• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN PENYIDIKAN PENYAKIT EKSOTIK DALAM RANGKA KEGIATAN PERLINDUNGAN HEWAN TERHADAP PENYAKIT EKSOTIK (PMK)TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN PENYIDIKAN PENYAKIT EKSOTIK DALAM RANGKA KEGIATAN PERLINDUNGAN HEWAN TERHADAP PENYAKIT EKSOTIK (PMK)TAHUN 2012"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN

PENYIDIKAN PENYAKIT EKSOTIK

DALAM RANGKA KEGIATAN PERLINDUNGAN HEWAN

TERHADAP PENYAKIT EKSOTIK (PMK)TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN

Suatu penyakit hewan eksotik yang sangat menular seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mampu menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya baik bagi produsen ternak, industri terkait maupun konsumen. Pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia dan akan melakukan upaya pemberantasan dengan biaya yang diharapkan dapat ditekan serendah mungkin apabila wabah PMK suatu saat muncul kembali

Sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK pada tahun 1986 dan status kebebasan ini telah diakui secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE), maka selama 15 tahun Pemerintah Indonesia telah menetapkan pelarangan importasi yang ketat terhadap hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang berasal dari negara-negara yang dinyatakan tertular dalam upaya untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia. Namun demikian peningkatan arus lalu lintas manusia dan barang serta perubahan pola perdagangan serta juga perubahan peraturan perdagangan dunia telah menyebabkan meningkatnya kemungkinan timbulnya wabah PMK.

Jalur masuk yang memungkinkan yang menyebabkan virus PMK masuk ke suatu negara bebas adalah melalui penyelundupan daging yang tidak diolah dan produk hewan lainnya, terorisme ekonomi dan sampah yang ditransportasikan dengan pesawat terbang dan kapal laut (Donaldson dan Doel, 1994). Oleh karena sangat tidak mungkin untuk melakukan pemblokiran seluruh jalur masuk yang

(2)

pelarangan lalu lintas hewan, bahan asal hewan dan hasil olahannya serta tindakan karantina yang ketat terutama di daerah-daerah perbatasan antara wilayah tertular/tersangka dengan wilayah bebas, maka pemberantasan PMK dengan menerapkan strategi pembebasan pulau per pulau sangat layak untuk dilaksanakan.

Secara umum dapat dikatakan pelaksanaan program pemberantasan PMK tahun 1974 – 1983 berjalan dengan cukup baik ditandai dengan perkembangan kasus yang semakin menurun setiap tahunnya dan kasus menghilang sama sekali sejak tahun 1978 – 1982. Suatu daerah tertular dinyatakan bebas setelah 3 tahun dilakukan vaksinasi secara berturut-turut dan kemudian dilakukan evaluasi dan surveilans selama 3 tahun.

Provinsi Bali dinyatakan bebas pada tahun 1978, Provinsi Jawa Timur pada tahun 1981 dan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1982. Untuk daerah tersangka seperti Provinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, upaya pemberantasan dilaksanakan dengan jalan mengadakan monitoring dan surveilans untuk memastikan ada tidaknya kasus PMK.

Proses pengakuan internasional yang diperoleh Indonesia sebagai negara

dengan status bebas PMK menempuh jalan yang cukup panjang. FAO/APHCA pada tahun 1986 melakukan evaluasi dan kajian terhadap status PMK di Indonesia dan menyimpulkan bahwa Pemerintah Indonesia berhasil mengendalikan dan menberantas PMK yang telah berjangkit di Indonesia lebih dari 100 tahun dengan komitmen dan dedikasi yang tinggi. Penyakit Eksotik adalah penyakit yang berasal dari luar Negeri dan kejadiannya sampai sekarang belum ditemukan atau sudah tidak terjadi lagi kasus tersebut di Indonesia.

Kasus penyakit eksotik menimbulkan dampak yang sangat besar bagi keadaan sosial, ekonomi bahkan politik Indonesia, oleh karena itu deteksi dini dan keakuratan diagnosis adalah kunci dalam usaha pencegahan masuknya penyakit eksotik ke Indonesia. Dari beberapa penyakit eksotik yang harus terus diwaspadai agar tidak masuk ke Indonesia antara lain adalah Penyakit Mulut dan Kuku

(3)

(PMK), penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan Paratuberculosis.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Aphthovirus yang merupakan virus yang berjangkit disebagian besar belahan dunia, seringkali menyebabkan epidemi yang luas pada sapi dan babi piaraan (Frank, dkk, 1995).

Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit viral pada ternak yang kerap menimbulkan wabah hebat yang menurunkan tingkat produktivitas ternak dan nyata-nyata mempengaruhi mata pencarian masyarakat pedesaan yang sepenuhnya bergantung pada ternak. PMK merupakan kepentingan global dengan multi faktor yaitu: menyerang banyak spesies; mempengaruhi produksi dan pengelolaan ternak; mempengaruhi perdagangan ternak dan produk ternak; dan menguras dan akan terus menguras alokasi sumberdaya kesehatan hewan.

Satu studi yang dilakukan oleh Rushton dan Knight-Jones (2012) memisahkan dampak PMK menjadi 2 (dua) komponen yaitu dampak langsung akibat penurunan produksi dan perubahan struktur populasi ternak; dan dampak tidak langsung terkait dengan biaya yang secara signifikan harus dikeluarkan untuk pengendalian dan manajemen PMK.

Epidemi tersebut juga memperlihatkan bahwa dampak politik dan ekonomi dari penyebaran penyakit ini bukan hanya ditanggung sektor pertanian dan industri pangan, tetapi bahkan meluas ke sektor lainnya yang terkait dengan masyarakat. Indonesia merupakan salah satu dari 66 negara yang dinyatakan “bebas tanpa vaksinasi” sesuai resolusi OIE Nomor 17 yang ditetapkan dalam Sidang Umum Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) ke-81 pada bulan Mei 2013. Dengan resolusi yang selalu diperbaharui setiap tahun ini, artinya Indonesia sudah bebas PMK selama hampir 27 tahun sejak dideklarasi pada 1986 yang lalu, meskipun baru diakui OIE secara resmi pada 1990.

(4)

Salah satu persyaratan yang harus tetap dilakukan oleh negara bebas sesuai standar OIE adalah melakukan surveilans berkelanjutan. Surveilans serologis PMK dilaksanakan oleh Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) setiap tahun sejak 1990. [11] Dalam hal ini digunakan metoda Elisa Liquid Phase Blocking untuk mendeteksi antibodi struktural PMK. Selama ini Pusvetma melakukan pengambilan sampel di wilayah-wilayah yang dianggap berisiko tinggi baik yang letaknya di perbatasan dengan negara tetangga, dan wilayah padat ternak yang pernah ada kasus PMK di masa lampau. Wilayah-wilayah tersebut adalah Sumatera (Sumatera Utara, Riau dan Jambi), Kalimantan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur), Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara), Jawa (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dan Bali. Namun setelah 1997, tidak lagi dilakukan surveilans PMK di Bali.

Disamping itu untuk memperkuat kewaspadaan dini terhadap PMK telah dirintis penyusunan panduan Kiatvetindo (Kesiapsiagaan Darurat Veteriner Indonesia) untuk PMK sejak 2000 yang lalu dan sampai saat ini telah direvisi tiga kali. Panduan ini berisikan prosedur baku kesiapan nasional dalam menghadapi keadaan darurat apabila wabah PMK berjangkit. Dalam rangka mensosialisasikan panduan ini telah dilaksanakan beberapa kali lokakarya simulasi PMK untuk para dokter hewan yang bertugas di provinsi maupun kabupaten/kota.

Upaya lain dalam mempertahankan status bebas tersebut yaitu melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness). Pesan yang disampaikan pada umumnya meliputi pengenalan mengenai PMK, bahayanya bagi Indonesia, dan peran apa yang bisa dilakukan untuk mencegah PMK masuk kembali ke Indonesia. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit yang sangat menular dan merugikan pada semua hewan berkuku belah. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus aphthovirus, familia Picornaviridae. Terdapat tujuh serotype virus PMK yaitu ; O, A, C, Asia 1, SAT 1, SAT 2 dan SAT 3 (OIE, 2004a), secara klinis serotipe ini tidak dapat dibedakan. Beberapa spesies seperti sapi, babi , kambing, domba, kerbau dan hewan liar berkuku belah seperti rusa, antelope dan babi hutan juga dapat terjangkit PMK (OIE, 2004a). Diantara

(5)

diikuti babi sedangkan kambing dan domba bersifat kurang rentan dan hanya memainkan peranan sedikit dalam penyebaran penyakit (Subronto,1997).

Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berfariasi tergantung galur virus PMK yang menyerang, gejala klinis yang pertama muncul adalah kenaikan suhu tubuh diikuti lemas, nafsu makan turun, pada saat lepuh-lepuh terbentuk didalam mulut salivasi akan meningkat dan disertai terbentuknya busa disekitar bibir serta leleran saliva yang menggantung. Lepuh dapat terlihat pada permukaan bibir sebelah dalam, gusi, lidah bagian samping dan belakang. Kulit dicelah teracak menjadi bengkak, merah dan panas sehingga hewan tidak bias berdiri, lepuh-lepuh ini mudah pecah sehingga isinya mudah keluar dan meninggalkan keropeng bersisik, adanya infeksi sekunder akan menunda kesembuhan lesi. (Subronto, 1997).

Aphthovirus menginfeksi berbagai hewan teracak dan spesies hewan liar. Sapi, kerbau air, domba, kambing, unta dan babi adalah rentan terhadap penyakit mulut dan kuku (Frank, dkk, 1995).

Kejadian PMK pertama kali dilaporkan tahun 1887 di Malang kemudian menyebar ke Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan , Bali dan Nusa Tenggara. Tahun 1962 kembali muncul di Bali akibat masuknya ternak secara illegal dari Jawa Timur dan berakhir tahun 1966, tahun 1983 terjadi wabah ketiga di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan dalam waktu 2 minggu telah menyebar keseluruh Pulau Jawa melalui perpindahan ternak dan perdagangan daging (Direktorat Bina Produksi Peternakan, 2002). Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan penyakit tersebut dengan melakukan vaksinasi masal serta mengontrol jalur perpindahan hewan serta produk asal hewan. Vaksinasi meliputi lebih dari 95% ternak yang diduga terserang PMK di Jawa yang memberi hasil penurunan kasus PMK tahun 1974-1983. Status bebas PMK dimulai di Bali tahun 1978, Jawa Timur 1981, sulawesi Selatan 1983, Indonesia dinyatakan bebas dari PMK tahun 1986 (Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, 2002).

(6)

diketahui banyak subtype yang pengenalannya semula didasarkan atas perbedaan kelakuan subtype-subtype virus di dalam reaksi serologic secara uji ikatan komplemen. Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 61 subtype virus. Arti penting dari subtype-subtype tersebut, yang diberi kode A5, A24, 01, C3 dan sebagainya adalah dalam segi taksonomi dan epidemiologi virus; untuk tujuan praktis dalam pemilihan galur virus untuk pembuatan vaksin, uji netralisasi silang diantara galur-galur virus dianggap lebih penting. Uji netralisasi silang dinyatakan dalam suatu indeks yang dikenal sebagai nilai "r". poli pettida kapsit yang disebut VP1 dan VP3 adalah imunogen yang mudah mengalami perubahan mutasi. VPI diduga tersangkut dalam pengikatan pada sel-sel. Rekombinasi genetic diantara galur-galur virus PMK sekarang telah diketahui dengan baik VP1 dan VP3 telah dicodekan (coded) ke dalam plasmid dan dapat dihasilkan oleh kuman Escherichia coli.

Dalam keadaan yang serasi virus PMK bersifat sangat tahan dan dapat ditularkan melalui produk-produk hewani seperti kulit, daging dan susu. Di dalam otot, karena terbentuknya asam, virus hanya mampu bertahan selama dua hari dan menjadi inaktif, sedangkan di dalam jaringan lain, misalnya kelenjar-kelenjar dan sungsum tulang, virus dapat hidup berbulan-bulan dalam penyimpanan beku. Ketahanan virus serupa juga ditemukan pada daging yang diasinkan. Virus bersifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang cukup lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol, terutama jika kelembaban udara mencapai 70% dan suhu udara yang dingin. Virus bersifat peka terhadap alkali maupun asam. Untuk mensuci hamakan tempat maupun alat-alat, bisa digunakan larutan sodium karbonat 4% atau sodium hidroksida 2%. Untuk membersihkan tubuh orang yang diduga tercemar dianjurkan menggunakan asam nitrat 0.5%.

Kepulauan Indonesia tertular dengan type O pada 1887. pada pertengahan 1983, di Jawa tengah terjadi wabah PMK yang bermula dari Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Penyakit diketahui telah meluas ke daerah- daerah lain, hingga hampir semua kabupaten di Jawa terserang. Pulau Jawa dengan populasi ternak besar dewasa ini sebanyak lebih dari 5 juta ekor telah tertular penyakit selama 92 tahun, dan pulau madura dengan lebih kurang setengah juta ternak besar untuk ternak besar telah tertular untuk jangka waktu 70 tahun. Dalam jangka waktu yang

(7)

panjang penyakit telah menjalar ke pulau-pulau yang lain, akan tetapi dapat tertahan oleh karena ketidak mampuan virus untuk melangsungkan mata rantai penyebaran. PMK di Asia Tenggara bersifat enzooti dengan kejadian klinis yang sifatnya rendah sampai sedang, dan Kadang-kadang diselingi dengan wabah yang besar. Pemindahan ternak merupakan unsur yang terpenting dalam penyebaran penyakit, yang biasanya mengikuti jalan atau transportasi. Wabah-wabah yang terjadi di daerah yang semula bebas hampir selalu dapat dilacak terjadinya dan disebabkan oleh pemasukan hewan-hewan ke daerah tertular tersebut. Pada daerah tropis, penyebaran secara aerosol dan angin mungkin hanya terbatas pada jarak-jarak yang pendek. Penularan melalui daging dan produk-produk hewani lain tidak begitu dikenal luas, meskipun hal tersebut mungkin saja dapat terjadi.

Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) pertama kali didiagnosis di Inggris pada tahun 1986. sejak itu penyakit ini menjadi epidemi disana dan selanjutnya ditemukan di Irlandia Utara, Republik Irlandia, Oman, Swiss, Prancis dan barangkali negara eropa lainnya (Frank, dkk, 1995).

Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau Mad cow adalah penyakit pada sapi dewasa yang menyerang susunan syaraf pusat dengan ditandai adanya degenerasi spongiosa pada sel syaraf yang berdampak fatal (fatal Neurologikal disease). Penyakit BSE ini termasuk dalam kelompok penyakit transmissible spongiform encephalopathies (TSE).

Menurut Sitepoe tahun 2000 Bovine Sponiform Encephalopathy disebabkan oleh sejenis protein yang disebut Prion (Proteinaceous Infectious) dan disingkat PrP. Prion sangat tahan terhadap bahan kimia yang bersifat merusak (formalin, ethanol, deterjen, H2O2 dll) dan berbagai kondisi yang ektrim seperti suhu (sampai 1320C) dan tekanan tinggi, pH rendah mau tinggi. Penyakit yang disebabkan oleh Prion ini dapat menyerang manusia maupun hewan, dan sampai sejauh ini belum dapat diobati.

(8)

secara kontak langsung belum pernah dilaporkan, sedang penularan secara vertical dari induk ke anak sangat kecil kemungkinannya. Manusia tertular BSE melalui daging dan produk lain dari hewan yang menderita BSE.

Rata-rata sapi yang terserang BSE berumur 5 tahun. Masa inkubasi BSE antara 2 - 8 tahun dengan rata-rata 5 tahun. Gejala klinis yang paling menonjol adalah gejala syaraf. Secara umum terjadi perubahan pada status mental dan tingkah laku, abnormalitas bentuk tubuh dan pergerakan serta gangguan sensorik. Gejala umum yang nampak antara lain hilangnya nafsu makan, kekurusan, penurunan produksi susu, ataksia (kejang-kejang), tremor, agresif dan suka menyepak, telinga tegak dan kaku kadang-kadang hewan terjatuh. Selain itu hewan penderita sangat sensitif terhadap suara, sinar dan sentuhan.

Penyakit Mulut dan Kuku memiliki nilai yang penting terhadap peternakan karena keberadaan penyakit tersebut menimbulkan dampak penurunan produktifitas hasil peternakan karena memiliki morbiditas yang tinggi dan mortalitas yang cukup tinggi pada hewan yang muda. Selain itu BSE merupakan penyakit yang penting dan perlu selalu diwaspadai kemungkinan penyebarannya karena tidak hanya berbahaya bagi hewan tapi juga bagi manusia karena bersifat zoonosis.

Penyakit mulut dan Kuku, merupakan penyakit yang berbahaya, telah mendorong dibuatnya peraturan internasional yang ditujukan untuk menekan sekecil mungkin resiko masuknya penyakit hewan ke suatu negara. Beberapa negara telah berhasil dapat mencegah masuknya Penyakit mulut dan Kuku dengan melarang pemasukan semua jenis hewan dan produk hewan dari negara tempat penyakit itu berjangkit (Frank, dkk, 1995)..

PARATUBERCULOSIS

Paratuberculosis atau penyakitnya Johne’s Disease adalah Penyakit

mycobacterial pada sapi yang disebabkan oleh Mycobacterium avium subspecies

paratuberculosis (MAP), ditandai dengan manifestasi peradangan usus (enteritis granulomatosa). Gajal klinik pada stadium akhir berupa diare kronik dan kehilangan berat badan. Gejala tersebut baru muncul setelah sapi berumur 2

(9)

sampai 10 tahun, meskipun infeksinya terjadi sejak anak sapi dilahirkan (neonatal).

Selain menyerang sapi, Johne’s Disease juga menyerang ruminansia lain, seperti kerbau, kambing, domba, bison, rusa. Johne’s Disease jarang menyerang kuda dan babi. Johne’s Disease ini pertama ditemukan pada sapi perah oleh Dr. Heinrich A. Johne pada tahun 1895 di Jerman. Sehingga dikenal dengan nama “ John’s Disease” yang saat ini telah penyebarannya sudah meluas di berbagai belahan dunia.

Gejala spesifik Johne’s Disease pada sapi berupa kehilangan berat badan meskipun nafsu makan normal, diare, produksi susu turun. Hhewan dapat terinfeksi sebelum umur 6 bulan melalui makanan atau susu yang terkontaminasi MAB. Karena perkembangan penyakitnya yang lambat, maka gejala klinik seringkali tidak teramati sampai umur hewan paling sedikit tiga tahun. Tanda klinik ini muncul, seringkali dipicu oleh adanya stres seperti beranak atau kepadatan ternak dalam suatu kandang.

Sapi yang sudah menunjukkan gejal klinis dapat menularkan penyakit melalui fesesnya dan sangat berbahaya bagi hewan sekelompoknya. Karena sapi tersebut dapat menghamburkan (shedding) MAP selama 18 bulan sesudah perkembangan gejala klinisnya. Meskipun tidak berkembang biak pada lingkungan, namun MAP dapat hidup dalam tanah dan air selama lebih dari satu tahun, dalam keadaan dingin atau kering. MAP tahan hidup (resisten) dalam kotoran hewan/pupuk kandang dan air pada suhu yang rendah.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa lebih dari 90% hewan yang terinfeksi oleh MAP menampakkan diri seperti sehat, namun berpotensi menyebarkan MAP melalui fesesnya dan dapat menularkan MAP ke ruminansia lain dalam kelompoknya. Gejala klinis biasanya terjadi segera setelah hewan melahirkan anak pertama atau ke kedua. Anak sapi atau sapi muda lebih peka terhadap infeksi MAP dibandingkan dengan sapi dewasa.

(10)

Sejarah penyakit

MAP Pertama kali ditemukan oleh H.A. Johne dan L. Frotingham tahun 1894 di Jerman. Mereka menemukan Bakteri ini dari jaringan usus sapi perah, Pada perkembangan selanjutnya bakteri tersebut dikelompokan dalam Mycobacterium avium complex(MAC),dengan nama MAP, sedangkan penyakit yg ditimbulkan disebut Paratuberkulosis atau JD (Harris and Barleta 2001; Griffiths 2003). DiIndonesia penyakit ini dilaporkan pada tahun 2008 setelah bakteri MAP dapat diisolasi dari dari sapi perah di daerah Bandung dan Banyumas dengan prevalensi penyakit berkisar 2 % (Adji 2008) .

MAP merupakan Bakteri Gram positif yg berbentuk batang dengan ukuran 0,2-0,7 x 1,0-2 µm,non motil, Bakteri ini tahan asam dan suhu pertumbuhannya 25-43°C dan optimal pada suhu 39°C (Griffits 2003), Waktu tumbuh bakteri ini 4-24 minggu (Yokomizo 1997,OIE 2008,Quinn et al. 2006) dan mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari 5% pada pH 5,5 (Griffiths 2003), Masa inkubasi penyakit pada umumnya terjadi antara 2 sampai 4 tahun

Penularan Penyakit

Johne’s desease dilaporkan terjadi di semua belahan benua yaitu benua Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sapi perah dibandingkan hewan ruminansia lainnya. Sedangkan pada ruminasia kecil lebih sering terjadi pada kambing dan domba. Tempat infeksi dari bakteri MAP adalah usus (ileum-caecum) sehingga hewan yg terinfeksi akan mengeluarkan bakteri ini melalui feces

Diagnosis

Diagnosis penyakit paratuberkulosis dibedakan dalam 3 kategori:

1. Identifikasi MAP yang meliputi : nekropsi,mikroskopik, kultur, DNA probe dan PCR

2. Uji serologi yang meliputi : Complement fixation tes(CFT), ELISA,dan Agar Gel Immunodiffusion Test(AGID)

3. Uji Cell-Mediated Immunity(CMI) yg meliputi : Gamma Interferon Assay

(11)

Wilayah Indonesia yang berbatas laut dengan negara lain dengan lalu lintas yang padat mengakibatkan posisi Indonesia yang terbuka sehingga memungkinkan masuknya berbagai agen penyakit dari luar negeri ke Indonesia baik secara legal maupun illegal, dengan adanya kedaan itu mengandung konsekuensi untuk selalu waspada dengan melakukan surveilans menyeluruh dan berkesinambungan, oleh karena itu Balai Veteriner Bukittinggi sebagai Laboratorium diagnostik dengan wilayah kerja yang berbatasan dengan Negara tetangga Malaysia dan Singapura mempunyai tugas untuk melakukan early detection terhadap penyakit eksotik untuk mencegah masuknya penyakit tersebut ke Indonesia melalui wilayah regional II. Untuk mempertahankan status bebas PMK dan mencegah masuknya penyakit BSE maka dilakukan surveilans terhadap penyakit tersebut, daerah dengan resiko tinggi dipilih untuk mendeteksi adanya kejadian penyakit PMK dan BSE di wilayah Regional II.

Maksud Dan Tujuan

1. Melakukan investigasi terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk

memastikan bahwa wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku.

2. Melakukan investigasi Penyakit BSE untuk memastikan wilayah kerja Balai

Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit BSE.

3. Melakukan investigasi Penyakit Paratuberculosis untuk memastikan wilayah

(12)

BAB II

MATERI DAN METODA II. 1 Materi

II.1.1 Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku

Daerah pengambilan sampel ditentukan berdasarkan atas pedoman dan identifikasi resiko potensial terhadap penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yakni; kedekatan dengan daerah tetangga, tingginya lalu lintas ternak dan jumlah distribusi daging yang berasal dari impor illegal. Sehingga atas dasar tersebut dari 4 propinsi di wilayah kerja, hanya propinsi Sumbar yang tidak dilakukan disampling

Lokasi surveilans dan jumlah sampel tahun 2013 terdapat pada table 1 sampai 3. Serum yang dikoleksi kemudian dilakukan pengujian di Balai Veteriner

Bukittinggi dengan metoda Enzim Linked Immunosorban Assay (ELISA) untuk

mendeteksi adanya titer Antibodi terhadap PMK dengan menggunakan ELISA test kit produksi Median Diagnostic.

Tabel 1.Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Kep.Riau

No Kab/kota Kecamatan Desa/Kel Jenis

Hewan Jumlah

1 Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 6

Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 4

Dusun Semalit Sapi 6

Dusun Karandin Sapi 7

Singkep Batu Kacang Sapi 1

2 Natuna Bunguran Timur Kel. Bandarsyah Sapi 8

Kel. Ranai Darat Sapi 1

Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 1

Kalangau Sapi 2

Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 4

Tapau Sapi 2

Harapan Jaya Sapi 2

Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 3

Sedarat Baru Sapi 1

Batubi Jaya Sapi 1

3 Bintan Teluk Sebung Engkang Anculai Sapi 7

Teluk Bintan Bintan Buyu Sapi 12

(13)

Tabel 2. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Riau

No Kab/kota Kecamatan Desa/Kel Jenis

Hewan Jumlah

1 Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 2

Bukit Nanas Sapi 5

Sungai IX Lubuk Gaung Sapi 12

Tg. Penyembal Sapi 6

2 Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 23

Suka Sari Sapi 18

3 Pekanbaru M. Damai Marutu Sapi 25

4 Bengkalis Rupat Tg. Kapal Sapi 12

5 Indragiri Hilir Tembilahan Pekan Arba Sapi 6

GAS Sungai Kliran Sapi 5

Sg teluk Penang Sapi 1

Tempuling Sungai Tempuling Sapi 3

Keritang Lintas Utara Sapi 7

Sungai Ara Sapi 2

6 Siak Sabak Auh Selat Guntung Sapi 26

Jumlah 153

Tabel 3.Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Jambi

No Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Jenis

Ternak Jumlah

1 Tanjab Timur Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 1

Karya Bakti Sapi 3

Pematang Mayan Sapi 15

Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 6

2 Jambi Kota Baru Bagan Pete Sapi 9

Mayang Sapi 4

Kenali Besar Sapi 5

Telanai Pura Legok Sapi 4

Pelayangan Mudung Laut Sapi 1

Danau Teluk Tg. Raden Sapi 1

(14)

II.1.2 Investigasi Penyakit BSE

Sampel yang digunakan untuk investigasi adalah Otak Sapi. Daerah pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kedekatan dengan daerah tetangga, tingginya lalu lintas ternak dan jumlah distribusi daging yang berasal dari impor illegal. Lokasi dan jumlah sample terdapat pada tabel 4 sampai 7. Sampel berupa otak sapi tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan Histopathology dengan pewarnaan umum Haematoxylin Eosin (HE) untuk mendeteksi adanya bentukan vakuola pada bagian obex.

Tabel 4. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Propinsi Kepri

No Kabupaten Kecamatan Desa/Kel Jenis

Hewan Jumlah

1 Batam Lubuk Baja Sei Jodoh Sapi 7

2 Karimun Karimun Tg. Balai Sapi 5

3 Tg. Pinang TPI Barat RPH Tg. TPI Kota Sapi 3

4 Natuna Bunguran Timur Pasar Ranai Sapi 3

Jumlah 18

Tabel 5. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau

No Kabupaten Kecamatan Desa/Kel

Jenis

Hewan Jumlah

1 Inhil Tembilahan Pasar Terapung Sapi 2

Pasar Pagi Sapi 3

2 Pekanbaru Tampan Tuah Karya (RPH Kota

Pekanbaru)

Sapi 5

3 Dumai Dumai Kota Pasar Senggol Sapi 2

Dumai Kota Pasar Payung Sapi 2

Dumai Kota Pasar Dock Sapi 1

4 Siak Siak Siak Sapi 1

Jumlah 16

Tabel 6. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Jambi

No Kabupaten/kota Kecamatan Desa/Kel

Jenis

Hewan Jumlah

1 Kota Jambi PS. Angso Duo Pasar Angso Duo Sapi 5

2 Kab. Tanjab Barat Tungkal Ilir Tungkal IV Kota Sapi 2

3 Kab. Tanjab Timur Dendang Koto baru Sapi 1

(15)

Tabel 7. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Sumatera Barat

No Kabupaten/kota Kecamatan Desa/Kel

Jenis

Hewan Jumlah

1 Kota Padang Koto Tangah Lubuk Buaya Sapi 2

II.1.3 Investigasi Penyakit Paratuberculosis

Daerah pengambilan sampel secara acak dan identifikasi resiko potensial terhadap penularan Penyakit John Disease (Paratuberculosis). Semua daerah dalam wilayah kerja Balai Veteriner (4 Propinsi) diambil sampel secara acak.

Lokasi surveilans dan jumlah sampel tahun 2013 terdapat pada table 8 sampai 11. Serum yang dikoleksi kemudian dilakukan pengujian di Balai Veteriner Bukittinggi dengan metoda Enzim Linked Immunosorban Assay (ELISA) untuk mendeteksi adanya titer Antibodi terhadap Paratberculosis dengan

menggunakan ELISA test kit produksi LSI Vet TM .

Tabel 8. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis

Propinsi Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah

1 Siak Kerinci Kanan Delima Jaya Sapi 3

Kumbara Utara Sapi 1

Lubuk Dalam Rawang Kau Sapi 1

2 Palalawan Pangkalan Kuras Talau Sapi 3

Pangkalan Kerinci Mekar Jaya Sapi 3

Makmur Sapi 11

Bandar Sei Kijang Muda Setia Sapi 3

(16)

Tabel 9. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis Prop. Kepulauan Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah

1 Natuna Bunguran Timur Bandarsyah Sapi 7

Ranai Darat Sapi 2

Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 2

Kalangau Sapi 2

Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 2

Harapan Jaya Sapi 2

Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 2

2 Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 1

Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 11

Lingga Muasai Sapi 4

Singkep Batu Kacang Sapi 1

3 Bintan Teluk Sebung Ekang Anculai Sapi 8

Bintan Buyu Sapi 8

Jumlah 52

Tabel 10. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis

Propinsi Jambi

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah

1 Sarolangun Air Hitam Bukit Suban Sapi 17

2 Kab. Tanjab Timur Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 3

Karya Bakti Sapi 2

Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 5

Jumlah 27

Tabel 11. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis

Propinsi Sumbar

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah

1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6

2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 1

3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 98

4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5

5 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5

6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5

7 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 369

(17)

9 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 8

10 50 Kota Guguk Guguak VIII Koto Sapi 6

Situjuah V Nagari Situjuah Gadang Sapi 1

Lareh sago Halaban Batu Payung Sapi 2

Luak Sungai Kemuyang Sapi 6

11 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1

12 Agam Palembayan Salareh Aia Sapi 6

13 Pasaman Barat Luhak Nan Duo Koto Baru Sapi 2

Pasaman Aur Kuning Sapi 3

Ranah Batahan Desa Baru Sapi 5

Koto Balingka Parit Sapi 1

Kinali Anam Kt Selatan Sapi 1

Jumlah 537

Sampel untuk uji PCR

Tabel 12. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis

Propinsi Sumbar

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel

Jenis

hewan Jumlah

1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 7

2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 9

3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5

4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 2

5 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1

6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 3

7 Tanah Datar Tanjung Baru Tanjung Alam Sapi 1

Salimpaung Salimpaung Sapi 2

Rambatan Rambatan Sapi 1

Padang gantiang Koto Alam Sapi 1

8 Agam Baso Sei Cubadak Sapi 2

9 Pasaman Barat Pasaman Aur Kuning Sapi 1

Ranah Batahan Desa Baru Sapi 2

(18)

II.2 Metode

II.2.1 Prosedur Kerja Elisa PMK Bahan :

- Serum sampel - Antigen PMK

- Washing solution - Larutan buffer

- Stop solution - Aquadestilata

- Konjugat Alat : - ELISA Plate - Micropipet Singlechannel - Micropipet Multichannel - ELISA Reader Prosedur

1. Inkubasi serum, Konjugate dan Antigen

a. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate A1 dan B1 b. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate C1 dan D1 c. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate E1 dan F1 d. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate G1 dan H1

e. Isi 50 μl serum uji pada satu lubang (tes tunggal)atau dua lubang (tes duplikat)

f. Isi 50 μl konjugat (working dilution) pada semua lubang mikroplate g. Isi 50 μl antigen (working dilution) pada semua lubangng mikroplate h. Tutup plate dengan penutupnya

i. Homogenkan dengan shaker

j. Inkubasi mikroplate pada temperatur kamar selama 90 menit

2. Inkubasi dengan kromogen /Larutan Substrat

a. Buang semua larutan dalam mikroplate cuci dengan washing solution sebanyak enam kali pada pencucian terakhir pukulkan mikroplate pada lap kering

(19)

c. Inkubasi pada suhu kamar selama 15 – 20 menit

d. Tambahkan 100 μl stop solution pada semua lubang mikroplat e. Lakukan pencampuran isi pada lubang mikroplat

3. Pembacaan hasil

a. Baca Optical density (OD) semua lubang mikroplat dengan ELISA reader setelah 15 menit perubahan warna dihentikan

b. Kalkulasi nilai mean OD dari serum referens 1

c. Kalkulasi nilai corrected OD dari serum referen 2,3 dan 4 serta sampel uji dengan mengganti nilai OD mean dari serum referen 1

d. Kalkulasi persentase inhibition (PI) dari serum refren 2 dan 3 serta sampel uji sesuai dengan formula sebagai berikut ;

PI = 100 - Nilai OD Sampel Uji x 100 Nilai OD serum rferen 4

II.2.2. Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) Bahan :

- Larutan Acid alkohol - Larutan Stock eosin alkohol 1 %

- Larutan ammonia Water - Alkohol 70 % atau Formalin 10 %

- Larutan Harris Hematoxylin - Alkohol 95 %

- Larutan Working Alkohol - Aceton

- Alkohol 80 % - Parafin Keras

- Xylol Absolut - Canada Balsem

- Parafin - Gliserin

Alat :

- Kaca Preparat - Embedding Casset

- Mikrotom - Cover Glass

- Bak Perendaman - Mikroskop cahaya

(20)

Prosedur Kerja :

1. Pembuatan Slide dan Pewarnaan

a. Fiksasi contoh uji dengan larutan Formalin 10% atau alkohol 70%, 18 – 24 jam b. Lakukan pemotongan contoh uji dan masukkan dalam Embedding Cassette. c. Cuci dengan air mengalir (kran) selama 30 menit

d. Proses Dehidrasi

Masukkan Embedding Cassette secara berurutan kedalam :

Proses Cairan Waktu

Dehidrasi Alkohol 80% 2 jam

Alkohol 95% 2 jam

Alkohol 95% 1 jam

Alkohol absolut 1 jam

Alkohol absolut 1 jam

Alkohol absolut 1 jam

Clearing Xylol 1 jam

Xylol 1 jam

Xylol 1 jam

Impregnasi Paraffin 2 jam

Paraffin 2 jam

Paraffin 2 jam

2. Proses Embedding

Setelah melalui proses dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam embedding cassette dipindahkan ke dalam base mold, kemudian diisi dengan parafin cair, kemudian diletakkan ke dalam embedding cassette. Jaringan yang sudah diletakkan pada cassette disebut blok. Fungsi dari cassette adalah untuk memegang pada saat blok dipotong pada mikrotom.

3. Proses Pemotongan

 Letakkan blok pada mikrotom

 Lakukan pemotongan contoh uji dengan ketebalan 5-7 µm.

 Lembaran hasil pemotongan diapungkan di atas permukaan air.

 Untuk menghilangkan kerutan jaringan dilakukan dengan menekan salah

satu sisi potongan dan sisi lainnya dengan menggunakan kuas kecil.

(21)

 Angkat lagi dengan kaca preparat yang sudah diolesi dengan glycerin-putih telur sambil diatur posisinya.

 Hilangkan airnya dan biarkan kering.

4. Proses Pewarnaan

Masukkan secara berurutan slide berisi potongan contoh uji kedalam :

- Larutan Xylol selama 5 menit

- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan Xylol (II) selama 5 menit

- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan Xylol (III) selama 5 menit

- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan alkohol abs. (I) selama 5 menit

- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan alkohol abs. (II) selama 5 menit

- Pindahkan ke aquadestilata dengan digoyang – goyangkan selama 1 menit

- Pindahkan ke dalam larutan Hematoksilin selama 20 menit

- Pindahkan ke dalam aquadestilata selama 1 menit

- Celupkan dan angkat dalam larutan Acid alkohol sebanyak 2- 3 celupan sampai Hematoxylin dalam sitoplasma hilang

- Masukkan dalam Aquadestilata (I) selama 1 Menit

- Masukkan dalam aquadestilata (II) selama 10 menit

- Masukkan dalam larutan eosin selama 2 menit

- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol 96%(II) selama 3 menit

- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol 96% (III) selama 3 menit

- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol Absolut (II) (sambil digoyang-goyangkan)

selama 3 menit

- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol Absolut (II) (sambil digoyang-goyangkan)

selama 3 menit

- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan Xylol (IV) selama 3 Menit

- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan Xylol (V) selama 3 menit

(22)

5. Proses Mounting

Slide yang berisi jaringan obex ditetesi dengan canada balsam pada permukaannya sampai rata dan ditutup dengan cover glass, ditunggu hingga kering kemudian slide siap untuk dibaca dengan menggunakan mikroskop .

II.2.3.a Prosedur Kerja ELISA PARATUBERCULOSIS

Pengujian dilakukan secara serologi dengan metide ELISA. Adapun kit yang

dipakai adalah LSIvetTM Ruminant Serum Paratubercolosis “ADVANCED”

pruduksi LSI.

Metode Elisa yang digunakan adalah Indirect Elisa dengan cara kerja sesuai petunjuk yang diberikan dalam kit Elisa.

A. Pre Pengujian

1. Siapkan sampel yang akan diuji

2. Keluarkan semua reagen/kit diletakkan 30 menit sebelum bekerja pada

suhukamar

3. Buat etiket untuk pengkodeanan sampel

B. Pengujian

1. Teteskan 100µl serum kontrol negatif pada lubang plate A1 dan B1 dan 100µl serum kontrol positif pada lubang plate C1 dan D1. Dan 100µl serum sapi yang akan diuji pada lubang E1 dan seterusnya. Ini dilakukan pada plate yang tidak dicoating.

2. Tambahkan 110 µl sample dilution buffer kedalam semua lubang.

3. Campur dengan sempurna.

4. Pindahkan 100µl serum Kontrol dan serum sampel keplate yang telah

dicoating.

5. Inkubasi 45 menit pada suhu kamar.

6. Cucu plate 4 kali dengan wash solution yang diencerkan 10 kali.

7. Tambahkan 100µl conjugat ke dalam semua lubang. (Sebelumnya

Conjugat diencerkan 1/50, kit menyediakan HRP Conjugat M. Paratubercolosis dan conjugate dilution buffer.

8. Inkubasi 30 menit pada suhu kamar

(23)

10.Tambahkan 100µl substrate solution pada semua lubang.

11.Inkubasi pada ruang gelap selama 10 menit.

12.Tambahkan 100µl stop solution pada semua lubang

C. Pembacaan

1. Baca plate di Elisa reader segera setelah penambahan sop solution dan

maksimal 30 menit .

2. Dibaca pada panjang gelombang 450nm.

3. Interprestasi hasil.

Hasil yang didapat dari Elisa reader dinyatakan dalam Optimal density dan dihitung dengan rumus :

S/P = OD sample – OD m NC

ODm PC - ODm NC

Hasil dapat di ekspresikan dengan titer : Titer = S/P x 100

Validitas dari pengujian ini adalah :

1. ODm NC < 0,400

2. ODmPC/ODm NC > 5

3. Interpretasi hasil :

1. Sapi

titer <60 Sampel negatif

60≤titer≤200 Sampel positif +

200<titer≤300 Sampel positif ++

300<titer≤400 Sampel positif +++

titer>400 Sampel positif ++++

2. Kambing

titer <70 Sampel negatif

(24)

II.2.3.b Prosedur Kerja PCR PARATUBERCULOSIS

Pengujian secara molekuler terhadap penyakit ini juga telah dikembangkan dan dilakukan, yaitu dengan PCR(Konvensional dan realtime PCR). Metode ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses identifikasi dan konfirmasi terhadap penyakit Paratuberculosis

Alat dan bahan

 Alat : BSC Class II, Laminar Flow, Thermomixer, Microcentrifus, Vortex, Thermal cycler

 Bahan : DNA extraction kit (QIAmp stool mini kit),TaqMan MAP Reagents

kit, tube 50 ml, Filter tips, microtube, plate,

 Sampel berupa Feces

EKSTRAKSI DNA PARATUBERCULOSIS SAMPEL FECES METODE QIAMP DNA STOOL QIAGEN CAT.51504

• 1 g feses+10ml ASL • Vortex 1 menit • sentrifus • 2 ml lysate • Inkubasi 80 C 20 menit • Vortex 15 detik • Sentrifuse 14000 rpm (1 mnt) • Ambil supernatan 1,2ml

• Supernatan 1,2 ml + tablet inhibitex dan vortex

• Inkubasi disuhu kamar 1 menit

• Sentrifus 14000 rpm 3 menit

• Ambil supernatan

• Sentrifus 14000 rpm 3 menit

• Ambil supernatan

• masukkan 15µl proteinase K+200 µl sampel+200µl Buffer AL+1µl Xeno

(25)

• Tambahkan 200µl Etanol 96%,vortex dan spin down

• Pindahkan ke spin coloum dan sentrifus 14000 rpm 1 meniy

• Buang filtrat dan tambahkan 500 µl Buffer AW1,sentrifus 14000 rpm 1 menit

• Buang filtrat dan tambahkan Buffer AW2 500µl,sentrifus 14000 rpm 1

menit

• Pindahkan spin colom ke microtube 1,5 ml yg baru

• Tambahkan buffer AE 50µl dan inkubasi 1 menit,sentrifus 14000 rpm 1 menit

• DNA

REAL TIME PCR PARA TUBERCULOSISIS

METODE KIT APPLIED BIOSYSTEM TAQMAN MAP REAGENT, CAT.4405545

 Setelah didapat DNA maka proses selanjutnya adalah PCR dgn

menggunakan kit Taqman MAP Reagen

 TaqMan MAP Reagen ini terdiri dari:

 2xqrtPCR Master Mix

 25xMAP Primer Probe Mix

 Nuclease free water

 Perhitungan Komponen Reaksi PCR (1 reaksi) adalah :

No Komponen Volume (µl)

1. 2X q RT PCR Master Mix 12,5

2. 25X MAP Primer Probe Kit 1

3. Nuclease Free Water 3,5

4. Template DNA 8

Jumlah 25

(26)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN III.1. Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku

Dari 270 sampel serum yang diperiksa pada tahun 2013 dengan Metode ELISA, 100% sampel seronegatif terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Rekapitulasi hasil pengujian laboratorium pengujian Penyakit Mulut dan Kuku terdapat pada Tabel berikut ;

Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop.Kep. Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)

1 Kab. Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 6 6

Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 4 4

Semalit Sapi 6 6

Karandin Sapi 7 7

Singkep Batu Kacang Sapi 1 1

2 Kab. Natuna Bunguran Timur Bandarsyah Sapi 8 8

Ranai Darat Sapi 1 1

Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 1 1

Kalangau Sapi 2 2

Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 4 4

Tapau Sapi 2 2

Harapan Jaya Sapi 2 2

Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 3 3

Sedarat Baru Sapi 1 1

Batubi Jaya Sapi 1 1

3 Kab. Bintan Teluk Sebung Engkang Anculai Sapi 7 7

Teluk Bintan Bintan Buyu Sapi 12 12

(27)

Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop. Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)

1 Kota Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 2 2

Bukit Nanas Sapi 5 5

Sungai

Sembilan Lubuk Gaung Sapi 12 12

Tg. Penyembal Sapi 6 6

2 Kota Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 23 23

Suka Sari Sapi 18 18

3 Kota Pekanbaru M. Damai Marutu Sapi 25 25

4 Kab. Bengkalis Rupat Tg. Kapal Sapi 12 12

5 Inhil Tembilahan Pekan Arba Sapi 6 6

GAS Sungai Kliran Sapi 5 5

Sei teluk Penang Sapi 1 1

Tempuling Sungai Tempuling Sapi 3 3

Keritang Lintas Utara Sapi 7 7

Sungai Ara Sapi 2 2

6 Siak Sabak Auh Selat Guntung Sapi 26 26

Jumlah 153 153

Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop. Jambi

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)

1

Kab.

Tanjabtim Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 1 1

Karya Bakti Sapi 3 3

Pematang Mayan Sapi 15 15

Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 6 6

2 Kota Jambi Kota Baru Bagan Pete Sapi 9 9

Mayang Sapi 4 4

Kenali Besar Sapi 5 5

Telanai Pura Legok Sapi 4 4

Pelayangan Mudung Laut Sapi 1 1

(28)

reaktor PMK di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, mengingat semakin meningkatnya lalu lintas ternak, bahan pangan asal hewan dan bahan asal hewan dari negara lain ke wilayah Indonesia melalui propinsi di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi mengandung konsekuensi untuk terus melakukan investigasi PMK secara berkelanjutan dengan memperbanyak jumlah sampel yang diperiksa.

III.2. Investigasi penyakit BSE

Dari 44 sampel otak yang diperiksa secara Histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin eosin 100% sampel tidak ditemukan vakuola pada obex sebagai indikator adanya infeksi penyakit BSE, rekapitulasi hasil pemeriksaan terdapat pada tabel berikut;

Tabel 16. Rekapitulasi hasil pemeriksaan investigasi BSE Prop. Kep. Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis jml (+) (-)

1 Kota Batam Lubuk Baja Sei Jodoh Sapi 7 7

2 Kab. Karimun Karimun Tg. Balai Sapi 5 5

3 Kota Tg. Pinang TPI Barat RPH Tg. TPI Kota Sapi 3 3

4 Natuna Bunguran Timur Pasar Ranai Sapi 3 3

Jumlah 18 18

Tabel 17. Rekapitulasi hasil uji laboratorium untuk sampel BSE Prop.Sumbar

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis jml (+) (-)

1 Kota Padang Koto Tangah Lubuk Buaya Sapi 2 0 2

Tabel 18. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis jml (+) (-)

1 Inhil Tembilahan Pasar Terapung Sapi 2 2

Pasar Pagi Sapi 3 3

2 Pekanbaru Tampan RPH Kota Sapi 5 5

3 Kota Dumai Dumai Kota Pasar Senggol Sapi 2 2

Dumai Kota Pasar Payung Sapi 2 2

Dumai Kota Pasar Dock Sapi 1 1

4 Siak Siak Pasar Sapi 1 1

(29)

Tabel 19. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Jambi

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jml (+) (-)

1 Kota Jambi PS. Angso Duo Ps. Angso Duo Sapi 5 5

2 Kab. TAnjanbar Tungkal Ilir Tungkal IV Kota Sapi 2 2

3 Kab. Tanjabtim Dendang Koto baru Sapi 1 1

Jumlah 8 8

Dari hasil pemeriksaan secara histopatologi dengan menggunakan pewarnaan Hematoxylin eosin (HE) tidak ditemukan bentukan vakuola-vakuola pada otak bagian obex, hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih bebas dari penyakit BSE, kedepan hendaknya dilakukan pemeriksaan dengan metode yang lebih akurat dengan tingkat sensitifitasnya yang lebih tinggi misalnya Immunohistokimia (gold standard) atau western blot.

III.3. Investigasi penyakit Paratuberculosis

Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)

1 Siak Kerinci Kanan Delima Jaya Sapi 3 1 2

Kmbr. Utara Sapi 1 1

Lubuk Dalam Rawang Kau Sapi 1 1

2 Palalawan Pangkalan Kuras Talau Sapi 3 3

Pkl. Kerinci Mekar Jaya Sapi 3 3

Makmur Sapi 11 11

Bandar Sei Kijang Muda Setia Sapi 3 1 2

(30)

Tabel 21. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Kepulauan Riau

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jml (+) (-)

1 Natuna Bunguran Timur Bandarsyah Sapi 7 7

Ranai Darat Sapi 2 2

Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 2 2

Kalangau Sapi 2 2

Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 2 2

Harapan Jaya Sapi 2 1 1

Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 2 2

2 Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 1 1

Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 11 11

Lingga Muasai Sapi 4 1 3

Singkep Batu Kacang Sapi 1 1

3 Bintan Teluk Sebung Ekang Anculai Sapi 8 1 7

Bintan Buyu Sapi 8 8

Jumlah 52 3 49

Tabel 22. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Jambi

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jml (+) (-)

1 Sarolangun Air Hitam Bukit Suban Sapi 17 17

2 Kab. Tanjabtim Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 3 3

Karya Bakti Sapi 2 2

Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 5 5

(31)

Tabel 23. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Sumbar

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)

1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6 6

2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 1 1

3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 98 5 93

4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5 5

5 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5 5

6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5 1 4

7 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 369 4 365

8 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6 1 5

9 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 8 8

10 50 Kota Guguk

Guguak VIII

Koto Sapi 6 2 4

Situjuah V Nagari Situjuah Gadang Sapi 1 1

Lareh sago Halaban Batu Payung Sapi 2 1 1

Luak

Sungai

Kemuyang Sapi 6 6

11 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1 1

12 Agam Palembayan Salareh Aia Sapi 6 6

13 Pasaman Barat Luhak Nan Duo Koto Baru Sapi 2 2

Pasaman Aur Kuning Sapi 3 1 2

Ranah Batahan Desa Baru Sapi 5 2 3

Koto Balingka Parit Sapi 1 1

Kinali Anam Kt Selatan Sapi 1 1

(32)

Sampel Feses yang di uji PCR di laboratorium Bioteknologi

Tabel 24. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis dengan Propinsi

Sumbar

No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)

1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 7 7

2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 9 9

3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5 5

4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 2 2

5 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1 1

6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 3 3

7 Tanah Datar Tanjung Baru Tanjung Alam Sapi 1 1

Salimpaung Salimpaung Sapi 2 2

Rambatan Rambatan Sapi 1 1

Padang gantiang Koto Alam Sapi 1 1

8 Agam Baso Sei Cubadak Sapi 2 2

9 Pasaman Barat Pasaman Aur Kuning Sapi 1 1

Ranah Batahan Desa Baru Sapi 2 2

10 Pasaman Bonjol Koto Kacian Sapi 1 1

Simpang Alahan Mati Simpang Sapi 1 1

Rao Selatan Tg. Betung Sapi 1 1

Jumlah 40 40

Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Penyakit Paratuberculosis tahun 2013, ada 23 dari 641 sampel (3,59%) hasilnya seropositf terhadap Paratuberculosis, ini berarti adanya reaktor Penyebab Paratuberculosis pada sapi-sapi yang di uji di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, mengingat semakin meningkatnya lalu lintas ternak, bahan pangan asal hewan dan bahan asal hewan dari negara lain ke wilayah Indonesia melalui propinsi di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi mengandung konsekuensi untuk terus melakukan investigasi Penyakit Paratuberculosis secara berkelanjutan dengan memperbanyak jumlah sampel yang diperiksa.

(33)

Dari semua sampel yang diuji dikoleksi dari sapi-sapi yang kelihatannya tidak menampakkan gejala klinis namun hasilnya ada 23 sampel yang seropositif Paratuberculosis. Ini jelas bahwa sapi-sapi yang menderita paratuberculosis tidak menampakkan gejala klinis. Beberapa peneliti melaporkan bahwa lebih dari 90% hewan yang terinfeksi oleh MAP menampakkan diri seperti sehat, namun berpotensi menyebarkan MAP melalui fesesnya dan dapat menularkan MAP kepada Ruminansia lain dalam kelompoknya. Gejala klinis biasanya terjadi segera setelah hewan melahirkan anak pertama atau kedua. Anak sapi atau sapi muda lebih peka terhadap infeksi MAP dibandingkan dengan sapi dewasa.

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

- Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi Masih bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

- Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit Bovine

Spongiform Encepalopathy (BSE)

- Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi ditemukan hasil Laboratorium

Seropositif terhadap Paratuberculosis sebanyak 23 (3,59%) sampel. dan uji PCR hasilnya 40 sampel negatif Paratuberculosis.

Saran

- Perlu dilakukan surveilans ulang setiap tahun terhadap penyakit BSE, PMK, Paratuberculosis serta penyakit eksotik yang lain.

- Perlu adanya metode yang baku dalam pelaksanaan surveilans penyakit

eksotik untuk menjamin keakuratan data.

- Pengembangan metode uji terhadap penyakit eksotik dengan tingkat

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, Manual Standar Metode Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan (1999) Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.

Adji, R.S., 2008. Deteksi Mycobacterium Avium Subspecies Paratuberculosis

pada Sapi Perah di Kab. Bandung dan Banyumas. IPB Bogor

Direktorat Jenderal Peternakan. 2002. Perhitungan Kerugian Ekonomi akibat Penyakit Mulut dan Kuku. Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Frank, J.Fenner, dkk. 1995. Virologi Veteriner Edisi kedua, IKIP Semarang Press, Semarang

Geering, W.A, dkk 1995. Exotic Disease of Animal, Australian Goverment Publising Service, Canberra

OIE.2004a. Manual of Standards or Diagnostic Test and Vaccines.5thed. Foot and

Mouth Disease. OIE.

Subronto. 1997. Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Suseno, P.P.,dkk, 2007. Analisis Serosurveilen Penyakit Mulut dan Kuku Di Indonesia. Buletin Veterinaria Farma. Surabaya.

(36)

Gambar

Tabel 1. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Kep.Riau
Tabel 2. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Riau  No  Kab/kota  Kecamatan  Desa/Kel  Jenis
Tabel 5. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau
Tabel  7.  Jumlah  Sampel  dan  Lokasi  Investigasi  Penyakit  BSE  Prop.  Sumatera  Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Guru dan siswa menentukan tujuan belajar yang diharapkan diperoleh para siswa. 2) Tentukan objek yang harus dipelajari dan dikunjungi. Dalam menetapkan objek kunjungan

Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari agama maupun norma-norma lain dalam kehidupannya..

Batas eair tanah atoo liquid limit adalah kadar air pada kondisi dimana tanah mulai berubah dari pla~is menjadi eair atau sebaliknya yaitu batas antara keadaan

Bila dicocokkan dengan tabel referensi, kedua spot ini tidak sesuai dengan suatu jenis antosianidin tertentu; namun bila memperhatikan kesesuaian hasil dengan pemisahan

Model yang digunakan dan keluaran ( output ) yang diharapkan untuk dapat melakukan peramalan banjir seperti terlihat pada Gambar 13. Dalam membangun model tersebut,

Tidak adanya pengaruh antara profesionalisme guru Aqidah Akhlak dalam proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa di SMP YPP Nurul Huda Kelurahan Simolawang

Keempat jenis faktor tersebut kemudian dianalisis dan dimasukkan ke dalam matriks SWOT sehingga dihasilkan delapan alternatif strategi yang dapat dilakukan agar tujuan