Aplikasi Asap cair dalam pengendalian Hama
Thrips sp
pada cabai merah (
Capsicum annum
L.)
Fenty Ferayanti
Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai (Subagyono, 2010). Produktivitas tanaman cabai dapat berkurang disebabkan oleh gangguan hama.
Salah satunya serangannya yaitu hama Thrips sp. (Thysanoptera : Thripidae). Serangan Thrips sp. dapat mengakibatkan kehilangan hasil panen hingga 23 %. Hama thrips (Thrips sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabai. Hama Thrips tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi serangan bukan hanya pada tanaman cabai saja. Panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga . Berikut ini klasifikasi hama Thrips :
Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Thysanoptera Famili : Thripidae Genus : Thrips
Spesies : Thrips parvispinus
Thrips adalah kelompok serangga berukuran kecil, bertubuh ramping, yang termasuk ke dalam ordo Thysanoptera (thysanos = umbai; pteron = sayap). Thrips adalah kata Yunani yang juga bisa berarti kutu kayu. Jadi golongan ini terdiri dari serangga yang bersayap umbai, yang menjadi salah satu ciri morfologis yang paling penting. Hingga kini, 5000 spesies thrips telah diidentifikasi. Lima puluh persen di antara spesies thrips tersebut makan jamur, baik pada hifa maupun spora jamur, dan
sisanya adalah pemakan tumbuhan dan predator thrips yang lain. Thrips bertubuh silindris memanjang, dengan panjang hanya 1 – 2 mm, meskipun ada yang mencapai 13 mm, dan kebanyakan berwarna hitam. Thrips mempunyai alat mulut yang bertipe pencucuk-pengisap, meskipun lebih tepat disebut sebagai pemarut. Bentuknya pendek, buntak, tidak simetris. Thrips akan mengisap cairan tumbuhan yang keluar dari jaringan yang terlebih dahulu dilukai dengan mulutnya.
Gambar 1. Morfologi dan Gejala serangan Thrips sp
Gejala serangan hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Kemudian noda tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain sebagai hama perusak juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) pada tanaman cabai. Untuk itu, bila mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya. Serangan yang terjadi pada awal tanam dapat berkibat fatal, memungkinkan terjadinya penyakit kerdil (dwarfing), tanaman layu, dan akhirnya mati (Pitijo, 2003).
Hama ini merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Pada musim kemarau perkembangan hama sangat cepat, sehingga populasi lebih tinggi sedangkan pada musim penghujan populasinya akan berkurang karena banyak thrips yang mati akibat tercuci oleh air hujan. Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama cabai, bawang merah, bawang daun, jenis bawang lainnya dan tomat, sedangkan
tanaman inang lainnya tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili Crusiferae, Crotalaria dan kacang-kacangan (Surahmat, F. 2011)
Menghadapi kendala serius tersebut mendorong para petani untuk menggunakan pestisida. Pestisida merupakan substansi sintetik dan bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida sintetik lebih disukai petani dengan alasan mudah didapat, praktis dalam aplikasi, petani tidak perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah yang banyak dan hasil relatif cepat terlihat (Kardinan, 2005 dalam Dono et al., 2008). Namun, penggunaan insektisida sintetis dapat menimbulkan pengaruh samping yang merugikan, seperti timbulnya resistensi pada hama sasaran, resurjensi hama utama, eksplosi hama sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan (Oka, 1995 dalam Tohir, 2010). Upaya untuk mengurangi dampak negatif tersebut diperlukan suatu pemahaman tentang pengelolaan agroekosistem yang berprinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dan menggunakan pengendalian secara nabati.
Salah satu yang dapat dimanfaatkan yaitu limbah tempurung kelapa untuk pembuatan asap cair. Asap cair merupakan cairan kondensat uap asap hasil pirolisis kayu yang mengandung senyawa penyusun utama asam, fenol dan karbonil hasil degradasi termal komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Senyawa asam, fenol dan karbonil dalam asap cair memiliki kontribusi dalam karakteristik aroma, warna dan flavor (Girard, 1992 dalam Katja et al., 2008).
Gambar 2. Pembuatan Asap Cair Dengan Metoda Pirolisis
Selain mempunyai kandungan senyawa asam dan fenol ternyata asap cair tempurung kelapa mempunyai senyawa bioaktiv antifeedant. Senyawa inilah yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melindungi dirinya dari serangan hama (berfungsi sebagai pengendali hama secara alami), mikroba dan organisme lainnya. Senyawa bioaktif antifeedant ini bersifat tidak membunuh, mengusir atau menjerat tetapi hanya bersifat menghambat makan.
Girrad (1992) dalam Suryandari (2010);Leong (2013), menyebutkan terdapat lebih dari 3 senyawa aktif yang terdapat di dalam asap cair tempurung kelapa, di antaranya fenol, karbonil, keton, aldehid, asam organik, furan, alkohol, ester, lakton hidrokarbon alfalitik dan hidrokarbon polisiklis aromatis. Senyawa utama yang berperan sebagai antimikrobia pada asap cair adalah fenol dan asam asetat. Fenol merupakan antiseptik dan desinfektan yang efektif terhadap bentuk vegetatif bakteri gram positif dan gram negatif, mikrobakteria, beberapa jamur dan virus tetapi kurang efektif dalam bentuk spora (Kane dan Kandel, 1996 dalam Ulfah 2000, dalam Sumarni 2010).
Aplikasi pestisida nabati dari asap cair tempurung kelapa pada dosis dosis 500 ml per tangki pada tanaman cabe sangat efektif mengendalikan hama Thrips & Apids. Kandungan senyawa asam dan fenol dalam asap cair tempurung kelapa memiliki sifat antibakteri dan anti mikroba. Senyawa asam memang lebih kuat menghambat bakteri dari pada senyawa fenol, tetapi penggabungan kedua senyawa ini memiliki efek penghambatan yang luar biasa. Senyawa kelompok fenol ini mampu mencegah pembentukan spora, mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur dan menghambat kehidupan bakteri, jamur dan virus.
Aplikasi pestisida nabati asap cair yang akan digunakan dalam penyemprotan harus terlebih dahulu diencer. Tehnik pengenceran asap cair menggunakan sebanyak 1 liter dan pestisida asap cair sebanyak 220 ml untuk kemudian dicampurkan dan dimasukkan ke dalam alat penyemprotan (Wiyantono dan Endang 2008). Penyemprotan dilakukan secara berkala yang dilakukan pada semua bahagian dari tanaman cabai merah yang berguna untuk mengurangi populasi hama thrips pada tanaman cabai.
Diharapkan dengan penyemprotan asap cair secara berkala maka hama thrips bisa dikurangi sehingga produktivitas cabai merah dapat meningkat.
Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa asap cair hasil destilasi kering kayu jati, bakau, karet dan tusam dengan pemanasan suhu 500 C selama lima jam, mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan cendawan secara (Nurhayati, 2000).
DAFTAR BACAAN
Dono, D., S. Hidayat, C, Nasahi, dan E, Anggraini. 2008. Pengaruh Ekstrak Biji Barringtonia asiatica L. (Kurz) (Lecythidaceae) Terhadap Mortalitas Larva dan Fekunditas Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera : Pyralidae). Jurnal Agrikultura Vol. 19, No. 1, ISSN 0853 – 2885.
Katja, D.G, E, Suryanto, L.I, Momuat, , Y. Tambunan. 2008. Pengaruh Adsorben Terhadap Aktivitas Antioksidan Dari Asap Cair Kayu Cempaka (Michelia champaka Linn). Chem. Prog. Vol. 1, No. 1.
Leong, Steven. 2013. Asap Cair. https://www.facebook.com/Bioshell Asap Cair/posts/ Diakses tanggal 4 November 2015.
Nurhayati, N. 2000. Sifat destilat hasil destilasi kering 4 jenis kayu dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pestisida. Buletin penelitian hasil hutan.17,No. 3, 160-168.
Pitojo. S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.
Subagyono, 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum Annuum L) balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.
Sumarni. 2010. Pengujian Daya Racun Asap Cair Tempurung Kelapa (Cocos nucifera L) Terhadap Serangan Cendawan Pelapuk Kayu Schizophyllum commune Fries. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak (skripsi).
Surahmat, F. 2011. Pengelolaan Tanaman Cabai Keriting Hibrida Tm 999 (Capsicum Annuum) Secara Konvensional Dan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryandari, K.C. 2010. Uji Efektivitas Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Jamur Dari Nira Rusak. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS. PGSD FKIP UNS. 423 – 430.
Tohir, A.M. 2010. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1 : 37 – 40.
Wiyantono dan Endang, W.M.2009. ”Kajian Potensi Asap Cair dalam Mengendalikan Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana)”. Jurnal Pengembangan Pedesaan Vol.9 (1).150-56.