• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. keberuntungan. Kucing tersebut dikenal dengan nama maneki neko( 招き猫 ). Biasanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. keberuntungan. Kucing tersebut dikenal dengan nama maneki neko( 招き猫 ). Biasanya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang percaya akan adanya mitos. Salah satunya adalah mitos tentang kucing yang dipercaya sebagai pembawa keberuntungan. Kucing tersebut dikenal dengan nama maneki neko(招き猫). Biasanya maneki neko berbentuk patung kucing yang duduk dan seolah-olah melambaikan salah satu kaki depannya. Maneki neko terdiri atas kata maneki (招き) dan neko(猫). Maneki (招き) memiliki arti mengajak atau memanggil, sedangkan neko (猫) memiliki arti seekor kucing. Dengan kata lain, maneki neko memiliki arti, kucing yang membawa keberuntungan dengan mengajak atau memanggil menggunakan tangannya yang bergerak-gerak yang menandakan bahwa setiap orang yang lewat akan tertarik mampir ke toko atau tempat usaha setidaknya untuk melihat lihat saja walaupun tidak membeli.

Maneki neko pertama kali muncul di Jepang pada zaman Edo (1603-1867). Pada saat itu masyarakat Jepang mempercayai bahwa kucing adalah hewan yang sangat istimewa. Pada zaman tersebut terdapat mitos yang menyatakan bahwa kucing merupakan hewan kesayangan dewa. Oleh para dewa, kucing kerap kali ditugaskan ke bumi untuk mengamati kehidupan dan tingkah laku manusia dan para kucing harus melaporkan apa saja yang terjadi dengan manusia di bumi. Jika kucing tersebut menemukan seorang manusia yang sangat baik hatinya namun keadaannya sangat

(2)

memprihatinkan, maka kucing tersebut akan melaporkan hal tersebut kepada dewa, agar orang yang sangat baik hati tersebut diberi rahmat berupa rezeki yang berkelimpahan. Maka dari mitos tersebut munculah patung kucing yang bernama “maneki neko”.

Pada awal zaman Edo (abad ke-17) terdapat kuil di Setagaya bagian barat Tokyo. Pendeta di kuil tersebut memelihara seekor kucing bernama Tama. Pendeta tersebut sering berkomunikasi dan kadang-kadang sedikit mengeluh kepada Tama mengenai kondisi kuilnya yang miskin.

Suatu ketika, seorang penguasa dari daerah Hikone (bagian barat Tokyo), bernama Naotaka Li pulang berburu. Ia berteduh menghindari hujan di bawah pohon besar yang terdapat di depan gerbang kuil. Seekor kucing memberi isyarat dan mengundang Naotaka untuk berteduh di gerbang kuil. Tidak berapa lama setelah Naotaka berteduh di gerbang kuil, pohon besar tersebut disambar petir. Nyawa Naotaka terselamatkan berkat Tama. Setelah kejadian tersebut Naotaka Li dan keluarganya menunjuk kuil tersebut menjadi kuil keluarga dan merubah namanya menjadi Goutokuji. Seiring berjalannya waktu, kuil Goutokuji menjadi makmur setelah didukung oleh keluarga Li. Tidak berapa lama, Tama pun mati. Dan dikuburkan di pemakaman kucing di kuil tersebut. Kemudian dibuatlah patung kucing (maneki neko) untuk mengingat Tama.

Mitos yang kedua adalah mitos Usugumo dari Yoshiwara. Pada zaman Edo banyak kota-kota kecil yang penuh dengan berbagai macam hiburan gaya Jepang yang disebut Yuukaku( 遊 郭 ). Salah satu yang terkenal adalah kota tua Yoshiwara yang terdapat di bagian timur Tokyo. Di kota tua Yoshiwara, terdapat 2 profesi pekerja wanita. Pada pertengahan zaman Edo (abad ke-18) ada seorang Tayuu yang bernama Usugumo. Ia terkenal juga sebagai penyayang kucing. Kucing seorang Tayuu tersebut selalu berada

(3)

di sampingnya kemanapun ia pergi. Suatu malam, ketika Usugumo hendak memasuki toilet, kucingnya menarik-narik bajunya dengan kasar. Meskipun di usir dengan susah payah, kucingnya tidak mau berhenti mengganggunya. Karena ketakutan Usugumo meminta bantuan pemilik rumah. Pemilik rumah tersebut datang dan menebas leher kucing tersebut dengan samurai, karena ditakutkan kucing tersebut adalah kucing setan. Kepala kucing tersebut terbang ke langit-langit toilet, menggigit dan membunuh seekor ular besar yang sedang mengincar Usugumo. Usugumo sangat menyesal karena telah salah membunuh kucingnya, untuk mengingatkan jasa-jasa kucingnya, salah seorang tamu menghadiahinya patung kucing yang terbuat dari kayu yang harum. Patung kucing inilah yang kemudian berkembang menjadi maneki neko.

Mitos yang ketiga adalah Mitos Wanita Imado. Pada akhir zaman Edo (abad ke-19), ada seorang wanita tua yang hidup di Imado, Tokyo bagian Timur. Karena keadaannya yang sangat miskin, wanita tua itu tidak mampu lagi merawat kucingnya. Malamnya kucing tersebut hadir dalam mimpinya dan berkata bahwa buatlah patung kucing dari tanah liat dan patung tersebut akan membawa keberuntungan. Setelah terbangun dari tidurnya, wanita tersebut kemudian membuat patung tersebut, dan kemudian menjualnya. Semakin banyak wanita tersebut membuat patung kucing, semakin banyak orang yang membelinya. Berkat patung kucing yang ia buat ia tidak menjadi miskin lagi.

Beberapa atribusi (upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri) tentang tokoh penguasa di Jepang yang berhubungan dengan maneki neko seperti Oda Nobunaga dan Samurai Li Naotaka (Domain Hikane). Semenjak itu, kucing telah dijadikan atau

(4)

dianggap sebagai roh kebijakan dan roh keberuntungan. Banyak kuil-kuil dan toko-toko (tempat usaha) di Jepang menaruh patung berbentuk kucing dengan satu tangan mengangkat seperti sedang melambai. Maka maneki neko, sering juga disebut sebagai Kami Neko (紙猫)yang artinya dewa kucing atau roh kucing. Beberapa ada yang mencatat kesamaan antara gerakan maneki neko dengan kucing yang sedang memandikan wajahnya. Ada kepercayaan Jepang bahwa jika seekor kucing memandikan atau membasuh wajahnya maka pengunjung akan segera datang. Menurut keyakinan Cina jika ada kucing membasuh atau memandikan mukanya maka akan turun hujan. Dan hujan artinya hoki menurut orang Cina (pada saat Imlek orang berdoa agar hujan deras supaya tahun ini diberi rezeki yang melimpah). Jadi intinya kucing yang sedang membasuh atau memandikan wajahnya maka akan membawa keberuntungannya.

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode survei. Survey ini menggunakan kusioner yang disebarkan kepada orang jepang sebagai responden. Kusioner ini untuk mengetahui apakah orang Jepang masa kini percaya terhadap mitos maneki neko sebagai kucing yang membawa keberuntungan.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam suatu penelitian bertujuan agar penelitian terarah dan tujuan yang diinginkan tercapai. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas sehingga dapat fokus terhadap tujuan.

Pembatasan masalah ini dibatasi tentang kepercayaan orang Jepang terhadap mitos maneki neko sebagai kucing pembawa keberuntungan.

(5)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan dan menjelaskan apakah orang jepang masa kini masih percaya akan maneki neko sebagai patung kucing pembawa keberuntungan.

1.4 Metode dan Pendekatan

Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat.

Menurut Todorov metode survey adalah metode yang bertujuan memberikan perolehan realitas yang diteliti apa adanya (Aminuddin, 2011:123).survei yang dilakukan dalam melakukan penelitian biasanya dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir, rasakan, atau kecenderungan suatu tindakan. Survey lazim dilakukan dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif survey lebih merupakan pertanyaan tertutup, sementara dalam penelitian kualitatif berupa wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan etik dan emik. Pendekatan merupakan alat untuk menangkap realita sebelum dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya (Deddy Mulyana 2003:9). Artinya sebelum melakukan sebuah analisis, maka perlu dilihat pendekatan apa yang cocok dengan cara melihat kenyataan/realita dalam suatu

(6)

peristiwa. Etik, menurut Duranti (1997:172) mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan budaya yang menggambarkan klasifikasi dan fitur-fiturnya menurut temuan pengamat/ peneliti. Sementara emik mengacu pada sudut pandang suatu masyarakat dalam mempelajari dan memberi makna terhadap satu tindakan, atau membedakan dua tindakan. Etik adalah apa yang dipahami peneliti, sementara emik adalah apa yang ada dalam benak anggota guyup budaya.

Keduanya bermanfaat karena: (1) penafsiran peneliti diperlukan dalam analisi budaya; (2) intuisi pemilik budaya sangat diperlukan dalam upaya memahami perpektif budaya; dan (3) hasil penelitian yang ideal adalah perpaduan antara yang dikatakan pemilik dan yang diinterpretasikan oleh peneliti.

Etik mencakup pada temuan-temuan yang tampak konsisten atau tetap di berbagai budaya, dengan kata lain sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal. Sedangkan emik sebaliknya, mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda, dengan demikian, emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas-budaya (culture-spesific).

Secara sangat sederhana, emik mengacu pada pandangan warga masyarakat yang dikaji, sedangkan etik mengacu pada pandangan si pengamat. Pendekatan emik dalam hal ini memang menawarkan sesuatu yang lebih obyektif. Karena tingkah laku kebudayaan memang sebaiknya dikaji dan dikategorikan menurut pandangan orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh masyarakat yang mengalami peristiwa itu sendiri. Bahwa pengkonsepan seperti itu perlu dilakukan dan ditemukan dengan cara menganalisis proses kognitif masyarakat yang dikaji dan bukan dipaksakan secara etnosentrik, menurut pandangan peneliti.

(7)

Jika yang kita ketahui tentang perilaku manusia dan yang kita anggap sebagai kebenaran itu ternyata adalah suatu emik (alias bersifat khas-budaya), maka apa yang kita anggap kebenaran tersebut belum tentu merupakan kebenaran bagi orang dari budaya lain.

Secara sangat sederhana dapat di simpulkan bahwa emik mengacu pada pandangan peneliti terhadap kebudayaan suatu bangsa, sedangkan etik mengacu pada pandangan peneliti terhadap kebudayaan secara keseluruhan dalam proses pemberitahuan tentang budaya suatu bangsa.

Teori yang digunakan adalah mitologi. Kata mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harafiah diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang. Dalam pengertian yang lebih luas berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama. mitos merupakan “pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang realitas asali, yang masih dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan primitif.

Pelaku-pelaku di dalam mitos ialah para dewa atau makhluk adikodrati. Isi dari mitos, adalah dunia kehidupan sehari-hari, mitos digunakan untuk mempengaruhi masyarakat secara langsung dan telah mengubah kondisi manusia hingga keadaannya seperti sekarang ini.

Dalam peristilahan antropologi ini, mitos atau cerita-cerita suci harus dirumuskan menurut fungsinya. Mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu. Fungsi utama dari mitos dalam kebudayaan primitif ialah mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan

(8)

memperkuat moralitas, menjamin efisiensi dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia.

Mitos dipahami sebagai yang mempunyai kekuatan penyelamatan tertentu, yang tanpanya orang akan kalah atau tak akan mampu melakukan tugas dalam status sosial yang baru tersebut.

Fungsi utama mitos adalah menentukan tuntunan yang mesti diikuti oleh semua kegiatan ritual maupun kegiatan-kegiatan manusia yang utama makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Untuk bertindak sebagai manusia yang penuh tanggung jawab, manusia menirukan tindakan baku para dewa yang mesti diteladan. Mengulang kembali tindakan mereka, baik dalam kegiatan fisik yang sederhana, seperti makan, aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan kemiliteran, maupun kegiatan lainnya.

Mitos berasal dari bahasa Yunani yaitu muthos, yang dapat diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan orang. Secara umum mitos dapat diartikan suatu pernyataan, sebuah cerita ataupun alur suatu drama. Mitos dapat dianggap sebagai cerita suci, “kata” atau watak dalam suatu dongeng, ataupun cara berceritanya itu sendiri dianggap memiliki kekuatan atau daya atau keutamaannya sendiri yang penuh arti. Hal ini berhubungan dengan makhluk-makhluk adikodrati, roh-roh yang berkuasa, maka akan berbahaya apabila dihubungkan dengan cara lain selain yang telah ditentukan.

Pelaku-pelaku dalam mitos adalah para dewa atau makhluk adikodrati. Isi dari mitos adalah dunia kehidupan sehari-hari. Mitos digunakan untuk mempengaruhi masyarakat secara langsung dan telah mengubah kondisi manusia hingga keadaannya seperti sekarang ini.

(9)

Dalam pengertiannya mitos merupakan kisah yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus, atau sebagai model tetap dari perilaku moral maupun religius. Lalu, karena mitos, mitologi atau tradisi suci dari suatu masyarakat yaitu kumpulan cerita yang terjalin dalam kebudayaan mereka, yang menyuarakan keyakinan mereka, menentukan ritus mereka, yang berlaku sebagai peta peraturan sosial maupun sebagai model tetap dari tingkah laku moral mereka. Fungsi utama dari mitos menurut kebudayaan primitive yaitu, mengungkapkan, mengangkat, merumuskan kepercayaan, melindungi, memperkuat moralitas, menjamin efisiensi dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia.

Mitos dapat dipahami sebagai yang mempunyai kekuatan penyelamatan tertentu, tanpa mitos orang tidak akan mampu melakukan tugas dalam status sosial yang baru.

“Antropolog sosial seperti Malinowski berpendapat bahwa mitos, sebagaimana ada dalam suatu masyarakat primitif, bukanlah semata-mata cerita yang dikisahkan, tetapi juga merupakan kenyataan yang dihayati. Mitos merupakan daya aktif di dalam kehidupan masyarakat primitif.” (Fenomenologi Agama, 1995:150)

Malinowski menjelaskan bahwa dengan “realitas” mitos telah menjadi penghubung dari institusi-institusi yang ada. Bagi psikologi Gustav Jung yang terdapat dalam buku Fenomenologi Agama halaman 150, masyarakat primitif tidak mereka-reka mitos tetapi menghayatinya dan mitos dapat berubah apa saja kecuali simbo-simbol proses alam. Mitos memiliki makna yang vital dan bagi Jung mitos adalah kenyataan psikologis. Mitos tersebut nyata sejauh mana mereka menghadirkan kembali pola-pola yang diwariskan pada setiap manusia. Pola-pola itu menerima isi pikiran tertentu dari kebudayaan tertentu pula. Bagi sejarah agama seperti Mircela Eliade mitos menceritakan

(10)

bagaimana segala sesuatu dijadikan. Karnanya, mitos mengandaikan sesuatu ontologi dan hanya berbicara mengenai kenyataan,yaitu apa yang sesungguhnya terjadi.Eliade mengartikan “realitas” mitos sebagai kenyataan yang suci. Kesucian adalah satu-satunya kenyataan tertinggi, kesucian menghadirkan dirinya sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dari kenyataan biasa, yaitu kenyataan yang sesungguhnya.

“Fungsi utama mitos adalah menentukan tuntunan yang mesti diikuti oleh semua kegiatan ritual maupun kegiatan-kegiatan manusia yang utama makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya. Untuk bertindak sebagai manusia yang penuh tanggung jawab, manusia menirukan tindakan baku para dewa yang mesti diteladan. Mengulang kembali tindakan mereka, baik dalam kegiatan fisik yang sederhana, seperti makan, aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan kemiliteran, maupun kegiatan lainnya.” (Fenomenologi Agama, 1995:151) Kutipan di atas menjelaskan bahwa mitos menentukan tujuan yang harus dihubungkan dengan semua kegiatan kepercayaan maupun kegiatan-kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab, manusia berperilaku menyerupai kehidupan para dewa yang diyakini di masa lampau. Yaitu mengulang kembali perilaku mereka, baik dalam kegiatan fisik yang sederhana yaitu seperti kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

1.5 Organisasi Penulisan

Organisasi penulisan skripsi ini dibagi menjadi empat bab yang masing-masing babnya terdiri dari beberapa sub-bab sebagai berikut.

Bab I, Pendahuluan, dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, kemudian pembatasan masalah, lalu tujuan penelitian yang berisi untuk apa penelitian dilakukan, berikutnya metode dan pendekatan penelitian, serta organisasi penulisan.

(11)

Bab III, Analisis Kepercayaan Masyarakat Jepang Terhadap Mitos Maneki Neko ditinjau dari mitologi.

Bab IV, merupakan kesimpulan dari hasil analisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Penerapan Token Economy

KKS-Pengabdian adalah suatu upaya Universitas Negeri Gorontalo untuk memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.Berdasarkan hal ini, kami

Sehingga dengan dirancangnya sebuah day care dan pre-school, dimaksudkan agar anak yang mengikuti day care tetap dapat mengikuti pendidikan yang memiliki kurikulum yang baik

Standar persyaratan kebutuhan operasi pencarian dan pertolongan ini sebagai bahan masukan bagi pimpinan Badan SAR Nasional dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan

Menyajikan hasil analisis tentang interaksi sosial dalam ruang dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dalam nilai dan norma, serta kelembagaan

Dikir Ngulahan Plajan Mander Belikanget Cokrowati Pulogede Gadon Sotang Pabeyan Klutuk Tambakboyo Dasin Kenanti Sawir Sobontoro Merkawang Glondonggede CALON 28.. Dikir