PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss.) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura
PADA TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum (L.))
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Oleh : Rahmawati NIM 13308141030
PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BATANG MIMBA (Azadirachta indica A. Juss) SEBAGAI PESTISIDA NABATI HAMA Spodoptera litura PADA
TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum (L.))
Oleh : Rahmawati NIM 13308141030
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)), persentase mortalitas hama Spodoptera litura, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa, ada tidaknya pengaruh terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) dan berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) setelah pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.Juss).
Jenis Penelitian ini adalah Rancangan Eksperimen dengan 5 variasi dosis dan 5 kali pengulangan. Obyek penelitian ini adalah 125 ekor larva Spodoptera litura instar III yang dikumpulkan dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Malang, Jawa Timur. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) dibuat dari 100 gram batang mimba segar yang ditumbuk dan dihaluskan dengan diblender, dicampur dengan 200 ml air dan 1 ml alkohol 90% lalu di saring dan diendapkan selama 24 jam. Starter ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) dibagi menjadi 5 variasi dosis yaitu 0%, 17,5%, 20%, 22,5% dan pestisida sintetis. Penginfeksian hama dilakukan pada tanaman cabai merah yang berumur 35 hari setelah tanam (HST) di green house kebun biologi FMIPA UNY. Selanjutnya pada setiap tanaman cabai merah diinfeksikan masing-masing 5 ekor larva Spodoptera litura, penghitungan mortalitas larva dilakukan satu hari setelah penyemprotan pestisida nabati ekstrak batang mimba.
Hasil uji normalitas dan uji homogenitas pada mortalitas larva Spodoptera litura yaitu nilai signifikansi 0,325 (p>0,050) artinya data yang didapatkan berdistribusi normal dan datanya homogen, selanjutnya hasil uji statistik Oneway Anova diperoleh p=0,000 sehingga (p<0,050) artinya ada perbedaan yang nyata atau bermakna yaitu ekstrak batang mimba Azadirachta indica mengakibatkan mortalitas hama Spodoptera litura. Ekstrak batang mimba Azadirachta indica pada konsentrasi dosis 22,5% adalah dosis yang paling efektif mengakibatkan kematian larva. Hasil uji statistik Oneway Anova menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa namun tidak berpengaruh terhadap morfologi dan berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan anugerah-Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai Pestisida Nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.))”.
Ucapan rasa terima kasih tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., selaku rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di program studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA UNY.
2. Dr. Hartono M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian serta segala kemudahan yang diberikan. 3. Dr. Paidi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan.
4. Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.
6. Dr. Ir. Suhartini, M.S., selaku Dosen Pembimbing II tugas akhir skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk penulis serta bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
7. Dra. Ratnawati, M.Sc,. selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberi masukan, bimbingan, motivasi dan semangat dari semester satu sampai dengan sekarang.
8. Bapak Riyanto BPTP Pakem TOM, yang telah membantu, meluangkan waktu dan memberikan pengetahuan selama proses penelitian di lapangan.
9. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Malang Jawa Timur, yang telah membantu dalam mencari hama Spodoptera litura selama proses penelitian.
10.Bapak, Ibu dan adik saya Rizal Rahmanto serta keluarga besar yang memberikan restu, doa dan motivasi sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
11.Mesa Septiana Wulandari dan Tantin Nurhidayah, partner skripsi yang selalu memberikan motivasi, mendukung serta menjadi tempat untuk saling bertukar pikiran, dan semua teman-teman Biologi B 2013
12.Semua pihak yang tidak bisa penulis sampaikan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 19 April 2017
MOTTO
“Banyak kegagalan di dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.”
“ Mungkin, kegagalan, masalah dan lingkungan yang tidak menyenangkan adalah sebagian dari skenario Allah SWT, dalam membina diri kita menjadi yang lebih
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulisan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini merupakan sebuah awal pintu gerbang yang akan mengantarkan saya untuk menggapai mimpi-mimpi yang selama ini saya harapkan, tetapi manusia hanya bisa berharap, berikhtiar dan bertawakal kepada Allah SWT, semua keputusan ada di tangan Sang Pencipta alam ini. Penulisan skripsi ini banyak menguras waktu, tenaga, dan pikiran, hal ini mungkin tidak dapat saya lewati tanpa dukungan orang-orang di sekitar kita khususnya kedua orang tua saya. Karya ini saya persembahkan untuk :
1. Ayahanda tercinta yang sudah tiada, Bapak Kubatin (Alm). Bapak terhebat, yang telah membimbing saya mulai dari awal muncul di muka bumi ini dengan penuh kasih sayang. Mungkin selama bapak masih ada saya belum dapat memberikan yang terbaik buat bapak, tetapi semoga karya kecil ini dapat membuat bapak bangga di surga. Amiin….Terima kasih bapak, Rahma sayang bapak karena Allah.
3. Adik tersayang, Rizal Rahmanto yang selalu membuat jengkel saya, mengganggu jika sedang mengerjakan tugas, tetapi selalu membuat hari-hari saya bahagia dengan celotehannya, rumah sepi jika kamu pergi, selalu menyemangati dan memberikan doa yang terbaik kepada saya.
4. Sahabatku, Nadya Novalinda, Anis Anya Habibah, Mega Eka Kapti, Mesa Septiana Wulandari dan Tantin Nurhidayah yang selalu menyemangati, menemani saya dalam mengerjakan penelitian ini dan sampai penelitian ini menjadi skripsi. Tetap jadi yang terbaik dan semoga kalian sukses nantinya, Amiin.
DAFTAR ISI
1. Kronologi Pestisida Nabati ... 14
2. Mengenal Pestisida Nabati ... 14
3. Kelebihan, Kelemahan, Prinsip Kerja Pestisida Nabati .. 15
4. Kriteria Tanaman Sumber Bahan Baku Pestisida Nabati 17 5. Bahan Aktif Pestisida Nabati ... 18
6. Kendala Penggunaan Pestisida Nabati... . 19
7. Peluang Penggunaan Pestisida Nabati ... ... 20
C. Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) ... 21
1. Klasifikasi ... 21
2. Nama Daerah ... 22
3. Penyebaran ... 22
4. Siklus Hidup ... 22
D. Tanaman cabai merah (Capsicum annum) ... 28
E. Batang Mimba Azadirachta indica ... 36
1. Klasifikasi ... 36
2. Nama Daerah ... 36
3. Asal dan Distribusi Geografi ... 37
4. Ciri-ciri Tanaman Mimba... ... 37
5. Kandungan Ekstrak Batang Mimba... .... 38
F. Kerangka Berpikir ... 40
G. Hipotesis Penelitian ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 43
3. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman ... 49
4. Penyediaan Hama Spodoptera litura ... 49
5. Pelepasan Hama Spodoptera litura ... 50
6. Pembuatan Ekstrak Batang Mimba ... 52
7. Pembuatan Dosis Ekstrak Batang Mimba ... 53
8. Aplikasi Perlakuan ... 54
9. Perhitungan ... 56
F. Rancangan Tabel Pengamatan ...………... .. 57
G. Analisis Data ... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Pengaruh Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Persentase Mortalitas Hama Spodoptera litura ... 58
1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura ... 58
2. Data Hasil Uji Normalitas Mortalitas Larva Instar III Spodoptera litura ... 60
4. Data Hasil Analisis statistik mortalitas Spodoptera litura 62
5. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis ekstrak mimba 63
6. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Mortalitas Larva Instar III 64 B. Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Pemendekan Siklus Hidup Hama Spodoptera litura yang Menjadi Pupa ... 72
1. Data Hasil Pengamatan Jumlah Larva Instar III Spodoptera litura yang Menjadi Pupa ... 72
2. Data Hasil Uji Normalitas Pupa ………. 73
3. Data Hasil Uji Homogenitas Pupa ……….. 75
4. Data Hasil Analisis Statistik Pemendekan Siklus Hidup Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 76
5. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa.. 77
6. Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Pemendekan Siklus Larva Instar III Spodoptera litura yang menjadi Pupa ... 81
C. Pengaruh Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Morfologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum)………... 83
D. Berat Basah Tanaman Cabai (Capsicum annum) ………….. 86
1. Data Hasil Pengamatan Berat Basah Tanaman Cabai ... 86
2. Data Hasil Analisis Statistik Berat Basah Tanaman Cabai 87 3. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica) terhadap Berat Tanaman Cabai 88 E. Keterbatasan Penelitian ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Larva Spodoptera litura ... 21
Gambar 2. Telur larva Spodoptera litura ... 24
Gambar 3. Spodoptera litura dewasa ... 24
Gambar 4. Larva Spodoptera litura menjadi Pupa ... 25
Gambar 5. Serangan larva Spodoptera litura ... 26
Gambar 6. Tanaman Cabai merah (Capsicum annum) ... 28
Gambar 7. Batang Mimba (Azadirachta indica) ... 36
Gambar 8. Kerangka berpikir ... 41
Gambar 9. Layout rancangan penelitian ………. 48
Gambar 10. Bibit cabai berumur 10 hari ... 91
Gambar 11. Tanaman cabai merah yang sudah dewasa ……….. ... 91
Gambar 12. Pemeliharaan tanaman cabai dengan penyiraman ... 91
Gambar 13. Tanaman cabai merah yang dibungkus dengan kain tile... 91
Gambar 14. Penyediaan Larva Spodoptera litura ... 92
Gambar 15. Penimbangan 100 gram batang mimba ... 92
Gambar 16. Penghalusan batang mimba dengan diblender ... 92
Gambar 17. Penimbangan sebelum ekstrak diperas dan disaring ... 92
Gambar 18. Dosis ekstrak batang mimba 20% dan 15% ... 93
Gambar 19. Penyemprotan ekstrak batang mimba ... 93
Gambar 22. Pestisida kimia yang digunakan sebagai pembanding ... 94
Gambar 23. Akibat penyemprotan pestisida kimia setelah 1 jam ... 94
Gambar 24. Daun dan ranting batang tanaman mimba ... 94
Gambar 25. Larva Spodoptera litura yang menjadi pupa ... 94
Gambar 26. Larva Spodoptera litura yang menjadi pupa ... 95
Gambar 27. Serangan larva Spodoptera litura setelah penginfeksian .... 95
Gambar 28. Penimbangan berat basah tanaman cabai merah ... 95
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai per 100 gram ... 34
Tabel 2. Data hasil pengamatan jumlah mortalitas larva ... 45
Tabel 3. Pengamatan jumlah mortalitas larva instar III ... 57
Tabel 4. Data analisis statistik mortalitas larva instar III ... 60
Tabel 5. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak terhadap Mortalitas Larva instar III Spodoptera litura ... 61
Tabel 6. Hasil Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba Azadirachta indica terhadap Mortalitas Larva Spodoptera litura 62 Tabel 7. Pengamatan jumlah larva Spodoptera litura ... 69
Tabel 8. Persentase pemendekan siklus hidup larva menjadi pupa ... 71
Tabel 9. Uji Anova Satu Arah Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba Azadirachta indica terhadap Pemendekan Siklus hidup Larva menjadi pupa ... 72
Tabel 10. Hasil Uji Duncan Pengaruh Dosis Ekstrak Batang Mimba terhadap Pemendekan Siklus Hidup Larva menjadi Pupa…… 76
Tabel 11. Morfologi dan Tingkat Kerusakan daun tanaman cabai ... 80
Tabel 12. Data Hasil Berat Basah Tanaman Cabai Merah... 80
Tabel 13. Data Hasil Pengamatan pengaruh Ekstrak terhadap Berat Basah Tanaman Cabai Merah... ……… 81
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian ... 96 Lampiran 2. Hasil SPPS... ... ... 101
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang) berfungsi sebagai
penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya, dapat untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia
dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang
sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan
tersebut.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pendekatan ekologi
yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Salah satu
mengintroduksi pestisida nabati yang mampu menandingi keampuhan
pestisida sintetik tersebut (Suryaningsih, 2004).
Penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana dapat merusak
lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini terjadi karena tidak semua pestisida yang digunakan mampu mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran. Para ahli menjelaskan penggunaan
pestisida kurang efektif karena dari pemakaian pestisida tersebut sebanyak 30% pestisida terbuang ke tanah pada musim kemarau dan hal
itu meningkat hingga 80% pada musim hujan. Kemudian pestisida ini akan terbuang juga ke dalam perairan. Penggunaan bahan beracun ini
tidak hanya berpengaruh terhadap pengendalian hama tetapi juga mempengaruhi biota, baik yang ada di dalam tanah, air maupun bagian permukaan atas tanaman termasuk mikroba epifit yang terdapat pada
permukaan tanaman (Suryaningsih, 2004).
Sampai saat ini upaya pengendalian hama secara konvensional sudah dilakukan oleh kebanyakan petani Indonesia, tetapi lebih
menekankan penggunaan pestisida sintetis dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi (Setiawati, 1996). Penggunaan pestisida
sintetis jika tidak bijaksana akan menimbulkan dampak negatif baik secara ekonomi, kesehatan maupun ekologi. Selain mempunyai spektrum luas yang tidak hanya membunuh hama sasaran, pestisida sintetis juga
timbulnya strain-strain Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
tahan (Untung, 2000). Makhluk lain yang bukan sasaran juga ikut terbunuh oleh pestisida sintetis, seperti serangga penyerbuk, burung,
katak, belut dan lain-lainnya (Sudarmo, 1990).
Penggunaan pestisida sintetis yang tidak rasional menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Misalnya hama Helicoverpa armigera,
Spodoptera litura, dan Myzus persicae telah kebal terhadap piretroid sintetis (Hadiyani dan Subiyakto, 1996). Kondisi yang demikian
mendorong petani untuk menggunakan dosis pestisida sintetis yang lebih tinggi dan berulang-ulang. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian
hama menjadi lebih besar. Dampak negatif penggunaan pestisida sintetis yang demikian telah mengakibatkan pencemaran lingkungan dan pemborosan.
Tanaman cabai merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang cukup penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun sebagai komoditi ekspor. Kebutuhan konsumsi cabai merah setiap tahun
meningkat dan sampai sekarang tanaman cabai merah termasuk salah satu tanaman yang dianggap potensial untuk dikembangkan. Tanaman
cabai merah dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi, baik pada lahan sawah maupun tegalan, di dataran rendah sampai dataran tinggi.
merah dapat mencapai 20 ton ha-1, sehingga masih terdapat kesenjangan
antara produktivitas riil di tingkat petani dengan potensi yang dapat dicapai. Hal ini menunjukkan besarnya peluang bagi peningkatan
produktivitas melalui pemanfaatan teknologi spesifik lokasi. Di sisi lain, bertanam cabai merah sering dihadapkan pada berbagai masalah atau resiko, diantaranya adalah teknik budidaya, kekahatan unsur hara dalam
tanah, serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satu yang menjadi kendala utama dalam sistem produksi cabai merah adalah adanya
serangan hama.
Hampir 80% petani sayuran di Indonesia dalam upaya
mengendalikan organisme pengganggu tanaman, yaitu dengan menggunakan pestisida sintetik (Adiyoga dan Soetarso, 1999) karena dianggap praktis, mudah diperoleh, dan menunjukkan efek yang cepat.
Padahal penggunaan pestisida sintetis tersebut jika dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kepadatan populasi hama dan dosis terlalu tinggi dapat menimbulkan dampak negatif, seperti meninggalkan
residu yang berbahaya (Soeriaatmaja dkk., 1993) apalagi buah cabai biasa dikonsumsi dalam keadaan segar, timbulnya strain hama baru yang
resisten terhadap insektisida (Sastrosiswojo dkk., 1989).
Dilema pestisida sintetik perlu segera diatasi, dengan mencari cara pengendalian lain, yang minimum dampak negatifnya. Pestisida nabati
atau pengganggu alami, baik yang diperoleh dari tumbuhan maupun
jasad renik. Molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai pestisida nabati dapat digolongkan dalam golongan alkaloid (nikotin, nornikotin,
anabasin, solanin, antropin) dan golongan metabolit sekunder (pyrethrum kompleks, pirethroid sintetik, rotenone dan rotenoid, quassin, ryanin, azadirachtin) (Suryaningsih, 2004).
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan bahan nabati yang memiliki kemampuan insektisidal, sehingga dapat digunakan
sebagai pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada budidaya pertanian. Mimba dapat tumbuh baik di daerah panas dengan
ketinggian 1-700 m dpl dan tahan cekaman air (Kardinan 2002). Menurut Debashri dan Tamal (2012), semua bagian dari pohon mimba memiliki aktivitas pestisida nabati. Biji, batang dan daun mimba mengandung
senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida nabati, yaitu azadirachtin, salanin, dan meliantriol.
Senyawa azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga
hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas dan menolak
hama di sekitar pohon mimba (Rukmana & Oesman 2002). Ekstrak mimba yang terbuat dari daun, bunga, batang dan biji mimba dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama, misalnya
Bahan aktif ini terdapat disemua bagian tanaman, tetapi yang paling
tinggi terdapat pada biji dan batang (Kardinan 2002).
Batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung
beberapa komponen aktif pestisida antara lain azadirakhtin, salanin, azadiradion, salannol, salanolacetat, 3-deasetil salanin, 14-epoksi-azadiradion, gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari beberapa
komponen tersebut ada tiga senyawa yang diketahui sebagai pestisida nabati, yaitu azadirakhtin, salanin, dan meliantriol (Horbone, 1982; Jones
et.al Schmutterer, 1990; Saxena et al., 1993). Azadirakhtin tidak
langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak
makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga, sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga.
Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk hama yang merugikan tanaman karena memakan daun dari daun muda dan daun tua hingga daun berlubang-lubang kemudian robek-robek atau terpotong-potong
(Cahyono, 2006). Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk dalam ordo lepidoptera, merupakan hama yang menyebabkan kerusakan yang serius
pada tanaman budidaya di daerah tropis dan subtropis. (Haryanti dkk., 2006). Spodoptera litura (Lepidoptera, Noctuidae) merupakan hama yang penting dan kosmopolitan dan hampir menyerang semua tanaman
cabai, kol, kubis, sawi, bawang merah dan sebagainya (Kalshoven,
1981). Spodoptera litura aktif makan pada sore menjelang malam hari. Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama Spodoptera litura ini
sangat merugikan, karena dapat menurunkan kualitas dan jumlah produksi panen.
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti
tertarik untuk dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai Pestisida
Nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.)).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka dapat dijabarkan permasalahan-permasalahan yang dapat
diidentifikasi antara lain:
1. Cara pengendalian hama Spodoptera litura yang ramah lingkungan. 2. Jenis tanaman yang mengandung bahan aktif sebagai bioinsektisida.
3. Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang paling berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura.
4. Efektivitas dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) dalam mengendalikan hama Spodoptera litura.
6. Pengaruh ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
7. Pengaruh ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dibatasi pada pengamatan mortalitas hama
Spodoptera litura, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi
pupa, serta pengaruh pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A.Juss) terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.)) dan berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) dengan membandingkan antara masing-masing
dosis perlakuan.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa?
3. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.))?
4. Berapakah dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa, morfologi dan tingkat
kerusakan tanaman cabai merah serta berat basah tanaman cabai merah?
5. Berapakah mortalitas hama Spodoptera litura setelah pemberian ekstrak batang mimba (Azadiracta indica A. Juss)?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap pemendekan fase larva
Spodoptera litura menjadi pupa.
2. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap morfologi dan tingkat
kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
3. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
4. Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta
dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah, serta berat basah tanaman
cabai merah.
5. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap mortalitas hama Spodoptera litura.
F. Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian
mengenai manfaat pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada
tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)). 2. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi
masyarakat mengenai manfaat dari ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi dampak dari pencemaran lingkungan dengan mengganti pemakaian pestisida sintetis menjadi
pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan.
G. Batasan Operasional
1. Benih tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yang digunakan
2. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yang diinfeksikan
hama Spodoptera litura adalah tanaman cabai merah yang telah berumur 35 hari setelah tanam (HST).
3. Hama yang digunakan adalah larva instar III Spodoptera litura dan berwarna hijau tua.
4. Larva instar III Spodoptera litura memiliki panjang tubuh 8,0-15,0
mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm.
5. Pestisida nabati yang digunakan yaitu ekstrak Batang Mimba
(Azadirachta indica A. Juss), batang mimba segar ditimbang sebanyak 100 gram kemudian dihaluskan dengan ditumbuk dan diblender, lalu
ditambahkan dengan 200 ml air dan alkohol 90% sebanyak 1 ml lalu di peras, disaring dan disimpan selama 24 jam. Ekstrak batang mimba yang sudah jadi kita gunakan sebagai starter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Hama Terpadu 1. Pengertian
Pengelolaan hama terpadu adalah pendekatan ekologi yang
bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan memanfaatkan beraneka taktik pengendalian secara kompatibel dalam
suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Sedangkan menurut Kenmore (1989 dalam: Untung, 2001: 9) memberikan definisi singkat Pengendali
Hama Terpadu (PHT) sebagai perpaduan terbaik, yaitu perpaduan penggunaan metode pengendalian hama yang dapat memberikan hasil yang baik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian seminimal
mungkin bagi manusia dan lingkungan, serta petani memperoleh hasil tani yang maksimal.
Saat ini dikenal ada dua istilah Bahasa Inggris yang sering
digunakan secara bergantian untuk pengendalian hama terpadu yaitu Integrated Pest Control (IPC) sebagai Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) dan Integrated Pest Management (IPM) yang diterjemahkan sebagai Pengelolaan Hama Terpadu dengan singkatan yang sama yaitu PHT. Sebetulnya kedua istilah ini dapat digunakan untuk menjelaskan
2. Munculnya konsep PHT
Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama merupakan bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan
tahun lalu. Manusia dengan sengaja menanam tanaman untuk diambil hasilnya. Dahulu manusia membunuh hama secara sederhana yaitu dengan cara fisik dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami
manusia. Namun semakin luasnya daerah pertanian dan bertambahnya penduduk dunia, maka cara-cara sederhana tersebut tidak mampu
membendung peningkatan populasi dan keganasan hama (Untung,2001). Dahulu manusia membunuh hama secara sederhana dengan cara
fisik serta mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia. Namun semakin luasnya daerah pertanian dan juga bertambahnya penduduk dunia, maka cara-cara sederhana tersebut tidak mampu
membendung peningkatan populasi dari ganasnya hama (Untung, 2001:1).
Banyak orang yang melupakan hakekat dan sifat pestisida
sebenarnya karena ditutupi oleh keberhasilan pestisida sintetik, sehingga pestisida sering diberikan istilah sebagai obat-obat pertanian.
Bagaimanapun pestisida adalah bahan beracun pembunuh hama yang dapat membunuh organisme lain yang bukan hama di ekosistemnya
B. Pestisida Nabati
1. Kronologi Pestisida Nabati
Pemahaman istilah dari pestisida baru muncul setelah
berkembangnya industri agrokimia di Eropa dan Amerika yang memproduksi pupuk dan pestisida sintetis. Walaupun sebenarnya zat racun kerjanya sangat radikal dan membahayakan keselamatan hayati
secara berkelanjutan, akan tetapi dikalangan petani tradisional menyebutnya dengan istilah obat pertanian (Suwahyono, 2010).
Penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana akan merusak lingkungan sekitar dan kesehatan dari manusia. Jacobson (1975)
menelaah sekitar 1484 spesies Tanaman Pestisida Nabati yang telah diteliti di seluruh dunia. Disebutkan pula bahwa kawasan asli (indigenous) tanaman pestisida antara lain adalah Amazones, Papua New
Guinea dan Indonesia. Eksistensi spesies-spesies tanaman pestisida nabati tersebut terancam punah akibat eksploitasi tropika yang tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan (Suryaningsih,
2004:1).
2. Mengenal Pestisida Nabati
Konsep pertanian ramah lingkungan adalah konsep pertanian yang mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada
dari tanaman atau tumbuhan dan bahan organik lainya yang berkhasiat
mengendalikan serangan hama pada tanaman.
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang
berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. dapat untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan
ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung
dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya
tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut.
3. Kelebihan,Kelemahan, dan Prinsip Kerja Pestisida Nabati
Beberapa kelebihan dan kelemahan pestisida nabati (Suriana, 2012) :
A. Kelebihan pestisida nabati yaitu :
1. Teknologi pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri dalam skala rumah tangga.
2. Pestisida nabati tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan
3. Tidak beresiko menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga,
tanaman yang diaplikasikan pestisida nabati jauh lebih sehat dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya.
4. Tidak menimbulkan resistensi (kekebalan) pada hama. Dalam artian pestisida nabati aman bagi keseimbangan ekosistem. 5. Hasil pertanian yang dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari
residu pestisida sintetis.
B. Kelemahan pestisida nabati yaitu :
1. Daya kerja pestisida nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.
2. Pada umumnya tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak berminat mendekati tanaman budidaya.
3. Mudah rusak dan tidak tahan terhadap sinar matahari.
4. Daya simpan relatif pendek, artinya pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses produksi. Hal ini menjadi hambatan
tersendiri bagi petani untuk mendapatkan pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan
komersil.
5. Perlu dilakukan penyemprotan yang berulang-ulang. Hal ini dari
C. Prinsip kerja pestisida nabati (Hendayana, 2010) :
a. Merusak perkembangan telur, larva dan pupa. b. Menghambat pergantian kulit.
c. Mengganggu komunikasi serangga. d. Menyebabkan serangga menolak makan. e. Menghambat reproduksi serangga betina.
f. Mengurangi nafsu makan.
g. Memblokir kemampuan makan serangga.
h. Mengusir serangga.
i. Menghambat perkembangan patogen penyakit.
4. Kriteria Tanaman Sumber Bahan Baku Pestisida Nabati
Menurut Suryaningsih (2004: 4-5) kriteria pestisida nabati yang baik antara lain adalah :
1. Toksisitas terhadap jasad bukan sasaran nol atau rendah.
2. Biotoksin memiliki lebih dari satu cara kerja, daya persistensi tidak terlalu singkat.
3. Diekstrak dari tanaman sumber yang mudah diperbanyak, tahan terhadap kondisi suboptimal, diutamakan tanaman tahunan, tidak
akan jadi gulma atau inang alternatif OPT.
4. Tanaman sumber sedapat mungkin tidak atau kurang berkompetisi dengan tanaman yang diusahakan.
6. Biotoksin sudah efektif di bawah konsentrasi 10 ppm, secara praktikal sekitar 3-5% bobot kering bahan.
7. Sedapat mungkin solven atau pelarutnya adalah air.
8. Bahan baku pestisida nabati dapat digunakan baik dalam kondisi segar, kering dan pengkondisian sederhana lainnya.
9. Teknologi pestisida nabati tidak bertentangan, bahkan berakar pada teknologi tradisional, mudah dimengerti dan sederhana.
10.Teknologi pestisida nabati tidak menimbulkan masalah baru, terjangkau biayanya, bahan baku mudah didapat.
5.Bahan Aktif
Bahan aktif dari pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung banyak senyawa bioaktif seperti senyawa alkaloid,
terpenoid, fenolik, dan juga zat-zat kimia sekunder yang lain. Senyawa bioaktif tersebut apabila kita aplikasikan ke tanaman yang terinfeksi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), tidak berpengaruh terhadap
fotosintesis pertumbuhan ataupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon,
reproduksi, perilaku berupa penarik, anti makan dan sistem pernafasan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Setiawati, 2008:4).
Molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai biosida dapat
kompleks, pitetheroid sintetik, rotenone dan rotenoid, quassin, ryanin,
azadirachtin) (Suryaningsih, 2004:11).
6. Kendala Penggunaan Pestisida Nabati
Berkaitan dengan manfaat yang didapatkan dari pestisida nabati maka sudah selayaknya jika penggunaan jenis pestisida nabati harus di masyarakatkan. Namun demikian, penggunaan dan pengembangan
pestisida nabati di Indonesia mengalami beberapa kendala seperti berikut ini, (Kardinan, 2000:13-14).
a. Pestisida sintetis lebih disukai dengan alasan mudah didapatkan, praktis mengaplikasikannya, hasilnya relatif cepat dilihat, tidak
perlu membuat sediaan sendiri, tersedia dalam jumlah banyak dan tidak perlu membudidayakan sendiri tanaman penghasil pestisida. b. Kurangnya rekomendasi atau dorongan dari pengambil kebijakan
(lack of official recommendation). Hal ini terlihat dari kurangnya atau tidak adanya penyuluhan dan pengenalan penggunaan
pestisida nabati kepada petani atau pengguna.
c. Tidak tersedianya bahan secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat diperlukan.
d. Walaupun penggunaan pestisida nabati menimbulkan residu relatif rendah pada bahan makanan dan lingkungan serta dianggap
pestisida ini diakibatkan oleh sifatnya yang mudah terurai,
sehingga membutuhkan pengaplikasian yang lebih sering.
e. Sulitnya registrasi pestisida nabati mengingat pada umumnya
jenis pestisida ini memiliki bahan aktif yang kompleks (multiple active ingredient) dan pada beberapa kasus tidak semua bahan
aktif dapat dideteksi.
7. Peluang Penggunaan Pestisida Nabati
Beberapa peluang penggunaan pestisida nabati sebagai berikut ini
(Kardinan, 2000:15)
a. Menghasilkan produk pertanian dengan kualitas dan juga
kuantitas yang optimal b. Bersahabat dengan alam
c. Mengupayakan kesuburan tanah secara lestari
C. Hama ulat grayak (Spodoptera litura)
Gambar 1.Larva Spodoptera litura diinfeksikan dan Larva Spodoptera litura yang sudah dewasa (Sumber: dokumen pribadi 2017)
1. Klasifikasi
Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura.
Ulat grayak Spodoptera litura mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari empat stadium hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Larva Spodoptera litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai
garis kuning. Larva yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi
coklat atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Biasanya larva berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar
(Asih setiani, 2012:5)
2. Nama Daerah
Nama lain hama Spodoptera litura adalah ulat grayak, biasa disebut
dengan ulat tentara.
3. Penyebaran
Spodoptera litura merupakan serangga hama yang terdapat di banyak negara seperti Indonesia, India, Jepang, Cina, dan negara-negara
lain di Asia Tenggara (Sintim et al., 2009). Ulat grayak (Spodoptera litura) bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas sehingga
berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,
buah dan perkebunan (Marwoto dan Suharsono, 2008).
4. Siklus hidup Spodoptera litura
Instar pertama larva Spodoptera litura tubuh larva berwarna hijau
kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar dua, tubuh
berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks
mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan
abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar empat, lima dan enam agak sulit dibedakan.
Panjang tubuh instar empat 13-20 mm, instar lima 25-35 mm dan instar enam 35-50 mm. Mulai instar empat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan. Ulat berkepompong dalam tanah,
membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna
hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang berwarna putih. Spodoptera litura merupakan salah satu serangga hama penting yang
sangat polifag. Serangga ini merusak pada stadia larva, yaitu memakan daun, sehingga menjadi berlubang-lubang. Biasanya dalam jumlah besar ulat grayak bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis dimakan
daunnya ke tanaman lainnya (Pracaya, 2005). Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000-3000 telur. Ulat berkepompong dalam tanah,
membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 2-4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20-46 hari,
Gambar 2. Telur Spodoptera litura yang hampir sempurna
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada
daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Tenrirawe dan Talanca, 2008). Stadia telur berlangsung selama
3 hari (Rahayu, dkk, 2009). Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva.
Gambar 3.Spodoptera litura (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)
Ulat yang keluar dari telur berkelompok dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat
yang telah tumbuh penuh 50 mm (Balitbang, 2006). Masa stadia larva berlangsung selama 15-30 hari (Rahayu, dkk, 2009).
Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat
berlangsung didalam tanah dan dibungkus dengan tanah kurang lebih 1
cm (Kalsoven, 1981). Setelah 9-10 hari kepompong akan berubah menjadi ngengat dewasa (Balitbang, 2006).
Gambar 4 : Spodoptera litura menjadi pupa (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)
5. Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas atau transparan dan tinggal tulang-tulang daun
saja dan ulat yang besar memakan tulang daun dan buahnya. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. Ulat grayak muda menyerang daun sehingga bagian daun yang tertinggal hanya epidermis
atas dan tulang-tulangnya saja. Ulat dewasa juga merusak tulang-tulang daun sehingga tampak lubang-lubang bekas gigitan pada daun. Secara
umum serangan ulat ini terjadi pada malam hari atau pada saat sinar matahari teduh, misalnya menjelang sore hari. Ulat Spodoptera litura tidak nyaman memakan daun atau cabai di bawah terik matahari.
bawah ketiak daun, pangkal tanaman atau dibalik mulsa, sehingga
mereka nyaman dan aman dari sengatan sinar matahari dan selamat dari penyemprotan bila dilakukan penyemprotan (Sastrisiswojo, 1994).
Gambar 5. Serangan larva Spodoptera litura (Sumber: dokumen pribadi) Berdasarkan statusnya hama dibedakan antara lain :
1. Hama potensial adalah semua organisme yang berpotensi menimbulkan kerugian pada manusia. Pada saat organisme tersebut berstatus sebagai hama potensial perkembangan populasinya
terhalangi oleh kondisi lingkungan (fisik dan biotik). Apabila kondisi lingkungan tersebut menunjang perkembangan populasi organisme
tersebut, maka mungkin saja diantaranya akan berubah status menjadi hama utama (key pest).
2. Hama utama (key pest) yaitu hama yang selalu ada dan menyebabkan kerugian secara ekonomi dengan persentase yang lebih bersar daripada hama lainnya.
ekonomi. Hama ini timbulnya pun hanya sewaktu-waktu, maka
disebut juga hama sewaktu-waktu (occasional pest).
4. Hama reguler (reguler pest) adalah bila suatu spesies hama selalu timbul, misalnya hama tikus pada tanaman kelapa sawit, sebab hama ini selalu timbul dimana saja dan menyebabkan kerugian secara ekonomi, meskipun intensitas dan luas serangannya bervariasi antar
musim.
5. Hama endemik (endemic pest) adalah hama yang selalu timbul di tempat atau daerah tertentu, sedangkan di daerah lain jarang terjadi, Salah satunya adalah ulat grayak yang mempunyai nama ilmiah
Spodoptera litura Fabricus (Lepidoptera; Noctuidae). Serangan hama ini merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi dan mutu tembakau. Hama ini sering mengakibatkan
penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun dan buah sayuran menjadi sobek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah
D. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.))
Gambar 6. Tanaman cabai merah yang digunakan dalam penelitian (Sumber: dokumen pribadi 2017)
1. Klasifikasi
Menurut klasifikasi dalam tata nama sistem tumbuhan tanaman cabai
termasuk kedalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
2. Penyebaran
benua Amerika pada tahun 1492. Christophorus Columbus kemudian
menyebar dan mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke Spanyol pada tahun 1492. Hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai
kapan cabai dibawa masuk ke Indonesia. Menurut dugaan, kemungkinan besar cabai dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia ketika singgah di Aceh. Sumber lain menyebutkan bahwa cabai masuk ke Indonesia karena
dibawa oleh bangsa Portugis (Setiadi, 2000).
3. Jenis-Jenis Cabai Merah
Tanaman cabai memiliki varietas yang jumlahnya sangat banyak. Berkat kemajuan teknologi di bidang pembibitan telah banyak dihasilkan
berbagai varietas cabai unggul hibrida oleh berbagai negara atau perusahaan benih unggul di dunia (Setiadi, 2008) yaitu :
1. Cabai Kriting
Cabai ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang sedikit berkelok-kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga
memberikan kesan “keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau.
Bila dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan
terhadap serangan penyakit. 2. Cabai tit atau tit super
Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara
3. Cabai hot beauty
Dikalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai Taiwan. Memang cabai ini merupakan hybrid yang diproduksi dari
Taiwan. Ukuran buahnya besar, panjang dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa kurang pedas dibandingkan cabai keriting.
4. Cabai merah lainnya
Selain jenis cabai merah yang sudah dijelaskan diatas, ada beberapa jenis cabai merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa
diantaranya ialah cabai semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai long chili. Cabai semarang mirip cabai tit super. Perbedaannya hanya
terletak pada buah yang lebih kecil, pangkalnya lurus, dan berujung bengkok. Cabai paris buahnya besar, lurus dan pangkal sampai ujung, berwarna merah kekuningan, dan berurat atau bergaris putih. Cabai
jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut, berujung runcing, dan berwarna merah kehitaman. Cabai long chili merupakan cabai produksi dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan berdaging
agak tebal dibandingkan hot beauty.
4. Ciri dan Morfologi
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran
digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam
dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar (Harpenas, 2010).
Cabai merah ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang sedikit berkelok-kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga
memberikan kesan “keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau.
Bila dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan
terhadap serangan penyakit. Ciri tanaman cabai merah ini batang tanaman besar, daun yang lebar dan halus, serta banyaknya ranting
cabang yang muncul.
5. Syarat Tumbuh
Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budidaya tanaman cabai adalah
sebagai berikut. 1. Iklim
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga
terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 240 sampai dengan 28ºC. Pada suhu tertentu seperti 15ºC dan lebih dari
32ºC akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di area budidaya terlalu dingin. (Tjahjadi, 1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada
a. Sinar Matahari
Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.
b. Curah Hujan
Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang
dikehendaki yaitu 800 sampai dengan 2000 mm/tahun. c. Suhu dan Kelembaban
Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang
hari 21ºC sampai dengan 28ºC, sedangkan malam hari 13ºC sampai dengan 16ºC, untuk kelembaban tanaman 80%.
d. Angin
Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi, angin berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.
2. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai
dataran tinggi (1400 m dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal.
3. Tanah
tanah untuk cabai adalah antara 0 sampai dengan 100. Tanaman cabai
juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010).
Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6 sampai dengan 7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan
Rismunandar, 1984).
6. Benih
Perbanyakan tanaman cabai merah dilakukan dengan menggunakan biji. Biji tanaman cabai merah diperoleh dari tanaman
yang dibiarkan berbunga hingga berkembang berbuah dan akhirnya tua, dan terdapat biji didalamnya. Sebelum dikebunkan biji tanaman cabai harus disemaikan terlebih dahulu, bisa dengan menggunakan pot tray.
7. Kandungan Gizi
Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas. Kandungan gizi cabai (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan gizi buah cabai (per 100 gram)
No Macam Cabai Merah Cabai Hijau
1 Air % 90 93,3
2 Energi (kal) 32 23,0
3 Protein (g) 0,5 0,7
4 Lemak (g) 0,3 0,2
5 Karbohidrat (g) 7,8 5,4
6 Serat (g) 1,6 1,5
7 Abu (g) 0,5 0,4
8 Kalsium (mg) 29,0 12,0
9 Fosfor (mg) 45 18,0
10 Besi (mg) 0,5 0,4
11 Vitamin A (IU) 470 260
12 Vitamin C (mg) 18 84
13 Tiamin (mg) 0,05 0,05
14 Riboflavin (mg) 0,06 0,03
15 Niasin (mg) 0,9 0,5
16 Asam askorbat (mg) 18,0 84,0
8. Penyakit Pada Tanaman Cabai
Menurut Tim Bina Karya Tani (2009), ada beberapa penyakit pada tanaman cabai yaitu:
1. Penyakit Keriting Daun
Penyakit keriting daun menyerang tanaman sejak masih kecil hingga pertumbuhannya terhenti.
2. Penyakit Antraknosa
Penyakit yang menyerang buah cabai itu disebut penyakit busuk
buah, yang dikenal dengan nama antraknosa. 3. Penyakit Layu
Penyakit layu pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporium. Penyakit layu ini bisa menular melalui luka.
4. Penyaki Virus (Mozaik)
Penyakit mozaik pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh virus. Penyakit virus ini menyerang daun tanaman.
5. Penyakit Bakteri (Xanthomonas solanacearum)
Penyakit bakteri yang menyerang tanaman sayuran cabai adalah Xanthomonas Solanacearum.
6. Busuk Buah Cabai
Penyakit fisiologis akibat kekurangan unsur hara tertentu. Salah satu di antaranya yang sering ditemukan pada tanaman cabai adalah
E. Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
Gambar 7. Batang Mimba (Sumber: dokumentasi pribadi 2017)
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae
Marga : Azadirachta
Jenis : Azadirachta indica A. Juss.
2. Nama Daerah
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dikenal dengan tanaman mimbo atau mimba selain itu juga dikenal dengan nama Nimba, ada
3. Asal dan Distribusi Geografi
Pohon Mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah pohon yang banyak ditemukan di India maupun di tempat beriklim kering lainnya.
Pohon ini tumbuh baik di provinsi NTB dan NTT. Pohon ini mempunyai berbagai manfaat untuk pertanian dan kesehatan serta dapat diintegrasikan dalam sistem agroforestri.
4. Ciri-ciri
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tumbuhan yang
umum ditanam sebagai tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai insektisida botanik. Karena bersifat toksik
terhadap beberapa jenis hama dari ordo Orthoptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera (Jacobson, 1981). Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin (Partopuro,
1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba
untuk mengendalikan hama tanaman. Mimba merupakan pohon dengan ketinggian 10-15 m, batang tegak berkayu, berbentuk bulat, percabangan
simpodial dan berwarna coklat.
- Daun majemuk, berhadapan berbentuk lonjong, tepi bergerigi ujung
- Bunga majemuk berkelamin dua diujung cabang, tangkai silindris
panjang 8-15 cm. Kelopak berwarna hijau, mahkota halus dan
berwarna putih. Buah bulat telur dan berwarna hijau, biji bulat diameter ± 1 cm berwarna putih. Tanaman mimba tumbuh diketinggian 1-1.700 m dpl, tetapi yang baik didaerah panas karena
tahan tekanan air.
5. Kandungan Ekstrak Batang Mimba
Daun, batang, dan biji mimba diketahui mengandung
Azadirachtin (Partopuro, 1989; Sudarmadji, 1994). Mengingat tanaman ini tersedia dalam jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di
Indonesia sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba untuk mengendalikan hama tanaman.
Batang mimba Azadirachta indica A. Juss mengandung beberapa
komponen aktif pestisida antara lain azadirakhtin, salanin, azadiradion, salannol, salanolacetat, 3-deasetil salanin, 14-epoksi-azadiradion,
gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari beberapa komponen tersebut ada tiga senyawa yang diketahui sebagai pestisida nabati, yaitu
azadirakhtin, salanin, dan meliantriol (Horbone, 1982; Jones et.al dalam Schmutterer, 1990; Saxena et al.,1993). Azadirakhtin tidak langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan,
mengganggu pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin bekerja sebagai penghambat makan serangga, sedangkan meliantriol sebagai
Biji, batang dan daun mimba mengandung tiga senyawa kimia
alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, dan meliatriol. Dalam satu gram biji mimba mengandung 2-4 mg
azadirakhtin, namun ada juga yang mencapai 9 mg. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan serangga, penolak makan, dan repellent bagi serangga. Keuntungan lainnya,
azadirakhtin mudah terabsorbsi oleh tanaman, bekerja secara sistemik, sedikit racun kontak dan aman bagi serangga musuh alami (Isman 1994).
Pestisida nabati dari biji mimba dapat diproduksi baik dengan teknologi yang sederhana maupun dengan teknologi tinggi. Teknologi sederhana
adalah dengan cara menumbuk atau menggiling biji mimba menjadi serbuk, kemudian serbuk direndam dalam air selama semalam, disaring dan langsung dapat diaplikasikan. Teknologi tinggi adalah dengan
mengisolasi bahan aktif yang bersifat toksik dan diformulasi dengan menambahkan bahan-bahan lain, sehingga dapat diaplikasikan seperti
F. Kerangka Berpikir
Penggunaan pestisida sintetis menunjukkan hasil yang sangat efektif dan efisien, tetapi penggunaan pestisida sintetis dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan permasalahan baik dalam aspek lingkungan, seperti mengakibatkan resistensi hama, meninggalkan residu didalam tanah, air, udara serta berdampak pada kesehatan manusia yang
mengkonsumsi bahan makanan yang terkena pestisida sintetis tersebut. Dibutuhkan cara pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama
menjadi resisten dan ramah lingkungan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan lingkungan dan aman di konsumsi manusia. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung senyawa kimia
alami yang aktif sebagai pestisida nabati pengendali hama, yaitu azadirachtin, salanin, dan meliantriol. Senyawa azadirachtin dapat
menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas dan menolak hama. Azadirakhtin tidak
langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak makan, mengganggu partumbuhan dan reproduksi serangga. Salanin
bekerja sebagai penghambat makan serangga. sedangkan meliantriol sebagai penolak serangga. Berikut ini merupakan bagan alur kerangka
Gambar 8. Kerangka Berfikir.
- Pengendalian hama yang tidak mengakibatkan hama menjadi resisten
- Pengendalian hama yang tidak
membahayakan lingkungan dan aman di konsumsi manusia
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mengurangi penggunaan pestisida sintetis dan mengintroduksi penggunaan pestisida nabati.
Pestisida nabati dengan menggunakan ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang mengandung senyawa azadirachtin, salanin, dan meliantriol.
Azadirachtin sebagai penolak makan,
Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum (L.))
1. Mortalitas Hama
2. Pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa
1. Perubahan Morfologi dan tingkat kerusakan tanaman
G. Hipotesis
1. Ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) berpengaruh terhadap pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa.
Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) maka pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa semakin sedikit.
2. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap morfologi dan
tingkat kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yaitu semakin sedikit.
3. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang diberikan maka akan berpengaruh terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yaitu semakin berat.
4. Dosis optimal pestisida nabati ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah dosis yang paling tinggi.
5. Semakin tinggi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi FMIPA UNY.
2. Waktu : Penelitian ini berlangsung selama ± 2 bulan dari bulan Desember 2016 sampai Februari 2017
B. Alat dan Bahan Alat :
- Blender - Saringan - Gelas ukur
- Pisau - Gunting
- Polibag ukuran 35 x 35 cm
- Alat penyemprot (handsprayer) 1000 ml - Pot tray
- Bambu - Ember - Baskom
- Erlenyemer
- Toples - Sekop
- Kain pilla polos atau kain tile - Kain kassa
- Kuas kecil
- Kuas besar - Karet gelang
- Tali rafia
- Kamera dokumentasi
Bahan :
- Batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) - Larva ulat grayak (Spodoptera litura)
- Air kran
- Pestisida sintetis dursban - Alkohol 90%
- Biji cabai merah (Capsicum annuum (L.)) - Pupuk kompos
C. Variabel Penelitian 1. Uji Pendahuluan
a. Variabel bebas : Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica
A.Juss) yaitu dengan dosis 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%.
b. Variabel terikat : Persentase mortalitas larva Spodoptera litura
c. Variabel kontrol : 1. Cara pengekstrakan
2. Lama perendaman benih
3. Umur hama ulat grayak (Spodoptera litura)
4. Umur bibit cabai merah (Capsicum annuum (L.)) 5. Varietas cabai merah (Capsicum annuum (L.)) 6. Tempat biakan
Berdasarkan perlakuan dosis pada uji pendahuluan diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Jumlah Mortalitas larva Spodoptera litura.
Keterangan:
Penyemprotan 1 : Rabu, 01 Februari 2017 Penyemprotan 2 : Jum’at, 03 Februari 2017 Pengamatan 1 : Kamis, 02 Februari 2017 Pengamatan 2 : Sabtu, 04 Februari 2017
Dari tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang efektif untuk mortalitas hama Spodoptera litura adalah dosis 20%, maka dari itu untuk penelitian
sesungguhnya digunakan konsentrasi dosis dibawah 20% yaitu dengan dosis 17,5% dan konsentrasi diatas 20% yaitu dosis 22,5%.
2. Uji Sesungguhnya
a. Variabel bebas : Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A.Juss) yaitu dengan dosis 0%, 17,5%, 20%,
22,5% dan pestisida sintetis.
b. Variabel terikat : Persentase mortalitas hama Spodoptera litura, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi
pupa, ada tidaknya perubahan morfologi dan
tingkat kerusakan tanaman cabai merah serta
berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
c. Variabel kontrol : 1. Cara pengekstrakan 2. Lama perendaman benih
3. Umur hama ulat grayak (Spodoptera litura) 4. Umur bibit cabai merah (Capsicum annuum (L.)) 5. Varietas cabai merah
6. Tempat biakan
7. Waktu pemberian ekstrak
D. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan menggunakan Rancangan Eksperimen yang terdiri dari lima perlakuan dosis dengan lima kali
ulangan menggunakan ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
Layout rancangan penelitian : L4 : Pestisida sintetis
E. Prosedur Kerja
1. Penyemaian bibit cabai
Penyemaian bibit cabai dengan menggunakan biji. Biji cabai
direndam dengan air selama 24 jam, kemudian dipilih biji yang terbaik. Biji yang tenggelam adalah biji yang terbaik. Media penyemaian yang
digunakan yaitu media untuk tempat benih berkecambah dalam jangka
waktu tertentu sampai bibit siap dipindah tanam ke polibag. Media semai
yang terdiri dari tanah serta pupuk kompos lalu dimasukkan ke dalam kotak tray, setiap kotak berisi 1 biji cabai. Penyemaian bibit dilakukan
selama 28 hari dengan 2 kali penyiraman di pagi dan sore hari setiap pukul 09.00 dan 15.00 WIB serta pengendalian gulma dilakukan secara manual.
2. Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan berupa tanah serta pupuk kompos
dengan campuran perbandingan 2:1. Campuran media tanam yang sudah siap lalu dimasukkan ke dalam polibag yang berukuran 35 x 35 cm.
3. Penanaman dan pemeliharaan tanaman cabai
Bibit yang sudah muncul 3-4 daun lalu di pindahkan ke dalam polibag. Masing-masing polibag berisi satu bibit cabai. Pemeliharaan
tanaman cabai dengan cara penyiraman setiap 2 kali sehari di pagi dan sore hari pukul 09.00 dan 15.00 WIB serta pengendalian hama secara manual. Pemeliharaan tanaman cabai merah selama 35 hari.
4. Penyediaan hama Spodoptera litura
Hama yang digunakan yaitu hama ulat grayak (Spodoptera litura)
instar III. Larva Spodoptera litura didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman dan Pemanis Serat (Balittas) di Malang Jawa Timur, yaitu ketika larva masih dalam instar I yang kemudian diaklimatisasi selama