Erjanita R. Tambunan : Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Pada Media Tumbuh Sub Soil Dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian Dan Pupuk Anorganik, 2009
PERTANIAN DAN PUPUK ANORGANIK
TESIS
Oleh
ERJANITA R TAMBUNAN
077001001 / AGR
FAKULTAS PERTANIAN
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO
(
Theobroma cacao
L.) PADA MEDIA TUMBUH SUB
SOIL DENGAN APLIKASI KOMPOS LIMBAH
PERTANIAN DAN PUPUK ANORGANIK
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Dalam Program Studi Agronomi
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
O l e h
ERJANITA R TAMBUNAN
077001001 / AGR
FAKULTAS PERTANIAN
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PADA MEDIA TUMBUH SUB SOIL DENGAN APLIKASI KOMPOS LIMBAH PERTANIAN DAN PUPUK ANORGANIK.
Nama Mahasiswa : Erjanita R Tambunan Nomor Pokok : 077001001
Program Studi : Agronomi
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Ketua, Anggota,
(Dr. Ir.Hamidah Hanum, MP) (Prof. Dr. Ir. Edison Purba)
Ketua Program Studi, Dekan,
Tanggal lulus : 22 Agustus 2009 Telah diuji pada
Tanggal 22 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP Anggota : 1. Prof. Dr. Edison Purba
ABSTRAK
ERJANITA ROTUA TAMBUNAN. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L..) Pada Media Tanam Sub Soil Dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian Dan Pupuk Anorganik. Penelitian bertujuan untuk menentukan komposisi media tanam sub soil dan kompos limbah pertanian yang terbaik untuk menggantikan fungsi top soil sebagai media tanam pada pembibitan kakao. Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada November 2008 sampai April 2009. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak-Petak Terbagi (RPPT) faktorial dengan tiga faktor. Faktor pertama adalah pemberian pupuk anorganik dengan dua faktor (dipupuk sesuai rekomendasi dan tanpa dipupuk) sebagai petak utama. Faktor kedua adalah kompos limbah pertanian dengan lima taraf (tanpa kompos, kompos tandan kosong kelapa sawit, kompos jerami padi, kompos sabut kelapa, dan kompos kulit buah kakao) sebagai anak petak. Faktor ketiga adalah media tanah sub soil dengan empat taraf (sub soil, sub soil : top soil = 3 : 1, sub soil : top soil = 2 : 2, top soil) sebagai anak-anak petak. Percobaan diulang tiga kali. Tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, bobot kering akar, bobot kering tanaman, laju assimilasi bersih dan serapan N merupakan parameter pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pupuk anorganik nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering akar, bobot kering tanaman dan serapan N tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun, laju asimilasi bersih dan laju tumbuh relatif. Pengaruh perlakuan kompos limbah pertanian dan perlakuan media tanah nyata meningkatkan seluruh parameter pengamatan seperti tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, berat kering akar, berat kering tanaman, laju asimilasi bersih, laju tumbuh relatif dan serapan N. Interaksi pupuk anorganik dan media tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, bobot kering tanaman dan serapan N. Interaksi kompos limbah pertanian dan media tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, bobot kering akar, bobot kering tanaman dan serapan N. Interaksi tiga perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tanaman. Pertumbuhan tanaman yang terbaik terdapat pada perlakuan sub soil : top soil (2:2), dengan aplikasi kompos tandan kosong kelapa sawit dan pupuk anorganik.
ABSTRACT
ERJANITA ROTUA TAMBUNAN, 2009. Response of Cacao Seedlings Growth (Theobroma cacao L.) in Sub Soil Media to Agriculture Waste Compost and Inorganic Fertilizer Application. The aim of this experiment was to determine the best composition of sub soil media and the agriculture waste compost to replace the function of top soil into the sub soil as plant media in cacao seedlings. The experiment carried out in a shade house in agricultural experiment station, North Sumatera University from November 2008 to April 2009. The experiment was arranged in Split-Split Plot Design (SSPD) using factorial pattern with three factors. The first factor consists of two levels of inorganic fertilizer (recommended fertilizer or without fertilizer) treated as main factor. The second factor consists of five levels of agricultural waste compost (without compost, empty fruit bunch compost, paddy hay compost, coconut coir compost, and cacao pods compost) as sub plot. The third factor consists of four levels of media (sub soil; sub soil : top soil = 3:1 ; sub soil : top soil = 2:2 ; top soil) as sub-sub plot. The treatment was replicated three times. Seedling heigts, stem diameter, leaf area, root dry weight, seedling dry weight, net assimilation rate, relative growth rate and nitrogen uptake were observed as parameters. The results showed that inorganic fertilizer treatment influenced significantly on seedling height, stem diameter, leaf area, root dry weight, seedling dry weight and nitrogen uptake, but has not significant of net assimilation rate and relative growth rate. The agricultural waste compost treatment and the sub soil media treatment influenced significantly all observed parameters like seedling height, stem diameter, leaf area, root dry weight, seedling dry weight, net assimilation rate, relative growth rate and nitrogen uptake. Interaction between inorganic fertilizer and the sub soil media influenced significantly seedling height, stem diameter, leaf area, root dry weight, seedling dry weght and nitrogen uptake. Interaction between the agricultural waste compost and the soil influenced significantly seedling height, seedling dry weight and nitrogen uptake. Among the three treatment interaction influenced significantly both seedling height and seedling dry weight. The best growth of cacao seedlings was found in the mixture of media which consists of sub soil : top soil (2:2) as a media with empty fruit bunch and inorganic fertilizer.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena dengan anugerah dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan tulisan dalam bentuk Tesis penelitian.
Penulis menyadari Tesis ini dapat selesai karena bantuan moril dan
materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Menteri Pertanian Republik Indonesia melalui Bapak Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian, Bapak Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Pertanian, Bapak Direktur Jenderal Perkebunan, dan Bapak
Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan Program Magister Pertanian pada Fakultas Pertanian Program Pascasarjana USU.
2. Bapak Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
Medan yang telah memberi izin untuk menempuh program S2.
3. Ibu Dr.Ir. Hamidah Hanum, MP dan Bapak Prof. Dr.Ir. Edison Purba sebagai
Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dengan segala kesabaran pada saat penelitian dan dalam penulisan tesis.
USU, dan Bapak Prof.. Dr. Ir. Abdul Rauf, MS dan Ibu Prof.Dr.Ir. Rosmayati, MS sebagai dosen penguji.
5. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
6. Para Dosen di Fakultas Pertanian Program Pascasarjana USU yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas ilmu yang telah disampaikan selama penulis mengikuti perkuliahan.
7. Penghargaan, penghormatan, dan doa yang tulus melalui Tuhan Yang Maha
Kuasa penulis sampaikan kepada Ayahanda Polin Tambunan, SH (alm) dan Ibunda Miani S.B Marpaung, BA (alm) tercinta yang telah mendidik dan
membesarkan penulis. Bapak dan Ibu mertua D.M Damanik, BA (alm) dan A.R br.Purba atas pengertian dan doa buat penulis.
8. Suami tercinta Drs. Simon Parulian Damanik dan ketiga anakku tersayang
Jeremy Paruhum Damanik, Grace Margareth Damanik, Christy Angelia Damanik yang telah memberikan pengorbanan, motivasi dan pengertian
selama proses pendidikan.
9. Adik ipar dr. Martaon Siregar dan adikku drg. Lomona Tambunan beserta ketiga anak-anak yang memberikan dorongan semangat kepada penulis.
10.Rekan-rekan angkatan 2007 Sekolah Pascasarjana Program Studi Agronomi yang menjadi mitra diskusi selama kuliah dan penelitian.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta alam semesta yang telah memberi berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan dalam bentuk Tesis berjudul ”Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Pada Media Tumbuh Sub Soil Dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian Dan Pupuk Anorganik”.
Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik dalam meraih gelar Magister Pertanian pada Program Studi Agronomi di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari semua pihak Semoga keberadaan Tesis ini memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Medan, Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
ERJANITA ROTUA TAMBUNAN, dilahirkan di Medan, 25 Januari 1969, anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Polin Tambunan, SH (alm)
dan Ibu Miani SB Marpaung (alm). Pada tahun 1996 menikah dengan Drs. Simon Parulian Damanik dan telah dikaruniai Tuhan Yang Maha Kuasa tiga orang putra dan putri : Jeremy Paruhum Damanik, Grace Margareth br.Damanik, Christy
Angelia br.Damanik.
Pendidikan yang telah dilalui adalah SD Swasta Kristen Immanuel
Medan lulus tahun 1981, SMP Swasta Kristen Immanuel lulus tahun 1984, SMAN I Medan lulus tahun 1987. Pada tahun 1987 diterima kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (FP-USU) jurusan Budidaya Pertanian
Program Studi Agronomi dan meraih gelar Sarjana Pertanian tahun 1992.
Pada tahun 1994 diterima sebagai PNS Departemen Pertanian dan
ditempatkan di Dinas Perkebunan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Pada tahun 1996 beralih tugas ke Balai Pengawasan dan Pengembangan Mutu Benih Perkebunan Medan (BP2MB-Bun Medan), yang sekarang telah
menjadi Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan (BBP2TP Medan).
Pada tahun 2007, penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan tugas belajar program S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Agronomi yang dibiayai oleh Badan Pengembangan SDM
DAFTAR TABEL
No. J u d u l Halaman
1. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertaian dan Media Tumbuh Pada Berbagai
Umur ... 23 2. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 Bulan ... 24 3. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 Bulan ... 25 4. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Tinggi Tanaman (cm)
Umur 5 Bulan ... 26 5. Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Pupuk
Anorganik, Kompos Limbah Pertaian dan Media Tumbuh Pada
Berbagai Umur ... 29
6. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Umur
4 - 5 Bulan ... 30
7. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Umur 4 - 5
Bulan ... 31 8. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi
Tanaman (cm) Umur 4 - 5 Bulan ... 32 9. Rata-rata Diameter Batang (mm) Perlakuan Pupuk Anorganik,
Kompos Limbah Pertaian dan Media Tumbuh Pada Berbagai
Umur ... 33 10. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap Diameter Batang (mm) Umur 5 Bulan ... 34 11. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap Diameter Batang (mm) Umur 5 Bulan ... 35 12 Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
(mm) Umur 5 Bulan ... 35 13. Rata-rata Luas Daun (cm2) Perlakuan Pupuk Anorganik,
Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Pada Berbagai
Umur ... 36 14. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap Luas Daun (cm2) Umur 5 Bulan ... 38 15. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap Luas Daun (cm2) Umur 5 Bulan ... 39 16. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Luas Daun (cm2)
Umur 5 Bulan ... 39
17. Rata-rata Bobot Kering Akar (g) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Pada Berbagai
Umur ... 40
18. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap Bobot Kering Akar (g) Umur 5 Bulan ... 41
19. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap Bobot Kering Akar (g) Umur 5 Bulan ... ... 42
20. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Bobot Kering Akar (g)
Umur 5 Bulan ... 43
21. Rata-rata Bobot Kering Tanaman (g) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh
Pada Berbagai Umur ... 45 22. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap Bobot Kering Tanaman (g) Umur 5 Bulan .. 46
23. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tanah
Terhadap Bobot Kering Tanaman (g) Umur 5 Bulan ... 47
24. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Bobot Kering
Tanaman (g) Umur 5 Bulan ... 48 25. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.bln-1) Perlakuan Pupuk
Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh
26. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap LAB-3 (g.cm2.bln-1) ... 51 27. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap LAB-3 (g.cm2.bln-1) ... 52 28. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap LAB-3 (g.cm2.bln-1) ... 53 29. Rata-rata Laju Tumbuh Relatif (g.tanaman-1.bln-1) Perlakuan
Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Pada Berbagai Umur ... 53
30. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap LTR-3 (g.tanaman-1.bln-1) ... 55 31. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap LTR-3 (g.tanaman-1.bln-1) ... 56 32. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap LTR-3 (g.tanaman
-1
.bln) ...
56
33. Rata-rata Serapan Hara N Perlakuan Pupuk Anorganik,
Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Umur 5 Bulan 57 34. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media
Tumbuh Terhadap Serapan N (mg.tanaman-1) Umur 5 Bulan .. 58 35 Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh
Terhadap Serapan Hara N (mg.tanaman-1) Umur 5 Bulan ... 59 36. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tanah Terhadap Serapan Hara N
DAFTAR GAMBAR
No. T ek s Halaman
1. Diagram Bar Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tanah Terhadap Tinggi Tanaman Umur
5 Bulan ... 27 2. Foto Tanaman Kakao Umur 5 Bulan Pada Berbagai Jenis
Perlakuan .... 28
3. Foto Akar Tanaman Kakao Umur 5 Bulan Pada Berbagai Jenis
Perlakuan ... ... 44 4. Diagram Bar Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
Pertanian dan Media Tanah Terhadap Bobot Kering Tanaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. T e k s Halaman
1. Bagan Percobaan ... 83 2. Hasil Analisis Tanah Top Soil dan Tanah Sub Soil ... 84
3. Hasil Analisis Kompos Limbah Pertanian ... 85 4. Hasil Analisis Kadar N (%) Daun Tanaman Kakao Umur
5 Bulan ... 86 5. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Kakao Umur 2, 3, 4, dan
5 Bulan ... 87 6. Daftar Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman (cm) Umur 2,
3, 4, dan 5 Bulan ... 88 7. Rata-rata Pertambahan Tinggi (cm) Tanaman Kakao Umur 3,
4, dan 5 Bulan ... 89 8. Daftar Analisis Sidik Ragam Pertambahan Tinggi (cm)
Tanaman Kakao Umur 3, 4, dan 5 Bulan ... 90
9. Rata-rata Diameter Batang (mm) Umur 2, 3, 4, dan 5 Bulan .. 91 10. Daftar Analisis Sidik Ragam Diameter Batang (mm) Umur 2,
3, 4, dan 5 Bulan ... 92 11. Rata-rata Luas Daun (cm2) Tanaman Kakao Umur 2, 3, 4,
dan 5 Bulan ……... 93 12. Daftar Analisis Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Umur 2, 3, 4,
dan 5 Bulan ………... 94
13. Rata-rata Bobot Kering Akar (g) Tanaman Kakao Umur 2, 3,
4, dan 5 Bulan …... 95 14. Daftar Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Akar (g) Umur 2,
3, 4, dan 5 Bulan ... 96 15. Rata-rata Bobot Kering (g) Tanaman Kakao Umur 2, 3, 4,
dan 5 Bulan ... 97
Kakao Umur 2, 3, 4, dan 5 Bulan ... 98
17. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2.bln-1) Tanaman
Kakao Umur 3, 4, dan 5 Bulan ... 99 18. Daftar Analisis Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih (g.cm
-2
.bln1) Umur 3, 4, dan 5 Bulan ... 100 19. Rata-rata Laju Tumbuh Relatif (g.tan-1.bln-1) Tanaman Kakao
Umur 3, 4, dan 5 Bulan ... 101 20. Daftar Analisis Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif (g.tan
-1
.bln1) Umur 3, 4, dan 5 Bulan ... 102
21. Rata-rata Serapan Hara N (mg.tan-1) Tanaman Kakao Umur 5
Bulan ... 103
22. Daftar Analisis Sidik Ragam Serapan Hara N (mg.tan-1)
Tanaman Umur 5 Bulan ... 104
23. Matriks Korelasi Antar Berbagai Peubah Amatan dari Kombinasi Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia terutama
dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan sumber devisa negara. Luas areal kakao Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1.461.889 ha, yang di dominasi oleh perkebunan rakyat (92,34%) melibatkan sebanyak 1.400.636 KK
dengan produksi 779.186 ton, sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading (Ivory Coast). Produktivitas
kakao yang rendah (± 600 kg/ha/thn) disebabkan oleh pertanaman kakao umumnya berasal dari benih yang tidak jelas asal-usulnya (Ditjenbun, 2008).
Pertumbuhan bibit kakao di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan
tanaman selama di pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Erwiyono (2005),
mengemukakan bahwa media tanam di pembibitan umumnya menggunakan tanah lapisan atas (permukaan/top soil) dengan pertimbangan lapisan tanah tersebut biasanya subur dan gembur. Kriteria ini penting untuk media tanam di
pembibitan, mengingat benih yang telah tumbuh menjadi bibit merupakan tanaman muda yang relatif rentan terhadap kondisi lingkungan tumbuh yang dapat
menghambat awal pertumbuhannya.
Pada saat ini permasalahan yang dihadapi dalam pembibitan kakao pada skala besar adalah keterbatasan tanah top soil sebagai media tanam di polibag.
Pada kenyataannya ketersediaan tanah sub soil yang cukup banyak di lapangan
sudah mulai digunakan sebagai pengganti media tanam top soil. Pada umumnya tanah sub soil mempunyai nilai kesuburan yang lebih rendah dibandingkan
dengan tanah top soil, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya kandungan bahan organik dan ketersediaan unsur hara. Sehingga jika ingin mendapatkan pertumbuhan bibit kakao yang baik pada tanah sub soil maka kandungan bahan
organik dan unsur hara harus ditingkatkan.
Pengelolaan bahan organik tanah sudah waktunya mendapat perhatian dalam perbaikan tingkat kesuburan tanah, peningkatan efisiensi pupuk serta
peningkatan produksi tanaman. Bahan organik berperan dalam memperbaiki sifat fisik , kimia dan biologi tanah. Pada dasarnya kandungan bahan organik dalam
tanah dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk organik seperti limbah hasil pertanian yang telah dikomposkan (Merkel, 1981; Gasser, 1985).
Pemberian bahan organik sebagai media tanam pada pembibitan kelapa
sawit telah diketahui dapat menggantikan fungsi top soil untuk memperoleh pertumbuhan bahan tanaman yang baik. Penelitian Hidayat et al., (2007)
menyatakan bahwa untuk mengatasi kekurangan media top soil di pembibitan utama kelapa sawit, dapat digunakan media sub soil yang ditambah dengan
kompos tandan kosong kelapa sawit ( TKS ) dengan perbandingan 8 : 2.
Di Malaysia dengan penggunaan tanah liat marine sebagai media tumbuh dikombinasikan dengan gambut dan beberapa jenis limbah ternyata tanah liat
dengan campuran gambut, sabut kelapa, dried sludge menunjukkan pertumbuhan bibit yang baik dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Corley et al., dalam
Hidayat et al., 2001). Darmosarkoro et al., (2001) menyatakan bahwa aplikasi
pelepah, sedangkan pada tanaman cabe berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan produksi cabe.
Pemanfaatan kompos limbah pertanian seperti sabut kelapa, jerami padi, dan kulit buah kakao sebagai bahan pembenah (amandment) media tanam sub soil pada pembibitan kakao belum banyak diteliti. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa kompos jerami padi dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat laun mengembalikan kesuburan tanah. Sedangkan penggunaan kulit buah kakao dengan cara pembenaman cenderung lebih efektif dalam meningkatkan
kadar unsur-unsur hara tanah daripada cara penebaran di permukaan tanah (Abdoellah et al., 1993).
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah adalah dengan pemupukan, pemupukan akan efektif dan efisisen apabila diberikan pada saat yang tepat dengan cara yang benar, dosis optimum dan jenis pupuk yang
sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman. Dalam prakteknya, aplikasi pupuk organik selalu diikuti oleh aplikasi pupuk anorganik. Hal ini disebabkan fungsi
pupuk anorganik sebagai salah satu sumber unsur hara yang dibutuhkan tanaman sebenarnya tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh pupuk organik. Simamora dan Salundik (2006) menyatakan penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik
secara seimbang ( 50% : 50% ) akan meningkatkan produktivitas tanah dan menjaga keberlangsungan penggunaan lahan (sustainable). Pupuk N, P, dan K
Perumusan Masalah
Pemanfaatan tanah sub soil sebagai pengganti top soil dapat dilakukan jika tingkat kesuburan tanah sub soil telah ditingkatkan. Upaya untuk
meningkatkannya adalah dengan memberikan pupuk organik berupa kompos limbah pertanian dan pemberian pupuk anorganik.
Pemanfaatan limbah hasil pertanian melalui proses pengomposan guna
menghasilkan bahan organik diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat tanah sub soil. Penyediaan bahan organik dapat dilakukan dengan memilih sumber bahan
organik yang relatif mudah dan murah diperoleh seperti tandan kosong kelapa sawit, jerami padi, sabut kelapa, dan kulit buah kakao. Sampai saat ini belum diketahui diantara berbagai kompos limbah pertanian seperti : kompos tandan
kosong kelapa sawit, kompos jerami padi kompos sabut kelapa, dan kompos kulit buah kakao yang memberi respon paling baik bagi pertumbuhan bibit kakao yang
ditanam pada media sub soil. Akan tetapi, salah satu kelemahan pupuk organik adalah penyediaan hara tanaman terjadi secara perlahan-lahan sedangkan pupuk anorganik bersifat cepat menyediakan hara sehingga untuk mendukung
pertumbuhan bibit yang baik perlu pemberian pupuk anorganik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi media tumbuh sub soil : top soil dan jenis kompos limbah pertanian yang efektif sehingga media tumbuh sub soil dapat menggantikan media tumbuh top soil pada pembibitan
Hipotesis Penelitian
1. Pertumbuhan bibit kakao dengan aplikasi pupuk anorganik lebih baik
dibandingkan tanpa aplikasi pupuk anorganik.
2. Kompos tandan kosong kelapa sawit lebih baik daripada kompos kulit buah kakao, kompos jerami padi, dan kompos sabut kelapa bagi pertumbuhan bibit
kakao.
3. Media tumbuh sub soil dapat menggantikan media tumbuh top soil sebagai media tumbuh bibit kakao..
4. Media tumbuh sub soil : top soil (2:2) dengan pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit lebih baik dibandingkan media tumbuh sub soil bagi
pertumbuhan bibit kakao.
5. Media tumbuh sub soil dapat menggantikan media tumbuh top soil jika diaplikasikan kompos tandan kosong kelapa sawit dan pupuk anorganik.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pekebun kakao yang menggunakan tanah sub soil sebagai media tumbuh pembibitan kakao
Erjanita R. Tambunan : Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Pada Media Tumbuh Sub Soil Dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian Dan Pupuk Anorganik, 2009
Tanaman kakao berasal dari hutan hujan tropis di Amerika Tengah dan
bagian Utara Amerika Selatan. Habitat aslinya adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao, 2008).
Tanaman kakao dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif.
Perbanyakan tanaman kakao secara generatif paling sering digunakan karena merupakan cara paling efektif dan efisien dalam kegiatan pengembangan tanaman kakao di Indonesia (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2008). Perbanyakan secara
generatif untuk perluasan tanaman kakao disarankan dengan menggunakan benih kakao hibrida F1 terpilih yang dianjurkan dari kebun benih yang telah diatur pola
pertanamannya dan telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2000).
Biji kakao tidak memiliki masa dormansi. Pada saaat berkecambah,
hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang masih menutup keatas permukaan tanah. Selanjutnya kotiledon membuka diikuti dengan memanjangnya
epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Ke-empat daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu ruas (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2008).
Daun kakao bersifat dimorfisme, yakni tumbuh pada dua tunas (ortotrop dan plagiotrop). Daun yang tumbuh pada ortotrop tangkai daunnya berukuran
7,5 –10 cm, sedangkan yang tumbuh pada tunas plagitrop berukuran ± 2,5 cm.
Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak, tetapi berkala. Ketika periode flushing, setiap tunas akan membentuk 3 - 6 lembar daun baru
sekaligus. Daun muda tersebut belum memiliki klorofil, banyak mengandung pigmen antosianin, karoten, xantofil. Klorofil baru akan mulai tebentuk setelah daun mencapai ukuran sempurna, berumur 3-4 minggu (Wahyudi et al., 2008).
Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat, mencapai 1cm pada umur 1 minggu, 16-18 cm pada umur 1 bulan dan 25 cm pada umur 3 bulan. Tanaman kakao memiliki sistem perakaran yang dangkal (surface root
feeder) karena sebagian besar akar lateral berkembang dekat permukaan tanah pada jeluk 0 – 30 cm (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2008). Bibit yang paling
baik untuk ditanam di lapangan adalah yang berumur 4 - 5 bulan, tinggi 50– 60 cm, berdaun 20 – 45 helai, dan diameter batangnya 8 mm (Wahyudi et al., 2008).
Media Tumbuh Pembibitan Kakao
Tanaman membutuhkan oksigen (udara), air dan hara-hara mineral untuk
tumbuh secara normal. Unsur-unsur tersebut diperlukan untuk metabolisme tanaman, disamping gas CO2 dan sinar matahari. Perakaran tanaman dapat
tumbuh dan berkembang didalam media apabila cukup oksigen. Metabolisme tanaman dapat berjalan dengan baik apabila semua faktor tumbuh yang diperlukan tersedia dalam kondisi seimbang.. Hal ini dapat terpenuhi apabila kondisi struktur
media tanam memiliki imbangan porositas udara dan air yang baik selain masa media memiliki konsistensi yang relatif gembur untuk memungkinkan perkaran
kapasitas menahan hara yang cukup, agar tanah/ pupuk dapat tersedia selama masa tumbuh di pembibitan (Erwiyono, 2005).
Prioritas utama yang perlu diperhatikan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang baik adalah ketersediaan tanah yang subur sebagai media tanam di pembibitan. Standar umum tanah yang digunakan didalam pembibitan adalah
tanah lapisan atas (top soil) yang umumnya cukup subur dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Menurut Hasym (1987), komposisi tanah yang terstruktur baik dan subur biasanya dipakai sebagai media tumbuh untuk mendapatkan
pertumbuhan tanaman yang optimal di pembibitan. Oleh karena itu media tumbuh yang baik untuk pembibitan harus dapat menyediakan air, oksigen dan unsur hara
yang cukup optimal sesuai kebutuhan tanaman selama pertumbuhan tanaman. Dengan keseimbangan kesuburan fisik dan kemis dalam tanah akan menjamin dan mendukung proses pembentukan akar dan pertumbuhan bibit selama
pertumbuhannya (Follet et al., 1981).
Secara biologi, hasil peruraian bahan organik menyebabkan tanah
permukaan relatif kaya akan berbagai mikro flora dan mikro fauna serta organisma-organisma pelarut hara, pemfiksasi hara dan penyerap hara tanah bagi tanaman yang berasosiasi dengan mikroba-mikroba tersebut (Sutedjo et al., 1996).
Bahan organik tanah merupakan sumber energi dan makanan bagi mikroorganisma tanah, sehingga tanah permukaan jauh lebih kaya
mikroorganisma dibandingkan dengan tanah-tanah dari lapisan yang lebih dalam (Follet et al., 1981).
Profil tanah merupakan urutan susunan horizon yang tampak dalam
sifat-sifat kimia, fisik dan biologi yang khas. Horizon A yang merupakan tanah permukaan (top soil) memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi daripada
horizon B. Horizon A biasanya mempunyai ketebalan dibawah 30 cm. (Soepardi, 1974; Hanafiah, 2005). Sub soil merupakan horizon B bagi tanah-tanah yang profilnya jelas, sedangkan bagi yang belum berkembang berarti lapisan tanah
dibawah tanah permukaan dalam mana terdapat pertumbuhan akar yang normal. Ciri fisik yang paling menonjol dari horizon B ialah kemampatannya
(compactness) disebabkan karena penimbunan butir-butir halus dari lapisan atas yang memberikan tekstur lebih halus. Pada horizon B terjadi akumulasi endapan seperti CaCO3, MgCO3 dan terbentuknya kompleks koloid. Horizon ini
membentuk senyawa baru (new formation) akibat proses akumulasi partikel halus dan basa yang terlindi dari horizon A. Reaksi kimia horizon B lebih alkalis daripada horizon diatasnya. Tebal horizon B terutama tergantung pada dalamnya
profil tanah, sedang dalam satu jenis tanah tergantung pada susunan dan tekstur bahan induk (Darmawijaya, 1992).
Peranan Pupuk Organik
Pupuk organik mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah,
meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah (Sutanto, 2002; Sutedjo, 2002). Pupuk organik seperti limbah pertanian harus mengalami
aminisasi, amonifikasi dan nitrifikasi sebelum nitrogen-nya menjadi tersedia bagi tanaman. Akibatnya pupuk organik tidak seefektif pupuk kimia seperti urea dan
secara lambat dan graduil membebaskan N sepanjang musim, membantu mempertahankan keadaan fisik pupuk yang baik bila dicampurkan dengan pupuk
lain (Soepardi, 1974; Donahue, et al.,1997). Agar penggunaan pupuk organik efektif, maka pemberiannya harus dalam jumlah yang besar (Sudiarto dan Gusmaini, 2004).
Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi / penguraian / pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani,
2008). Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah (Isroi, 2008).
Kompos banyak mengandung mikroorganisme seperti fungi,
aktinomicetes, bakteri dan algae yang berfungsi untuk proses dekomposisi lanjut terhadap bahan organik tanah. Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah
maka mikroorganisme yang ada di dalam tanah juga terpacu untuk berkembang biak (Gasser, 1985). Aktivitas mikroorganisme di dalam tanah akan menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan seperti auksin, giberellin dan
sitokinin yang dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan akar-akar rambut sehingga daerah pencarian unsur-unsur hara semakin luas (Anonim, 2009)
kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K 75%, C 70%, Ca 30% dan Mg 20% dari total kandungan unsur hara tersebut dalam jerami.
Kulit buah kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat potensial, mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan para petani dan banyak mengandung hara mineral khususnya K dan N serta serat, lemak dan
sejumlah asam organik (Diratpahgar, 2008). Limbah kulit buah kakao dapat diolah menjadi kompos untuk menambah bahan organik tanah. Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya K dan N. Dilaporkan bahwa
61% dari total nutrien buah kakao disimpan didalam kulit buah (Isroi, 2008). Menurut Sutarta et al., (2005), kompos TKS dapat menjadi bahan pembenah
tanah di pembibitan yang akan meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatkan kandungan C, N, P, K, Mg, dan KTK tanah, serta menurunkan kandungan Al-dd tanah.
Pemberian kompos yang belum matang ke dalam tanah secara nyata menghambat pertumbuhan bibit tomat. Secara kimia kematangan (maturity)
kompos dapat dilihat dari total C, total N dan rasio C/N (Griffin dan Hutchinson, 2007). Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi – imobilisasi N oleh mikrobia dekomposer bahan organik. Apabila C/N < 20
menunjukkan terjadinya mineralisasi N. Apabila C/N > 30 berarti terjadi imobilisasi N, sedangkan jika C/N diantara 20 -30 berarti mineralisasi seimbang
dengan immobilisasi. Terjadinya immobilisasi hara tanaman sering menimbulkan gejala defisiensi karena hara menjadi tidak tersedia (unavailable), sedangkan mineralisasi merupakan transformasi oleh mikroorganisma dari sebuah unsur pada
atau nitrat. Melalui mineralisasi, unsur hara menjadi tersedia (available) bagi tanaman (Foth, 1978). Kompos yang sudah cukup matang memiliki rasio.C/N
< 20, apabila rasio C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi (Tisdale et al., 1997; Donahue,
et al., 1997).
Tanah untuk pembibitan, yang nisbah C/N-nya tinggi selalu memerlukan pupuk nitrogen yang cepat tersedia agar defisiensi nitrogen tidak terjadi. Menurut Salisbury dan Ross (1995), tanah lebih lazim kekurangan nitrogen daripada unsur
lain, meskipun kekahatan fosfor juga meluas. Nitrogen terdapat dalam demikian banyak senyawa penting, sehingga pertumbuhan akan lambat tanpa nitrogen.
Peranan Pupuk Anorganik
Pemupukan bertujuan menambah unsur-unsur hara tertentu didalam
tanah yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman yang diusahakan. Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan waktu kebutuhan tanaman.
Keuntungan pemberian pupuk seawal mungkin dalam pertumbuhan tanaman akan mendorong pertumbuhan akar permulaan yang akan memberikan tanaman berdaya serap lebih baik. Pupuk nitrogen dibutuhkan tanaman sepanjang
pertumbuhannya, jumlah yang diambilnya berhubungan langsung dengan produksi berat keringnya (Hakim et al., 1986). Pupuk posfat sebaiknya diberikan
pada waktu tanam karena unsur ini diperlukan untuk pertumbuhan akar, juga daya pergerakannya terbatas sehingga kemungkinan kehilangannya adalah kecil. Pupuk Kalium dapat diberikan pada waktu tanam karena daya pergerakannya
Unsur hara N dan K menentukan berlangsungnya metabolisme di dalam tanaman. Jika kekurangan hara tesebut tanaman akan terhambat pertumbuhannya
dan peranan unsur hara tersebut tidak dapat digantikan oleh unsur hara lainnya. Unsur hara N dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar untuk penyusun purines dan pirimidin, komponen asam amino penyusun protein, pembentukan asam
nukleat, unit struktural dari butir hijau daun (klorofil), penyusun propirin dalam metabolisme klorofil dan pembentukan senyawa-senyawa organik lainnya. Unsur hara K berfungsi sebagai katalisator dalam pembentukan protein, aktivator enzim,
pengatur turgor daun, menetralkan reaksi dalam sel terutama asam organik hasil metabolisme, mengatur berbagai kegiatan unsur mineral, meningkatkan
pertumbuhan jaringan meristem, memperkuat tegaknya batang, memperkuat perkembangan akar, dan meningkatkan kadar karbohidrat sehingga biji tanaman berisi lebih padat (Salisbury dan Ross, 1995).
Hasil penelitian pada pemupukan bibit kakao menunjukkan bahwa pencampuran pupuk N, P, K menurunkan efektivitasnya. Pemberian ketiga pupuk
tersebut secara terpisah lebih baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit kakao dibandingkan dengan pemberian dengan cara dicampur lebih dahulu. Penurunan efektivitas pupuk tunggal yang diberikan dalam bentuk campuran disebabkan
adanya reaksi antar jenis pupuk dan tidak homogennya campuran tersebut. Reaksi antar jenis pupuk antara lain terjadinya pengumpulan, kehilangan unsur hara
Erjanita R. Tambunan : Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Pada Media Tumbuh Sub Soil Dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian Dan Pupuk Anorganik, 2009
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian berlangsung pada bulan November 2008 sampai dengan April 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : benih kakao dari PTP
Nusantara IV, tanah sub soil, tanah top soil, kompos tandan kosong kelapa sawit, kompos jerami padi, kompos sabut kelapa, kompos kulit buah kakao, pupuk urea, TSP, KCl, Kieserit, dan insektisida Decis 25 EC.
Alat yang digunakan adalah cangkul, ayakan, polibag, gembor, timbangan manual dan elektrik, ember, meteran, schalifer, pisau, amplop besar,
oven, dan alat-alat lain yang mendukung penelitian.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Petak Terbagi (Split Split Plot Design) dalam lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 3 faktor yaitu :
1. Faktor Pupuk Anorganik (A) sebagai petak utama dengan 2 taraf yaitu : A0 = tanpa pupuk anorganik
A1 = pupuk sesuai rekomendasi (Urea 5g/bibit, TSP 5g/bibit, KCl 4g/bibit, dan Kieserit 4 g/bibit)
2. Faktor Kompos Limbah Pertanian (K) sebagai anak petak, dengan 5 jenis yaitu K0 = tanpa pemberian kompos
K1 = kompos tandan kosong kelapa sawit K2 = kompos jerami padi
K3= kompos sabut kelapa
K4= kompos kulit buah kakao
3. Faktor Komposisi Media Tumbuh (M) sebagai anak-anak petak dengan 4 taraf: M1 = sub soil
M2 = sub soil : top soil = 3 : 1 M3 = sub soil : top soil = 2 : 2
M4 = top soil
Dengan demikian diperoleh 40 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari 5 tanaman sampel, sehingga jumlah
seluruh tanaman adalah 600 polibag. Bagan percobaan terdapat di Lampiran 1.
Metoda Analisis
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Petak Terbagi (RPPT) dengan model matematis sebagai berikut :
Yijkl = µ+ i + j+ ij+ k+( )jk+ ijk + l+( )jl + ( )kl + ( )jkl + ijkl
dimana :
Y
ijkl=
nilai pengamatan pada ulangan ke-i, pupuk anorganik taraf ke-j,µ
=
rata-rata umum nilai pengamatani
=
pengaruh ulangan pada taraf ke-ij
=
pengaruh pupuk anorganik pada taraf ke-jij
=
pengaruh galat ulangan ke-i dan pupuk anorganik taraf ke-jk
=
pengaruh kompos limbah pertanian taraf ke-k( )jk
=
pengaruh interaksi pupuk anorganik taraf ke-j dan kompos limbah pertanian taraf ke-kijk
=
pengaruh galat pada ulangan ke-i, pupuk anorganik taraf ke-j dan komposisi media tumbuh taraf ke-kl
=
pengaruh komposisi media tumbuh pada taraf ke-l( )jl
=
pengaruh interaksi pupuk anorganik taraf ke-j dan komposisi media tumbuh taraf ke-l( )kl
=
pengaruh interaksi kompos limbah pertanian taraf ke-k dan komposisi media tumbuh taraf ke-l( )jkl
=
pengaruh interaksi pupuk anorganik taraf ke-j, kompos limbah pertanian taraf ke-k, dan komposisi media tumbuh taraf ke-lijkl
=
pengaruh galat ulangan ke-i, pupuk anorganik taraf ke-j, kompos limbah pertanian taraf ke-k dan komposisi media tumbuh taraf ke-l.Data hasil pengamatan dianalisis dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika pengaruh perlakuan terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh
Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan kompos
Limbah hasil pertanian yang baru dipanen (sabut kelapa, jerami padi, dan
kulit buah kakao) terlebih dahulu dihaluskan di mesin pencacah agar lebih cepat terdekomposisi. Masing-masing bahan dasar dicampur merata dengan penambahan dedak padi, sekam padi dan larutan EM4 yang telah dicampur
dengan air dan gula tetes. Setelah campuran merata dimasukkan kedalam kantongan plastik hitam dan ditutup rapat untuk difermentasikan.
Setelah satu minggu pertama, tumpukan bahan tersebut dibuka dan diaduk-aduk agar suhunya tidak tinggi dan kelembabannya diatur tetap stabil. Jika kering maka perlu ditambahkan air sedikit demi sedikit. Selanjutnya sekali dalam
lima hari bahan kompos dibuka dan dan diaduk-aduk. Proses ini berlangsung selama tiga bulan. Panen kompos dilakukan bila bahan kompos telah matang
dengan kriteria : suhu dingin, struktur lunak/hancur, warna coklat gelap sampai hitam dan tidak berbau (Djurnani et al., 2008).
2. Penyemaian Benih
Benih kakao yang digunakan adalah benih propelegitim dari sumber
benih kakao PTP Nusantara IV. Benih kakao disemai di dalam polibag kecil yang telah diisi tanah top soil sebanyak 0,5 kg. Bibit dipelihara selama 30 hari dan
serangan hama dan penyakit tanaman. Diperhitungkan hanya sebanyak 75% dari total bibit yang disemai yang layak digunakan untuk penelitian.
3. Perlakuan Media Tumbuh
Tanah top soil dan sub soil yang akan digunakan untuk penelitian diambil dari lokasi yang sama yaitu desa Tanjung Selamat kecamatan Medan Tuntungan dengan ketinggian ± 50 m dpl. Tanah top soil diambil dengan
kedalaman 0 – 20 cm dari permukaan tanah. Tanah sub soil diambil dengan kedalaman ± 50cm sampai ditemukan tanah berwarna kuning. Tanah sub soil
dan top soil terlebih dahulu dianalisa di laboratorium untuk menentukan status hara tanah. Analisa tanah meliputi analisa N, P, K, pH, dan C-organik. Hasil analisa tanah terdapat pada Lampiran 2. Selanjutnya masing-masing jenis tanah di
kering anginkan, ditumbuk halus dan diayak. Tanah sub soil maupun top soil dimasukkan kedalam polibag besar berukuran 30cm x 20cm sesuai dengan
perbandingan bobot komposisi media tumbuh. Berat tanah sebagai media tumbuh pada setiap polibag sebanyak 4 kg.
4. Aplikasi Kompos
Kompos limbah pertanian yang digunakan pada penelitian terlebih
dahulu dianalisa di laboratorium untuk menentukan kandungan N, P, K, C-organik, dan C/N. Hasil analisa kompos limbah pertanian terdapat pada Lampiran
5. Transplanting Bibit
Bibit kakao dari polibag kecil yang telah berumur satu bulan
dipindahkan ke dalam polibag besar yang telah berisi tanah sesuai komposisi media tumbuh dan kompos limbah pertanian. Segera setelah transplanting bibit dilakukan penyiraman secukupnya.
6. Aplikasi Pupuk Anorganik
Pemberian pupuk anorganik pada perlakuan pemakaian pupuk anorganik dilakukan sesuai dengan rekomendasi pemupukan segera setelah transplanting
bibit ke polibag besar. Pemberian pupuk anorganik dilakukan satu kali yaitu sebanyak : Urea 5g/bibit, TSP 5g/bibit, KCl 4g/bibit, dan Kieserit 4 g/bibit) sesuai dengan perlakuannya. Pupuk diberikan dengan menaburkan secara merata
5 cm disekitar batang tanaman. Pemberian pupuk dilakukan setiap hari selama empat hari, masing-masing pupuk diberikan pada hari yang berbeda.
7. Pemeliharaan Tanaman
Sampai tanaman berumur dua bulan, penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Selanjutnya sampai berumur lima bulan, penyiraman dilakukan satu kali sehari. Penyiangan terhadap gulma dilakukan
secara manual, baik gulma yang tumbuh di polibag maupun diluar. Sedangkan pengendalian terhadap hama belalang dilakukan dengan penyemprotan insektisida
Peubah Amatan
Pengamatan pertumbuhan pertama dilakukan pada saat bibit kakao
berumur dua bulan yaitu satu bulan setelah pemindahan bibit ke polibag besar dilaksanakan (Prawoto, 2005). Peubah amatan pada penelitian ini adalah :
1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang diatas permukaan tanah sampai ujung titik tumbuh dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur dua, tiga, empat, dan lima bulan.
2. Diameter batang
Diameter batang diukur dengan menggunakan schalifer. Diameter diukur dua kali dengan arah tegak lurus dan hasil dari pengukuran kemudian
dirata-ratakan (Rasjidin et.al., 1992) Pengukuran diameter batang dilakukan 5 cm dari permukaan tanah pada saat tanaman berumur dua, tiga, empat, dan
lima bulan .
3. Luas daun
Untuk menghitung total luas daun dilakukan pada semua daun yang telah membuka sempurna dan tidak dalam keadaan flush. Menurut Dartius dalam
Rasjidin et al., (1994), untuk tanaman kakao pada pembibitan dapat dilakukan pengukuran luas daun dengan menggunakan rumus persamaan :
Log Y = - 0,495 + 1,904 log X
Rumus ini hanya memerlukan pengukuran panjang daun saja. Pengukuran luas daun dilakukan saat tanaman berumur dua, tiga, empat, dan lima bulan.
4. Bobot kering akar
Pengamatan bobot kering akar dilakukan saat tanaman berumur dua, tiga, empat, dan lima bulan. Tanaman sampel dikeluarkan dari polybag dengan hati-hati, dimasukkan kedalam ember besar berisi air bersih kemudian
digoyang-goyang agar tanaman dan akar bersih dari tanah-tanah yang menempel. Setelah bersih lalu dipotong mulai dari leher akar, tajuk dan akar
dipisahkan. Bobot kering diperoleh dengan menimbang akar tanaman yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 80°C sampai bobotnya tetap (± 48 jam).
5.Bobot kering tanaman
Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur dua, tiga, empat, dan lima bulan. Tanaman sampel dipotong mulai dari pangkal
batang hingga tajuk, lalu dibersihkan dan diovenkan. Bobot kering tanaman merupakan penjumlahan dari bobot kering tajuk dan bobot kering akar.
6. Laju Assimilasi Bersih (LAB)
Laju asimilasi bersih dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Pengamatan dilakukan pada umur tiga, empat, dan lima bulan. Harga LAB dihitung dengan rumus
W2 – W1 Ln A2 – Ln A1 LAB = --- x --- T2 - T1 A2 - A1
W1 dan W2 = bobot kering tanaman pada pengamatan ke-1 dan ke-2 A1 dan A2 = luas daun pada pengamatan ke-1 dan ke-2
T1 dan T2 = waktu pengamatan ke-1 dan ke-2
7. Laju Tumbuh Relatif (LTR)
Laju tumbuh relatif dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap tanaman dalam waktu tertentu. Pengamatan dilakukan pada umur
dua, tiga, empat, dan lima bulan, dengan menggunakan rumus (Sitompul dan Guritno, 1995).
Ln W2 – Ln W1 LTR = --- T2 - T1
W1 dan W2 = bobot kering tanaman pada pengamatan ke-1 dan ke-2 T1 dan T2 = waktu pengamatan ke-1 dan ke-2
8. Serapan hara N tanaman
Total serapan N dianalisis dari sampel daun pada saat tanaman berumur lima
bulan. Sampel daun dicuci dengan air mengalir untuk membuang abu yang menempel, dibilas dengan aquades dan dimasukkan ke dalam amplop yang
sudah diberi lobang-lobang kecil dan dikeringkan dalam oven pada suhu 650C sampai bobotnya stabil. Daun yang sudah kering dihaluskan dengan grinder selanjutnya siap untuk dianalisis. Penetapan kadar hara N dilakukan dengan
Erjanita R. Tambunan : Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.) Pada Media Tumbuh Sub Soil Dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian Dan Pupuk Anorganik, 2009
Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan dan sidik ragam tinggi tanaman terdapat pada lampiran 5 dan 6. Rata-rata tinggi tanaman tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Pada Berbagai Umur.
Umur (bulan)
Pupuk rekomendasi 24.35 b 31.61 45.16 a 55.19 a
Kompos Limbah Pertanian
Tanpa Kompos 24.53 bcd 29.76 cd 35.89 c 37.08 d
Kompos TKS 27.38 a 38.40 a 53.76 a 68.92 a
Kompos Jerami Padi 25.33 b 32.99 b 45.00 b 54.28 b Kompos Sabut Kelapa 23.87 cd 28.60 cd 35.46 c 35.80 d Kompos Kulit Buah Kakao 24.98 bc 30.52 c 38.72 c 45.55 c
Keterangan : Angka pada lajur di perlakuan yang sama yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Pada Tabel 1 diketahui bahwa pengaruh pupuk anorganik secara nyata meningkatkan tinggi tanaman setelah berumur empat sampai lima bulan. Setelah tanaman berumur lima bulan, perlakuan pupuk anorganik nyata meningkatkan
tinggi tanaman ± 71,78% dibandingkan perlakuan tanpa pupuk organik. Pengaruh kompos TKS terhadap tinggi tanaman sudah terlihat nyata mulai umur dua sampai
lima bulan, pengaruh kompos jerami padi terlihat nyata mulai umur tiga sampai lima bulan, pengaruh kompos kulit buah kakao terlihat nyata mulai umur lima
bulan, tetapi kompos sabut kelapa belum menunjukkan pengaruh yang nyata hingga tanaman berumur lima bulan. Tanaman tertinggi pada perlakuan kompos
TKS, diikuti kompos jerami padi, dan kompos kulit buah kakao. Tinggi tanaman pada perlakuan kompos sabut kelapa dan tanpa kompos berbeda tidak nyata dan menunjukkan hasil yang lebih rendah daripada ketiganya. Pengaruh media
tumbuh nyata meningkatkan tinggi tanaman setelah berumur tiga sampai lima bulan. Media tumbuh sub soil : top soil (2 : 2) menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda tidak nyata dengan di media top soil.
Pengaruh interaksi kompos limbah pertanian dan media tumbuh secara konsisten nyata terhadap tinggi tanaman pada umur lima bulan. Tabel 2
memperlihatkan bahwa pemberian kompos signifikan lebih meningkatkan tinggi tanaman pada setiap perlakuan media tumbuh, dimana yang tertinggi adalah pada perlakuan aplikasi kompos TKS di media tumbuh sub soil : top soil (2:2).
Tabel 2. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 Bulan
K o m po s Media
Tumbuh*) Tanpa
kompos TKS Jerami Padi
Sabut Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Tinggi tanaman pada media tumbuh sub soil : top soil (2:2) yang
kulit buah kakao tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada media top soil yang diaplikasikan oleh ketiga jenis kompos tersebut. Secara umum, media
tumbuh sub soil : top soil (2:2) dapat menggantikan fungsi top soil jika diaplikasikan kompos TKS, kompos jerami padi dan kompos kulit buah kakao. Aplikasi kompos TKS, kompos jerami padi, dan kompos kulit buah kakao di
berbagai media tumbuh juga meningkatkan tinggi tanaman jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos di media top soil (kontrol). Tetapi tinggi tanaman pada perlakuan kompos sabut kelapa di berbagai media tumbuh lebih
rendah daripada tinggi tanaman perlakuan kontrol sehingga kompos sabut kelapa tidak dianjurkan diberikan di media tumbuh apapun.
Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan media tumbuh secara konsisten nyata terhadap tinggi tanaman pada umur lima bulan. Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi tanaman di media sub soil yang diaplikasikan pupuk anorganik
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman di media top soil tanpa pupuk anorganik. Tinggi tanaman di semua media tumbuh yang sama-sama
diaplikasi pupuk anorganik, signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan di media top soil yang tidak diberi pupuk anorganik, sehingga aplikasi pupuk anorganik di berbagai media tumbuh dapat menggantikan fungsi top soil.
Tabel 3. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 Bulan
Media Tumbuh*) Pupuk Anorganik
Ss Ss:Ts = 3:1 Ss:Ts = 2:2 Ts
……… cm ……… Tanpa pupuk
38.42 e 41.93 d 42.54 cd 43.13c
Diberi pupuk 54.82 b 54.93 b 56.77a 54.54 b
Pengaruh interaksi pupuk anorganik, kompos limbah pertanian dan media tumbuh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur lima bulan. Tabel 4
menunjukkan bahwa pada semua media tumbuh yang diberi pupuk anorganik dan kompos TKS menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan pada semua media tumbuh yang diberi pupuk anorganik dan kompos jerami padi,
kompos kulit buah kakao, kompos sabut kelapa, dan tanpa kompos. Aplikasi pupuk anorganik dan kompos jerami padi menunjukkan hasil yang tertinggi di media sub soil dan terendah di media top soil.
Tabel 4. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Tinggi Tanaman (cm) Umur 5 Bulan
Tanpa pupuk Diberi pupuk
Kompos Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Jika dibandingkan dengan perlakuan standar umum pembibitan yaitu menggunakan media top soil dan diberi pupuk anorganik tanpa kompos tinggi tanamannya hanya sebesar 41,95 cm. Peningkatan tinggi tanaman akibat interaksi
ketiga perlakuan sebesar ± 84%. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan aplikasi pupuk anorganik dan kompos TKS di media tumbuh sub soil : top soil
0
sub soil ss:ts=3:1 ss:ts=2:2 top soil Media Tumbuh*)
sub soil ss:ts=3:1 ss:ts=2:2 top soil Media Tumbuh*)
tanpa ko mpo s Ko mpo s TKS Ko mpo s JP Ko mpo s SK Ko mpo s KB K
aplikasi pupuk anorganik dan kompos TKS di media top soil yaitu 76,50 cm. Tinggi tanaman di media sub soil : top soil (3:1) juga berbeda tidak nyata dengan
tinggi tanaman di media top soil, sehingga media sub soil : top soil (3:1) dan media sub soil : top soil (2:2) jika diaplikasikan pupuk anorganik dan kompos TKS dapat menggantikan media top soil yang juga diaplikasikan pupuk anorganik
dan kompos TKS.
Gambar 1 menunjukkan bahwa di berbagai media tumbuh, tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada semua perlakuan pupuk anorganik yang
diaplikasikan kompos TKS, diikuti kompos jerami padi, dan kompos kulit buah kakao. Tinggi tanaman pada perlakuan tanpa kompos bahkan lebih tinggi
dibandingkan dengan tinggi tanaman yang diaplikasikan kompos sabut kelapa, oleh karena itu penggunaan kompos sabut kelapa tidak dianjurkan pada pembibitan kakao.
Tanpa Pupuk Diberi Pupuk
*)ss = sub soil ts = top soil *)ss = sub soil ts = top soil
Tanpa Pupuk Anorganik, Berbagai Jenis Aplikasi Pupuk Anorganik, Berbagai Jenis Kompos, Media Subsoil : Top soil (2:2) Kompos, Media Subsoil : Top soil (2:2)
Tanpa Pupuk Anorganik, Kompos Sabut Aplikasi Pupuk Anorganik, Berbagai Jenis Kelapa, Berbagai Jenis Media Tumbuh Kompos, Media Sub Soil
Aplikasi Pupuk Anorganik, Berbagai Jenis Aplikasi Pupuk Anorganik, Kompos TKS, Kompos, Media Subsoil : Top soil (3:1) Berbagai Jenis Media Tumbuh
Pertambahan Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan dan sidik ragam pertambahan tinggi tanaman terdapat
pada lampiran 7 dan 8. Tabel 5 menunjukkan rata-rata pertambahan tinggi tanaman.
Tabel 5. Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Pada Berbagai Umur.
Keterangan : Angka pada lajur di perlakuan yang sama yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Pada Tabel 5 diketahui bahwa pertambahan tinggi tanaman nyata secara konsisten dipengaruhi oleh pupuk anorganik mulai dari umur dua sampai lima bulan. Pengaruh kompos TKS dan kompos jerami padi terhadap pertambahan
tinggi tanaman nyata mulai dari umur dua sampai lima bulan, pengaruh kompos kulit buah kakao nyata dari umur empat sampai lima bulan, sedangkan
dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan tanpa kompos. Pertambahan tinggi tanaman tertinggi adalah pada perlakuan kompos TKS, diikuti kompos jerami
padi, kompos kulit buah kakao dan kompos sabut kelapa. Pertambahan tinggi tanaman umur empat sampai lima bulan di media tumbuh sub soil signifikan lebih tinggi daripada di media top soil, media sub soil : top soil (3:1) dan media sub
soil : top soil (2:2).
Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan media tumbuh secara konsisten nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur empat sampai lima bulan.
Tabel 6 menunjukkan bahwa media tumbuh sub soil : top soil (2:2) dan media top soil yang sama-sama diaplikasikan kompos TKS menunjukkan pertambahan
tinggi tanaman yang berbeda tidak nyata.
Tabel 6. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Umur 4 - 5 Bulan.
K o m p o s Media
Tumbuh*) Tanpa
kompos TKS Jerami Padi
Sabut Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Aplikasi kompos TKS, kompos jerami padi, dan kompos kulit buah kakao di berbagai media tumbuh menunjukkan pertambahan tinggi tanaman yang
kompos lainnya. Ada kecenderungan kompos jerami padi lebih baik diberikan pada media tumbuh sub soil dibandingkan media tumbuh lainnya.
Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan media tumbuh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman umur empat sampai lima bulan. Tabel 7 memperlihatkan bahwa walaupun interaksi pupuk anorganik dan media tumbuh
tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, tetapi ada kecenderungan bahwa aplikasi pupuk anorganik dapat meningkatkan pertambahan tinggi tanaman.
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) Umur 4 - 5 Bulan.
Media Tumbuh*) Pupuk Anorganik
Ss Ss:Ts = 3:1 Ss:Ts = 2:2 Ts ………... cm ...
Tanpa pupuk 3.70 2.55 2.54 3.51
Diberi pupuk 11.57 9.86 9.33 9.40
Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Pengaruh interaksi pupuk anorganik, kompos limbah pertanian, dan media tumbuh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur empat
sampai lima bulan. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada berbagai media tumbuh yang diberi pupuk anorganik, aplikasi kompos TKS, kompos jerami padi dan kompos kulit buah kakao signifikan meningkatkan pertambahan tinggi tanaman
dibandingkan perlakuan standar umum pembibitan. Pertambahan tinggi tanaman terbesar pada perlakuan aplikasi pupuk anorganik dan kompos jerami padi di
soil sebesar 0,06 cm. Peranan jenis kompos dan kematangan kompos berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman pada interaksi ke-tiga perlakuan.
Tabel 8. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) 4- 5 Bulan
Tanpa pupuk Diberi pupuk
Kompos Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Pada perlakuan kompos sabut kelapa karena komposnya belum matang
yang ditandai dengan nisbah C/N-nya tinggi maka kompos sabut kelapa tidak memberikan kontribusi N ke dalam tanah, malahan tanaman dengan mikrobia yang ada di dalam kompos sabut kelapa bersaing dalam memperebutkan unsur N.
Akibatnya kebutuhan hara tanaman tidak terpenuhi sehingga pertumbuhan tanaman terganggu, tidak optimal. Sebagaimana diketahui bahwa hara N yang diserap tanaman digunakan untuk pertumbuhan vegetatifnya termasuk
pemanjangan batang dan pembesaran batang. Kompos TKS, kompos jerami padi, dan kompos kulit buah kakao dalam penelitian ini sudah cukup matang (nisbah
Diameter Batang
Hasil pengamatan dan sidik ragam diameter batang terdapat pada
lampiran 9 dan 10. Rata-rata diameter batang tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata Diameter Batang (mm) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Pada Berbagai Umur.
Umur (bulan)
Keterangan : Angka pada lajur di perlakuan yang sama yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap diameter batang setelah tanaman berumur lima bulan. Pengaruh kompos
TKS dan kompos jerami padi terhadap diameter batang sudah terlihat nyata mulai umur dua sampai lima bulan, pengaruh kompos kulit buah kakao terlihat nyata mulai umur lima bulan, tetapi kompos sabut kelapa belum menunjukkan pengaruh
perlakuan kompos TKS, diikuti kompos jerami padi, kompos kulit buah kakao dan kompos sabut kelapa. Pengaruh media tumbuh sub soil : top soil (2:2) sudah
terlihat nyata sejak tanaman berumur dua sampai lima bulan. Diameter batang pada media sub soil : top soil (2:2) berbeda tidak nyata dengan diameter batang di media top soil. Kedua media memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
terhadap diameter batang dengan demikian media sub soil : top soil (2:2) dapat menggantikan fungsi top soil pada pembibitan kakao.
Pengaruh interaksi kompos limbah pertanian dan media tumbuh tidak
nyata terhadap diameter batang umur lima bulan. Tabel 10 menunjukkan bahwa walaupun pengaruh interaksi ke-duanya tidak nyata tetapi ada kecenderungan
perlakuan kompos TKS dan kompos jerami padi di berbagai media tumbuh menunjukkan diameter batang yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa kompos di media top soil).
Tabel 10. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Diameter Batang (mm) Umur 5 Bulan
K o m p o s
Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
bahwa aplikasi pupuk anorganik di berbagai media meningkatkan diameter batang dibandingkan tanpa pemberian pupuk anorganik.
Tabel 11. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik dan Media Tumbuh Terhadap Diameter Batang (mm) Tanaman Umur 5 Bulan.
Media Tumbuh*) Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Diameter batang di media sub soil yang diaplikasikan pupuk anorganik berbeda nyata dengan diameter batang di media top soil yang juga diaplikasi pupuk anorganik. Media tumbuh top soil dan media tanah sub soil : top soil (2:2)
yang sama-sama diaplikasikan pupuk anorganik menghasilkan diameter batang yang berbeda tidak nyata.
Pengaruh interaksi pupuk anorganik, kompos limbah pertanian dan
media tumbuh tidak nyata terhadap diameter batang umur lima bulan (Tabel 14). Tabel 12. Pengaruh Interaksi Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan
Media Tumbuh Terhadap Diameter Batang (mm) Umur 5 Bulan
Tanpa pupuk Diberi pupuk
Kompos Ss Ss:Ts=3:1*) Ss:Ts=2:2 Ts Ss Ss:Ts=3:1 Ss:Ts=2:2 Ts Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
Walaupun interaksi ke-duanya tidak menunjukkan pengaruh nyata tetapi ada kecenderungan diameter batang pada perlakuan pupuk anorganik lebih besar
dibandingkan dengan diameter batang tanpa pemberian pupuk anorganik. Diameter batang terbesar diperoleh pada perlakuan aplikasi pupuk anorganik dan kompos TKS di media top soil, yang sama besarnya dengan diameter batang pada
perlakuan aplikasi pupuk anorganik dan kompos TKS di media sub soil : top soil (2:2) masing–masing sebesar 12,00 mm.
Luas Daun
Hasil pengamatan dan sidik ragam luas daun terdapat pada lampiran 11
dan 12. Rata-rata luas daun tertera pada Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata Luas Daun (cm2) Perlakuan Pupuk Anorganik, Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Pada Berbagai Umur.
Umur (bulan) Keterangan : Angka pada lajur di perlakuan yang sama yang diikuti dengan notasi huruf yang
Pada Tabel 13 diketahui bahwa pengaruh pupuk anorganik sampai umur lima bulan secara konsisten tidak nyata terhadap luas daun, tetapi ada
kecenderungan sejak tanaman berumur empat bulan perlakuan aplikasi pupuk anorganik meningkatkan luas daun dibanding perlakuan tanpa pupuk anorganik. Pengaruh kompos TKS terhadap luas daun sudah terlihat mulai umur dua sampai
lima bulan, pengaruh kompos jerami padi terlihat nyata mulai umur tiga sampai lima bulan, pengaruh kompos kulit buah kakao terlihat nyata umur lima bulan, tetapi kompos sabut kelapa belum menunjukkan pengaruh yang nyata hingga
tanaman berumur lima bulan. Luas daun terbesar pada aplikasi kompos TKS diikuti kompos jerami padi, dan kompos kulit buah kakao. Sedangkan kompos
sabut kelapa dan tanpa kompos menghasilkan luas daun yang lebih rendah daripada ke-tiga kompos lainnya. Pengaruh media tumbuh sub soil : top soil (2:2) sudah terlihat nyata sejak tanaman berumur dua sampai lima bulan. Luas
daun terbesar di media top soil. Luas daun di media sub soil : top soil (2:2) berbeda tidak nyata dengan luas daun di media top soil, dengan demikian media
sub soil : top soil (2:2) memberikan pengaruh yang sama dengan media top soil terhadap luas daun.
Pengaruh interaksi kompos limbah pertanian dan media tumbuh nyata
terhadap luas daun pada umur lima bulan. Pada Tabel 14 diketahui bahwa luas daun tertinggi pada perlakuan aplikasi kompos TKS, diikuti oleh kompos jerami
berbeda nyata dengan aplikasi kompos TKS di media sub soil : top soil (2:2) terhadap luas daun.
Tabel 14. Pengaruh Interaksi Kompos Limbah Pertanian dan Media Tumbuh Terhadap Luas Daun (cm2) Umur 5 Bulan. Keterangan : Angka pada baris dan lajur yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan *) ss= sub soil ts= top soil
Aplikasi kompos jerami padi dan kompos kulit buah kakao di media sub soil : top soil (3:1) atau di media sub soil : top soil (2:2), maupun di media top soil
nyata meningkatkan luas daun dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Tetapi aplikasi kompos sabut kelapa di berbagai media tumbuh menunjukkan luas daun yang lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol, oleh karena itu
penggunaan kompos sabut kelapa pada pembibitan kakao tidak dianjurkan.
Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan media tumbuh terhadap luas daun tidak nyata pada semua umur pengamatan. Tabel 15 menunjukkan bahwa
walaupun pengaruh interaksi ke-duanya tidak nyata, tetapi ada kecenderungan aplikasi pupuk anorganik di berbagai media tumbuh meningkatkan luas daun