• Tidak ada hasil yang ditemukan

Welas Asih Dan Bodhisattva Oleh: YM.Bhiksu Shoryo Tarabini (Kepala Kuil Nichiren Buddhist London, Inggris)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Welas Asih Dan Bodhisattva Oleh: YM.Bhiksu Shoryo Tarabini (Kepala Kuil Nichiren Buddhist London, Inggris)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia

Welas Asih Dan Bodhisattva

Oleh: YM.Bhiksu Shoryo Tarabini

(Kepala Kuil Nichiren Buddhist London, Inggris)

elamat pagi semuanya, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk hadir di Kuil ini. Pada hari ini, saya ingin berbicara mengenai “Welas Asih dan Bodhisattva”.

Ketika kita melihat rupang Buddha, kita dapat melihat bahwa rambutnya kriting dan pendek

sedangkan disisi lain para rupang Bodhisattva banyak yang mempunyai rambut yang panjang. Kita juga dapat melihat bahwa banyak rupang Bodhisattva memakai pakaian yang indah, bagus dihiasi oleh permata-permata dan ada yang mengunakan mahkota yang indah, topi atau hiasan kepala lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa para Bodhisattva bukanlah

seorang bhiksu yang telah meninggalkan keduniawian, tetapi melainkan sama dengan kita yang hidup di dunia saha ini. Dengan kata lain Bodhisattva sama seperti orang-orang biasa seperti diri kita.

Seperti yang kita ketahui, Saddharma Pundarika Sutra tidak hanya menjelaskan tentang Kesadaran Agung yang dicapai oleh Buddha

(2)

Sakyamuni, tetapi juga betapa besarnya welas asih para Buddha kepada semua mahluk hidup dan keinginan para Buddha untuk menyelamatkan seluruh mahluk agar dapat mencapai Penerangan dan Kebahagiaan. Welas Asih adalah dasar dari ajaran Buddha yang terpenting, tidak peduli apakah itu aliran Theravada (Hinayana), Mahayana, Vajrayana (Tibet) dan lain-lain.

Konsep tentang Bodhisattva berbeda-beda tergantung dari sekte-sekte dalam Buddhisme itu sendiri. Dalam Theravada misalnya, seorang Bodhisattva itu hanya satu orang yakni Buddha Sakyamuni pada satu masa yang lalu ketika ia sedang berusaha untuk mencapai Penerangan Agung. Sedangkan, Mahayana mengajarkan bahwa Bodhisattva adalah setiap orang yang berkeinginan dan berusaha untuk mencapai Penerangan Agung.

Seorang Bodhisattva me-laksanakan suatu pertapaan yang keras yang disebut Enam Paramita (Enam Kesempurnaan), setelah berhasil melaksanakan hal ini maka Ia akan menjadi seorang Buddha, atau orang yang telah mencapai Penerangan. Bagaimanapun, ketika ia bertekad untuk menjadi seorang Bodhisattva, mereka akan membuat Empat Janji yang universal yaitu: 1. Berjanji untuk menyelamatkan mahluk yang tak terhitung jumlahnya dari segala penderitaan.

2. Berjanji untuk memusnahkan segala keinginan duniawi dan egois pribadi.

3. Berjanji untuk menguasai seluruh ajaran dan doktrin Buddha yang tak terkira jumlahnya.

4. Berdoa untuk mencapai Jalan Penerangan Yang Tertinggi.

Ke-Empat Janji ini ke-dengarannya tidak asing bagi kita. Ya, Ke-Empat Janji ini yang sering kita ucapkan ketika selesai membacakan

Sutra (Gongyo). Ini dapat kita lihat pada akhir buku Gongyo kita masing-masing, yaitu:

1. Shujo Muhen Seigan Do (Saya berdoa untuk semua mahluk hidup dialam semesta dan berjanji untuk memimpin mereka mencapai Penerangan Agung.

2. Bonno Mushu Seigan Dan (Saya berdoa untuk dan berjanji untuk mencapai kebebasan dari keinginan yang tak terbatas dan hawa nafsu. 3. Homon Mujin Seigan Chi (Saya berdoa dan berjanji untuk mendapatkan seluruh ajaran Buddha yang tak terbatas.

4. Butsudo Mujo Seigan Jo (Saya berdoa untuk dan berjanji berjalan dalam jalan Buddha dan mencapai Penerangan Agung.

Seorang Bodhisattva dalam ajaran Mahayana ditandai dengan rasa welas asih yang mendalam. Apakah arti sesungguhnya dari welas asih itu ? Apakah itu berarti kita merasa kasihan kepada seseorang ? atau kita mengerjakan hal itu karena ingin membantu seseorang? atau kedua-duanya menjadi dasar dari rasa welas asih kita.

Kata “Welas Asih” dalam literatur Buddhisme berasal dari kata Jepang yaitu “Jihi”. Kata “Ji” dari “Jihi” berarti: “Memberikan

Kesenangan dan Kebahagiaan”,

sedangkan “Hi” berarti

“Menghilangkan Sakit atau Penderitaan”. Hal ini dapat kita lihat

dari semua sikap Para Buddha dan Bodhisattva, berusaha untuk menlenyapkan segala rasa sakit dan penderitaan yang dialami semua mahluk dan memimpin mereka untuk mencapai kebebasan dan Penerangan yang Abadi.

Terdapat berbagai agama diseluruh dunia. Beberapa diantaranya hanya berkosentrasi pada untuk membantu mereka yang membutuhkan tetapi tidak membimbing mereka pada upaya

keselamatan diri mereka.Dan juga terdapat agama yang ragu-ragu untuk membantu dan hanya terfokus pada sekeliling mereka saja atau hanya untuk keselamatan diri mereka sendiri dan tidak berhubungan dengan orang lain. Tetapi welas asih Buddha yang ditunjukkan dalam Saddharma Pundarika Sutra mengajarkan tentang keseimbangan, bahwa kita tidak cukup hanya berupaya untuk keselamatan diri sendiri saja atau hanya mengutamakan orang lain saja dan melupakan diri sendiri.

Nichiren Shonin mengajar-kan kepada kita bahwa kita harus mempertahankan keseimbangan dalam pelaksanaan yaitu untuk diri sendiri dan orang lain. Kita harus berusaha semaksimal mungkin belajar semua ajaran Buddha terutama Saddharma Pundarika Sutra dan juga tulisan-tulisan (Gosho) Nichiren Shonin serta menyebut O’daimoku “Namu Myoho Renge Kyo.” Dengan ini kita akan dapat lebih baik dalam memahami dan memperdalam hati kepercayaan kita dan mencapai Jalan Penerangan serta pada waktu yang bersamaan memimpin dan membimbing keluarga kita, teman dan orang lain untuk mencapai Kebahagiaan Abadi (KeBuddhaan) dengan mengajarkan kepada mereka tentang karunia kebajikan dari menyebut O’daimoku.

Terdapat bagian tulisan dari Nichiren Shonin dalam “Hokke Shoshin Jobutsu Sho” atau “Memunculkan Bibit Buddha Sejati”, dikatakan: “Nyanyian burung dalam sangkar akan menarik perhatian dari burung-burung diluar sangkar. Pemandangan burung-burung diluar sangkar akan membuat burung dalam sangkar ingin mencapai kebebasan. Demikian juga, penyebutan O’daimoku akan menarik keluar Bibit Buddha didalam diri kita.”

Burung berkicau didalam sangkar adalah sama seperti diri kita,

(3)

ketika kita menyebut O’daimoku akan menarik kekuatan dari rasa welas asih Para Buddha dan kita menerimanya. Pada waktu yang bersamaan kita melihat para Buddha, dan timbul keinginan kita untuk mencapai Penerangan Agung dalam hidup ini.

Dalam pengertian yang sama, kita dapat seperti seekor burung yang indah membawa kegembiraan dan inspirasi kepada semua orang disekitar kita. Kembangkan Sayapmu! melalui kesungguhan hati kita menyebut O’daimoku, maka kita akan bersinar seperti hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra yang akan membuat orang lain mengikutinya. Setiap kali kita duduk di depan Gohonzon di kuil atau rumah dan menyebut O’daimoku “Namu Myoho Renge Kyo” semangat Bud-dha tumbuh dalam hati kita dan ketika itu Penerangan Agung dari Sang Bud-dha menjadi nyata dalam hidup kita. Nichiren Shonin mengatakan dalam “Myoichi Ama Gozen Goshosoku” atau “Surat Balasan Kepada Bhiksuni, Nyonya Myoichi”: “Mereka yang percaya kepada

Saddharma Pundarika Sutra sama seperti musim dingin. Musim dingin tidak pernah gagal berubah menjadi musim semi. Saya belum pernah mendengar bahwa musim dingin berubah menjadi musim gugur, sama seperti Saya tidak pernah mendengar bahwa mereka yang percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra mengalami suatu hal yang sia-sia. Saddharma Pundarika Sutra mengata-kan,”Tidak seorang pun yang telah mendengar tentang sutra ini yang tidak mencapai KeBuddhaan.”

Oleh karena itu, adalah sebuah keberuntungan besar bagi kita yang telah mengenal Saddharma Pundarika Sutra dan menyebut O’daimoku selama hidup kita ini.

Seperti yang telah saya sebutkan sejak awal, bahwa kita semua adalah Bodhisattva, dengan ketentuan masing-masing dan setiap orang dari kita adalah murid para Buddha dan Nichiren Shonin yang mempunyai semangat Empat Janji Bodhisattva. Marilah kita berusaha keras untuk menyebarluaskan Sutra ini dan menyebut O’daimoku serta belajar Saddharma Pundarika Sutra dan ajaran-ajaran atau tulisan-tulisan dari Nichiren Shonin. Tetapi pada saat yang bersamaan, marilah kita seperti burung yang indah mengilhami kegembiraan dan harapan kepada hati orang lain, ketika berusaha keras membuat diri kita sendiri dan orang lain bahagia. Marilah kita membagi kebahagiaan dan keberuntungan ini kepada orang lain, membawa orang lain agar semakin dengan hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra, sehingga mereka juga bisa berusaha untuk mencapai Jalan Penerangan. Sekian dan Terima Kasih.

Ket.Bodhisattva Ksitigarbha

Hari Penerangan Agung

Oleh: YM.Bhiksu Washo Oyamada (Boston-USA)

ari Penerangan Agung (Bodhi) diperingati setiap tanggal 8 desember sebagai hari ketika Buddha Sakyamuni mencapai Penerangan dibawah pohon Bodhi. Hari ini juga disebut “Hari ketika Sang Buddha menaklukan para iblis.” Suatu hari, Ananda, salah seorang murid Buddha Sakyamuni dan juga sepupunya bertanya kepada Buddha tentang keberadaan iblis. Buddha berkata: “Ananda, iblis itu hidup dalam pikiran kita. Mereka ada dipikiran saya pada masa lampau. Ketika Aku meditasi di bawah pohon Bodhi untuk menemukan Kebenaran Sesungguhnya di dunia ini, Iblis itu berkata kepada Aku, “Apa yang kamu lakukan ? pulanglah kerumahmu! Istrimu yang cantik dan anak yang mungil menunggumu dirumah. Mereka menunggu mu!”

Saya adalah seorang pangeran untuk kerajaanku, tetapi saya menjadi seorang bhiksu. Negaraku kehilangan segalanya dan istri serta anak menangis. Inilah kenapa pikiran saya berkata kepada saya agar pulang kerumah. Bagaimanapun jika saya pulang, saya tidak akan menjadi Buddha, dan tidak akan ada ajaran Buddha. Sungguh, jika saya pulang kerumah, istri dan anak pasti akan sangat gembira, tetapi saya tidak akan dapat memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan generasi mendatang.

“Ananda, iblis adalah bagian dari pikiran kita. Setiap orang mempunyai pikiran yang baik dan jahat. Seorang Iblis adalah sebuah pikiran yang selalu menganggu pikiran kita ketika akan berbuat kebaikan. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa apa yang baik untuk beberapa orang belum tentu baik untuk orang lain. Untuk

(4)

memahami apa itu kebenaran yang sesungguhnya, kamu harus melaksanakan ajaran Buddha. Kebaikan adalah sebuah tindakan untuk mencoba memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan Iblis adalah sebuah tindakan untuk menghancurkan segala keinginan seseorang untuk melakukan kebaikan dan kebahagiaan untuk orang lain.”

Ananda kemudian bertanya, “Yang Dipuja Dunia, kemudian Apakah semua keinginan iblis dalam pikiran kita?”

Sang Buddha menjawab, “Ananda, yang perlu kamu mengerti, ini adalah sangat sulit untuk memusnahkan seluruh iblis dari pikiran kita, meskipun kita mengetahui bahwa mereka ada. Meskipun jika kita dapat memusnahkan semua iblis dalam diri kita, ada orang yang mengetahui tentang keberadaan iblis dan ada juga yang tidak mengetahuinya, karena mereka bertindak berbeda-beda dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sebagai contoh, seseorang yang dikuasai oleh iblis dalam dirinya sendiri dan ia tidak akan memperdulikan orang disekitarnya. Ia akan menjadi egois dan berkata tidak ada sesuatu apapun yang dapat ia lakukan mengenai hal itu. Ia juga menjadi tidak peduli dan sembrono dan dengan cepat Iblis akan menghancurkannya.Hal yang terpenting adalah kita menyadari bahwa terdapat iblis dalam diri kita dan Ia akan selalu berusaha mengoda pikiran kita. Usaha untuk menang atas mereka, kita harus selalu tenang dan penuh kedamaian dalam diri kita. Ini akan mencegah kita dibinasakan oleh iblis.”

Mari kita berpikir kembali tentang apa yang Buddha ajarkan 2500 tahun yang lalu pada 8 desember, Hari Penerangan Agung. Sekian.

Catatan Redaksi: Pembahasan

mengenai Tripitaka ini akan dibagi dalam beberapa kali pemuatan.

Tripitaka/Tipitaka atau ‘Tiga Keranjang’ terdiri dari vinaya pitaka, sutra pitaka, dan abhidharma pitaka , dimana merupakan kitab suci yang dipakai dalam agama Buddha, dapat ditemukan dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta. Perbedaan bahasa dalam kitab suci yang dipakai tersebut, akhirnya menjadi ciri khas masing-masing aliran yang ada dalam Buddhisme.

Bahasa yang dipakai Sang Buddha

Berbagai penelitian mem-perlihatkan bahwa Sang Buddha berbicara dengan bahasa Ardhamagadhi. Sedangkan berbagai sekte dalam sejarah Buddhisme mencatat sendiri sabda-sabda Sang Buddha dalam berbagai bahasa, antara lain sekte Sarvastivada (cikal bakal Mahayana) menggunakan bahasa Sansekerta, sekte Mahasanghika menggunakan bahasa Gandhari Prakrit, sekte Samitiya menggunakan bahasa Apabhramsa, sekte Sthaviravada (cikal bakal Theravada) menggunakan bahasa Paisaci. Sehingga jelas sekali bahwa Sang Buddha berbicara dalam berbagai bahasa.

Dalam perkembangannya maka dapat dimaklumi bahwa semua kitab suci agama Buddha merupakan terjemahan karena sudah sangat sulit diperoleh dalam bentuk aslinya. Aliran Mahayana

menggunakan bahasa Sansekerta dan Theravada menggunakan bahasa Pali. Namun dalam prakteknya sering terjadi adanya tudingan ataupun usaha pembuktian sekte yang ada dalam Buddhisme masing-masing yang dengan bangga menyatakan sekte mereka sebagai sekte yang paling murni dan paling benar, padahal Sang Buddha sendiri juga memperkenankan para siswaNya untuk mencatat sabda-sabdaNya dalam bahasa masing-masing,

Sehingga kitapun jangan-lah terlalu terpaku ataupun ragu akan suatu bahasa yang dipakai dalam usaha kita mendalami Ajaran Sang Buddha. Janganlah hanya terpaku pada kata atau bahasa, yang penting adalah arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk bukanlah telunjuk yang harus kita perdebatkan untuk dapat menikmati sinar bulan yang ditunjuk oleh jari telunjuk tersebut.

Kitab Suci

Kitab suci yang dewasa ini dipakai dalam agama Buddha ditemukan dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta. Nama umum yang diberikan untuk kumpulan kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka. “Tri “ berarti “tiga “ dan “pitaka “ berarti “keranjang “ atau biasa diartikan sebagai “kumpulan “. Tripitaka dengan demikian adalah “ Tiga Keranjang “ atau “Tiga Kumpulan”, terdiri dari:

1. Vinaya Pitaka atau Kumpulan Disiplin Vihara.

(5)

Writing of Nichiren Shonin

Doctrine 2

Edited by George Tanabe,Jr

Compiled by Kyotsu Hori

Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra, SE

HONZON MONDO SHO

Pengenalan

Surat ini ditulis di Gunung Minobu pada bulan sembilan tahun Koan pertama (1278). Penanya adalah Joken-bo, seorang bhiksu dari Kuil Seicho-ji di Awa (Kota Awa, sekarang berada di Propinsi Chiba). Joken-bo bertanya tentang Honzon yang diterimanya dan menanyakan beberapa pertanyaan mengenai hal ini. Nichiren Shonin menuliskan sebuah Honzon untuk beliau dan mengirimkannya bersamaan dengan surat ini, dimana dijelaskan secara lengkap tentang Honzon ini, yang di rangkum dalam 13 seri pertanyaan dan jawaban. Joken-bo dan Gijo-bo adalah saudara sedharma Nichiren Shonin. Joken-bo telah memberikan bimbingan kepada Nichiren ketika masa kecilnya. Ketika Nichiren memproklamirkan tentang keunggulan dari Saddharma Pundarika Sutra dan menetapkan pelaksanaan penyebutan Namu Myoho Renge Kyo, kedua bhiksu ini menolong Nichiren Shonin melarikan diri dari Gunung Seicho untuk menghindari kemurkaan dari pejabat Tojo Kagenobu. Mereka menulis surat kepada Nichiren Shonin, setelah Beliau memasuki Gunung Minobu. Setelah meninggalnya Dozen-bo, Joken-bo mengambil alih Kuil Seicho-ji sebagai kepala kuil. Setelah

itu, Joken-bo dan Gijo-bo menaruh hati kepercayaan mendalam terhadap ajaran Nichiren Shonin tetapi hal ini tidak merubah ketidaksukaan masyarakat setempat terhadap Nichiren.

Diawal surat ini, menyatakan bahwa masyarakat masa akhir dharma harus menerima Odaimoku dari Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon. Nichiren mengutip Bab X “Guru Dharma” Saddharma Pundarika dan Sutra Nirvana untuk membuktikan pernyataan itu. Beliau mengkritik Honzon dari seluruh sekte-sekte lainnya. Beliau menyatakan bahwa Sakyamuni Buddha dan Mahaguru T’ien T’ai menerima Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon. Nichiren Shonin mengikuti jejak mereka, sebuah kenyataan bahwa ajaran Saddharma Pundarika Sutra membuat kita mengetahui tentang Buddha, Beliau menerima Dharma Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon. Beliau secara khusus mengkritik Honzon dari sekte Shingon. Mengkritik Kukai, Ennin dan Enchin, Nichiren menguraikan penyebaran ajaran eksoterik di China dan Jepang. Beliau menyatakan bahwa semua ajaran buddhisme eksoterik yang memasuki Jepang setelah kematian Guru Agung Dengyo (Saicho) telah menjadi musuh utama dari Saddharma Pundarika Sutra. Kesimpulan Beliau sendiri, berdasarkan pengalaman penyebaran Saddharma Pundarika Sutra dan benturan dengan sekte

Catatan Redaksi:

Gosho ini sangat panjang terdiri dari 13 seri pertanyaan, jadi akan dimuat dalam beberapa kali penerbitan.

Shingon. Bagi Nichiren, benturan dengan ajaran Nembutsu dan Zen hanyalah merupakan awal saja. Beliau mengatakan pemfitnahan Dharma Sejati oleh buddhis eksoterik sebagai kesalahan yang besar. Beliau meramalkan keruntuhan negara akibat dari pemfitnahan terhadap Dharma Sejati dalam “Rissho Ankoku Ron” adalah untuk membuka mata setiap orang. Sebagai sebuah contoh: Shingon mempengaruhi kehancuran negeri Jepang, Beliau mengutip kegagalan usaha untuk kembali kepada pedoman kerajaan oleh kerajaan terdahulu Gotoba, selama gangguan Jokyu sebagai usaha lebih dulu menghancurkan kelompok Heike.

Nichiren mengingatkan kegagalan untuk menahan serangan dari pasukan Mongol dengan mengunakan doa eksoterik memberikan bukti ketiga dan bukti terakhir bahwa Shingon akan mempengaruhi keruntuhannya. Nichiren Shonin menyatakan Honzon dalam lima aksara dari Dharma luar biasa yang belum pernah dimunculkan sejak meninggalnya Buddha Sakyamuni dalam sejarah. Beliau menproklamirkan Honzon ini dalam penyebaran pada masa akhir dharma.

Nichiren Shonin mengakhiri surat ini dengan menetapkan untuk mengirimkan kebajikan yang diperoleh dari penyebaran Saddharma Pundarika Sutra kepada orangtuaNya, guru dan seluruh umat manusia.

(6)

Isi Gosho

Pertanyaan dan Jawaban Tentang Honzon

Pertanyaan 1 : Bagi umat awam yang hidup pada masa akhir dharma, apa yang seharusnya kami tetapkan sebagai Honzon ? Jawaban 1: Kita harus menerima Odaimoku dari Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon.

Pertanyaan 2: Berdasarkan kalimat sutra atau tafsiran bhiksu yang mana? Jawaban 2: Bab X “Guru Dharma” Saddharma Pundarika Sutra bagian ke-empat, menyatakan: “Wahai Baisajyaraja ! munculnya sebuah stupa tujuh pusaka dimanapun sutra ini dibabarkan, dibaca, diterima atau disalin atau ditempat manapun salinan sutra ini berada! Stupa ini sangat tinggi, luas dan indah. Kalian tidak perlu menyimpan relikKu (sarira) didalam stupa. Kenapa demikian ? hal ini karena sutra ini mencakupi tubuhKu secara sempurna.” Dalam Sutra Nirvana Bab “Buddha Sejati” bagian ke-empat dikatakan: “Kasyapa ! seluruh Buddha menerima Dharma sebagai Guru. Untuk alasan inilah para Bud-dha memuja dan membuat persembahan kepada Dharma. Karena Dharma bersifat abadi, seluruh Buddha juga menjadi abadi.” Guru Agung T’ien T’ai menyatakan dalam “Meditasi Pertobatan Teratai”, “Buatlah sebuah tempat yang tinggi dalam ruang pelatihan dan tempatkan Saddharma Pundarika Sutra disana. Tidak diperlukan tempat untuk sebuah patung Buddha atau sebuah relik (sarira) atau sutra lainnya, hanya diperlukan Saddharma Pundarika Sutra.”

Pertanyaan 3: Honzon dari empat macam meditasi yang dibabarkan dalam Maka Shikan bagian kedua oleh Guru Agung T’ien T’ai adalah Buddha Amitabha

(Amida Butsu). “Petunjuk Kebijaksanaan Mendalam Saddharma Pundarika Sutra” terjemahan Guru Tripitaka Amoghavajra menerima Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabhutaratna sebagai Honzon. Kenapa anda mengesampingkan penafsiran itu dan menganti menerima Odaimoku Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon ? Jawaban 3: Ini bukanlah pemikiran saya sendiri. Ini didasarkan kepada kutipan atas naskah pernyataan dan penafsiran dari Guru Agung T’ien T’ai. Mengenai penetapan Honzon dari empat macam meditasi dalam Maka Syikan adalah Buddha Amitabha, Honzon pada waktu meditasi duduk, meditasi bergerak berlangsung dan kedua-duanya, bergerak atau duduk dalam empat macam meditasi adalah benar Bud-dha Amitabha. Ini juga didasarkan pada “Pertanyaan dalam Sutra Manjusri, Sutra Meditasi kepada para Buddha dan Sutra Puja Avalokitesvara dan lain sebagainya. Bagaimanapun, semua sutra ini dibabarkan sebelum Saddharma Pundarika Sutra1. Semua itu bukanlah Sutra dimana Buddha Sakyamuni menyatakan Kebenaran yang sesungguhnya.

Sedangkan, tentang kedua macam meditasi, yakni pertama adalah meditasi Hodo, dimana terdapat tujuh para Buddha dan delapan Bodhisattva dalam Sutra Hodo termasuk sebagai Honzon. Yang lain adalah Meditasi Teratai dimana Buddha Sakyamuni dan Bud-dha Prabhutaratna adalah sebagai Honzon. Bagaimanapun, ketika kita berpikir tentang isi dari “Meditasi Pertobatan Teratai” berhubungan dengan sebelumnya, kita harus membuat Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon. “Petunjuk Kebijaksanaan Mendalam dari Saddharma Pundarika Sutra” terjemahan Guru Tripitaka

Amoghavajra adalah didasarkan kepada Bab “Munculnya Sebuah Stupa Pusaka” (Saddharma Pundarika Sutra), dan menerima Buddha Sakyamuni dan Buddha Prabhutaratna sebagai Honzon, tetapi pendapat ini bukanlah kebenaran sesungguhnya dari Saddharma Pundarika Sutra. Odaimoku (judul) dari Saddharma Pundarika Sutra adalah Honzon dari Sakyamuni Bud-dha, Buddha Prabhutaratna dan para Buddha dari sepuluh penjuru dunia dialam semesta. Odaimoku ini harus menjadi Honzon bagi pelaksana dari Saddharma Pundarika Sutra.

Pertanyaan 4: Di Jepang, terdapat sepuluh sekte antara lain: Sekte Gudang Pusaka Abhidharma (Kusha), Sekte Kebenaran Sejati (Jojitsu), Sekte Disiplin (Ritsu), Sekte Karakteristik Dharma (Hosso), Sekte Tiga Untaian (Sanron), Sekte Karangan Bunga (Kegon), Sekte Dunia Sejati (Shingon), Sekte Tanah Suci (Jodo), Sekte Meditasi (Zen) dan Sekte Teratai (Hokke). Kesemua sekte ini mempunyai Honzon yang berbeda-beda. Kusha, Jojitsu dan Ritsu, semua menerima Buddha Sakyamuni lampau dengan tubuh Trikaya yang rendah2, sebagai Honzon. Sekte Hosso dan Sanron menerima Buddha Sakyamuni Agung dengan tubuh Trikaya yang agung3, guru pengajaran biasa sebagai Honzon. Sekte Kegon menerima Sakyamuni Buddha yang menjelma menjadi tubuh Buddha Vairocana dengan tempat duduk teratai sebagai Honzon. Sekte Shingon menerima Buddha Dainichi sebagai Honzon. Sekte Jodo menerima Buddha Amitabha sebagai Honzon. Sekte Zen menerima Buddha Sakyamuni sejarah4 sebagai Honzon. Kenapa hanya sekte T’ien T’ai sendiri yang menerima Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon, dimana seluruh sekte lainnya menerima Bud-dha sebagai Honzon ? Jawaban 4: Menanggapi kenyataan bahwa semua

(7)

PERESMIAN NICHIREN SHU SINGAPURA, Kuil “Five Fold Daimoku-Ji, 13 Nopember 2004

Gasssho!!! Pada tanggal 13 nopember, Kuil “Five Fold Daimoku-Ji Singapore – Lotus Sutra Buddhist Association diresmikan. Ini adalah Kuil Nichiren Shu yang pertama di Singapura.

Hari itu merupakan hari yang luar biasa dan gembira bagi semua partisipan. Kuil diresmikan oleh YM.Bhiksuni Myosho Obata, YM.Bhiksu Mochida, YM.Bhiksu Matsumoto dan YM.Bhiksu Ryuken Akahoshi. Peserta dari acara itu datang dari 3 negara, yaitu: Malay-sia (Kuala lumpur sejumlah 5 orang dan Penang sejumlah 25 orang ), Singapore kira-kira 35 orang dan In-donesia (Batam sejumlah 2 orang, dan jakarta sejumlah 3 orang). Total peserta kira-kira berjumlah 70 orang. Dibawah ini adalah jadwal acara selama di singapore:

13 Nov, Saturday

13.15 Assemble at hotel lobby ,for temple premises

13.30 Reach temple premises 14.00 Ceremony begins 15.00 Interval

15.20 Inauguration begins

16.25 Lecture by Rev. Ryuken Akahoshi 18.05 Group photo taking

18.30 Board onto tour bus for hotel 19.25 Celebration dinner at Double Happiness Restaurant

21.30 Back to hotel Rest 14 Nov, Sunday

09.00 Ceremony, baptism and bestowal of Gohonzon

10.30 Q & A Rev. Gakugyo Matsumoto 12.00 Buffet Lunch

14.00 Leave temple premises for china town tour

16.30 Leave China town for hotel and rest

17.45 Assemble at hotel lobby for din-ner at east coast

18.00 Seafood dinner at Jumbo Seafood Restoran

22.00 Leave Seafood Restorant for ho-tel

Acara sangat padat tapi kita tidak merasa capek ataupun bosan. Peserta dari Malaysia telah datang pada tanggal 11 Nopember, dan peserta Indonesia datang pada tanggal 12 Nopember. Perwakilan dari Indonesia pada acara ini, dari Jakarta; Bapak Tony Soehartono, Ibu lily dan Sdri.Ervinna dan dari batam Sdr. Bambang dan Sdri. Yulia. Pada tanggal 13 Nopember, peresmian dimulai.

Foto Bersama Umat dan Para Bhiksu/Bhiksuni

sekte yang lain menerima Buddha sebagai Honzon, alasan kenapa sekte T’ien T’ai sendiri menerima Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon adalah sangat khusus.

Pertanyaan 5: Apa alasan yang sangat khusus itu ? jadi, mana lebih unggul Buddha atau Sutra ? Jawaban 5: Honzon adalah sesuatu yang tertinggi, sebagai contoh : Kongfucu menerima Tiga Kaisar dan Lima Raja sebagai Yang Dipuja (Honzon). Sebagai seorang buddhis, kita harus menerima Buddha sebagai Honzon.

Pertanyaan 6: Jika begitu, kenapa anda menerima Odaimoku dari Saddharma Pundarika Sutra dan tidak menerima Buddha Sakyamuni sebagai Honzon ? Jawaban 6: Seperti yang kita lihat dari kutipan sutra dan penjelasan, kedua Buddha: Sakyamuni Buddha dan Guru Agung T’ien T’ai menerima Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon. Ini bukanlah pandangan saya semata. Ini kenapa saya, Nichiren walaupun hidup dalam masa akhir dharma menerima Saddharma Pundarika Sutra sebagai Honzon, sama halnya Sakyamuni Buddha dan Guru Agung T’ien T’ai lakukan. Inilah sebabnya Saddharma Pundarika Sutra adalah ayah dan ibu dari Buddha Sakyamuni dan ini juga merupakan kebenaran sesungguhnya dari seluruh para Bud-dha, Buddha Sakyamuni, Buddha Dainichi, dan semua Buddha dari sepuluh penjuru alam semesta lahir melalui Saddharma Pundarika Sutra. Inilah sebabnya kenapa kita menerima Saddharma Pundarika Sutra.

(8)

b i j a k s a n a , s e h i n g g a mereka merasa puas sekali pada hari itu.

Setelah lec-ture, masing-masing dari kita balik ke Hotel untuk istirahat dan menunggu makan malam. Acara dinner di restoran Double H a p p i n e s s , samping hotel. Dalam acara dinner ini, terlihat kehangatan antara umat dengan bhiksu/ni, dari mereka tidak terlihat adanya suatu d i s k r i m i n a s i . Mereka sangat berbaur dengan umat. Hsiong Jai dkk juga hadir di acara makan malam tersebut. Setelah acara makan malam, acara free time, Sdr. Bambang, Sdri. Ervinna, Sdr. Alex dan Sdri. M u n w a i m e n g a d a k a n diskusi dengan Y M . B h i k s u . M a t s u m o t o mengenai pertanyaan dari Sdr. Ming, salah satu dari Grup Hsiong Jai. Pada malam itu pun, Sdri yulia dari Soka Gakkai Batam, sangat terharu dan menyebut Namu Myoho Renge Kyo.

Keesokan harinya, YM.Bhiksu matsumoto dan YM.Bhiksu. Akahoshi memberikan Pemberkatan. Dan YM.Bhiksuni. Myosho Obata melaksanakan upacara penerimaan gohonzon dan Gojukai. Sdr. Ming dari Grup Hsiong Jai menerima omamori gohonzon.

Setelah upacara selesai. Dilanjutkan dengan acara Q & A yang dipimpin oleh YM.Bhiksu. Matsumoto. Acara Q&A ini sangat hidup, semua peserta sangat aktif bertanya, terutama dari grup hsiong jai. Di Kuil pada hari itu ditutup dengan makan siang bersama di Kuil. Setelah selesai makan siang, Grup singapore mengadakan tour ke china town…shopping time……

Sdr. Bambang dan Sdr. Alex tidak ikut dalam tour, mereka mengadakan diskusi tersendiri dengan grup hsiong jai di Kuil. Begitu juga dengan Bapak Tony dan Ibu lily, mereka menagdakan diskusi dengan Mr. Ang dari Penang. Acara hari itu, di tutup dengan makan malam di Jumbo Restoran , Parkway. Begitulah acara di singapore selama 2 hari……. Sebuah acara yang sangat berkesan….Sampai jumpa lagi di acara berikutnya ! Tetap semangat ! Laporan oleh: Bambang Tan Tu Nguang

Altar Nichiren Shu Singapore

Para Umat Dengan Penuh Semangat Mengikuti Upacara

Setelah upacara peresmian, Masing2 perwakilan negara memberikan kata sambutan. Perwakilan dari Indonesia adalah Mr. Tony Soehartono.Setelah acara perkenalan, YM.Bhiksu . Akahoshi memberikan lecture mengenai pengenalan Nichiren Shu.dan YM.Bhiksu. matsumoto memberikan pengenalan mengenai lotus sutra. Dari lecture yang diberikan timbul beberapa pertanyaan dari Grup Panna Youth Centre yang diketuai oleh Hsiong Jai. Pertanyaan dari group mereka ada yang menyangkut bahan lecture, ada juga yang diluar itu dengan kata lain pertanyaan mengenai lotus sutra. YM.Bhiksu Akahoshi dapat menjawab pertanyan

(9)

Riwayat Hidup Nichiren Shonin (Bag.2)

Oleh: Sidin Ekaputra,SE

Risshô-Ankoku-Ron

Pada tahun 1257 kota Kamakura menderita serangan gempa bumi yang hebat. Pada tahun 1259 terjadi serangan wabah yg luas, dan disusul oleh bencana kelaparan. Nichiren menyatakan bahwa penyebab dari bencana-bencana ini adalah penolakan dari pemerintahan dan negara Jepang atas Saddharma Pundarika Sutra dan Buddha Sâkyamuni. Beliau menyatakan, bahwa apabila Saddharma Pundarika Sutra dan Buddha Sâkyamuni tidak diperlakukan secara layak, maka akan terjadi perang sipil dan penyerangan oleh negara asing. Ini mengingatkan kita pada Tyndale, yang tiga abad sesudah Nichiren juga mengeluarkan pernyataan bahwa Inggris akan dihancurkan oleh “perang, bencana kelaparan, dan wabah penyakit” kecuali kalau negara Inggris mempertahan Hukum Tuhan. Nichiren memutuskan untuk menegur pemerintah melalui sebuah tulisan. Untuk mempersiapkan tulisan ini, beliau berkunjung ke perpustakaan Kuil Jissôji di Iwamoto di propinsi Suruga (Shizuoka-ken) pada tahun 1259. Kuil Jissôji adalah milik kuil Enryakuji di gunung Hieizan. Beliau tidak menggunakan perpustakaan Kuil Hachimangûji karena beliau tahu bahwa Ryûben, Bhiksu kepala kuil itu, adalah salah satu Bhiksu terkemuka dari sekteTendai Shû Jimon Ha.

Sewaktu beliau tinggal di Kuil Jissôji, seorang Bhiksu datang berkunjung dari kuil Tendai Shijûkuin yang letaknya berdekatan dengan Jissôji. Bhiksu ini kemudian menjadi salah satu pengikut Nichiren dan diberi nama Nikkô (1246-1333).

Nikkô dilahirkan dari keluarga samu-rai di propinsi Kai (Yamanashi-ken). Nichiren kembali ke Kamakura dan mulai menulis Risshô-ankoku-ron sebagai teguran untuk pemerintah. Dalam persiapannya, beliau mengunjungi Daigaku Saburô (Hiki Yoshimoto, 1201-1286) untuk mendapatkan nasihat mengenai tata bahasa untuk tulisannya. Daigaku Saburô tinggal di Hikigayatsu. Walau merupakan anggota keluarga Hiki, dia tidak lagi menggunakan nama keluarganya karena kelurga Hiki secara resmi telah punah setelah Hiki Yoshikazu, kepala keluarga Hiki yg terakhir, terbunuh di tahun 1203. Saburô Yoshimoto adalah putra dari Yoshikazu. Saburô diserahkan ke Kuil Tôji di Kyoto setelah kematian ayahnya, dan menjadi ahli pidato gaya China dengan nama Daigaku Saburô. Dia mengawal bekas Kaisar Juntoku menjalani pembuangan di pulau Sado pada tahun 1221. Dia mempunyai seorang keponakan wanita bernama Yoshiko, yang menikah dengan Shôgun keempat Fujiwara-no-Yoritsune pada tahun 1230. Atas permintaan Shôgun ini, Yoshimoto kembali dari pulau Sado ke Kamakura, dan melayani pemerintahan sebagai pejabat sipil. Dia diberikan rumah lama dari keluarga Hiki di Hikigayatsu. Daigaku Saburô sangatlah terkesan oleh Risshô-ankoku-ron, dan tidak lama setelah itu dia menjadi salah satu pengikut dari Nichiren.

Satu hal lagi yg perlu disebutkan disini terjadi di Istana Kekaisaran pada tahun 1259. Bekas kaisar Gosaga mempunyai tiga putra. Putranya yg pertama, Munetaka, menjadi Shôgun di Kamakura. Putranya yg kedua menjadi kaisar

Gofukakusa pada tahun 1246. Sebenarnya, bekas kaisar Gosaga lebih menyukai putranya yg ketiga dibanding dengan putranya yg kedua, dan menurunkan kaisar Gofukakusa dari tahta untuk menaikan putranya yg ketiga, yg di angkat menjadi Kaisar Kameyama pada tahun 1259. Inilah awal dari permasalahan suksesi,yang nantinya akan berakhir dengan pecahnya Perang Suksesi antara Dua Dinasti. Masalah ini juga sangat mempengaruhi organisasi-organisasi agama, dimana pertanyaan kolot, menimbulkan banyak perpecahan dan lahirnya sekte-sekte baru.

Nichiren mengirimkan Risshô-ankoku-ron kepada Hôjô Tokiyori melalui Yadoya Mitsunori, sekretaris dari Tokiyori, on July 16, 1260.

Walaupun Tokiyori pada waktu itu sebenarnya telah pensiun, namun dia tetap memegang kendali pemerintahan. Pada singkatnya, Nichiren menulis bahwa Jepang akan menderita perang sipil dan serangan negara asing kecuali apabila negara Jepang memuja Buddha Sâkyamuni Buddha dan mengucapkan Daimoku.

Penyiksaan dan Penganiayaan

R i s s h ô - a n k o k u - r o n menyebabkan dimulainya tekanan-tekanan dan penyiksaan-penyiksaan terhadapa Nichiren. Dalam Risshô-ankoku-ron Nichiren menyebutkan pengasingan ketiga kaisar di tahun 1221, dan mengkritik pemerintahan perwalian Hôjô atas hal ini. Penyebutan ini membuat Hôjô Shigetoki merasa terhina, satu2nya anggota pemerintahan yg bertanggung jawab atas pengasingan

(10)

para kaisar tsb yg masih hidup. Pengangkatan seorang pangeran keluarga kekaisaran sbg Shôgun dirasakan sebagai upaya penghapusan kesalahan yg sudah cukup oleh Keluarga Hojo. Insiden tahun 1221 ini telah menjadi hal yg terlarang untuk dibicarakan dikalangan keluarga Hôjô. Shigetoki adalah ayah dari Shikken Hôjô Nagatoki, dan ayah dari istri Hôjô Tokiyori. Karena hubungan-hubungan kekeluargaan ini, pembakaran tempat pertapaan Nichiren di Matsubagayatsu pada malam hari tanggal 27 August 27 tahun itu dipercayai sebagai hasil perbuatan penjahat-penjahat yg telah disewa oleh Hôjô Shigetoki. Setelah kejadian ini Nichiren pergi menghindar ke tempat tinggal Toki Tsunenobu di Nakayama di propinsi Shimousa.

Tempat pertapaan Nichiren di Matsubagayatsu nantinya akan diperbaiki oleh para pengikutnya yg semakin bertambah banyak. Atas desakan Hôjô Shigetoki, pemerintah memutuskan untuk membuang Nichiren kedalam pengasingkan di Ito di propinsi Izu (Shizuoka-ken). Pada pagi hari tanggal 12 May, 1261, Nichiren ditangkap dan dikirim dari pantai Yuigahama Beach menuju Ito dengan kapal.

Nichiren ditahan di Ito kira-kira selama setahun setengah. Selama tinggal disana dia menghasilkan banyak tulisan, termasuk Kyôki-jikoku-shô, yg mana didalamnya beliau membabarkan Gokô atau Lima Jenis Pengajaran. Pada tanggal 22 Februari, 1263 beliau mendapat pengampunan dan beliau kembali ke Kamakura.

Selama Nichiren tinggal di Ito, telah berdiri Kuil Gikurakuji dari sekte Ritsu Shingon di Kamakura. Kuil ini pada awalnya dibangun di Fukasawa di Kamakura oleh seorang Bhiksu Nembutsu antara tahun 1257 dan tahun 1259. Sewaktu pertama

kali didirikan kuil ini tidak berkiblat ke sekte manapun. Hôjô Shigetoki memindahkan kuil ini ke tempatnya yg sekarang, 2 kilometer ke arah barat dari Fukasawa atas nasihat Ryôkan, seorang Bhiksu dari sekte Ritsu Shingon. Shigetoki meninggal dikuil ini pada tanggal November 3, 1261. Setelah dia meninggal kuil ini berafiliasi dengan sekte Ritsu Shingo. Eizon, Bhiksu kepala dari Kuil Saidaiji di Nara, dan pendiri sekte Ritsu Shingon, berkunjung ke Kamakura atas undangan dari Hôjo Tokiyori pada tanggal 27 Februari, 1262. Dia tinggal di Kamakura sampai tanggal 18 Juli tahun itu. Selama 5 bulan masa tinggal di Kamakura kurang lebih sepuluh ribu orang mendengarkan ajaran-ajaran Buddhis dari dia. Diantara para pengikutnya termasuk Shôgun, pangeran Munetaka, Tokiyori and anggota-anggota lain dari keluarga Hôjô, dan samurai-samurai dan or-ang-orang kota lainnya.

Setelah kembali ke Kamakura Nichiren mengunjungi Kominato, kota kelahiran beliau pada bulan Oktober 1264. Kudô Yoshitaka, penguasa daerah Amatsu, mengundang Nichiren untuk datang berkunjung kerumahnya pada tanggal 11 November. Ketika Nichiren dan pengikutnya sedang melewati hutan Komatsubara dalam perjalanan menuju Amatsu, mereka diserang secara mendadak oleh orang-orang bersenjata yang telah menunggu di dalam hutan. Orang-orang ini dipimpin oleh Tôjô Kagenobu, gubernur daerah Tôjô, yang telah membenci Nichiren semenjak dia mendengar ceramah pertama Nichiren di Kuil Kiyosumi-dera lebih dari sebelas tahun yang lalu. Kudô Yoshitaka, yang berpikir bahwa sesuatu pasti telah terjadi karena Nichiren belum juga tiba pada waktunya, datang ke tempat penyergapan tersebut dengan pengikut-pengikutnya. Pertempuran

yg terjadi kemudian antara Kudô and Tôjô berakhir dengan meninggalnya Yoshitaka dan salah seorang murid Nichiren, Kyônimbô. Nichiren juga menderita sayatan pedang di kening beliau. Beberapa hari kemudian Tôjô Kagenobu juga meninggal setelah menderita penyakit demam.

Dari tahun 1264 sampai 1267 Nichiren mengadakan perjalanan ceramah melewati propinsi Awa, Kazusa dan Shimousa. Pada tahun 1265, seorang samurai di Mobara di propinsi Kazusa (Chiba-ken) menjadi salah seorang pengikut Nichiren. Samurai ini mempunyai seorang putra yang waktu itu sedang menjadi Bhiksu pemula di gunung Hieizan. Sang ayah memanggil putranya kembali dari Hieizan dan menjadikan dia salah satu dari murid Nichiren. Oleh Nichiren Bhiksu muda ini diberi nama Nikô (1253-1314).

Ada lagi seorang Bhiksu muda yg menjadi pengikut dekat Nichiren pada waktu ini. Dia adalah seorang anak mantu dari Toki Tsunenobu. Istri dari Toki Tsunenobu ini adalah bekas janda seorang samu-rai di Omosu, Kitayama, di propinsi Suruga. Setelah dia menikah dengan Toki Tsunenobu dia telah mempunyai dua orang putra dari suaminya yg pertama yg telah meninggal. Toki Tsunenobu mengadopsi keduanya sebagai putranya sendiri, dan pada tahun 1259 mengirim putra yg tertua ke Kuil Guhôji, kuil sekte Tendai yg dekat dengan rumahnya. Bhiksu pemula ini akhirnya menjadi salah satu murid Nichiren dan diberi nama Nitchô (1252-1317).

(11)

Bimbingan Oleh:

YM.Bhiksuni Myosho Obata

(Bhiksu Pembimbing Indonesia)

Hari ini, saya akan menceritakan sebuah cerita tentang seorang anak yang menyalin Saddharma Pundarika Sutra. Mungkin beberapa diantara anggota sudah mengetahui tentang cerita ini. Pada suatu masa di China, terdapatlah seorang yang sangat piawai dalam penulisan kaligrafi, or-ang itu bernama Wolung. Beliau mempunyai reputasi yang luar biasa, dan merupakan seorang kaligrafer yang terbaik di China saat itu, dan telah menyalin banyak karakter dari buku Kongfucu dan puisi. Tetapi Wolung sangat membenci ajaran Buddha, sehingga Ia tidak mau menyalin Sutra apapun. Beliau tidak pernah menyalin bagian apapun dari Sutra Buddha selama hidupnya. Ketika ia mengalami sakit keras dan mengetahui bahwa hidupnya akan berakhir, Ia memanggil putranya, setelah putranya Yilung duduk disamping tempat tidurnya dan berkata, “Kamu adalah putraku. Kamu adalah seorang Kaligrafer yang lebih baik dari aku. Berjanjilah padaKu bahwa kamu harus lebih sukses dari aku dan tidak pernah berhenti. Tetapi ingatlah akan hal ini – meskipun ketika kamu mendapat kesulitan yang sangat besar sekalipun, jangan pernah menyalin Saddharma Pundarika Sutra. Ini adalah permintaan dariku.” Setelah Wolung mengucapkan kata-kata terakhirnya. Darah segar mulai keluar dari mata, telinga, hidung, mulut dan seluruh tubuhnya, sama seperti air mancur. Lidahnya terbelah menjadi

PUTRA YANG MENYALIN

SADDHARMA PUNDARIKA SUTRA

delapan bagian, dan badannya terpotongnya menjadi bagian-bagian kecil dan berserakan. Putranya dan kerabatnya sangat terkejut melihat pemandangan seperti itu, tetapi mereka tidak mengetahui bahwa Wolung telah terjatuh ke dalam neraka.

Pada suatu hari, Kaisar yang percaya kepada ajaran Buddha memanggil Yilung dan berkata, “Kamu adalah seorang kaligrafer yang terbaik di China. Saya memberikan perintah kepadamu untuk menyalin Saddharma Pundarika Sutra.” Yilung berkata, “Saya sangat senang menerima perintah darimu untuk apa saja, tetapi saya tidak dapat menyalin Saddharma Pundarika Sutra. Ini adalah permintaan dari Ayah saya sebelum kematiannya untuk tidak menyalinnya. Harap memaafkanku.” Yilung tidak ingin berbuat tidak hormat, tetapi Ia tidak dapat menemukan jalan untuk menolak permintaan dari Kaisar. Melihat tidak ada jalan lain. Yilung mematuhi perintah itu, menyalin hanya judul dari Saddharma Pundarika Sutra dan mempersembahkannya

kepada Kaisar. Ketika Ia kembali ke rumah, Ia mengunjungi makam ayahnya dan mulai menangis. “Aku tidak dapat menolak permintaan Kaisar. Aku telah melanggar permintaanmu. Aku menyalin judul dari

Saddharma Pundarika Sutra.” Yilung berdiam di makam ayahnya tanpa makan selama tiga hari.

Pada suatu pagi di hari ketiga. Ia mendapatkan sebuah mimpi. Melihat ke atas langit, Ia mendengarkan suara dari langit, “Aku ayahmu, Wolung. Aku telah terjatuh kedalam neraka. Sebab Aku membenci ajaran Buddha, aku telah menjadi musuh dari Saddharma Pundarika Sutra selama hidupku sebagai manusia. Aku mendapatkan siksaan yang mana lidahku bagaikan dicabut dan ditusuk oleh ribuan jarum. Hal itu terjadi ribuan kali setiap hari. Aku telah meninggal dan dihidupkan lagi tak terhingga jumlahnya. Aku melihat keatas langit, badanku yang letih dan meratapi keadaanku, tetapi tidak ada sesuatupun yang dapat aku lakukan. Aku ingin memberitahu seseorang tentang ini, tetapi tidak dapat melakukannya. Ketika kamu berkata, “Aku tidak dapat menyalin Saddharma Pundarika Sutra, sesuai dengan permintaan ayahku, kata-kata itu turun dari langit bagaikan nyala api dan membakar tubuhku, kata-kata

(12)

DAFTAR ISI

No.003 / Desember 2004

Topik Utama:

~Welas Asih dan Bodhisattva, Oleh YM.Bhiksu Tarabini, Hal. 01 Writing Of Nichiren Shonin: ~Honzon Mondo Sho, Hal.05 Serba Serbi:

~Hari Penerangan Agung, Hal.03 ~Riwayat Hidup Nichiren, Hal.09 ~Pemahaman Tentang Tripitaka, Hal.04

Berita-Berita Nichiren Shu: ~Peresmian Nichiren Shu Singapura, Hal.07 Ceramah:

~Putra Yang Menyalin Saddharma Pundarika Sutra, Hal. 11

Alamat Redaksi :

Apartemen Permata Surya I Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat

Telp.081311088060 Email: redaksi@nshi.org

Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia

Website: www.nshi.org Email: sangha@nshi.org

Segala macam bentuk sumbangan / donasi untuk kelangsungan Buletin ini

dapat menghubungi kami. itu menjadi pedang dan jatuh dari

langit mengenai diriku. Aku tidak dapat menyalahkan siapapun kecuali diri sendiri, siksaan ini adalah benih yang telah aku taburkan dalam hidupku.” Kemudian seorang Buddha dengan tubuh keemasan muncul di neraka. Buddha itu berkata, “Betapapun karma buruk yang telah Ia buat, jika Ia dapat mendengarkan hanya sekali Saddharma Pundarika Sutra, maka Ia akan segera akan mencapai Penerangan Agung. Ketika Buddha itu masuk ke dalam neraka, siksaan yang ku alami menjadi berkurang, bagaikan turunnya hujan ke dalam nyala api.” Dan aku bertanya kepada Buddha itu dengan sikap anjali (Gassho ), “Dapatkah kamu memberitahukan saya, siapa nama Mu ?” Buddha itu berkata,”Saya adalah Myo, salah satu karakter dari judul Saddharma Pundarika Sutra, MYO-HO-Ren-Ge-Kyo. Dimana putramu, Yilung telah menyalinnya. Setiap karakter China dari judul Saddharma Pundarika Sutra itu mewakili atau mencermin seorang Buddha. Mendengar hal ini, Yilung sangat terkejut, tetapi Ia tetap berada dalam ketidakpercayaan dan kembali bertanya, “Aku menyalin Saddharma Pundarika Sutra dengan tanganku. Tetapi kenapa hal ini dapat menyelamatkan ayah dari hanya satu perbuatan ini ? Selain itu, Aku tidak menyalinnya secara lengkap. Ayahnya menjawab,” Tidakkah kamu mengerti ? tanganmu adalah tanganku. Badanmu adalah badanku. Jadi setiap karakter kata yang kamu salin, aku juga telah menyalinnya. Meskipun kamu tidak percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra, Aku telah diselamatkan dari neraka karena kamu menyalin Saddharma Pundarika Sutra dengan tanganmu. Ini sama halnya dengan seorang anak kecil yang bermain dengan korek api dan membakar sesuatu tanpa ia berniat melakukannya. Kamu menyalin Saddharma Pundarika

Sutra sama seperti itu. Kamu harus mengingat hal ini dalam pikiranmu, dan jangan pernah lagi memfitnah Saddharma Pundarika Sutra.” Mimpi itu adalah tanda sebuah harapan baginya, adalah baik untuk Yilung, dan pada akhirnya percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra.

Cerita ini terdapat dalam gosho Nichiren Daishonin “Surat Balasan Kepada Ueno Ama Gozen.” Ini mengajarkan kepada kita bahwa kita mendapat kebajikan yang tak terhingga dari menyalin Saddharma Pundarika Sutra. Didalam Saddharma Pundarika Sutra, kita sering melihat kata-kata ini, “Kamu harus “Menjaga

/Mempertahan-kan” (Juji), “Membaca” (Doku),

“Mengingat / Melafalkan” (Ju), “Membabarkan” (Gesetsu), dan “Menyalin” (Shosha) sutra ini.” Pelaksanaan ini disebut Lima Jenis

Pelaksanaan bagi Guru Dharma

(Goshu Fashi) dan ini adalah dasar hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra. Ini mengajarkan kepada kita, jika kita percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra, menerima Odaimoku Namu Myoho Renge Kyo, membacanya dengan badan dan pikiran, membabarkan inti dari Sutra dan menyalin Sutra ini, kita melaksanakan dengan sikap anjali (Gassho), ini mencerminkan sikap dari seorang Buddha dan pikiran Penerangan Buddha. Ini berarti Saddharma Pundarika Sutra adalah ajaran Sokushin Jobutsu (mencapai KeBuddhaan dalam kehidupan kali ini)

Secara formal Saddharma Pundarika Sutra disebut Saddharma Pundarika Sutra, Hukum yang luar biasa. Saddharma Pundarika Sutra dibandingkan dengan Bunga Teratai karena Bunga Teratai mempunyai bunga dan buah sekaligus dalam waktu yang bersamaan, dan Buah KeBuddhaan akan segera muncul setelah bunga Hati Kepercayaan berkembang. SELESAI.

Gambar

Foto Bersama Umat dan Para Bhiksu/Bhiksuni

Referensi

Dokumen terkait

Kepala badan mempunyai tugas memimpin, mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, ketahanan pangan, keluarga

Penyusunan Rencana Strategis Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung Tahun 2016 – 2021 merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Rencana

Terpeliharanya jalan yang sudah dibangun Meningkatnya kelancaran lalulintas Meningkatnya Kelancaran Lalu Lintas √ 45 >. Pengaspalan Jalan Bontoparang-

Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta

Data penampilan reproduksi didapatkan dari data reproduksi sapi Bali betina yang dipelihara secara intensif di BPTU (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Desa Pulukan,

Kumpulan ide-ide (pikiran bebas yang hidup pada individu, kelompok dan masyarakat), baik pengetahuan dan pengalaman yang berada di dalam pikiran manusia (proses mental pada

Untuk menghindari kerusakan hutan produksi lebih lanjut, perlu dilakukan upaya pembinaan masyarakat khususnya mencarikan alternatif sumber ekonomi baru sesuai potensi yang

Makalah dengan judul “ Timer atau Counter 0 dan 1 ” menjelaskan tentang Timer /Counter sebagai suatu peripheral yang tertanam didalam microcontroller