• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam Berdarah Dengue (DBD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demam Berdarah Dengue (DBD)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Definisi Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan

penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular terutama menyerang anak-anak. DBD adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aedes.

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106 . Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah:

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL- 6 dan histamine yang mengakibatkan

(2)

Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) Supresi sumsum tulang,

2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi Menurut Soegeng (2006) secara umum patofisiologi dari DBD adalah :

Pada saat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menggigit orang yang demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak selama 8-10 hari dan menyebar keseluruh bagian tubuh nyamuk, yang sebagian besarnya berada di kelenjer air liur nyamuk. Saat nyamuk menggigit orang lain, maka air liur bersama virus dengue dilepaskan kedalam tubuh manusia dan berkembang biak dalam sistem

retikuloendotelial.

Virus masuk ke dalam tubuh berkembang biak selama 4-6 hari, ditangkap oleh antigen presenting cell (APC) untuk memakan organisme tersebut. Pada dengue ada dua macam APC yaitu APC yang ada di kulit (sel langerhans, sel dendritik dan keratinosit) dan kedua APC yang ada di peredaran darah (monosit dan makrofag) yang menyebabkan viremia, karena tidak mampu membunuhnya APC meminta bantuan limfosit T melalui molekul MHC. Peptida virus dibawa oleh MHC ke permungkaan sel, sehingga limfosit T dapat mengenal virus tersebut. Limfosit T akan memberitahu limfosit B, dengan cara mengaktifasi limfosit B yang akan membentuk komplek virus-antibodi.

Dalam bukunya Widoyono (2008) menjelaskan komplek antigen-antibodi tersebut melepaskan zat-zat yang bersifat merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut proses autoimun. Karena adanya proses autoimun tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang ditunjukan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler, mengakibatnya bocornya sel-sel darah antara lain trombosit dan eritrosit, akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit dan saluran pencernaan (muntah darah dan berak darah), saluran pernapasan (mimisan dan batuk darah) dan organ vital lainnya (jantung, hati, ginjal).

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya ruam dan kemerahan pada sistem retikulo endotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

(3)

Infeksi sekunder sebagai akibat oleh tipe virus dengue yang berbeda, sehingga respon amnestik antibody menjadi terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan mengahasilkan IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan peningkatan dari replikasi virus. Sehingga terbentuk kompleks virus antibodi yang akan mengaktifasi system complement. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.

Teori kedua yang menyatakan infeksi sekunder bisa terjadi karena adanya peningkatan replikasi virus, dimana pengaruh dari antibody sebelumnya yaitu antibody dependent enhancement (ADE). Pada waktu infeksi primer antibodi awalnya meningkat kemudian mengalami penurunan sampai mencapai keadaan subnetralisasi. Saat infeksi sekunder terjadi antigen-antibodi subnetralisasi membentuk ikatan yang mirip komplek imun melalui bantuan reseptor Fc makrofag, sehingga virus lebih mudah masuk yang akan menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Semakin banyak jumlah virus yang masuk maka semakin banyak virus yang bereplikasi dalam makrofag (Smith, 2005).

(4)

Tanda dan Gejala Penyakit

1) Demam mendadak selama 2-7 hari → umumnya infeksi yang disebabkan oleh virus menyebabkan demam yang sifatnya mendadak, tetapi pada DBD demam terdiri dari dua tipe. Demam yang pertama berlangsung selama dua hari, yang akan diiukuti dengan penurunan demam hal ini berhubungan dengan viremia. Pada puncaknya kemudian akan timbul demam yang tinggi lagi hal ini berhubungan dengan antibodi yang membunuh virus yang menunjukan perusakan dari sel host yang mengandung virus (Widoyono,2008)

2) Terdapat manifestasi perdarahan ditunjukan dengan tes rumple leed (+), petekie (+) dan perdarahan spontan (mimisan, muntah darah, atau berak darah) → terbentuknya antigen-antibodi menyebabkan terjadinya trombositopenia dan aktifasi dari system koagulasi. Awalnya terjadi aktifasi faktor XII (hegemen) mengakibatkan:

• XIIa aktif yang akan mengaktifasi faktor koagulasi lainnya, sehingga terbentuk fibrin yang akan mengaktifasi fibrinolisis melalui enzimatis sehingga terjadi perubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin bersifat proteolitik yang sasarannya adalah fibrin. Aktivasi koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan mengakibatkan menurunnya faktor koagulasi seperti fibrinogen II, V, VII, VIII, IX dan X serta plasminogen

• Meningkatkan sistem kinin yang berperan dalam meningkatkan permeabilitas kapiler

Karena keadaan ini menyebabkan perdarahan pada pasien DBD ditambah lagi dengan adanya trombositopenia (Soegeng,2006)

3) Hasil pemeriksaan trombosit menurun < 100 ribu terjadi karena

• Peningkatan destruksi trombosit oleh sistem retikuloendotelial → karena aktivasi komplemen yaitu ikatan antara trombosit dan fragmen C3a. dimana fragmen C3a berhubungan dengan berat ringannya penyakit

• Agregrasi trombosit → akibat dari kerusakan endotel vaskuler karena komplemen bereaksi dengan epitop virus pada permungkaan endotel yang mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek (Barrett, 2010)

• Gangguan produksi → pada keadaan normal trombosit di sirkulasi darah berumur 8-12 hari, pada fase akut DBD lama hidup trombosit berkurang dan trombosit dirusak di hepar, lien dan terjadi depresi sumsum tulang (Sutaryo, 2004)

4) Tanda syok

• Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung kaki, tangan dan hidung dan kuku menjadi biru → karena kegagalan sirkulasi sehingga terjadi peningkatan aktifitas simpatik secara reflek

• Awalnya anak gelisah, rewel dan semakin lama kesadaran menurun menjadi apatis, spoor dan koma → karena kegagalan sirkulasi serebral

• Nadi cepat dan lemah bahkan sampai tidak teraba → karena kolap sirkulasi • Tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg

• Tekanan sistolik pada anak turun menjadi 80 mmHg atau kurang

• Oliguria sampai anuria → karena menurunnya perfusi darah yaitu arteri renalis (Sumarmo, 2010). Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD).

(5)

Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).

Jadi secara umum manifestasi klinis dari demam dengue dan demam berdarah dengue hampir sama, hanya saja yang membedakannya adalah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diathesis hemoragik (Sumarmo, 2010). Herdiman (2009) terdapat 4 derajat klinis DBD menurut WHO yaitu :

Derajat 1 : demam disertai perdarahan yang tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uni tourniquet

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain

Derajat 3 : ditemukan adanya kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun 20mmHg atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah)

Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur TANDA DAN GEJALA

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah:

– Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan. – Asites

– Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

– Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Perlu diperhatikan adanya warning sign, antara lain: nyeri abdomen, muntah terus menerus, perdarahan mukosal, letargi, pembesaran hepar lebih dari 2 cm, maupun peningkatan hematokrit disertai penurunan trombosit dengan cepat. Jika terdapat warning sign maka disebut sebagai non severe dengue with warning sign. Jika tidak ada tanda tersebut maka disebut sebagai non severe dengue without warning sign (WHO, 2009; Barniol, 2011; Horstick, 2012)..

Penegakkan Diagnosis

Menurut Herdiman (2009) dalam bukunya mengatakan kriteria diagnosis menurut WHO, diagnosis DBD ditegakan bila semua hal berikut terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari 2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan

Minimal uji tourniquet (+), dinyatakan (+) jika ditemukan pada satu inci persegi (2.8x2.8 cm) terdapat lebih dari 20 petekie dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekie, ekimosis, purpura, epistaksis dan perdarahan gusi)

Perdarahan mukosa (hematemesis dan melena)

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3)

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma Peningkatan hematokrit >20%

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya. Ditemukan efusi pleura, asites, hipoproteinemia dan hyponatremia.

Pemeriksaan penunjang Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk

(6)

melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. • SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.

• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer,

IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2. • Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)

Pemeriksaan radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006) Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Demam Berdarah Dengue (DBD).

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini dipenuhi : • Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : - Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.

(7)

- Hematemesis atau melena.

• Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena.

Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb

Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,

ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.

Jenis Cairan (rekomendasi WHO) Kristaloid.

(8)

Larutan ringer asetat (RA) Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL) Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan: Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)

Koloid. Dekstran 40 Plasma Albumin

Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.

Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan

hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi.

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.

(9)

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah

• Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

• Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

• Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

• Jumlah dan frekuensi diuresis. Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan.

Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia perlu dipertimbangkan.

Kriteria pasien rawat inap: Ada kedaruratan:  Syok  Muntah terus-menerus  Kejang  Kesadaran menurun  Muntah darah  Berak hitam

 Hematokrit cenderung meningkat setelah 2x pemeriksaan berturut-turut. Hemokonsentrasi (Ht meningkat 20%

Kriteria pasien rawat jalan:

 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

 Nafsu makan membaik secara klinis tampak perbaikan  Hematokrit stabil

 3 hari setelah syok teratasi  Trombosit > 50.000/uL

(10)

Pertumbuhan dan perkembangan bayi berlangsung dengan sangat cepat, dari janin dalam rahim ibu lahir menjadi bayi yang belum bisa apa-apa sampai menjadi anak kecil yang mulai belajar jalan. Semua ini hanya butuh waktu 9 + 12 bulan dengan perkembangan baru dan menarik setiap bulannya. Berikut ulasan singkat tahapan perkembangan bayi bulan ke bulan di tahun pertama mereka ditinjau dari segi kemampuan motorik kasar, motorik halus, bahasa / kognitif dan sosial. Selalu ingat bahwa fase pertumbuhan dan perkembangan bayi berbeda satu sama lain. Tidak semua keahlian (skill) akan dimiliki pada saatnya. Adalah normal jika bayi anda belum mencapai milestones tertentu di bulan yang tertera di pembahasan berikut ini. Yang penting proses perkembangan bayi bukan batas waktu. Pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1 bulan

 Menggerakkan kepala dari sisi ke sisi pada saat posisi tengkurap

 Cengkraman yang kuat

 Menatap tangan dan jari-jari

 Mengikuti gerakan dengan mata Proses perkembangan pada bayi bulan ke-2

 Menahan kepala dan leher sebentar pada saat telungkup

 Membuka dan menutup tangan, pukulan diarahkan tanpa arah

 Mulai bermain dengan jari-jari, membuat asosiasi (menangis berarti digendong atau diberi makan)

 Tersenyum dengan responsif, mengadakan kontak mata Pertumbuhan bayi usia 3 bulan

 Meraih dan mengambil objek, kepala tegak saat digendong, mulai merasakan beban pada kaki

 Mengenggam objek dengan tangan, mengisap ibu jari dan meninju

 Berguman, memekik

 Menirukan anda saat anda menjulurkan lidah, mulai tertawa Perkembangan bayi umur 4 bulan

 Mendorong badan ke atas dengan tangan pada posisi telungkup, duduk bertumpu pada lengan

 Mengambil objek, menggenggam seperti menggunakan sarung tangan

 Tertawa keras, mengamati dengan akurat

 Menikmati bermain dan mungkin menangis ketika dihentikan, mengangkat lengan sebagai isyarat "gendonglah aku"

Proses pertumbuhan dan perkembangan bayi bulan ke-5

 Mulai berguling ke salah satu sisi badan

 Belajar memindahkan objek dari tangan yang satu ke tangan yang lain

 Meniup raspberry (menyemburkan busa)

 Menjangkau mama atau papa dan menangis kalau ditinggal Pertumbuhan dan perkembangan pada bayi usia 6 bulan

 Berguling ke sisi kiri dan kanan

 Memakai tangan untuk menyambar objek kecil

 Berceloteh

(11)

Pertumbuhan bayi bulan ke-7

 Bergerak sedikit - mulai merangkak

 Belajar menggunakan ibu jari dan jari tangan lainnya

 Berceloteh dengan cara yang lebih kompleks

 Merespon ekspresi emosi orang lain Proses perkembangan bayi bulan ke-8

 Duduk tanpa dibantu

 Mulai bertepuk tangan

 Merespon kata-kata yang sudah akrab, melihat ketika dipanggil

 Bermain permainan interaktif seperti cilukba Pertumbuhan bayi bulan ke-9

 Mungkin mencoba naik/merangkak ke atas tangga

 Menguasai genggaman cubit

 Belajar keberadaan objek -- bahwa sesuatu ada bahkan kalau mereka tidak dapat melihatnya

 Sedang takut-takutnya sama orang asing Perkembangan pada bayi bulan ke-10

 Menarik diri untuk berdiri

 Menyusun dan mengurutkan mainan

 Melambaikan bye-bye dan mengangkat tangan untuk mengatakan "naik"

 Belajar memahami sebab akibat. Contoh: saya menangis, mama datang Proses pertumbuhan bayi bulan ke-11

 Menjelajah menggunakan perabotan

 Membalik halaman saat anda membaca

 Memanggil mama atau papa dengan "mama" atau " dada" Perkembangan bayi bulan ke-12

 Berdiri tanpa dibantu dan mungkin memulai langkah pertama

 Membantu pada saat dipakaikan baju (memasukkan tangan ke lengan baju)

 Mengucapkan kira-kira 2 sampai 3 kata (biasanya "mama" dan"dada")

 Bermain permainan meniru seperti pura-pura sedang nelpon

DAFTAR PUSTAKA

1. DW Vaughn, Barrett A, Salomo T., 2010. Dengue Haemorrhagic Fever, Journal Pudmed, www.pubmed.com.

2. Herdiman, T., 2009. Buku Medicinus Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue vol 22. Jakarta.

3. Rafei Muchtar., 2009. Guidelines for treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital, Journal WHO.

(12)

4. Smith, M.D., 2005. Dengue in Travelers, Journal nejm, 353:924-932. www.nejm.com 5. Sutaryo., 2004. Dengue, Fakultas Kedokteran UGM, Medika, Yogyakarta.

6. Soedarmo, Sumarmo SP., Garna, Herry., Hadinegoro, Sri, Rezeki S., Satari, Nindra I., 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (2nd ed). IDAI, Jakarta.

7. Soegeng., 2006. Demam Berdarah Dengue (2nd ed), Airlangga University Press, Surabaya.

8. Widoyono., 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan. Erlangga Medical series: Jakarta, 59-67.

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi ini merupakan kemampuan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam memberikan layanan konsultasi untuk

Kebutuhan alumina PT Inalum saat ini sebanyak 500.000 ton (setara 775.000 ton) per tahun, sementara kemampuan produksi bijih bauksit per tahun di Kalimantan Barat sebesar

Sebelum melaksanakan suatu perkawinan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah pelamaran ( madduta) pada saat inilah pihak perempuan mengajukan jumlah Uang Panaik

Pengambilan keputusan oleh perawat bisa jadi tergantung dari umur dan lama pengalaman kerja perawat dalam mempersiapkan pasien yang akan diberikan tindakan pembedahan, sehingga

Kepada peserta pelelangan yang akan mengajukan sanggahan diberikan waktu selama 3 (tiga) hari kerja terhitung tanggal 23 September 2014 sampai dengan 25 September 2014. Demikian

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa silase klobot jagung mempunyai kualiatas yang sama dengan rumput dan pemberian silase klobot jagung pada ransum domba

kumpulkan kemudian di analisis dalam penelitian kualitatif berlangsung bersama dengan proses pengumpulan data. Untuk tahap selanjutya data tersebut disajikan dan

[r]