PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (
Theobroma cacao
L. ) DENGAN
PEMBERIAN PUPUK NPK DAN HAYATI
SKRIPSI
Oleh:
INDAH PERMATA SARI SIAGIAN / 090301118 AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (
Theobroma cacao
L. ) DENGAN
PEMBERIAN PUPUK NPK DAN HAYATI
SKRIPSI
Oleh:
INDAH PERMATA SARI SIAGIAN / 090301118 AGROEKOTEKNOLOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pertumbuhan Bibit Kakao ( Theobroma Cacao L. ) Dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati
Nama : Indah Permata Sari Siagian
Nim : 090301118
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ir. Balonggu Siagian, MS.
Ketua Anggota Ir. Jonatan Ginting, MS.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Agroekoteknologi Dr. Ir. T. Sabrina, MAgr. Sc. Ph.D
ABSTRAK
INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati,
dibimbing oleh Ir.BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. JONATAN GINTING MS. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penduduk Jalan Pasar 1 Tanjung Sari pada bulan Desember 2012 hingga April 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan Hayati pada pertumbuhan bibit kakao. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk NPK dengan 4 taraf yaitu P0 (0 gram), P1 (7,5 gram), P2 (15 gram), P3 (22,5 gram). Faktor kedua adalah pupuk hayati Biokom dengan 4 taraf B0 (0 gram), B1 (10 gram), B2 (20 gram), B3 (30 gram).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 9-17 MST, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.
ABSTRACT
INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : The Growth of Cacao (Theobroma cacao L.) Seedling by Using NPK Fertilizer and Biofertilizer, supervised by Ir.BALONGGU SIAGIAN MS and Ir. JONATAN GINTING MS.
This research was held in resident area in Tanjung Sari from December 2012 to April 2013. The objective of the research was to study the effect of NPK fertilizer, biofertilizer and its interaction on cacao growth. Experiment design used was arranged in group randomized design with 2 factor. The first factor was rate of NPK fertilizer, consisted of 4 level: 0, 7,5,15 and 22,5 g/polybag. The second factor was rate of biofertilizer, consisted 5 level : 0, 10, 20 and 30 g/polybag.
The results showed that by using biofertilizer definitely increased the amount of leaf from 9 to 17 WAP, increased shoot wet weight and shoot dry weight.
RIWAYAT HIDUP
Indah Permata Sari Siagian, lahir di Medan pada tanggal 21 November
1991 putra ketiga dari tiga bersaudara dari ayah Partano Siagian dan ibu Intan
Rajagukguk.
Pada Tahun 2003 penulis lulus dari SD Methodist-1, tahun 2006 penulis
lulus dari SMP.P.Cahaya, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Santo Thomas 1 dan
pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian
masuk bersama (UMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan
Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PTPN III Kebun Gunung
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan Pemberian Pupuk NPK dan Hayati”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Ir. Balonggu Siagian, MS, dan Ir. Jonatan Ginting, MS selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan bimbingan
berbagai masukan berharga kepada penulis selama penulisan hasil penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah
membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
rangka perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini dapat
DAFTAR ISI
Aplikasi Pemberian Pupuk Hayati Biokom sebagai Perlakuan .. 24
Pemupukan NPK sebagai Perlakuan ... 24
Pemeliharaan Tanaman ... 24
Penyiraman ... 24
Penyiangan ... 24
Pengendalian Hama Penyakit ... 24
Pengamatan Parameter... 25
Tinggi Tanaman (cm) ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28
Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Biokom Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao ... 39
Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao ... 43
Pengaruh Interaksi Pemberian Pupuk Hayati Biokom Dan Pupuk NPKTerhadap Pertumbuhan Bibit Kakao ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan tinggi tanaman pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST (cm) ... 29 2. Rataan jumlah daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk hayati
biokom (helai) pada umur 5-17 MST (helai) ... 31 3. Rataan diameter batang pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk
hayati biokom (cm) ... 33 4. Rataan total luas daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk hayati
biokom (cm2) ... 34 5. Rataan bobot basah tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk
hayati biokom (g) ... 35 6. Rataan bobot kering tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk
hayati biokom (g) ... 37 7. Rataan bobot basah akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk
hayati biokom (g) ... 38 8. Rataan bobot kering akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk Pupuk
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap jumlah daun pada umur 17 MST ... 32 2. Hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom bobot basah
tajuk (g) ... 36 3. Hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom bobot kering
30.Data sidik ragam diameter batang 5MST ... 63
42.Data sidik ragam diameter batang 17MST ... 69
43.Data total luas daun ... 70
54.Jadwal pelaksanaan penelitian ... 76
55.Analisis Tanah ... 77
56.Bagan Penelitian ... 78
ABSTRAK
INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) dengan Pemberian Pupuk NPK Dan Hayati,
dibimbing oleh Ir.BALONGGU SIAGIAN MS dan Ir. JONATAN GINTING MS. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penduduk Jalan Pasar 1 Tanjung Sari pada bulan Desember 2012 hingga April 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan Hayati pada pertumbuhan bibit kakao. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pemberian pupuk NPK dengan 4 taraf yaitu P0 (0 gram), P1 (7,5 gram), P2 (15 gram), P3 (22,5 gram). Faktor kedua adalah pupuk hayati Biokom dengan 4 taraf B0 (0 gram), B1 (10 gram), B2 (20 gram), B3 (30 gram).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 9-17 MST, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk.
ABSTRACT
INDAH PERMATA SARI SIAGIAN : The Growth of Cacao (Theobroma cacao L.) Seedling by Using NPK Fertilizer and Biofertilizer, supervised by Ir.BALONGGU SIAGIAN MS and Ir. JONATAN GINTING MS.
This research was held in resident area in Tanjung Sari from December 2012 to April 2013. The objective of the research was to study the effect of NPK fertilizer, biofertilizer and its interaction on cacao growth. Experiment design used was arranged in group randomized design with 2 factor. The first factor was rate of NPK fertilizer, consisted of 4 level: 0, 7,5,15 and 22,5 g/polybag. The second factor was rate of biofertilizer, consisted 5 level : 0, 10, 20 and 30 g/polybag.
The results showed that by using biofertilizer definitely increased the amount of leaf from 9 to 17 WAP, increased shoot wet weight and shoot dry weight.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta
berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian
besar diusahakan melalui perkebunan rakyat (± 94,01%) adalah kakao. Sampai
tahun 2010 areal kakao telah mencapai 1.650.621 Ha dengan produksi 837.918
ton dan tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan
perkebunan sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani,
penciptaan lapangan kerja petani, mendorong pengembangan agribisnis dan
agroindustri, pengembangan wilayah serta pelestarian lingkungan
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012)
Luas perkebunan kakao di Indonesia mengalami penurunan dari tahun
2007 sampai tahun 2010, yakni 106, 5 ribu ha ; 98,4 ribu ha; 95,3 ribu ha dan
menjadi 95,9 ribu ha. Begitu juga dengan produksi yang dihasilkan, semakin
menurun mulai dari 68, 600 ton; 62,913 ton; 67,602 ton dan menjadi 65, 147 ton
pada tahun 2010 (BPS, 2013).
Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kakao ditentukan oleh sifat
genetik bahan tanam serta interaksinya dengan lingkungan tempat tumbuhnya.
Produksi potensial ditentukan oleh bentuk bahan tanam yang digunakan, misalnya
berupa benih, entres, atau sel somatik. Pemilihan bibit yang berasal dari klon
tahan hama PBK (Peenggerek Batang Kakao) seperti kakao lindak sebagai sumber
bahan tanam maupun plasma nutfah merupakan salah satu modal dasar untuk
mendapat bahan tanam dengan produktivitas dan mutu hasil yang tinggi
Rendahnya produktivitas tanaman kakao merupakan masalah klasik yang
hingga kini masih sering dihadapi. Secara umum, rata rata produktivitas tanaman
kakao Indonesia sebesar 900 kg/ha/tahun. Angka ini masih jauh di bawah rata rata
potensi yang diharapkan, yakni sebesar 2.000kg/ha/tahun. Selain itu, produktivitas
tanaman kakao juga masih sangat beragam antar wilayah. Di antara faktor
penyebab rendahnya produktivitas kakao, mayoritas disebabkan antara ain karena
penggunaan bahan tanam yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang
optimal, umur tanaman, serta masalah dengan serangan hama dan penyakit
(Wahyudi, Panggabean dan Pujiyanto, 2008).
Pembibitan coklat akan berbeda pengelolaannya bila bahan yang
dimanfaatkan sebagai bibit juga berbeda. Bibit yang berasal dari biji lebih ringan
pengelolaannya daripada bibit berupa setek atau grafting. Bibit okulasi umumnya
dilakukan setelah batang bawah ditanam di areal pertanaman, tetapi bila
pelaksanaan okulasi di polybag dibutuhkan pengelolaan khusus
(Siregar, Riyadi dan Nuraeni, 2008).
Untuk mendukung pengembangan tanaman kakao agar berhasil dengan
baik, langkah awal usaha budidaya kakao yang baik adalah mempersiapkan bahan
tanam di pembibitan. Karena pembibitan merupakan pertumbuhan awal suatu
tanaman sebagai penentu pertumbuhan selanjutnya maka pemeliharaan dalam
pembibitan harus lebih intensif dan diperhatikan. Selain pemupukan, pertumbuhan
bibit kakao juga dipengaruhi jenis tanah yang digunakan sebagai media
(Syamsulbahri, 1996).
Penggunaan pupuk tunggal jika tidak berimbang dapat menyebabkan
penurunan produksi, dan kualitas hasil. Selain itu pengadaan pupuk tunggal sering
tidak serentak, sehingga menyulitkan petani untuk aplikasinya.Penggunaan pupuk
majemuk dapat menutup kekurangan pupuk tunggal. Pupuk majemuk memiliki
keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu mengandung lebih dari 2
jenis hara, lebih praktis dalam pemesanan, transportasi, penyimpanan, dan
aplikasinya di lapangan. Keuntungan lain penggunaan pupuk majemuk tersebut
adalah lebih homogen dalam penyebaran pupuk. (Purnomo, 2007).
Sehubungan dengan usaha untuk memperoleh sumber alternatif dalam
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui sumber daya
terbarukan, maka peningkatan peranan bakteri dan mikroorganisme lain yang
mampu dalam menambat N dan meningkatkan penggunaan N dan P mempunyai
peranan yang sangat penting. Kurang lebih 139 juta ton N per tahun diikat oleh
mikroorganisme. Dengan demikian, kemungkinan besar kebutuhan N yang cukup
besar dapat dipenuhi melalui rekayasa dan pemanfaatan mikroorganisme yang
bersimbiose dengan tanaman. Memadukan penggunaan pupuk kimia, pupuk
organik dan pupuk hayati akan mempunyai pengaruh nyata pada hasil tanaman
(Sutanto, 2006).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati
terhadap pertumbuhan kakao di masa pembibitan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh dari pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati serta
interaksinya terhadap pertumbuhan bibit kakao.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kakao
Dalam Poedjiwidodo (1996), klasifikasi tanaman kakao diklasifikasikan
sebagai berikut: Kingdom : Plantae , Divisi : Spermatophyta, Sub divisio :
Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Malvales, Family : Sterculiaceae,
Genus : Theobroma, Spesies : Theobroma cacao L.
Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat, yakni
mencapai 1 cm pada umur 1 minggu, 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25 cm
pada umur tiga bulan. Laju pertumbuhannya kemudian melambat dan untuk
mencapai panjang 50 cm diperkirakan memakan waktu dua tahun. Kedalaman
akar tunggang menembus tanah dipengaruhi oleh kondisi air tanah dan struktur
tanah. Pada tanah yang jeluknya dalam dan berdrainase baik, akar tunggang kakao
dewasa mencapai kedalaman 1,0-1,5 m (Wahyudi, dkk, 2008).
Kakao adalah tanaman dengan sebagian besar akar lateralnya (mendatar)
berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah 0-30 cm.
Jangkauan jelajah akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk
(Widya, 2008).
Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar satu tahun
dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, pertumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian
membentuk perempatan (jorket/jorquette). Tinggi rendah jorket tergantung pada
kualitas bibit, kesuburan tanah, dan intensitas cahaya yang diterima. Jorket
merupakan tempat perubahan pola percabangan, yakni dari tipe ortotrop ke
Daun kakao berbentuk bulat memanjang, ujung daun meruncing, pangkal
daun runcing dan berwarna hijau. Warna hijau daun disebabkan oleh kandungan
kloroflas di dalam sel sel daun. Di dalam kloroflas terdapat klorofil. Secara
morfologi, daun kakao memiliki bagian bagian helai daun dan tangkai daun. Pada
tangkai daun terdapat bagian yang menempel pada batang yang disebut pangkal
tangkai daun. Kakao hanya memiliki satu daun pada tangkainya, sehingga kakao
sering disebut memiliki daun tunggal ( Widya, 2008 ).
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama
lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkar yang tersusun
dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 tangkai sari yang fertil, dan 5 daun buah yang
bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan (Susanto, 1994).
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit
buah mempunyai 10 alur dan tebalnya 1-2 cm. pada waktu muda, biji menempel
pada bagian dalam kulit buah, tetapi bila buah telah matang maka biji akan
terlepas dari kulit buah. Buah yang semikian akan berbunyi bila digoncang
(Siregar, dkk, 2008).
Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp yang berwarna putih dan
rasanya manis. Pulp tersebut mengandung zat penghambat perkecambahan,
namun karena biji kakao tidak memiliki masa dorman maka seringkali biji dalam
atau testa, dua kotiledon yang saling melipat, dan embrio yang terdiri dari
epikotil, hipokotil dan radikula (Susanto, 1994).
Theobroma cacao dibagi kedalam dua subjenis yaitu T. cacao cacao dan T.cacao sphaerocarpum. Subjenis T.cacao sphaerocarpum anggotanya merupakan kakao lindak (bulk cocoa). Subjenis ini jauh lebih banyak diusahakan
pekebun daripada subjenis T. cacao cacao. Bila dibandingkan dengan subjenis T.cacao cacao, pertumbuhan tanamannya lebih gigas (vigorous), kuat, lebih tahan hama dan penyakit, serta lazimnya menunjukkan produktivitas yang tinggi.
Permukaan kulit buah relatif halus karena alur alurnya dangkal. Kulit buah ini
tipis tetapi keras/liat. Bentuk biji anggota subjenis T.cacao sphaerocarpum adalah lonjong (oval), pipih dan kecil, serta kotiledon berwarna ungu gelap. Mutu biji
beragam, tetapi lebih rendah daripada subjenis T.cacao cacao. Kelompok Forastero termasuk dalam subjenis ini (Wahyudi, dkk, 2008).
Keunggulan kakao lindak antara lain : produksi tahun kelima dapat
mencapai 1,5-3,0 ton/ha/tahun biji kering, mutu hasil sesuai dengan keinginan
konsumen, berat biji kering kurang lebih 1,0 gram, kandungan lemak lebih dari
50% dan persentase kulit ari kurang lebih 12% , toleran terhadap penyakit busuk
buah (Phytophthora palmivora), penyakit antraknose (Colletotrichum), dan VSD
(Oncobasidium theobromae), beradaptasi cukup luas terhadap ketinggian tempat
dan dapat dibudidayakan dari 0-650 m dari permukaan laut (Susanto, 1994).
Criollo termasuk kakao yang bermutu tinggi atau kakao mulia/edel cacao
atau fine flavour cacao. Criollo memiliki cicri ciri sebagai berikut: (a) bentuk
bijinya bulat, keping biji (kotiledon) putih, (b) daya hasil lebih rendah daripada
rendah. Tunas-tunas muda umumnya berbulu, (d) relatif lebih gampang diserang
hama dan penyakit, dan (e) masa berbuah lambat (Widya, 2008).
Syarat Tumbuh
Iklim
Faktor suhu sangat berhubungan dengan tinggi tempat.Pada umumnya
kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari 300 m dpl. Suhu maksimal untuk
kakao sekitar 300 C – 320 C, sedangkan suhu minimum sekitar 180 C – 210 C. bila
suhu terlalu tinggi menyebabkan hilangnya dominansi apikal, dan tunas ketiak
daun tumbuh menjadi daun kecil – kecil. Sedangkan suhu yang terlalu rendah
menyebabkan daun seperti terbakar dan bunga mengering (Susanto, 1994).
Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang dengan kelembaban tinggi
dan konstan, yakni diatas 80%. Nilai kelembapan ini merupakan mikroklimat
hutan tropis yang dapat menjaga kestabilitas tanaman. Kelembapan tinggi bisa
mengimbangi evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang
rendah. (Wahyudi, dkk, 2008).
Kakao tergolong sebagai tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada
suhu daun rendah. Fotosintesis maksimun diperoleh pada saat penerimaan cahaya
pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam
fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran
3-30 % dari cahaya matahari penuh atau pada 15 % dari cahaya matahari penuh.
Hal itu berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila
cahaya matahari yang diterima lebih banyak (Siregar, dkk, 2008).
Sebagai tanaman C3, kakao memiliki laju fotorespirasi tinggi, yaitu
suhu udara. Di daerah tropis ideanya laju fotorespirasi mencapai 40%. Tidak
seperti fotosintesis, fotorespirasi tidak menghsilkan energi energi yang bermanfaat
bagi tanaman sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu,
upaya menekan laju fotorespirasi identik dengan upaya meningkatkan
produktivitas, diantaranya dengan pemberian naungan. Di pihak ain 1 unit glukosa
menghasilkan 0,85 unit selulosa atau 0,36 unit lipida (Wahyudi, dkk, 2008).
Pada kondisi optimum, laju fotosintesis tanaman kakao mencapai 7,5 mg
CO2 per dm2 luas daun atau ekuivalen dengan 60 mg per dm2 per hari dengan
asumsi fotosintesis berlangsung dari pukul 08.00–16.00. Tanaman kakao memiliki
kemampuan untuk menyerap CO2 sebesar 80.000 kg/ha/tahun dengan melepaskan
CO2 sebesar 63.000 kg/ha/tahun sehingga serapan bersih tiap tahun mencapai
73.000 kg/ha/tahun untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan luas lahan kakao
di Indonesia yang mencapai 1.563.423 ha akan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penyerapan karbon di udara
(Yuliasmara, Wibowo dan Prawoto, 2009).
Curah hujan adalah faktor iklim terpenting dalam budidaya kakao.
Tanaman kakao membutuhkan curah hujan yang sebaranya merata atau curah
hujan tahunannya lebih besar dari evapotranspirasinya. Kisaran curah hujan yang
ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 1500-2500 mm/tahun
(Wahyudi, dkk, 2008). Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,0 –
8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0 – 7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah
kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn
dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan
demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.
Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air
dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar
(Siregar, dkk, 1997).
Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi pada jenis tanah ultisol
yang dikenal dengan solum tanahnya antara 1,3-5,0 m, tanah podsolik merah
hingga kuning, teksturnya lempung berpasir sampai lempung liat, gembur,
kandungan haranya rendah, tanah andosol dapat dikenal dengan solum tanah yang
tebal antara 1-2 m, berwarna hitam kelabu sampai kakao tua (Widya, 2008).
Media tanam
Ada 4 fungsi media tanah yang harus mendukung pertumbuhan tanaman
yang baik yaitu, sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
tersedia bagi tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara atmosfer di atas
media, dan terakhir harus dapat menyokong tanaman (Brady dan Weil, 2008).
Lapisan tanah bawah (sub soil) akan muncul bila lapisan tanah atas (top
soil) hilang. Secara kasar dapat dinyatakan bahwa subsoil ini tidak subur, selain
karena bahan bahan organik dan sebagian zat mineral telah hilang, juga karena
mikroflora dan mikrofauna tidak ada. Sebagian dari zat mineral yang tersisa
tanaman dan ketersediaannya masih terikat oleh koloida-koloida pembentuk
tanah (Kartasapoetra, 1988).
Bahan organik merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah.
Selain unsur nitrogen, bahan organik mengandung pula unsur-unsur lain terutama,
C, P, S dan unsur-unsur mikro. Selain dari bahan organik, nitrogen dalam tanah
juga berasal dari pengikatan oleh mikroorganisme dan nitrogen udara, antara lain:
bersimbiosis dengan tanaman leguminosa, yaitu oleh bakteri bintil akar atau
Rhizobium, dan bakteri yang hidup bebas (nonsimbiotik), yaitu: Azotobacter (aerobic) dan Clostridium (anaerobic), serta berasal dari pupuk, misalnya Urea, ZA dan lain-lain, dan juga hujan (Hardjowigeno, 2003).
Menurut Soepardi (1983) dalam Jamilah (2003) menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, kotoran cair, bahan amparan
dan sisa makanan. Pemberian pupuk kandang bermanfaat untuk meningkatkan
kandungan bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan
ketersediaan hara. Di antara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapilah yang
mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, pupuk kandang sapi dapat
memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro
bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah,
meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah,
memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada
tanah.
Adapun komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik yang
(0,5 – 0,8 %), C organik (10,0 – 11,0 %), MgO (0,5 – 0,7 %), dan C/N ratio (14,0
– 18,0) (BPTP, 2003).
Dari hasil penelitian Banjarnahor (1998) menunjukkan bahwa pemberian
pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap C- tanah. Rataan total C- tanah
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis perlakuan pupuk kandang yang
diberikan akan semakin meningkatkan kandungan C tanah. Sedangkan
penambahan bahan organik terhadap sifat biologi tanah akan meningkatkan
aktifitas mikroorganisme, dalam menguraikan bahan organik juga meningkat,
dengan demikian unsur hara yang terdapat dalam tanah menjadi tersedia bagi
tanaman.
Ultisol
Tanah Ultisol memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1-4,8).
Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm) umumnya rendah
sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang
rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan
atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar yang rendah, kandungan
K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100g tanah di semua lapisan termasuk rendah, dapat
disimpulkan potensi kesuburan alami tanah Ultisol sangat rendah sampai rendah
(Subagyo, Nata dan Siswanto, 2000).
Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian
basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena
proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol
yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada
kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation
hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu,
peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah
(ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik
(Prasetyo, dan Suriadikarta, 2006).
Tanah ini merupakan tanah yang mengalami pelapukan lanjut dan berasal
dari bahan induk yang sangat masam. Mempunyai stabilitas tanah yang buruk
sehingga peka terhadap erosi, permeabilitas lambat hingga sedang, mengalami
pencucian liat yang tinggi, konsistensi teguh hingga gembur, semakin kebawah
semakin pejal, agregat berselaput liat sering ada konkresi besi dan sedikit kwarsa,
mempunyai suhu tanah yang cukup panas (lebih dari 800C) (Hardjowigeno, 1993).
Pupuk NPK
Pada masa vegetatif tanaman buah semusim sedang membentuk tubuhnya
agar menjadi tanaman yang sehat dan kuat sehingga ia menyerap nutrien atau
makanan sebanyak-banyaknya. Pertumbuhan ukuran lingkar batang, panjang dan
jumlah tunas batang baru berlangsung dengan cepat. Dalam masa pertumbuhan
tanaman buah, sepeti juga pada manusia dan hewan, membutuhkan protein untuk
membangun tubuhnya. Protein dibentuk dari unsur nitrogen. Contoh pupuk yang
banyak dibutuhkan untuk masa vegetatif adalah urea, NPK (15-15-15), pupuk
kandang dan humus (Prihmantoro, 1997).
Nitrogen diperlukan untuk prtumbuhan vegetatif (pertumbuhan daun dan
batang), meningkatkan kadar protein tanaman, juga untuk berkembangnya
atau amonium, yang berpengaruh mempercepat sintesis karbohidrat menjadi
protein (Isnaini, 2006).
Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting dalam
tanaman. Sekira 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup
dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh
tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein.
Nitrogen juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil,
asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif
besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman, khususnya pada tahap
pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas, atau perkembangan batang
dan daun. Memasuki tahap pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen mulai
berkurang. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan tanaman yang baik
tidak akan terjadi (Novizan, 2002).
Pemupukan Nitrogen akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein,
dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa, dan
pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi karbohidrat dan karbohidrat ini akan
disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman kekurangan unsur Nitrogen.
Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif, pemupukan N harus
diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pembentukan senyawa N organik
tergantung pada imbangan imbangan ion lain, termasuk Mg untuk pembentukan
klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat. Penyerapan N nitrat untuk
sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+
Fosfor (P) penting untuk pertumbuhan akar, mempercepat pendewasaan
tanaman, dan mempercepat pembentukan buah dan biji serta meningkatkan
produksi. Sumber fosfat yang di dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu batu
kapur fosfat, sisa-sisa tanaman dan bahan organik lainnya, pupuk buatan (double
fosfat, super fosfat dan lainnya). Perubahan fosfor organik menjadi fosfor
anorganik dilakukan oleh mikroorganisme (Isnaini, 2006).
Di dalam metabolisme tanaman fosfor memegang peranan langsung
sebagai pembawa energi. Fungsi ini dimungkinkan karena adanya beberapa ikatan
yang melalui proses hidrolisis dapat menghasilkan energi. Senyawa fosfor yang
mempunyai energi tinggi dan mempunyai potensi menyimpan dan melepaskan
energi untuk proses proses metabolisme di dalam tanaman disebut Adenosin Tri
Fosfat (ATP). Di dalam proses oksidasi terjadi pembebasan energi, dimana
sebagian energi bebas berupa panas dan sebagian lagi ditangkap oleh molekul
ADP yang kemudian menjadi ATP. Secara fisik ATP memegang peranan dalam
hal mengahasilkan panas, cahaya dan gerak, secara kimia peranannya dapat dilihat
dalam proses fotosintesis dan respirasi
(Damanik, dkk, 2011).
Fosfor terdapat pada seluruh sel hidup tanaman. Beberapa fungsi fosfor
adalah membentuk asam nukleat, menyimpan serta memindahkan energi
Adenosin Tri Phosphat dan Adenosin Di Phosphat, merangsang pembelahan sel,
dan membantu proses asimilasi dan respirasi (Novizan, 2002).
Kalium berperan meningkatkan resistensi terhadap penyakit tertentu dan
meningkatkan pertumbuhan perakaran. Kalium cenderung menghalangi kerebahan
berpengararuh mencegah kematangan yang dipercepat oleh hara fosfor. Secara
umum kalium berfungsi menjaga keseimbangan, baik pada nitrogen maupun pada
fosfor (Damanik, dkk, 2011).
Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam
jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Kalium banyak terdapat
dalam sitoplasma; garam kalium berperanan dalam tekanan osmose sel. Dalam
sitoplasma kisaran konsentrasi K relatif sempit, yaitu 100 – 120 mM dan dalam
kloroplas lebih bervariasi, yaitu 20- 200 mM. Peranan K dalam mengatur turgor
sel diduga berkaitan dengan konsentrasi K dalam vakuola
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kalium memegang peranan
penting dalam peristiwa peristiwa fisiologis berikut : (1) metabolisme karbohidrat,
pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, translokasi (pemindahan) gula
pada pembentukan pati dan protein (2) metabolisme protein dan sintesis protein,
(3) mengawasi dan mengatur aktivitas berbagai unsur mineral, (4) mengaktifkan
berbagai enzim, (5) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, (6)
mengatur membuka dan menutup stomata dan hal hal yang berkaitan dengan air
(Damanik, dkk, 2011).
Berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman kakao pada beberapa tahap
pertumbuhan, sekitar 200 kg N, 250 kg P, 300 kg K, dan 140 kg Ca per hektar
dibutuhkan untuk membentuk kerangka dan kanopi kakao sebelum tanaman mulai
berbuah. Rekomendasi dosis umum pemupukan tanaman kakao pada fase bibit
(5-6 bulan) adalah 2 gr/bibit N, 2 gr/bibit P2O5, 2 gr/bibit K2O dan 1 gr/bibit MgO
Pupuk Hayati
Mikroba yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dikenal
sebagai pupuk hayati atau biofertilizer (pupuk mikroba= microbial fertilizer).
Prinsip aplikasi pupuk hayati ialah menempatkan mikroba terpilih (inokulasi)
pada biji (benih) atau perakaran (bibit) dalam jumlah banyak untuk menekan
invasi mikroba pribumi (indigenous). Invasi dan kolonisasi awal dari mikroba
yang berasal dari pupuk hayati (inokulan) akan meningkatkan daya saing mikroba
tersebut terhadap mikroba pribumi, sehingga inokulan mempunyai kesempatan
untuk membantu penyediaan hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Husen dan Saraswati, 2009).
Pupuk hayati mempunyai perbedaan besar dibandingkan dengan pupuk
kimia baik ditinjau dari respons terhadap tanaman maupun dampak lingkungan.
Pupuk hayati tidak dengan segera memberika hara pada tanman sedangkan pupuk
kimia dapat langsung menyediakan hara bagi tanaman. Respons tanaman terhadap
pupuk hayati berlangsung lambat sedangkan respon tanaman terhadap pupuk
kimia berlangsung cepat. Pupuk hayati tidak memberikan dampak yang berbahaya
bagi lingkungan bila diberikan dalam jumlah banyak, sedangkan pupuk kimia
dapat berbahaya bagi lingkungan apabila diberikan secara berlebihan
(Damanik, dkk, 2011).
Berbagai jenis pupuk hayati dengan beragam komposisi mikroba telah
beredar di pasar. Mikroba perombak bahan organik telah tersedia secara
komersial, seperti EM-4 dan M-Dec, demikian pula halnya pupuk mikroba
penyubur tanah seperti BioNutrient, Emas, dan Biokom. Kemampuan mikroba
dan K tak tersedia menjadi tersedia, menghasilkan zat pemacu tumbuh,
menghasilkan zat anti patogen dan mampu merombak bahan organik di dalam
tanah sangat berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan
meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk hayati Biokom mengandung mikroba
Azospirillum sp 7,0 x 107 cfu/ g, Azotobacter sp 5,0 x 107 cfu/ g, Rhizobium sp 2,6 x 107 cfu/ g, Bacillus sp 2,5 x 106 cfu/ g, dan Aspergillus niger 7,0 x 105 propagul/ g(Husen dan Saraswati, 2009).
Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis
yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat penomposan dan
meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan
keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Mikroorganisme yang umum
berasosiasi dalam tumpukan sampah ada yang berupa bakteri dan fungi. Dari
golongan bakteri yakni Pseudomonas spp., Achromobacter spp., Bacillus spp., Flavobacterium spp., Clostridium spp., Streptomyces spp. Dari golongan fungi yakni Alternaria Spp., Clasdosporium spp., Aspergillus spp., Penicillium spp., Humicola spp. Kelompok cendawan menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi
senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar yang
menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar tanaman
(Simanungkalit, dkk, 2006).
Kompleksitas mekanisme Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman
(RPPT) memacu pertumbuhan tanman banyak dilaporkan. Pada awalnya para ahli
percaya bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan
hasil penambatan N2. Namun kemudian diketahui bahwa ternyata ada faktor lain
yang turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan tanaman yakni hormon AIA
(asam indol asetat) yang dihasilkan bakteri tersebut (Simanungkalit, dkk, 2006). Salah satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan
substansi zat pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat
memacu pertumbuhan akar adalah Azotobacter sp. Kemampuan Azotobacter dalam menambat N2 dan menghasilkan zat pengatur tumbuh ini dapat
memberikan keuntungan tersendiri. Keuntungan tersebut diantaranya adalah
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan penduduk Pasar 1 Tanjung Sari,
Medan yang berada pada ketinggian ± 25 meter di atas permukaan laut. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah benih kakao lindak
(Theobroma cacao L.) dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, pupuk NPK dan pupuk hayati Biokom sebagai objek perlakuan, polybag ukuran 25 x 30
cm sebagai tempat media tanam, tanah sub soil ultisol dan pupuk kandang sapi
sebagai media tanam, bambu sebagai tiang naungan, rumbia sebagai atap
naungan, label sebagai penanda tiap perlakuan dan pacak sampel sebagai penanda
tiap sampel.
Alat yang digunakan pada penelitian adalah timbangan untuk menimbang
pupuk, pacak bambu untuk membuat plot, alat tulis dan kertas untuk mencatat
data, gembor untuk menyiram, handsprayer untuk memupuk, cangkul untuk
mengolah lahan, beko untuk mengangkut tanah dan pasir saat pengecambahan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I : Perlakuan pemberian pupuk NPK dengan 4 taraf, yaitu:
P0 = Tanpa Pupuk
P1 = 7,5 gr/polibag
P3 = 22,5 g / polybag
Faktor II : Pupuk Hayati Biokom dengan 4 taraf, yaitu :
B0 = tanpa pupuk
B1 = 10 g / polybag
B2 = 20 g / polybag
B3 = 30 g / polybag
Sehingga diperoleh16 perlakuan kombinasi yaitu:
P0B0 P1B0 P2B0 P3B0
P0B1 P1B1 P2B1 P3B1
P0B2 P1B2 P2B2 P3B2
P0B3 P1B3 P2B3 P3B3
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah perlakuan : 16 perlakuan
Jumlah tanaman / petak : 5 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 240 tanaman
Jumlah sampel per petak : 4 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 192 tanaman
Jarak antar plot : 50 cm
Jarak antar blok : 80 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan rancangan acak
kelompok 2 faktorial berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yijk = µ+ρi+αj+βk+(αβ)jk+εijkl
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3,4
Dimana:
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan pemberian pupuk
NPK taraf ke-j dan Pupuk Hayati pada taraf ke-k
μ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK pada taraf ke-j
βk = Pengaruh perlakuan pemberian Pupuk Hayati pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian pupuk NPK pada
taraf ke-j dan Pupuk Hayati pada taraf ke-k
εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pemberian
pupuk NPK pada taraf ke-j dan pupuk Hayati pada taraf ke-k
Jika hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata maka analisis dilanjutkan
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Areal
Areal penelitian dibersihkan. Lahan diukur dan dilakukan pembuatan
petak penelitian dengan ukuran 80 cm x 80 cm dengan jarak antar petak penelitian
50 cm dan jarak antar blok 80 cm.
Persiapan Naungan
Dibuat naungan dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap
memanjang utara-selatan dengan ukuran panjang 24 m, lebar 8 m, tinggi 1,5 m di
sebelah timur dan 1,2 m di sebelah barat.
Persiapan media pembibitan di polybag
Media tanam yang digunakan adalah campuran sub soil ultisol dan pupuk
kandang sapi dengan perbandingan 4:1 yang diisi ke dalam polibag
ukuran 25 x 30 cm.
Pengecambahan Benih
Bedengan perkecambahan dibuat dengan media pasir setebal ± 15 cm,
dibuat arah utara-selatan. Benih didederkan dengan mata embrio menghadap pusat
bumi dengan jarak antar benih 2 cm x 3 cm pada bedengan perkecambahan.
Penanaman Kecambah
Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai
tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag ditanam satu
kecambah, dengan radikula menghadap kebawah. Polibag yang telah ditanam
Aplikasi pemberian pupuk Hayati Biokom sebagai perlakuan
Aplikasi pupuk hayati Biokom dilakukan seminggu sebelum penanaman.
Aplikasi dilakukan dengan cara mencampurkan pupuk hayati biokom ke dalam
media yang terdapat di polibag sesuai dengan taraf perlakuan yaitu 0, 10, 20 dan
30 gram.
Pemupukan NPK sebagai perlakuan
Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk NPK sesuai taraf
perlakuan yaitu 0, 7,5 , 15, dan 22,5 gram. Pemupukan dilakukan mulai 5 MST
hingga 14 MST dengan interval 3 minggu, masing masing seperempat dosis/taraf
perlakuan.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau
sesuai dengan kondisi hujan di lapangan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang
tumbuh dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di
plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
insektisida Matador 25 EC dan fungisida Dithane M 45 dengan konsentrasi 2 g/l
Pengamatan Parameter
Tinggi bibit (cm)
Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar
hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 5 MST hingga 17 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali.
Jumlah daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka
sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka ditandai telah
terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran
jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 5 MST hingga 17 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali.
Diameter batang (cm)
Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah
pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
pada dua bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian
dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 5 MST hingga 17 MST
dengan interval pengamatan dua minggu sekali.
Total Luas Daun (cm2)
Dari 4 Sampel yang ada, dipilih 1 sampel dengan pertumbuhan yang
seragam untuk diukur total luas daunnya. Luas seluruh daun dari 1 bibit sampel
yang telah dipilih kemudian ditotalkan sehingga diperoleh total luas daun.
persamaan yang dibuat oleh Asomaning dan Locard dalam Sunarwidi (1982) yaitu :
Log Y = -0,495 + 1,904 log x
Dimana : Y = Luas Daun (cm2)
X = panjang daun (cm)
Bobot basah tajuk (g)
Pengukuran bobot basah tajuk dilakukan pada akhir penelitian dengan
mengambil bagian atas tanaman yang terdiri dari batang dan daun-daun pada
tanaman kakao. Kemudian tajuk dibersihkan dan ditimbang dengan timbangan
analitik. Pengambilan tajuk dipilih 1 dari 4 sampel yang tersedia dimana bibit
sampel yang dipilih tersebut memiliki pertumbuhan yang seragam.
Bobot kering tajuk (g)
Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian. Tajuk dibersihkan
kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang diberi label sesuai perlakuan
dan telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 24 jam di
dalam oven hingga bobot keringnya konstan. Pengambilan tajuk dipilih 1 dari 4
sampel yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut memiliki
pertumbuhan yang seragam.
Bobot basah akar (g)
Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian, dibersihkan dan kemudian
ditimbang dengan timbangan analitik. Pengambilan akar dipilih 1 dari 4 sampel
yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut memiliki pertumbuhan
Bobot kering akar (g)
Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan
kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang diberi label sesuai perlakuan
dan telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 24 jam di
dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat penimbangan. Pengambilan akar
dipilih 1 dari 4 sampel yang tersedia dimana bibit sampel yang dipilih tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan data hasil sidik ragam (Lampiran Tabel 1-52) diperoleh
bahwa pemberian pupuk hayati biokom berpengaruh nyata terhadap parameter
jumlah daun pada 9,11,13,15, dan 17 MST dan berpengaruh nyata terhadap bobot
basah tajuk dan bobot kering tajuk. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman, diameter batang, luas daun, bobot basah akar dan bobot kering akar.
Pemberian pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap seluruh parameter.
Interaksi pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak
nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas
daun, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk dan berat kering akar.
Tinggi Tanaman (cm)
Data tinggi tanaman dan hasil sidik ragam pada 5-17 MST dapat dilihat
pada Lampiran Tabel 1 sampai 14. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa
pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom dan interaksi pemberian
pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
tanaman. Rataan tinggi tanaman dengan pemberian pupuk NPK dengan pupuk
hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan rataan tinggi tanaman pada taraf perlakuan pupuk
NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 35,83 cm dan cenderung lebih
rendah pada taraf P0 sebesar 35,34 cm. Rataan tinggi tanaman pada taraf
perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B2 sebesar
Tabel 1. Rataan tinggi tanaman pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST(cm)
Pupuk NPK (g)
Pupuk Hayati Biokom (g)
Jumlah Daun (helai)
Data jumlah daun dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 15 sampai 28. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
hayati biokom berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun pada 9-17
MST. Tetapi pemberian pupuk NPK dan interaksi pemberian pupuk NPK dengan
pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah daun.
Rataan jumlah daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada
umur 5 - 17 MST dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun tertinggi pada umur 9
MST terdapat pada taraf perlakuan B3 (8,98 helai) berbeda nyata dengan B2
(8,42), B1 (8,29) dan B0 (8,00). Tetapi taraf B2, B1 dan B0 berbeda tidak nyata
satu sama lain. Pada umur 11 MST tertinggi pada perlakuan B3 (11,56 helai)
berbeda nyata dengan B2 (11,06), B1 (10,31) dan B0 (10,25). Taraf B2 berbeda
nyata dengan BO tetapi berbeda tidak nyata dengan B1. Pada umur 13 MST taraf
perlakuan B3 (13,25helai) berbeda nyata dengan B2 (12,35), B1 (11,71) dan B0
(11,35). Taraf B2 berbeda nyata dengan B0 tetapi berbeda tidak nyata dengan
B1. Pada Umur 15 MST taraf B3 (13,83 helai) berbeda tidak nyata dengan B2
(13,67), tetapi berbeda nyata dengan B1 (12,56) dan B0 (12,33). Taraf B1
berbeda tidak nyata dengan B0. Dan pada umur 17 MST tertinggi pada perlakuan
B3 (16,54 helai) berbeda nyata dengan B2 (15,46), B1 (13,38) dan B0 (13,17).
Taraf B2 berbeda nyata dengan B1 dan BO tetapi taraf B1 berbeda tidak nyata
Tabel2. Rataan jumlah daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST(helai)
Pupuk NPK (g)
Pupuk Hayati Biokom (g)
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom
terhadap bobot basah tajuk dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap jumlah daun 17 MST.
Berdasarkan Gambar 1 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian
beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap jumlah daun menunjukkan pola
linear positif. Hal ini berarti semakin tinggi dosis pupuk hayati biokom yang
diberikan dapat meningkatkan pertumbuhan jumlah daun tanaman.
Diameter Batang (cm)
Data diameter batang dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 29 sampai 42. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK
dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang
ŷ= 0,122x + 12,80
Dosis Pupuk Hayati Biokom (g)
y
Rataan diameter batang dengan pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom
pada umur 5 - 17 MST dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan diameter batang pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom pada umur 5-17 MST(cm)
Pupuk NPK (g)
Pupuk Hayati Biokom (g)
P3(22,5) 0,66 0,59 0,63 0,62 0,63
Rataan 0,61 0,60 0,62 0,63
Tabel 3 menunjukkan rataan diameter batang pada taraf pemberian pupuk
NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 0,63 cm dan cenderung lebih
rendah pada taraf P0 sebesar 0,59 cm. Rataan diameter batang pada taraf
perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar
0,63 cm dan cenderung lebih rendah pada taraf B1 sebesar 0,60 cm.
Total Luas Daun (cm2)
Data total luas daun dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 43 sampai 44. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
NPK, pemberian pupuk hayati biokom, dan interaksi pemberian pupuk NPK
dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun.
Rataan luas daun dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk hayati
biokom dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan total luas daun pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (cm2)
Pupuk NPK (g)
Pupuk Hayati Biokom (g)
Rataan
Rataan 1235,49 1020,49 1201,24 1295,93
Tabel 4 menunjukkan rataan total luas daun pada taraf pemberian pupuk
NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 1196,97 cm2 dan cenderung
lebih rendah pada taraf P0 sebesar 1177,96 cm2. Rataan total luas daun pada taraf
perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar
Bobot Basah Tajuk (g)
Data bobot basah tajuk dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 45 sampai 46. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK
dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk
Rataan bobot basah tajuk dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk
hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan bobot basah tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)
Pupuk NPK (g)
Pupuk Hayati Biokom (g)
Rataan
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan bobot basah tajuk tertinggi
terdapat pada taraf B3 (32,90 g) berbeda nyata dengan B2 (27,46), B1 (26,90)
dan terendah pada B0 (25,93). Taraf B2, B1 dan B0 berbeda tidak nyata satu
sama lain.
Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom
Gambar 2. Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot basah tajuk (g).
Berdasarkan Gambar 2 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian
beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot basah tajuk menunjukkan
pola linear positif. Hal ini berarti semakin tinggi dosis pupuk hayati biokom yang
diberikan dapat meningkatkan pertumbuhan bobot basah tajuk tanaman.
Bobot Kering Tajuk (g)
Data bobot kering tajuk dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran Tabel 47 sampai 48. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa
pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi
pemberian pupuk NPK dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata
terhadap bobot kering tajuk. Rataan bobot kering tajuk dengan pemberian pupuk
hayati biokom dan pemberian pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 6.
ŷ= 0,214x + 25,07
Dosis Pupuk Hayati Biokom (g)
y
Tabel 6. Rataan bobot kering tajuk pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)
Pupuk NPK Pupuk Biokom Rataan
B0 (0) B1(10) B2 (20) B3 (30)
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan bobot kering tajuk tertinggi
terdapat pada taraf B3 (12,44 g) berbeda nyata dengan B2 (9,39), B1 (8,99) dan
terendah pada B0 (8,23). Taraf B2, B1 dan B0 berbeda tidak nyata satu sama
lainnya.
Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom
terhadap bobot kering tajuk dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik hubungan pemberian beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot kering tajuk (g).
ŷ= 0,130x + 7,808
Dosis Pupuk Hayati Biokom (g)
Berdasarkan Gambar 3 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian
beberapa dosis pupuk hayati biokom terhadap bobot kering tajuk menunjukkan
pola linear positif. Hal ini berarti semakin tinggi dosis pupuk hayati biokom yang
diberikan dapat meningkatkan pertumbuhan bobot kering tajuk tanaman.
Bobot Basah Akar (g)
Data bobot basah akar dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 49 sampai 50. Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian pupuk
NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK
dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar.
Rataan bobot basah akar dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk
hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan bobot basah akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)
Tabel 7 menunjukkan rataan bobot basah akar pada taraf pemberian
pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 7,17 g dan cenderung
lebih rendah pada taraf P0 sebesar 5,54 g. Rataan bobot basah akar pada taraf
perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar
7,67 g dan cenderung lebih rendah pada taraf B1 sebesar 6,49 g.
Bobot Kering Akar (g)
Data bobot kering akar dan hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran
NPK, pemberian pupuk hayati biokom , dan interaksi pemberian pupuk NPK
dengan pupuk hayati biokom berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.
Rataan bobot kering akar dengan pemberian pupuk NPK dan pemberian pupuk
hayati biokom dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan bobot kering akar pada pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati biokom (g)
Pupuk NPK (g)
Pupuk Hayati Biokom (g)
Rataan
Tabel 8 menunjukkan rataan bobot kering akar pada taraf pemberian
pupuk NPK yang cenderung lebih tinggi yaitu P3 sebesar 2,77 g dan cenderung
lebih rendah pada taraf P0 sebesar 2,08 g. Rataan bobot kering akar pada taraf
perlakuan pupuk hayati biokom yang cenderung lebih tinggi yaitu B3 sebesar
2,84 g dan cenderung lebih rendah pada taraf B2 sebesar 2,19 g.
Pembahasan
Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Biokom Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
Dari data dan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
pupuk hayati biokom pada berbagai taraf berpengaruh nyata pada parameter
jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk. Hal ini disebabkan karena
di dalam pupuk hayati biokom terdapat mikroba mikroba yang berperan dalam
merombak bahan organik. Mikroba mikroba pupuk hayati biokom dapat berperan
aktif dengan adanya pupuk kandang sapi karena adanya kandungan c organik dari
Mikroba mikroba tersebut dapat memepercepat proses dekomposisi dari pupuk
kandang sapi yang digunakan, sehingga C/N dari pupuk kandang sapi mendekati.
Dengan C/N yang mendekati 12 maka mikroba mikroba tersebut dapat
melepaskan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk kandang sapi yakni, N (0,7
– 1,3 %), P2O5 (1,5 – 2,0 %), K2O (0,5 – 0,8 %), C organik (10,0 – 11,0 %), dan
MgO (0,5 – 0,7 %) sehingga membantu memenuhi unsur hara yang dibutuhkan
bibit kakao sebesar 2 gr/bibit N, 2 gr/bibit P2O5, 2 gr/bibit K2O, dan 1 gr/bibit
MgO. Aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dapat membantu dalam
menggemburkan tanah, memperbaiki terkstur dan struktur tanah, meningkatkan
porositas, aerasi, sifat fisik dan biologi tanah menjadi lebih baik. Hal inilah yang
memudahkan perakaran tanaman menyerap unsur hara yang terdapat di dalam
tanah dengan sangat baik. Menurut Banjarnahor (1998) pemberian pupuk kandang
berpengaruh sangat nyata terhadap C- tanah. Rataan total C- tanah menunjukkan
bahwa semakin meningkatnya dosis perlakuan pupuk kandang yang diberikan
akan semakin meningkatkan kandungan C tanah. Sedangkan penambahan bahan
organik terhadap sifat biologi tanah akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme,
dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara
yang terdapat dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman.
Peranan pupuk hayati mampu meningkatkan pertumbuhan jumlah daun
pada tanaman kakao. Selain karena telah terombaknya unsur hara dari pupuk
kandang sapi oleh mikroba mikroba yang berasal dari pupuk hayati biokom, hal
ini juga dapat disebabkan karena peranan mikroorganisme Azotobacter sp yang dapat membantu penyediaan hara N yang diambil dari udara bebas. Bakteri ini
mengubahnya menjadi N tersedia. Dengan tercukupinya N yang diserap tanaman
maka pertumbuhan tanaman pun meningkat khususnya dalam meningkatkan
petumbuhan jumlah daun. Tanaman menyerap unsur hara N ini melalui akar. Akar
dengan aktif mencari sumber energi untuk memacu pertumbuhan tanaman dan
memberikan kelangsungan hidup tanaman. Bakteri Azotobacter sp yang berada di daerah perakaran memberikan unsur hara N yang telah dirombaknya menjadi N
tersedia bagi tanaman. Walaupun bakteri ini dapat membantu menyediakan hara
bagai tanaman, proses yang dibutuhkan bakteri ini dalam merombak unsur hara N
untuk tanaman tidak berlangsung cepat, hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan
yaitu pupuk hayati memberikan pengaruh nyata terhadap tanaman pada 9-17
MST, kurang lebih setelah dua bulan tanam. Bakteri ini juga mempunyai
kemampuan dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh yang sangat penting dalam
pertumbuhan tanaman. Dilihat dari hasil pengamatan, pertumbuhan jumlah daun
semakin meningkat dengan bertambahnya dosis pupuk hayati biokom. Hal ini
dapat disebabkan juga karena adanya pengaruh ZPT sitokinin yang dapat
dihasilkan oleh bakteri Azotobacter sp . Seperti kita ketahui bahwa sitokinin memiliki peran besar bagi pertumbuhan dan perkembangan daun yakni dalam
pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pembukaan dan penutupan
stomata, serta perkembangan mata tunas dan pucuk. Menurut Xenia (2010), salah
satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan substansi zat
pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat memacu
pertumbuhan akar adalah Azotobacter sp.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pemberiaan beberapa dosis pupuk
kering tajuk pada tanaman kakao. Hal ini karena bahan pemberat seperti protein,
asam asam amino serta enzim enzim yang ada di dalam tajuk tanaman masih
tersimpan dengan baik walaupun sudah dikeringkan. Enzim enzim tersebut
merupakan hasil metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh tanaman.
Pembentukan enzim enzim ini dipengaruhi oleh ketersediaan hara N dan P dalam
tubuh tanaman. Dalam penelitian ini, hal ini dapat disebabkan karena adanya
bakteri Azospirillum sp, Azotobacter sp, dalam menambat N dari udara bebas dan merombaknya menjadi N tersedia bagi tanaman. Unsur hara N berperan penting
dalam metabolisme tanaman yakni protein, asam asam amino, enzim-enzim.
Menurut Simanungkalit, dkk, (2006) bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman
yang diinokulasi dengan Azotobacter dan Azospirilium disebabkan semata mata oleh sumbangan nitrogen hasil penambatan N2. Namun kemudian diketahui
bahwa ternyata ada faktor lain yang turut berperan dalam peningkatan
pertumbuhan tanaman yakni hormon AIA (asam indol asetat) yang dihasilkan
bakteri tersebut . Bakteri lainnya Aspergillus niger dapat membantu dalam melarutkan P, sehingga unsur hara P yang terikat dengan Al, Fe, Mn dan Ca dapat
diserap dengan mudah oleh tanaman. Unsur hara P berperan dalam metabolisme
tanaman seperti ADP dan ATP. Menurut Simanungkalit, dkk, (2006) fungi pelarut fosfat yang dominan ditemukan di tanah masam Indonesia ialah
Aspergillus niger dan Penicilium.
Dari hasil penelitian, pupuk hayati biokom memberikan pengaruh tidak
nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, bobot kering akar
dan bobot tanaman. Walaupun pupuk hayati biokom memberikan pengaruh tidak
beberapa dosis pupuk hayati dapat memberikan peningkatan terhadap semua
parameter.. Hal ini disebabkan karena kemampuan tanaman dalam memberikan
respon terhadap pupuk yang diberikan berbeda beda. Unsur hara N dan P yang
telah diberikan oleh mikroorganisme sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman.
Di dalam penelitian ini, mikroorganime yang terdapat dalam pupuk hayati
memiliki kemampuan dalam menghasilkan ZPT, antara lain AIA, Sitokinin dan
Giberelin. Sitokinin berperan dalam pertumbuhan tunas dan pucuk dan
pembentukan organ. Dengan adanya sitokinin ini, pertumbuhan tanaman tentunya
mengarah pada organ daun, dimana di dalam daun terjadi proses fotosintesis yang
dapat dibantu oleh hormon sitokinin. Menurut Simanungkalit, dkk, (2006) salah satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan substansi zat
pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat memacu
pertumbuhan akar adalah Azotobacter sp.
Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa pemberian pupuk NPK berpengaruh
tidak nyata pada seluruh parameter pengamatan. Pupuk NPK diberikan setelah 5
MST, sebelum pemberian pupuk NPK, hara yang dibutuhkan tanaman dapat
tercukupi oleh adanya pupuk kandang sapi di dalam media tanam yang telah
diberikan 1 minggu sebelum penanam bibit kakao. Oleh karena itu, walaupun
pupuk NPK diberikan, tanaman tidak terlalu menanggapi akan adanya hara yang
terdapat di dalam pupuk NPK. Karena unsur hara yang terdapat di dalam pupuk
kandang sapi telah terlebih dahulu diserap oleh akar bibit kakao. Jadi walaupun
tanah yang digunakan adalah tanah yang memiliki unsur hara yang sangat sedikit,
Pupuk kandang sapi memiliki unsur hara N, P, K dan Mg yang dapat membantu
pertumbuhan tanaman kakao. Pupuk kandang sapi juga memiliki peranan dalam
memperbaiki tekstur dan struktur tanah dalam polibeg, sehingga membantu akar
tanaman dalam menyerap unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Menurut
Soepardi (1983) dalam Jamilah (2003) pupuk kandang sapi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman,
menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan
porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah.
Pengaruh Interaksi Pemberian Pupuk Hayati Biokom Dengan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
Dari hasil penelitian diketahui bahwa interaksi pemberian pupuk hayati
biokom dan pemberian pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap semua
parameter pengamatan. Hal ini terjadi karena pupuk hayati biokom bekerja
sendiri sendiri dalam menyediakan unsur hara tanaman, seperti kita ketahui bahwa
mikroorganisme di dalam pupuk hayati membutuhkan waktu yang lama dalam
menyediakan unsur hara tanaman. Sedangkan pupuk NPK dapat langsung diserap
oleh tanaman. Tetapi di dalam penelitian ini pupuk NPK berpengaruh tidak nyata
karena sudah tercukupinya unsur hara yang dihasilkan oleh pupuk kandang sapi
dengan bantuan mikroorganisme pupuk hayati dalam merombak bahan organik
yang berasal dari pupuk kandang sapi. Oleh karena itu baik pupuk hayati maupun
pupuk NPK tidak saling bekerja sama. Karena proses yang dibutuhkan oleh kedua
pupuk tersebut dalam memberikan unsur hara terhadap tanaman sangat berbeda.
Menurut Damanik, dkk, (2011) pupuk hayati mempunyai perbedaan besar dibandingkan dengan pupuk kimia baik ditinjau dari respons terhadap tanaman
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian pupuk hayati biokom dengan dosis 30 g untuk sementara
memberikan hasil yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah
daun, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk bibit kakao.
2. Penggunaan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan
bibit kakao.
3. Tidak ada terjadi interaksi antara pemberian pupuk hayati biokom dengan
pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit kakao.
Saran
Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan