• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Deskripsi Objek Penelitian

1.

Sinopsis Novel Tarian Bumi karya Rusmini

Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah novel Tarian Bumi

karya Rusmini. Novel Tarian Bumi pertama kali diterbitkan pada tahun 2000.

Novel ini telah dicetak ulang sebanyak dua kali, yaitu pada bulan Juli tahun

2007 dan Juni tahun 2013. Novel dengan ketebalan 182 halaman ini pernah

diterbitkan dalam bahasa Jerman (Erdentanz) pada tahun 2007 dan bahasa

Inggris (Earth Dance) pada tahun 2011. Novel Tarian Bumi juga pernah

mendapatkan penghargaan dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan

Nasional Indonesia dan banyak mendapat apresiasi dari beberapa majalah dan

penulis buku. Hal itu mengindikasikan bahwa novel Tarian Bumi merupakan

karya tersukses dari Rusmini.

Novel Tarian Bumi yang mengambil latar di Bali banyak dipandang

sebagai novel pemberontakan terhadap adat. Novel ini mengungkapkan

kondisi sosial masyarakat Bali yang kental akan hegemoni kaum patriarki

yang termanifestasi dalam adat dan tradisi. Pemberontakan-pemberontakan

tersebut digambarkan dengan manis oleh Rusmini melalui dialog-dialog serta

pemikiran-pemikiran dari para tokoh perempuannya. Tokoh-tokoh utama

dalam novel Tarian Bumi yaitu: Ida Bagus Tugur, Ida Ayu Sagra Pidada, Ida

Bagus Ngurah Pidada, Luh Sekar (Jero Kenanga), Wayan Sasmitha, Ida Ayu

Telaga Pidada, dan Luh Sari. Adapun tokoh sampingan dalam novel ini antara

lain: Luh Dalem, Luh Kenten, Luh Gumbreg, Luh Sadri, Luh Kambren, Luh

Kerta, Luh Kerti, Luh Kendran, Ida Bagus Ketu Pidada, Putu Sarma, Ida Ayu

Ketut, dan Ida Ayu Made.

Secara singkat, novel ini bercerita tentang kehidupan

perempuan-perempuan Bali (sebagian dari mereka adalah penari) beserta konflik-konflik

yang mereka alami. Dalam menjalani kehidupan sebagai perempuan Bali,

mereka dihadapkan pada suatu adat yang kaku dan membelenggu sehingga

(2)

commit to user

cenderung menjauhkan mereka pada kebahagiaan. Melalui pikiran-pikiran

para tokoh perempuannya, novel ini menggambarkan pemberontakan terhadap

adat.

Berawal dari cerita kehidupan Luh Sekar. Luh Sekar adalah

perempuan cantik dan berpawakan penari yang berasal dari keluarga miskin

berkasta Sudra. Luh Sekar bersahabat dengan Luh Kenten yang ternyata

berjiwa lesbian dan diam-diam menyukai Luh Sekar tanpa sepengetahuan

Sekar. Dalam kehidupan, Luh Sekar yang tinggal bersama ibunya, Luh Dalem,

dianggap sebagai keturunan PKI karena ayah dari Sekar yang sekarang sudah

meninggal adalah anggota dari PKI, sehingga mereka dipandang sebelah mata

dan mendapatkan perlakuan diskriminatif dari orang-orang di sekitarnya.

Sekar yang bercita-cita sebagi penari primadona di desanya pun terpaksa

mengalami kesulitan karena pandangan warga yang diskriminatif walaupun

dengan kecantikan dan pawakannya ia sangat cocok menjadi penari.

Akhirnya, berkat usaha keras dan doa-doa yang dipanjatkannya bersama Luh

Kenten, Sekar berhasil menjadi penari tercantik di desanya sehingga ia

berhasil memikat dan menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada, di mana

menikah dengan laki-laki Brahmana adalah impian terbesar Luh Sekar.

Pernikahan itu harus dibayar mahal oleh Sekar dengan tidak bisa memakai

namanya kembali. Kini Luh Sekar berganti nama menjadi Jero Kenanga

lantaran ia menikah dengan lelaki berkasta Brahmana. Suami dari Kenanga,

Ngurah Pidada, adalah laki-laki yang gemar meniduri perempuan-perempuan

lain dan akhirnya mati di tempat pelacuran. Kenanga juga dipandang sebelah

mata oleh mertuanya, Ida Ayu Sagra Pidada, lantaran ia berasal dari kasta

Sudra.

Buah cinta dari Kenanga dan Ngurah Pidada bernama Ida Ayu Telaga

Pidada. Telaga adalah perempuan cerdas yang berparas cantik dan bermata

bulat. Sewaktu Telaga menjalani upacara menek kelih, upacara pembabtisan

yang menandakan seorang perempuan telah dewasa, Telaga sebenarnya tidak

ingin menanggalkan masa kanak-kanaknya yang teramat ia cintai. Telaga

tidak ingin menjadi perempuan dewasa yang terlalu banyak diatur oleh adat

(3)

commit to user

dan mempunyai fisik yang dirasa memberatkannya semisal ia harus

menggendong dua payudara yang melekat pada dadanya.

Telaga mempunyai guru tari bernama Luh Kambren yang

mengajarinya menari sampai Telaga menjadi penari yang sangat cantik. Ia

sering menari bersama Wayan Sasmitha, laki-laki Sudra yang diidam-idamkan

seluruh perempuan griya. Akhirnya dengan keberanian Telaga dan Wayan,

mereka menikah walaupun pernikahan antara perempuan Brahmana dan

laki-laki Sudra sangat dihindari dalam adat Bali. Pernikahan itu dilakukan dengan

tanpa izin dari Kenanga, ibu dari Telaga. Telaga diremehkan oleh mertuanya

karena Telaga berasal dari kasta Brahmana. Telaga dianggap tidak dapat

menyesuaikan diri dengan kehidupan keluarga Wayan yang diwarnai dengan

peluh dari kerja keras dan penderitaan. Telaga juga mendapat perlakuan sinis

dari Luh Sadri, adik perempuan Wayan yang sejak kecil iri dengan Telaga

karena kecantikan Telaga selalu dibicarakan para laki-laki.

Telaga akhirnya melahirkan anaknya yang diberi nama Luh Sari. Tak

lama kemudian Wayan meninggal. Mertuanya menganggap Wayan mati

karena kesialan yang menghinggapinya. Mertua dari Telaga menganggap

kesialan-kesialan dalam keluarga Wayan terjadi lantaran Wayan menikah

dengan perempuan Brahmana sehingga ia menyuruh Telaga untuk melakukan

upacara patiwangi (upacara penanggalan gelar kebangsawanan) yang harus

dilakukan di griya, rumah Telaga dulu, untuk membunuh kesialan-kesialan

yang mendatangi keluarga Wayan.

Telaga pun menjalani upacara tersebut di griya. Hanya Ida Bagus

Tugur, kakek Telaga, yang menyambutnya dengan baik di griya setelah

sepuluh tahun Telaga tidak menampakkan diri di griya. Kenanga, ibu dari

Telaga, tidak mau menemui Telaga karena ia sangat kecewa Telaga menikah

dengan seorang laki-laki Sudra.

2.

Rekam Jejak Pengarang

Ida Ayu Oka Rusmini yang lahir di Jakarta pada 11 Juli 1967,

merupakan seorang penulis puisi, novel, dan cerpen. Oka Rusmini saat ini

(4)

commit to user

tinggal di Denpasar, Bali. Dalam kesehariannya, Oka Rusmini berprofesi

sebagai wartawan di Bali Post.

Karya-karya Oka Rusmini berupa puisi, cerpen, serta novel yang

fenomenal dan sering dianggap kontroversial karena mengangkat sejumlah

persoalan adat-istiadat dan tradisi Bali yang kolot dan menempatkan

perempuan dalam posisi yang dikalahkan, terutama di lingkungan griya,

sebutan rumah kaum Brahmana. Oka Rusmini juga dengan lugas mendobrak

tabu, mengupas persoalan seks dan erotika secara gamblang.

Ibu dari satu anak ini mulai banyak dikenal sejak meluncurkan

novelnya yang berjudul Tarian Bumi pada tahun 2000. Novel yang

mengangkat pergulatan konflik nilai maskulinitas dan feminitas dibalut

dengan riuhnya aturan adat ini membuat nama Oka Rusmini menjulang di

belantika sastra Indonesia, kendati kiprah kepenulisan Oka Rusmini telah

dimulai jauh sebelumnya.

Oka Rusmini memunyai suami bernama Arief Bagus Prasetyo dan

memiliki masa kecil yang tidak terlalu manis untuk dikenang. Kedua orang

tuanya bercerai ketika Oka Rusmini berusia 6 tahun. Oka Rusmini kemudian

diasuh oleh ayahnya yang kemudian menikah lagi. Sebagai perempuan produk

keluarga broken home, Oka Rusmini tumbuh seorang diri tanpa ibu atau kakak

yang dapat dijadikan tempat berkeluh-kesah. Rusmini menumpahkan segala

isi hatinya hanya kepada buku harian. Lantaran itu, menurut Oka Rusmini,

menulis merupakan suatu terapi jiwa.

Segala macam karya Oka Rusmini ditujukan untuk sebuah

dokumentasi, khususnya dokumantasi Bali. Oka Rusmini memunyai

keyakinan bahwa segala tradisi yang pernah terjadi di Bali, suatu saat akan

punah tergerus zaman. Menurut Oka Rusmini, persoalan perempuan di Bali

dan di mana pun) adalah persoalan kultur dan agama, dan perempuan itu

sendirilah yang mengerti dirinya. Oleh karena itu, perempuan pulalah yang

harus menuliskannya.

Trauma perceraian orang tua Oka Rusmini sempat membuatnya

berniat tidak menikah. Tetapi, kekerasan hatinya luluh oleh cinta seorang pria

(5)

commit to user

Jawa yang kini menjadi suaminya. Dari perkawinan mereka lahirlah Pasha

Renaisan. Oka Rusmini memiliki kemiripan nasib dengan tokoh-tokoh

perempuan yang ia tulis, “dibuang” oleh keluarganya karena menikah dengan

laki-laki berbeda kasta. Oka Rusmini yang merupakan perempuan berkasta

Brahmana menikah dengan Arief Bagus Prasetyo, seorang muslim dari Jawa.

Dengan demikian, saat ini Oka Rusmini menanggalkan status Brahmana dan

menjadi seorang muslim.

B.

Deskripsi Temuan Penelitian

Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini menjadi objek yang akan

dianalisis menggunakan pendekatan feminisme. Dalam penelitian ini ditemukan

beberapa data sebagai berikut:

1.

Unsur Feminisme dalam Novel Tarian Bumi Karya Rusmini

Pemberontakan dalam novel Tarian Bumi diawali dengan pemikiran

Telaga terhadap ayahnya yang tidak pernah menjalankan tugasnya sebagai

suami. Ida Bagus Ngurah Pidada, ayah dari Telaga, diceritakan sebagai

laki-laki Brahmana yang gemar bercinta dengan banyak perempuan. Selain itu,

Ngurah Pidada tidak pernah memberi nafkah batin terhadap anak dan istrinya.

Ia hanya peduli dengan kesenangan-kesenangannya, seperti metajen (adu

ayam) dan minum-minuman keras bersama para berandalan. Pemberontakan

ini terwujud dalam pemikiran Telaga. Kutipan di bawah ini adalah pemikiran

Telaga yang menunjukkan pemberontakan terhadap praktik-praktik budaya

patriarki yang termanifestasi melalui sikap Ida Bagus Ngurah Pidada terhadap

Jero Kenanga:

Laki-laki yang menitipkan berjuta-juta benih dalam tubuh ibu Telaga

adalah laki-laki yang tidak pernah dikenalnya. Bagi Telaga, ayahnya

adalah laki-laki paling tolol. Telaga selalu bertanya, bagaimana cara

alam menyeleksi kehidupan ini sehingga dirinyalah yang dipilih untuk

menjadi anak Ida Bagus Ngurah Pidada. Ketololan laki-laki itu

membuat Telaga merasa bisa hidup tanpa laki-laki (Tarian Bumi: 10).

(6)

commit to user

Berikut ini adalah kutipan lain yang menampilkan pemberontakan

Telaga kepada Ida Bagus Ngurah Pidada yang terwujud dalam pemikiran

Telaga:

Bagi Telaga, dialah lelaki idiot yang harus dipanggil dengan nama

yang sangat agung. Aji, Ayah. Menjijikkan sekali! Lelaki yang tidak

bisa bersikap!... (Tarian Bumi: 11).

Kata orang-orang tua, Telaga memiliki ibu seorang Sudra. Jadi,

sebagai anak yang lahir dari perempuan Sudra, Telaga harus

menambahkan gelar kehormatan itu pada semua manusia yang ada di

griya, termasuk laki-laki yang dalam tubuhnya juga ada sekerat daging

Telaga. Sebuah panggilan yang tidak pantas! (Tarian Bumi: 11)

Laki-laki yang memiliki Ibu adalah laki-laki paling aneh. Dia bisa

berbulan-bulan tidak pulang. Kalau di rumah, kerjanya hanya metajen,

adu ayam, atau duduk-duduk dekat perempatan bersama para

berandalan minum tuak, minuman keras. Laki-laki itu juga sering

membuat ulah yang sangat memalukan Nenek, ibunya sendiri (Tarian

Bumi: 12).

Pemberontakan terhadap budaya yang terdapat pada novel Tarian

Bumi juga tercermin dalam tokoh Luh Sekar. Luh Sekar memberontak

terhadap adat Bali yang menempatkan perempuan dalam kelas yang rendah.

Adat itu termanifestasi melalui sikap masyarakat terhadap Luh Sekar. Luh

Sekar berada pada posisi yang rendah (perempuan Sudra) dan diperlakukan

secara diskriminatif oleh masyarakat karena dianggap keturunan PKI.

Pemberontakan Luh Sekar terwujud dalam tindakan-tindakannya. Luh

Sekar berjuang dengan berbagai cara agar ia mendapatkan kehormatan dan

tidak lagi dipandang rendah oleh masyarakat. Luh Sekar berjuang agar dapat

menjadi penari dan mendapatkan suami berkasta Brahmana. Dengan mencapai

kedua keinginannya tersebut, Sekar beranggapan akan memperoleh

kebahagiaan dan kehormatan. Ia tidak akan mengalami penindasan lagi.

“Apa pun yang akan terjadi dengan hidupku, aku harus jadi seorang

rabi, seorang istri bangsawan. Kalau aku tak menemukan laki-laki itu,

aku tak akan pernah menikah!” Suara Luh Sekar terdengar penuh

keseriusan (Tarian Bumi: 22).

(7)

commit to user

“Aku capek jadi perempuan miskin, Luh. Tidak ada orang yang bisa

menghargaiku. Ayahku terlibat kegiatan politik, sampai kini tak jelas

hidup atau matikah dia. Orang-orang mengucilkan aku. Kata mereka,

aku anak pengkhianat. Anak PKI! Yang berbuat ayahku, yang

menanggung beban aku dan keluargaku. Kadang-kadang aku sering

berpikir, kalau kutemukan laki-laki itu aku akan membunuhnya!”

(Tarian Bumi: 22).

Diskriminasi kelas termanifestasi melalui sikap masyarakat terhadap

Luh Sekar. Luh Sekar berada pada posisi yang rendah dalam masyarakat

karena ia berasal dari kasta Sudra. Terlebih masyarakat menganggap Sekar

adalah keturunan PKI. Hal itu semakin menempatkan Sekar pada posisi yang

lemah. Akibatnya Sekar terancam gagal untuk mewujudkan keinginannya

sebagai pragina joged.

Pemberontakan Sekar terwujud dalam tindakan dan sikapnya. Sekar

berjuang untuk dapat menjadi penari primadona di desanya. Sekar melawan

kecenderungan masyarakat yang menganggap bahwa hanya anak tokoh

masyarakat yang mempunyai hak untuk menjadi pragina.

“Aku ingin menjadi penari, Kenten” (Tarian Bumi: 26).

“Kenten, kenten. Jangan terlalu serius memandang kebenaran. Di

dunia ini, sudah lama tidak ada bentuk kebenaran yang bisa kita

pegang. Kebenaran yang kita jadikan ukuran ideal untuk menghadapi

hidup ini lebih realis dan lebih jelas. Begitu juga dengan menari. Sejak

kapan orang-orang di desa ini melarang gadis cantik dan berbakat

sepertiku ikut menari?” (Tarian Bumi: 27).

“Kupikir tidak. Semua perempuan berhak memiliki mimpi” (Tarian

Bumi: 29).

“Tapi aku tidak pernah mau menyerah. Aku harus jadi penari joged. …

(Tarian Bumi: 37).

“… Karena hidupku selalu sial, aku ingin bertaruh pada diriku sendiri.

Aku ingin menaklukkan hidupku. Hidup bagiku adalah pertarungan

yang tidak pernah selesai. Tidak akan pernah habis selama aku masih

hidup. Aku harus jadi pemenang. Sebelum aku mengalahkan hidup,

aku tidak ingin mati! …” (Tarian Bumi: 43).

(8)

commit to user

Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan pemberontakan terhadap

diskriminasi kelas yang dialami oleh Sekar. Luh Sekar memiliki ciri-ciri

seorang penari, tetapi tetua joged memandang remeh Luh Sekar karena Sekar

dianggap keturunan PKI.

“Lalu kenapa setiap melewati diriku tetua sekehe joged menghindar

dan berusaha memejamkan matanya?” (Tarian Bumi: 37).

“Aku tidak bisa menerima perlakuan itu, Kenten. Itu hinaan! Kelak,

aku akan membuat perhitungan pada semua orang yang merintangi

keinginanku. Keinginan yang harusnya pantas jadi milikku!” (Tarian

Bumi: 37).

Luh Kenten meragukan Luh Sekar akan menjadi penari. Luh Kenten

mempunyai pemikiran layaknya kebanyakan orang, yaitu merasa rendah diri

karena ia adalah perempuan Sudra. Kenten pun sebenarnya tidak setuju jika

Sekar menjadi penari karena Sekar adalah seorang perempuan Sudra, bukan

anak tokoh masyarakat. Ia menganggap Sekar terlalu bermimpi. Berikut

adalah cuplikan dialog Kenten kepada Seka.

“Sadarlah Sekar, sadar. Kau tahu siapa dirimu?”

“Apa kalau ingin jadi penari harus jadi anak tokoh masyarakat dulu?”

(Tarian Bumi: 26).

Kutipan di bawah ini menunjukkan suatu pemberontakan yang

dilakukan oleh Luh Sekar terhadap praktik budaya yang mendiskriminasikan

masyarakat berdasar status sosialnya.

“Hanya karena aku boleh sembahyang ke pura desa aku harus

bersyukur. Bagaimana pikirmu, Kenten? … (Tarian Bumi: 26).

“… Yang kutanya, apa komentarmu tentang aku, Luh Sekar. Manusia

yang dalam darahnya mengalir darah laki-laki pengkhianat, laki-laki

yang konon memimpin pembantaian di desa ini. Seoarang laki-laki

yang mengkhianati perjuangan republik ini, laki-laki yang tega

menghabisi bayi sekalipun. Aku adalah perempuan yang tak pernah

mengenal wajah yang ikut membentuk tubuhnya. Aku juga tidak

pernah meminta Tuhan memilih laki-laki itu untuk melengkapi

wujudku sebagai manusia agar aku bisa hidup di bumi ini, di desa ini.

Salahkah kalau sekarang aku ingin jadi penari yang dipuja-puja?

Penari yang bisa menghidupkan sekehe joged desa ini! …” (Tarian

Bumi: 28).

(9)

commit to user

Ketika cita-cita Luh Sekar yaitu menikah dengan seorang Ida Bagus

terwujud, Luh Sekar diberi nama baru, yaitu Jero Kenanga karena kastanya

telah berubah menjadi seorang Brahmana. Ketika telah menjadi seorang

Brahmana, diskriminasi pun tetap dialaminya. Diskriminasi yang bersumber

dari adat membuat Jero Kenanga harus menjaga jarak dengan keluarganya

sendiri. Adat mengharuskan perempuan Sudra yang naik kasta untuk menjaga

jarak dengan keluarganya yang berkasta Sudra karena perbedaan kasta.

Sekarang derajat Luh Sekar lebih tinggi dari derajat perempuan yang

telah bersusah payah mengandung dan membesarkannya. Pada saat itu

dia merasa tak lagi memiliki siapa pun. Tidak keluarga, tidak juga

ibunya. Perempuan tua itu telah berubah pula. Ada jarak yang tidak

bisa diterjemahkan lewat kata-kata (Tarian Bumi: 60).

Telaga paham, dan mencoba menyadari alangkah sulitnya menjadi

perempuan. Dalam keluarganya sendiri Sekar harus berlaku seperti

bangsawan

tulen.

Akan

sial

jadinya

bila

keluarga

Sekar

memperlakukannya sewenang-wenang (Tarian Bumi: 61).

Selain itu, di lingkungan keluarga suaminya, Sekar harus tetap berlaku

seperti seorang Sudra. Diskriminasi terhadap perempuan yang bersumber dari

adat tercermin dalam tokoh Luh Sekar yang terhegemoni oleh keluarga

suaminya.

Sementara dalam keluarga besar suaminya, Sekar tetap seperti

perempuan Sudra. Dia harus berbahasa halus dengan orang-orang

griya. Tidak boleh minum satu gelas dengan anak kandungnya sendiri.

Tidak boleh memberikan sisa makanannya pada orang-orang griya,

termasuk anak yang dilahirkannya (Tarian Bumi: 61).

Feminisme juga tercermin dalam tokoh Luh Kenten. Oka Rusmini

menggambarkan tokoh Luh Kenten sebagai seorang lesbian. Kenten hanya

dapat mencintai perempuan. Penggambaran Luh Kenten sebagai seorang

lesbian ini merupakan pemberontakan terhadap sistem sosial yang patriarkis,

menganggap hubungan non-heteroseksual adalah penyakit atau kelainan jiwa.

Luh Kenten hanya bisa menarik napas dan bertanya pada dirinya

sendiri. Dosakah dia kalau hanya mencintai dan bisa tersentuh bila

memandang tubuh perempuan? (Tarian Bumi: 30).

(10)

commit to user

Kalau sekarang dia mulai tertarik dengan sesama perempuan, apa itu

salah? Aibkah? Apakah Tuhan tidak akan memberi tempat bagi

seorang perempuan yang mencintai seorang perempuan juga? Kalau

Tuhan boleh marah, kenapa Kenten tidak? (Tarian Bumi: 35).

… Hubungan yang kata orang-orang adalah hubungan orang-orang

sakit. Benarkah aku sakit? Karena aku tidak bisa merasakan nikmatnya

memandang laki-laki lalu orang dengan mudah memberi vonis, Kenten

orang sakit. Sakit jiwa. Dia memerlukan pertolongan ahli jiwa. Siapa

sesungguhnya yang sakit? Dirinya? Atau orang-orang di luar?

Orang-orang yang tidak pernah mau mengerti perasaannya! Kalau seluruh

laki-laki selalu lapar memandang Sekar, kenapa aku tidak diijinkan

untuk memiliki rasa lapar itu? … (Tarian Bumi: 38).

Reaksi terhadap anggapan bahwa perbedaan antara perempuan dan

laki-laki adalah suatu kodrat atau takdir tercermin dalam tokoh Kenten.

Kenten merasa terbebani oleh ciri-ciri fisiknya. Terdapat dua buah payudara

yang sangat mengganggu Kenten ketika ia beraktivitas dan membuat Kenten

tidak bebaskarena payudara tersebut harus ditutupi. Kenten juga merasa tidak

nyaman menjadi seorang perempuan karena setia bulan ia akan mengalami

menstruasi yang sangat mengganggunya ketika ia bekerja.

Sejak diupacarai sebagai seorang perempuan, dia sadar, tubuh dan

kelahirannya memang mempunyai ciri khas yang harus dimainkan. Dia

harus berperan sebagai perempuan, karena ciri-ciri itu benar-benar

melekat. Ada dua gumpalan daging yang menyembul di dadanya.

Gumpalan daging yang membuatnya merasa tidak bebas. Daging itu

sangat mengganggu, karena diperlukan berlembar-lembar kain untuk

menutupnya. Belum lagi tiap bulan ada darah yang mengalir dari

kedua batang kakinya. Darah yang mengalir semaunya sendiri! Setiap

bulan, Kenten harus sibuk membersihkan darah di tubuhnya. Kalau dia

harus bekerja mengangkati kayu bakar dari pasar, kondisi itu sangat

mengganggunya (Tarian Bumi: 30-31).

Pemberontakan terhadap budaya patriarki yang menempatkan

perempuan pada posisi yang rendah juga ditunjukkan dalam dialog antara Luh

Kenten dengan ibunya. Dalam dialog ini, Kenten merasa dirinya diperlakukan

tidak hormat oleh sekelompok laki-laki yang sedang bersantai di warung kopi,

sementara dirinya harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup. Kenten

tidak dapat menerima perlakuan tidak hormat para laki-laki terhadap dirinya.

Sebagai perempuan, ia merasa tertindas oleh kaum laki-laki yang hidupnya

(11)

commit to user

sangat sanatai, sedangkan para perempuan harus bekerja giat. Berikut ini

adalah kutipannya:

“Tidak. Aku hanya tidak senang gunjingan laki-laki yang duduk santai

di kedai kopi setiap pagi. Sementara aku harus bekerja keras, kaki

mereka terangkat di kursi. Tubuh mereka hanya tertutup kain yang

begitu lusuh. Para laki-laki itu, aku yakin belum mandi. Aneh sekali

tingkah mereka. Setiap hari dari pagi sampai siang hanya duduk dan

mengobrol. Mata mereka begitu liar menggodaku. Rasanya, aku ingin

melempar kayu bakar ke mata mereka” (Tarian Bumi: 31-32).

“Aku tidak akan kawin, Meme. Aku tidak ingin mereka bohongi. Aku

benci seluruh laki-laki yang membicarakan perempuan dengan cara

tidak terhormat!” (Tarian Bumi: 34).

“Tidak. Setiap hari aku saksikan sendiri kegiatan mereka. Minum kopi

sampai siang, sore hari metajen, sabung ayam. Malamnya mereka

bebas istirahat ditemani istri. Nikmat sekali hidup mereka!” (Tarian

Bumi: 34).

“Ya,Meme. Ini aku ucapkan dengan kesungguhan. Aku akan buktikan,

kita bisa hidup tanpa laki-laki. Aku akan buktikan ucapan ini!” (Tarian

Bumi: 34).

Alangkah mujurnya makhluk bernama laki-laki. Setiap pagi para

perempuan berjualan di pasar, tubuh mereka dijilati matahari. Hitam

dan berbau. Tubuh itu akan keriput. Dan laki-laki dengan bebasnya

memilih perempuan-perempuan baru untuk mengalirkan limbah

laki-lakinya (Tarian Bumi: 35).

Pemberontakan juga terlahir dari tindakan-tindakan serta pemikiran

Telaga dalam novel Tarian Bumi. Pemikiran Telaga memberontak terhadap

adat yang memberatkan perempuan, ibunya sendiri, yang harus mendapatkan

perlakuan yang berbeda dari keluarga suaminya. Luh Sekar dipandang rendah

oleh keluarga dari suaminya dikarenakan Luh Sekar berkasta Sudra dan

dianggap tidak sederajat.

Kutipan di bawah ini menunjukkan beban hidup yang harus disandang

oleh perempuan Bali. Beban itu bersumber dari peraturan adat.

… Telaga sering berpikir sendiri, nama baru yang disandang Ibu sesuai

dengan beban hidupnya. Makin hari beban hidup perempuan itu makin

bertambah saja. Masalah Ayah, masalah Nenek, juga masalah Kakek.

(12)

commit to user

Betapa beratnya menjadi seorang perempuan. Teramat menyakitkan!

(Tarian Bumi: 62).

… Telaga tidak pernah paham, berapa aturan lagi yang harus dipelajari

Ibu agar diterima sebagai bangsawan sejati. Hampir dua puluh tahun

tidak ada habis-habisnya! (Tarian Bumi: 63).

Pemberontakan lain dari Telaga adalah ketika ia menanggalkan status

kebangsawanannya dikarenakan Telaga mencintai laki-laki Sudra bernama

Wayan Sasmitha. Telaga melakukan pemberontakan terhadap adat Bali yang

patriarki. Telaga memilih turun kasta karena menikah dengan laki-laki Sudra

walau pun ia harus menerima perlakuan diskriminatif dari keluarganya sendiri

yang menganggap pernikahan tersebut adalah aib.

Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan gejala pemberontakan

yang dilakukan Telaga. Telaga mulai jatuh cinta dengan laki-laki Sudra, yaitu

Wayan Sasmitha.

… Baginya tidak ada lukisan yang lebih indah selain lukisa ketika

mata Wayan dan Telaga bertemu. Rasanya seluruh bahasa dan warna

bertemu di sana. Yang ada hanya bahasa milik mereka yang melahap

apa saja yang menghalangi tatapan keduanya (Tarian Bumi: 121).

Kutipan di bawah ini menunjukkan keberanian Telaga dalam

memberontak terhadap adat Bali yang patriarki, mulai muncul.

Hidup terus berjalan. Ketika keberanian itu mulai muncul dan semakin

matang, Telaga harus berhadapan dengan Luh Gumbreg, ibu Wayan…

(Tarian Bumi: 136).

“Tiang dan Wayan sudah mencobanya, Meme. Berkali-kali,

bertahun-tahun. Tidak bisa” (Tarian Bumi: 136-137).

“Tiang tahu ini menyusahkan Meme. Tetapi Mme juga harus mencoba

mengerti perasaan tiang. Perasaan Wayan” (Tarian Bumi: 137).

“Tiang harap Meme bisa mengerti. Meme jangan takut. Tiang bisa

hidup dan menyesuaikan diri dengan keluarga Meme” (Tarian Bumi:

139).

Telaga juga menolak ketika ia hendak dijodohkan oleh ibunya dengan

seorang laki-laki Brahmana. Telaga memandang laki-laki itu hanya

(13)

commit to user

menginginkan tubuh Telaga. Telaga tidak ingin tubuhnya dimanfaatkan oleh

laki-laki Brahmana yang didatangkan oleh ibunya. Berikut ini adalah kutipan

dialog antara Telaga dan ibunya:

… Telaga menantang mata ibunya. Kali ini dia harus berani melawan,

karena ibunya sangat memaksa agar Telaga mau keluar dengan

laki-laki itu. Dari matanya Telaga tahu, laki-laki-laki-laki yang selalu

bermanis-manis dengan ibunya itu akan melahap tubuh Telaga tanpa sisa, lalu

membuangnya ke keranjang sampah. Tidak! Telaga tidak akan

membiarkan laki-laki itu menyentuh satu helai pun rambutnya (Tarian

Bumi: 123).

Pemberontakan yang dilakukan Telaga terjadi ketika ia menikah

dengan Wayan Sasmitha, seorang laki-laki Sudra tanpa meminta izin kepada

keluarga Telaga. Dalam adat Bali, pernikahan antara laki-laki Sudra dengan

perempuan Brahmana merupakan aib bagi keluarga mereka masing-masing.

Keluarga Brahmana menganggap hal tersebut merupakan aib karena anak

perempuannya menikah dengan laki-laki yang lebih rendah derajatnya.

Sedangkan dari keluarga Sudra, hal tersebut juga merupakan aib karena

dengan menikahi perempuan Brahmana, mereka dianggap tidak tahu diri.

Keberanian Telaga menikah dengan Wayan Sasmitha, seorang laki-laki Sudra,

merupakan pemberontakan terhadap adat. Berikut ini adalah kutipannya:

“Meme, rencananya tiga hari lagi kami kawin” (Tarian Bumi: 145).

“Tiang sudah hamil lima bulan, Meme” (Tarian Bumi: 145).

Perkawinan itu berlangsung. Hidup Telaga jadi berubah total. Bangun

pagi-pagi tidak ada pelayan yang menyiapkan segelas susu dan roti

bakar. Yang ada hanya segelas air putih. Itu pun air putih kemarin. …

(Tarian Bumi: 146)

Telaga menikah tanpa orang tua. Saat ini dia hanya memiliki Wayan

… (Tarian Bumi: 148).

Kutipan berikut ini menunjukkan keberanian Telaga dalam

mewujudkan kehendaknya walau pun kehendaknya melanggar adat.

Telaga merasa orang-orang selalu lebih tahu daripada dirinya sendiri.

Padahal mereka sama sekali tidak tahu seperti apa perasaan Telaga

ketika kawin dan hidup sebagai perempuan Sudra untuk yang pertama

(14)

commit to user

kalinya. Wayan hanya bisa membelikan kebaya dan kain yang kasar.

Telaga benar-benar melatih diri untuk menanggalkan seluruh busana

kebangsawanannya. Semua untuk cinta. Untuk perhatian, untuk kasih

sayang yang tidak pernah dia dapatkan dari laki-laki (Tarian Bumi:

149).

Telaga adalah perempuan yang terhegemoni oleh praktik budaya

patriarki. Dalam keluarganya sendiri, Telaga sudah tidak dianggap

keberadaannya karena menikah dengan laki-laki Sudra dan turun kasta.

Sedangkan dari keluarga Wayan Sasmitha Telaga dianggap tidak dapat

menyesuaikan diri dengan keluarga Wayan Sasmitha yang miskin dan penuh

kerja keras. Penindasan lain terwujud dalam tokoh Luh Gumbreg sebagai

wakil dari keluarga Wayan Sasmitha. Gumbreg dan masyarakat menganggap

penyebab kematian Wayan adalah Telaga. Wayan mati karena menikah

dengan perempuan Brahmana.

Kutipan di bawah ini menunjukkan perilaku diskriminatif yang datang

dari keluarga Wayan Sasmitha:

“Berkali-kali tiang berkata, menikah dengan perempuan Ida Ayu pasti

mendatangkan kesialan…” (Tarian Bumi: 152).

“Jangan terlalu dekat dengan anak tiang. Sudah kubilang jangan kawin

dengan Wayan. Kau masih membandel!” (Tarian Bumi: 152).

Kutipan di bawah ini menunjukkan budaya patriarki yang

termanifestasi melalui tokoh Jero Kenanga. Kenanga tidak lagi menganggap

Telaga sebagai anak lantaran Telaga telah menikah dengan laki-laki Sudra

sehingga dianggap tidak sederajat dengan Kenanga.

“Setan apa yang membawamu kemari!” (Tarian Bumi: 168).

“Tiang sudah lama tidak memiliki anak, Ratu. Sudah mati!” (Tarian

Bumi: 168).

“Anak tiang sudah mati. Dia tidak mungkin kembali lagi!” (Tarian

Bumi: 168).

Karena dianggap sebagai pembawa sial, Telaga mematuhi perintah

Luh Gumbreg untuk melakukan upacara patiwangi. Upacara tersebut

dilakukan guna menanggalkan nama Ida Ayu. Dengan menjalani upacara

(15)

commit to user

tersebut, Telaga telah resmi menjadi perempuan Sudra. Berikut adalah

kutipannya:

Telaga menceritakan bahwa dia harus pamit pada leluhurnya di griya,

karena sekarang dia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga griya

(Tarian Bumi: 169-170).

“Tiang tahu ini sulit dilakukan. Karena menyangkut harga diri

Tukakiang dan nama baik griya. Dengan memberi kebebasan tiang

bersembahyang dan pamit di pemerajaan griya, tiang akan dijadikan

contoh, akan menimbulkan masalah, karena akan banyak Ida Ayu yang

kawin dengan laki-laki Sudra. Ini aib bagi mereka!” (Tarian Bumi:

170).

“Meme ini tiang. Hari ini tiang sudah pamit pada leluhur. Hari ini juga

tiang akan menanggalkan nama Ida Ayu. Tiang akan jadi perempuan

Sudra yang utuh. Meme, bicaralah pada tiang!” (Tarian Bumi: 173)

“Meme, tiang ingin pamit. Tiang percaya Meme mendengar kata-kata

tiang” (Tarian Bumi: 174).

Kutipan di bawah ini menunjukkan pemberontakan Telaga yang

terwujud dalam dialognya. Telaga merasa bahagia menikah dengan Wayan

Sasmitha. Ia tidak menyesal menjadi perempuan Sudra. Telaga menyesalkan

sikap ibunya yang merupakan perempuan Sudra tetapi merasa lebih

bangsawan dari bangsawan yang sesungguhnya.

“Terima kasih, Meme. Meme harus tahu, tiang tidak menyesal menjadi

istri Wayan. Yang tiang sesalkan, begitu banyak orang merasa lebih

bangsawan daripada bangsawan yang sesungguhnya” (Tarian Bumi:

174).

Bentuk-bentuk eksploitasi pada tubuh perempuan juga terdapat dalam

novel Tarian Bumi. Eksploitasi terhadap tubuh perempuan dilakukan oleh

seorang pelukis dari Jerman. Pelukis itu mengeksploitasi tubuh Luh Dampar,

teman dari Luh Kambren. Pelukis Jerman itu memanfaatkan tubuh Luh

Dampar untuk kepentingannya dalam mencari uang. Berikut ini adalah

cuplikan narasi dan dialog yang menggambarkan eksploitasi terhadap tubuh

perempuan:

Sejak seringnya orang asing belajar menari dan berteman dengannya,

Dampar mulai membuat ulah. Akhirnya masuklah dia dalam

(16)

commit to user

perangkap lelaki Jerman yang matanya sangat liar serta tidak menaruh

hormat pada perempuan. Mata itu adalah mata yang selalu lapar, yang

memandang perempuan dengan cara-cara menjijikkan. Mata yang

amat tajam dan siap menguliti bagian-bagian tertentu tubuh

perempuan. Setiap lekuk pasti menjadi santapan lezat baginya. Kata

teman-teman Kambren, orang Jerman itu pelukis. Dia hampir sepuluh

tahun tinggal di Bali (Tarian Bumi: 97-98).

Berikut ini adalah kutipan dialog Luh Kambren yang memberontak

dari praktik-praktik budaya patriarki yang menempatkan perempuan dalam

kelas yang rendah serta pemberontakan terhadap eksploitasi terhadap tubuh

perempuan:

“Aku membenci mata laki-laki itu. Kau lihat sendiri caranya menatap

perempuan. Begitu tidak hormat. Katanya dia seorang seniman,

pemuja keindahan. Keindahan seperti apa yang bisa dilahirkan dari

matanya?!” (Tarian Bumi: 98).

“Bagi bangsamu mungkin bukan persoalan. Bagiku masih jadi masalah

besar. Ini soal prinsip. Prinsip serang perempuan!” (Tarian Bumi: 98).

… Ruang itu penuh foto-foto, slide, dan rekaman Luh Dampar dalam

keadaan telanjang. Bahkan ada video Luh Dampar sedang diikat dan

tubuhnya dijilati lima orang laki-laki. Luh Dampar berteriak-teriak.

Itukah yang dinamakan kesenian? ... (Tarian Bumi: 101).

2.

Sudut Pandang Pengarang dalam Novel Tarian Bumi Karya Rusmini

“…sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat,

yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan

ceritanya” (Nurgiyantoro, 2005: 248). Dalam penelitian ini, akan dianalisis

dari sudut pandang manakah pengarang menyuarakan pemberontakannya

melalui tokoh-tokoh perempuan.

Pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga (third person)

gaya “dia” mahatahu dalam novel Tarian Bumi. Hal itu terlihat dari

keberadaan pengarang dalam cerita. Pengarang menyebut tokoh yang sedang

diceritakan dengan kata ganti orang ketiga atau pengarang menyebut nama

tokoh tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa pengarang tidak terlibat dalam

cerita. Pengarang juga mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa,

tindakan, dan motivasi yang melatarbelakanginya. Dalam novel Tarian Bumi,

(17)

commit to user

pengarang menampilkan pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh

secara jelas. Berikut ini data yang ditemukan terkait dengan sudut pandang

persona ketiga ”dia” mahatahu.

a.

Pengarang menceritakan Ida Ayu Telaga Pidada

… Telaga sering berpikir sendiri, nama baru yang disandang Ibu

sesuai dengan beban hidupnya. Makin hari beban hidup perempuan

itu makin bertambah saja. Masalah Ayah, masalah Nenek, juga

masalah Kakek. Betapa beratnya menjadi seorang perempuan.

Teramat menyakitkan! (Tarian Bumi: 62).

… Telaga tidak pernah paham, berapa aturan lagi yang harus

dipelajari Ibu agar diterima sebagai bangsawan sejati. Hampir dua

puluh tahun tidak ada habis-habisnya! (Tarian Bumi: 63).

Laki-laki yang menitipkan berjuta-juta benih dalam tubuh ibu

Telaga adalah laki-laki yang tidak pernah dikenalnya. Bagi Telaga,

ayahnya adalah laki-laki paling tolol. Telaga selalu bertanya,

bagaimana cara alam menyeleksi kehidupan ini sehingga

dirinyalah yang dipilih untuk menjadi anak Ida Bagus Ngurah

Pidada. Ketololan laki-laki itu membuat Telaga merasa bisa hidup

tanpa laki-laki (Tarian Bumi: 10).

Laki-laki yang memiliki Ibu adalah laki-laki paling aneh. Dia bisa

berbulan-bulan tidak pulang. Kalau di rumah, kerjanya hanya

metajen, adu ayam, atau duduk-duduk dekat perempatan bersama

para berandalan minum tuak, minuman keras. Laki-laki itu juga

sering membuat ulah yang sangat memalukan Nenek, ibunya

sendiri (Tarian Bumi: 12).

Telaga menceritakan bahwa dia harus pamit pada leluhurnya di

griya, karena sekarang dia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga

griya (Tarian Bumi: 169-170).

b.

Pengarang menceritakan Luh Sekar (Jero Kenanga)

… Luh Sekar bangga diangkat sebagai keluarga besar griya. Dia

merasa dengan menjadi keluarga besar griya derajatnya lebih tinggi

dibanding perempuan-perempuan Sudra yang lain (Tarian Bumi:

21).

Narator menampilkan dialog dari Luh Sekar:

“Aku capek jadi perempuan miskin, Luh. Tidak ada orang yang

bisa menghargaiku. Ayahku terlibat kegiatan politik, sampai kini

(18)

commit to user

tak jelas hidup atau matikah dia. Orang-orang mengucilkan aku.”

“Kata mereka, aku anak pengkhianat. Anak PKI! Yang berbuat

ayahku, yang menanggung beban aku dan keluargaku.

Kadang-kadang aku sering berpikir, kalau kutemukan laki-laki itu aku akan

membunuhnya!” (Tarian Bumi: 22).

“Lalu kenapa setiap melewati diriku tetua sekehe joged

menghindar dan berusaha memejamkan matanya?” (Tarian Bumi:

37).

“Aku tidak bisa menerima perlakuan itu, Kenten. Itu hinaan!

Kelak, aku akan membuat perhitungan pada semua orang yang

merintangi keinginanku. Keinginan yang harusnya pantas jadi

milikku!” (Tarian Bumi: 37).

c.

Pengarang menceritakan Ida Ayu Sagra Pidada

Sambil menuruti perintah Nenek, Ibu hanya bisa menatap dengan

perasaan yang tidak pernah Telaga mengerti. Tatapan Ibu terlihat

aneh, penuh keprihatinan … (Tarian Bumi: 13).

Mendengar kabar itu Ibu menjerit-jerit. Telaga masih ingat

ekspresi yang penuh luka itu. Begitu juga maki-makian dari Nenek

Kata Nenek, tidak pantas Ibu berlaku seperti itu. Seorang

perempuan bangsawan harus bisa mengontrol emosi. Harus

menunjukkan kewibawaan. Ketenangan. Dengan menunjukkan

hal-hal itu berarti Ibu sudah bisa menghargai suaminya. Telaga

tidak pernah paham, berapa aturan lagi yang harus dipelajari Ibu

agar diterima sebagai bangsawan sejati. Hampir dua puluh tahun

tidak ada habis-habisnya! (Tarian Bumi: 63).

d.

Pengarang menceritakan Luh Kenten

Luh Kenten hanya bisa menarik napas dan bertanya pada dirinya

sendiri. Dosakah dia kalau hanya mencintai dan bisa tersentuh bila

memandang tubuh perempuan? (Tarian Bumi: 30).

Kalau sekarang dia mulai tertarik dengan sesama perempuan, apa

itu salah? Aibkah? Apakah Tuhan tidak akan memberi tempat bagi

seorang perempuan yang mencintai seorang perempuan juga?

Kalau Tuhan boleh marah, kenapa Kenten tidak? (Tarian Bumi:

35).

… Hubungan yang kata orang-orang adalah hubungan orang-orang

sakit. Benarkah aku sakit? Karena aku tidak bisa merasakan

nikmatnya memandang laki-laki lalu orang dengan mudah

(19)

commit to user

memberi vonis, Kenten orang sakit. Sakit jiwa. Dia memerlukan

pertolongan ahli jiwa. Siapa sesungguhnya yang sakit? Dirinya?

Atau orang-orang di luar? Orang-orang yang tidak pernah mau

mengerti perasaannya! … (Tarian Bumi: 38).

e.

Pengarang menceritakan Luh Kambren

Untuk ambisi yang satu ini ibunya mendatangkan guru tari. Telaga

harus belajar menari setiap sore hari. Guru itu bernama Luh

Kambren, guru tari terbaik dan termahal di seluruh desa. Jarang

ada orang yang bisa merayunyauntuk mengajarkan keahlian dan

rahasia-rahasianya yang kadang-kadang sulit diterima pikiran

Telaga … (Tarian Bumi: 75).

Dulu, Kambren mengira taksu yang didapatnya dari dewa tari akan

dia bawa sampai mati. Tetapi begitu melihat Telaga, pikiran itu

menguap. Tiba-tiba saja dia merasa bocah perempuan di depannya

adalah anaknya …(Tarian Bumi: 77).

Orang-orang juga bercerita bahwa Luh Kambren adalah

perempuan Sudra yang banyak tingkah. Dulu, seorang raja pernah

melamarnya untuk dijadikan selir. Kambren menolak

mentah-mentah. Sebagai hukumannya, Kambren harus mengajari

calon-calon selir raja menari. Berpuluh-puluh tahun tantangan itu dia

terima (Tarian Bumi: 94).

… Bagi Kambren itu bukan persoalan. Menjadi guru tari lebih

terhormat dibanding menjadi seorang selir! (Tarian Bumi: 95).

f.

Pengarang menceritakan Luh Gumbreg

Ternyata perempuan tua itu tidak berani menerimanya sebagai

menantu. Seorang laki-laki Sudra dilarang meminang perempuan

Brahmana. Akan sial jadinya bila Wayan mengambil Telaga

sebagai istri. Perempuan Sudra itu percaya pada mitos bahwa

perempuan Brahmana adalah surya, matahri yang menerangi gelap.

Kalau matahari itu dicuri, bisakah dibayangkan akibatnya? (Tarian

Bumi: 137).

Luh Gumbreg merasa kesulitan hidupnya sudah mulai terbuka di

depan mata. Dia akan menjadi pergunjingan orang. Setiap dia

melakukan gerak, seluruh mata orang desa akan mengikuti

geraknya. Bahkan Gumbreg yakin ketika bernapas pun ada mata

yang mengikuti (Tarian Bumi: 138).

Sakit sekali dadanya. Kesalahan apa yang telah diperbuatnya

sehingga anak laki-laki kesayangannya berniat memasuki

(20)

commit to user

malapetaka yang akan terus dijunjungnya tinggi-tinggi? Gumbreg

tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan Jero Kenanga

padanya. Perempuan itu pasti akan mengejek dengan sorot

matanya yang tajam dan selalu penuh dengan kemarahan itu.

Belum lagi tatapan orang-orang Sudra yang menyesali semua nasib

yang terjadi … (Traian Bumi: 138).

“Berkali-kali tiang berkata, menikah dengan perempuan Ada Ayu

pasti mendatangkan kesialan. Sekarang anakku mati! Wayan tidak

pernah mau mengerti. Ini bukan cerita dongeng. Ini kebenaran.

Kalau sudah begini jadinya aku harus bicara apa lagi!” Luh

Gumbreg memukul dadanya. Menatap Telaga tidak senang (Tarian

Bumi: 152).

“Jangan terlalu dekat dengan tubuh anak tiang. Sudah kubilang

jangan kawin dengan Wayan. Kau masih membandel!” Suara

Gumbreg makin menjadi-jadi (Tarian Bumi: 152).

g.

Pengarang menceritakan Luh Sadri

Luh Sadri, perempuan teman bermain Telaga itu, menarik napas.

Luka? Luka apa yang dipendam Telaga? Luh Sadri melirik ke

kanan dan ke kiri, berharap perempuan tua berpakaian serba putih

itu muncul lagi dan menjelaskan makna kalimatnya yang aneh …

(Tarian Bumi: 5).

Ya. Sadri memang sering iri pada Telaga, karena perempuan itu

memiliki seluruh kecantikan para perempuan di desa (Tarian Bumi:

6).

Sadri terdiam. Dia tidak peduli apa yang dikerjakan Kendran. Dari

orang-orang Sadri mendengar, Kendran menjual seluruh tubuhnya.

Bagi Sadri, Kendran tetap bagian hidupnya. Kendran juga sering

mengajak untuk mengatur rambut Sadri yang panjang mencapai

pantat (Tarian Bumi: 142).

Sekarang perempuan itu bebas menumpahkan rasa irinya. Sering

kali Luh Sadri yang manis itu mengungkit tentang perkawinannya

(Tarian Bumi: 147).

h.

Pengarang menceritakan Luh Dalem

“Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa

mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh. Hanya

dengan cara itu mereka sadar dan tahu bahwa mereka masih hidup,

dan harus tetap hidup. Keringat mereka adalah api. Dari keringat

(21)

commit to user

itulah asap dapur bisa tetap terjaga. Mereka tidak hanya menyusui

anak yang lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki.

Menyusui hidup itu sendiri”

Sekar mengingat kata-kata ibunya itu dengan baik … (Tarian

Bumi: 25-26).

Kata-kata Luh Dalem adalah kata-kata seorang perempuan yang

tidak pernah mengeluh pada hidup. Dia berusaha meyakinkan diri,

bahwa dia bisa mengatasi semua persoalan yang ditawarkan hidup.

Perempuan itu justru tersenyum kalau dilihatnya hidup

menuntutnya terlalu banyak. Salah satunya adalah kelahiran dua

orang anak yang tidak pernah dia inginkan (Tarian Bumi: 81).

Tidak ada baju, tidak ada sepatu, tidak ada kue, atau permen. Tidak

juga uang. Luh Sekar melihat ibunya dibopong orang-orang sedesa.

Tubuh perempuan itu berlumuran darah. Luh Sekar menjerit-jerit

(Tarian Bumi: 47).

Kata orang-orang itu ibu Sekar diperkosa oleh lebih dari tiga

laki-laki. … (Tarian Bumi: 48)

Cerita orang-orang Pasar Badung semakin berkembang ketika Luh

Dalem ternyata hamil. Perempuan itu mengandung anak yang tidak

jelas ayahnya. … (Tarian Bumi: 51)

i.

Pengarang menceritakan Luh Kerta & Luh Kerti

Sayangnya, makin dewasa Kerti dan Kerta makin sering membuat

ulah. Terlebih mereka tahu bahwa kelahiran mereka tidak

diinginkan. Ada-ada saja kelakuan Kerti dan Kerta yang

menyusahkan Sekar … (Tarian Bumi: 52).

“Luar biasa laki-laki Jero. Dia sekarang ada di dalam!” kenanga

bergidik mendengar komentar Luh Kerti yang keluar membukakan

pintu dalam kondisi sangat acak-acakan.

“Jero tahu, sekarang giliran Kerta. Duduklah kalau Jero ingin

duduk. Atau Jero berminat menunggu giliran?” Perempuan itu

tersenyum penuh kemenangan. “Jangan gugup. Tunggu setengah

jam lagi. Atau ada pesan yang harus tiang sampaikan?” Suara Kerti

makin menjadi-jadi (Tarian Bumi: 83).

j.

Pengarang menceritakan Wayan Sasmitha

Wayan mencoba menatapnya lebih berani. Dia ingin menangkap

sesuatu yang pernah dia tangkap ketika bertemu pertama kali

dengan Telaga. Wayan ingin meyakinkan dirinya bahwa apa yang

dia pendam selama ini masih pada tempatnya. Dia juga ingin yakin

bahwa argumentasinya benar (Tarian Bumi: 134).

(22)

commit to user

Wayan adalah laki-laki pertama yang menyentuh bibirnya,

mengusap tubuhnya, dan membaca seluruh peta tubuhnya.

Laki-laki itu tidak pernah tersesat menjelajahi tubuh Telaga (Tarian

Bumi: 149).

“Tiang tidak ingin menyesali atau memaki perasaan tiang. Ini

pilihan. Tiang harus berani melakukan untuk diri tiang sendiri.

Tiang sadar ini tidak pantas, tetapi perasaan tiang tidak bisa tiang

bohongi. Menjadi manusia yang utuh harus berani bertanggung

jawab pada dirinya sendiri. Tugeg jangan menangis.” Wayan

menyentuh pipi Telaga (Tarian Bumi: 135).

k.

Pengarang menceritakan Ida Bagus Tugur

“Kau terlihat lebih kurus dan tak terurus, Telaga.” Suara Kakek

masih bersahabat (Tarian Bumi: 168).

“Jangan panggil Tiang seperti itu. Tiang belum tentu lebih suci

darimu. Kemari.” Lelaki tua dan tetap gagah itu memeluk Telaga

erat-erat (Tarian Bumi: 169).

“Kau lihat, Telaga, dia memang keturunan keluarga kita. Tukang

kebun itu seorang Sudra. Dia pasti malu dipanggil Ratu.” Ida

Bagus Tugur tertawa keras (Tarian Bumi: 173).

Ida Bagus Tugur nama laki-laki itu. Dia seorang laki-laki yang

sangat terpelajar. Ambisinya memperoleh jabatan tinggi dalam

pemerintahan. Tidak seorang pun pernah masuk dalam hidupnya

… (Tarian Bumi: 14-15).

l.

Pengarang menceritakan Ida Bagus Ngurah Pidada

Laki-laki yang menitipkan berjuta-juta benih dalam tubuh ibu

Telaga adalah laki-laki yang tidak pernah dikenalnya. Bagi Telaga,

ayahnya adalah laki-laki paling tolol. Telaga selalu bertanya,

bagaimana cara alam menyeleksi kehidupan ini sehingga

dirinyalah yang dipilih untuk menjadi anak Ida Bagus Ngurah

Pidada. Ketololan laki-laki itu membuat Telaga merasa bisa hidup

tanpa laki-laki (Tarian Bumi: 10).

Laki-laki yang memiliki Ibu adalah laki-laki paling aneh. Dia bisa

berbulan-bulan tidak pulang. Kalau di rumah, kerjanya hanya

metajen, adu ayam, atau duduk-duduk dekat perempatan bersama

para berandalan minum tuak, minuman keras. Laki-laki itu juga

sering membuat ulah yang sangat memalukan Nenek, ibunya

sendiri (Tarian Bumi: 12).

(23)

commit to user

Setelah disunting secara sah oleh Ida Bagus Ngurah Pidada, Luh

Sekar tidak hanya harus meninggalkan keluarga dan

kebiasaan-kebiasaannya … (Tarian Bumi: 54).

Di antara seluruh laki-laki muda yang ada di desa hanya Ngurah

Pidada yang sering memberinya banyak uang … (Tarian Bumi:

24).

m.

Pengarang menceritakan Putu Sarma

Laki-laki itu adalah Putu Sarma, laki-laki paling gagah dan sering

jadi pembicaraan perempuan-perempuan Sudra di desa. Laki-laki

itu berasal dari seberang desa … (Tarian Bumi: 7-8).

Tubuh Putu Sarma begitu luar biasa. Aromanya juga. Setiap Telaga

menari, laki-laki itu selalu berdiri dekat panggung. Kainnya selalu

dililitkan seadanya … (Tarian Bumi: 8).

Putu Sarma melepas pelukannya. Masih sempat didekapnya tubuh

Telaga. Lalu dia tertunduk. Menatap Telaga membenarkan rambut,

kebaya, dan panci-panci yang berserakan (Tarian Bumi: 166).

n.

Pengarang menceritakan Ida Bagus Ketu Pidada

Telaga tumbuh bersama Wayan Sasmitha. Wayan sering datang ke

griya untuk menemui Ida Bagus Ketu Pidada. Telaga memanggil

laki-laki tua itu “Kakek” (Tarian Bumi: 111).

Suara Ketu terdengar mirip perintah. Tak ada orang griya yang

berani membantah. Semua diam. Sebagai orang yang dituakan di

griya, orang segan bertengkar dengannya. Masih kata

orang-orang, Ketu memiliki sedikit kesaktian. Yang berani melawannya

bisa sakit. Dan tidak ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit

itu, kecuali minta maaf atau Ketu sendiri yang memberi obat

(Tarian Bumi: 113).

o.

Pengarang menceritakan Luh Sari

… Luh Sari tertawa geli. Lalu berputar sambil melempar

tinggi-tinggi bungkusan yang ada di tangannya. Rok bocah itu naik,

memperlihatkan kedua kakinya yang mungil. Kaki itu terlihat

sangat indah (Tarian Bumi: 2).

… Luh Sari menatap mata ibunya. Dia heran. Tidak biasanya

ibunya marah-marah tidak keruan seperti sekarang ini. Biasanya,

ibunya tidak peduli dengan ulah Putu Sarma. Jauh di dalam hati,

Luh Sari melihat Putu Sarma laki-laki yang baik. Bahkan, Sari

(24)

commit to user

berharap kelak dia memiliki kkekasih seperti Putu Sarma. Gagah

dan baik hati. Ada apa dengan ibunya hari ini? Sari tidak mengerti.

Tapi demi menjaga perasaan ibunya, pelan-pelan Sari turun dari

pangkuan Putu Sarma dan berbisik:

“Meme lagi tidak enak hati. Tadi pagi bertengkar dengan Odah.”

(Tarian Bumi: 167).

p.

Pengarang menceritakan Ida Ayu Ketut

“Kau tahu, Telaga, Wayan sudah dating. Dia makin gagah.

Tubuhnya makin membuat tiang menggigil. Bau tubuh laki-laki

Sudra ternyata bias membuat tiang lebih bergairah disbanding bau

tubuh laki-laki Brahmana.” Suara Ida Ayu Ketut terdengar pelan.

Matanya yang bulat semakin terlihat menarik (Tarian Bumi: 129).

… Ketut lain lagi. Dia pura-pura tidak melihat tangga di pura, dan

terjatuh hingga tubuhnya sempat dibopong oleh Wayan (Tarian

Bumi: 131).

q.

Pengarang menceritakan Ida Ayu Made

Kali ini ganti Ida Ayu Made yang terdiam … (Tarian Bumi: 129).

Kata Made, dia sengaja menjatuhkan tutup sesaji yang dibawanya

ke pura. Dia ingin berbicara dan merasakan berjalan dengan

laki-laki itu (Tarian Bumi: 131).

3.

Resepsi Pembaca terhadap Unsur Feminisme dalam Novel Tarian Bumi

Karya Rusmini

Resepsi sastra merupakan suatu kajian dalam sastra yang mengacu

pada tanggapan pembaca terhadap karya sastra tersebut. Pradopo (2007: 218)

berpendapat bahwa resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada

tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Sejalan dengan Pradopo,

Endraswara (2003: 118) menyatakan bahwa resepsi merupakan aliran yang

meneliti teks sastra dengan bertitik tolak kepada pembaca yang memberi

tanggapan terhadap teks itu. Dalam karya sastra, pembaca mempunyai peran

yang besar dalam memaknai suatu karya sastra karena sasaran dari karya

sastra itu sendiri adalah pembaca.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan resepsi sastra guna

mengetahui tanggapan pembaca terhadap unsur-unsur feminisme yang

terkandung di dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini. Peneliti

(25)

commit to user

membagi pembaca menjadi tiga golongan, yaitu pembaca biasa, pembaca

implisit (informed reader), dan pembaca kritis (superreader).

a.

Pembaca Biasa

Peneliti menggunakan resepsi pembaca biasa untuk mengetahui

unsur-unsur feminisme dalam novel Tarian Bumi dari sudut pandang

pembaca yang belum terkontaminasi oleh teori-teori sastra. Dalam hal ini,

peneliti menggunakan beberapa informan yang berasal dari Bali untuk

mengetahui tanggapan pembaca terhadap unsur-unsur feminisme dalam

novel Tarian Bumi apabila dilihat dari subjek yang menjalani adat Bali.

Para informan tersebut adalah sebagai berikut:

1)

Luh Putu Gede Ayu Padmaning Adiputri

Luh Putu Gede Ayu Padmaning Adiputri adalah siswa kelas

XII SMA Negeri 3 Denpasar yang gemar mebaca karya sastra, salah

satunya adalah novel Tarian Bumi. Informan juga merupakan subjek

yang menjalani adat Bali dan dipandang mengetahui tentang sistem

sosial di Bali.

Informan beranggapan bahwa penggambaran adat Bali pada

novel Tarian Bumi tidak jauh berbeda dengan kehidupan nyata di Bali.

Berikut ini adalah data yang menunjukkan tanggapan informan tentang

penggambaran adat Bali dalam novel Tarian Bumi:

Menurut saya penggambaran adat Bali dalam novel Tarian

Bumi, sesuai dengan realita yang ada di masyarakat Bali

(Adiputri: I).

Menurut saya,kesesuaian penggambaran kedudukan perempuan

dalam novel Tarian Bumi dengan kenyataan tidak jauh

berbeda. Salah satu yang mempengaruhinya adalah dari cara

mereka menikah, tentu saja kasta sangat berpengaruh dalam hal

ini. Apabila seorang wanita menikah dengan laki-laki yang

kastanya sama,maka derajatnya tetap tidak berubah. Namun

apabila wanita dari kalangan bawah menikah dengan laki-laki

kalangan atas (contoh : wanita Sudra menikah dengan lelaki

Brahmana) maka derajat wanita tersebut akan naik mengikuti

suaminya menjadi kaum brahmana, maka nama wanita tersebut

harus diganti sesuai dengan kastanya yang baru saja ia

(26)

commit to user

dapatkan. Namun sebaliknya apabila wanita kalangan atas akan

menikah dengan laki-laki kalangan bawah (contoh : wanita

Brahmana dengan lelaki Sudra) maka derajat wanita tersebut

akan turun mengikuti suaminya, maka ia harus rela melepaskan

namanya yg mengandung makna/petunjuk bahwa ia dari

kalangan atas menjadi nama yang biasa-biasa saja (Adiputri: I).

Informan juga menyatakan bahwa dewasa ini kehidupan di Bali

sudah lebih lentur terhadap adat. Masyarakat sudah lebih diberi

kebebasan dalam menjalani kehidupan. Batasan-batasan antara

masyarakat Brahmana dan Sudra juga telah mengalami perubahan.

Namun seiring perkembangan zaman, batasan tersebut perlahan

mengalami

perubahan,

hal-hal

yang

dianggap

terlalu

mengekang generasi kaum Brahmana selanjutnya akan lebih

fleksibel namun tetap mengacu pada aturan adat yang sudah

berlaku di keluarganya. Karena pada zaman dahulu,

masyarakat

kaum

Sudra

sangat

enggan

dan

sangat

menghormati kaum-kaum yang lebih tinggi dari mereka

utamanya kaum Brahmana. Mereka tidak bisa berbicara

maupun berkumpul begitu saja dengan kaum yang tertinggi itu.

Namun saat ini,pergaulan sudah tidak memandang perbedaan

kasta lagi, namun lebih mengutamakan tata etika dalam

melakukan interaksi sosial antar individu/masyarakat,sehingga

saat ini siapapun bisa dan boleh berkomunikasi dan menjalin

hubungan sosial dengan seluruh kasta yang ada baik dengan

kasta yang tertinggi hingga kasta terendah, tetapi harus tetap

pada aturannya, juga selalu menjaga tutur bicara dan tata

kelakuannya (Adiputri: I).

Mengenai adat Bali yang patriarki, informan menganggap hal

tersebut mempunyai sisi positif dan negatif. Kelestarian budaya adalah

hal positif yang dapat diambil dari penerapan adat Bali. Sedangkan sisi

negatifnya ialah diskriminasi gender yang menempatkan perempuan

dalam posisi yang lemah. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya:

Menurut saya,mengenai diskriminasi pada novel Tarian Bumi

pada kenyataanya di masyarakat Bali masih berlaku dengan

cukup tegas. Hal positif yang didapat dari diskrimasi ini adalah

masyarakat Bali dapat melestarikan hukum adat yang sudah

ada dari zaman dahulu (Adiputri: I).

Walau pun ada sisi positif, adapula sisi negatif yang timbul

akibat diskriminasi tersebut, diantaranya apabila kalangan

(27)

commit to user

wanita Sudra menikah dengan lelaki Brahmana biasanya kita

diremehkan oleh keluarga Brahmana apabila kita tidak mampu

mengusai hal-hal yang mereka kuasai. Sebaliknya jika kita dari

kalangan Brahmana utamanya wanita menikah dengan lelaki

kaum Sudra maka kita akan dikucilkan oleh keluarga sendiri,

karena sudah membuat keluarganya malu dengan menikah

dengan kalangan bawah (Adiputri: I).

Menurut informan, budaya patriarki di Bali termanisfestasi

melalui sikap Luh Gumbreg kepada Telaga. Informan beranggapan

adat Bali lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan, sehingga

kedudukan perempuan dalam kehidupan sosial berada pada posisi

yang lebih rendah daripada laki-laki.

Menurut saya mengenai budaya patriaki (pihak laki-laki lebih

tinggi derajatnya daripada wanita) dalam novel Tarian Bumi

hanya ditulis oleh pengarang secara singkat, yaitu melalui

dialog ibu Wayan Sasmitha yang tidak terima akibat anaknya

menikah dengan Ida Ayu Telaga Pidada yang berasal dari

kaum Brahmana akhirnya meninggal (Adiputri: I).

Feminisme dalam novel Tarian Bumi tercermin dari perjuangan

Luh Sekar dalam mewujudkan cita-citanya dan menggaet seorang

laki-laki Brahmana. Informan beranggapan bahwa tokoh Luh Sekar adalah

perempuan yang tangguh. Sekar dapat meraih cita-citanya walau pun

mendapatkan perilaku diskriminatif dari masyarakat. Berikut ini adalah

kutipan wawancara yang mendukung:

Menurut saya tokoh Luh Sekar merupakan wanita yang

tangguh dalam menjalani kehidupan bermasyarakatnya.

Walaupun ia dicemoohkan namun ia tetap ingin bangkit

menjadi seorang penari primadona di desanya. Tentu saja hal

itu

tidaklah

mudah

untuk

mendapatkannya.

Butuh

perjuangan,keuletan, kesabaran untuk menggapai segala

impiannya (Adiputri: I).

2)

Ida Ayu A. Triani Putri

Ida Ayu A. Triani Putri merupakan mahasiswa semester 8

Universitas Indonesia program studi Ilmu Komunikasi. Informan

adalah masyarakat Bali yang kini tinggal di Jakarta. Informan juga

mempunyai kegemaran membaca novel. Informan dipandang sebagai

(28)

commit to user

subjek yang mengetahui kehidupan sosial di Bali sehingga dalam

penelitian ini, informan dapat memberikan keragaman sudut pandang

tentang unsur feminisme yang terkandung di dalam novel Tarian

Bumi.

Menurut informan, sebagian dari masyarakat Bali masih

menjalankan adat Bali dan sebagian sudah tidak terlalu terpaku pada

adat. Berikut ini adalah kutipan wawancara yang menunjukkan

tanggapan pengarang mengenai penggambaran adat Bali dalam novel

Tarian Bumi:

Untuk beberapa keluarga di Bali masih memberlakukan adat

tersebut, beberapa masih ada yang keras, beberapa mulai

melembut (Putri: II).

Jika mengacu pada latar waktu novel, memang sesuai. Tetapi

jika ditarik ke masa sekarang, hal tersebut dilihat dari latar

belakang keluarga dan nilai-nilai yang mereka anut (Putri: II).

Sistem kasta sudah tidak banyak dijalankan pada kehidupan

Bali dewasa ini. Menurut informan, hubungan antara kasta kelas atas

dan kasta kelas bawah semakin memudar batas-batasnya seiring

dengan perkembangan zaman.

Di Bali sekarang ini kasta sudah sangat blur, tidak ada

pendiskriminasian berarti perihal kasta, zaman sudah berubah,

siapapun mendapat kesempatan yang sama untuk mengubah

nasib asal mau berusaha. Namun jika kita kembalikan ke adat

dan ritus, ada beberapa jabatan yang hanya bisa dipegang oleh

orang-orang Brahmana. Tetapi di masyarakat sendiri sudah

sangat blur, hanya berupa nama depan belaka (Putri: II).

Kedudukan perempuan dalam kehidupan nyata di Bali juga

telah mengalami perubahan dibandingkan dengan penggambaran

dalam novel Tarian Bumi. Menurut informan, dewasa ini perempuan

Bali sudah lebih maju. Berikut adalah kutipan wawancara dengan yang

menunjukkan tanggapan informan tentang perubahan kedudukan

perempuan dalam kehidupan di Bali:

(29)

commit to user

Kini banyak juga perempuan yang menjadi pemimpin di Bali,

ada yang carier woman ada pula yang housewifes, perempuan

Bali apapun kasta mereka sudah lebih bebas untuk menentukan

apa yang mereka mau dan yakini, bergantung pada akses yang

mereka dapat; entah itu pendidikan atau ijin orang tua (Putri:

II).

Mengenai unsur feminisme yang terkandung di dalam novel

Tarian Bumi, informan menganggap tokoh Luh Sekar yang

digambarkan sebagai tokoh ambisius adalah perempuan yang harus

mendapatkan

keinginan-keinginannya.

Sedangkan

tanggapan

pengarang mengenai sikap Telaga terhadap adat Bali adalah sikap

yang cukup berani.

Tidak ada yang salah, toh dia menerima segala konsekuensinya

untuk dimadu dan segala macam kebebasan sebagai perempuan

Sudra dicabut. Dia memang karakter yang harus mendapatkan

apa yang dia mau, apapun itu caranya (Putri: II).

Dia cukup berani untuk mengambil tindakan tersebut, apalagi

bukan hanya kastanya yang jauh dibawah dia, namun juga dari

segi ekonomi tidak bisa dikatakan mencukupi (Putri: II).

3)

Ida Ayu Dwi Mahadewi

Ida Ayu Dwi Mahadewi merupakan mahasiswa semester enam

Universitas Jember program studi Ekonomi Manajemen. Informan

merupakan penikmat karya sastra dan juga pernah membaca novel

Tarian Bumi karya Oka Rusmini. Informan merupakan masyarakat

Bali asli yang kini tinggal di Jember untuk menyelesaikan studinya.

Informan dipandang sebagai orang yang dapat memberikan informasi

tentang kehidupan sosial di Bali serta dapat memberikan tanggapan

mengenai unsur-unsur feminisme yang terkandung di dalam novel

Tarian Bumi.

Menurut informan, penggambaran adat Bali dalam novel

Tarian Bumi sudah mengalami perubahan. Kini kehidupan masyarakat

Bali sudah lebih bebas dan tidak terlalu terkungkung oleh adat.

Informan beranggapan bahwa novel Tarian Bumi merupakan

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Laboratorium Klinik Keperawatan merupakan bagian dari sistem yang ada di institusi pendidikan keperawatan, dimana dalam pembuatan aplikasi sistem

Tahap pemaknaan atas gambar sesuai dengan tingkatan makana denotasi dan konotasi serta yang mengiringinya antara penanda, pertanda dan unsur persuasif akan

Makanan Jajanan terhadap Asupan Lemak Sehari Berdasarkan analisis statistik Rank Spearman antara variabel kandungan lemak dari konsumsi makanan jajanan dengan asupan

* Spesial design dibangun oleh kontraktor perusahaan sendiri 3.. *Bagi para perusahaan yang membangun booth melebihi limit waktu yang telah disepakati 2. Fasilitas tambahan

Untuk tipe soal mengurutkan kuantitas bisa dibilang lebih mudah, karena kita harus menentukan dulu besar nilai dari masing-masing komponen masalah yang diberikan pada soal.. Lalu kita

Dalam langkah kedua ini, model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama akan digambarkan dalam sebuah path diagram, yang akan mempermudah untuk melihat

Berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Jawa Tengah,antara lain

Proses penyesuaian menggunakan data dari laporan laba rugi yang disusun ulang dan informasi yang tersedia untuk meletakkan komponen laba pada periode