karena tanpa adanya anggota kelompok dan lembaga Effort serta komunitas lain, eksistensi diri seorang lesbian di dalam komunitas akan lebih sulit untuk dibangun. Pada bab ini penulis akan membagi ke dalam tiga pembahasan. Pertama (1) deskripsi lembaga Effort, kedua (2) gambaran kegiatan Effort bersama kelompok lesbian dan heteroseksual, dan yang ketiga (3) adalah gambaran kegiatan kelompok 1 heteroseksual dan 2 lesbian.

Menggenal Effort

Deskripsi Lembaga Effort

Effort adalah sebuah lembaga yang memiliki kecintaan dan penghargaan yang tinggi terhadap manusia, tidak menawarkan sedikitpun domestikasi terhadap segala hal diberbagai lini kehidupan. Setiap orang berhak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, kebebasan berpikir, berpendapat, berkumpul dan berserikat, beragama, menikah dan tidak menikah, membentuk keluarga, lingkungan yang sehat dan aman, jaminan sosial, pekerjaan, perwujudan hak ekonomi, sosial dan budaya. Effort juga mempunyai Visi untuk terwujudnya masyarakat yang demokratis dengan menjunjung tinggi nilai-nilai humanis, egaliter, pluralis, gender justice, sosial justice dan environmentalist sebagai perwujudan dari tatanan kehidupan yang sarat dengan makna spiritualitas. Selain itu Effort juga memiliki misi untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dengan mempertajam spiritualitas, affeksi serta kognisi. Meningkatkan dan mendorong berbagai institusi yang ada untuk berperan dalam proses transformasi sosial. Mengembangkan pol research participatoris. Mengadakan media informasi (cetak, elektronik). Selain visi misi lembaga, pengurus di Effort juga memiliki visi misi tersendiri, yaitu membangun manusia secara utuh. Dan yang terpenting adalah mengabdi pada kemanusiaan. Salah satu pengurus menyatakan bahwa “Kita punya idelaisme, bahwa apa yang kita lakukan yang terpenting adalah untuk masyarakat”.

(8)

Gambaran umum kegiatan yang dilakukan dengan kelompok adalah seperti halnya FGD bulanan, yang diadakan bisa satu bulan sekali atau dua kali dalam satu bulan. Kemudian juga informal meeting dengan teman-teman komunitas. Selain itu ada kegiatan pelatihan yang diadakan satu tahun sekali bersama teman-teman kelompok, dan ada juga kampanye untuk beberapa hal. Tujuan dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh Effort bersama dengan komunitas adalah untuk menambah capacity building, mempertanjam analisis sosial, mengasah kesadaran kritis, melatih menjadi fasilitator dan juga menjadi CO untuk diri dan lingkungannya.

Bagaimana Effort terbentuk juga karena pengurus berpikir tentang beberapa hal diatas, diawal Effort didirikan oleh 3 pendiri ditahun 2007, kemudian di notaris tercantum pengurus Effort yaitu, Ina Irawati, Helmy Widyawati dan Sih Handayani. “Bagaimana Effort terbentuk intinya yaitu diwaktu kami ketiga pendiri ini melakukan refleksi atas gerakan, prosesnya sangat panjang, kita mencoba mengkritisi gerakan sosisl dan NGO, auto kritiknya adalah begitu banyak program yang sudah dilalui namun tidak ada perubahan yang mendasar pada gerakan sosial. Kemudian dari situ dirumuskan untuk membuat sesuatu yang berbeda. Karena yang kita ketahui dan rasakan dalam proses bersama yang sangat panjang auto kritik di sebuah LSM itu susah dan sangat kurang sadar akan pentingnya refleksi, melebur tanpa jarak itu juga susah. Makanya kita mencoba untuk membangun sebuah lembaga yang harus selalu mengahdirkan refleksi, melebur tanpa jarak, dan yang terpenting adalah humanis” tambah seorang pengurus.

Dalam proses pendekatan dan mengenal anggotapun masing-masing perjalannya. Seorang pengurus menyampaikan bahwa “Diawal yang kita lakukan adalah mendekati dan kemudian membangun kepercayaan dan memegang key person disuatu wilayah atau tempat kerja, dari situlah akhirnya key person itu akan berproses dengan Effort, kemudian key person itu akan menjadi CO dilingkungan tempat tinggalnya, atau dilingkungan tempat dia bekerja. Pendekatan dengan

(9)

key person, tidak serta merta diawal mendekati dengan isu-isu tertentu, tetapi memahami persoalan personal dulu, karena isu yang akan kita bawa dalam setiap kegiatan juga terkadang sesuai kebutuhan teman-teman. Kita mencoba hadir secara apa adanya, kita gak pernah usung bendera Effort, selalu hadir dalam urusan kemanusiaan mengusung kemanusiaan. Karena orang Effort sadar bahwa Effort hanya kendaraan, yang diusung adalah nilai-nilainya bukan kendaraannya”.

Pendekatan dan membangun kepercayaan dari anggota kelompok bukkan merupakan hal yang mudah. Setiap personal berbeda, disetiap pertempuan dengan seorang teman di kelompok diawali dengan mencoba mendengarkan, kemudian mencoba mengambil inti dari obrolan, sehingga didapatkan kunci untuk membangun kepercayaan. Dengan keluwesan, sifat-sifat yang humoris, menyampaikan obrolan dengan bahasa mereka, dan yang pokok disini adalah masuk kesemua kalangan. Pendekatan diawal memiliki kunci di komunikasi yang baik dan melebur, tanpa jarak, karena dengan tanpa jarak setiap orang akan merasa diterima dan tidak berpikir bahwa dirinya di nilai. Para pengurus selalu mencoba untuk tidak menjadikan teman-teman yang akan bergabung di komunitas sebagai obyek atas sesuatu hal. Satu pengurus menambahi bahwa, “kawan-kawan adalah subyek manusia yang sama-sama harus belajar. Komunitas adalah subyek bukan obyek sasaran program. Keunggulan yang terpenting, dan yang harus tetap dibangun adalah kesediaan untuk mendengar”.

Ada dua penyebutan kelompok yang mengikuti kegiatan d Effort, yang pertama adalah kelompok 1 (heteroseksual) dan kelompok 2 (lesbian). Kelompok 1 atau kelompok heteroseksual sangat beragam, mereka memiliki pilihan atas dirinya masing-masing. Menikah atau tidak menikah dan memutusan untuk tidak memiliki anak tetapi menikah. Kelompok ini sebagian besar bekerja sebagai buruh dan ada juga mantan buruh, berusia sekitar 30 sampai 45 tahun. Memiliki tempat asal yang beragam di luar kota Ungaran maupun di Ungaran itu sendiri. Tingkat pendidikan yang beragam pula, yaitu lulusan SD

(10)

sampai dengan SMA. Sedangkan untuk kelompok 2 hampir semua adalah buruh dan berusia antara 20 samapi 35 tahun. Ada yang memiliki pasangan dan ada pula yang tidak berpasangan. Hampir semua anggota kelompok 2 berasal dari luar kota Ungaran dan memiliki pendidikan SMP sampai dengan SMA.

Di dalam setiap proses bersama dengan kelompok 1 maupun 2, pengurus Effort memiliki problematika tersendiri dalam menghadapi teman-teman. Dalam obrolan seorang pengurus menceritakan bahwa “Gejala dan setiap problematika diteman-teman adalah realitas kehidupan yang sesungguhnya, karena itu kita saling membangun bersama-sama. Persoalan ekonomi, pendidikan anak, konflik dalam relasi perkawinan, pasangan, dan konflik dikeluarga bagi masing-masing, kesehatan, ketidakadilan baik dalam keluarga maupun masyarakat itu aadalahh realitas . problematika yang muncul lainya adalah terkadang muncul rasa capek melihat psikologis kawan-kawan yang naik turun, kita punya masalah banyak, dan itu yang membuat capek. Terkadang juga sedikit lelah mengelola banyak hal, kadang-kadang, tapi lalu kita menyadari inilah hidup bersama, kembali menguatkan dan melihat visi dan misi bersama. Kelelahan itu selalu kita dialogkan dengan komunitas, sehingga akan tetap tumbuh rasa saling membangun”.

Dalam proses membangun kelompok, Effort memiliki program-progam bersama dengan semua anggota kelompok. Beberapa program yang dijalankan seperti advokasi kesehatan, pendidikan aktivitas gerakan sosial, institusional enpowerment, popular education dan media informasi. Dengan gambaran program tersebut akan dapat dijelaskan bagaimana kegiatan FGD dilakukan dengan tema multi isu. Hal ini dilakuakan untuk memperdalam seluruh diskusi multi isu sampai diakar, tidak hanya parsial karena semua isu itu saling terkait. Sekalipun pengurus Effort memberi materi, tetapi terkadang tema juga akan bergulir sesuai kebutuhan teman-teman kelompok. Seorang pengurus menambahkan “Terkadang perlu juga menjawab persoalan atau kebutuhan kawan-kawan gitu. Kadang-kadang sih begitu. Yang

(11)

terpenting adalah FGD dua arah, dialogis, dan menerapkan pola pendidikan kritis”.

Selain beberapa program dan kegiatan yang dilakukan oleh Effort bersama dengan kelompok diatas, Effort juga mencoba membangun dan menguatan ideology di komunitas. Yang dilakukan adalah mencoba memahami utuh setiap kehidupan yang dijalani teman-teman kelompok. Dengan hal tersebut maka pengurus kemudian akan melihat dimana hal yang paling penting dibangun dikelompok. Ada kekompleksan dan problematika pada masing-masing peronal dikelompok. Selain itu memahami kondisi psikologis adalah hal utama yang penting untuk dipahami, karena komunitas adlah seorang manusia yang tentunya memiliki dinamika dalam hidupya. Kemudian pengutan ideologi, penguatan nilai-nilai akan berproses dan semakin menguat ketika kondisi teman-teman telah dipahami.

Gambaran Kegiatan Effort Bersama Dengan Kelompok

Keberadaan sebuah lembaga yang mengusung dan memperjuangkan isu Hak Asasi Manusia ( Effort ) mempunyai peranan penting dalam proses setiap individu lesbian dan heteroseksual di dalam komunitas yang dibangun. Kegiatan diskusi reguler bulanan ( FGD), pelatihan dan kegiatan informal privat dengan kelompok heterosesksual maupun kelompok lesbian, adalah bagian dari proses untuk membangun setiap individu terutama bagaimana setiap orang bisa menerima diri apa adanya. Tidak hanya berhenti pada penerimaan diri sendiri, tetapi bagaimana setiap individu juga mampu menerima individu lain tentu dengan segala perbedaan yang ada.

Sebagian besar kelompok 1/heteroseksual dan kelompok 2/lesbian, bergabung dengan Effort pada tahun 2009. Tak terhitung berapa kali proses FGD, pelatihan dan diskusi lain sebagai proses belajar bersama tim Effort dan kedua komunitas tersebut yang memberikan pemahaman tidak hanya terkait dengan masalah heteroseksual dan lesbian. Artinya, bukan hanya masalah privat

(12)

oreintasi seksual yang menjadi topik pembahasan dalam kegiatan bersama Effort, tetapi pembahasan dan diskusi selalu membongkar berbagai isu, seperti ekonomi, lingkungan, politik, budaya, agama, kesehatan dan lain sebagainya. Proses belajar bersama menjadi sangat holistik. Desain program belajar ini dilandasi oleh pemahaman bahwa kehidupan ini begitu luas dan saling terkait. Maka, proses penerimaan diripun sebenarnya sangat mungkin dikaitkan dengan berbagai hal dalam realitas kehidupan masing-masing individu.

FGD bulan Mei tahun 2014 lalu, disepakati bersama untuk saling berefleksi oleh teman-teman Effort dan kedua kelompok tersebut. Seluruh kelompok 1 dan 2 menyampaikan beberapa hal yang didapat selama berproses bersam dengan Effort. Teman-teman kelompok 1 maupun kelompok 2 merasa bahwa setiap individu dari kedua kelompok tersebut bisa diterima apa adanya, apapun pilihan orientasi seksual mereka, pekerjaan, aktivitas, pendidikan, dan latar belakangnya. Pemahaman yang mendalam yang dibangun dalam kelompok ini membuat seluruh kelompok sangat dekat, saling memahami. Hal lain yang begitu terlihat dalam komunitas ini adalah, tidak adanya penilaian yang bersifat fisik dan material. Nilai-nilai kemanusiaan adalah hal yang selalu dikedepankan oleh mereka.

Berbagai kegiatan telah menjadi fondasi tumbuhnya kedekatan di antara mereka. Maka bagi meraka (kelompok), Effort adalah rumah kedua bagi semua orang yang ada dalam kedua kelompok tersebut. Apapun kondisi dan situasi yang mereka hadapi , mereka akan bermuara kembali pada komunitas yang di bangun bersama tim Effort. Pengalaman masing-masing individu dalam menjalani proses kehidupannya menjadi media belajar bersama untuk menggali kehidupan yang lebih luas. Tidak ada batasan bagi siapapun untuk mengekspresikan dirinya. Effort memberikan ruang untuk berekspresi dan berdialog bagi semua pihak. Nilai kesetaraanpun menjadi hal utama yang dibangun di kelompok. Membangun ruang dialog dan menjadikan semua pihak adalah subyek adalah bagian dari metode belajar di komunitas (kelompok). Penghargaan dan pemahaman satu

(13)

sama lain, terbangun seiring dengan proses yang mereka jalani sampai saat ini.

Tidak ada pemisah atau ruang pembatas untuk berekspresi bagi semua sama, baik heteroseksual maupun lesbian. Berbaurnya 2 kelompok tersebut, membuat perbedaan orientasi seksual tidaklah berbeda. Yang ada hanyalah kesamaan bahwa mereka semua adalah manusia yang berproses dan belajar bersama, untuk memahami diri sendiri, menghargai orang lain, dan berupa melakuakn hal positif bagi orang lain. Suasana kekeluargaan dan kedekatan yang dibangun oleh Effort dan komunitasnya menghasilkan rasa percaya diri pada setiap individu, kepercayaan antara individu, dan rasa untuk bertanggung jawab pada diri dan lingkungan sekitar. Proses belajar bersama juga mampu membangkitkan rasa keingintahuan dan terus belajar pada setiap individu. Proses panjang bersama Effort, membuat seluruh individu di dalam komunitas menjadi agen perubahan bagi lingkungan terdekatnya. Hasil dari proses belajar yang didadaptkan bersama Effort, menjadi modal awal bagi setiap individu baik untuk dirinya sendiri ataupun bagi orang lain disekitar mereka.

Dinamika Eksistensi Diri di dalam Komunitas

Proses penerimaan diri hingga sampai titik eksistensi yang dimiliki oleh Kris tidak terlepas dari bagaimana proses Kris bersama dengan komunitas. Penerimaan diri yang dimiliki oleh Kris adalah satu modal utama yang dia miliki untuk berproses bersama dengan kelompok 1 dan kelompok 2 di lembaga effort. Pada bagian ini akan dibahas bagaimana eksistensi diri seorang lesbian di dalam komunitas, bagaimana proses interaksi dengan kelompok 1 (heteroseksual) dan kelompok 2 (lesbian) serta bagaimana membangun diri dengan apa adanya dirinya. Membangun eksistensi diri didalam komunitas memerlukan begitu banyak kesadaran akan diri dan lingkungan dikomunitas. Bahwa setiap aktivitas, kegiatan, proses belajar dan mengembangkan diri sebagai bagian dari komunitas adalah salah satu hal yang dapat terlihat pada diri dalam eksistensinya di komunitas.

(14)

Tahapan demi tahapan yang dilalui menghadirkan sebuah perjalanan panjang seorang lesbian membangun eksitensi dirinya dikomunitas. Seperti tergambar diatas, bahwa eksistendi diri seorang lesbian tidak hanya persoalan pribadi yang terus diupayakan dan mengalami perkembangan. Kehadiran komunitas juga menjadi satu pendorong yang dapat membantu seorang lesbian membangun eksistensi dirinya sendiri, dan eksistensinya dikomunitas. Proses awal pada uraian ini akan menggambarkan dan menjelaskan bagaimana awal mula seorang lesbian memulai proses bersama dengan komunitas.

“Awalnya aku kenal beberapa teman pengurus Effort di tahun 2002. Waktu itu salah satu pengurus Effort masih kerja di pabrik yang sama denganku. Saat Effort mulai dibentuk tahun 2007 aku ikut kegiatannya, tetapi masih sangat jarang. Aku mulai rutin ikut kegiatan di Effort kira-kira tahun 2009. Awalnya aku diundang untuk mengikuti pelatihan HIV/AIDS. Dari pelatihan itu aku aktif mengikuti kegiatan di Effort sampai sekarang ini. Setelah beberapa tahun aku mengikuti kegiatan reguler dan pelatihan di Effort aku memiliki banyak harapan untuk diriku sendiri. Aku berharap bahwa aku mampu memahami diriku, menerima diriku apa adanya, aku berusaha untuk terus belajar banyak tentang kehidupan ini. Selain itu dengan kegiatan bersama Effort aku belajar untuk berkembang menjadi seorang Co (Community Organizer) yang tentunya membuatku belajar sedikit demi sedikit menghilangkan rasa tidak percaya diriku. Selain itu aku berharap dengan apa yang aku dapat dari proses belajar bersama dengan Effort, aku menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi lingkungan disekitarku. Di Effort setiap orang sangat dekat, kita seperti keluarga. Kita tidak saling menilai yang ada adalah rasa saling menghargai dan berbagi untuk terus belajar.

Dengan mengikuti setiap kegiatan di Effort aku merasa bahwa pola pikirku dulu dengan sekarang berbeda. Banyak yang berubah, aku lebih menghargai diriku, dengan hal itu ketika aku bertemu dengan teman lain di komunitas Effort aku tidak lagi malu, karena semua sama, proses belajar bersama menjadikan kita saling berbagi, menyampaikan pendapat masing-masing tanpa ada rasa takut dinilai salah atau benar, karena kita sama-sama belajar. Dengan begitu aku belajar memahami banyak hal, karena proses kehidupan teman-teman yang lain baik heteroseksual maupun lesbian adalah referensi untuk belajar.

(15)

Begitu banyak dialog yang aku jalani dengan teman-teman di Effort membuatku belajar banyak tidak hanya belajar menerima diri, tapi aku menyadari bahwa seharusnya diriku terus berkembang dan terus belajar. Kini aku mulai belajar prose membangun relasi yang tidak saling mengikat atau merugikan. Dengan terus belajar bersama teman-teman aku memahami dengan baik untuk membangun relasi yang lebih baik nantinya. Sekarang aku juga coba menerapkan apa yang aku dapat di Effort dari hasil diskusi dan kegiatan pelatihan untuk berbagi dengan lingkungan sekitar dan tempat ku bekerja. Misalnya saja ketika teman kerja yang sama bagian denganku curhat atau bertanya beberapa hal padaku, aku akan mencoba membantu mereka, satu hari ada yang tanya padaku tentang penyakit menular seks (PMS) dan HIV/AIDS, kemudian kesehatan aku coba jelaskan sesuai yang aku ketahui. Jika ada hal yang aku kurang ttau dan belum mengerti aku akan datang ke Effort untuk bertanya dan mengcopy materi yang ada dan kemudian aku akan berikan pada ibu-ibu teman sekerjaku dan aku akan ngobrol dengan mereka. Dulu aku merasa sedih, ketika kakakku mengolok-olokku karena aku suka dengan sesama perempuan. Tapi ketika aku belajar di effort akhirnya aku belajar banyak hal, termasuk kenapa kakaku bersikap begitu terhadapkku. Setelah sekian lama aku bersama dengan teman-teman di Effort, banyak hal yang aku dapat. Kegiatan bersama kelompok 1, kelompok 2 dan pengurus membuatku semakin menyadari bahwa setiap orang siapapun itu memiliki kelebihan atas dirinya, memiliki nilai atas diri, dan tentunya juga memiliki makna atas apa yang dijalaninya. Aku merasa sangat diterima disini, bahkan diterima apa adanya, banyak hal yang aku dapat dan aku belajar banyak hal tentang kehidupan ini bersama dengan kelompok 1 (heteroseksual), maupun kelomok 2 (lesbian)”.

Proses yang dilalui Kris dalam kegiatan bersama dengan komunitas menunjukkan gambaran bagaimana eksistensi diri seorang lesbian dikomunitas terbangun. Bergabung dengan komunitas sejak tahun 2007 menjadikan Kris lebih menghargai dan terus belajar banyak hal. Bahwa yang didapatkan dikomunitas bukanlah sebuah proses untuk diri sendiri, melainkan mencoba berbagi dengan lingkungan sekitanya. Membangun rasa saling mengahargai menjadi modal utama dalam relasi didalam komunitas. Kesadaran akan diri, bertambahnya penggetahuan, rasa saling menghargai, pendidikan kritis yang terus dikembangkan dalam diri adalah hal-hal yang terus menjadi proses

(16)

yang terus harus dikembangkan bagi diri seorang Kris. Penerimaan diri seorang lesbian di komunitas bukanlah hal yang sulit. Budaya tidak saling menilai menjadi dasar terbukanya setiap proses bagi siapapun untuk terus berkembang. Eksistensi diri di komunitas kini dapat dipahami tidak hanya bagaimana seorang lesbian menunjukkan diri sebagai bagian dari komunitas. Namun lebih dari itu eksistensi diri seorang lesbian juga dapat dilihat dari bagaimana membangun rasa saling percaya dan interaksi yang baik, tidak hanya dengan kelompok lesbian, tetapi juga dengan kelompok heteroseksual.

Untuk memahami bagaimana eksistensi diri di dalam komunitas, penulis juga akan memaparkan bagaimana seorang heteroseksual juga berproses dalam komunitas. setiap proses dan dinamika yang dihadapi oleh Roh dalam perjalannya bersama komunitas juga akan memeperlihatkan bagaimana setiap manusia memiliki proses masing-masing untuk tetap memiliki pilihan atas kempok mana yang mampu membuat dirinya merasa diterima.

“Sekitar tahun 2000an aku kenal dengan beberapa teman Effort, tetapi dulu kita masih diskusi di lembaga namanya Yasanti. Jadi dulu banyak buruh yang ikut kegiatan dan diskusi di Yasanti. Disitulah aku pertama meneganal pribadi sebagian teman-teman Effort. Lalu pertama kali aku mengenal pengurus Effort dari seorang teman pabrik. Dulu ada satu teman dipabrik dan kita kerja dibagian yang sama namanya Lia, dia yang awalnya mengenalkanku pada pengurus Effort. Lia sering diskusi dengan teman-teman Effort. Tapi waktu itu Effort belum terbentuk, hanya saja teman-teman sering berkumpul dan mendiskusikan banyak hal termasuk dengan Lia. Dia selalu menceritakan apa yang dia dapat dari diskusi dan kegiatan bersama teman-teman Effort pada ku dan beberapa teman lain dipabrik.

Tahun 2004 Lia di PHK dari pabrik, kemudian tidak begitu lama tiba-tiba Lia bilang padaku kalau dia mau kerja di Surabaya. Dan dia juga bilang, kalau dia akan merasa bersalah jika dia tidak mengenalkanku dengan teman-teman Effort. Lia berharap aku dan beberapa teman dipabrik tidak hanya mendengarkan cerita tentang diskusi Lia dan teman-teman di effort saja, tetapi benar-benar bertemu dengan teman-teman di Effort.

(17)

Mulai tahun 2007 aku aktif mengikuti diskusi, pelatihan dan kegiatan bersama Effort sampai saat ini. Aku masih ingin belajar bersama dengan teman-teman, karena disinilah aku mendapat pengetahuan dan pengalaman yang banyak dari teman-teman. Selain itu aku juga mendapat keluarga, Effort merupakan support bagi ku, banyak hal yang dapat menjadi sumber belajar, termasuk belajar menghargai orang lain, aku menemukan sebuah keluarga yang saling menghargai, membebaskan dan saling membangun disini.

Berkegiatan bersama dengan Effort memberi banyak masukan untukku, selain membangun diri menjadi lebih baik, ya tentu saja memperkuat pola pikir dan prinsip hidupku. Effort memeberikan banyak hal yang menjadi support bagi kawan-kawan, pola pikirku tentang banyak hal semakin menguat ketika aku mulai berdialog dan berkegiatan bersama dengan teman-teman effort. Kegiatan yang dilakukan dengan kelompok 2 (lesbian) berjalan dengan baik, karena disini kita memiliki tujuan yang sama untuk belajar bersama tanpa melihat orientasi seksual dan latar belakang seseorang. Justu dengan hal tersebut kita belajar saling memahami dan menghargai sebagai manusia”.

Dari penggalan wawancara dengan Roh diatas, kita juga dapat melihat bagaimana proses bersama dengan komunitas dan anggota kelompok lainnya menjadi sebuah support bagi seorang Roh. Proses yang sama yang dialami oleh Roh di dalam komunitas, terbentuknya rasa saling menghargai dan membangun satu dengan yang lainnya adalah sebuah nilai yang dibangun bersama.

Pengembangan Diri Melalui Lembaga

Potensi seorang lesbian yang tumbuh hingga proses aktualisasi diri/eksistensi diri, sangat mungkin mereka capai. Namun tentu saja dibutuhkan pemahaman dari pihak eksternal tentang potensi yang ada pada diri seorang lesbian. Hal inilah yang juga menjadi pendukung bagi berkembangnya eksistensi diri seorang lesbian baik untuk dirinya, komunitas dan masyarakat yang lebih luas. (http://belajarpsikologi. com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow/).

(18)

Lembaga Effort menjadi bagian penting dalam pembentukan aktualisasi diri seseorang di komunitasnya. Penulis mencoba menggambarkan beberapa hal yang telah lembaga Effort lakukan bersama teman-teman kelompok heterosesksual maupun lesbian dalam kurun waktu yang relatif panjang. Beberapa hal yang sudah dilakukan Effort adalah sebagai berikut :

1. Effort mengembangkan seluruh komunitas ( kelompok ) untuk menyadari batin dan pikran mereka dengan Meditasi Mengenal Diri ( MMD ). Dalam MMD tidak ada proses menghilangkan reaksi dan gejolak batin apapun terhadap berbagai hal yang muncul. Dengan begitu, kelompok terbiasa untuk menyadari apapun yang muncul sebagai sebuah bentuk pikiran baik secara secara internal maupun eksternal. Proses ini membantu setiap orang untuk memahami berbagai hal secara proporsiaonal.

2. Berbagai budaya yang berkembang di masyarakat dan dilegitimasi oleh Negara, memiliki konsekuensi yang seringkali “ memasung “ proses kreatifitas kelompok heteroseksual dan lesbian. Budaya yang diyakini oleh mayoritas orang sebenarnya justru sering bertentangan dengan batin individu baik di kelompok heteroseksual ataupun kelompok lesbian. Untuk membongkar berbagai hal ini, Effort mengembangkan pola belajar pendidikan kritis. Dengan begitu, seluruh kelompok terbiasa berpikir kritis, analitis yang tentu saja teraplikasi dalam bertindak atau melakukan berbagai hal baik dalam kelompok ataupun yang bersifat personal.

3. Kesadaran yang terus dikembangkan oleh Effort, berperan penting untuk membantu setiap individu di komunitas untuk memahami diri sendiri, bahkan juga memahami orang lain. menemukan panggilan didalam hidup. Seperti misalnya, menguatkan potensi masing-masing personal dan membantu menganalis, menguatkan pilihan apa yang dianggap cocok untuk proses kehidupan setiap inividu. Proses ini memberi kesadaran yang tinggi atas kehidupan yang begitu luas dan setiap individu memiliki nilai dalam hidupnya sebagai seorang manusia. Setelah mampu memahami dan menolong

(19)

diri sendiri, proses berlanjut secara otomatis memasuki wilayah yang lebih luas yaitu wilayah eksternal dari diri sendiri. Di sinilah kemudian masing-masing berperan bagi orang lain untuk mengembangkan kesadaran atas diri baik di lingkungan keluarga ataupun lingkungan masyarakat lainnya. Hal ini banyak dimaknai dan dipahami oleh semua kelompok sebagai panggilan hidup. 4. Mengembangkan kesadaran bahwa setiap manusia yang lahir di

muka bumi ini adalah indivu yang berharga dengan segala suka cita yang harus dilampaui dalam kehidupannya. Namun segala hal yang menjadi bagian dari hidup baik suka maupun derita dikembangkan sebagai sebuah media belajar dalam komunitas. Metode ini membantu setiap orang untuk menyadari bahwa setiap orang punya nilai yang sama dan sangat berharga.

5. Mengembangkan proses penerimaan atas diri dan pemahamanakan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing orang dan mendorong setiap individu untuk mampu berekspresi karena betapapun, ekspresi adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia. 6. Hal lain yang selalu teman-teman Effort lakukan adalah,

menembangkan proses untuk saling menghargai dan memahami berbagai potensi alam dan segala keindahannya. Untuk itu, kehidupan manusia tidaklah terpisah dari seluruh keberadaan alam dan seluruh isinya. Dan setiap orang, siapapun itu, apapun latar belakangnya, pekerjaanya, pilihan atas hidupnya, mereka memiliki nilai dan makna bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Bahwa seluruh kehidupan bermakna spiritual. Oleh karenanya setiap orang harus memahami dirinya dan selanjutnya akan memahami fungsi dirinya bagi orang lain.

7. Membantu setiap orang untuk mampu mengontrol diri agar tidak dikuasai oleh potensi arogansi yang menjadi kecenderungan manusia. Dengan begitu, kualitas diri akan terus berkembang dan terjaga untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.

(20)

8. Kita harus mengajarkan orang untuk mengatasi masalah sepele dan bergulat dengan masalah serius dalam kehidupan. Ini termasuk masalah ketidakadilan, rasa sakit, penderitaan, dan kematian. 9. Mengembangkan proses-proses terbangunnya tingkat solidaritas

yang tinggi atas berbagai perbedaan.

Dengan begitu, setiap orang akan mampu menghadirkan eksistensi dirinya dengan arif dan bijak. Tidakkah kita memahami bahwa pandangan umum di dalam masyarakat yang selalu berpikir bahwa lesbian hanyalah mengacu pada perilaku seksual saja, namun dengan pemaparan diatas, kita dapat melihat bahwa aktivitas seksual merupakan kebutuhan dasar manusia dan tentunya kebutuhan dasar ini jauh dari nilai tertinggi manusia. Setiap orang memiliki makna dan nilai atas hidunya. Nilai bukanlah rasa untuk terus menerus mencapai sebuah kepuasan, namun setiap orang pasti memiliki nilai atas dirinya dan berfungsi bagi diri dan lingkungan sekitarnya.

Eksistensi diri dapat ditunjukkan ketika titik aktualisasi diri tercapai. Nilai spiritual selalu ingin diwujudkan oleh setiap orang untuk menerjemahkan hakikat manusia sebagaimana mestinya. Untuk mencapai pada makna tertinggi atas diri, dibutuhkan proses yang panjang, dan setiap manusia pasti melalui tahapan dan proses untuk mencapai titik tertinggi tersebut. Dan jauh lebih penting, seluruh proses panjang itu harus bertumpu pada nilai-nilai kemuanisaan. Seluruh proses itupun menjadi bagian dari memanusiakan manusia.

Referensi

Dokumen terkait

PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, KEBIJAKAN HUTANG DAN FREE CASH FLOW TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN ( Studi Empiris pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar

This study aims to find translation procedures from source language (English) to target language (Indonesian) used in translating the Eclipse novel which have

Ka noho ko tēnei whare kōrero me te whare wānanga hei kaupapa whakarite āhuatanga e ora ai te tangata i tōna ao Māori nei, ā, ko te mōteatea tētahi o ngā kaipupuri, kaikawe hoki

Communication Objective Dari riset penyelenggara pasca event yang dilakukan melalui 60 responden yang mengetahui Klub sepatu roda kota Semarang, sebanyak 43, yang berminat gabung

Tarawih malam 7 Likur atau biasa di sebut oleh warga Pelauw Tarawih Rumah Huai adalah sebuah acara arak-arakan Desa Pelauw yang biasa di lakukan pada Bulan Suci

Implementasi antarmuka menampilkan tampilan pada halaman website yang akan digunakan oleh seorang admin dalam mengelola data informasi pariwisata serta tampilan

Causholli dan Knechel (2012) menguji pengaruh latar belakang lingkungan bisnis terhadap hubungan antara kualitas audit dan biaya utang. Hasil penelitian menunjukkan

Örneğin,erkeklerin hem uygulama öncesinde hem uygulama sonrasında kimlik ve roller alanındaki toplam skorlarının kadınlarınkine kıyasla daha fazla olduğu