• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Identitas dilihat dari segi bahasa identitas berasal dari bahasa inggris yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Identitas dilihat dari segi bahasa identitas berasal dari bahasa inggris yaitu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Identitas dilihat dari segi bahasa identitas berasal dari bahasa inggris yaitu “identity”yang dapat diartikan ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri. Ciri-ciri itu adalah suatau yang menandai sutu benda atau orang. Ada ciri fisik dan ada ciri-ciri non fisik.Contoh ciri-ciri fisik: orang cina matanya sipit, kulitnya putih, orang irian atu papua kulitnya hitam dan rambut. Contoh ciri-ciri non fisik: gaya seseorang ketika berbicara, ketika bermain, ketika belajar dan lain sebagainya.

Erikson (1968) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat dan berbagai situasi sosial, seseorang masih memiliki perasaan menjadi orang yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu tersebut dapat merespon dengan tepat. Sehingga, identitas bagi individu dan orang lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut (Kroger, 1997).

Menurut Waterman (1984), identitas berarti memiliki gambaran diri yang jelas meliputi sejumlah tujuan yang ingin dicapai, nilai, dan kepercayaan yang dipilih oleh individu tersebut. Komitmen-komitmen ini meningkat sepanjang waktu dan telah dibuat karena tujuan, nilai dan kepercayaan yang ingin dicapai dinilai penting untuk memberikan arah, tujuan dan makna pada hidup (LeFrancois, 1993).

Marcia (1993) mengatakan bahwa identitas diri merupakan komponen penting yang menunjukkan identitas personal individu. Semakin baik struktur pemahaman diri seseorang berkembang, semakin sadar individu akan keunikan dan kemiripan dengan orang lain, serta semakin sadar akan kekuatan dan kelemahan individu

▸ Baca selengkapnya: sawara dari segi bahasa artinya

(2)

2

dalam menjalani kehidupan. Sebaliknya, jika kurang berkembang maka individu semakin tergantung pada sumber-sumber eksternal untuk evaluasi diri.

Identitas, jelas diperlukan individu agar dapat menjalankan kehidupannya. Individu yang tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai dirinya, akan lebih besar kemungkinannya hidup dalam ketidakpastian serta tidak mampu menyadari keunggulan maupun kekurangan yang ada pada dirinya. Individu tersebut akan menjadi individu yang tidak percaya diri dan tidak memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri (Gardner, 1992).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah perkembangan pemahaman diri seseorang yang membuat individu semakin sadar akan kemiripan dan keunikan dari orang lain dan akan memberikan arah, tujuan, dan makna pada hidup seseorang.

Bambang (2005:6) menyatakan perilaku sosial adalah suatu perilaku yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh norma-norma sosial dan perilaku antar pribadi, dalam hal ini norma sosial menjadi pedoman masyarakat dalam menilai baik buruknya suatu perilaku, pandangan, keyakinan, bahkan perasaan.

Hubungan sosial antar manusia dapat menimbulkan perilaku sosial, baik perilaku positif maupun perilaku yang negatif. Perilaku positif dapat berupa ketaatan seseorang terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat atau bersikap toleran terhadap sesama, sedangkan contoh perilaku negatif seperti halnya melanggar peraturan yang berlaku di masyarakat dan perilaku merusak lainnya.

Menurut Baron & Birne (2003:9), perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh perilaku orang lain. Dalam hal ini segala sesuatu yang berhubungan dengan

(3)

3

manusia secara langsung akan berpengaruh pada perilakunya. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa perilaku sosial adalah suatu tingkah laku atau perilaku yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh norma-norma sosial dan perilaku antar pribadi.

Berdasarkan pengertian di atas, perilaku sosial seseorang juga dapat dipengaruhi oleh kepercayaan dan agama. Hal tersebut dapat menjadi salah satu landasan terbentuknya perilaku sosial, contohnya apabila seseorang shalatnya baik maka baik juga perilakunya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 43 sebagai berikut:

صلا اوُميِقَأَو

ول

َك زلا اوُتآَو َة

و

رلا َعَم اوُعَكْراَو َة

َنيِعِك

Artinya “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta

orang-orang yang rukuk. (Q.S 2:43).

Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa manusia diperintahkan untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta perintah untuk melakukan dua ibadah tersebut selalu bersamaan, dalam Al-qur’an disebutkan sebanyak 82 kali hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara shalat dan zakat yang hampir tidak bisa dipisahkan. Shalat dan zakat tidak pernah terlepas, jika salah satu yang dikerjakan maka tidak sempurna Islamnya, karena shalat sebagai bentuk ibadah dan zakat sebagai bentuk muamalah antara manusia dengan manusia. Islam bukan hanya mengajarkan ubudiyah kepada Tuhan, namun juga mengajarkan akan muamalah terhadap sesama manusia yang sudah diatur secara rinci, di antaranya dalam sistem sosial seperti zakat, infaq sodaqoh dan sebagainya. Akan

(4)

4

tetapi dalam kenyataannya sering dijumpai adanya perilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku.

Sebagaimana yang dinyatakan Amru Khalid (2006:28) bahwa banyak orang yang mengaku Islam namun perilakunya jauh dari ajaran Islam, apabila seseorang baik ibadahnya maka baik pula perilakunya. hal tersebut sesuai firman Allah dalam Al-qur’an Surat Al-Ankabut (29:45), yang berbunyi:

ُا

َيِحوُأ اَم ُلْت

ل صلا ِمِقَأَو ِبَتِكْلا َنِم َكْيَلِإ

و

ل صلا نِإ َة

و

ىَهْ نَ ت َة

َنوُعَ نْصَت اَم ُمَلْعَ ي ُه للاَو ُرَ بْكَأ ِه للا ُرْكِذَلَو ِرَكْنُمْلاَو ِءاَشْحَفْلا ِنَع

Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S 29:45).

Dijelaskan dalam ayat di atas, bahwa dengan mengingat Allah dalam shalat adalah lebih utama dari ibadah apa pun, karena shalat sebagai sarana seseorang untuk berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan. Hubungan spiritual tersebut menghadirkan pengalaman batin tersendiri pada setiap individu. Dengan mendirikan shalat diharapkan mampu mencegah perbuatan yang dilarang agama atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada

Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain.Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa

(5)

5

kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.

Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Ibrahim Rusli (2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain Baron & Byrne, (1991) dalam, Ibrahim Rusli (2001). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain.Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri.

Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat

(6)

6

menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.

Konsep tentang “ remaja “, bukanlah berasal dari bidang hukum, melainkan berasal bidang ilmu – ilmu social lainnya seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi, dan Paedagogi. Konsep remaja juga merupakan konsep yang relative baru, yang muncul kira – kira setelah era industrialisasi merata di Negara – negara Eropa, Amerika Serikat dan Negara – negara maju lainnya.Dalam ilmu kedokteran dan ilmu – ilmu lain yang terkait ( seperti biologi ) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat – alat kelamin manusia mencapai kematangannya.

Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relative baru dalam kajian psikologi. Di negeara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa latin ”adolescere” (kata bendanya adolescentia= remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.Kematangan disini tidak hanya berarti kematangan fisik, terutama kematangan social – psikologis.Remaja dalam arti Psikologis sangat berkaitan dengan kehidupan dan keadaan masyarakat dimana remajanya sangat panjang.

Fenomena kenakalan dan kejahatan pada peserta didik sering terjadi seperti halnya budaya bolos sekolah, menyontek, mencuri, perkelahian antar pelajar,

(7)

7

pecandu narkoba, porno aksi dan pornografi serta masih banyak lagi ragam kasus-kasus kenakalan dari yang ringan sampai yang bersifat kriminal sering terjadi seperti yang disaksikan di berbagai media masa.

Singgih D. Gunarsa (1988 : 19), menyatakan bahwa dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yaitu:

1. Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum

2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.

Menurut bentuknya, Febri Yona (2009) mengelompokan kenakalan remaja dalam tiga tingkatan, di antaranya:

1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, suka membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit.

2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin. 3. Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang,

hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dan lain sebagainya.

Perilaku menyimpang disebut juga dengan kenakalan remaja sebagaimana Penyimpangan remaja menurut M. Gold, J. Petronio, & Weiner dalam Hasyim Faridi & Mulyono (2010:107) menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak (juvenile

delinquency) adalah sebagai berikut:

Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas ia bisa dikenai hukuman.

Berdasarkan definisi di atas, faktor yang terpenting dari kenakalan anak ialah unsur pelanggaran hukum dan kesengajaan serta kesadaran anak mengenai konsekuensi yang diterima ketika melakukan pelanggaran. Secara keseluruhan

(8)

8

semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat yang meliputi norma agama, etika, peraturan sekolah, keluarga dan sebagainya, itu semua dapat disebut dengan perilaku menyimpang, hal tersebut sebagaimana dalam tulisannya Hasyim Farid dan Mulyono (2010:135), menyatakan bahwa permasalahan pada peserta didik di antaranya adalah:

Tidak toleran dalam pergaulan, mudah berprasangka buruk pada teman, tidak mampu berperan sesuai harapan masyarakat seperti suka kebut-kebutan di jalan, kemudian selain itu kurang menghormati guru yang seharusnya guru adalah orang yang layak untuk dihormati sebagai orang yang telah berjasa untuk mengajarkan ilmunya.

Problema berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional. Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri.Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.

Dari pengamatan yang saya lakukan di Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia antar mahasiswa angkatan maupun mahasiswa jurusan berbeda cenderung berperilaku sosialnya tidak terjalin dengan baik. Oleh karna itu penulis ingin mengadakan penelitian yang berhubungan dengan pengaruh identitas remaja

(9)

9

muslim terhadap perilaku sosial pada mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dalam proses berperilaku sosial.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditarik permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Adakah Pengaruh Indentitas Remaja Muslim terhadap Perilaku Sosial Pada Mahasiswa FIAI UII?

2. Seberapa Besar Pengaruh Indentitas Remaja Muslim terhadap Perilaku Sosial Pada Mahasiswa FIAI UII?

C. Tujuan Masalah

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui adakah Pengaruh Antara Indentitas Remaja Muslim Terhadap Perilaku Sosial Pada Mahasiswa FIAI UII

2. Mengetahui seberapa besar Pengaruh Antara Identitas Remaja Muslim Terhadap Perilaku Sosial Pada Mahasiswa FIAI UII

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, antara lain:

1. Memberikan sumbangan pemikiran teoritis tentang seberapa besar pengaruh Antara identitas remaja muslim terhadap perilaku sosial

(10)

10

pada mahasiswa ilmu agama islam Universitas Islam Indonesia Sleman Yogyakarta.

2. Memberikan sumbangan untuk pengembangan teori psikologi islami khususnya kajian tentang identitas remaja muslim dan perilaku keagamaan khususnya dalam hal berperilaku sosial.

E. Telaah Pustaka.

Sejauh yang peneliti ketahui, beberapa penelitian yang membahas tentang religiulitas sudah pernah dilakukan, namun dengan menggunakan variabel dan obyek penelitian yang berbeda. Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan identitas akan dipaparkan sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh Huiriyah (2007) tentang Upaya Guru

Agama Islam Dalam pembentukan kepribadian Muslim Bagi Siswa dii sekolah

teknologi industri (SMTI)Yogyakarta, menemukan adanya beberapa upaya guru

agama islam dalam membentuk kepribadian siswanya di SMTI Yogyakarta yang dapat di liahat melalui kegiatan intrakurikuler dan di ektrakurikuler. Hasil penelitian ini

Penelitian yang dilakukan oleh Husniyah (2003) mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Dengan Judul “Pembentukan Kepribadian Muslim

Bagi Siswa Di SLTP Al-Husain” hasil pemnelitian ini lebih umum,di bandingkan

dengan skripsi penulis, karena memaparkan tentang proses pembentukan kepribadian muslim yang dilakukan di sekolah, yang lebih menekankan pada peraturan sekolah itu sendiri.

(11)

11

Penelitian yang dilakukan oleh Ninin (2007)Pencarian Identitas Diri Pada

Remaja Muallaf, Universitas Diponegoro. Hasil penelitian ini menemukan bahwa

peran konversi agama dapat mendorong pencapaian identitas diri (identity

achivement) tetapi juga berpotensi menimbulkan kebingungan identitas ( identity

difusion). Hal ini dipengaruhi oleh aktor : penerimaan diri, inisiatif dan motivasi,

keterampilan komunikasi, strategi koping, kehendak bertanggung jawab, tingkat ancaman dan tekanan eksternal, serta dukungan sosial.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran kongkrit dari alur pembahasan penelitian ini. Maka peneliti mendeskripsikan sistematika pembahasan skripsi ini sebagai berikut:

Bab 1. Pendahuluan, yang meliputi sejumlah sub bahasan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,telaah pustaka, dan sistematika pembahasan.

Bab II. Landasan teori, dalam bab ini peneliti memaparkan tentang teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini, teori-teori tersebut adalah :

(1) Prilaku sosial (2) Identitas remaja muslim.

Bab III. Metode penelitian, mencangkup: jenis penelitian, pada peneliti ini peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu ada masalah, berteori, berhipotesis, mencari data, menguji hipotesis, teori bersifat top down.variabel oprasional, menggunakan variabel bebas yaitu “prilaku sosial” dan variabel terikat “identitas remaja muslim”.

(12)

12

Bab IV. Analisis data dan pembahasan, yang merupakan analisis secara komprehensif dan menjawab rumusan masalah yaitu: ”untuk mengetahui pengaruh identitas remaja muslim terhadap prilaku sosial di universitas islam indonesia fakultas ilmu agama islam.

Bab V. Kesimpulan dan saran, yang berisi dari kesimpulan intisari hasill penelitian,serta saran yang merupakan masukan dan aplikasi terhadap penelitian tentang Pengaruh Indentitas Remaja Muslim Terhadap Perilaku Sosial di Universitas Islam Indonesia Fakultas Ilmu Agama islam Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Renovasi terhadap museum keraton beserta benda-benda sejarahnya diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara sehingga Keraton

Dalam penelitian ini dibuat sistem pakar dengan menggunakan metode case-based reasoning (CBR) dikarnakan metode ini sangat sederhana dan mudah diterapkan pada

6 14 Mahasiswa dapat memahami konsep dan implementasi pengukuran kematangan Tata Kelola pada Organisasi Konsep IT Alignment and Maturity Project-based learning 240 -

Standar Kompetensi : Dapat menganalisis permasalahan di bidang Miologi dan memiliki ketrampilan dibidang Miologi, sehingga dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan

Akan tetapi sebagai tontonan yang mengedukasi dan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada penonton terutama

(3) Dalam hal tiket transportasi tidak diperoleh, Pejabat Negara/Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Tidak Tetap dan selain Pejabat Negara/Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Tidak Tetap

Jika beban pada suatu waktu lebih kecil dari setengah (50%) beban maksimum, katup ON/OFF akan menutup, lalu motor servo akan mengatur katup kedua untuk menjaga