• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam Berdarah Dengue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demam Berdarah Dengue"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Demam Berdarah Dengue

Clara Amanda Schram 10.2010.172 Kelompok A7

Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Pendahuluan

Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi.

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit yang di sebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang di sertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang di tandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengua (dengua shock syndrome) adalah deman berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk pemenuhan tugas, juga untuk memberi penjelasan dan pembahasan lebih lanjut tentang DBD, Dengue Shock Syndrome (DSS), disertai gejala klinis, pemeriksaan, penyebab dan mekanisme penyakit , serta pencegahannya. Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara terhadap pasien dalam ilmu Kedokteran. Tehnik anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secata keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komnunikasi antara dokter dengan pasien. Anamnesis dapat langsung di lakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) ataupun terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk di wawancaraai misalnya pada keadaan gawat darurat.

(2)

2 Adapun anamnesis yang baik akan terdiri dari :

a. Identitas b. Keluhan utama

c. Riwayat penyakit sekarang d. Riwayat penyakit dahulu e. Riwayat penyakit keluarga, f. Anamnesis pribadi.1

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan palpasi pada paru dan hehar. Karena pada kasus DBD, sering sekali di jumpai pembesaran hati. Pada paru di lakukan fremitus taktil dan melakukan perkusi.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium2.3

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratori yang dapat diperiksa:

 Leukosit: dapat normal atau menurun.

Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi sumsum tulang.

(3)

3  Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥

20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.

 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM.

IgM : terdetaksi mulai hari ke 3-5, menigkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.

IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.

 Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

 Protein/ albumin dapat terjadi di hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.  SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase) dapat meningkat.

 Ureum dan kreatinin dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.

 Gas darah terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan keadaan pasien.  Elektrolit sebagai parameter pemberian cairan.

 Golongan darah dan cross match dilakukan sebelum tindakan transfusi darah untuk keamanan pasien.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan).

Pemeriksaan USG dapat bula mendeteksi asites dan efusi pleura. Diagnosis demam berdarah bisa di tegakkan hal-hal di bawah ini dipenuhi:

 Demam antara 2-7 hari

 Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut : - Uji bending positif

- Perdarahan mukosa atau di tempat lain  Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

(4)

4  Terdapat m inimal satu tanda-tanda plasma leakage sebagai berikut

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingan sesuai dengan umur dan jenis kelamin - Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, di bandingkan dengan nilai

hematokrit sebelumnya

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura asites atau hipoproteinemia Defferential Diagnose

 Demam Dengue (DD)

Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia / Atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif), leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif.2

 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO tahun 1997).

Kriteria Klinis:

o Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus- menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik.

o Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena.

o Hepatomegali.

o Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci). 2,4

Kriteria Laboratorium:

o Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml).

(5)

5

o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, di bandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Sindrom Syok Dengue (DSS)

Kondisi pasien yang berkembang ke arah syok tiba-tiba menyimpang setelah demam selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu—antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Terdapat tanda khas dari gagal sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintul-bintul, dan kongesti; sinosis sirkumoral sering terjadi, nadi menjadi cepat. Pasien pada awal dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari syok. Nyeri abdominal akut adalah keluhan sering segera sebelum awitan syok.

DSS biasanya ditandai dengan nadi cepta, lemah dengan penyempitan tekanan nadi (<20 mm Hg [2,7 kPa]), tanpa memperhatikan tingkat tekanan, mis., 100/90 mm Hg (13,3/12,0 kPa) atau hipotensi dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien yang syok dalam bahaya kematian bila pengobatan yang tepat tidak segera diberikan. Pasien dapat melewati tahap syok berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Namun, kebanyakan pasien tetap sadar hampir pada tahap terminal. Durasi syok adalah pendek: secara khas pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi penggantian volume yang tepat. Efusi pleural dan asites dapat terdeteksi melalui pemeriksaan fisik atau radiografi. Syok yang tak teratasi dapat menimbulkan perjalanan penyakit terkomplikasi, dengan terjadinya asidosis metabolik, perdarahan hebat dari saluran gastrointestinal dan organ lain, dan prognosisnya buruk. Pasien dengan hemoragi intrakranial dapat mengtalami konvulsi dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan kadang, dapat terjadi dalam hubungannya dengan gangguan metabolik dan elektrolit atau perdarahan intracranial.

Pemulihan pada pasien dengan DSS teratasi adalah singkat dan tidak rumit. Bahkan pada kasus syok berat, jika syok telah teratasi, pasien yang dapat bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, meskipun efusi pleural dan asites masih tampak. Tanda prognosis yang baik adalah haluaran urine adekuat dan kembali mempunyai napsu makan.2

 Sepsis

Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) ditambah tempat infeksi yang di ketahui. Meskipun SIRS, sepsis dan syok septic biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Bakteriemia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakteriemia bersifat sepintas, seperti biasanya di jumpai setelah jejas

(6)

6 pada permukaan mukosa, primer atau seringkali sekunder terhadap focus infeksi intravaskuler atau ekstravaskular.

SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih criteria sebagai berikut: - Suhu >38°C atau <36°C

- Denyut jantung >90 denyut/menit

- Respirasi >20/menit atau Pa CO2 <32mmHg

- Hitung leukosit >12.000/mm3 atau >10% sel imatur 2

Working Diagnosis

Berdasarkan keterangan diagnosis sebelumnya, terlihat bahwa perbedaan utama antara Demam Dengue dan DBD adalah di temukannya kebocoran plasma pada DBD.

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda; sakit kepala,nyeri retro-orbital,mialgia,

artralgia

- Leucopenia,

- Trombositopenia tidak di temukan bukti kebocoran plasma

- Serologi dengue positif DBD I Gejala di atas di tambah uji bending

positif

- Trombositopenia (<100.000/ul), bukti ada kebocoran plasma DBD II Gejala di atas di tambah pendarahan

spontan

- Trombositopenia (<100.000/ul), bukti ada kebocoran plasma DBD III Gejala di atas di tambah kegagalan

sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)

- Trombositopenia (<100.000/ul), bukti ada kebocoran plasma DBD IV Shock berat disertai dengan tekanan

darah dan nadi tidak terukur

- Trombositopenia (<100.000/ul), bukti ada kebocoran plasma Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

DBD derajat III dan IV juga di sebut sindrom syok dengue (SSD). Seluruh criteria diatas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi di bandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.2

(7)

7 Etiologi

Virion dengue berbentuk sferis dengan diameter 40-50 nm, genom, RNA berupa untai tunggal yang beratnya 10,9 kb, dan tidak bersegmen. Selubungnya terdiri atas lipid dan glikoprotein (protein E dan protein M), sedangkan nukleokapsid berdiameter 30 nm terdiri atas protein C dan RNA. Virus dengue termasuk arbovirus (arthropod-borne virus).

Arbovirus adalah segolongan virus yang mempunyai 2 karakteristik utama, yaitu penularan oleh arthopoda dan genomnya RNA. Lebih dari jenis arbovirus diketahui dapat menginfeksi manusia. Terdapat 4 famili arbovirus yang sering menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu togaviridae, flaviviridae, bunya, dan reoviridae. Virus dengue termasuk falvivirus. Flavivirus merupakan virus RNA untai tunggal berdiameter 40-50nm dan memiliki selubung.5

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falvivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal denga berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotype virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan DD atau DBD. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupatak serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemilogi pada hewan ternak didapatkan atibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.2

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibis. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebarah di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.2

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan

(8)

8 dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu: 1). vektor: perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;

2). pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3). lingkungan ; curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk 2

Morfologi dan Daur Hidup

Vektor utama DHF adalah nyamuk kebun yang disebut Aedes aegypti, vektor potensialnya adalah Aedes albopictus. Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil daripada Culex quinquefasciatus.

 Warna dasar hitam

 Bintik-bintik putih terutama pada kakinya

 Mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum)  Telur Ae. Aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran

kain kasa

 Larva Ae. Aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral  Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

wc,tempayan, drum, dan barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dll.

 Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi

Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukkannya 1-2 cm di atas permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata 100 butir telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari. Nyamuk betina menghisap darah pada siang baik di dalam atau di luar rumah. Penghisapan dilakukan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu jam 8.00-10.00 dan 15.00-17.00. Umur nyamuk dewasa betina di aam bebas kira-kira 10 hari.6

(9)

9 Patofisiologi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih di perdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Gambar1. Hipotesis secondary heterologous infection.2

Respons imun yang diketahui berperan delam patogenesis DBD adalah: a), respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut anti-body dependent enhancement (ADE); b), limfosit T baik T-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, I dan IL-10; c), monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan optonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan penigkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis

(10)

10 kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus be replikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyababkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-alfa, IL-1, PAF9platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi melalui kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi sumsum tulang, dan

2). destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.

Kadar tromobopoietin dalam darah saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, penigkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degrenulasi trombosit.

(11)

11 Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktvasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein Cl-inhibitoh complex).

Gejala-gejala klinis

Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis sebagai berikut.

1. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat mencapai 40◦C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita) dan wajah yang kemerah-merahan (flushing).

2. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).

3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepta, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

Penatalaksanaan2

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria: • penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.

(12)

12 • mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Dewasa Tanpa Syok (Gambar 3)

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila:

 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 - 150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trobosit tiap 24jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

 Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat. Nilai rujukan Ht untuk pria adalah 40-48%, wanita 37-43%.6

Gambar 3. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di Unit Gawat Darurat.2

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat. (Gambar 2)

Pasien yang tersangka DBD tanpa predarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat di berikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut: 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}

(13)

13 Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 -f {20 X (55-20)} =2200 ml. Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.

 Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Gambar 4. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat.2

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20% (Gambar 5)

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10ml/kgBB/ jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikan menjadi 15 ml /kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien

(14)

14 ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Gambar 5. Penatalaksanaan DBD dengan penigkatan hematokrit > 20%2

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa (Gambar 6)1

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemo-stasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

(15)

15 Gambar 6. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.2

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa (Gambar 7)2

Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tampa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-lml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan

(16)

16 turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).

Gambar 7. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa.2

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid menjadi pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dap diulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan

(17)

17 dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 u/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.

Prognosis

Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif yang cukup, kematian akan kurang dari 25. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif

Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, syok yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan lingkuan bangsal yang kurang bersih. Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskular, pernapasan, darah dan organ lain.7

Pencegahan7

Kemungkinan ada bahwa vaksinasi dengue dapat mensensitisasi resipien sehingga terjadi infeksi dengue yang dapat menyebabkan demam berdarah.

Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3M, yaitu:

 Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate).

 Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

 Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

o Singkirkan pakaian-pakaian yang tergantung di gantungan pakaian di balik pintu dalam kamar karena nyamuk Aedes aegypti senang berada di tempat agak gelap seperti kamar tidur dan istirahat di pakaian yang tergantung atau pada korden yang berwarna agak gelap.

o Hindari tidur siang, terutama di pagi hari jam 9-10 atau sore hari sekitar jam 3-5, karena nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan emngigit pada jam-jam tersebut.

(18)

18

o Gunakan obat racun nyamuk, boleh obat nyamuk bakar, gosok maupun semprot, atau tidur menggunakan kelambu yang sudah di bubuhi racun nyamuk. Atau gunakan kipas angin di kamar tidur karena nyamuk umumnya tidak senang dengan lingkungan yang berangin.

Pengobatan

Diperlukan evaluasi segera tanda-tanda vital dan tingkat hemokonsentrasi, dehidrasi, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemantauan dekat adalah sangat penting selama sekurang-kurangnya 48 jam karena syok dapat terjadi atau kumat dengan cepat pada awal penyakit. Penderita yang sianosis atau mengalami nafas berat harus di beri oksigen. Penggantian cepat cairan dan elektrolit intravena sering dapat mempertahankan penderita sampai terjadi penyembuhan secara spontan. Bila kenaikan hematokrit menetap sesudah pemberian cairan, pemberian plasma atau preparat koloid plasma terindikasi. Harus hati-hati dilakukan agar tidak terjadi overhidrasi yang mungkin turut menyebabkan gagal jantung. Transfusi darah segar atau suspense trombosit dalam plasma mungkin di perlukan untuk mengendalikan perdarahan, transfuse ini tidak boleh di berikan selama hemokonsentrasi tetapi hanya sesudah evaluasi harga hemoglobin atau hematokrit. Salisilat terkontraindikasi karena pengaruhnya pada koagulasi darah.

Paraldehid atau kloralhidrat mungkin di perlukan untuk anak yang sangat gelisah. Penggunaan pressor amin, agen penyekat A-adrenergik, dan aldosteron tidak menyebabkan penurunan mortalitas yang bermakna di banding dengan yang di amati pada terapi pendukung sederhana. 7,8

.Kesimpulan

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti, dimana den-3 merupakan serotipe yang dominan dan mengakibatkan gejala yang berat. Penyakit ini menyerang semua usia tetapi pada anak-anak dapat menyebabkan kematian. DBD memiliki empat derajat, dimana derajat ke-4 merupakan yang paling berbahaya karena disertai oleh syok atau bisa disebut dengur syok syndrom (DSS). Oleh karena itu, timbulnya gejala DBD atau DSS harus cepat ditangani dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur.

(19)

19 Daftar Pustaka

1. Sehundro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Demam berdarah dengue. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009:hal 25-7

2. Sehundro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Demam berdarah dengue. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009:hal 2773-889

3. Rahman F. Dengue syok syndrome. 2010. Di unduh dari:

http://www.scribd.com/doc/39010502/Dengue-Syok-Syndrome 2010 Nov 23.

4. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer. Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam indonesia. Jakarta: PB PAPDI; 2008.

5. Zein U. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Leptospirosis. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009:hal 2807-11.

6. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.h.265-7.

7. Leo R. Demam dengue (dengue fever)/demam berdarah dengue. 2008 Jun. Di unduh dari: http://www.dokterku.net/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=1 2011 Nov 19.

8. Nawangsih EN. Diagnosis demam berdarah dengue. Medika Kartika (Majalah Ilmiah Kedokteran) vol 3 no 2, hal 101-10, 2005.

Gambar

Gambar 3. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di Unit Gawat  Darurat
Gambar 4. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat. 2
Gambar 5. Penatalaksanaan DBD dengan penigkatan hematokrit &gt; 20% 2
Gambar 7. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa. 2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa silase klobot jagung mempunyai kualiatas yang sama dengan rumput dan pemberian silase klobot jagung pada ransum domba

Menurut pendapat penulis, berdasarkan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang menyatakan

Pemegang saham harus menerima  pengembalian yang baik namun kekhawatiran yang sah dari konstituensi lain (pelanggan, Karyawan, masyarakat, pemasok dan masyarakat luas)

Perdagangan luar negeri merupakan suatu sarana penting bagi pertumbuhan ekonomi untuk memperbesar kemampuan konsumsi suatu negara. Aktivitas perdagangan luar negeri,

Angka kejadian risiko depresi post- partum pada ibu nifas di RSUD Sleman adalah 36,3%, jenis persalinan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko depresi postpartum dengan nilai

Sasaran yang ingin clicapai dalam standar pelayanan ini adalah agar pelayanan di Balai Kesehatan Penerbangan dapat sesuai dengan prosedur, sehingga mampu bersaing

Pengambilan keputusan oleh perawat bisa jadi tergantung dari umur dan lama pengalaman kerja perawat dalam mempersiapkan pasien yang akan diberikan tindakan pembedahan, sehingga

American Academy of Pediatric mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir (&lt;35 minggu atau lebih)