• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Metode Partisipatif Dalam Kegiatan Penyuluhan Program Sistem Legowo 4:1 Pada Petani Padi Sawah Di Desa Janggir Leto Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Metode Partisipatif Dalam Kegiatan Penyuluhan Program Sistem Legowo 4:1 Pada Petani Padi Sawah Di Desa Janggir Leto Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN METODE PARTISIPATIF

DALAM KEGIATAN PENYULUHAN PROGRAM SISTEM

LEGOWO 4:1 PADA PETANI PADI SAWAH DI DESA

JANGGIR LETO KECAMATAN PANEI

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH :

MEYLANY SINAGA

070309015

PKP

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan dalam satu kali musim tanam yaitu pada bulan September tahun 2010 sampai bulan Februari tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode partisipatif di daerah penelitian dalam penerapan Sistem Legowo 4:1.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Desa Janggir Leto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Metode penentuan subyek penelitian menggunakan metode sensus, subyek penelitiannya adalah seluruh petani padi sawah yang bergabung dalam satu kelompok tani yang mengikuti program Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menjelaskan dan menguraikan bagaimana pelaksanaan metode partisipatif dalam kegiatan program Sistem Legowo 4:1 di daerah penelitian. Hasil dari analisis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penerapan Sistem Legowo 4:1 yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian sebesar 93,36%, yang artinya petani di Desa Janggir Leto hampir menerapkan seluruh program Sistem Legowo 4:1 dan dampaknya adalah produktivitas padi sawah petani di Desa Janggir Leto meningkat.

2. Pelaksanaan metode penyuluhan partisipatif dalam penerapan Sistem Legowo 4:1 yang dilaksanakan berhasil pada tiap-tiap indikator pelaksanaan. Pada indikator context persentase ketercapaian sebesar 83,33% dengan nilai 10. Pada indikator input persentase ketercapaian sebesar 80,88% dengan nilai 7,28. Pada indikator process persentase ketercapaian sebesar 77,33% dengan nilai 20,88. Pada indikator product persentase ketercapaian sebesar 86,66% dengan nilai 7,8.

(3)

RIWAYAT HIDUP

Meylany Sinaga, lahir di Pematangsiantar pada Tanggal 7 Mei 1989, sebagai anak ke-3 dari 3 bersaudara, anak dari Bapak S. Sinaga dan Ibu D. Saragih.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1994 masuk Taman Kanak-Kanak Perguruan Kristen Kalam Kudus

Pematangsiantar, tamat tahun 1995.

2. Tahun 1995, masuk Sekolah Dasar Perguruan Kristen Kalam Kudus

Pematangsiantar, tamat tahun 2001

3. Tahun 2001, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Perguruan Kristen Kalam

Kudus Pematangsiantar, tamat tahun 2004

4. Tahun 2004, masuk Sekolah Menengah Umum Perguruan Sultan Agung

Pematangsiantar, tamat tahun 2007

5. Tahun 2007, diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara Medan, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “EVALUASI PELAKSANAAN METODE

PARTISIPATIF DALAM KEGIATAN PENYULUHAN PROGRAM

SISTEM LEGOWO 4:1 PADA PETANI PADI SAWAH DI DESA

JANGGIR LETO KECAMATAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN”.

Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

• Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengajari penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

• Ibu Emalisa, SP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing, mengajari dan membantu penulis

dalam penyempurnaan skripsi ini.

• Ibu Dr. Salmiah, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FP USU dan Bapak

Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku Sekretaris Departemen Agribisnis, FP

USU yang telah memberikan kemudahan dalam hal kuliah dan administrasi

(5)

• Seluruh Dosen Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis

selama ini

• Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian khususnya pegawai Departemen

Agribisnis

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada

Ayahanda S. Sinaga Ibunda D. Saragih atas motivasi, kasih sayang, dan

dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada penulis selama

menjalani kuliah, tidak lupa kepada kakanda Devi J. Sinaga dan Jan Sepdi Sinaga

atas semangat yang diberikan.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di

Departemen Agribisnis angkatan 2007 yang telah banyak membantu penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Tidak lupa kepada orang yang terkasih

Paul D. Panggabean yang telah memberikan semangat serta doanya sehingga

penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat

terwujud dan semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2011

(6)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ... v

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 6

Sistem Tanam Legowo 4:1 ... 13

Persiapan Lahan ... 13

Pembibitan Padi ... 14

Pemeliharaan Tanaman Padi ... 15

Landasan Teori ... 17

Metode Partisipatif ... 18

Model Evaluasi CIPP ... 23

Kerangka Pemikiran ... 26

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 29

Metode Penentuan Subyek Penelitian ... 29

Metode Pengumpulan Data ... 29

Metode Analisis Data ... 30

Definisi dan Batasan Operasional ... 34

Definisi ... 34

(7)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Luas dan Letak Geografis ... 36

Keadaan Penduduk ... 36

Sarana dan Prasarana ... 38

Karakteristik Petani ... 39

Umur ... 39

Tingkat Pendidikan... 39

Pengalaman Bertani ... 39

Luas Lahan ... 40

Jumlah Tanggungan ... 40

Budaya Partisipatif... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Sistem Legowo 4:1 ... 42

Persiapan Lahan ... 45

Pembibitan Padi ... 48

Pemeliharaan Tanaman Padi ... 48

Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan Sistem Legowo 4:1 ... 51

Tingkat Partisipasi Petani dalam Penerapan Sistem Legowo 4:1 di daerah penelitian ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 65

Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan

Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto...30

2. Skor Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam

Penerapan Sistem Legowo 4:1……….………..32

3. Nilai Indikator Partisipasi...32

4. Distribusi Penduduk Desa Janggir Leto Menurut

Kelompok Umur Tahun 2010……….………37

5. Komposisi Penduduk Desa Janggir Leto Menurut

Mata Pencaharian Tahun 2010 ………..……….37

6. Banyaknya Penduduk Desa Janggir Leto Menurut

Suku Bangsa Tahun 2010……….…….……38

7. Sarana dan Prasarana yang Tersedia di Desa

Janggir Leto Tahun2010……….………38

8. Karakteristik Petani Desa Janggir Leto Kecamatan Panei……….39

9. Penerapan Sistem Legowo 4:1 di Desa JanggirLeto……….….42

10. Penilaian Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan

Sistem Legowo 4:1 Berdasarkan Model CIPP di Desa Janggir Leto….……51

11. Hasil Transformasi Nilai Penerapan Sistem Legowo 4:1

di Desa Janggir Leto………...……53

12. Rata-rata Produksi Padi Petani Legowo 4:1 dan Petani Tegel………59

13. Lingkup Partisipasi Petani dalam Penerapan Sistem Legowo 4:1…………..61

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Sistem Tanam Legowo 4:1………...16

2. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Metode Partisipatif

Dalam Kegiatan Penyuluhan Program Sistem Legowo 4:1

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1. Karakteristik Petani Sampel

2. Pertanyaan untuk Tujuan 1

3. Penerapan Sistem Legowo 4:1 Petani Sampel Di Desa Janggir Leto

Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

4. Pertanyaan untuk Tujuan 2

5. Frekuensi Jawaban Pertanyaan Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif

dalam Penerapan Sistem Legowo 4:1

6. Penilaian Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan

Sistem Legowo 4:1 Berdasarkan Indikator Context

7. Penilaian Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan

Sistem Legowo 4:1Berdasarkan Indikator Input

8. Penilaian Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan

Sistem Legowo 4:1 Berdasarkan Indikator Process

9. Penilaian Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan

Sistem Legowo 4:1 Berdasarkan Indikator Product

10. Pertanyaan untuk Tujuan 3

11. Tingkat Partisipasi Petani Di Desa Janggir Leto Kecamatan Panei

(11)

RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan dalam satu kali musim tanam yaitu pada bulan September tahun 2010 sampai bulan Februari tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode partisipatif di daerah penelitian dalam penerapan Sistem Legowo 4:1.

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Desa Janggir Leto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun. Metode penentuan subyek penelitian menggunakan metode sensus, subyek penelitiannya adalah seluruh petani padi sawah yang bergabung dalam satu kelompok tani yang mengikuti program Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun.

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menjelaskan dan menguraikan bagaimana pelaksanaan metode partisipatif dalam kegiatan program Sistem Legowo 4:1 di daerah penelitian. Hasil dari analisis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penerapan Sistem Legowo 4:1 yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian sebesar 93,36%, yang artinya petani di Desa Janggir Leto hampir menerapkan seluruh program Sistem Legowo 4:1 dan dampaknya adalah produktivitas padi sawah petani di Desa Janggir Leto meningkat.

2. Pelaksanaan metode penyuluhan partisipatif dalam penerapan Sistem Legowo 4:1 yang dilaksanakan berhasil pada tiap-tiap indikator pelaksanaan. Pada indikator context persentase ketercapaian sebesar 83,33% dengan nilai 10. Pada indikator input persentase ketercapaian sebesar 80,88% dengan nilai 7,28. Pada indikator process persentase ketercapaian sebesar 77,33% dengan nilai 20,88. Pada indikator product persentase ketercapaian sebesar 86,66% dengan nilai 7,8.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang penting bagi bangsa Indonesia. Pertanian

merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia, sampai saat

ini merupakan salah satu sektor andalan bagi perekonomian negara kita. Namun

pada umumnya usaha pertanian masih dilakukan secara tradisional, dikerjakan

pada lahan-lahan yang sempit dan pemanfaatan lahannya tidak optimal, sehingga

hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya itu sendiri, bahkan

kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003:3).

Prioritas utama pembangunan pertanian adalah menyediakan pangan bagi

seluruh penduduk yang terus meningkat. Bila dikaitkan dengan keterjaminan

pangan ini menyiratkan pula perlunya pertumbuhan ekonomi disertai oleh

pemerataan sehingga daya beli masyarakat meningkat dan distribusi pangan

merata. Di sisi lain, upaya untuk meningkatkan pendapatan petani terus

dilakukan agar mereka tetap bergairah dalam meningkatkan produksi

usahataninya (BPTP, 1992:4).

Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah Orde Baru ketika

mulai memerintah adalah menguasai krisis pangan, terutama beras. Wujud dari

krisis pada waktu itu adalah ketergantungan pada impor yang semakin lama

semakin besar, sedangkan dana untuk membiayai impor tersebut semakin lama

justru semakin terbatas. Dengan bantuan lembaga pemerintah, berupaya

membenahi kegiatan produksi pangan. Termasuk di dalam upaya itu adalah

(13)

mendukung kegiatan penyuluhan dengan tujuan, yaitu peningkatan produksi

pangan (Ekstensia, 2003:41).

Dalam upaya meningkatkan hasil juga dilakukan pula penelitian dan

pengkajian teknik penataan populasi tanaman dalam satuan luas lahan tertentu.

Teknik ini banyak dilaksanakan oleh petani di Jawa yang disebut dengan sistem

tanam jajar legowo. Legowo berasal dari bahasa Jawa yaitu Lego = lega/luas dan

Dowo = memanjang, jadi artinya sistem tanam jajar dimana antara barisan

tanaman padi terdapat lorong yang kosong yang lebih lebar dan memanjang

sejajar dengan barisan tanaman padi (Taher, 2000:12-14).

Peningkatan produktivitas usaha tanaman padi sangat dibutuhkan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Dimana padi merupakan

bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Untuk itu Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian menciptakan komponen teknologi PTT yaitu Pengelolaan

Tanaman Terpadu yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, bibit muda,

sistem tanam Legowo 4:1, pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik,

pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. Kesinergisan PTT mampu

meningkatkan produktivitas padi.

Sistem tanam Legowo 4:1 merupakan salah satu komponen PTT pada padi

sawah yang memiliki keuntungan sebagai berikut:

1. terdapat ruangan terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan

tanaman akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman

padi sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak pada

(14)

2. sistem tanaman bersaf/berbaris ini member kemudahan petani dalam

pengelolaan usahataninya seperti : pemupukan susulan, menyiang, pelaksanaan

pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Di samping itu juga lebih

mudah mengendalikan hama tikus.

3. meningkatnya jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap

kelompok tanaman 4:1, akan meningkatkan jumlah populasi tanaman per hektar,

sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman per satuan luas.

4. system tanam bersaf/berbaris ini juga berpeluang untuk mengembangkan sistem

produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi ikan dan bebek)

(Sembiring, 2001:58).

Dalam kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh pertanian memiliki peranan

yang penting dalam penyampaian materi-materi penyuluhan yang diperlukan oleh

petani beserta keluarganya. Seorang penyuluh harus bisa memilih dan

menerapkan cara atau metode apa yang digunakan untuk menyampaikan materi

penyuluhan. Sasaran penyuluhan yang akan diberi Penyuluh Pertanian cukup

beragam, baik pada tahap perkembangan mental, keadaan lingkungan. Dengan

keragaman sasaran tersebut maka perlu dipilih dan digunakan metode Penyuluh

Pertanian yang sesuai dengan kondisi sasaran agar materi tersebut bisa diterima

secara efektif oleh petani dan bisa menimbulkan perubahan-perubahan perilaku

sesuai dengan yang diinginkan.

Pemberdayaan petani dengan menerapkan metode partisipatif adalah salah

satu metode yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan petani dalam menggali potensi yang mereka miliki, serta mampu

(15)

secara bersama dalam kelompok yang difasilitasi penyuluh pertanian

mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam usahataninya serta

memilih dan menyepakati langkah-langkah pemecahannya baik yang akan

dilakukan sendiri, secara bersama dalam kelompok atau untuk mendapat bantuan

dari para penyuluh atau pihak lainnya. Untuk itulah dipandang perlu untuk

mensosialisasikan penerapan metode partisipatif secara lebih luas dengan

memfokuskan kembali penyuluhan pertanian kepada petani.

Penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan kehutanan di Kabupaten

Simalungun diatur dengan Surat Keputusan Bupati Simalungun No. 188/45/1848

Sosekdik tanggal 2 Juli 2004, tentang pedoman kegiatan Penyuluhan Pertanian,

dengan metode pendekatan partisipatif. Salah satu diantaranya adalah

mengembangkan kegiatan penyuluhan dikelola petani atau disebut dengan Farmer

Managed Activities (FMA). Melalui kegiatan FMA, petani dapat mengorganisir,

merencanakan sendiri apa yang dipelajarinya untuk pengembangan usahataninya,

melaksanakan kegiatan penyuluhan dan mengevaluasi. (Sirait, 2006:13).

Simalungun merupakan salah satu daerah yang menerapkan metode

partisipatif dalam program teknologi Legowo 4:1 khususnya Desa Janggir Leto

mulai tahun 2004. Namun demikian, sampai dengan saat ini penulis belum

menemukan adanya evaluasi tentang pelaksanaan metode partisipatif. Dengan

demikian penulis merasa perlu melakukan evaluasi pelaksanaan metode

partisipatif dalam program teknologi Legowo 4:1 tersebut dalam bentuk penelitian

(16)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka disusun permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan Sistem Legowo 4:1 di daerah penelitian ?

2. Bagaimana pelaksanaan metode penyuluhan partisipatif dalam penerapan

Sistem Legowo 4:1 ?

3. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam penerapan Sistem Legowo 4:1 di

daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan Identifikasi Masalah maka tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan Sistem Legowo 4:1 di daerah penelitian

2. Untuk mengevaluasi pelaksanaan metode penyuluhan partisipatif dalam

penerapan Sistem Legowo 4:1 yang dijalankan

3. Untuk mengetahui tingkat partisipasi petani dalam penerapan Sistem Legowo

4:1 di daerah penelitian

Kegunaan Penulisan

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi petani padi yang mengusahakannya

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan

pihak-pihak terkait dalam mengevaluasi metode partisipatif pada kegiatan

penyuluhan program sistem legowo 4:1

(17)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Evaluasi dalam program penyuluhan merupakan umpan balik dalam

proses komunikasi. Agen penyuluhan yang bekerja tanpa informasi evaluasi, tidak

mengetahui apakah masih menempuh jalur yang benar. Evaluasi sebagai pemberi

informasi digunakan agen penyuluhan sebagai dasar pengambilan keputusan,

walaupun biasanya keputusan juga didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan

oleh banyak sumber informasi (Van den Ban dan Hawkins, 1999:240).

Setiana L. (2005) mengemukakan, bahwa pada dasarnya tahapan

penyusunan program penyuluhan dibagi ke dalam empat tahap dan harus

berurutan. Tahapan tersebut meliputi berikut ini :

a) Tahap pertama : penetapan keadaan

b) Tahap kedua : penetapan masalah

c) Tahap ketiga : penetapan tujuan

d) Tahap keempat : penetapan cara mencapai tujuan

Untuk penilaian program maka dalam perencanaan program penyuluhan harus

dimasukkan tahap kelima, yaitu penetapan penilaian program atau evaluasi dan

dilanjutkan dengan tahap keenam, yaitu penetapan rekonsiderasi program. Pada

tahap penilaian program,kegiatan yang dilakukan adalah meliputi evaluasi

pelaksanaan dan evaluasi hasil pelaksanaan.

Dengan menerapkan teknologi baru dan karena yang mengajarkannya

(18)

kegiatan penyuluhan, bahkan penyuluhan pertanian melalui media radio dan

televisi pun akan menjadi kebutuhannya. Namun demikian tak perlu

mengherankan kalau diantara sekian banyak petani yang telah menerapkan

teknologi baru terdapat pula sebagian kecil petani yang mengabaikan usaha-usaha

penyuluhan, bahkan mereka menolak mengikutinya. Kebanyakan diantara mereka

sendiri dari petani yang sudah lanjut usia, fanatik mempertahankan tradisinya dan

pendidikannya sangat rendah atau buta huruf. Akan tetapi karena mereka melihat

kenyataan bahwa hasil inovasi (pembaharuan) teknologi demikian baik, mereka

selanjutnya tidak menjadi penghalang, hanya sekedar apatis saja

(Kartasapoetra, 1993:24).

Dalam pembangunan pertanian, pembangunan diprakarsai dan

dilaksanakan oleh masyarakat yang berkepentingan yaitu petani. Agar petani

dapat berprakarsa dan berperan aktif dalam pembangunan pertanian terutama

dalam pemecahan masalah yang dihadapi, perlu upaya-upaya pemberdayaan

petani dalam bentuk fasilitasi yang sesuai. Dalam rangka fasilitasi pemberdayaan

petani, Badan Pengembangan SDM Pertanian - Departemen Pertanian

mengembangkan sistem penyuluhan pertanian partisipatif yaitu dengan

memfasilitasi kegiatan penyuluhan yang dikelola petani (Ekstensia, 2003:45).

Paradigma baru penyuluhan pertanian menuntut agar penyuluhan pertanian

difokuskan kembali kepada petani dan keluarganya pelaku pembangunan

pertanian. Dengan demikian kedudukan petani dan keluarganya dalam

pembangunan pertanian adalah sebagai pelaku utama dan sebagai subyek bukan

sebagai obyek. Penyuluhan pertanian yang merupakan bagian dari sistem

(19)

masyarakat menerapkan prinsip-prinsip penyuluhan pertanian yang baik dan

benar. Dengan demikian penggunaan metode penyuluhan pertanian partisipatif

yang berfokus kepada kepentingan serta aspirasi petani dan keluarganya mutlak

diterapkan guna mewujudkan keberdayaan petani dan keluarganya dalam

memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan mereka secara mandiri dan

berkelanjutan.

Adapun prinsip-prinsip metode penyuluhan pertanian partisipatif yaitu:

a. Menolong diri sendiri

Prinsip menolong diri sendiri memberikan landasan bahwa penyuluhan

partisipatif membangun kapasitas dan kemampuan petani beserta keluarganya

dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang mereka miliki untuk

menolong diri sendiri tanpa harus menunggu bantuan orang lain atau

tergantung kepada pihak luar.

b. Partisipasi

Prinsip partisipasi memberikan bahwa penyuluhan partisipatif melibatkan

petani beserta keluarganya mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,

pelaksanaan, sampai evaluasi

c. Kemitrasejajaran

Prinsip kemitrasejajaran memberikan landasan bahwa penyuluhan partisipatif

diselenggarakan berdasarkan atas kesamaan kedudukan antara penyuluh

(20)

d. Demokrasi

Prinsip demokrasi memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan pertanian

partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan,

pelaksanaan, sampai evaluasi diselenggarakan dari petani oleh petani dan

untuk petani

e. Keterbukaan

Prinsip keterbukaan memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan

pertanian partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan,

perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi diselenggarakan secara terbuka.

f. Desentralisasi

Prinsip desentralisasi memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan

pertanian partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan,

perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi dititikberatkan pada daerah

kabupaten/ kota dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan

bertanggungjawab.

g. Keswadayaan

Prinsip keswadayaan memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan

pertanian partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan,

perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi diselenggarakan atas dasar

swadaya petani dengan keluarganya yang diwujudkan dengan cara

menyumbangkan tenaga, dana, material yang mereka miliki untuk

(21)

h. Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan

pertanian partisipatif seluruh kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan,

perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi diawasi oleh petani beserta

keluarganya serta masyarakat tani lainnya

i. Menemukan sendiri

Prinsip menemukan sendiri memberi landasan bahwa penyuluhan partisipatif

bukan hanya sekedar transfer paket teknologi untuk diadopsi oleh petani

beserta keluarganya. Sebaliknya penyuluhan partisipatif ditujukan untuk

memperkuat kapasitas masyarakat tani setempat dalam proses penciptaan dan

pengembangan inovasi melalui kegiatan studi/ kajian yang dilakukan oleh

mereka sendiri.

j. Membangun pengetahuan

Dengan prinsip ini petani beserta keluarganya didorong untuk menjadi

manusia pembelajar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok/

organisasi dan masyarakat

k. Kerjasama dan Koordinasi

Prinsip kerjasama dan koordinasi memberi landasan bahwa penyuluhan

partisipatif diselenggarakan atas dasar kerjasama dan koordinasi yang intensif

baik diantara peneliti. Penyuluh dan petani beserta keluarganya serta

masyarakat tani lainnya, maupun dengan pihak-pihak yang terkait. Kerjasama

dan koordinasi ini dilakukan perorangan maupun melalui kelembagaan, baik

perusahaan swasta, LSM. Perguruan tinggi, Lembaga-lembaga penelitian,

(22)

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K), arti penyuluhan

pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar

mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam

mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya,

sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan

kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi

lingkungan hidup.

Seiring dengan penerapan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, menimbang bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah

sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, pemerintahan daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya

dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah

(23)

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan

prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan

bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk

menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan

kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan

jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun

yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang

dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud

pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan

nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu

berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu

memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin

keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu

membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama

dan mencegah ketimpangan antar Daerah.

Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan

perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat pada

umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi sekaligus sebagai subyek

pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan

(24)

Sistem Tanam Legowo 4:1

Sistem tanam Legowo 4:1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan

kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir

mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan

demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan

pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).

Sistem tanam Legowo pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan produksi

yang diperoleh melalui peningkatan populasi tanaman di bagian pinggir barisan

paling luar pertanaman (tiap empat baris). Dengan dirapatkannya jarak tanam

dalam barisan menjadi 10 cm dibanding sistem tegel 20 cm maka populasi

tanaman pada sistem Legowo 4:1 adalah 400.000 rumpun/ha atau 60% lebih

tinggi dibanding sistem tegel 20x20 cm yang populasinya hanya 250.000

rumpun/ha.

Persiapan Lahan

1. Pengolahan Lahan Padi Sawah :

a) Bersihkan saluran air dan sawah dari jerami dan rumput liar.

b) Perbaiki pematang serta cangkul sudut petak sawah yang sukar dikerjakan

dengan bajak.

c) Bajak sawah untuk membalik tanah dan memasukkan bahan organik yang ada

di permukaan. Pembajakan pertama dilakukan pada awal musim tanam dan

dibiarkan 2-3 hari setelah itu dilakukan pembajakan ke dua yang disusul oleh

pembajakan ketiga 3-5 hari menjelang tanam.

d) Ratakan permukaan tanah sawah, dan hancurkan gumpalan tanah dengan cara

(25)

e) Lereng yang curam dibuat teras memanjang dengan petak-petak yang dibatasi

oleh pematang agar permukaan tanah merata.

2. Pembuatan Baris Tanam

Lahan sawah yang sudah siap ditanami, 1 – 2 hari sebelum tanam, air

dibuang sehingga lahan dalam keadaan macak-macak. Tujuan air dihilangkan

adalah untuk dapat membentuk garis-garis tanam secara jelas. Untuk

memudahkan pelaksanaan tanam secara teratur sebaiknya menggunakan alat

bantu yang disebut dengan ”CAPLAK”. Cara menarik garis dengan

menggunakan Caplak dilakukan dua kali yaitu dari arah utara ke selatan dan dari

arah timur ke barat.

Pembibitan Padi

1. Syarat benih yang baik:

a) Tidak mengandung gabah hampa, potongan jerami, kerikil, tanah dan hama

gudang.

b) Warna gabah sesuai aslinya dan cerah.

c) Bentuk gabah tidak berubah dan sesuai aslinya.

d) Daya perkecambahan 80%.

2. Tanam

Umur bibit padi yang digunakan sebaiknya kurang dari 21 hari. Gunakan 1-3

bibit per lubang tanam pada perpotongan garis yang sudah terbentuk. Cara laju

tanam sebaiknya maju agar perpotongan garis untuk lubang tanam bisa terlihat

dengan jelas. Namun apabila kebiasaan tanam mundur juga tidak menjadi

(26)

pinggir kiri dan kanan dari setiap barisan legowo, populasi tanaman di antara 2

lubang tanam yang tersedia.

Pemeliharaan Tanaman Padi

1. Penyiangan.

Penyiangan dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan alat siang

seperti landak/ gasrok. Apabila penyiangan dilakukan dengan alat siang, cukup

dilakukan ke satu arah sejajar legowo dan tidak perlu dipotong seperti penyiangan

pada cara tanam bujur sangkar. Sisa gulma yangtidak tersiang dengan alat siang di

tengah barisan legowo bisa disiang dengan tangan, bahkan sisa gulma pada

barisan pinggir legowo sebenarnya tidak perlu diambil karena dengan sendirinya

akan kalah persaingan dengan pertumbuhan tanaman padi

2. Pengairan Padi Sawah

Syarat penggunaan air di sawah:

a) Air berasal dari sumber air yang telah ditentukan Dinas Pengairan

b) Air harus bisa menggenangi sawah dengan merata.

c) Lubang pemasukkan dan pembuangan air letaknya besebrangan agar air

merata

d) Air mengalir membawa lumpur dan kotoran yang diendapkan pada petak

sawah

e) Genangan air harus pada ketinggian yang telah ditentukan.

Setelah tanam, sawah dikeringkan 2-3 hari kemudian diairi kembali sedikit

demi sedikit. Sejak padi berumur 8 hari genangan air mencapai 5 cm. Pada waktu

(27)

20cm. Pada waktu padi mulai berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm,

pada waktu padi menguning ketinggian air dikurangi sedikit-demi sedikit.

3. Pemupukan Padi Sawah

Pemupukan dilakukan dengan cara tabur. Posisi orang yang melakukan

pemupukan berada pada barisan kosong diantara 2 barisan legowo. Pupuk ditabur

ke kiri dan ke kanan dengan merata, sehingga 1 kali jalan dapat melakukan

pemupukan 2 barisan legowo.

4. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pada pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan alat semprot

atau handsprayer, posisi orang berada pada barisan kosong di antara 2 barisan

legowo. Penyemprotan dilakukan ke kiri dan kanan dengan merata, sehingga

1 kali jalan dapat melakukan penyemprotan 2 barisan legowo (Pujaratno, 2010).

Berikut ini dijelaskan pada gambar sistem tanam teknologi Legowo 4:1 :

X x x X X x x X

X X X X

X x x X X x x X

X X X X

X x x X X x x X

X X X X

X x x X X x x X

Cahaya Matahari (CHM)

(28)

Gambar 1. Sistem Tanam Legowo 4:1

Landasan Teori

Evaluasi sebagai suatu kegiatan, sebenarnya merupakan proses untuk

mengetahui atau memahami dan memberikan penilaian terhadap sesuatu keadaan

tertentu, melalui kegiatan pengumpulan data atau fakta dan membandingkannya

dengan ukuran serta cara pengukuran tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena

itu setiap pelaksanaan evaluasi harus selalu memperhatikan 3 (tiga) landasan

evaluasi yang mencakup :

a) Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu

b) Menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, sehingga dalam pengambilan

keputusan tentang penilaian harus selalu dilandasi oleh suatu

kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari analisis data atau fakta yang berhasil

dikumpulkan.

c) Obyektif, atau dapat diterima oleh semua pihak dengan penuh kepercayaan

dan keyakinannya dan bukan karena adanya suatu keinginan-keinginan

tertentu atau disebabkan oleh adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak

tertentu. Dengan demikian, pengambilan keputusan tentang penilaian harus

selalu mengacu atau berlandaskan kepada :

Pedoman pengukuran yang sudah ditetapkan (standardized)

Menggunakan alat analisis yang tepat (valid)

Dapat dipercaya (reliable), dalam arti tidak memasukkan pendapat pribadi,

dan didukung oleh data, fakta, teori, atau hasil-hasil kajian atau

(29)

Metode Partisipatif

Metode partisipatif adalah metode yang berfokus kepada kepentingan serta

aspirasi petani dan keluarganya yang bertujuan untuk memperbaiki taraf hidup

dan kesejahteraan petani serta keluarganya secara mandiri dan berkelanjutan.

Untuk menyelenggarakan penyuluhan partisipatif, perlu terlebih dahulu

disamakan persepsi atau interpretasi terhadap partisipasi. Persepsi dan interpretasi

oleh berbagai pihak tentang pengertian partisipasi masih berbeda-beda. Tingkat

partisipasi dalam masyarakat tidak sama tergantung sejauh mana keterlibatan

mereka dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Sebagai contoh :

(1) masyarakat bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dari

program pemerintah; (2) anggota masyarakat ikut menghadiri

pertemuan-pertemuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkajian ulang proyek namun sebatas

pendengar semata; (3) anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam

pengambilan keputusan tentang cara melaksanakan sebuah proyek dan ikut

menyediakan bantuan serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proyek;

(4) angggota masyarakat terlibat secara aktif dalam semua tahapan proses

pengambilan keputusan, yang meliputi perencanaan sebuah program, pelaksanaan,

pengawasan, dan evaluasi (Daniel, dkk. 2006).

Ada beberapa alasan mengapa petani dianjurkan berpartisipasi dalam

keputusan-keputusan yang berkaitan dengan program penyuluhan, yaitu:

1. Mereka memiliki informasi yang sangat penting untuk merencanakan

(30)

pengalaman mereka dengan teknologi dan penyuluhan, serta struktur sosial

masyarakat mereka.

2. Mereka akan lebih termotivasi untuk bekerja sama dalam program

penyuluhan jika ikut bertanggung jawab didalamnya

3. Setiap orang berhak untuk dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan

mengenai tujuan yang ingin mereka capai.

4. Banyak permasalahan pembangunan pertanian, seperti pengendalian erosi

tanah, perolehan sistem usaha tani yang berkelanjutan dan pengelolaan

pendekatan komersil pada pertanian, tidak mungkin lagi dipecahkan dengan

pengambilan keputusan perorangan. Partisipasi kelompok sasaran dalam

keputusan kolektif sangat dibutuhkan.

Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara

berfikir manusia. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit

terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan jika mereka menuruti

saran-saran agen penyuluhan dengan patuh daripada bila mereka ikut

bertanggungjawab (Van den Ban dan Hawkins, 1999:258).

Tingkat partisipasi petani dalam penerapan metodologi penyuluhan

pertanian partisipatif mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan

monitoring dirasakan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini

dapat dimaklumi karena konsep ini merupakan paradigma baru penyelenggaraan

penyuluhan pertanian. Namun bagi petani yang telah mengikuti kegiatan ini

membawa dampak yang positif bagi pengembangan usahataninya

(31)

Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu cara untuk

mengkomunikasikan berbagai informasi dan teknologi baru kepada masyarakat

dalam segala bidang, khususnya bidang pertanian. Penyuluhan pertanian

merupakan ujung tombak dalam pembangunan pertanian, karena melalui kegiatan

penyuluhan, segala informasi dan penemuan baru disampaikan kepada petani.

Bukan hanya sekedar menyampaikan, seorang penyuluh juga harus mampu

merubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidup petani yang sifatnya tertutup

menjadi lebih terbuka terhadap inovasi dan akhirnya mau megadopsinya untuk

digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Soekartawi, 1994:65).

Pendekatan penyuluhan partisipatif tidak hanya mengubah hubungan

antara agen penyuluhan dan petani, tetapi juga memerlukan perubahan

menyeluruh dalam kebudayaan keseluruhan organisasi penyuluhan dan sering

pula dalam bidang-bidang birokrasi pemerintahan lainnya. Semuanya ini tidak

dapat dicapai dengan menggunakan gaya kepemimpinan otoriter dalam organisasi

penyuluhan karena agen penyuluhan desa akan terbelah perhatiannya antara

keinginan masyrakat desa dan kerugian yang dialami. Itulah sebabnya pendekatan

partisipatif lebih sering digunakan dalam organisasi-organisasi penyuluhan swasta

(LSM) daripada organisasi penyuluhan milik pemerintah

(Van den Ban dan Hawkins, 1999:264-265).

Dalam era Otonomi Daerah, pembangunan diprakarsai dan dilaksanakan

oleh masyarakat yang berkepentingan dengan difasilitasi oleh Pemda dan

Pemerintah Pusat sesuai dengan porsinya, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan

potensi yang dimiliki masyarakat setempat. Demikian pula dengan pembangunan

(32)

agar petani dapat berprakarsa dan berperan aktif dalam pembangunan pertanian

terutama dalam pemecahan masalah yang dihadapi, perlu upaya-upaya

pemberdayaan petani dalam bentuk fasilitasi yang sesuai. Bentuk fasilitasi baik

dalam bentuk kebijakan, institusi maupun fasilitator dari Pemda setempat,

sehingga petani mampu berprakarsa dan berperan aktif dalam upaya pemecahan

masalahnya menuju tercapainya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

keluarga petani secara berkelanjutan.

Dalam rangka fasilitasi pemberdayaan petani, Badan Pengembangan SDM

Pertanian, Departemen Pertanian melalui DAFEP (Decenterlize Agriculture and

Forestry Extension Project) mengembangkan sistem penyuluhan pertanian

partisipatif yaitu dengan memfasilitasi kegiatan penyuluhan yang dikelola petani

(Farmer Managed Activity/FMA). FMA adalah suatu bentuk kegiatan

pembelajaran dari dan oleh petani yang dikelola petani dalam satu wadah

kelembagaan petani di Desa itu. DAFEP adalah sebuah konsep model

desentralisasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan kehutanan secara

terpadu yang terstruktur. Desentralisasi penyuluhan harus mampu membangun

pemahaman, kemampuan, kekuatan dan keberanian kepada para petani dan

kelembagaannya untuk dapat menggunakan kewenangan yang menjadi miliknya

(hak untuk mengambil keputusan dan bertindak) secara bertanggung jawab dalam

pembangunan pertanian.

Petani dan keluarganya merupakan kelompok masyarakat terbesar dalam

struktur penduduk di Kabupaten Labuan Batu. Keadaannya relatif masih

tertinggal jika dibandingkan dengan kelompok lainnya, baik ditinjau dari sisi

(33)

sektor perekonomian di Labuan batu sangat besar, terutama dalam penyediaan

bahan pangan, lapangan kerja dan tingkat pendapatan. Karena itu penanganan

yang terencana dan komprehensif sesuai dengan potensi dan masalah yang

dihadapi oleh setiap petani di wilayahnya sangat diperlukan.

Menurut Wakil Bupati Labuan Batu, penerapan metode penyuluhan

partisipatif DAFEP sangat cocok dilaksanakan di wilayahnya, karena kultur

masyarakat Kabupaten Labuan Batu pada umumnya dan khususnya para petani

memiliki daya kreasi, inovasi dan partisipasi yang tinggi. Sehingga aktifitasnya

tergantung peran Pemda. Pemda harus mengatur aparatnya dan para penyuluh

pertanian bekerja dengan terencana, melakukan administrasi dengan baik, serta

transparan. Keadaan ini merupakan modal utama pelaksanaan koordinasi kerja

antara petani, penyuluh pertanian, dan aparat Pemda dalam upaya peningkatan

pembangunan pertanian.

Pelaksanaan penyuluhan partisipatif di Kabupaten Labuan Batu sudah

dilakukan dan rencananya metode pembelajaran partisipatif dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian ini akan dilaksanakan secara terencana ke

desa-desa lainnya. Adapun dampak kegiatan penyelenggaraan penyuluhan

partisipatif DAFEP di Labuan Batu antara lain :

• Aktivitas kelompoktani meningkat melalui revitalisasi kelompoktani

• Kemampuan petani meningkat dalam merencanakan usahataninya dan makin

berkembangnya usaha produktif

• Adanya peran serta pihak lain dalam penyelenggaraan penyuluhan seperti

(34)

• Meluasnya sistem penyuluhan pertanian partisipatif ke kecamatan di luar

DAFEP karena meningkatnya keinginan masyarakat terhadap informasi

pertanian

Dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian partisipatif DAFEP, ada

ditemukan masalah. Masalah utama yang dirasakan adalah belum terpenuhinya

jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) penyuluh pertanian.

Pemecahan masalah tersebut diupayakan dengan melakukan pemberdayaan petani

maju dan petani pemandu dalam penyelenggaraan penyuluhan di tingkat

kecamatan.

Penyuluhan pertanian partisipatif layak untuk dikembangkan, karena

mampu memberdayakan kemampuan petani dalam proses pembelajarannya. Di

samping itu, sasaran penyuluhan pertanian hanya dapat dicapai bila seluruh

potensi dilibatkan, dan meningkatkan koordinasi serta dukungan dari pemerintah

daerah. Meningkatnya keinginan masyarakat terhadap informasi dan teknologi

harus diimbangi dengan peningkatan SDM Penyuluh Pertanian. Keadaan ini pada

akhirnya akan meningkatkan usahatani produktif di pedesaan. Karena adanya

peningkatan kemampuan petani tersebut, pemerintah daerah perlu

mengantisipasinya melalui penyediaan sumber-sumber permodalan.

(Ekstensia, 2003:17-21)

Model Evaluasi CIPP

Dalam ilmu evaluasi program, ada banyak model yang bisa digunakan

untuk mengevaluasi suatu program, salah satunya adalah model evaluasi CIPP.

Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang tujuannya untuk mengambil

(35)

program. Model evaluasi CIPP terdiri atas empat jenis evaluasi, yaitu:

1). Context Evaluation (Evaluasi Konteks) ; 2). Input Evaluation (Evaluasi

Masukan) ; 3). Process Evaluation (Evaluasi Proses) ; 4). Product Evaluation

(Evaluasi Produk).

Evaluasi Konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci

lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani

dan tujuan program. Evaluasi Konteks menghasilkan informasi tentang

macam-macam kebutuhan yang telah diatur prioritasnya agar tujuan dapat diformulasikan.

Evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi,

memberikan perkiraan kebutuhan dan tujuan program, menentukan sasaran

program dan menentukan sejauh mana tawaran ini cukup responsif terhadap

kebutuhan yang sudah diidentifikasi. Penilaian konteks dilakukan untuk

menjawab pertanyaan “Apakah tujuan yang ingin dicapai, yang telah dirumuskan

dalam program benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat”.

Evaluasi input meliputi analisis personal yang berhubungan dengan

bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi

yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan

menilai kapabilitas sistem, anternatif strategi program, desain prosedur untuk

strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi masukan

bermanfaat untuk membimbing pemilihan strategi program dalam

menspesifikasikan rancangan prosedural. Informasi dan data yang terkumpul

dapat digunakan untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang

(36)

sumber-sumber yang ada sebagai upaya memperoleh rencana program yang

efektif dan efisien.

Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan

dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi permasalahan

prosedur baik tatalaksana kejadian dan aktifitas. Setiap aktivitas dimonitor

perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan aktivitas

harian demikian penting karena berguna bagi pengambil keputusan untuk

menentukan tindak lanjut penyempurnaan. Disamping itu catatan akan berguna

untuk menentukan kekuatan dan kelemahan program.

Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dan judgement outcomes

dalam hubungannya dengan konteks, input, proses kemudian diinterpretasikan

harga dan jasa yang diberikan. Evaluasi produk adalah evaluasi mengukur

keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil

dan keputusan-keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi. Aktivitas evaluasi

produk adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah dicapai. Pengukuran

dikembangkan dan diadministrasikan secara cermat dan teliti. Keakuratan analisis

akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan saran sesuai standar

kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan

penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah

dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan,

dan menyusun penafsiran secara rasional.

Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian-penilaian implementasi

pada setiap tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu

(37)

kepada pemegang keputusan. Model ini membagi evaluasi dalam empat

macam, yaitu :

1. Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, yaitu membantu

merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai

dan merumuskan tujuan program.

2. Evaluasi masukan (input) untuk keputusan strukturiasi yaitu menolong

mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia,

alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta

prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

3. Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu

keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan.

4. Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan

(Isaac and Michael, 1981).

Kerangka Pemikiran

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) melakukan kegiatan penyuluhan

dengan menerapkan metode partisipatif kepada petani. Kegiatan penyuluhan

pertanian dapat berjalan lancar jika antara penyuluh dan petani dapat bekerjasama

dan saling mendukung. Salah satu kelancaran kegiatan penyuluhan dapat dilihat

dari tingkat partisipasi petani terhadap kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan

pertanian yang menjadi sasaran peneliti adalah kegiatan penyuluhan program

(38)

Kegiatan penyuluhan program sistem legowo 4:1 dilakukan dengan

menerapkan metode penyuluhan partisipatif. Penyelenggaraan metode partisipatif

ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kemandirian dari petani

untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh petani

dalam mengembangkan usahataninya. Metode partisipatif mengutamakan

kepentingan serta aspirasi masayarakat petani dan keluarganya

dalam memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan mereka secara

mandiri dan berkelanjutan.

Kemudian dilakukan evaluasi untuk menilai bagaimana pelaksanaan

metode partisipatif dalam kegiatan penyuluhan program sistem legowo 4:1. Jika

pelaksanaan metode partisipatif dalam kegiatan penyuluhan program sistem

legowo 4:1 berhasil, maka dilihat bagaimana dampaknya bagi petani tersebut.

(39)

Keterangan:

: berhubungan

: terhadap

PENYULUHAN PERTANIAN LAPANGAN

BERHASIL

TIDAK BERHASIL

PENERAPAN SISTEM LEGOWO KEGIATAN PENYULUHAN

PROGRAM SISTEM LEGOWO 4:1

METODE PARTISIPATIF USAHATANI PADI SAWAH

EVALUASI

(40)

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Metode Partisipatif Dalam Kegiatan Penyuluhan Program Sistem Legowo 4:1 Pada Petani Padi Sawah

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive.

Penelitian ini dilakukan di Desa Janggir Leto Kecamatam Panei Kabupaten

Simalungun pada tahun 2011 dengan pertimbangan bahwa Desa Janggir Leto

tersebut telah diterapkan metode partisipatif dalam kegiatan penyuluhan program

sistem Legowo 4:1 .

Metode Penentuan Subyek Penelitian

Populasi/ subyek dalam penelitian ini adalah petani yang bergabung dalam

kelompok tani dan ikut serta menerapkan pelaksanaan metode partisipatif dalam

kegiatan penyuluhan program sistem legowo 4:1 di Desa Janggir Leto Kecamatan

Panei Kabupaten Simalungun. Jumlah petani dalam satu kelompok tani sebanyak

25 orang. Penelitian dilakukan secara sensus atau seluruh populasi menjadi

subyek penelitian. Metode sensus dikenal juga sebagai metode pencacahan

lengkap, yakni semua individu yang ada di dalam populasi diselidiki atau

diwawancarai sebagai responden (Wirartha, I. M, 2006 : 155).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani di Desa

(41)

Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Simalungun, Kantor

BP3K Kecamatan Panei, Kantor Kepala Desa, Kantor Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP), dan instansi lainnya yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Metode Analisis Data

Identifikasi masalah 1, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan

menjelaskan secara terinci mengenai penerapan Sistem Legowo 4:1 pada

usahatani padi sawah di daerah penelitian.

Identifikasi masalah 2, dianalisis secara deskrptif dengan menggunakan

Model CIPP ( Context, Input, Process, Product) dan memberikan pertanyaan

kepada petani pengguna Inovasi dari program Sistem Legowo 4:1 mengenai

penerapan Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto, kemudian jawaban dari

sampel tersebut diskoringkan berdasarkan pemberian skor atas penerapan Sistem

Legowo 4:1, skor penilaiannya ditentukan sebagai berikut : • Pertanyaan dijawab A Skor 3

• Pertanyaan dijawab B Skor 2 • Pertanyaan dijawab C Skor 1

Tabel 1. Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto

No Model CIPP Indikator

1. Context 1.Perencanaan peningkatan kesejahteraan

petani

2.Perencanaan pemenuhan kebutuhan beras

3.Perencanaan usaha pertanian padi yang

(42)

4.Perencanaan partisipatif dalam

pengembangan sistem legowo

2. Input 1.Ketersediaan teknologi oleh BPTP.

2.Pelatihan yang diberikan oleh pihak

BPTP sebagai fasilitator program

LEGOWO.

3.Kesiapan kelembagaan kelompok tani.

3. Process 1.Persiapan lahan

2.Pembibitan padi

3.Pemeliharaan tanaman padi

4.Kehadiran petani dalam pertemuan-

pertemuan penyuluhan

5.Sumbangan pikiran

6. Sumbangan dana

7. Sumbangan tenaga

8.Mengajukan pertanyaan kepada penyuluh

9. Ikut serta dalam pengambilan keputusan

4. Product 1. Peningkatan produksi padi sawah setelah

menerapkan program Sistem legowo 4:1

2. Dinamika Kelompok

3. Kemampuan petani dalam memanfaatkan

teknologi dari pihak BPTP

(43)

Untuk mengetahui hasil penjumlahan seluruh skor dari masing-masing

pelaksanaan metode penyuluhan partisipatif dalam penerapan Sistem

Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto, dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.Skor Pelaksanaan Metode Penyuluhan Partisipatif dalam Penerapan Sistem Legowo 4:1

Model

Hasil penilaian menghasilkan skor, dari skor tersebut akan ditentukan bagaimana

pelaksanaan metode penyuluhan partisipatif dalam penerapan Sistem Legowo 4:1.

Skor tersebut berada di antara 19 – 57, dimana panjang kelas dapat dihitung

dengan range dibagi jumlah kelas. Range adalah jarak/selisih antara data terbesar

dan terkecil (Subagyo, 1992 : 10).

Keterangan :

Skor 44,3-57 : pelaksanaan program baik

Skor 31,8-44,2 : pelaksanaan program kurang baik

Skor 19-31,7 : pelaksanaan program tidak baik

Identifikasi masalah 3, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menskor

data yang diperoleh.

Tabel 3. Nilai Indikator Partisipasi

Indikator Partisipasi Kategori Skor

(44)

- 3-4 kali/MT

3. Sumbangan Tenaga

- 5-6 kali/MT

4. Kehadiran petani dalam

pertemuan-pertemuan

6. Ikut serta dalam

pengambilan keputusan

Untuk mengetahui tingkat partisipasi petani dalam penerapan Sistem Legowo

4 :1, maka jumlah skor partisipasi adalah antara 6-18.

Apabila skor berada pada :

6-9 : Tingkat Partisipasi Rendah

10-13 : Tingkat Partisipasi Sedang

(45)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam

penelitian ini, maka diberikan beberapa defenisi dan batasan operasional.

Definisi

• Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai dampak dari kegiatan dalam

kaitannya dengan pencapaian tujuan

• Metode partisipatif adalah metode yang berfokus kepada kepentingan serta

aspirasi petani dan keluarganya yang bertujuan untuk memperbaiki taraf

hidup dan kesejahteraan petani serta keluarganya secara mandiri dan

berkelanjutan

• Partisipasi adalah peran serta atau keikutsertaan seseorang dalam suatu

kegiatan atau program, bersama dengan orang lain untuk mencapai tujuan • Kegiatan Penyuluhan adalah kegiatan yang berkesinambungan, berproses dan

mampu menghasilkan umpan balik yang berdampak positif bagi

pengembangan pembangunan pertanian

• Sistem Legowo 4:1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian

diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai

jarak tanam 1/2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak

tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan

(46)

Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian

ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut :

1. Daerah penelitian adalah Desa Janggir Leto Kecamatan Panei Kabupaten

Simalungun

2. Penelitian dilakukan dalam 1x Musim Tanam, yaitu pada bulan September

tahun 2010 - bulan Februari tahun 2011.

3. Obyek penelitian adalah petani padi sawah yang menerapkan metode

partisipatif dalam kegiatan penyuluhan program sistem legowo 4:1 di Desa

(47)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Deskripsi Daerah Penelitian

Luas dan Letak Geografis Desa Janggir Leto

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Janggir Leto yang terletak di

Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun. Kecamatan Panei memiliki luas

wilayah 29.949 ha yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa/

Nagori. Jarak tempuh dari pusat Pemerintahan Kecamatan ke pusat Pemerintahan

Kabupaten berjarak ± 13 km. Kemiringan lahan di Kecamatan Panei antara

15-21% dengan rata-rata curah hujan 235,5/tahun, pH berkisar antara 6-7 dengan

kedalaman lapisan tanah 25-30 cm. Desa Janggir Leto memiliki luas tanah sawah

potensial 544 Ha, lahan kering 231 Ha dan lahan pekarangan 168 Ha.

Adapun batas-batas geografis desa penelitian sebagai berikut : • Sebelah Utara : Panombean

• Sebelah Selatan : Siborna

• Sebelah Timur : Simpang Panei • Sebelah Barat : Panei Tongah

Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Janggir Leto berjumlah 1896 jiwa dengan 694 KK, terdiri

dari 814 jiwa laki-laki dan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 1082 jiwa. Jumlah dan distribusi penduduk menurut kelompok umur

(48)

Tabel 4. Distribusi Penduduk Desa Janggir Leto Menurut Kelompok Umur

Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa penduduk Desa Janggir Leto yang

tergolong usia produktif (10-59 tahun) ada sebanyak 1448 jiwa dengan persentase

76,37% . Dimana usia tersebut petani biasanya mempunyai semangat yang tinggi

untuk bekerja.

Berdasarkan mata pencahariannya, maka distribusi penduduk Desa Janggir

Leto dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Janggir Leto Menurut Mata Pencaharian Tahun 2010

Tabel 5, menunjukkan bahwa sebanyak 80,5% (1057 jiwa) penduduk di

Desa Janggir Leto bermata pencaharian sebagai petani, 13,5% (177 jiwa)

penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang, 4,41% (58 jiwa) sebagai

(49)

Tabel 6. Banyaknya Penduduk Desa Janggir Leto Menurut Suku Bangsa

Mayoritas penduduk di Desa Janggir Leto Kecamatan Panei merupakan

suku Batak Simalungun. Pada umumnya penduduk sudah saling mengenal satu

sama lainnya. Keakraban dapat dilihat dari adanya gotong royong, acara adat

yang dilakukan, misalnya dalam pelaksanaan acara perkawinan yang dilakukan

sesuai adat istiadat.

Sarana dan Prasarana

Tabel 7. Sarana dan Prasarana yang Tersedia di Desa Janggir Leto Tahun 2010 No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 SD Negeri 3

Tabel di atas menunjukkan jenis dan banyaknya jumlah sarana yang ada di

Desa Janggir Leto. Dimana terdapat 3 unit SD Negeri, 1 unit SMU Swasta, 1 unit

Klinik, 1 unit Mesjid, 4 unit Gereja, 1 unit kios pupuk dan 1 unit kilang padi.

Petani di Desa Janggir Leto menjual padi dalam bentuk gabah basah langsung ke

(50)

Karakteristik Petani

Karakteristik petani yang dimaksud di sini meliputi umur, tingkat

pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 8. Karakteristik Petani Desa Janggir Leto Kecamatan Panei Tahun 2010

No Uraian Range Rataan

1 Umur (tahun) 24-70 48,52

2 Tingkat pendidikan (tahun) 6-12 9,72

3 Pengalaman bertani (tahun) 5-50 25,32

4 Luas lahan (Ha) 0,1-0,6 0,31

5 Jumlah tanggungan (jiwa) 2-6 3,44

Sumber : Data diolah dari lampiran 1.

Umur

Tabel 8 menunjukkan bahwa umur petani sampel mempunyai range antara

24-70 tahun dengan rataan sebesar 48,52 tahun. Data ini menjelaskan bahwa

petani sampel tergolong dalam usia produktif.

Tingkat Pendidikan

Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel adalah 9,72 dengan range 6-12

atau setingkat dengan SD yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani

tergolong masih rendah.

Pengalaman Bertani

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam

mengelola usaha taninya adalah lama bertani. Rataan lama bertani atau

pengalaman bertani petani sampel adalah 25,32 (25 tahun) dengan range 5-50

tahun. Berdasarkan rataan tersebut pengalaman bertani petani sampel

(51)

Luas Lahan

Rataan luas lahan petani padi sawah adalah 0,31 Ha, dengan range 0,1-0,6

Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki

luas lahan yang masih tergolong rendah.

Jumlah Tanggungan

Rataan jumlah tanggungan keluarga (anak petani) adalah 3,44 (3 orang)

dengan range 2-6 orang. Jumlah ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan

keluarga petani sampel tergolong kecil.

Budaya Partisipatif di Desa Janggir Leto

Budaya partisipasi di Desa penelitian sebelumnya sudah sering dilakukan.

Salah satu budaya partisipasi yang sering dilakukan di desa Janggir Leto adalah

gotong royong membersihkan lingkungan desa. Sejalan dengan proses

pembangunan, manusia dapat bertindak sebagai subyek pembangunan yaitu

sebagai pengelola, pencemar maupun perusak lingkungan. Setiap pengelolaan

lingkungan harus dilakukan secara sadar dan berencana. Kunci permasalahan

lingkungan adalah manusia. Jadi manusia dan lingkungannya merupakan suatu

yang tidak dapat dipisahkan, karena kedua hubungan tersebut saling pengaruh

mempengaruhi.

Usaha untuk mewujudkan Desa Janggir Leto yang bersih tidak akan

berhasil tanpa dibarengi partisipasi dari masyarakat secara luas. Kegiatan gotong

royong yang dilakukan masyarakat di Desa penelitian dimulai dari

mengumpulkan sampah-sampah yang ada di sekitar lingkungan rumah

(52)

bermanfaat untuk menghindari banjir di desa Janggir Leto. Kegiatan pengelolaan

sampah meliputi : mengumpulkan sampah ke tempat pembuangan sementara,

mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan

akhir. Pengolahan sampah pada tempat pembuangan akhir adalah melalui :

pembakaran sampah, penimbunan sampah, kompos.

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk

dan mempengaruhi kesehatan manusia yang berkaitan erat dengan sampah dan

limbah hasil kegiatan manusia. Sehingga partisipasi masyarakat di daerah

penelitian sangat besar dalam menanggulangi kebersihan lingkungan. Untuk lebih

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan kegiatan gotong royong

kebersihan lingkungan di daerah penelitian, maka disamping peraturan

perundangan yang jelas, tata laksana pengelolaan yang memberikan peluang bagi

seluruh lapisan masyarakat, juga harus diikuti oleh penyediaan fasilitas yang

(53)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap petani yang ikut serta menerapkan

pelaksanaan metode partisipatif dalam penerapan sistem legowo 4:1 di Desa

Janggir Leto Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun. Pada penelitian ini

ditetapkan jumlah petani sebanyak 25 orang yaitu petani dalam satu kelompok

tani yang menerapkan program sistem legowo 4:1. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui pelaksanaan metode partisipatif dalam kegiatan penyuluhan program

sistem legowo 4:1.

Penerapan Sistem Legowo 4:1

Penerapan Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto Kecamatan Panei

dilaksanakan pertama kali pada tahun 2004. Program ini bertujuan untuk

menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam

aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Melihat jangka

waktu penerapan yang cukup lama, maka perlu dilihat, apakah selama ini tingkat

penerapan yang dilakukan petani sudah sesuai dengan yang diharapkan, yang

meliputi persiapan lahan, pembibitan padi dan pemeliharaan tanaman padi.

Karena hal ini akan berpengaruh pada tingkat produktivitas yang dihasilkan.

Tabel 9. Penerapan Sistem Legowo 4:1 di Desa Janggir Leto

No Tahapan Kegiatan Penerapan Sistem Legowo

4:1 oleh petani

I 1. Persiapan Lahan

a. Bersihkan saluran air dan sawah diterapkan dengan baik oleh petani sampel

(54)

b. Perbaiki pematang diterapkan dengan baik

d. Ratakan permukaan tanah diterapkan dengan baik oleh petani sampel

98%

e. Buat teras pada lereng curam diterapkan dengan baik oleh petani sampel

100%

2. Pembuatan baris tanam diterapkan dengan baik oleh petani sampel

100%

(55)

III Pemeliharaan

1. Penyiangan diterapkan dengan baik oleh petani sampel

100%

2. Pengairan padi sawah

a. sumber air diterapkan dengan baik oleh petani sampel

100%

b. menggenangi sawah dengan air diterapkan dengan baik oleh petani sampel

100%

c. cara membuat lubang

pemasukan diterapkan dengan baik dan pembuangan air oleh petani sampel

94%

d. syarat air diterapkan dengan baik oleh petani sampel

98%

e. setelah tanam sawah dikeringkan diterapkan dengan baik oleh petani sampel

98%

f. genangan air pada padi berumur diterapkan dengan baik 8 hari oleh petani sampel

94%

(56)

98%

4. Pengendalian Hama dan diterapkan dengan baik

Penyakit oleh petani sampel

Persiapan lahan adalah pengolahan tanah sawah sehingga siap untuk

ditanami bibit padi, mulai dari pembajakan, penggenangan, pemupukan setelah

pembajakan dan pembuatan saluran irigasi. Lahan harus dipersiapakan dengan

melakukan beberapa hal antara lain, membersihkan saluran air, pembuatan atau

perbaikan pematang, pembajakan tanah.

Dari Tabel dapat diketahui bahwa sebagian besar petani sampel sudah

tepat dalam menerapkan sistem tanam padi Legowo khususnya dalam penyiapan

Gambar

Tabel 3. Nilai Indikator Partisipasi
Tabel 4. Distribusi Penduduk Desa Janggir Leto Menurut Kelompok Umur       Tahun 2010 Persentase (%)
Tabel 6. Banyaknya Penduduk Desa Janggir Leto Menurut Suku Bangsa                 Tahun   2010
Tabel 8. Karakteristik Petani Desa Janggir Leto Kecamatan Panei Tahun 2010 Rataan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Caranya adalah dengan menggabungkan semua data suara latih dari masing-masing chord yang berada pada cluster yang sama kemudian nilai masing-masing koefisien dari setiap frame

Adapun jenis-jenis warna yang sering diaplikasikan pada kain tenun upcycle adalah warna primer yaitu merah biru, dan kuning, warna sekunder yaitu warna hijau, warna

Bagi kode RDF yang tidak menggunakan node kosong misalnya pada contoh RDF Standar, maka pencarian informasi dapat dilakukan cukup dengan menggunakan kueri

Hipotesis kesembilan dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah sebagai berikut: hipotesis kesembilan : diduga intervensi motivasi kerja dapat menambah

Aplikasi informasi sarana dan prasarana pendidikan berbasis WebGIS dipilih karena dalam penyampaian dan tampilan sebuah sistem informasi geografis lebih menarik dan

Berdasarkan tabel diatas, efek antimikroba ekstrak kelopak bunga rosella yang mempunyai diameter sama dengan kontrol positif dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%,

Dukungan kelompok dalam meningkatkan kapasitas pengolah enbal melalui fasilitasi usaha dilakukan dengan mengembangkan kerjasama antar sesama anggota kelompok, berbagi informasi,