• Tidak ada hasil yang ditemukan

(The Utilitation of Fish Scale Waste as A Chitosan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(The Utilitation of Fish Scale Waste as A Chitosan)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 13 No. 2: 269-273 Oktober 2020 Peer-Reviewed

URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.269-273

Pemanfaatan Limbah Sisik Ikan Sebagai Kitosan

(The Utilitation of Fish Scale Waste as A Chitosan)

Rinto M. Nur1dan Asy’ari 2

1 Universitas Pasifik Morotai Jl. Siswa Darame, Pulau Morotai, Indonesia, E-mail: rintomnur777@gmail.com;

asyari.ronga@gmail.com Info Artikel: Diterima: 10 Okt. 2020 Disetujui: 31 OKt. 2020 Dipublikasi: 03 Nov. 2020

Reserch Article

Keyword:

Waste utilitation, Fish scale, Chitosan.

Korespondensi: Rinto M. Nur

Universitas Pasifik Morotai. Morotai, Indonesia Email: mjachmad@yahoo.com

Copyright© Oktober 2020 AGRIKAN

Abstrak. Sisik ikan merupakan limbah perikanan yang masih dapat dimanfaatkan karena banyak mengandung senyawa kimia seperti protein organik (41—84%) dan sisanya merupakan residu mineral dan garam inorganik. Sisik ikan dilaporkan mengandung proksimat, kalsium, dan kitin. Kitin dapat diekstrak menjadi kitosan dengan proses deasetilasi. Kitosan merupakan biomaterial yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makan, bahan farmaceutika. Penelitian ini bertujuan untuk mengektrak kitosan dari sisik ikan dan mengetahui perbandingan rendemen kitosan pada jenis ikan berbeda. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2020. Sampel sisik ikan Upeneus mullocensisi, Lethrinus sp., Caesio chrysozona, dan Scarus rivulatus diperoleh dari Pasar Tradisional dan Pusat Kuliner Morotai. Proses pembuatan kitosan dilakukan di Laboratorium FPIK Universitas Pasifik Morotai. Proses ekstraksi kitosan dari sisik ikan melalui tiga tahapan yaitu deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Hasil penelitian menunjukkan kandungan protein dan mineral sisik ikan berbeda-beda yaitu Upeneus mullocensisi (67,83% dan 29,84%), Lethrinus sp. (36,80% dan 15,99%), Caesio chrysozona (51,84% dan 22,99%), dan Scarus rivulatus (82,96% dan 14,31%). Rendemen kitosan tertinggi pada ikan Lethrinus sp. (13,22%), diikuti jenis Caesio chrysozona (7,74%), Upeneus mullocensisi (0,80%), dan Scarus rivulatus (0,05%). Beberapa karakteristik kitosan seperti warna, bentuk dan bau memenuhi standar kitosan komersil.

Abstract. Fish scales are fishery waste that can still be utilized because many contain chemical compounds such as organic proteins (41–84%), and the rest are mineral residues and inorganic salts. Fish scales are reported to contain proximate, calcium, and chitin. Chitin can be extracted into chitin by the deasetillation process. Chitosan is a biomaterial that can be used as a food preservative, a pharmaceutical ingredient. This research aims to extract chitin from fish scales and find out the comparison of chitin rendemen in different types of fish. The study was conducted from July to September 2020. Samples of fish scales Upeneus mullocensisi, Lethrinus sp., Caesio chrysozona, and Scarus rivulatus were obtained from the Traditional Market and Morotai Culinary Center. The process of making chitosan is carried out in the FPIK Laboratory of Universitas Pasifik Morotai. The extraction of chitosan from fish scales through three stages is deproteination, demineralization, and deasetilation. The results showed the protein and mineral content of fish scales vary, namely Upeneus mullocensisi (67.83% and 29.84%), Lethrinus sp. (36.80% and 15.99%), Caesio chrysozona (51.84% and 22.99%), and Scarus rivulatus (82.96% and 14.31%). The highest chitosan rendemen in Lethrinus sp. (13.22%), followed by Caesio chrysozona (7.74%), Upeneus mullocensisi (0.80%), and Scarus rivulatus (0.05%). Some chitosan characteristics, such as color, shape, and smell, meet commercial chitosan standards.

I. PENDAHULUAN

Dalam industri perikanan sering

menyisahkan limbah dalam jumlah yang besar, baik limbah cair maupun limbah padat.Limbah cair seperti darah, lendir dan lemak biasanya mengandung bahan organik.Limbah padat organik seperti kepala, insang, isi perut, sirip, kulit, tulang, dan sisik.Padahal sisik ikan yang terbuang masih dapat dimanfaatkan karena banyak mengandung

senyawa kimia seperti protein organik (41—84%)

dan sisanya merupakan residu mineral dan garam inorganik (Budirahardjo, 2010).

Sisik ikan dilaporkan mengandung

proksimat, kalsium, kitin, alkaloid, steroid,

saponin, dan fenol. Wibowo et al. (2016)

melaporkan bahwa dalam sisik ikan gurami terkandung 33,4% air, 22,5% abu, 0,55% protein, dan 35,35% lemak. Kitosan dapat diekstrak dari

sisik ikan (Aziz et al., 2017; La-Ifa et al., 2018;).

Namun, sisik ikan belum banyak dimanfaatkan, terutama di Kabupaten Pulau Morotai, sisik ikan menjadi salah salah satu limbah perikanan yang tidak dimanfaatkan.

Di beberapa daerah Maluku Utara, seperti Kabupaten Pulau Morotai, masyarakat sering

(2)

mengonsumsi ikan demersal.Penjualan ikan demersal di Pasar Tradisional dan Pusat Kuliner

Morotai tergolong tinggi. Semakin tinggi

permintaan pasar akan ikan demersal ini juga sejalan dengan semakin meningkatnya limbah hasil perikanan tersebut, terutama sisik ikan. Sisik ikan oleh para pedagang dan pemilik usaha kuliner, dibuang begitu saja ke lingkungan sehingga meyebabkan pencemaran.Padahal, sisik ikan merupakan salah satu sumber kitosan dari hasil perairan.Penelitian ini bertujuan untuk

mengektrak kitosan dari sisik ikan dan

mengetahui perbandingan rendemen kitosan pada jenis ikan berbeda.

II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2020.Penelitian ini dimulai dengan pengambilan sampel sisik ikan di Pasar Tradisional dan Pusat Kuliner Morotai.Proses pembuatan kitosan dilakukan di Laboratorium FPIK Universitas Pasifik Morotai.

2.2. Bahan dan Alat

Bahan dalam penelitian ini adalah sisik ikan

biji nangka (Upeneus mullocensisi), gutila

(Lethrinus sp.), lolosi (Caesio chrysozona), dan

kakatua (Scarus rivulatus), NaOH 2 M, NaOH 50%,

HCl 0,75 M, asam asetat 1%, aquades, kertas saring dan air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, panci stanlys, pengaduk gelas, gelas piala, gelas ukur, oven, corong gelas, stoples kaca, termometer, dan pemanas.

2.3. Preparasi Sampel

Sisik ikan yang diperoleh dicuci dengan air bersih dan dipisahkan dari sisa limbah yang lain.

Sisik yang telah bersih kemudian

dikeringanginkan dan ditimbang.Sisik ikan yang

telah kering kemudian diekstraksi untuk

mendapatkan kitosan. 2.4. Pembuatan Kitosan

Proses ekstraksi kitosan dari sisik ikan

melalui tiga tahapan yaitu deproteinasi,

demineralisasi dan deasetilasi. Deproteinasi sisik ikan dengan caradirendam dalam larutan NaOH 2 M dengan perbandingan 1:10 (b/v) dan dipanaskan

pada suhu 60OC selama 30 menit. Setelah itu

dilakukan penetralan dengan akuades dan dikeringkan. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam larutan HCl 0,75 M dengan perbandingan

1:6 (b/v) selama 60menit, kemudian dilakukan penetralan dengan akuades. Tahap selanjutnya yaitu pengeringan untuk memperoleh ekstrak kitin.Kitin yang sudah kering dilanjutkan dengan tahap deasetilisasi dalam larutan NaOH 50% selama 60 menit dengan suhu 110°C.Setelah itu

dikeringkan sehingga diperoleh ekstrak

kitosan.Kitosan yang diperoleh kemudian

dihitung rendemennya dengan rumus sebagai berikut.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kandungan Protein dan Mineral Sisik Ikan Proses deproteinasi akan melarutkan protein yang terkandung dalam sisik ikan ke pelarut NaOH, sehingga besaran penyusutan bobot sisik menunjukkan besaran kandung protein dalam sisik tersebut. Hasil deproteinasi menunjukkan bahwa sisik ikan mengandung protein sebesar

67,83% (Upeneus mullocensisi), 36,80% (Lethrinus

sp.), 51,84% (Caesio chrysozona), dan 82,96%

(Scarus rivulatus). Kandungan mineral sisik ikan

sebesar 29,84% (Upeneus mullocensisi), 15,99%

(Lethrinus sp.), 22,99% (Caesio chrysozona), dan

14,31% (Scarus rivulatus) (Gambar 1).

Sisik ikan memiliki karakteristik yang ditemukan pada struktur lain seperti tulang, gigi dan urat daging yang bermineral. Sebagian besar bahan tersebut tersusun atas komponen organik

(kolagen), mineral (hydroxyapatite) dan air (Torres

et al., 2007). Basu et al. (2008) juga menjelaskan

bahwa sisik ikan mengandung protein berupa

kolagen ataupun keratin yang merupakan

komponen utama penyusun sisik.Sisik ikan banyak mengadung senyawa organik seperti

protein sebesar 41—84% (kolagen dan

ichtylepidin). Lebih lanjut Nagai et al. (2004)

melaporkan bahwa sisik ikan mengandung air 70%, protein 27%, lemak 1%, dan abu 2%.

Yogaswari (2009) juga melaporkan bahwa

kandungan protein dalam sisik ikan berkisar antara 29,8-40,9%.

Kandungan protein dalam sisik ikan

berbeda-beda tergantung jenisnya. Talumepa et al.

(2016) melaporkan bahwa protein dalam sisik ikan kakatua sebesar 32,30%, ikan kakap merah 28,49%, ikan napoleon 36,50%, ikan salem 25,09%, dan ikan

sahamia 25,70%. Wibowo et al. (2016) melaporkan

bahwa kandungan protein dalam sisik ikan kakap merah sebesar 27% dan gurami sebesar 0,55%.

(3)

Rumengan et al. (2018) melaporkan bahwa protein yang terkandung dalam sisik ikan sebesar 30%.Susanti dan Purwanti (2020) melaporkan

bahwa kandungan protein sisik ikan sebesar 25,81%.

Gambar 1. Kandungan protein dan mineral dalam sisik ikan.

Kadar abu merupakan parameter yang menggambarkan kandungan mineral dalam suatu bahan.Mineral merupakan suatu komponen yang menjadi indikator kerasnya bahan.Semakin tinggi mineral yang dikandungnya, maka semakin keras

tekstur bahan tersebut.Talumepa et al. (2016)

melaporkan bahwa kadar abu dalam sisik ikan kakatua sebesar 36,28%, ikan kakap merah 43,54%, ikan napoleon 29,88%, ikan salem 44,88%, dan ikan sahamia 43,80%. Yogaswari (2009) menjelaskan

bahwa sisik ikan mengandung abu sebesar 18,7—

26,3% dan kalsium sebesar 5,0—8,6%. Sementara

Rumengan et al. (2018) melaporkan bahwa sisik

ikan mengandung mineral sebesar 39,67%. Adanya perbedaan komposisi kimia sisik dari berbagai jenis ikan disebabkan oleh perbedaan spesies, habitat, umur, jenis pakan, dan teknik preparasi bahan (Stevan, 2012).

3.2. Kitosan Sisik Ikan

Kitosan merupakan produk turunan polimer kitin yang banyak terdapat pada limbah dari pengolahan industri perikanan. Pembentukan kitosan dilakukan melalui proses deasetilasi kitin. Deasetilasi dilakukan dengan mereaksikan kitin

dengan NaOH 50% pada suhu 110 oC selama 60

menit. Coma et al. (2002) menjelaskan bahwa

penggunaan NaOH 50% untuk deasetilasi dapat memutuskan ikatan yang kuat antar ion nitrogen

dan gugus karboksil pada kitin.Galed et al. (2008)

juga melaporkan bahwa deasetilasi kitin menjadi

kitosan menggunakan larutan NaOH pekat (40—

50%) pada suhu 100 oC atau suhu yang lebih tinggi

untuk menghilangkan beberapa atau seluruh gugus asetil dari kitin.

Tabel 1. Perolehan rendemen kitosan sisik ikan

Jenis ikan Rendemen (%)

Biji nangka (Upeneus mullocensisi) 0,80

Gutila (Lethrinus sp.) 13,22

Lolosi (Caesio chrysozona) 7,74

Kakatua (Scarus rivulatus) 0,05

Hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa rendemen kitosan tertinggi terdapat pada

jenis Lethrinus sp. (13,22%), diikuti jenis Caesio

chrysozona (7,74%), Upeneus mullocensisi (0,80%),

dan rendemen terendah dari jenis Scarus rivulatus

(0,05%). Bangngalino dan Akbar (2017)

melaporkan bahwa rendemen kitosan dari sisik

ikan bandeng sebesar 12,5%. Sementara Dewi et al.

(2019) melaporkan bahwa rendemen kitosan sisik

ikan bandeng sebesar 11,7%. Jali et al. (2020)

mengekstrak kitosan dari sisik ikan Channa

striata dan diperoleh kitosan sebesar 82,43 gram

dari 1003 gram sisik ikan (rendemen 8,22%).

Banyaknya rendemen kitosan yang

dihasilkan dipengaruhi oleh jenis ikan yang digunakan. Selain itu, jumlah rendemen yang diperoleh juga dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan lamanya perendaman pada proses deasetilasi kitin menjadi kitosan. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Susanti dan Purwanti (2020) bahwa semakin besar konsentrasi NaOH dan semakin lama proses deasetilasi, maka semakin

67.83 36.8 51.84 82.96 29.84 15.99 22.99 14.31 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Upeneus mullocensisi

Lethrinus sp. Caesio chrysozona Scarus rivulatus

k ad ar ( % ) Protein Mineral

(4)

kecil massa kitosan yang dihasilkan. Namun, nilai derajat deasetilasi semakin besar.

Hasil ekstraksi kitosan dari keempat jenis ikan diperoleh kitosan berwarna putih, berbentuk bubuk (Gambar 2), dan tidak berbau.Sebagaimana standar yang ditetapkan oleh Proton Biopolymer

(PB) bahwa kitosan yang baik berwarna putih hingga putih kekuningan (krem) dan teksturnya berbentuk serbuk atau bubuk (Fatimah dan Wulandari, 2012; Nur dan Dewi, 2016).Berdasarkan GRAS (2012) kitosan berwarna putih, berbentuk serbuk dan tidak berbau.

Gambar 2. Kitosan sisik ikan. a) Upeneus mullocensisi; b) Lethrinus sp.; c) Caesio chrysozona; dan d) Scarus rivulatus.

IV. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa kitosan dapat diekstrak dari sisik ikan.Rendemen kitosan yang diperoleh berbeda pada jenis ikan yang berbeda. Rendemen

kitosan tertinggi pada ikan Lethrinus sp. (13,22%),

diikuti jenis Caesio chrysozona (7,74%), Upeneus

mullocensisi (0,80%), dan Scarus rivulatus (0,05%).

Beberapa karakteristik kitosan seperti warna, bentuk dan bau memenuhi standar kitosan komersil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih

kepada Direktorat Riset dan Pengabdian

Masyarakat, Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional yang telah mendanai penelitian ini melalui hibah Penelitian Dosen Pemula berdasarkan Keputusan Nomor 8/E1/KPT/2020 tertanggal 24 Januari 2020 dan Kontrak Penelitian Nomor 339/LL12/KM/2020.

REFERENSI

Aziz N, Gufran MFFB, Pitoyo WU, dan Suhandi. 2017. Pemanfaatan ekstrak kitosan dari limbah sisik

ikan bandeng di Selat Makassar pada pembuatan bioplastik ramah lingkungan. Hasanuddin

Student Journal. 1(1):56-61.

Bangngalino H dan Akbar AMI. 2017. Pemanfaatan sisik ikan bandeng sebagai bahan baku kitosan

dengan metode sonikasi dan aplikasinya untuk pengawet makanan. Prosiding Seminar Hasil

Penelitian (SNP2M).105-108.

Basu BR, Banik AK, dan Das M. 2008. Production and characterization of extracellular protease of mutant

Aspergillus niger AB100 grown on fish scale. World J Microbial Biotechnol. 24:449-455.

Budirahardjo R. 2010. Sisik ikan sebagai bahan yang berpotensi mempercepat proses penyembuhan

jaringan lunak rongga mulut, regenerasi dentin tulang alveolar. Stomatognatic (J.K.G Unej).

7(2):136-140.

Coma V, Martial-Gros A, Garreau S, Copinet A, dan Deschamps A. 2002. Edible antimicrobial films based

on chitosan matrik. Journal Food Science. 67:1162-1169.

Dewi R, Nur RM dan Nebore IDY. 2019. Antimicrobial activity of chitosan from milkfish scales (Chanos

chanos) on the oral pathogen Candida albicans. International Journal of Nursing and Health

Science. 6(4):54-58.

Fatimah LN dan Wulandari N. 2012.Kitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet tahu. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Galed E, Diaz dan Heras A. 2008.Conditions of N-deacetylation on chitosan production from alpha

(5)

GRAS. 2012. Chitoclear® shrimp-derived chitosan: food usage condition for general recognition of safety. Iceland (IL): GRASS.

Jail RDA, Deby KTP dan Taufiqurrahman I. 2020. Antibacterial activity of chitosan from haruan (Channa

striata) fish scales against the growth of Porphyromonas gingivalis. Jurnal Kedokteran Gigi.

10(1):53-57.

La Ifa, Artiningsih A, Juhniar, dan Suhaldin. 2018. Pembuatan kitosan dari sisik ikan kakap merah.

Journal of Chemical Process Engineering. 3(1):47-50.

Nagai T, Izumi M, dan Ishii M. 2004. Fish scale collagen: Preparation and partial characterization.

International Journal of Food Science and Technology. 39(3):239-244.

Nur RM dan Dewi R. 2016.Pemanfaatan limbah udang sebagai kitosan.Unipas Press. 1(2):16-20.

Rumengan FMR, Suptijah P, Salindeho N, Wullur S, dan Luntungan AH. 2018. Nanokitosan dari Sisik

Ikan: Aplikasinya sebagai Pengemas Produk Perikanan. Penerbit Lembaga Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Steven. 2012. Isolasi dan karakteristik kolagen larut asam dari kulit ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).

Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susanti N dan Purwanti A. 2020.Pembuatan kitosan dari limbah sisik ikan.Jurnal Inovasi Proses.

5(1):40-45.

Talumepa ACN, Suptijah P, Wullur S, dan Rumengan IFM. 2016. Kandungan kimia dari sisik beberapa

jenis ikan laut. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. 3(1):27—33.

Torres A. 2007. Food for thought: Microorganism contaminants in dried fruits. California State Science Fair Project Summary. California.

Wibowo S, Syamdidi, Assadad L, Dwiyitno, dan Darmawan M. 2016. Kandungan Gizi Ikan. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Yogaswari V. 2009.Karakteristik kimia dan fisik sisik ikan gurami (Osphronemus

Gambar

Gambar 1. Kandungan protein dan mineral dalam sisik ikan.
Gambar 2.  Kitosan  sisik  ikan.  a)  Upeneus  mullocensisi;  b)  Lethrinus  sp.;  c)  Caesio  chrysozona; dan d) Scarus rivulatus

Referensi

Dokumen terkait

The aims of the research are to find out the students‘ achievement before applying collaborative learning , to find out the students‘ achievement after applying

Pertama , penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti secara empiris adanya interaksi love of money , perilaku etis melalui gender mahasiswa dan komitmen

60 SUMBER AGUNG SUHADI PEDUKUHAN BULUS KULON RT 004 4. 61 SUMBER AGUNG JASADI PEDUKUHAN BULUS KULON RT

Bambang S.,Ph.D Koord.. Tugas Akhir

Tokoh wayang yang banyak digemari adalah punakawan, tokoh perwayangan yang menggambarkan kehidupan masyarakat bawah mereka adalah pembantu ksatria pendawa

Selain itu, perhitungan harga pokok produksinya pun masih belum tepat karena biaya bahan baku langsung belum dihitung berdasarkan standar yang spesifik dan

8) Ibid.. 10) Sedangkan Peter Mahmud Marzuki memperkuat pendapat ini dengan menguraikan ciri-ciri ketentuan yang bersifat memaksa. 11) Ciri pertama, biasanya