• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Jasa

2.1.1 Definisi Jasa

Menurut Kotler dan Keller (2009: p386) “jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud fisik (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.”

Sedangkan definisi jasa menurut Gronroos dalam Fandy Tjiptono (2011: p17) adalah “proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan/atau sumber daya fisik atau barang dan/atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan.” Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan kerapkali terjadi dalam jasa, sekalipun pihak-pihak yang terlibat mungkin tidak menyadarinya.

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa jasa pelayanan adalah tindakan atau aktivitas tak kasat mata yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lainnya, serta tidak mengakibatkan kepemilikan terhadap apa yang ditawarkan.

(2)

10

Seperti yang dikutip dari Lovelock dan Gummesson dalam buku Fandy Tjiptono (2011: p34) disebutkan empat karakteristik jasa adalah sebagai berikut: Intangibility

Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu obyek, alat, material, atau benda; maka jasa justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Hal ini menyebabkan jasa tidak dapat dirasa, diraba, dilihat sebelum dikonsumsi dan pelanggan tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengkonsumsinya sendiri.

1. Heterogeneity/Variability/Inconsistency

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output , artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal semacam ini terjadi karena jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya. Manusia biasanya tidak dapat diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya.

2. Inseparability

Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam

(3)

11

pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa yang bersangkutan.

3. Perishability

Perishability berarti bahwa jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan

tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu yang akan datang, dijual kembali atau dikembalikan.

2.1.3 Klasifikasi Jasa

Menurut Kotler (2008: p43) penawaran sebuah perusahaan kepada sasarannya biasanya mencakup beberapa jenis jasa. Komponen jasa ini bisa merupakan bagian kecil ataupun bagian utama/pokok dari keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang pada satu sisi dan jasa murni pada sisi lainnya.

Berdasarkan pernyataan diatas, dibedakan lima kategori produk jasa yang dapat ditawarkan oleh perusahaan. Kelima kategori itu adalah:

1. Produk fisik murni

Produk yang ditawarkan pada kategori ini semata-mata hanya berupa produk fisik seperti sepatu, pasta gigi, minuman ringan, tisu, dan sabun).

2. Produk fisik dengan jasa pendukung

Pada kategori ini, penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai dengan satu atau beberapa jasa/layanan untuk meningkatkan daya tarik pada konsumen. Sebagai contoh, dealer mobil yang menawarkan jasa pengantaran, fasilitas pembayaran kredit, reparasi dll.

(4)

12

3. Produk gabungan antara produk fisik dan jasa (Hybrid)

Penawaran pada kategori ini terdiri atas komponen barang dan jasa yang kurang lebih sama besar porsinya. Contohnya adalah restoran siap saji. 4. Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor

Produk yang ditawarkan pada kategori ini terdiri atas jasa pokok tertentu bersama-sama dengan jasa tambahan dan/atau barang-barang pendukung. Misalnya seperti jasa penerbangan yang menawarkan jasa transportasi tetapi juga menawarkan produk makanan dan minuman.

5. Jasa murni

Penawaran pada kategori ini hampir seluruhnya berupa jasa, contohnya jasa fisioterapi, konsultasi psikologis, jasa penjaga bayi.

2.2 Kualitas Pelayanan

2.2.1 Definisi Kualitas Pelayanan

Parasuraman dalam Culiberg dan Rosjek (2010: p152) menyatakan bahwa “kualitas pelayanan merupakan penyampaian secara excellent atau superior pelayanan yang ditujukan untuk memuaskan pelanggan sesuai dengan persepsi dan harapannya”.

Menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono Fandi (2011: p180) “kualitas jasa pelayanan atau yang biasanya disebut dengan service quality adalah ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan”.

(5)

13

Berdasarkan definisi-definisi tentang kualitas pelayanan, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

2.2.2 Manfaat Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2011: p206) ada beberapa manfaat yang didapat dari perusahaan dengan meningkatkan kualitas pelayanan. Manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Terjalin relasi saling menguntungkan jangka panjang antara peusahaan dan

pelanggan

2. Terbukanya peluang pertumbuhan bisnis melalui pembelian uang, cross-selling dan up-cross-selling

3. Loyalitas pelanggan bisa terbentuk 4. Laba yang diperoleh bisa meningkat

5. Persepsi pelanggan dan public terhadap reputasi perusahaan semakin positif 2.2.3 Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam jurnal Culiberg dan Rojsek (2010: p152) mengidentifikasi lima dimensi utama kualitas pelayanan yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya. Kelima dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Reliabilitas (Reliability)

Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

(6)

14

• Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan

• Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan • Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali • Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan • Menyimpan catatan/dokumen tanpa kesalahan

2. Daya tanggap (Responsiveness)

Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

Atribut dimensi ini adalah sebagai berikut:

• Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyamoaian jasa.

• Layanan yang segera/cepat bagi pelanggan • Kesediaan untuk membantu pelanggan

• Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan 3. Jaminan (Assurance)

Perilaku karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.

(7)

15

Atribut pengukuran dimensi ini adalah:

• Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan • Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi • Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan

• Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan 4. Empati (Empathy)

Perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

Pengukuran dimensi ini dilihat dari atribut:

• Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan

• Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian • Sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan

• Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan • Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman 5. Bukti Fisik (Tangibles)

Berkenaan dengan daya tarik fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

Atribut pengukuran dimensi ini adalah: • Peralatan modern

• Fasilitas yang berdaya tarik visual • Karyawan yang berpenampilan menarik

(8)

16

• Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual

2.3 Kepuasan Pelanggan

2.3.1 Definisi Kepuasan Pelanggan

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”.

Menurut Kotler (2009: p164) kepuasan pelanggan adalah perasaan seseorang atau sebaliknya setelah membandingkan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari suatu produk atau jasa.

Sedangkan menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2011: p295), kepuasan pelanggan adalah respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara ekspektasi awal dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk.

Dengan demikian, kepuasan pelanggan dapat disimpulkan sebagai perasaan yang dialami pelanggan setelah merasakan perbandingan antara kenyataan (kinerja) dan harapan mereka terhadap suatu produk.

2.3.2 Kesenjangan antara Kinerja dan Harapan

Menurut Kotler dan Amstrong (2008: p51) jika kinerja kualitas layanan dikaitkan dengan ekspektasi dan kepuasan pelanggan, maka akan terbentuk beberapa gambaran sebagai berikut:

(9)

17

Jika kinerja layanan tidak sesuai harapan pelanggan, tentunya pelanggan akan merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.

2. Kinerja sesuai harapan (performance = expectation)

Jika kinerja layanan sesuai dengan harapan pelanggan, pelanggan akan merasa puas. Namun kepuasan pelanggan dianggap biasa saja karena belum adanya keistimewaan dari pelayanan yang diberikan.

3. Kinerja melebihi harapan (performance > expectation)

Jika kinerja layanan melebihi harapan pelanggan, pelayanan yang diberikan dianggap istimewa dan pelanggan puas karena pelayanan yang diberikan dianggap sudah optimal.

2.3.3 Model Konseptual SERVQUAL

Gambar 2.1 Model Konseptual SERVQUAL

(10)

18

Menurut Zeithaml, et al. dalam Tjptono (2011: p217) terdapat lima gap utama yang meliputi:

1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap) Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Penyebabnya bisa karena informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat, interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan, dan tidak adanya analisis permintaan.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap)

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai, dan manajemen perencanaan yang buruk.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap) Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain: spesifikasi kualitas terlalu rumit, para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut, dan spesifikasi tersebut tidak sejalan dengan budaya perusahaan.

(11)

19

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communication gap)

Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pelanggan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi jasa dan kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dan operasi jasa.

5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap) Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa yang bersangkutan.

Zeithaml, et al. dalam Tjiptono (2011: p221) menawarkan perluasan model SERQUAL. Dalam model ini, telah diidentifikasi sejumlah faktor internal yang mempengaruhi tingkat kualitas jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Berdasarkan faktor-faktor yang diidentifikasi, diciptakan strategi-strategi yang dapat memperkecil gap-gap yang ada.

Tabel 2.1 Strategi-strategi yang dapat mengurangi Gap-Gap (terutama gap 1-4) Kualitas Jasa

GAP STRATEGI

POKOK STRATEGI RINCI

GAP 1 Mempelajari apa yang diharapkan

• Berusaha memahami ekspektasi pelanggan melalui riset, analisis komplain, panel pelanggan, dan

(12)

lain-20

pelanggan lain.

• Meningkatkan interaksi langsung antara manajer dan pelanggan dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai kebutuhan dan preferensi pelanggan. • Memperbaiki komunikasi ke atas dari karyawan

kontak ke pihak manajemen, dan mengurangi jumlah jenjang/level manajemen diantara keduanya.

• Menindaklanjuti informasi dan wawasan yang diperoleh dari riset penelitian.

GAP 2 Menyusun standar kualitas jasa yang tepat dan jelas

• Memastikan bahwa manajemen puncak

menunjukkan komitmen konsisten pada kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan.

• Melibatkan manajemen madya dalam penetapan, pengkomunikasian, dan penerapan standar jasa yang berorientasi pelanggan dalam unit kerja mereka. • Membekali para manajer dengan

keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk memimpin karyawan agar dapat menyampaikan jasa yang berkualitas.

• Bersikap reseptif terhadap cara-cara baru dalam menjalankan bisnis yang bisa mengatasi berbagai hambatan dalam rangka mewujudkan jasa

(13)

21 berkualitas.

• Membakukan tugas-tugas kerja repetitive demi menjamin konsistensi dan reliabilitas, baik melalui penerapan hard technology (seperti otomatisasi) maupun soft technology (penyempurnaan metode kerja).

• Menetapkan sasaran kualitas jasa yang jelas, menantang, realistis, dan dirancang secara eksplisit untuk memenuhi harapan pelanggan.

• Mengukur kinerja dan memberikan balikan rutin • Menghargai manajer dan karyawan atas keberhasilan

mereka dalam mencapai sasaran kualitas. GAP 3 Memastikan bahwa

kinerja jasa sesuai dengan standar

• Mengklarifikasi peranan setiap karyawan melalui deskripsi kerja yang jelas dan rinci.

• Memastikan bahwa semua karyawan memahami kontribusi pekerjaan mereka terhadap kepuasan pelanggan.

• Menyelaraskan karyawan dengan pekerjaan melalui proses seleksi yang menekankan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan setiap pekerjaan dengan baik.

(14)

22

karyawan dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada mereka secara efektif.

• Mengembangkan metode-metode rekrutmen dan retensi inovatif untuk menarik karyawan terbaik dan menciptakan loyalitas mereka terhadap organisasi. • Mengukur kinerja karyawan dan mengkaitkan

kompensasi serta penghargaan dengan penyampaian jasa berkualitas.

• Melatih para karyawan dalam hal antar-pribadi, khususnya menyangkut interaksi dengan pelanggan dalam kondisi stres dan penuh tekanan.

• Menghilangkan konflik peran di antara para karyawan melalui pelibatan mereka dalam proses penetapan standar.

• Melatih para karyawan dalam hal penetapan priorita dan manajemen waktu.

• Memastikan bahwa setiap karyawan jasa pendukung internal benar-benar bersikap suportif kepada customer contact personnel.

GAP 4 Memastikan bahwa penyampaian jasa sesuai dengan janji

• Mengumpulkan masukan dari karyawan operasional sewaktu iklan baru sedang dibuat.

(15)

23

yang diberikan yang sedang melakukan tugas mereka.

• Memberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menelaah iklan sebelum diekspos kepada para pelanggan.

• Meminta staf penjualan agar melibatkan staf operasional dalam pertemuan tatap muka dengan pelanggan.

• Memastikan bahwa standar jasa yang konsisten diberlakukan di semua lokasi penyampaian jasa. • Mengelola harapan pelanggan, dengan cara

menginformasikan kepada mereka apa saja yang mungkin dan tidak mungkin mereka terima, serta yang paling penting, disertai alasannya..

2.3.4 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode pengukuran kepuasan pelanggan diantaranya adalah (Kotler dan Keller, 2009: p166):

1. Keluhan dan saran

Perusahaan dapat memberikan formulir keluhan dan saran kepada setiap pelanggannya untuk mengetahui kualitas produk dan pelayanan yang mereka berikan. Dengan formulir keluhan dan saran, perusahaan dapat terus meningkatkan kualitas produk dan jasa mereka.

(16)

24 2. Survei

Perusahaan tidak boleh hanya bergantung pada formulir keluhan dan saran dari pelanggan untuk memperbaiki kualitas pelayanan mereka. Perusahaan juga harus melakukan survei berkala dengan cara menelepon secara acak pelanggannya untuk mengetahui kinerja perusahaan dan kinerja pesaing. 3. Pelanggan bayangan (ghost shopping)

Pelanggan bayangan adalah menyuruh orang untuk berpura-pura membeli produk atau jasa, kemudian menilai dan melaporkan titik-titik kuat dan lemah suatu produk atau jasa perusahaan maupun perusahaan lainnya. 4. Lost customers Analysis

Perusahaan dapat menghubungi pelanggan yang sudah tidak aktif membeli produk atau jasa dari perusahaan. Dengan begitu perusahaan dapat menganalisa apa penyebab pelanggan tidak menggunakan produk dan jasa mereka lagi.

2.4 Loyalitas Pelanggan

2.4.1 Definisi Loyalitas Pelanggan

Loyalitas pelanggan menurut Kotler (2009: p138) adalah kesetiaan terhadap pembelian produk, ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan, dan mereferensikan secara total esistensi perusahaan.

Lovelock dan Wirtz (2011: p338) menyatakan “loyalty is customer’s willingness to continue patronizing a firm over the long term, preferably on an exclusive basic and recommending the firm’s products to friends and associates” (loyalitas sebagai kemauan

(17)

25

pelanggan untuk terus berlangganan dalam jangka panjang, secara eksklusif dan merekomendasikan produk perusahaan ke teman-teman atau rekan mereka).

Dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan adalah keputusan pelanggan untuk melakukan pembelian berkala terhadap suatu produk atau jasa.

2.4.1 Jenis-jenis Loyalitas

Dick dan Basu dalam Tjahyadi (2006: p69) mengintegrasikan perspektif sikap dan perilaku ke dalam satu model komprehensif. Dengan mengkombinasikan komponen sikap dan perilaku pembelian ulang, terdapat empat jenis loyalitas.

Gambar 2.2 Empat Jenis Loyalitas

Sumber: Dick, A and Basu, K. 1994. Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual Framework. Journal of Marketing Science, Vol. 22, pp. 99-113 dalam Tjahyadi (2006)

Dari gambar diatas, keempat jenis loyalitas pelanggan tersebut adalah: 1. No loyalty (Tanpa Loyalitas)

Pelanggan yang frekuensi pembelian ulangnya rendah dan sikapnya juga rendah. Sikap yang rendah ini menunjukkan bahwa perusahaan kurang

(18)

26

berhasil dalam mengkombinasi produk atau karena dalam pasar merek-merek yang ada dianggap tidak memiliki perbedaan oleh pelanggan.

2. Spurious Loyalty (Loyalitas Palsu)

Pelanggan yang berulang kali melakukan pembelian, tetapu sikap mereka terhadap merek relatif rendah. Hal ini terjadi karena faktor situasional atau karena kondisi pasar yang memaksa pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.

3. Latent Loyalty (Loyalitas Tersembunyi)

Pelanggan seperti ini banyak terjadi karena pengaruh dari lingkungan pasar dimana norma-norma dan situasi social kurang mendukung pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.

4. Loyalty (Loyalitas)

Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana pelanggan bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

2.4.3 Tahapan Loyalitas

Griffin (2005: p35) membagi tahapan loyalitas sebagai berikut:

1. Suspect, semua orang mungkin akan membeli produk atau jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan.

2. Prospect, setiap orang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa dan mempunyai kemampuan untuk membeli produk atau jasa tersebut.

(19)

27

3. Disqualified prospect, prospek pasar telah mengetahui produk atau jasa perusahaan, namun tidak mempunyai kebutuhan maupun kemampuan untuk membeli produk atau jasa tersebut.

4. First time buyer, pelanggan untuk pertama kalinya membeli produk atau jasa perusahaan.

5. Repeat buyer, pelanggan sudah membeli produk atau jasa perusahaan dua kali ataupun lebih.

6. Clients, Pelanggan yang membeli produk ataupun jasa adalah yang memiliki kebutuhan akan produk dan jasa, dan membelinya secara teratur dan mereka telah memiliki sifat retention (bertahan).

7. Advocated, pada tahap ini clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang atau jasa diperusahaan tersebut.

Gambar 2.3 The Loyalty Pyramid

(20)

28 2.4.4 Indikator Loyalitas

Indikator Penilaian Loyalitas Pelanggan menurut Kotler (2009: p138) adalah: 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat)

2. Memberikan referensi kepada orang lain (referral)

3. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing atau tidak mudah terpengaruh oleh bujukan pesaing (retention)

2.4.5 Manfaat Loyalitas

Selanjutnya Lovelock dan Wirtz (2011; p338) mengemukakan beberapa keuntungan yang akan diperoleh perusahaan jika mereka memiliki pelanggan yang loyal. Beberapa keuntungan tersebut antara lain seperti:

1. Keuntungan dari peningkatan penjualan

2. Keuntungan dari pengurangan biaya operasional

3. Keuntungan dari positif word of mouth recommendation

4. Keuntungan dari biaya premium yang diberikan kepada pelanggan lama

2.5 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan

Kebanyakan hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dimediasi oleh kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa pendapat ahli, seperti Bloemer et al dalam Culiberg dan Rojsek (2010: p152) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan.

(21)

29

Studi empiris lainnya yang dilakukan oleh Schmidt and Sapsford dalam Musriha (2012: p239) juga menemukan bahwa “There is empirical evidence that encounter satisfaction enhances perception of service quality, which in turn increase customer loyalty” (terdapat bukti empiris bahwa kepuasan pelanggan dicapai dari persepsi kualitas pelayanan yang kemungkinan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Dari pendapat-pendapat mengenai hubungan kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan yang baik dan istimewa tentunya akan berdampak pada meningkatnya kepuasan pelanggan, dan dengan sendirinya akan tercipta loyalitas pelanggan.

2.6 Kerangka Pemikiran

Banyak penelitian menyebutkan bahwa kualitas pelayanan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tetapi apakah berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan? Atas dasar itulah, penulis melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pelanggan di Restoran Tairyo Indonesia” dengan menggunakan kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada gambar 2.6.

Di dalam penelitian ini, akan dibahas secara mendalam pengaruh variabel X yaitu kualitas pelayanan dan variabel Y yaitu loyalitas pelanggan. Menurut Parasuraman, et al dalam jurnal Culiberg dan Rojsek (2010: p152) terdapat lima dimensi utama kualitas pelayanan yaitu ketanggapan (responsiveness), reliabilitas (reliability), empati (emphaty), kepastian (assurance), bukti langsung (tangibles). Variabel ini akan berbanding lurus atau berhubungan asimetris variabel loyalitas pelanggan. Hubungan asimetris adalah hubungan

(22)

30

yang terjadi akibat dari variabel bebas terhadap variabel terikat (Kuntjojo, 2009: p41). Loyalitas pelanggan akan terlihat dari pembelian ulang, daya tahan terhadap pesaing, dan rekomendasi dari pelanggan ke pelanggan lain akan produk perusahaan (Kotler, 2009: p138).

(23)

31

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

=

Sumber: hasil pengolahan data 2012

Latar belakang:

Banyak penelitian menyebutkan bahwa kualitas pelayanan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tetapi apakah berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan?

Y Loyalitas Pelanggan: 1.Pembelian Ulang 2.Menunjukkan daya tahan terhadap pesaing 3.Mempengaruhi pelanggan lain Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Loyalitas Pelanggan di

Restoran Tairyo X Kualitas Pelayanan: 1.Ketanggapan 2.reliabilitas 3.Empati 4.Kepastian 5.Bukti Langsung Jenis penelitian: Kausal kuantitatif Teknik Penelitian: Wawancara Studi Pustaka Kuesioner Hasil penelitian:

1.Terlihat seberapa jauh upaya peningkatan kualitas pelayanan di restoran Tairyo

2.Terlihat seberapa besar loyalitas pelanggan di restoran Tairyo

3.Terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan di restoran Tairyo

Gambar

Gambar 2.1 Model Konseptual SERVQUAL
Gambar 2.2 Empat Jenis Loyalitas
Gambar 2.3 The Loyalty Pyramid
Gambar 2.4  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini

Foto oleh Gede Agus Wahyu Setia Yasa Selain flash bone dan flash resin, di “Bali Poenya” juga memproduksi kerajinan ukiran tulang berupa benda hias. Benda hias di Bali

Menurut Sugiyono (2003:11) penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih dalam hal ini variabel Kesadaran Merek

penuh dalam diri manusia maka bersaman dengan itu hidup yang tentram penuh syukur akan manusia dapatkan dalam dirinya, oleh sebab itulah mengapa ilmu agama dalam hal ini (aqidah)

Bahwa untuk kelanjutan Program Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh STIBA Makassar, perlu ditetapkan para Calon Mahasiswa Baru yang dinyatakan lulus

Hasil plottingpada grafik B vs Cl menunjukkan adanya dua kelompok yang berbeda, yaitu:(1) sampel dari Baturraden, Paguyangan dan Sungai Cilakar (Bantarkawung) memiliki rasio

Berdasarkan permasalahan tersebut, dilakukan penelitian agar kinerja jig dapat meningkat dan target perusahaan dapat tercapai dengan melakukan percobaan merubah

1. Kesepakatan antara kedua belah pihak. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.. Sesuatu hal tertentu, dalam hal ini untuk menerima karyawan/mampekerjakan karyawan.