• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah-katarak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah-katarak"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SEVEN JUMP

SKENARIO KASUS 2 DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM PERSEPSI SENSORI: KATARAK

Diajukanuntuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori Dosen Pengampu : Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep

Disusun oleh : Kelompok A Siti Kholifah (213.C.0003) Yuhana (213.C.0005) Soni Riyadi (213.C.0007) Annisa Juliarni (213.C.0009) Sri Rahayu (213.C.0011) Devi Nur R (213.C.0012) Neneng Humairoh (213.C.0014) Dicky Priadi S (213.C.0016) Maula Rizka S (213.C.0017) Enika Nurul I.K (213.C.0018) Ady Hidayatullah (213.C.0023) Khaedar Ali (213.C.0030) Chintya Intansari (213.C.0032) Rivna Andrari L (213.C.0035) Afif Ubaidillah (213.C.0037) Nurtusliawati (213.C.0041) Fitria Dewi (213.C.0046) Nosa Defitha A (214.C.1037)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA CIREBON

2016

LAPORAN SEVEN JUMP

SKENARIO KASUS 2 DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM PERSEPSI SENSORI: KATARAK

Diajukanuntuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori Dosen Pengampu : Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep

Disusun oleh : Kelompok A Siti Kholifah (213.C.0003) Yuhana (213.C.0005) Soni Riyadi (213.C.0007) Annisa Juliarni (213.C.0009) Sri Rahayu (213.C.0011) Devi Nur R (213.C.0012) Neneng Humairoh (213.C.0014) Dicky Priadi S (213.C.0016) Maula Rizka S (213.C.0017) Enika Nurul I.K (213.C.0018) Ady Hidayatullah (213.C.0023) Khaedar Ali (213.C.0030) Chintya Intansari (213.C.0032) Rivna Andrari L (213.C.0035) Afif Ubaidillah (213.C.0037) Nurtusliawati (213.C.0041) Fitria Dewi (213.C.0046) Nosa Defitha A (214.C.1037)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA CIREBON

2016

LAPORAN SEVEN JUMP

SKENARIO KASUS 2 DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM PERSEPSI SENSORI: KATARAK

Diajukanuntuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori Dosen Pengampu : Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep

Disusun oleh : Kelompok A Siti Kholifah (213.C.0003) Yuhana (213.C.0005) Soni Riyadi (213.C.0007) Annisa Juliarni (213.C.0009) Sri Rahayu (213.C.0011) Devi Nur R (213.C.0012) Neneng Humairoh (213.C.0014) Dicky Priadi S (213.C.0016) Maula Rizka S (213.C.0017) Enika Nurul I.K (213.C.0018) Ady Hidayatullah (213.C.0023) Khaedar Ali (213.C.0030) Chintya Intansari (213.C.0032) Rivna Andrari L (213.C.0035) Afif Ubaidillah (213.C.0037) Nurtusliawati (213.C.0041) Fitria Dewi (213.C.0046) Nosa Defitha A (214.C.1037)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA CIREBON

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Laporan Seven Jump Dengan Gangguan Pada Sistem Persepsi Sensori: Katarak”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon.

Selama proses penyusunan laporan ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Ibu Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai tutor Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori.

2. Orangtua kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa moril maupun materi lainnya.

3. Sahabat-sahabat kami di STIKes Mahardika, khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Semoga Allah swt. membalas baik budi dari semua pihak yang telah berpartisipasi membantu kami dalam menyusun laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.

Kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin…

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Cirebon, Maret 2016

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Laporan Seven Jump ... 1

Step 1 Kata Kunci ... 4

Step 2 Pertanyaan Kasus ... 6

Step 3 Jawaban Kasus ... 7

Step 4 Mind Mapping ... 15

Step 5 Learning Objektif ... 16

Step 6 Informasi Tambahan ... 17

Step 7 Pendahuluan ... 28

Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus ... 29

Lampiran 2 Jurnal ... 79 Daftar Pustaka

(4)

SEVEN JUMP

Mata kuliah : Blok Sistem Persepsi Sensori Tingkat / semester : 3 / VI

Hari / tanggal : Rabu, 23 Maret 2016

SKENARIO KASUS II

Suatu hari datang seorang laki-laki berusia 56 tahun dengan keluhan penglihatan kabur seperti berawan. Padahal sudah menggunakan kacamata plus 1 dan minus 2,5 pada orbita dextra dan sinistra. Pasien mengeluh sulit beraktivitas, jika terkena sinar/paparan sinar matahari matanya silau dan jika melihat sesuatu berbayang-bayang atau menjadi dua bayangan. Hasil pemeriksaan fisik dengan ophtalmoscope diperoleh hasil pada bagian kornea ada selaput putih.

Dua tahun yang lalu pasien dinyatakan menderita diabetes melitus, dan menjalankan pengobatan secara teratur. Hasil pemeriksaan TTV saat ini diperoleh: TD : 140/90 mmHg Nadi : 84x/menit Suhu : 37,4oc RR : 24x/menit BB : 78kg dan GDS terakhir : 210

(5)

A. TUGAS MAHASISWA

1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris. 2. Melakukan aktifitas pembelajaran individual di kelas dengan

menggunakan buku ajar, jurnal dan internet untuk mencari informasi tambahan.

3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa dihadiri fasilitator) untuk melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa informasi dalam menyelesaikan masalah.

4. Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator. 5. Mengikuti kuliah khusus dalam kelas untuk masalah yang belum jelas

atau tidak ditemukan jawabannya untuk konsultasi masalah yang belum jelas

6. Melakukan praktikum pemeriksaan fisik antenatal dan sadari.

B. PROSES PEMECAHAN MASALAH

Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan dapat memecahkan problem yang terdapat dalam scenario dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini:

1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata / kalimat kunci skenario di atas.

2. Identifikasi problem dasar skenario, dengan membuat beberapa pertanyaan penting.

3. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

4. Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama dengan fasilitator.

6. Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok tatap muka; dilakukan dengan belajar mandiri.

(6)

7. Laporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru ditemukan; dilakukan dalam kelompok diskusi dengan fasilitator. 8. Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk

bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.

Penjelasan:

Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpilan akhir, maka proses 6 bisa diulangi dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7.

Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial dan setelah informasi dirasa cukup dilakukan langkah nomor 8.

(7)

STEP 1 KATA KUNCI

1. Orbita : rongga bertulang tempat beradanya bola mata

2. Dextra : arah kanan

3. Sinistra : arah kiri

4. Ophthalmoscope : alat yang mengandung cermin berlubang dan lensa yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam mata. 5. Ophthalmoscopy : pemeriksaan mata dengan ophthalmoscope yang

dilakukan untuk tujuan diagnosis

6. Diabetes mellitus : suatu keadaan yang ditandai dengan hiperglikemia akibat difisiensi insulin atau penurunan efektivitas kerja insulin.

7. Kornea : selaput putih bersifat transparan yang terletak dibagian depan mata yang tembus pandang yang menutupi iris dan pupil.

8. Hipertensi : tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi dari normal, disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah atau karena gangguan lain.

9. Silau : suatu proses pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan (Grandjean, 1988 dalam Firmansyah. F, 2010).

10. Mata plus (miopi) : ketidakmampuan mata untuk melihat benda yang jauh dengan jelas. Kelainan ini dapat diatasi dengan

menggunakan kacamata berlensa minus (lensa cekung). 11. Mata minus : ketidakmampuan mata untuk melihat benda

(hipermiopi) yang dekat dengan jelas. Kelainan ini dapat diatasi dengan menggunakan kacamata berlensa plus (lensa cembung)

12. Melihat dengan dua : pengelihatan samar yang tidak fokus pada satu titik bayangan

(8)

13. Selaput putih : kornea yang mengeruh yang seharusnya bening transparan yang dapat menghalangi pengelihatan 14. Pengelihatan seperti : Pandangan yang tidak jelas seperti berkabut yang

berawan terhalang oleh cairan seperti awan

15. Usia : di tentukan berdasarkan perhitungan kalender, sehingga tidak dapat di cegah maupun dikurangi (Lestiani, 2010 dalam Rahmawati, M. L. A 2010).

16. GDS : hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir (Widijanti, 2006 dalam Khudin, A. M, 2014).

(9)

STEP 2

PERTANYAAN KASUS

1. Apakah gangguan mata pada kasus diatas ?

2. Apakah perlu pemeriksaan pupil ? Apakah pemeriksaan yang lainnya selain opthalmoscope ?

3. Apakah DM dan hipertensi dapat mempengaruhi katarak pada kasus diatas ? 4. Mengapa klien menggunakan kacamata plus dan minus ?

5. Apakah usia mempengaruhi terjadinya penyakit katarak ?

6. Farmakolologi atau non farmakologi apa saja yang dapat diberikan pada pasien di kasus ?

7. Apakah penyebab katarak pada kasus disebabkan oleh pembedahan ?

8. Apakah riwayat keluarga harus dilakukan pemeriksaan dan Apakah riwayat genetik menjadi faktor penyebab pada kasus diatas ?

9. Apakah paparan sinar matahari bisa menyebabkan penyakit katarak? 10. Apakah penanganan yang baik untuk kasus ini ?

11. Apakah pola makan mempengaruhi kasus ini ?

12. Apakah ada tanda dan gejala lain yang dapat timbul pada kasus ini ?

13. Apa diagnosa yang mungkin muncul dan apa intervensi yang mungkin diberikan pada klien?

(10)

STEP 3 JAWABAN KASUS

1. Pasien pada kasus mengalami penyakit katarak yang didapat karena komplikasi dari Diabetes Melitus yang dideritanya.

Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Katarak umumnya merupakan keadaan keruh pada lensa mata yang biasanya bening dan transparan, lensa yang terletak dibelakan manik manik bersifat membiaskan dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada bintik kuningnya, bila lensa menjadi keruh atau cahaya tidak dapat di fokuskan pada bintikkuning dengan baik sehingga pengelihatan akan menjadi kabur, dalam keadaan ini kekeruhan pada lensa yang relatif kecil tidak banyak mengganggu pengelihatan, akan tetapi bila tingkat kekeruhannya tebal maka akan mengganggu pengelihatan (Ilyas, 2006 dalam Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. 2010).

2. Ya, ophthalmoscope merupakan salah satu pemeriksaan pupil. Selain itu, uji laboratorium kultur dan smear kornea atau konjungtiva dapat digunakan untuk mendiagnosa tentang infeksi. (Muttaqin dan Sari, 2009). Slitlamp memungkinkan dapat digunakan untuk pemeriksaan struktur anterior mata dalam gambaran mikroskopis. Dalam pemeriksaan mata yang komprehensif perlu dilakukan pengkajian TIO (Tekanan Intra Okuler). Alat yang dapat digunakan untuk mengukur TIO yaitu tonometer schiotz. Pengukuran ini hanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Oftalmoskopi jugadapat digunakan untuk pemeriksaan mata bagian dalam (Usmarula. R, 2013).

3. Katarak pada penyakit sistemik misalnya darah tinggi dapat disebabkan oleh karena terjadinya perubahan formasi struktur protein kapsul lensa sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas membran dan akhirnya terjadi peningkatan tekanan intra okular. Katarak yang terjadi pada diabetes melitus

(11)

disebabkan karena adanya perubahan glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol, sehingga sorbitol menumpuk di dalam lensa dan menyebabkan kekeruhan pada lensa (Pollreisz, 2010 dalam Amindyta, O. 2013).

Sedang hubungan diabetes dengan kejadian katarak menurut Rasyid R & Nawi R, (2010) itu berpengaruh. Kelainan metabolik pada mata, ini dimaksudkan oleh adanya peningkatan glukosa darah atau hiperglikemi disertai berbagai kelainan metabolik akoibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, saraf dan pembuluh darah pada orang yang menderita diabetes melitus. Pada struktur mata dapat terkena oleh akibat penyakit diabetes melitus dan dapat mengakibatkan terjadinya katarak ini diakibatkan oleh adanya dehidrasi yang lama pada kapsul lensa yang juga mengakibatkan terjadinya kekeruhan pada lensa mata.

4. Pada kasus, klien menggunakan kacamata plus dan minus. Data ini menunjukan bahwa klien sebelumnya mengalami miopi pada mata sebelah kanan dan hipermiopi pada mata sebelah kiri.

5. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Istiantoro, (2008) sebagai guru besar fakultas kedokteran Universitas Indonsia mengatakan bahwa proses degenerative mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi penurunan kerja metabolisme dalam tubuh (Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. 2010) artinya Semakin meningkatnya usia maka semakin tinggi asam karbon, asam lemak, asam linolenat, zat-zat tersebut dapat menumpuk pada lensa dan menyebabkan kekeruhan pada lensa (Shinha et al., 2009 dalam Amindyta, O. 2013). semakin bertambahnya usia seseorang maka resiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula (Rasyid. R, Nawi. R, dan Zulkifli. 2010).

6. Penatalaksanaan Katarak

Perawatan pasien dengan katarak mungkin memerlukan rujukan untuk konsultasi dengan atau pengobatan oleh dokter mata yang lain atau dokter

(12)

mata berpengalaman dalam pengobatan katarak, untuk pelayanan di luar ruang lingkup dokter mata praktek. dokter mata dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pasien, termasuk kedua perawatan pra operasi dan pasca operasi. Sejauh mana seorang dokter mata dapat memberikan pengobatan pasca operasi untuk pasien yang telah menjalani operasi katarak dapat bervariasi, tergantung pada lingkup negara hukum praktek dan peraturan dan sertifikasi dokter mata individu tersebut (Cynthia A. Murrill, 2014).

a. Dasar untuk Pengobatan

Keputusan pengobatan untuk pasien dengan katarak tergantung pada sejauh mana kecacatan visual nya.

1) Pasien Non Bedah

Kebanyakan orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki beberapa tingkat pembentukan katarak. Namun, beberapa orang tidak mengalami penurunan ketajaman visual atau memiliki gejala yang mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Jika pasien memiliki beberapa keterbatasan fungsional sebagai akibat dari katarak dan operasi tidak diindikasikan, mungkin tepat untuk mengikuti pasien dengan selang waktu 4 sampai 12 bulan untuk mengevaluasi kesehatan mata dan penglihatan untuk menentukan apakah kecacatan fungsionalnya berkembang.

Hal ini penting bagi pasien untuk memiliki pemahaman dasar tentang pembentukan katarak, tanda-tanda nyata dan gejala yang berhubungan dengan perkembangan katarak, dan risiko dan manfaat dari perawatan bedah dan non-bedah. Pasien harus dianjurkan untuk melaporkan semua gejala nyata seperti penglihatan kabur, penurunan penglihatan dengan silau atau kondisi kontras rendah, diplopia, penurunan persepsi warna, berkedip, atau floaters. Karena kemajuan katarak sebagian besar dari waktu ke waktu, adalah penting bahwa pasien mengerti bahwa tepat waktu menindaklanjuti pemeriksaan dan manajemen yang penting untuk pengambilan keputusan yang

(13)

tepat dan intervensi untuk mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut (Cynthia A. Murrill, 2014).

2) Pasien bedah

Dalam sebagian besar keadaan, tidak ada alternatif untuk operasi katarak untuk mengoreksi gangguan visual dan / atau meningkatkan kemampuan fungsional. Pasien harus diberikan informasi tentang hasil temuan dari pemeriksaan mata, pilihan intervensi bedah, dan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi ketajaman visual pasca operasi atau kesehatan mata. Potensi manfaat dan kemungkinan komplikasi harus dibahas. Selain itu, pasien harus disarankan bahwa operasi katarak merupakan prosedur elektif dalam banyak kasus yang harus dilakukan apabila ketajaman visual dan kemampuan fungsionalnya terganggu. Informasi ini harus diberikan sebelum pasien memutuskan apakah melanjutkan operasi katarak atau tidak.

Jika pasien telah membuat keputusan untuk melakukan operasi katarak dokter mata harus membantu pasien dalam memilih ahli bedah mata dan membuat pengaturan yang diperlukan untuk prosedur ini. dokter mata harus menyiapka ahli bedah dengan hasil pemeriksaan diagnostik sebelum operasi (Cynthia A. Murrill, 2014) b. Pilihan yang tersedia Pengobatan

1) Pengobatan non bedah

Katarak yang baru terdiagnosa dapat menyebabkan pergeseran kesalahan bias, kekaburan, berkurangnya kontras, dan silau masalah bagi pasien. Pengobatan awal untuk katarak gejala mungkin termasuk merubah pandangan atau resep kontak lensa untuk memperbaiki penglihatan, dilengkapi dengan filter ke dalam kacamata untuk mengurangi silau cacat, memberikan saran pada pasien untuk memakai topi bertepi dan kacamata hitam untuk mengurangi silau, dan dilatasi pupil untuk memungkinkan melihat dengan daerah yang lebih perifer lensa.

(14)

Mengganti resep lensa untuk mengimbangi perubahan dengan kesalahan bias akan sering secara signifikan meningkatkan penglihatan pasien. Namun, sebagai akibat dari perbaikan pandangan perubahan bias yang tidak sama atau unilateral, perbedaan ukuran gambar mungkin terjadi. Resep lensa dengan kurva dasar yang sama dan ketebalan pusat dapat membantu mengurangi masalah ini. Pasien katarak dalam satu mata mungkin memiliki kesulitan dengan tugas-tugas yang membutuhkan penglihatan binokular yang baik dan mungkin menjadi calon dari lensa kontak atau kombinasi lensa pemandangan-kontak. lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan perbedaan ukuran gambar.

Lensa kontak biasanya membantu untuk meminimalkan perbedaan ukuran gambar. Demikian pula, perubahan bias merata atau unilateral dapat menyebabkan deviasi vertikal yang menghasilkan ketidaknyamanan visual atau diplopia saat mendekati tugas yang dilakukan. Masalah ini sering dapat dikelola oleh desentrasi dari lensa kacamata, mengubah posisi bifocal, atau resep gaya berbeda segmen, daya prisma, atau lensa kontak. (Cynthia A. Murrill, 2014) 2) Pengobatan

Kombinasi topikal dan oral antiglaucoma, antibiotik, dan obat anti-inflamasi dapat diberikan kepada pasien sebelum, selama, dan setelah operasi (Cynthia A. Murrill, 2014)

7. Pasien diabetes melitus memiliki komplikasi pascaoperasi katarak yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien non diabetes melitus, terutama karena inflamasi pasca operasi yang lebih hebat dan tajam pengelihatan yang buruk (Nungki R.P, 2014).

8. Pemeriksaan riwayat dahulu pada keluarga perlu dilakukan untuk menentukan faktor penyebab terjadinya katarak pada klien, karen a genetik cukup berperan dalam insidensi, onset, dan kematangan katarak senilis pada

(15)

keluarga yang berbeda dan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak senilis.

9. Ya, sinar matahari merupakan salah satu faktor penyebab penyakit katarak. Menurur Sirlan F, 2000 dalam Arimbi A.T, 2012 katarak penyakit degeneratif yang di pengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain : umur, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain : pekerjaan, dan pendididkan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.

10. Salah astu penanganan terbaik untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensan pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan (Mutiarasari, D 2011).

11. Faktor nutrisi merupakan salah satu resiko untuk terjadinya katarak. Diet kaya laktosa dan galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu pula dengan diet rendah riboflavin, triftopan dan berbagai asam amino lain. Penyelidikan di Punjab India memperlihatkan hubungan katarak dengan tingkat gizi, dimana katarak lebih umum terjadi pada tingkat gizi dan status ekonomi yang rendah dengan konsumsi makanan rendah protein dapat terlihat prevalensi katarak meningkat. Harding dan Rixon mengatakan bahwa diare berat dapat meningkatkan resiko terjadinya katarak. Bebrapa penelitian mengatakan bahwa diet tinggi vitamin C, E, karoten yang berefek antioksidan dapat mengurangi resiko katarak akibat pengaruh radikal bebas (Vitale. S & Taylor A, 2004 dalam Arimbi, A.T, 2012).

(16)

12. Tanda dan gejala lain yang dapat timbul pada klien adalah penurunan ketajaman pengelihatan. Opasitas pada lensa mata yang terjadi pada katarak menyebabkan gejala penurunan tajam penglihatan baik jauh maupun dekat tanpa rasa nyeri. Penglihatan menjadi kabur ketika lensa kehilangan kemampuan untuk membedakan dan memperjelas suatu obyek. Distorsi penglihatan juga dapat terjadi bahkan sampai menyebabkan diplopia monokular. Gejala lain yang dapat timbul antara lain rasa silau (glare), perubahan persepsi warna atau kontras, dan dapat mengubah kelainan refraksi. Selain itu katarak ditandai dengan kekeruhan pada lensa dan pupil berwarna putih dan abu-abu (leukokoria) (Ilyas S. 2010).

13. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada ksus diatas adalah :

a. Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan peurunan persepsi sensori Intervensi:

1. Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi di dalam aktivitas yang spesifik

2. Anjurkan untuk menggunakan metode dalam meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari secara tepat

3. Kolaborasi dengan ahli terapi dalam merencanakan dan memonitoring program aktivitas dengan tepat

4. Instruksikan klien dan keluarga mengenai peran dalam aktivitas fisik, spiritusl dan kognitiv yang meyangkut fungsi dan kesehatan b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

pisikologi disorder (kecemasan) Intervensi:

1. Identifikasi perubahan terbaru dalam berat badan 2. Monitor mual dan muntah

3. Pantau keadaan mental (kebingungan, depresi, dan kecemasan) 4. Lakukan pengujian laboratorium, hasil monitoring (kolesterol, serum

(17)

hemoglobin, hematokrit, imunitas seluler, jumlah limfosit total, dan tingkat elektrolit).

c. Resiko injury berhubungan dengan adanya selaput putih pada kornea Intervensi:

1. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, berdasarkan tingkat fungsi fisik dan kognitif dan sejarah masa lalu dari perilaku

2. Jauhkan obyek berbahaya dari lingkungan

3. Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien (posisi tempat tidur rendah)

4. Manipulasi pencahayan untuk manfaat terapeutik

5. Edukasi klien dan pengunjung tentang perubahan/pencegahan, sehingga mereka tidak akan sengaja mengganggu lingkungan direncanakan

(18)

STEP 4 MIND MAPPING LP: DEFINISI ANFIS ETIOLOGI PATOFISIOLOGI PENCEGAHAN: PRIMER SEKUNDER TERSIER STEP 4 MIND MAPPING KATARAK ASKEP: PENGKAJIAN DIAGNOSA INTERVENSI MEKANISME PERUBAHAN PASIEN DENGAN KATARAK LP: DEFINISI ANFIS ETIOLOGI PATOFISIOLOGI PENCEGAHAN: PRIMER SEKUNDER TERSIER STEP 4 MIND MAPPING JURNAL: DIABETIC CATARACT -PATHOGENESIS, EPIDEMIOLOGY AND TREATMENT MEKANISME PERUBAHAN PASIEN DENGAN KATARAK

(19)

STEP 5

LEARNING OBJEKTIF

1. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi indera penglihatan 2. Mahasiswa mampu memahami penyakit katarak

3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi katarak

(20)

STEP 6

INFORMASI TAMBAHAN

Hindawi Publishing Corporation,Journal of Ophthalmology Volume 2010, Article ID 608751, 8 pages

KATARAK DIABETES–PATOGENESIS, EPIDEMIOLOGI, DAN PENATALAKSANAAN

Katarak pada pasien diabetes merupakan penyebab utama kebutaan di negara-negara maju dan berkembang. Patogenesis pembangunan katarak diabetes masih belum sepenuhnya dipahami. Studi penelitian dasar terbaru telah menekankan peran dari jalur poliol dalam inisiasi proses penyakit. Studi berbasis populasi telah sangat meningkat pengetahuan kita mengenai hubungan antara diabetes dan pembentukan katarak dan memiliki fi faktor risiko didefinisikan de untuk pengembangan katarak. pasien diabetes juga memiliki risiko yang lebih tinggi komplikasi setelah operasi phacoemulsi fi kasi katarak dibandingkan dengan non diabetes. Aldosa-reductase inhibitors dan antioksidan telah terbukti manfaat resmi dalam pencegahan atau pengobatan dari pandangan kondisi yang mengancam ini di in vitro dan in vivo studi eksperimental. Makalah ini memberikan gambaran tentang patogenesis katarak diabetes, studi klinis menyelidiki hubungan antara diabetes dan pengembangan katarak, dan pengobatan saat ini katarak pada penderita diabetes.

1. Pendahuluan

Di seluruh dunia lebih dari 285 juta orang yang terkena diabetes mellitus. Jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 439.000.000 pada tahun 2030 menurut International Diabetes Federation.

Komplikasi yang sering dari kedua diabetes tipe 1 dan tipe 2 adalah diabetes retinopathy, yang dianggap kelima penyebab paling umum kebutaan hukum di Amerika Serikat. Dalam 95% dari penderita diabetes tipe 1 dan 60% dari penderita diabetes tipe 2 dengan durasi penyakit lebih dari 20 tahun, tanda-tanda retinopati diabetik terjadi. kasus yang lebih parah

(21)

dari retinopati diabetik proliferatif terlihat pada pasien yang menderita diabetes tipe 1. kontrol ketat dari hiperglikemia, lipid darah, dan tekanan darah telah terbukti manfaat resmi untuk mencegah perkembangan atau kemajuan. katarak dianggap sebagai penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien diabetes sebagai kejadian dan perkembangan katarak meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus. Hubungan antara diabetes dan pembentukan katarak memiliki telah ditunjukkan dalam penelitian epidemiologi dan dasar klinis studi. Karena meningkatnya jumlah tipe 1 dan tipe 2 penderita diabetes di seluruh dunia, kejadian katarak diabetes terus meningkat. Meskipun operasi katarak, yang paling umum prosedur ophthalmic bedah di seluruh dunia, adalah e ff efektif menyembuhkan, penjelasan pathomechanisms untuk menunda atau mencegah perkembangan katarak pada pasien diabetes masih menjadi tantangan. Lebih lanjut, pasien dengan diabetes mellitus memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi fromcataract operasi. Diabetes dan katarak menimbulkan kesehatan yang sangat besar dan beban ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang, di mana pengobatan diabetes adalah insu FFI efisien dan operasi katarak sering tidak dapat diakses.

2. Patogenesis Katarak Diabetes

Enzim aldosa reduktase (AR) mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol, proses terkait dengan perkembangan katarak diabetes. Luas Penelitian telah difokuskan pada peran sentral jalur AR sebagai faktor memulai dalam pembentukan katarak diabetes. Telah terbukti bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotik yang mengakibatkan lensa hidropik serat-serat yang merosot dan katarak bentuk gula. Di lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat daripada dikonversi ke fruktosa oleh enzim dehidrogenase sorbitol. Selain itu, karakter polar dari sorbitol mencegah intraselular penghapusan melalui di fusion. peningkatan akumulasi dari sorbitol menciptakan hyperosmotic efek yang menghasilkan suatu infus cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik. Hewan penelitian telah menunjukkan bahwa akumulasi intraselular poliol

(22)

menyebabkan keruntuhan dan pencairan berlensa, yang akhirnya menghasilkan pembentukan kekeruhan lensa. Temuan ini telah menyebabkan "osmotik Hipotesis" dari pembentukan katarak gula, menekankan bahwa intraseluler yang peningkatan cairan dalam menanggapi akumulasi AR-dimediasi poliol hasil di lensa bengkak yang terkait dengan kompleks perubahan biokimia akhirnya menyebabkan pembentukan katarak. Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa stres osmotik di lensa disebabkan oleh sorbitol menginduksi akumulasi apoptosis pada sel epitel lensa (LEC) yang mengarah ke pengembangan katarak. hiperglikemik transgenik tikus mengekspresikan AR dan fosfolipase D (PLD) gen menjadi rentan untuk mengembangkan katarak diabetes kontras untuk tikus diabetes mengekspresikan PLD saja, enzim dengan fungsi kunci dalam osmoregulasi lensa. Ini Temuan menunjukkan bahwa gangguan dalam osmoregulasi yang mungkin membuat lensa rentan terhadap kenaikan bahkan kecil Armediated stres osmotik, berpotensi menyebabkan progresif pembentukan katarak. Peran stres osmotik sangat penting untuk pembentukan katarak yang cepat pada pasien muda dengan jenis diabetes mellitus 1 karena pembengkakan yang luas dari korteks bers lensa fi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Oishi et al. menyelidiki apakah AR terkait dengan pengembangan katarak diabetes dewasa. Tingkat AR dalam sel darah merah dari pasien di bawah 60 tahun dengan durasi singkat diabetes berkorelasi positif dengan prevalensi posterior katarak subkapsular. Sebuah korelasi negatif memiliki telah ditunjukkan pada pasien diabetes antara jumlah AR di eritrosit dan kepadatan lensa sel epitel, yang diketahui menurun pada penderita diabetes dibandingkan dengan non diabetes menunjukkan peran potensial dari AR di pathomechanism ini. Poliol jalur telah digambarkan sebagai primary mediator stres oksidatif diabetes yang diinduksi dalam lensa. stres osmotik disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (ER), yang Situs utama dari sintesis protein, pada akhirnya mengarah ke generasi radikal bebas. stres ER juga dapat terjadi akibat fluktuasi kadar glukosa memulai sebuah protein dilipat respon (UPR) yang

(23)

menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) dan menyebabkan stres oksidatif kerusakan anggota-lensa fi. Sana banyak publikasi terbaru yang menggambarkan oksidatif stres kerusakan bers lensa fi oleh pemulung radikal bebas di diabetics.However, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses pembentukan katarak melainkan mempercepat meningkat pada aqueous humor dari penderita diabetes dan menginduksi generasi radikal hidroksil (OH-) setelah memasuki lensa melalui proses digambarkan sebagai reaksi Fenton. Radikal bebas oksida nitrat (NO) dan memperburuk perkembangannya. Hidrogen peroksida (H2O2), faktor lain meningkat pada lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat menyebabkan formasi peroxynitrite meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan sel karena sifat oksidasi nya. Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam aqueous humor dapat menyebabkan glycation protein lensa, proses menghasilkan generasi radikal superoksida (O2) dan dalam pembentukan produk akhir glikasi lanjut (USIA). Dengan interaksi AGE dengan reseptor permukaan sel seperti reseptor untuk produk akhir glikasi maju dalam epitel lensa lanjut O2 dan H2O2are dihasilkan Selain peningkatan kadar radikal bebas, diabetes lensa menunjukkan gangguan kapasitas antioksidan, meningkatkan kerentanan mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya antioksidan diperburuk oleh glycation dan inaktivasi antioksidan lensa enzim seperti dismutases superoksida. Tembaga-seng superoksida dismutase 1 (defisiensi SOD-1) adalah yang paling dominan superoxide dismutase isoenzim di lensa. yang penting untuk degradasi radikal superoksida (O2) menjadi hidrogen peroksida (H2O) dan oksigen. Pentingnya defisiensi SOD-1 dalam perlindungan terhadap pengembangan katarak di hadapan diabetes mellitus telah terbukti dalam berbagai in vitro dan in vivo studi hewan. Kesimpulannya, berbagai publikasi mendukung hipotesis bahwa mekanisme memulai pembentukan katarak diabetes adalah generasi poliol dari glukosa oleh AR, yang menghasilkan peningkatan tekanan osmotik di bers lensa fi mengarah ke pembengkakan dan pecah mereka. Studi klinis Investigasi yang Insiden Katarak Diabetes Beberapa.

(24)

3. Studi Klinis Telah Menunjukkan Bahwa Pembangunan Katarak

Terjadi lebih sering dan pada usia awal diabetes dibandingkan dengan pasien nondiabetes. Data dari Framingham dan studi mata lainnya menunjukkan tiga sampai empat kali lipat peningkatan prevalensi katarak pada pasien dengan diabetes di bawah usia 65, dan sampai kelebihan prevalensi dua kali lipat pada pasien di atas 65, Risiko meningkat pada pasien dengan durasi yang lebih lama diabetes dan pada mereka dengan kontrol metabolik yang buruk. Jenis khusus dari katarak dikenal sebagai salju fl ake katarak-terlihat didominasi tipe muda 1 pasien diabetes dan cenderung berkembang cepat. Katarak mungkin reversibel di muda penderita diabetes dengan peningkatan kontrol metabolik. Jenis yang paling sering terlihat katarak pada penderita diabetes adalah usia-terkait atau berbagai pikun, yang cenderung terjadi sebelumnya dan berlangsung lebih cepat daripada di non diabetes. Wisconsin Epidemiologi Studi Retinopati Diabetik meneliti kejadian ekstraksi katarak pada penderita diabetes. Selanjutnya, faktor tambahan yang terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari operasi katarak ditentukan. 10-tahun kejadian kumulatif katarak operasi adalah 8,3% pada pasien su ff kenai dari diabetes tipe 1 dan 24,9% pada mereka dari diabetes tipe 2. Prediktor operasi katarak termasuk usia, tingkat keparahan retinopati diabetes dan proteinuria dalam penderita diabetes tipe 1 sedangkan usia dan penggunaan insulin dikaitkan dengan peningkatan risiko tipe 2 diabetes. Pemeriksaan tindak lanjut dari Beaver Dam Eye Study kohort, yang terdiri dari 3.684 peserta 43 tahun dan lebih tua, dilakukan 5 tahun setelah evaluasi awal menunjukkan hubungan antara diabetes mellitus dan katarak pembentukan. Dalam studi tersebut, kejadian dan perkembangan kortikal dan posterior subkapsular katarak dikaitkan dengan diabetes. Selain itu, peningkatan kadar hemoglobin terglikasi yang terbukti berhubungan dengan peningkatan risiko katarak nuklir dan kortikal. Dalam analisis lebih lanjut dari studi Beaver Dam Eye prevalensi perkembangan katarak dipelajari dalam populasi 4.926 orang dewasa. Pasien diabetes lebih mungkin untuk mengembangkan kekeruhan lensa kortikal dan menunjukkan

(25)

tingkat yang lebih tinggi dari operasi katarak sebelumnya dari non diabetes. Analisis data membuktikan bahwa durasi yang lebih lama diabetes dikaitkan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal serta peningkatan frekuensi operasi katarak. Tujuan dari cross-sectional Blue Mountains Eye Study berbasis populasi adalah untuk menguji hubungan antara nuklir, cortical, dan posterior subkapsular katarak di 3654 peserta antara tahun 1992-1994. Penelitian ini mendukung temuan sebelumnya dari proyek-e ff berbahaya dari diabetes pada lensa. Posterior katarak subkapsular itu terbukti signi fi statistik cantly terkait dengan diabetes. Namun, berbeda dengan Beaver Dam Eye Study, katarak nuklir menunjukkan lemah, statistik tidak signifikan, asosiasi setelah disesuaikan untuk faktor risiko katarak lain yang dikenal. Sebuah studi kohort berbasis populasi dari 2335 orang lebih tua dari 49 tahun yang dilakukan di kawasan Blue Mountains Australia menyelidiki hubungan antara diabetes dan kejadian 5 tahun katarak. Hasil studi longitudinal ini dilakukan oleh kelompok yang sama dari peneliti sebagai Blue Mountains Eye Study menunjukkan kejadian 5 tahun dua kali lipat lebih tinggi dari katarak kortikal pada peserta dengan glukosa puasa terganggu. Statistik asosiasi signifikan fi ditunjukkan antara insiden posterior subkapsular katarak dan jumlah pasien diabetes baru didiagnosis. The Penurunan Proyek Visual dievaluasi faktor risiko untuk pengembangan katarak di Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan faktor risiko independen untuk posterior subkapsular katarak saat ini lebih dari 5 tahun. Tujuan dari studi Barbados Eye adalah untuk mengevaluasi hubungan antara diabetes dan lensa kekeruhan antara 4314 peserta hitam. Para penulis menemukan bahwa diabetes sejarah (18% prevalensi) terkait dengan semua perubahan lensa, terutama di usia muda. 4. Operasi Katarak Pada Pasien Diabetes

Phacomulsi fikasi adalah saat teknik yang lebih disukai di sebagian besar jenis katarak. Teknik ini dikembangkan oleh Kelman pada tahun 1967 dan tidak diterima secara luas sampai 1996.It menghasilkan kurang pasca operasi peradangan dan Silindris, rehabilitasi visual yang lebih cepat dan,

(26)

dengan lensa dilipat modern, insiden lebih rendah capsulotomy dibandingkan dengan operasi ekstrakapsular usang. Telah ada pergeseran baru dalam penekanan terhadap ekstraksi katarak sebelumnya pada penderita diabetes. operasi katarak disarankan sebelum lensa opacity menghalangi pemeriksaan fundus rinci. Sementara hasil keseluruhan operasi katarak sangat baik, pasien dengan diabetes mungkin memiliki hasil visi miskin daripada mereka yang tidak diabetes. Bedah dapat menyebabkan percepatan retinopati, menginduksi rubeosis atau menyebabkan perubahan makula, seperti macular edema atau makula cystoid busung. Hasil terburuk dapat terjadi pada mata dioperasikan dengan retinopati proliferatif aktif dan / atau yang sudah ada sebelumnya makula edema. Pada penderita diabetes dengan atau tanpa bukti diabetic retinopathy penghalang darah-aqueous terganggu menyebabkan peningkatan risiko pasca operasi peradangan dan pengembangan edema makula melihat-mengancam, sebuah proses yang diperburuk oleh operasi katarak. Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah pasca operasi peradangan dan kejadian cystoid klinis dan angiografi edema makula adalah durasi operasi, ukuran dan kapsuler posterior luka pecah atau kehilangan vitreous. Liu et al. menunjukkan bahwa operasi phacoemulsi fikasi sebuah penghalang darah-berair lebih parah pada pasien diabetes dengan retinopati diabetik proliferatif dibandingkan pada pasien dengan retinopati diabetik nonproliferative atau pasien nondiabetes. Sebuah analisis dari para penerima fi Medicare bene (n = 139.759) dari years1997 melalui 2001 mengungkapkan bahwa tingkat cystoid diagnosis edema makula setelah operasi katarak secara statistik secara signifikan lebih tinggi pada pasien diabetes daripada di non diabetes. Beberapa studi klinis menyelidiki peran operasi katarak fi kasi phacoemulsi pada perkembangan retinopati diabetes. Satu tahun setelah operasi katarak, tingkat perkembangan retinopati diabetes berkisar antara 21% dan 32%. Borrillo et al. melaporkan tingkat perkembangan 25% setelah periode tindak lanjut dari 6 bulan. Sebuah tinjauan retrospektif 150 mata dari 119 pasien diabetes operasi kation phacoemulsi menjalani menunjukkan perkembangan yang sama

(27)

retinopati diabetik pada 25% kasus dalam periode tindak lanjut dari 6-10 months.A studi prospektif mengevaluasi onset atau memburuk edema makula pada 6 bulan setelah operasi katarak pada pasien dengan retinopati diabetik nonproliferative ringan atau sedang melaporkan kejadian 29% (30 dari 104 mata) dari makula edema berdasarkan data angiografi. Krepler et al. diselidiki 42 pasien yang menjalani operasi katarak dan melaporkan perkembangan retinopati diabetes dari 12% di dioperasikan v ersus 10,8% di mata nonoperated selama tindak lanjut dari 12 bulan. Selama periode ikutan sama 12 bulan, Squirrell et al. menunjukkan bahwa dari 50 pasien dengan diabetes tipe 2 yang menjalani operasi kation phacoemulsi fi unilateral 20% dari mata dioperasikan dan 16% dari nonoperated memiliki perkembangan retinopati diabetes. Liao dan Ku ditemukan dalam studi retrospektif yang keluar dari 19 mata dengan pra operasi ringan sampai sedang retinopati diabetes nonproliferative 11 mata (57,9%) menunjukkan perkembangan retinopati diabetes 1 tahun setelah operasi, sementara 12 mata (63,2%) telah berkembang 3 tahun pasca operasi. Tingkat perkembangan secara statistik signifikan jika dibandingkan dengan mata tanpa retinopathy sebelum operasi. prospektif studi baru ini diterbitkan dievaluasi mata dari 50 pasien diabetes dengan dan tanpa retinopathy setelah operasi katarak dengan tomografi koherensi optik. Para penulis melaporkan kejadian 22% untuk macula edema setelah operasi katarak (11 dari 50 mata) sementara edema makula tidak terjadi di mata tanpa retinopathy.When hanya mata dengan confirmed retinopati diabetes dievaluasi (n = 26), kejadian untuk pasca operasi edema makula dan kelainan cystoid meningkat menjadi 42% (11 dari 26 mata). sedikit perubahan dari nilai dasar ketebalan titik pusat yang diamati pada mata tanpa retinopati. Mata dengan moderat retinopati diabetik nonproliferative atau retinopati diabetik proliferatif dikembangkan peningkatan dari baseline 145 m dan 131 m bulan AT1 dan 3 bulan, masing-masing. The diselisih di penebalan retina antara 2 kelompok pada 1 dan 3 bulan secara statistik signifikan dan di antara pasien dengan retinopati berbanding terbalik dengan perbaikan ketajaman visual.

(28)

5. Pengobatan Anticataract a. Inhibitor Aldosa-Reductase

Reduktase Aldosa (ARI) terdiri dari berbagai struktur di senyawa fferent seperti ekstrak tanaman, jaringan hewan atau spesifik molekul kecil. Pada tikus diabetes, tanaman flavonids, seperti quercitrin atau iso fl avone genistein, telah menunda pembentukan katarak diabetes. Contoh produk alami dengan diketahui AR aktivitas penghambatan ekstrak dari tanaman asli seperti Ocimum sanctum, Withania somnifera, Curcuma longa, dan Azadirachta indica atau Diabecon herbal India. Tingkat poliol dalam lensa tikus telah dikurangi dengan suntikan intrinsik ARI mengandung ekstrak dari ginjal dan sapi lensa manusia. Nonsteroidal anti-narkoba peradangan, seperti sulindac, aspirin atau naproxen telah dilaporkan untuk menunda katarak pada tikus diabetes melalui AR penghambatan lemah aktivitas. Beberapa penelitian eksperimental mendukung peran ARI dalam mencegah dan tidak hanya menunda pembentukan katarak diabetes. Dalam model tikus diabetes, hewan diperlakukan dengan AR inhibitor Renirestat. Penelitian ini melaporkan penurunan akumulasi sorbitol dalam lensa dibandingkan untuk tikus diabetes yang tidak diobati. Selanjutnya, dalam Ranirestat diperlakukan tikus diabetes tidak ada tanda-tanda kerusakan lensa seperti degenerasi, bengkak, atau gangguan dari anggota-lensa di seluruh masa pengobatan berbeda dengan kelompok yang tidak diobati. Dalam sebuah penelitian serupa, tikus diabetes diobati dengan berbagai ARI, Fidarestat. pengobatan Fidarestat benar perubahan cataractous dicegah pada hewan diabetes. Pada anjing yang dioleskan ARI Kinostat telah terbukti untuk membalikkan perkembangan katarak gula. ARI lain dengan manfaat resmi effect pada katarak diabetes pencegahan mencakup Alrestatin, Imrestat, Ponalrestat, Epalrestat, Zenarestat, Minalrestat, atau Lidorestat. Studi ini memberikan alasan untuk penggunaan masa depan potensi ARI dalam pencegahan atau pengobatan katarak diabetes.

(29)

b. Pengobatan antioksidan Katarak diabetes

Seperti kerusakan oksidatif terjadi secara tidak langsung sebagai akibat dari akumulasi poliol selama pembentukan katarak diabetes, penggunaan agen antioksidan mungkin manfaat resmi. Anumberofdiff antioksidan erent telah dilaporkan untuk menunda pembentukan katarak pada hewan diabetes. Ini termasuk asam alpha lipoic antioksidan, yang telah terbukti menjadi efektif di kedua delay dan perkembangan katarak pada tikus diabetes. Yoshida et al. menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan tikus diabetes dengan vitamin E, lipid-larut dan vitamin antioksidan, dan insulin secara sinergis dicegah pengembangan dan perkembangan katarak pada hewan. Piruvat, antioksidan endogen, baru-baru ini mendapat perhatian untuk perusahaan penghambatan effect pada pembentukan katarak diabetes dengan mengurangi pembentukan sorbitol dan peroksidasi lipid dalam lensa. Sebuah studi yang dilakukan oleh Varma et al. menunjukkan bahwa kejadian katarak pada tikus diabetes lebih rendah pada kelompok piruvat diobati daripada di diobati kelompok kontrol. Selain itu, tingkat keparahan kekeruhan pada tikus piruvat diobati adalah kecil dibandingkan hewan kontrol. The beneficial effect piruvat dalam pencegahan katarak terutama dikaitkan dengan kemampuan efektif pemulungan untuk spesies oksigen reaktif yang dihasilkan oleh peningkatan kadar gula dalam hewan diabetes. Namun, pengamatan klinis pada manusia menunjukkan bahwa efek vitamin antioksidan pada pengembangan katarak kecil dan mungkin tidak membuktikan menjadi relevan secara klinis.

c. Agen farmakologis untuk Pengobatan Macular Edema Setelah Operasi Katarak

Proin prostaglandin inflamasi telah terbukti terlibat dalam mekanisme yang mengarah ke kebocoran fluida dari kapiler perifoveal ke dalam ruang ekstraselular wilayah makula. Karena kemampuan nonsteroidal obat anti-inflamasi topikal (NSAIDs) untuk memblokir enzim

(30)

siklooksigenase yang bertanggung jawab untuk produksi prostaglandin, studi yang disarankan bahwa NSAID juga dapat mengurangi kejadian, durasi dan tingkat keparahan edema makula cystoid dengan menghambat pelepasan dan rincian dari sawar darah-retina. Nepafenac, NSAID topikal diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan nyeri segmen anterior dan peradangan setelah operasi katarak, telah digunakan baru-baru ini dalam uji klinis untuk menguji keampuhan FFI dalam mengurangi kejadian edema makula setelah operasi katarak. Bahan aktif adalah prodrug yang cepat menembus kornea untuk membentuk metabolit aktif, amfenac, oleh hidrolase intraocula terutama di retina, epitel tubuh silia dan koroid. Sebuah studi retrospektif membandingkan insiden edema makula setelah lancar phacoemulsi fi kasi antara 240 pasien yang diobati selama 4 minggu dengan prednisolon topikal dan 210 pasien yang diobati dengan kombinasi prednisolon dan nepafenac untuk waktu yang sama. Para penulis menyimpulkan bahwa pasien yang diobati dengan prednisolon topikal saja memiliki insiden yang secara statistik secara signifikan lebih tinggi dari edema makula dibandingkan mereka yang diobati dengan nepafenac tambahan.

(31)

STEP 7

LAPORAN PENDAHULUAN

(32)

Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Hal ini terjadi akibat adanya kerusakan pada lensa mata sehingga daya penglihatan mata berkurang (Djing, 2006). Menurut data WHO dalam Prastiyanto (2011) terdapat 50 juta kebutaan di dunia akibat katarak dan yang paling banyak adalah mereka yang tinggal di negara berkembang beresiko 10 kali lipat mengalami kebutaan akibat katarak dibandingkan penduduk negara maju.

Indonesia sampai sekarang masih tercatat sebagai negara tertinggi jumlah penderita kataraknya di tingkat Asia Tenggara, mencapai 1,5% atau 2 juta jiwa (Firmansyah, 2015). Sebagai perbandingan di Bangladesh memegang angka 1%, di India 0,7% dan Thailand 0,3% (Manafe, 2013). Prevalensi penduduk dengan katarak di provinsi Jawa Timur masih dominasi dari daerah Madura dan Tapal Kuda seperti, Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Pasuruan, Situbondo, dan Jember (Ardiantofani, 2014).

Banyak faktor dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain umur, jenis kelamin, penyakit diabetes melitus (DM), pajanan terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, paparan asap, riwayat penyakit katarak, dan pekerjaan (Anas. Tamsuri, 2011).

B. Rumusan Masalah

Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah di atas, agar dalam Asuhan Keperawatan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan gambaran secara komprehensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok permasalahannya, yakni:

(33)

1. Apa definisi dari Katarak ?

2. Bagaimana anatomi fisiologi dari Katarak ? 3. Apa etiologi dari Katarak ?

4. Bagaimana patofisiologi dari Katarak ? 5. Apa manifestasi klinis dari Katarak ? 6. Apa komplikasi dari Katarak ?

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Katarak ? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari Katarak ?

9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Katarak ?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar perawat atau masyarakat atau klien mampu menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui definisi dari Katarak b. Untuk mengetahui fisiologi dari Katarak c. Untuk mengetahui etiologi dari Katarak d. Untuk mengetahui patofisiologi dari Katarak e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Katarak f. Untuk mengetahui komplikasi dari Katarak

g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Katarak h. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Katarak

i. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari Katarak

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari Asuhan Keperawatan ini adalah:

(34)

1. Bagi Masyarakat atau Klien

Memberikan informasi dan bahasan ilmiah tentang Asuhan Keperawatan Katarak.

2. Bagi Penulis

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam mempelajari, mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai kasus yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Katarak.

3. Bagi STIKes Mahardika

Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang ada kaitannya dengan penyakit katarak, khususnya yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Katarak.

(35)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih, abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila protein pada lensa yang secara normal, transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin. Elizabeth J, 2009). Katarak merupakan keadaan dimana pada lensa mata atau kapsula lentis terjadi kekeruhan (opasitas) yang berangsur-angsur (Kowalak, 2011).

Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya (Anas Tamsuri, 2011).

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa katarak merupakan penurunan ketajaman penglihatan dengan terjadinya lensa menjadi keruh yang diakibatkan oleh hidrasi (penambahan cairan) lensa.

B. Anatomi Fisiologi

Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitive terhadap cahaya karena terdapat photoreceptor. Influs saraf dari stimulasi photoreceptor dibawa ke otak pada lobus occipital di serebrum dimana sensasi penglihatan diubah menjadi persepsi. Reseptor penglihatan dapat memproses satu juta stimulus yang berbeda setiap detik (Tarwoto, 2009). 1. Struktur Mata

Bola mata berada diruangan cekung pada tulang tengkorak yang disebut orbit. Orbit tersusun oleh 7 tulang tengkorak yaitu tulang frontalis, lakrimalis, etmoidalis, zigomatikum, maksila, sphenoid dan

(36)

palatin yang berfungsi mendukung, menyanggah dan melindungi mata. Pada orbit terdapat dua lubang yaitu foramen optic untuk lintasan saraf optic dan arteri optalmik dan fisura bagian mata terdiri dari:

a. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali dibagian depan yang transparan yang disebut kornea. Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot ekstrinsik.

b. Kornea

Kornea merupakan jendela mata, unik karena bentuknya transparan, terletak pada bagian depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya. Kornea tersusun atas lima lapisan yaitu epithelium, membrane bowman stroma, membrane descemet dan endothelium.

c. Lapisan koroid

Lapisan koroid berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan yang berpigmen, mengandung banyak pembuluh darah untuk member nutrisi dan oksigen pada retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau pemantulan sinar. Pada bagian depan koroid membentuk korpus siliaris yang berlanjut membentuk iris.

d. Iris

Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke enterior. Iris tidak tembus pandang dan berpigmen, berfungsi mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena mengandung serat-serat otot sirkuler yang mampu

(37)

menciutkan pupil dan serat-serat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil.

e. Lensa

Lensa mempunyai struktur bikonfeks,tidak mempunyai pembuluh darah, transparan dan tidak berwarna. Kapsul lensa merupakan membrane seni semipermiabel, tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. lensa berada dibelakang iris dan ditahan oleh ligamentum yang disebut zonula. Adanya ikatan lensa dengan ligamentum ini menyebabkan dua rongga bola mata yaitu bagian depan lensa dan bagian belakang lensa. Ruangan bagian depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor, cairan ini diproduksi oleh korpus siliaris dan ruangan pada bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa tetap pada tempatnya dan dalam bentuk yang sesuai serta memberikan makanan pada kornea dan lensa. Lensa tersusun dari 65% air dan sekitar 35% protein dan sedikit mineral, terutama kalium. Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahaya yang masuk kedepan retina melalui mekanisme akomodasi yaitu proses penuaan secara otomatis pada lensa untuk memfokuskan objek secara jelas dan jarak yang beragam.

f. Retina

Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi dua pertiga bola mata pada bagian belakang. Pada bagian depan berhubungan dengan korpus siliaris di oraserata. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap cahaya. Pada bagian depan retina terdapat lapisan berpigmen dan berhubungan dengan koroid dan pada bagian belakang terdapat lapisan saraf dalam. Pada lapisan saraf dalam mengandung reseptor, sel bifolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel amakrin. Ada dua sel reseptor atau photoreceptor pada retina yaitu sel

(38)

konus atau sel kerucut dan sel rod atau sel batang. Sel kerucut berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua pigmen tersebut akan terurai jika terkena sinar, terutama pada bagian pigmen berwarna ungu yang terdapat pada sel batang oleh karena itu pigmen pada sel batang berfungsi untuk situasi yang kurang terang atau malam hari. Sedangkan pigmen pada sel kerucut berfungsi lebih pada suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang hari. Pigmen ungu yang ada pada sel batang disebut rodopsin yang merupakan senyawa protein dan vitamin A. apabila terpapar sinar , rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap dan memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap. Sedangkan pigmen lembayung dari sel kerucut merupakan senyawa yodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Pada sel kerucut terdapat 3 macam yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau dan biru sehingga sel kerucut dapat menangkap spectrum warna. Kerusakan pada salah satu sel kerucut akan menyebabkan buta warna.

g. Fovea sentralis

Fovea sentralis merupakan bagian dari retina yang banyak sel kerucut tapi tidak ada sel batang. Pada fovea ini sel bifolar bersinap dengan sel ganglion membentuk jalur langsung ke otak. Berkas sinar yang masuk jatuh tepat pada fovea.

h. Lutea macula

Lutea macula merupakan daerah kekuningan yang berada sedikit lateral dari pusat.

(39)

Mata juga dilengkapi oleh organ asessoris seperti kelopak mata, alis, apparatus lakrimalis yang melindungi mata dan seperangkat otot ekstrinsik yang dapat menggerakan mata (Tarwoto, 2009).

Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur aksesori yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus lakrimal, dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat, yang dapat menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva merupakan suatu membran mukosa yang tipis dan transparan. Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior permukaan mata yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva palpebra dan bulbar disebut sebagai conjunctival fornices (Seeley, 2006).

Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di sudut anterolateral orbit dan sebuah duktus nasolakrimal yang terletak di sudut inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal diinervasi oleh serat-serat parasimpatis dari nervus fasialis. Kelenjar ini menghasilkan air mata yang keluar dari kelenjar air mata melalui berbagai duktus nasolakrimalis dan menyusuri permukaan anterior bola mata. Tindakan berkedip dapat membantu menyebarkan air mata yang dihasilkan kelenjar lakrimal (Seeley, 2006).

Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga mampu melawan infeksi bakterial melalui enzim lisozim, garam serta gamma globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan menguap dari permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian medial mata di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air mata akan mengalir ke saccus lakrimalis yang kemudian menuju duktus nasolakrimalis.

(40)

Struktur aksesoris mata dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Otot-Otot Ekstrinsik Bola Mata Sumber: Saladin (2006)

Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer. Outer fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua bagian yakni sclera dan cornea. Sclera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi sehingga dapat ditembus cahaya (Saladin, 2006).

Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris. Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Ciliary body merupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous humor (Saladin, 2006).

(41)

Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Anatomi Bola Mata Sumber: Khurana (2007)

2. Komponen Optik Mata

Komponen optik dari mata adalah elemen transparan dari mata yang tembus cahaya serta mampu membelokkan cahaya (refraksi) dan memfokuskannya pada retina. Bagian-bagian optik ini mencakup kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous body. Aqueous humor merupakan cairan serosa yang disekresi oleh ciliary body ke posterior chamber, sebuah ruang antara iris dan lensa. Cairan ini mengalir melalui pupil menuju anterior chamber yaitu ruang antara kornea dan iris. Dari area ini, cairan yang disekresikan akan direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut sclera venous sinus (canal of Schlemm) (Saladin, 2006).

Lensa tersuspensi dibelakang pupil oleh serat-serat yang membentuk cincin yang disebut suspensory ligament, yang menggantungkan lensa ke ciliary body. Tegangan pada ligamen

(42)

memipihkan lensa hingga mencapai ketebalan 3,6 mm dengan diameter 9,0 mm. Vitreous body (vitreous humor) merupakan suatu jelly transparan yang mengisi ruangan besar dibelakang lensa. Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada disepanjang jelly ini merupakan sisa dari arteri hyaloid yang ada semasa embrio (Saladin, 2006).

3. Komponen Neural Mata

Komponen neural dari mata adalah retina dan nervus optikus. Retina merupakan suatu membran yang tipis dan transparan dan tefiksasi pada optic disc dan ora serrata. Optic disc adalah lokasi dimana nervus optikus meninggalkan bagian belakang (fundus) bola mata. Ora serrata merupakan tepi anterior dari retina. Retina tertahan ke bagian belakang dari bola mata oleh tekanan yang diberikan oleh vitreous body. Pada bagian posterior dari titik tengah lensa, pada aksis visual mata, terdapat sekelompok sel yang disebut macula lutea dengan diameter kira-kira 3 mm. Pada bagian tengah dari macula lutea terdapat satu celah kecil yang disebut fovea centralis, yang menghasilkan gambar/visual tertajam. Sekitar 3 mm pada arah medial dari macula lutea terdapat optic disc. Serabut saraf dari seluruh bagian mata akan berkumpul pada titik ini dan keluar dari bola mata membentuk nervus optikus. Bagian optic disc dari mata tidak mengandung sel-sel reseptor sehingga dikenal juga sebagai titik buta (blind spot) pada lapang pandang setiap mata (Saladin, 2006).

4. Mekanisme Penglihatan

Fungsi utama mata adalah mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf sehingga dapat diterjemahkan oleh otak menjadi gambar visual. untuk menghasilkan gambar visual yang tepat dan diinginkan terjadi proses yang sangat kompleks dimulai adanya gelombang sinar/cahaya yang masuk ke mata (Tarwoto, 2009).

(43)

Berkas cahaya masuk ke mata melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa dan vitreous humor, dimana pada masing-masing bagian tersebut berkas cahaya dibiaskan (refraksi) sebelum akhirnya jatuh tepat diretina. jumlah cahaya yang masuk di mata akan diatur oleh iris dengan jalan membesarkan atau mengecilkan pupil. pada iris terdapat dua otot polos yang tersusun sirkuler dan radila yang mampu bergerak membesar atau mengecil membentuk pupil (Tarwoto, 2009).

Agar sinar dari objek menghasilkan gambar yang jelas pada retina maka berkas sinar tersebut harus dibiaskan (direfrasikan). pembiasan cahaya untuk menghasilkan penglihatan yang jelas disebut pemfokusan. jarak terdekat dari objek yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat (puncutum proximum). sedangkan jarak terjauh saat benda tempak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh (puctum remotum). pemfokusan berkas cahaya merupakan peran utama dari lensa. lensa akan membiaskan cahaya yang masuk dan memfokuskan ke retina. kemampuan lensa untuk menyesuaikan cahaya dekat atau jauh ke titik retina disebut akomodasi. bentuk lensa sendiri dapat berubah-ubah dan diatur oleh otot siliaris yang merupakan otot polos melingkar dan melekat pada lensa melalui ligamentum susupensorium. bentuk lensa yang bikonveks (cembung) akan membiaskan cahaya kesuatu titik/ mengumpul dibelakang lensa. sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa. sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa. semakin besar lingkungan suatu lensa di ukur dioptri (Tarwoto, 2009).

Berkas cahaya dari lensa kemudian difokuskan di retina. retina merupakan bagian magta vertebrata yang peka terhadap cahaya dan mampu mengubahnya menjadi impuls saraf untuk dihantarkan ke otak melalui nervus optikus (nervus cranial II). pda retina terdapat lapisan saraf atau neuron yaitu neuron fotoreseptor, neuron bipolar dan neuron ganglion. neuron fotoreseptor merupakan reseptor yang peka terhadap

(44)

cahaya karena mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones). sel batang mengandung pigmen rodopsin yang khusus untuk penglihatan hitam putih dalam cahaya redup. rodopsin merupakan senyaawa prootein dsn vitamin A. Apanbila terkena sinar, maka rodopsin menjadi protein dan vitamin A. pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap. sedangkan sel kerucut berisikan pigmen lembayung yang merupakan senyawa iodopsin yaitu gabungan senyawa retinin dan opsin. sel kerucut peka terhadap warna merah, hijau dan biru sehingga dapat menangkap spectrum warna dan dapat menghasilkan bayang yang tajam dalma cahaya terang (Tarwoto, 2009).

Cahaya yang diterima oleh neuron fotoresptor akan di ubah dalam bentuk bayangan pertama, kemudian akan di ubah kembali menjadi bayangan pertama, kemudian akan diubah kembali menjadi bayangan kedua di sel bipolar dan selanjutnya menjadi bayangan ketiga di sel ganglion yang kemudian dibawa ke korteks penglihatan primer untuk dihasilkan visual penglihatan (Tarwoto, 2009).

C. Etiologi

Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan degenerative yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan terhadap sinar matahari selma hidup dan predisposisi herediter berperan dalam perkembangan katarak senilis.

Katarak juga dapat terjadi pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan olehg gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa. (Corwin, 2009).

(45)

D. Patofisiologi

Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2008).

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Ilyas, 2008).

Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama (Guyton, 1997).

Katarak merupakan kondisi penurunan ambilan oksigen,penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap

(46)

kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi sentral serta lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi dikorteks,serat lensa ditekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan sering bilateral (Ilyas, 2005).

Selain itu berbagai penyebab katarak diatas menyebabkan gangguan metabolism pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini, menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk memalui kornea yang dihalangi oleh lensa yang keruh atau huram. Kondisi ini memburamkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibat otak mengiterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi coklat atau hitam dank lien mengalami kesulitan dalam membedakan warna (Mansjoer, 2008).

(47)

Pathway Pathway Pathway

(48)

Gambar

Gambar 1. Otot-Otot Ekstrinsik Bola Mata Sumber: Saladin (2006)
Gambar 3.  Anatomi Bola Mata Sumber: Khurana (2007)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

adalah batasan yang penting untuk model yang dilakukan dengan. tahapan

Dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ.III/432 TAHUN 2016 Tentang Petunjuk Teknis Pengangkatan Penyuluh Agama Islam Non PNS, maka

Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan untuk menjalani rehabilitasi, penyerahan oleh kejaksaan disertai

Terkait dengan SSJ-NET sebagai bentuk reaksi alergi yang melibatkan sistem imun, beberapa penelitian pada populasi yang berbeda menunjukkan hubungan antara reaksi

Pengaruh Ekstrak Etanol Tali Putri (Cassytha filiformis L.) terhadap Fungsi Hati Mencit Putih Jantan.. Padang : Fakultas Farmasi

Pengobatan secara tradisional masih tetap berlangsung di desa ini yaitu terdapat dukun kampung yang biasa membantu dalam kegiatan melahirkan dan melakukan

Skripsi ini merupakan karya ilmiah hasil penelitian yang dilaksanakan pada September- Oktober 2006 di lahan rehabilitasi Desa Wonoasri Taman Nasional Meru Betiri dengan judul

Screenshut diatas ini ,saya hasilkan dari modal $102.xx, dari hasil diatas ini saya tidak sama sekali bangga atau puas ,melainkan hasil yang sangat bodoh bagi saya ,