• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Gipsum III REV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Gipsum III REV"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W : P Ratio Kelompok : B-4b

Tgl Praktikum : 25 Maret 2014

Pembimbing : Soebagio, drg., MKes.

Penyusun :

1. Nur Latifah Zuniati 021311133096

2. Tiara Eva Dhamayanti 021311133097

3. Wienny Setyadewi 021311133098

4. B. Vindi Januarisca 021311133099

5. Dewi Tamara Sambodo 021311133100

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014

(2)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W : P Ratio Kelompok : B-4a

Tgl Praktikum : 25 Maret 2014

Pembimbing : Dr. Elly Munadziroh, drg., MSi.

Penyusun :

1. Antony Wijaya 021311133091

2. Saad Kumayangan 021311133092

3. Dwi Maulidiniyah 021311133093

4. Aisyah Marwah 021311133094

5. Amelia Putri Rizkita 021311133095

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014

(3)

I. Tujuan Praktikum

a. Mahasiswa mampu melakukan manipulasi gipsum tipe III serta dapat mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan tepat. b. Mahasiswa dapat mengukur dan mengamati perubahan setting expansion

dengan variasi perubahan rasio W:P.

II. Cara Kerja

1. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan terlebih dulu, yaitu :

Alat :

a. Mangkuk karet e. Timbangan analitik

b. Spatula f. Vibrator

c. Gelas ukur g. Ekstensometer

d. Stopwatch

Bahan :

a. Gipsum tipe III (w:p = 28ml:100gr) b. Air PAM

c. Vaselin

2. Bagian dalam cetakan ekstensomter diulasi dengan vaselin secara merata. 3. Alat uji ekstensometer disiapkan, kemudian dial indikator dipasang pada

posisi yang tepat dengan jarum menunjukkan ke angka nol.

4. Bubuk gipsum tipe III ditimbang sebanyak 50 gram. Air diambil sebanyak 14 ml diukur dengan gelas ukur.

5. Air yang telah diukur dimasukkan ke dalam mangkuk karet, kemudian bubuk gipsum dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam mangkuk karet dan dibiarkan mengendap selama 10 detik untuk menghilangkan gelembung udara.

(4)

6. Campuran gipsum dan air diaduk sampai homogen di atas vibrator yang digetarkan dengan kecepatan rendah menggunakan spatula dengan gerakan memutar, bersamaan dengan itu mangkuk karet diputar secara perlahan-lahan.

7. Adonan gipsum dituangkan ke dalam cetakan ekstensometer tanpa merubah posisi cetakan pada jarum dial indikator, kemudian ratakan permukaan menggunakan spatula gip.

8. Perubahan panjang cetakan gipsum pada alat ekstensometer diukur setiap 5 menit, ekspansi yang terjadi pada penunjuk mikrometer di dial indikator diamati dan dicatat selama 50 menit.

9. Cara kerja 1-8 dilakukan ulang dengan ukuran gipsum yang berbeda yaitu dikurangi dan ditambahi 5 gram dari ukuran semula, dengan volume air yang tetap.

(5)

III. Hasil Praktikum

Percobaan 1. 45 gram gipsum dan 14 ml air (rasio w:p = 0,31)

Percobaan 1a Percobaan 1b Ekstensi Rata-Rata (mm) Waktu (menit) Ekstensi (mm) Waktu (menit) Ekstensi (mm) 5 0 5 0,01 0,005 10 0,01 10 0,011 0,0105 15 0,03 15 0,035 0,0325 20 0,05 20 0,039 0,0445 25 0,055 25 0,045 0,05 30 0,06 30 0,07 0,065 35 0,075 35 0,1 0,0875 40 0,11 40 0,12 0,115 45 0,135 45 0,14 0,1375 50 0,16 50 0,15 0,155 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 E k st ens i (m m ) Waktu (menit) Percobaan 1a Percobaan 1b

(6)

Percobaan 2. 50 gram gipsum dan 14 ml air

Percobaan 2a Percobaan 2b Ekstensi Rata-Rata (mm) Waktu (menit) Ekstensi (mm) Waktu (menit) Ekstensi (mm) 5 0 5 0 0 10 0 10 0 0 15 0,01 15 0,01 0,01 20 0,02 20 0,01 0,015 25 0,03 25 0,02 0,025 30 0,04 30 0,05 0,045 35 0,055 35 0,075 0,065 40 0,08 40 0,1 0,09 45 0,11 45 0,12 0,115 50 0,13 50 0,14 0,135 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 E k st ens i (m m ) Waktu (menit) Percobaan 2a Percobaan 2b

(7)

Percobaan 3. 55 gram Gipsum dan 14 ml Air

Percobaan 3a Percobaan 3b Ekstensi Rata-Rata (mm) Waktu (menit) Ekstensi (mm) Waktu (menit) Ekstensi (mm) 5 0,001 5 0,005 0,003 10 0,001 10 0,01 0,0055 15 0,02 15 0,015 0,0175 20 0,025 20 0,02 0,0225 25 0,029 25 0,075 0,052 30 0,059 30 0,11 0,0845 35 0,09 35 0,135 0,1125 40 0,15 40 0,155 0,1525 45 0,13 45 0,17 0,15 50 0,14 50 0,185 0,1625 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 E k st ens i (m m ) Waktu (menit) Percobaan 3a Percobaan 3b

(8)

Ekstensi Rata-Rata

Waktu (menit) Ekstensi Rata-Rata (mm)

45 gram 50 gram 55 gram

5 0,005 0 0,003 10 0,0105 0 0,0055 15 0,0325 0,01 0,0175 20 0,0445 0,015 0,0225 25 0,05 0,025 0,052 30 0,065 0,045 0,0845 35 0,0875 0,065 0,1125 40 0,115 0,09 0,1525 45 0,1375 0,115 0,15 50 0,155 0,135 0,1625

Grafik perbandingan ekstensi rata-rata terhadap variasi rasio W:P

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 E k st ens i Ra ta -Ra ta ( m m ) Waktu (menit) Gipsum 45 gram Gipsum 50 gram Gipsum 55 gram

(9)

IV. Pembahasan

4.1 Kajian Teori

Gipsum adalah mineral yang dihasilkan secara alami dengan rumus kimia CaSO4.2H2O (kalsium sulfat dihidrat). Pembuatan produk gipsum yang

digunakan dalam kedokteran gigi merupakan hasil kalsinasi (calcinations) kalsium sulfat dihidrat atau gipsum sehingga terbentuk kalsium sulfat hemihidrat. Material ini secara luas digunakan untuk membuat model, casts, dan die (McCabe and Walls, 2008, hal. 32).

Produk gypsum yang digunakan dalam kedokteran gigi dibentuk melalui penghilangan air dengan kristalisasi dari gypsum untuk membentuk kalsium sulfat hemihidrat. (McCabe and Walls 2008, hal. 33)

Gipsum Produk Gipsum + Air

2CaSO4·2H2O (CaSO4)2·H2O + 3H2O

Kalsium Sulfat Dihidrat Kalsium Sulfat Hemihidrat

Klasifikasi gipsum adalah sebagai berikut (Anusavice, 2013, hal. 170):

Tipe Jenis

I Dental plaster, impression II Dental plaster, model III Dental stone, die, model IV Dental stone, high strength

V Dental stone, high strength, high expansion

Pada praktikum ini digunakan dental gipsum tipe III. Jika pembuatan gypsum dilakukan dengan cara memanaskan gipsum sampai sekitar 125oC di bawah tekanan uap dalam autoklaf, maka terbentuk hemihidrat yang lebih teratur dan sedikit porus. Hemihidrat ini sering disebut α-hemihidrat. (McCabe and Walls, 2008, hal. 33)

Jenis gipsum tipe ini memiliki kompresi minimal 1 jam sebesar 20,7 Mpa (3000 psi), tetapi tidak melebihi 34,5 Mpa (5000 psi). Bahan ini ditujukan untuk pengecoran dalam membentuk gigi tiruan penuh yang cocok dengan jaringan lunak. Dental stone digunakan untuk pembuatan model dan full

(10)

atau partial denture, model ortodonsi dan lain-lain. Hal itu dikarenakan dental stone memiliki kekuatan yang cukup untuk tujuan itu serta protesa lebih mudah dikeluarkan setelah proses selesai. (Anusavice, 2013, hal 169)

Tahap setting reaksi dari dental gypsum dapat dijelaskan sebagai berikut (Anusavice, 2004, hal. 158):

1. Hemihidrat dicampur dengan air, terbentuk suatu suspensi cair dan dapat dimanipulasi.

2. Hemihidrat larut terus hingga terbentuk larutan yang jenuh

3. Larutan jenuh dari hemihidrat ini amat jenuh dengan dihidrat, sehingga dihidrat mengendap.

4. Begitu dihidrat mengendap, larutan tidak lagi jenuh dengan hemihidrat. Kemudian proses berlanjut, pelarutan hemihidrat dan pengendapan dihidrat terjadi baik dalam bentuk kristal baru atau pertumbuhan lebih lanjut pada keadaan yang sudah ada. Reaksi diteruskan sampai tidak ada lagi dihidrat mengendap dari larutan.

Reaksi yang terjadi di atas termasuk reaksi reversibel dan eksotermis dan dapat digambarkan sebagai berikut (Anusavice, 2004, hal 157).

Setting Expansion

Setting expansion diukur dengan menggunakan alat khusus yaitu ekstensometer tanpa merubah posisi cetakan pada jarum dial indikator. Campuran bahan dituangkan ke dalam cetakan ekstensometer, kemudian diratakan permukaannya menggunakan spatula, hal tersebut dilakukan untuk memberikan nilai ekspansi linier. Nilai ekspansi maksimum 0,15% untuk bahan cetak tipe 1 dan 4 dan 0,30% untuk bahan cetak tipe 2 dan 5. Dental stone (bahan cetak tipe 3) memiliki ekspansi maksimum 0,20%. (McCabe, 2008, hal. 36)

Tujuan setting expansion adalah untuk membantu dalam memperbesar cetakan untuk mengompensasi sebagian dari penyusutan casting emas. Ada

(11)

beberapa keraguan apakah semua pengaturan ekspansi efektif dalam memperluas rongga cetakan yang dibentuk melalui wax pattern. Normal setting expansion telah ditentukan secara tradisional dengan cara yang serupa menggunakan dental plaster, dimana ekspansi diukur sebagai suatu perubahan dimensi linier yang mengakibatkan perubahan set dalam cetakan ekstensometer, sehingga normal setting expansion dapat terjadi secara bebas. (Anusavice, 2003, hal. 300)

Untuk menghasilkan model / die yang akurat, setting expansion dari dental gypsum harus tetap dikendalikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi setting expansion pada dental gypsum adalah kehalusan, rasio W/P, lama pengadukan, dan penambahan akselerator atau retarder.

Faktor pertama adalah kehalusan. Semakin halus ukuran partikel hemihidrat, semakin cepat adukan mengeras. Tidak hanya kecepatan kelarutan hemihidrat menjadi meningkat, tetapi juga nukleus gipsum lebih banyak, karena itu kecepatan kristalisasi menjadi lebih cepat. (Anusavice, 2013, hal 162)

Faktor kedua adalah rasio W/P, semakin banyak air digunakan untuk pengadukan, semakin sedikit jumlah nukleus pada unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut, maka pertumbuhan interaksi kristal-kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal-kristal tersebut. Hal itulah yang menyebabkan semakin tinggi rasio W/P, maka semakin rendah nilai ekspansinya. Sebaliknya, penurunan rasio W/P meningkatkansetting expansion dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. (Anusavice, 2013, hal 164)

Faktor ketiga yang mempengaruhi setting expansion adalah lama pengadukan (mixing time). Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika plaster atau stone dibuat berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal meningkat, pada saat yang sama, kristal-kristal diputuskan oleh spatula pengaduk dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus krisalisasi dari partikel dihidrat.Hal ini lah yang menyebabkan setting expansiongipsum meningkat

(12)

sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan. (Anusavice, 2013, hal 162).

Pada praktikum ini tidak dilakukan pengamatan pengaruh lama pengadukan terhadap setting expansionkarena lama pengadukan pada ketiga percobaan disamakan yaitu sampai mencapai tahap homogen.

Faktor keempat yang mempengaruhi setting expansionadalah penambahan bahan kimia kedalam bubuk hemihidrat. Penambahan bahan kimia,dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga memiliki efek untuk menurunkan nilai setting expansiondengan cara mengubah bentuk kristal dihidrat yang terbentuk. Oleh karena itu, akselerator atau retarder disebut juga sebagai antiexpantion agent. (McCabe and Walls, 2008, hal 37)

Faktor penambahan bahan kimia ini dapat digolongkan sebagai faktor pabrik. Pada praktikum ini, tidak dilakukan pengamatan pada pengaruh penambahan aselerator atau retarder terhadap perubahan setting expansion.

Untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan, setting expansion bahan dental gypsum perlu untuk dikontrol. Beberapa cara mengontrol setting expansion antara lain dengan menambahkan bahan-bahan kimia yang disarankan oleh pabrik, baik retarder maupun akselerator, kemudian menggunakan W:P rasio yang sesuai (apabila W:P rasio diturunkan maka jarak antar nukleus akan semakin menyempit dan kristal yang terbentuk juga berdempetan yang mengakibatkan ekspansi dari gipsum juga meningkat), mengontrol lama pengadukan, dan menggunakan tekanan saat melakukan manipulasi. (Anusavice, 2013, hal 187)

(13)

4.2 Analisa Hasil Pengamatan

Rasio perbandingan water per powder (W:P) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan setting expansion.

Dari data pada tabel diatas ada tiga perlakuan dengan perbedaan rasio W:P. Variabel terikatnya adalah air dan variable bebasnya bubuk. Pada perlakuan pertama rasio W:P (14 ml/45 gram) = 0.31, perlakuan kedua rasio W:P (14ml/50 gram) = 0.28, dan pada perlakuan ketiga rasio W:P (14 ml / 55 gram) = 0.25. Sedangkan menurut aturan pabrik rasio W:P (28 ml / 100 gram ) = 0.28.

Tampak pada grafik perbandingan ekstensi rata-rata terhadap variasi rasio W:P, bahwa pada percobaan dengan berat bubuk gipsum 55 gram (rasio terkecil) proses ekspansinya merupakan yang paling cepat. Setelah itu pada berat 45 gram dan yang terakhir pada berat 50 gram. Semakin tinggi rasio W:P, semakin sedikit nukleus kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut. Akibatnya pertumbuhan internal kristal-kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal-kristal tersebut. Hal itulah yang menyebabkan semakin tinggi rasio W:P maka semakin rendah nilai ekspansi settingnya.

Sebaliknya penurunan rasio W:P akan meningkatkan setting expansion dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat (Annusavice, 2003, hal 166). Berdasarkan teori tersebut setting expansion gypsum berbanding terbalik dengan rasio W:P. Semakin rendah rasio W:P maka semakin tinggi setting expansion-nya. Maka dari itu kecepatan setting expansion pada rasio W:P 0.25 atau pada bubuk gypsum 55 gram lebih besar dari pada yang lain. Namun pada percobaan kami pada rasio W:P 45 gram setting expansionnya lebih besar dari pada rasio W:P 50 gram. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada.

Berdasarkan analisis kami ini terjadi karena kemungkinan masih ada celah berupa rongga udara antara jarum ekstensometer dan adonan menyebabkan ekspansi gypsum yang terjadi tidak mendorong jarum

(14)

ekstensometer melainkan mengisi udara. Ini yang menyebabkan pada percobaan rasio W:P 50 gram lebih kecil dibandingkan rasio W:P 45 gram. Selain itu adanya ketidakakuratan pada alat ekstensometer yang digunakan dan juga kemungkinan adanya kesalahan sewaktu melihat jarum ekstensometer serta berdasarkan aturan pabrik yang benar adalah rasio W:P 50 gram yaitu 0.28. Percobaan Percobaan 1 (Gipsum 45 gram) Percobaan 2 (Gipsum 50 gram) Percobaan 3 (Gipsum 55 gram) Perbandingan

Setting expansion Sedang Kecil Besar

Setting time Sedang Lama Cepat

Surface hardness Kurang keras Keras Paling keras

Flow Rendah Sedang Tinggi

Porus Sedikit Sedang Banyak

Sesuai tabel di atas, dapat diketahui perbandingan pada hasil percobaan 1, 2, dan 3. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai perbandingan dari percobaan-percobaan di atas.

a. Perbandingan Percobaan 1 dengan Percobaan 2

Pada percobaan 1, flow dan porusnya lebih sedikit dibandingkan percobaan 2 karena percobaan 1 campuran gipsumnya mengandung lebih banyak air. Semakin banyak airnya, semakin kecil pula flow dan porusnya, namun kekerasan permukaannya masih lebih keras pada percobaan 2. Selain itu, terdapat suatu kejanggalan pada setting expansion dan setting time dari kedua percobaan ini. Setting time percobaan 1 lebih cepat dan setting expansion-nya lebih besar pula jika dibandingkan dengan percobaan 2. Menurut teori, penurunan rasio W:P akan meningkatkan setting expansion dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat (Annusavice, 2003, hal 166). Berdasarkan teori tersebut setting expansion gypsum berbanding terbalik

(15)

dengan rasio W:P. Semakin rendah rasio W:P maka semakin tinggi setting expansion-nya. Hal ini bisa saja disebabkan oleh pengadukan yang lebih cepat dan waktu pengadukan yang lebih lama pada percobaan 1 sehingga percobaan 1 mencapai setting time yang lebih cepat dari percobaan 2 dan setting expansion-nya juga menjadi lebih besar.

b. Perbandingan Percobaan 2 dengan Percobaan 3

Pada percobaan 2, porus dan flow-nya lebih sedikit dari percobaan 3 karena campuran gipsum pada percobaan 2 lebih encer jika dibandingkan dengan percobaan 3. Semakin sedikit porusnya, maka semakin baik. Namun setting expansion, setting time, dan surface hardness pada percobaan 3 lebih besar, cepat dan keras daripada percobaan 2, dikarenakan campuran pada percobaan 3 lebih banyak mengandung bubuk gipsum dan lebih kental sehingga lebih cepat mengeras.

c. Perbandingan Percobaan 3 dengan Percobaan 1

Pada percobaan 3, setting expansion, porus, dan flow-nya lebih besar daripada percobaan 1, setting time-nya lebih cepat, serta surface hardness-nya lebih keras. Hal ini disebabkan karena campuran gypsum percobaan 3 lebih banyak mengandung bubuk gipsum dibandingkan percobaan 1. Campuran gipsum pada percobaan 3 dapat dikatakan sebagai campuran yang memiliki setting expansion, porus, dan flow yang paling besar, setting time-nya paling cepat, serta surface hardness-nya paling keras dibandingkan percobaan 1 maupun percobaan 2.

Berdasarkan teori tersebut setting expansion gypsum berbanding terbalik dengan rasio W:P. Semakin rendah rasio W:P maka semakin tinggi setting expansion-nya. Maka dari itu kecepatan setting expansion pada rasio W:P 0.25 atau pada bubuk gypsum 55 gram lebih besar dari pada yang lain. Sebaliknya penurunan rasio W:P akan meningkatkan setting expansion dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat (Annusavice, 2003, hal 166). Berdasarkan teori tersebut setting expansion gypsum berbanding terbalik dengan rasio W:P. Semakin rendah rasio W:P

(16)

maka semakin tinggi setting expansion-nya. Maka dari itu kecepatan setting expansion pada rasio W:P 0.25 atau pada bubuk gypsum 55 gram lebih besar dari pada yang lain. Namun pada percobaan kami pada rasio W:P 45 gram setting expansionnya lebih besar dari pada rasio W:P 50 gram. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada.

Berdasarkan analisis kami ini terjadi karena kemungkinan masih ada celah berupa rongga udara antara jarum ekstensometer dan adonan menyebabkan ekspansi gypsum yang terjadi tidak mendorong jarum ekstensometer melainkan mengisi udara. Ini yang menyebabkan pada percobaan rasio W:P 50 gram lebih kecil dibandingkan rasio W:P 45 gram

V. Kesimpulan

Dengan diadakannya praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa perbedaan rasio W:P ternyata mempengaruhi setting expansion bahan gypsum, dimana pada praktikum kali ini digunakan gypsum tipe III. Rasio bubuk yang lebih tinggi daripada air ataupun sebaliknya membuat setting expansion lebih tinggi dibandingkan dengan setting expansion pada rasio W:P yang normal (sesuai aturan pabrik). Sehingga besar setting expansion suatu bahan dental gypsum bukan ditentukan dengan besar atau kecilnya rasio W:P, melainkan dengan semakin sesuainya rasio yang digunakan dengan aturan rasio yang diberikan oleh pabrik. Rasio W:P yang tidak sesuai dengan aturan pabrik akan menimbulkan kristalisasi menjadi abnormal sehingga menimbulkan pertambahan ekspansi. Bila waktu pengadukan pendek dan kecepatan pengadukan lambat, maka ekspansi akan semakin kecil. Penambahan akselerator dan retarder juga dapat membuat ekspansi menjadi lebih kecil.

VI. Daftar Pustaka

Anusavice, KJ. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials 11th ed. St. Louis: Saunders Elsevier Ltd.

(17)

Anusavice, KJ. 2004. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi, edisi 10, Jakarta: EGC.

McCabe, JF and Walls, AWG 2008, Applied Dental Materials 9th ed., Victoria: Blackwell, Inc.

(18)
(19)
(20)
(21)
(22)

Gambar

Grafik perbandingan ekstensi rata-rata terhadap variasi rasio W:P

Referensi

Dokumen terkait