xviii
Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai material penutup luka karena dapat menjaga kelembaban dan melindungi luka, namun selulosa bakteri tidak memiliki daya antimikroba. Kitosan merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dan immunomodulator sehingga dapat digunakan sebagai material penutup luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri (Acetobacter xylinum) dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.
Biomaterial selulosa bakteri gliserol kitosan (SGK) dipersiapkan melalui proses fermentasi limbah ketela pohon oleh Acetobacter xylinum selama 7 hari. Membran yang didapat kemudian direndam di dalam larutan kitosan 2 % pada suhu 40o C selama 3 hari. Karakteristik biomaterial yang diamati melalui analisis sifat mekanis, gugus fungsi, sifat termal, kristalinitas dan morfologi permukaan. Analisis dilakukan dengan serangkaian alat universal tester, Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT – IR), Scanning Electron Microscopy (SEM),
Thermogravimetric Analysis/Differential Thermal Analysis (TGA/DTA), X!ray Diffraction (XRD) sedangkan dalam pengamatan pengaruh pemberian dilakukan dengan uji farmakologi terhadap kulit tikus yang dilukai dan ditutup dengan biomaterial selama 1, 3, 5, dan 7 hari setelah pemberian, diamati secara kualitatif dan kuantitatif makroskopik melalui uji penyembuhan luka. Hasil analisis sifat mekanik dan uji penyembuhan luka kemudian diuji secara statistik.
Penambahan kitosan pada biomaterial selulosa bakteri menunjukkan pengaruh berupa penurunan nilai tensile strength dari 12,79 + 1,17 MPa menjadi
sebesar 9,22 + 0,73 MPa, elongasi dari 22,01 + 2,53 % menjadi sebesar 3,72 + 0,59 %. Hasil XRD menunjukkan penurunan kristalinitas menjadi 34,90 % dari semula sebesar 00,51 %. Hasil analisis FT , IR menunjukkan peningkatan intensitas gugus fungsi. Hasil analisis TGA/ DTA menunjukkan peningkatan stabilitas thermal dengan % massa tersisa 32,22 %. Morfologi permukaan biomaterial menjadi lebih halus dan homogen. Hasil uji penyembuhan luka menunjukkan potensi penyembuhan luka pada pengamatan 3 hari (fase inflamasi akut), namun terjadi penurunan potensi pada pengamatan 5 dan 7 hari.
Kata kunci: Biomaterial selulosa bakteri, Acetobacter xylinum, Manihot utilissima
xix
Bacterial cellulose can be used as a wound dressing material because it can retain moisture and protect the wound, but bacterial cellulose do not have antimicrobial properties. Chitosan is a compound that has antibacterial activity and an immunomodulator that can be used as a wound dressing material. The study was conducted to determine the characteristics and influence of bacterial cellulose Acetobacter xylinum biomaterial preparation from cassava waste (Manihot utilissima Pohl.) with the addition of chitosan as a wound dressing material in male wistar rats.
Bacterial cellulose prepared by Acetobacter xylinum fermentation of cassava waste for 7 days. Film obtained from fermentation dipped into 2 % chitosan solution at 40oC for 3 days. Biomaterial characteristics were observed through the analysis of mechanical properties, functional groups, thermal properties, crystallinity and surface morphology. The film were characterized by several techniques, namely universal tester, Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT – IR), Scanning Electron Microscopy (SEM), Thermogravimetric Analysis/Differential Thermal Analysis (TGA/DTA), X,ray Diffraction (XRD). Observation of influence done on mice skin excised and covered with biomaterials for 1, 3, 5, and 7 days after treatment, both qualitatively and quantitatively observed macroscopically through wound healing assay. The results of the mechanical properties analysis and wound healing assay were then tested statistically.
The addition of chitosan in bacterial cellulose biomaterial preparation caused a decrease in tensile strength values from 12.79 + 1.17 MPa to 9.22 + 0.73 MPa, elongation from 22.01 + 2.53 % to 3.72 + 0.59 %. XRD results showed a decrease in crystallinity from 00.51 % to 34.90%. The results of the analysis of FT , IR showed an increase in the intensity of the functional groups. The results of the analysis of DTA/TGA showed an increase in thermal stability with the remaining 32.22%% of the mass. The morphology of the biomaterial surface becomes smooth and homogeneous. The wound healing assay results demonstrate the potential wound healing process in 3 days (acute inflammation phase), however the potential decline in 5 and 7 days observations.
Diajuk Mempe
i
iajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat emperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anugerah Adhi Laksana
NIM: 098114097
iv
Be the change that you wish to see in the world ,Mahatma Gandhi,
Laporan Skripsi ini penulis persembahkan untuk
Bapak (Tri Budi Santosa) & Ibu (Endang Trimariana)
Kakak – kakakku (Walesa Edho Prabowo & Anna Iritasari)
v
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma :
Nama : Anugerah Adhi Laksana
Nomor mahasiswa : 098114097
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul
“Pengaruh Pemberiaan Sediaan Biomaterial Selulosa Bakteri Acetobacter
xylinum dari Limbah Ketela Pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan
Penambahan Kitosan sebagai Material Penutup Luka pada Tikus Galur Wistar
Jantan” berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya
memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pengkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan
mempublikasikannya dalam internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa meminta izin dari saya maupun meberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 13 Mei 2013
Yang menyatakan
vi
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perudang, undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 13 Mei 2013
Penulis
Anugerah Adhi Laksana
vii
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "#$%&'
"()"&*%# "+*%%# * (%,"&*% " ' -% %.,"&* +%&*
*()% ."," % # +"#$%# "#%()% %#
*, -%# -")%$%* %,"&*% "#','/ '.% /%+% *.'- % '& *-,%& %#,%#
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di
Program Studi Farmasi.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak – pihak berikut (in no particular order) :
Dr. Eli Rohaeti selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan,
dan kesempatan yang telah diberikan kepada peneliti untuk bergabung dalam
penelitian payung berjudul “Pemanfaatan Biomaterial Selulosa Bakteri dari
Limbah Rumah Tangga dengan Penambahan Kitosan dan Bahan Pemlastis
sebagai Material Penutup Luka”. Phebe Hendra, Ph.D., Apt. selaku Dosen
Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dan pengarahan selama proses
penelitian, Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt. selaku Dosen Penguji III dan Yohanes
Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji IV yang telah memberikan masukan –
masukan dalam penelitian ini. Dra. Maria Margaretha Yetty Tjandrawati, M.Si.
selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan saran
viii
Pihak – pihak Laboratorium Fakutlas Farmasi Universitas Sanata Dharma
yang turut membantu dalam penelitian ini, atas diskusi dan saran – sarannya.
Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA UGM, Laboratorium Bioteknologi
Fakultas Teknik Pertanian UGM, Laboratorium XRD Fakultas Teknik Geologi
UGM, Laboratorium Akademi Teknik Kulit Yogyakarta, dan Laboratorium SEM
Balai Konservasi Borobudur, yang turut membantu dalam proses analisis.
Bapak, Ibu, atas kesabaran, kasih sayang, dan dukungannya yang tanpa
henti. Kakak – kakakku serta Yustisia Larassetyaningtyas yang telah memberikan
dukungan, semangat, saran, dan perhatian selama ini.
Rekan – rekan satu payung penelitian polimer biomaterial penutup luka,
David Chandra Putra, Michael Raharja Gani, Yustisia Larassetyaningtyas, Arvi
Mahendra, dan Haris Witantyo, yang mengajarkan arti kerjasama, pantang
menyerah, dan selalu giat mencari solusi dalam mengatasi permasalahan, serta
rekan – rekan angkatan 2009 atas bantuannya selama ini.
Peneliti juga ingin berterima kasih kepada seluruh pihak yang turut serta
membantu namun tidak tercantum di dalam naskah ini. Penulis menyampaikan
keterbukaan terhadap kekurangan penulisan dan permohonan maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 13 Mei 2013
ix
% %(%#
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan Masalah ... 4
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaat ... 5
B. Tujuan ... 5
x
A. Selulosa ... 7
B. Bakteri Acetobacter xylinum ... 8
C. Ketela Pohon (Manihot utilissima Pohl.) ... 9
D. Kitosan ... 11
E. Karakterisasi Biomaterial ... 12
1. Analisis Gugus (FT – IR) ... 12
2. Analisis Sifat Mekanik (Tensile strength dan Elongation) ... 15
3. Analisis Sifat Termal (TGA/DTA) ... 10
4. Analisis Kristalinias (XRD) ... 20
5. Pengamatan Morfologi Permukaan (SEM) ... 22
0. Interaksi dalam Pembentukan Biomaterial ... 23
F. Luka Terbuka dan Uji Penyembuhan Luka ... 25
G. Landasan Teori ... 28
H. Hipotesis ... 29
III. METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Variabel Penelitian ... 30
C. Definisi Operasional ... 31
D. Alat dan Bahan ... 33
E. Tata Cara Penelitian ... 34
1. Determinasi Tanaman ... 34
2. Pemilihan Bahan ... 34
xi
4. Pembuatan Membran Kitosan sebagai Kontrol Positif Uji
Penyembuhan Luka ... 35
5. Pembuatan Material Selulosa sebagai Kontrol Karakterisasi Polimer ... 35
0. Pembuatan Material Selulosa Gliserol sebagai Kontrol Karakterisasi Polimer ... 30
7. Pembuatan Material Selulosa Gliserol Kitosan ... 37
8. Karakterisasi Biomaterial ... 38
a. Analisis Gugus (FT – IR) ... 38
b. Analisis Sifat Mekanik ... 39
c. Analisis Sifat Termal (TGA/DTA) ... 39
d. Analisis Kristalinitas (XRD) ... 40
e. Pengamatan Morfologi Permukaan (SEM) ... 40
9. Sterilisasi Produk ... 41
10. Pengelompokkan Hewan Uji ... 41
11. Pembuatan Luka pada Hewan Uji ... 41
12. Pemberian Biomaterial ... 42
13. Pengamatan Kecepatan Penyembuhan Luka ... 42
F. Analisis Data ... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Proses Pembuatan Biomaterial ... 47
B. Analisis Karakteristik Biomaterial ... 51
xii
2. Analisis Mekanik ... 50
3. Analisis Sifat Termal TGA/DTA... 58
4. Analisis Kristalinitas XRD ... 02
5. Pengamatan Morfologi Permukaan SEM ... 04
C. Uji Penyembuhan Luka ... 00
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
A. KESIMPULAN ... 77
B. SARAN ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN ... 85
xiii
% %(%#
%)" Kandungan gizi akar Ketela pohon putih per 100 g bahan ... 10
%)" Rerata tensile strength dan elongation biomaterial selulosa
bakteri dan kitosan ... 10
%)" Variasi komposisi polimer biomaterial ... 38
%)" Bobot, % yield, dan hasil pengamatan organoleptis
sediaan biomaterial ... 50
%)" Interaksi yang terlibat pada ketiga kelompok biomaterial ... 54
%)" Perbandingan tingkat intensitas peak ketiga kelompok
(S, SG, dan SGK) ... 55
%)" Analisis sifat mekanik biomaterial ketiga kelompok ... 50
%)" Pengamatan kualitatif makroskopis ketiga kelompok pada
periode perlakuan 1, 3, 5, dan 7 hari ... 00
%)" 0 Penyembuhan luka pada pengamatan 3, 5, dan 7 hari ... 09
xiv
% %(%# %()%& Struktur molekul selulosa ... 7
%()%& Struktur Kitosan ... 11
%()%& ! Spektogram biomaterial membran selulosa bakteri dan
membran kitosan ... 14
%()%& 1 Termogram DTA (differential thermal analysis) dari selulosa,
kitosan, kitin pada laju pemanasan 10oC/menit ... 18
%()%& 2 Termogram TGA (thermogravimetric analysis) dari selulosa,
kitosan, kitin pada laju pemanasan 10oC/menit ... 19
%()%& 3 Pola difraksi sinar X pada polimer dengan kristalinitas tinggi
dan polimer amorf ... 20
%()%& 4 Difraktogram kitosan dan oligomernya ... 21
%()%& 5 Difraktogram biomaterial bio!treatment cellulose dan selulosa kontrol ... 22
%()%& 6 Foto permukaan biomaterial pada perbesaran 1000x : membran
selulosa bakteri dan membran kitosan... ... 23
%()%& Luka pada setiap hewan uji : kontrol positif membran kitosan, kontrol negatif kassa steril, perlakuan biomaterial selulosa ... 41
%()%& Identifikasi amilum pada limbah cair ketela pohon secara kualitatif
makroskopik dan mikroskopik perbesaran 1000x ... 40
%()%& Spektrum FT – IR serbuk kitosan murni ... 51
xv
%()%& 1 Rata – rata tensile strength (MPa) dan Elongasi/ Strain at Fmax
(%) dari ketiga kelompok (S, SG, SGK) ... 58
%()%& 2 Thermogram TGA ketiga kelompok (S, SG, SGK) laju perubahan massa terhadap peningkatan temperatur ... 59
%()%& 3 Grafik % kehilangan massa vs. suhu setelah suhu 100o C ... 00
%()%& 4 Thermogram DTA ketiga kelompok (S, SG, SGK) laju perubahan entalpi terhadap peningkatan temperatur ... 01
%()%& 5 Difraktogram kelompok S ... 02
%()%& 6 Difraktogram kelompok SGK ... 03
%()%& Penampang melintang sampel S dan SGK pada perbesaran 100x... 04
%()%& Penampang permukaan sampel S dan SGK pada perbesaran 1000x . 05 %()%& Pengamatan kualitatif luka ketiga kelompok (3 hari) ... 08
xvi
% %(%#
%(/*&%# Variasi komposisi biomaterial dan skema kerja penelitian ... 85
%(/*&%# . Proses determinasi tanaman... 80
%(/*&%# ! Proses simulasi pembuatan limbah cair ... 80
%(/*&%# 1 Bobot basah, bobot kering selulosa bakteri ... 80
%(/*&%# 2 Pengamatan organoleptis dan kenampakan fisik biomaterial ... 87
%(/*&%# 3 Perhitungan derajat deasetilasi kitosan ... 88
%(/*&%# 4 Perhitungan intensitas FT – IR ketiga kelompok... 88
%(/*&%# 5 Spektrum FT – IR ketiga kelompok ... 89
%(/*&%# 6 Hasil analisis sifat mekanis tensile strength dan elongation ... 91
%(/*&%# Uji statistik karakteristik mekanik biomaterial ... 92
%(/*&%# Perhitungan % massa tersisa dan laju kehilangan massa ... 95
%(/*&%# Termogram TGA ketiga kelompok ... 95
%(/*&%# ! Termogram DTA ketiga kelompok ... 97
%(/*&%# 1 Perhitungan persentase kristalinitas ... 98
%(/*&%# 2 Difraktogram XRD ... 99
%(/*&%# 3 Pengamatan Morfologi SEM ... 100
%(/*&%# 4 Pengamatan kualitatif ketiga kelompok ... 101
%(/*&%# 5 Pengamatan Diameter dan Luas Luka ... 102
%(/*&%# 6 Analisis statistik laju penyembuhan luka antar hari masing – masing kelompok ... 104
xvii
%(/*&%# Foto pengamatan makroskopis luka eksisi ... 109
%(/*&%# Gambar alat yang digunakan dalam analisis karakteristik polimer ... 109
%(/*&%# ! Ethical Clearence Uji Penyembuhan Luka ... 111
%(/*&%# 1 Surat Determinasi Tanaman Penelitian ... 112
xviii
Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai material penutup luka karena dapat menjaga kelembaban dan melindungi luka, namun selulosa bakteri tidak memiliki daya antimikroba. Kitosan merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dan immunomodulator sehingga dapat digunakan sebagai material penutup luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri (Acetobacter xylinum) dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.
Biomaterial selulosa bakteri gliserol kitosan (SGK) dipersiapkan melalui proses fermentasi limbah ketela pohon oleh Acetobacter xylinum selama 7 hari. Membran yang didapat kemudian direndam di dalam larutan kitosan 2 % pada suhu 40o C selama 3 hari. Karakteristik biomaterial yang diamati melalui analisis sifat mekanis, gugus fungsi, sifat termal, kristalinitas dan morfologi permukaan. Analisis dilakukan dengan serangkaian alat universal tester, Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT – IR), Scanning Electron Microscopy (SEM),
Thermogravimetric Analysis/Differential Thermal Analysis (TGA/DTA), X!ray Diffraction (XRD) sedangkan dalam pengamatan pengaruh pemberian dilakukan dengan uji farmakologi terhadap kulit tikus yang dilukai dan ditutup dengan biomaterial selama 1, 3, 5, dan 7 hari setelah pemberian, diamati secara kualitatif dan kuantitatif makroskopik melalui uji penyembuhan luka. Hasil analisis sifat mekanik dan uji penyembuhan luka kemudian diuji secara statistik.
Penambahan kitosan pada biomaterial selulosa bakteri menunjukkan pengaruh berupa penurunan nilai tensile strength dari 12,79 + 1,17 MPa menjadi
sebesar 9,22 + 0,73 MPa, elongasi dari 22,01 + 2,53 % menjadi sebesar 3,72 + 0,59 %. Hasil XRD menunjukkan penurunan kristalinitas menjadi 34,90 % dari semula sebesar 00,51 %. Hasil analisis FT , IR menunjukkan peningkatan intensitas gugus fungsi. Hasil analisis TGA/ DTA menunjukkan peningkatan stabilitas thermal dengan % massa tersisa 32,22 %. Morfologi permukaan biomaterial menjadi lebih halus dan homogen. Hasil uji penyembuhan luka menunjukkan potensi penyembuhan luka pada pengamatan 3 hari (fase inflamasi akut), namun terjadi penurunan potensi pada pengamatan 5 dan 7 hari.
Kata kunci: Biomaterial selulosa bakteri, Acetobacter xylinum, Manihot utilissima
xix
Bacterial cellulose can be used as a wound dressing material because it can retain moisture and protect the wound, but bacterial cellulose do not have antimicrobial properties. Chitosan is a compound that has antibacterial activity and an immunomodulator that can be used as a wound dressing material. The study was conducted to determine the characteristics and influence of bacterial cellulose Acetobacter xylinum biomaterial preparation from cassava waste (Manihot utilissima Pohl.) with the addition of chitosan as a wound dressing material in male wistar rats.
Bacterial cellulose prepared by Acetobacter xylinum fermentation of cassava waste for 7 days. Film obtained from fermentation dipped into 2 % chitosan solution at 40oC for 3 days. Biomaterial characteristics were observed through the analysis of mechanical properties, functional groups, thermal properties, crystallinity and surface morphology. The film were characterized by several techniques, namely universal tester, Fourier Transform Infra Red
Spectroscopy (FT – IR), Scanning Electron Microscopy (SEM),
Thermogravimetric Analysis/Differential Thermal Analysis (TGA/DTA), X,ray Diffraction (XRD). Observation of influence done on mice skin excised and covered with biomaterials for 1, 3, 5, and 7 days after treatment, both qualitatively and quantitatively observed macroscopically through wound healing assay. The results of the mechanical properties analysis and wound healing assay were then tested statistically.
The addition of chitosan in bacterial cellulose biomaterial preparation caused a decrease in tensile strength values from 12.79 + 1.17 MPa to 9.22 + 0.73 MPa, elongation from 22.01 + 2.53 % to 3.72 + 0.59 %. XRD results showed a decrease in crystallinity from 00.51 % to 34.90%. The results of the analysis of FT , IR showed an increase in the intensity of the functional groups. The results of the analysis of DTA/TGA showed an increase in thermal stability with the remaining 32.22%% of the mass. The morphology of the biomaterial surface becomes smooth and homogeneous. The wound healing assay results demonstrate the potential wound healing process in 3 days (acute inflammation phase), however the potential decline in 5 and 7 days observations.
1
BAB I
PENDAHULUAN
%,%& " %.%#$
Acetobacter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang dapat
membentuk suatu metabolit sekunder berupa selulosa bakteri dengan adanya
karbohidrat. Selulosa bakteri memiliki sifat biokompatibilitas, dan kemampuan
mengabsorpsi cairan yang besar sehingga cocok digunakan sebagai material
penutup dalam proses penyembuhan luka (Czaja, Krystynowicz, Bielecki, Brown,
2000). Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai biomaterial penyembuh luka
dengan memberikan lingkungan lembab pada permukaan kulit dan menutup dari
gangguan dari luar baik secara fisik maupun kimia (Ciechańska, 2004). Namun
demikian, selulosa bakteri tidak memiliki daya antimikroba, sehingga aplikasi
penggunaan biomaterial sebagai material penutup luka kurang efektif
(Maneerung, Tokura, and Rujiravanit, 2008).
Efektivitas farmakologik selulosa bakteri dapat ditingkatkan dengan
menggunakan kitosan. Kitosan adalah biopolimer yang telah diketahui dapat
mempercepat penyembuhan luka (Kojima, Okamoto, Miyatake, Kitamura,
Minami, 1998). Telah dilaporkan bahwa kitosan menstimulasi migrasi
polymorphonuclear leukocytes (PMNL), dan juga sel mononuklear, serta
meningkatkan reepitelasi dan regenerasi kulit normal (Usami, Okamoto, Minami,
Matsuhashi, Kumazawa, Tanioka, 1994). Kitosan juga memiliki akvitias
bakteri Gram negatif (Eldin, Soliman, Hashem, Tamer, 2008). Di samping itu,
dengan memanfaatkan kitosan yang merupakan derivat kitin yang diisolasi dari
limbah eksoskeleton filum Crustacea, maka dapat mengurangi masalah
pencemaran lingkungan dari industri pengolahan Crustacea.
Selulosa bakteri yang dimodifikasi dengan kitosan, memiliki kelebihan
yaitu terciptanya kombinasi dari sifat – sifat keduanya, sehingga tercipta suatu
peningkatan biokompatibilitas dan bioaktivitas. Penggabungan segmen kitosan
dalam selulosa dapat menciptakan suatu materi yang sesuai dengan pembuluh
darah, serta adanya polisakarida dapat menciptakan efek elastisitas dan
permukaan antitrombogenik yang baik (Ciechanska, Wietecha, Kazmierczak,
Kazimierczak, 2010).
Penambahan plasticizer dalam pembuatan polimer baik polimer alam
maupun sintesis secara umum bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik
polimer. Komponen utama dalam lapisan polimer biodegradable adalah polimer
pembentuk massa dan plasticizer. Penambahan plasticizer ini dibutuhkan untuk
menurunkan kerapuhan/ kekakuan polimer yang disebabkan oleh kuatnya gaya
intermolekular. Plasticizer yang digunakan adalah gliserol yang akan menyelingi
ruang antar rantai polimer, mengganggu ikatan hidrogen dan meregangkan rantai
polimer, sehingga kemampuan elongasi polimer akan meningkat (Gontard,
Guilbert, Cuq, 1992).
Proses pengolahan ketela pohon menjadi tepung tapioka di Indonesia akan
menghasilkan limbah dapat menyebabkan polusi lingkungan. Limbah ini biasanya
ekosistem. Padahal jika dilihat lebih lanjut, limbah cair dari produksi tapioka
memiliki potensi nilai ekonomi yang baik. Barana (2000) melaporkan bahwa
residu limbah ketela pohon masih mengandung nutrisi dan mineral seperti
karbohidrat, nitrogen, fosfor, potasium, kalsium, magnesium, zink, dan lain – lain.
Limbah cair ketela pohon yang masih memiliki komposisi nutrisi dan
mineral ini sangat cocok bila digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri
pembentuk selulosa bakteri. Di samping itu selulosa bakteri selama ini banyak
diperoleh dari Acetobacter xylinum yang dikulturkan dalam media mikrobiologis,
misalnya media Hestrin,Schramm yang mahal. Selulosa sintetik juga tidak ramah
lingkungan karena lebih banyak menggunakan bahan,bahan kimia, namun
selulosa sintetik memiliki keuntungan yaitu dapat disintesis sesuai dengan
keinginan, baik dari segi elastisitas, hingga penambahan senyawa aktif secara
langsung pada polimer (Subyakto, Hermiati, Yanto, Fitria, Budiman, Ismadi,
2009). Penelitian ini mengangkat bentuk pemanfaatan limbah cair tapioka sebagai
substrat alami dalam pembentukan biomaterial yang dapat diaplikasikan sebagai
material penutup luka.
Luka terbuka di kulit disebabkan goresan, tekanan, atau benda tajam.
Waktu untuk proses penyembuhan luka terbuka ini dibagi atas tahap inflammasi
selama 0,3 hari, tahap proliferasi 3,24 hari dan tahap maturasi 24,305 hari
(Australian Wound Management Association, 2008). Waktu proses penyembuhan
luka yang relatif lama, menyebabkan rasa yang tidak nyaman pada pasien, dan
kulit menjadi rentan mengalami infeksi oleh mikroorganisme. Suatu sediaan
dari kondisi lingkungan luar, mampu menarik kelembaban, memiliki elastisitas
dan pelekatan pada kulit yang baik, serta memiliki aktivitas bakteriostatik maupun
bakteriosida pada daerah luka terbuka, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
melihat karakteristik polimer biomaterial yang telah terbentuk dan melihat
pengaruh pemberian sediaan biomaterial penutup luka terhadap proses regenerasi
kulit.
'('-%# %-% %
a. Bagaimana karakteristik biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela
pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan?
b. Bagaimana pengaruh pemberian biomaterial selulosa bakteri dari
limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan
kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur Wistar jantan?
"%- *%# "#" *,*%#
Penelitian serupa yaitu Biosynthesis of Modified Bacterial Cellulose in
a Tubular Form (Ciechańska, et al., 2010) memiliki perbedaan antara
lain: Penelitian dilakukan dengan media mikrobiologis Hestrin,Schramm,
dilakukan uji sensitivitas kulit dengan marmot, dilakukan uji efek post,
implant dengan pengamatan histopatologi in vivo dengan waktu penelitian
yang berbeda. Penelitian terkait karakterisasi mekanik dan fisik
biomaterial (meliputi analisis sifat mekanik, gugus fungsi, kristalinitas,
pemberian (1, 3, 5, dan 7 hari) sediaan biomaterial selulosa bakteri
(Acetobacter xylinum) dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.)
dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus
galur Wistar jantan sejauh yang peneliti ketahui ini belum pernah
dilakukan.
! %#7%%, "#" *,*%#
a. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan pembuatan biomaterial selulosa bakteri dari limbah
ketela pohon
b. Manfaat metodologis : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
satu metode pengembangan selulosa bakteri sebagai penutup luka dari
limbah yang tidak digunakan.
c. Manfaat praktis : Limbah ketela pohon diharapkan dapat menjadi
substrat alternatif dalam pembuatan biomaterial penutup luka yang
bersifat ramah lingkungan.
'8'%#
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik biomaterial
selulosa bakteri dari limbah ketela pohon dengan penambahan kitosan
ditinjau dari sifat mekanik (tensile strength, elongation), gugus fungsi,
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon dengan
penambahan kitosan terhadap regenerasi sel kulit tikus galur Wistar
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
" ' -% %.,"&*
Selulosa adalah homopolimer polidispers linier, yang terdiri dari
unit – unit D,glukopiranosa/ AGU yang terikat melalui ikatan β,1,4,
glikosida secara selektif (Gambar 1). Polimer ini memiliki gugus hidroksi
bebas pada atom karbon C,2, C,3, dan C,0 (Klemm, Schamuderz, Heinze,
2010).
Gambar 1. Struktur molekul selulosa (Klemm, et al., 2010).
Sebagai material yang diperoleh dari alam, selulosa dapat
mengandung produk sampingan yang dapat menyebabkan masalah ,
masalah aplikasi dan kesulitan dalam melakukan reaksi modifikasi kimia.
Proses isolasi dan purifikasi selulosa pada masa sekarang ini dapat
menghasilkan material yield dengan kemurnian dan variabilitas tinggi
(Kacurakova, Andrew, Michael, Reginald, 2002 ).
Pendekatan lainnya yang dilakukan untuk mendapatkan selulosa
dengan kemurnian tinggi adalah dengan produksi skala laboratorium dari
polimer oleh bakteri penghasil asam asetat misalnya Gluconacetobacter
%.,"&*
Bakteri Acetobacter sp. bersifat Gram negatif, tidak membentuk
endospora, bersifat aerob obligat, tidak melakukan fermentasi alkohol,
berbentuk bulat lonjong sampai batang pendek, tumbuh baik pada pH 3,5
– 4,5 dan suhu 25 – 30 o C, dapat mengoksidasi etanol dan menghasilkan
asam asetat. Metabolisme bakteri ini menghasilkan enzim katalase, asam
5,ketoglukonik dari D,glukosa, ketogenesis, dan gliserol (Holt, Krieg,
Peter, James, Williams, 1994).
Adapun klasifikasi bakteri Acetobacter xylinum berdasarkan
taksonominya (Stang, 2012):
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhodospirillales
Famili : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Spesies : Acetobacter xylinum
Secara fisik Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa
menjadi rantai atau polimer panjang yang disebut dengan polisakarida atau
selulosa berupa serat – serat putih yamg secara bertahap dari lapisan tipis
pada awal fermentasi hingga mencapai ketebalan sekitar 12 mm pada akhir
sekunder. Metabolit primer bakteri ini berupa asam asetat, air dan energi.
(Nainggolan, 2009)
Selulosa bakteri disintesis oleh banyak genus bakteri, yang mana
strain Acetobacter adalah yang paling banyak diketahui (Ross, Mayer,
Benziman, 1991). Aplikasi dari selulosa bakteri sangat luas, di antaranya
dalam bidang membran, elektronik, tekstil, dan terutama di bidang
biomedis. Hal ini dilatarbelakangi karena keunggulannya dalam hal
porositas, absorbsi terhadap air, sifat mekanik, dan biokompatibilitas
(Brown, 2007). Selulosa bakteri mirip dengan kulit manusia, sehingga
selulosa bakteri dapat digunakan sebagai kulit pengganti dalam luka bakar
(Ciechańska, 2004).
9 "," % / #
Ketela pohon nama lain dari singkong merupakan tanaman perenial
yang mirip semak yang dapat tumbuh sekitar 0, 8 kaki (1,83 – 2,44 meter).
Tanaman ini memiliki batang tegak yang halus dan kenampakan mirip
tanaman ganja. Daunnya besar, berwarna hijau tua, vena kemerahan, dan
berbentuk terbagi 7. Batang mengandung getah putih, dan memiliki nodus
yang merupakan tempat munculnya tanaman baru. Akarnya digunakan
sebagai bahan pangan, dan patinya digunakan dalam industri lem, laundri,
dan tapioka (Stephens, 2009).
Adapun klasifikasi dari ketela pohon berdasarkan taksonominya
Kingdom : Plantae
Spesies : Manihot utilissima Pohl sin. Manihot Esculenta Crantz
Ketela pohon akan menghasilkan akar tuberous yang memiliki
kandungan pati yang tinggi, yang berperan sebagai sumber karbohidrat
utama. Akar ketela pohon mengandung kalori dalan jumlah tinggi,
vitamin, mineral, dan dietary fiber (Li, Zhu, Zeng, Zhang, Ye, Ou,
Rehman, 2010). Adapun kandungan gizi ketela pohon per 100 g bahan
adalah sebagai berikut :
Tabel I. Kandungan gizi akar Ketela pohon putih per 100 g bahan (Depkes R.I., 1981).
No. Kandungan unsur Gizi Ketela pohon putih
1 Kalori (kal) 140,00
*, -%#
Kitosan adalah biopolimer yang telah diketahui dapat mempercepat
penyembuhan luka (Kojima, et al., 1998). Kitosan merupakan senyawa hasil
deasetilasi kitin, terdiri dari unit N,asetil glukosamin dan N glukosamin
(Gambar 2). Adanya gugus reaktif amino pada atom C,2 dan gugus hidroksil
pada atom C,3 dan C,0 pada kitosan bermanfaat dalam aplikasinya yang luas
yaitu sebagai pengawet hasil perikanan dan penstabil warna produk pangan,
sebagai flokulan dan membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan
air, aditif untuk produk agrokimia dan pengawet benih (Muzzarelli, 1997).
Gambar 2. Struktur Kitosan (Muzzarelli, 1997).
Kitosan sebagai bahan yang dapat diperbarui secara alami
mempunyai sifat yang unik seperti biokompatibel, biodegradable, non,
toksik, dan kemampuan untuk pembentukan lembaran yang bagus (Jin,
Wang, Bai, 2009). Kitosan memiliki karakteristik implan biologis yang
baik yaitu dapat diterima jaringan biologis dan tidak menimbulkan efek
lokal/ sistemik yang tidak diinginkan. Kitosan dapat ditoleransi dengan
baik oleh jaringan hidup antara lain kulit, membran okuler, epitel nasal
(Fouad, 2008).
Penambahan kitosan ke dalam selulosa bakteri dengan cara
meningkatkan biokompatibilitas selulosa bakteri. Kitosan dapat menembus
lapisan selulosa bakteri dan membentuk struktur multilayer tiga dimensi di
dalam rantai polimer (Kim, Cai, Lee, Ghoi, Lee, Jo, 2011). Kitosan juga
dapat meningkatkan kapasitas penyimpanan air, dan laju pelepasan air
selulosa bakteri. Degradasi termal selulosa bakteri akan meningkat dari
203o menjadi 300o dengan penambahan konsenterasi kitosan dari 1,2 %
sampai 45 % (Ul,Islam, Shah, Ha, Park, 2011).
%&%.,"&*-%-* * (%,"&*%
#% *-*- '$'- '#$-* +"#$%#
:
Spektrum infra merah pada dasarnya merupakan gambaran dari pita
absorpsi yang spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi
karena pemberian energi. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu merupakan penanda ada
tidaknya gugus fungsional tertentu. Penggunaan spektrofotometri infra
merah pada bidang kimia organik dilakukan pada daerah bilangan
gelombang 050,4000 cm,1(15,4,2,5 Rm) (Sastrohamidjojo, 2001).
Spektroskopi infra merah adalah teknik yang penting dalam proses
karakterisasi polimer. Teknik ini dapat dilakukan dalam analisis baik pada
polimer terlarut (soluble) maupun pada material polimer cross!link tidak
larut (insoluble). Teknik ini sensitif terhadap sifat struktural seperti gugus
akhir, serta komposisi kopolimer. Lebih lanjut lagi, teknik ini sangat
berguna dalam menentukan komponen dan komposisi komposit dan
polimer campuran, terisi, maupun termodifikasi, dan bahkan pada kasus
tertentu, dapat digunakan untuk menentukan kristalinitas sampel padatan
(Braun, Cherdron, Rehahn, Ritter, Voit, 2005).
Evaluasi intensitas sinyal yang didapatkan didasarkan pada hukum
Lambert Beer, seperti dinyatakan oleh persamaan berikut :
E = log = ε . c . d
E merupakan kerapatan optis atau absorbansi. I0 dan I adalah intensitas
pada panjang gelombang tertentu dari sinar tereksitasi dan intensitas sinar
setelah melewati sampel. ε adalah koefisien molar ekstinksi, c adalah
konsenterasi polimer, dan d adalah ketebalan lapisan.
Nilai E dapat langsung diperoleh dari alat, namun demikian
evaluasi polimer membutuhkan pertimbangan lebih lanjut, pada umumnya
banyak pita pada spektrum IR mengalami overlapping dan berada pada
background kontinyu. Analisis bentuk pita harus dilakukan, dan intensitas
sinyal yang disebabkan oleh absorpsi tetangga dan background harus
dapat dipisahkan dari absorpsi pita yang dimaksud. Kemudian, baik
absorbansi pada serapan maksimal (Emax) maupun intensitas sinyal
maksimum (yang didapatkan dari integrasi seluruh sinyal) dapat
digunakan untuk informasi kuantitatif (Braun, et al., 2005)
Pada beberapa kasus, polimer kristalin akan menunjukkan pita
730 cm,1, atau pita “amoprhous” polyethylene pada 1300 cm,1. Dengan
adanya penentuan intensitas pita – pita ini dapat digunakan sebagai acuan
kemungkinan terjadinya perubahan derajat kristalinitas sampel akibat
pemanasan maupun perubahan kondisi sediaan (Davis, 2004)
Gambar 3. Spektogram biomaterial a) membran selulosa bakteri; b) membran kitosan (Anicuta, Dobre, Stroescu, Jipa, 2010).
Puncak (peak) absorpsi karakteristik pada selulosa bakteri (Gambar
3) berada pada bilangan gelombang 3350 cm,1 karena adanya stretching
O,H dan pada 2910,81 cm,1 karena adanya stretching CH (Wonga,
Kasapis, Tan, 2009). Puncak absorpsi karakteristik kitosan terletak pada
bilangan gelombang 1559,17 cm,1, yang menunjukkan adanya vibrasi
stretching gugus amino kitosan dan 1333,5 cm,1 karena adanya vibrasi C,
H. Puncak karakteristik lainnya berada pada bilangan gelombang 3307,1
yang menunjukkan vibrasi amina NH simetrik, 2927,41 cm,1 yang
menunjukkan vibrasi C,H, dan dua puncak pada 890,73 cm,1 serta 115,19
cm,1 yang menunjukkan keberadaan struktur sakarida kitosan (Costa,
Junior, Pereira, Mansur, 2009).
#% *-*- *7%, ".%#*. +%#
Sifat mekanik suatu bahan meliputi tegangan (kuat putus/ tensile
strength), regangan (elongasi), dan Modulus Young. Analisis sifat
mekanik dilakukan dengan carameletakkan sampel dalam tegangan, yang
menyebabkan peningkatan panjang, dan penurunan cross!section, sampai
akhirnya sampel mengalami kerusakan. Pada pengukuran tegangan,
regangan ini, sampel diletakkan sedemikian rupa, agar kerusakan sampel
terjadi pada tempat yang diinginkan, yaitu pada posisi cross!section
terendah. Bagian terlebar sampel diletakkan pada klem mesin uji,
kemudian mesin akan menarik menjauh klem dengan kecepatan konstan,
yang mana akan menyalurkan gaya tarik mesin ke sampel. Tegangan
maksimum Pmax saat uji tidak selalu sama dengan tegangan saat sampel
putus. Gaya tarik (tensile strength) akhir (σB)didapatkan dengan membagi
beban maksimum (Pmax) dengan cross!section awal (Fo) diukur dalam
N/mm2 atau MPa, seperti yang dinyatakan dalam persamaan :
σB =
Elongasi didefinisikan sebagai pemanjangan dari panjang mula.
Elongasi ε pada hasil yang sesuai ekstensi, Ul = l – lo, pada beban
maksimum Pmax dibagi dengan panjang mula lo, yang dirumuskan:
εB =
Δl
Modulus elastisitas, atau dikenal dengan sebutan Modulus Young
(E), adalah slope dari kurva stress!strain pada wilayah elastis. Hubungan
antara stress!strain pada wilayah elasits ini dikenal melalui Hukum
Hooke’s yaitu :
E =
S adalah tensile strength, dan e adalah tensile strain/ elongation.
Modulus sangat berkaitan dengan energi ikatan antar atom. Slope yang
curam pada suatu kurva mengindikasikan dibutuhkannya energi tinggi
untuk memisahkan atom – atom dan menyebabkan material tersebut
mengalami peregangan elastis (Askeland, Fulay, Wright, 2011). Sifat
mekanis berupa tensile strength dan elongation dari biomaterial membran
selulosa bakteri basah dan membran kitosan dapat dilihat pada Tabel II
Tabel II. Rerata tensile strength dan elongation biomaterial
Material Tensile strength (MPa) Elongation (%)
CH 13,0 + 5,83 59,1 + 17,20
BC 198 + 10,0 0,4 + 0,0
Keterangan : CH = Kitosan (Kim, Son, Kim, Weller, Hanna, 2000), BC = selulosa bakteri (Feng, Zhan, Sheng, Yoshino, Feng, 2012).
! #% *-*- *7%, "&(% +"#$%# !
" ;
Pada teknik ini temperatur sampel dibandingkan dengan standar
inert tertentu. Kemudian, panas akan diberikan baik pada sampel dan
standar, dan sebagai konsekuensinya, keduanya akan mengalami
peningkatan temperatur. Ketika sampel meleleh, energi termal yang
alat akan menyediakan entalpi yang sesuai untuk terjadinya fusi. Karena
temperatur standar inert akan terus meningkat dalam proses ini, perbedaan
temperatur antara sampel dan standar akan berubah dan menghasilkan
puncak dalam sinyal output. Pada alat, sinyal output yang diperoleh dari
perbedaan temperatur sebagai fungsi dari waktu, dan dapat diperoleh
temperatur transisi sampel (Davis, 2004).
Teknik DTA ini dapat digunakan untuk melakukan analisis Tg
(glass transition temperature). Tgadalah temperatur dimana suatu polimer
amorf yang memiliki sifat keras seperti kaca, mengalami perubahan sifat
menjadi lunak dan elastis, akibat adanya pemanasan yang menyebabkan
peningkatan mobilitas (gerakan Brownian) dari segmen makromolekul
penyusun polimer. Data temperatur sangat penting dalam aplikasi teknis
polimer untuk menentukan konfigurasi, derajat kristalinitas, panjang rantai
samping, dan derajat percabangan polimer (Braun, et al., 2005).
Dekomposisi kitosan berlangsung dalam suatu reaksi eksotermik
dengan puncak reaksi pada suhu 303oC dan berlangsung pada range
temperatur 270o – 337oC yang menunjukkan adanya dekomposisi residu
amino dan N,asetil (GlcNAc) (Nam, Park, Hudson, 2010). Dekomposisi
kitin merupakan suatu reaksi endotermik yang terjadi pada range
temperatur 341o – 400o C (puncak 380,4oC) karena adanya depolimerasi
rantai dan pembentukkan produk volatile dengan BM rendah (Wanjun,
Cunxin, Donghua, 2005). Dekomposisi selulosa (Gambar 4) juga
335,5oC) yang disebabkan oleh adanya pyrolisis dan pemotongan rantai
molekul selulosa secara random (Gan, dan Sun, 2007).
Gambar 4. Termogram DTA (differential thermal analysis) dari selulosa (_____), kitosan (,,,,,,,), kitin (...) pada laju pemanasan 10oC/menit
(Arora, Lal, Kumar, Kumar, Kumar, 2000).
Karakterisasi bulk polimer juga meliputi stabilitas termal pada
kondisi inert (degradasi spontan rantai, karbonisasi, dehidrasi, dan lain –
lain) dan juga pada kondisi adanya oksigen (oksidasi). Aktivitas stabilizer
dan juga keberadaan filler inorganik dan aspek – aspek lainnya dapat
dipelajari dengan teknik analisis termogravimetri (TG/TGA). Teknik ini
memonitor kehilangan massa sampel pada atmosfer tertentu sebagai fungsi
temperatur. Program temperatur secara umum akan mengalami
peningkatan linier, tetapi studi isotermal juga dapat dilakukan.
Peralatan yang dibutuhkan dalam TGA adalah thermobalance. Alat
ini terdiri dari timbangan perekam, furnace, pemogram temperatur,
pemegang sampel, wadah penutup untuk mempertahankan kondisi
Sensitivitas timbangan dapat mencapai 1 mikrogram, dengan kapasitas
total beberapa ratus miligram. Range operasi dari furnace mencapai 10000
C dengan laju pemanasan mencapai 100 K/menit. Temperatur sampel
diukur melalui thermocouple yang berada di dekat sampel.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kurva TGA. Faktor
primer yang mempengaruhi adalah laju pemanasan dan ukuran sampel.
Ukuran partikel dari material sampel, morfologi sampel, dan laju alir gas
dapat mempengaruhi proses reaksi termal (Braun, et al., 2005).
Gambar 5. Termogram TGA (thermogravimetric analysis) dari tiga sampel yaitu selulosa (_____), kitosan (,,,,,,,), dan kitin (...) pada laju
pemanasan 10oC/menit (Arora, et al., 2011).
Temperatur dekomposisi inisial untuk kitin, kitosan, dan selulosa
berturut – turut adalah 270,4 o, 254,0 o, dan 312,9o C (Gambar 5). Char
yield (% bobot akhir) untuk ketiga polimer tersebut berturut – turut adalah
sebesar 20,4 %, 38,4 %, dan 9,1 % pada temperatur 000oC. Jika dilihat
dari nilai Ti maka dapat diketahui bahwa stabilitas selulosa > kitin >
1 #% *-*- &*-,% *#*,%- +"#$%## $
X!Ray difraction (difraksi sinar X) digunakan dalam analisis
kristalinitas polimer. Teknik ini memungkinkan determinasi derajat
kristalinitas sampel beserta data kristalografik lainnya (Braun, et al.,
2005).
Gambar 0. Pola difraksi sinar X pada (a) polimer dengan kristalinitas tinggi; (b) polimer amorf (Gowariker, et.al., 1980).
Suatu konformasi kristalin akan menghasilan pola difraksi sinar X
yang tajam dan jelas (Gambar 0), sedangkan suatu amorf (non,kristalin)
akan menghasilan pola lebar dan menyebar. Sinar X, seperti cahaya
tampak, memiliki panjang gelombang tertentu yang dapat diukur dengan
diffraction grating, yang terdiri dari seperangkat kisi – kisi garis yang
dipisahkan pada jarak tertentu sekitar satu panjang gelombang dari lampu
monokromatis. Ketika suatu cahaya monokromatis melewati kisi,
gelombang cahaya yang melewati kisi akan mengganggu satu sama lain
(dapat saling menguatkan atau saling meniadakan) pada arah tertentu,
yang mana akhirnya akan menyebabkan pita gelap terang pada layar. Pada
suatu kondisi kristal, molekul tersusun secara rapi pada pola tertentu, dan
akhirnya akan mendifraksi sinar X (Gambar 3), dan membentuk pola yang
mana merupakan “sidik jari” dari senyawa (Gowariker, Viswanathan,
Sreedhar, 1980).
Puncak (peak) yang merupakan karakteristik kitosan pada analisis
difraksi sinar X muncul pada 2θ 10,4o dan 20,4o (Gambar 7) yang
menunjukkan adanya pola polimorf L,2 dari kitosan (Dhawade, dan
Jagtap, 2012). Puncak lebar pada daerah 2θ 20o merupakan puncak
karakteristik yang dapat digunakan dalam penghitungan derajat
kristalinitas kitosan (Teng, Lee, Yoon, Shin, Kim, Oh, 2009).
Gambar 7. Difraktogram kitosan (B) dan oligomernya (C1, C2, C3) (Dhawade, dan Jagtap, 2012).
Selulosa merupakan material dengan kristalinitas tinggi mencapai
70 – 90 %. Peak karakteristik untuk selulosa I (Gambar 8) muncul pada 2θ
=14.8 o, 10.8 o, 22.0o, sedangkan untuk selulosa II peak karakteristik
muncul pada 2 θ 12.1o, 19.8 o, 22.0o (Ago, Endo, Hirotsu, 2004). Metode
metode rasio tinggi peak, metode dekonvulsi puncak, dan metode
subtraksi amorf (Park, Baker, Himmel, Parilla, Johnson, 2010).
Gambar 8. Difraktogram biomaterial selulosa S1 = bio!treatment cellulose; S4 = selulosa kontrol (Janardhnan, dan Sain, 2011).
2 "#$%(%,%# &7 $* "&('.%%# +"#$%#
Prinsip dari Scanning Electron Microscope adalah adanya elektron
dari thermionic cathode yang dipercepat melalui perbedaan voltase antara
katoda dan anoda yang berkisar antara 0,1 keV sampai dengan 50 keV.
Ketika jarak antara spesimen dan bagian bawah tiang cukup jauh
(misalnya beberapa milimeter), berbagai elektron dapat ditangkap oleh
detektor dalam chamber spesimen dan medan magnet pada spesimen
sangat lemah (Reimer, 1998).
Elektron berinteraksi dengan atom yang memproduksi sinyal
berupa informasi mengenai topografi permukaan sampel, komposisi, dan
lainnya. Secara sederhana sistem ini dijelaskan dengan adanya cahaya dan
pengukuran intensitas cahaya yang ditangkap dalam suatu ruang gelap.
intensitas pada pengukur menjadi tinggi sedangkan jika cahaya tidak
memantul, tetapi tembus pada ruang gelap tersebut, maka intesitas yang
didapat sedikit (Egerton, 2005).
Gambar 9. Foto permukaan biomaterial pada perbesaran 1000x a) membran selulosa bakteri (Nasab, dan Yousefi, 2010) b) membran kitosan (Lin, Hsiao, Jee, Yu, Tsai, Lai, Young, 2000).
Membran selulosa bakteri secara umum akan berbentuk jalinan pita
selulosa yang halus (Gambar 4). Pada kultur statis, jalinan pita selulosa
bakteri ini akan tersusun secara uniaxial, sementara pada kultur agitated,
pita – pita selulosa akan tersusun secara tidak teratur, melengkung, dan
saling mengalami overlapping. Susunan ini terjadi karena adanya gaya
konstan selama agitasi (Czaja, Romanovicz, Brown, 2004). Sementara
pengamatan morfologi permukaan terhadap membran kitosan, akan
menunjukkan hasil berupa permukaan membran yang halus, rata, seragam
dan padat (Lin, et al., 2000).
3 #,"&%.-* +% %( "()"#,'.%# * (%,"&*%
Polimer adalah suatu senyawa yang terdiri atas molekul molekul
yang tercirikan oleh adanya repetisi berulang spesi atom atau kelompok
atom yang berhubungan satu sama lain yang akan membentuk suatu sifat
yang berbeda dengan unit – unit penyusunnya. Unit konstitusional
penyusun polimer saling berhubungan melalui ikatan kovalen, dan atom –
atom dari unit berulang tersebut juga berikatan secara kovalen. Suatu
molekul yang hanya terdiri dari beberapa unit berulang disebut oligomer.
Monomer merupakan senyawa yang menyusun polimer, dan proses
penyusunan ini disebut polimerasi (Gedde, 2001)
Proses pembentukkan polimer juga melibatkan gaya tarik antar
molekul yang satu dengan yang lainnya yang disebut juga dengan gaya
antar molekul atau ikatan antar molekul. Terdapat bebarapa jenis gaya
antar molekul yaitu :
1. Gaya dipol – dipol
Molekul yang sebaran muatannya tidak simetris adalah bersifat
polar dan mempunyai 2 ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam
zat polar, molekul – molekul cenderung menyusun diri dengan
ujung polar positif berdekatan dengan ujung polar negatif yang ada
di dekatnya.
2. Gaya London
Antar molekul nonpolar terjadi tarik menarik yang lemah akibat
terbentuknya dipol sesaat yang disebut gaya London. Gaya ini
diinduksi dalam satu molekul oleh molekul yang lain. Dalam hal
ini, elektron dari satu molekul ditarik ke inti dari molekul kedua
secara lemah. Hasilnya adalah distribusi elektron yang tidak merata
3. Interaksi Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah gaya tarik dipol – dipol yang sangat khusus
di antara atom hidrogen pada suatu ikatan polar, terutama pada N,
H, O,H, atau F,H. Atom N, F, O sangat elektronegatif sehingga
ikatan kovalen yang terbentuk sangat polar, dengan muatan parsial
positif pada hidrogen. Akibatnya terjadi gaya tarik menarik yang
sangat kuat (Fessenden, Fessenden, 1980).
'.% "&)'.% +%# 8* "#<"()' %# '.%
Luka terbuka adalah luka yang terjadi karena rusaknya jaringan
kulit bagian luar hingga terjadi pendarahan luar. Luka terbuka
memungkinkan mikroorganisme untuk masuk ke dalam bagian dalam kulit
melalui luka ini. Luka Insisi merupakan luka terbuka disebabkan karena
pisau, gunting atau benda tajam lainnya yang cukup dalam dan memiliki
resiko pendarahan cukup tinggi (Grafft, dan Sarff, 2012).
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena
berbagai kegiatan bioseluler dan biokimia terjadi berkesinambungan. Jenis
penyembuhan yang paling sederhana dapat terlihat pada insisi
pembedahan yang tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk dimulainya
proses penyembuhan. Penyembuhan seperti ini disebut penyembuhan
primer (healing by first intention). Apabila luka yang terjadi cukup parah
seperti adanya kerusakan epitel yang menyebabkan kedua tepi luka
intention atau penyembuhan dengan granulasi) (Price, McCarty, 1992).
Berdasarkan perubahan morfologik, terdapat tiga fase persembuhan luka
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi (Spector, dan
Spector, 1993).
Ketika mengalami kerusakan, jaringan akan melakukan respon
perbaikan. Sel endotel kapiler berproliferasi dan tumbuh ke dalam daerah
yang diperbaiki. Pembuluh vaskuler ini tersusun sebagai lengkung –
lengkung yang masuk ke dalam daerah yang mengalami kerusakan. Pada
saat yang bersamaan, fibroblast akan terangsang untuk membelah diri dan
menghasilkan kolagen. Fibroblast akan memerlukan serabut – serabut otot
dan perlekatan pada stroma serta sel di dekatnya. Sel ini disebut
miofibroblast. Campuran lengkung kapiler dan miofibroblast dikenal
sebagai jaringan granulasi. Cacat pada jaringan dapat berkurang hingga 80
% sebagai akibat pengerutan miofibroblast dalam jaringan granulasi. Sel
ini saling melekat satu dengan yang lain, serta pada bahan dasar di
sekitarnyaPada saat yang bersamaan diproduksi kolagen sehingga
terbentuk jaringan parut pada jaringan yang rusak (Underwood, 1994).
Uji penyembuhan luka dilakukan dengan cara membuat luka
terbuka pada hewan uji terlebih dahulu. Pembuatan luka dilakukan dengan
scalpel atau gunting untuk menghilangkan epidermis, dermis, dan lapisan
subkutan termasuk lapisan panniculus carnosus. Luka yang ditimbulkan
cukup parah, sehingga model eksisional ini dapat digunakan untuk
dimulai dengan perdarahan, reepitelisasi, pembentukan jaringan granulam
dan angiogenesis (Dipietro, dan Burns, 2003).
Tikus akan dikorbankan pada hari 1, 3, 5, dan 7 setelah dilukai
untuk diambil jaringan lukanya, karena pada titik ini menunjukkan waktu
sentral perbaikan jaringan yang meliputi inflamasi, migrasi dan proliferasi
keratinosit, dan pembentukan stroma baru (hari ke,1 sampai 7) serta
meliputi titik akhir dari proses penyembuhan luka akut (hari ke,13). Biopsi
jaringan luka dapat dilakukan untuk kemudian dilakukan pengamatan
histopatologi, total RNA selular, maupun analisis protein (Dipietro, Burns,
2003).
Proses pengamatan penyembuhan luka dapat dilakukan secara
makroskopis misalnya dengan melakukan pengamatan terhadap pengaruh
sediaan komersil dan sampel uji pada beberapa peubah misalnya panjang
luka, kelembaban, warna luka, dan penyempitan luka (Anggraeni, 2008).
Selain itu dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap laju penyembuhan
luka melalui metode Morton, yang didasarkan pada perbedaan diameter
dan luas luka pada hari pertama dan hari pengamatan (Kusmiati,
Rachmawati, Siregar, Nuswantara, Malik, 2000).
Saat ini, sediaan selulosa bakteri komersil sudah tersedia di
pasaran. Salah satunya ialah Biofill®. Sediaan ini telah diuji secara klinis
dan terbukti dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada kasus
transplantasi kulit setelah 11 hari pasca pemakaian sediaan (Rebello,
membantu proses penyembuhan luka baik secara makroskopik maupun
mikroskopik. Larutan ini dapat mempercepat pengeringan luka di hari ke –
0, penyempitan luka di hari ke – 2 dan mempercepat pelepasan jaringan
parut di hari ke – 4. Secara mikroskopik kitosan dapat mempercepat
infiltrasi sel radang pada hari ke – 2, mempercepat pertumbuhan jaringan
ikat setelah hari ke – 4, serta memberikan pengaruh neokapilerisasi dan
reepitelisasi sejak hari ke – 2 (Djamaludin, 2009).
%#+%-%# " &*
Biomaterial kombinasi kitosan dan selulosa bakteri memiliki
aktivitas farmakologik dan biokompatibilitas. Selulosa bakteri dapat
mempercepat penyembuhan luka karena memiliki kemampuan menahan
lembab pada area luka. Selulosa bakteri memiliki pori lebih besar daripada
selulosa pada tumbuhan memberikan keuntungan bagi kitosan yang
ditambahkan mampu mengisi rongga,rongga yang ada pada selulosa dan
berinteraksi secara kimia dengan selulosa bakteri secara baik, sehingga
sifat fisik selulosa bakteri dapat diperbaiki.Kemudian dari segi aktivitas
kimiapun, selulosa bakteri akan menjadi penutup luka yang lebih baik.
Tidak hanya memberikan efek memberikan suasana lembab saja, tetapi
juga memberikan efektivitas biologi seperti mempercepat proliferasi sel
dan memiliki aktivitas antimikroba. Kombinasi ini diharapkan membentuk
suatu polimer biomaterial yang memiliki tingkat elastisitas baik,
polimer kombinasi ini dapat mempercepat proses penyembuhan luka
melalui mekanisme stimulasi proliferasi dan regenerasi sel. Karakteristik
biomaterial selulosa bakteri ditandai dengan ciri adanya ikatan hidrogen
antara gugus amino reaktif kitosan dengan gugus hidroksi bebas selulosa
bakteri, adanya gugus aromatik selulosa bakteri, serta adanya overlapping
gugus hidroksi kitosan dengan hidroksi selulosa bakteri. Plasticizer berupa
gliserol yang ditambahkan akan meningkatkan sifat mekanik dari
komposit polimer yang terbentuk, terutama dalam hal elongation
(pemuluran) material yang dibutuhkan dalam aplikasi material penutup
luka.
*/
,"-*-Biomaterial selulosa bakteri dari limbah ketela pohon dengan
penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur Wistar
jantan memiliki karakteristik polimer yang baik sebagai material penutup
luka dan pemberian biomaterial dengan lama pemberian yang dilakukan
dalam penelitian ini mampu meningkatkan proses penyembuhan jaringan
30
BAB III
METODE PENELITIAN
"#*- "#" *,*%#
Penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Sediaan Biomaterial
Selulosa Bakteri (Acetobacter xylinum) dari Limbah Ketela pohon (Manihot
utilissima Pohl) dengan Penambahan Kitosan Sebagai Material Penutup Luka
pada Tikus Galur Wistar Jantan” merupakan jenis penelitian yang bersifat
eksperimental murni sederhana dengan rancangan acak lengkap pola searah.
%&*%)" "#" *,*%#
Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :
1. Variabel utama :
Variabel utama dalam penelitian ini meliputi :
a. Variabel bebas : Lama pemberian (1, 3, 5, dan 7 hari) biomaterial
selulosa bakteri dari limbah ketela pohon dengan penambahan kitosan
pada tikus jantan galur Wistar.
b. Variabel tergantung : Kemampuan biomaterial dalam mempengaruhi
melalui pengamatan makroskopis kualitatif dan kuantitatif (perubahan
luas daerah luka).
2. Variabel pengacau :
Variabel pengacau dalam penelitian ini meliputi :
a. Variabel pengacau terkendali : tempat tumbuh tanaman, usia tanaman,
waktu panen, cara panen, subjek hewan uji, umur subjek hewan uji,
berat subjek hewan uji.
b. Variabel pengacau tidak terkendali : suhu, cuaca, cahaya matahari,
kondisi patologis dan fisiologis tikus.
9 "7*#*-* /"&%-* #%
1. Selulosa bakteri adalah sejenis polisakarida mikrobial yang diperoleh
secara fermentasi selama 7 hari dari bakteri Acetobacter xylinum.
2. Umbi ketela pohon adalah yang digunakan memiliki daging berwarna
putih dan kulit coklat, yang diperoleh dari tanaman ketela pohon dengan
tangkai daun kemerahan dan daun hijau.
3. Limbah cair ketela pohon adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses
simulasi pembuatan tepung tapioka dengan bahan dasar ketela pohon yang
dilakukan di laboratorium.
4. Kitosan yang didapat dari hasil proses deasitilasi kitin diperoleh dari P.T
Bratachem dengan derajat deasetilasi 73,78 %
5. Luka adalah bagian kulit yang jaringannya sobek dan terbuka karena
luka full thickness yaitu luka yang diperoleh dengan proses pengambilan
penuh bagian kulit mulai epidermis sampai area dermis dengan cara
menyobek area kulit mengguanakan gunting bedah (diameter sekitar 1 cm)
pada punggung (dorsal) hewan uji.
0. Penutup luka adalah sediaan polimer yang ditempelkan pada luka dan
digunakan untuk melindungi luka dari pengaruh lingkungan sekitar
maupun dari infeksi bakteri.
7. Lama pemberian adalah penempelan biomaterial selulosa bakteri pada luka
terbuka tikus yang dilekatkan dari hari pertama sampai dengan masa waktu
1, 3, 5, dan 7 hari
8. Kemampuan biomaterial adalah kemampuan biomaterial selulosa bakteri
yang ditambahkan kitosan dalam meningkatkan regenerasi sel kulit pada
tingkat proliferasi.
9. Karakterisasi polimer adalah prosedur untuk menentukan karakteristik
polimer berdasarkan sifat mekanik (tensile strength, dan elongation) dan
sifat fisik biomaterial (analisis gugus, sifat termal, kristalinitas, morfologi
permukaan biomaterial).
10. Kecepatan penyembuhan luka diamati secara kualitatif (kelembaban,
keberadaan keropeng, dan warna daerah luka) dan secara kuantitatif
(perubahan luas daerah luka).
11. Keropeng merupakan tanda proses clotting (jalinan fibrin dan trombosit
pada proses pembekuan darah) yang telah selesai yang ditunjukkan dengan
12. Pus / nanah adalah eksudat yang terbentuk selama proses inflamasi
ditunjukkan dengan cairan berwarna putih kekuningan yang merupakan
sisa – sisa sel darah putih maupun hasil infeksi bakteri.
%, +%# % %#
%,
Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini, meliputi : instrumen FT,IR
model Shimadzu prestige 21,Universal Testing Machine Zwick Z 0.5,
Dumb Bell Ltd Japan Saitama Cutter SOL,100, Mitotuyo MT,305 dial
Thickness Gage 2040F, seperangkat alat bedah, nampan Lionstar®, kertas
penutup, oven Memmert BE,500, autoklaf, alat,alat gelas, SEM Jeol JSM
T300, neraca digital Mettler Toledo BV, Fine Coat Ion Sputter model JGC
1100, pH stik Merck®, kertas pembungkus, kompor / hot plate,
termometer, sendok / magnetik stirer, alat XRD Jeol, alat DTA/TGA
Perkin Elmer Diamond.
% %#
Bahan,bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi limbah cair
ketela pohon, kitosan, urea teknis, asam asetat glasial, gliserol teknis,
silica gel, sukrosa, karet, Hepafix®, aquades, NaOH p.a, HCl 37%, tikus
jantan galur Wistar (Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma), bakteri Acetobacter xylinum yang diperoleh dari Fakultas
%,% 9%&% "#" *,*%# ","&(*#%-* ,%#%(%#
Determinasi tanaman ketela pohon dengan tangkai daun berwarna
kemerahan, dan daun berwarna hijau dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi USD dengan berdasarkan
acuan Herbarium Manihot utilissima Pohl. Collector : Emanuel M.L;
Determinator : Emanuel M.L, Insula : P, Jawa; Loc : Karang Asem Baru;
Altitude : 1,5 m di atas permukaan laut; dd : 0 – 12 – 1990.
"(* * %# )% %#
Ketela pohon yang digunakan adalah ketela pohon yang memiliki
kulit berwarna coklat, dengan daging berwarna putih bersih. Ketela yang
dipilih adalah ketela siap panen, yaitu dengan ukuran panjang 20 – 30 cm
dan belum terbentuk serat – serat akar di dalamnya. Ketela pohon ini
diperoleh dari daerah Nanggulan, Salatiga pada tanggal 30 Agustus 2012.
9 &"/%&%-* *()% =%*&
Sejumlah 500 g ketela pohon dicuci bersih dan dikupas kulitnya,
lalu dipotong – potong menjadi beberapa bagian. Potongan ketela pohon
diparut sampai halus, kemudian hasil parutan ditambahkan air sebanyak
1000 mL. Hasil parutan yang telah ditambahkan air, dilewatkan melalui
saringan santan, dan diperas. Air perasan ditampung dalam wadah dan
didiamkan selama 1 malam. Onggok/ limbah padat yang terbentuk (berupa
ampas bekas saringan) dibuang. Dalam waktu 1 malam akan terbentuk 2