• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS HARMONIK PASUT LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III ANALISIS HARMONIK PASUT LAUT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ANALISIS HARMONIK PASUT LAUT

3.1 Pasut Laut

Pasang surut laut (pasut laut) merupakan gejala naik turunnya permukaan laut karena adanya pengaruh gaya yang ditimbulkan oleh benda - benda langit terutama oleh adanya gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi. Meskipun massa Matahari jauh lebih besar dari massa Bulan, akan tetapi gaya pembangkit pasang oleh Matahari jauh lebih kecil dibandingkan dengan gaya yang dihasilkan oleh Bulan. Karena gerakan Bulan dan Matahari memiliki karakteristik perioda tertentu, maka gaya - gaya yang menghasilkan pasang surut dapat dikembangkan menjadi berbagai komponen yang periodik yang sesuai dengan karakteristik perioda gerakan gerakan Bulan dan Matahari.

Komponen pasang surut (pasut) secara teoritis dapat dikembangkan pada kondisi Bumi ideal. Kondisi Bumi ideal dalam hal ini adalah dalam kondisi permukaan laut

setimbang di mana pada setiap saat seluruh permukaan Bumi memiliki potensial gravitasi

yang konstan dan sama besar. Pasang surut (pasut) setimbang hanya akan terjadi jika Bumi dalam keadaan ideal tersebut. Akan tetapi kenyataannya permukaan Bumi tidaklah menunjukkan keadaan ideal atau setimbang dikarenakan beberapa hal yakni :

1. Permukaan Bumi tidaklah sepenuhnya ditutupi oleh air. Adanya daratan di Bumi mengurangi aliran horizontal air laut sehingga mempengaruhi kondisi pasut.

2. Massa air yang menutupi permukaan Bumi bukannya tidak memiliki gaya inersial. Adanya gaya inersial mempengaruhi amplitude dan fasa dari respons muka laut terhadap gaya pembangkit pasut.

3. Adanya gaya gesekan antar massa air laut maupun massa air dengan dasar laut yang mempengaruhi kondisi setimbang.

4. Kedalaman air laut yang menutupi Bumi tidaklah merata dan umumnya jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan kondisi pasut setimbang.

(2)

Laplace mengatakan bahwa osilasi muka laut memiliki periodisitas yang sama (identik) dengan perioda gaya - gaya yang menghasilkan osilasi tersebut. Dengan demikian komponen peroiodik pasang surut permukaan laut dapat dihubungkan dengan komponen periodanya jika dalam keadaan setimbang. Namun oleh karena ketidak ideal nya kondisi Bumi akan menyebabkan terjadinya perubahan amplitudo dan keterlambatan fasa dari setiap komponennya. Untuk mengetahui adanya perubahan amplitudo dan keterlambatan fasa dari setiap komponen periodik tersebut maka dilakukan analisa harmonik pasang surut laut.

3.2 Gaya Pembangkit Pasut Laut

Untuk melihat gaya - gaya yang menimbulkan adanya gejala pasut laut maka dilakukan perhitungan efek dari gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap lapisan Bumi di mana Bumi dalam kondisi ideal. Kondisi ideal yang dimaksud adalah apabila menganggap Bumi seluruhnya diliputi oleh air yang menghasilkan pasut laut setimbang

(equilibrium tide). Pada dasarnya gaya tarik yang lebih berpengaruh terhadap Bumi adalah gaya tarik Bulan jika dibandingkan dengan gaya tarik Matahari terhadap Bumi. Oleh karena itu untuk melihat seberapa besar gaya yang menimbulkan gejala pasut laut, maka dilakukan pengkajian tentang gaya tarik yang ditimbulkan oleh sistem Bumi - Bulan dan sistem Bumi - Bulan - Matahari.

Apabila menganggap Bumi dan Bulan memiliki pusat gravitasi bersama, maka pusat gravitasi bersama tersebut berada pada 3/4 jari - jari Bumi. Gaya sentrifugal pada setiap titik di Bumi yang disebabkan oleh perputaran Bumi - Bulan adalah sama besar. Gaya sentrifugal merupakan gaya yang arahnya berlawanan dengan gaya gravitasi yang menyebabkan Bumi dan Bulan tidak bertubrukan. Besarnya gaya sentrifugal sedikit lebih besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Di pusat Bumi gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya tarik Bulan yang artinya di pusat Bumi kedua gaya tersebut adalah sama besar. Oleh karena besarnya gaya tarik Bulan pada setiap partikel massa di Bumi berbeda - beda besarnya sedangkan gaya sentrifugal yang akan dialaminya sama besar (sama dengan gaya tarik Bulan di pusat Bumi), maka hal tersebutlah yang menghasilkan gejala pasang surut laut (gaya pembangkit pasut laut/ tide generating forces).

(3)

gambar 3.1 gaya pembangkit pasut laut [Djunarsjah, 2005]

Pada gambar 3.1 gejala pasut laut terjadi jika gaya tarik Bulan dan Matahari terhadap Bumi lebih besar dibandingkan dengan gaya sentrifugal (pada gambar terlihat pengaruh Bulan oleh karena lebih besar pengaruhnya dibandingkan Matahari). Resultan yang dihasilkan merupakan gaya yang mengarah keluar dari pusat Bumi dan menyebabkan adanya gerakan vertikal dan horizontal muka laut (gejala pasut laut). Besar kecilnya gaya pembangkit pasut tergantung pada jarak antara suatu tempat di permukaan Bumi terhadap Bulan dan Matahari. Semakin dekat jarak antara suatu tempat di permukaan Bumi terhadap Bulan dan Matahari maka semakin besar pula gaya pembangkit pasutnya, demikian sebaliknya.

Faktor Pasut Tengah Harian, Harian, dan Periode Panjang

Pada umumnya pengembangan teori gaya pembangkit pasut laut dilakukan dengan menggunakan parameter potensial gravitasi dari suatu benda. Potensial gravitasi

(4)

didefenisikan sebagai besarnya usaha yang harus dilakukan terhadap gaya tarik untuk memindahkan partikel satu satuan massa dari suatu benda ke titik tak hingga. Adapun besarnya potensial gravitasi di permukaan Bumi adalah :

R M

Vp=−γ. (3.1)

di mana :

Vp = Potensial gravitasi (cm2/det2 dalam cgs)

γ = 6.65 x 10-6 dyne M = Massa (gr dalam cgs)

Dari persamaan potensial gravitasi tersebut maka potensial pembangkit pasut dapat didefenisikan menjadi :

θ cos . . . 2 2 2 2 r a r a R = + − (3.2)

sehingga apabila disubtitusikan ke persamaan potensial gravitasi (3.1) maka : 2 / 1 2 2 cos 2 1 − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + − = γ θ r a r a r M Vp (3.3) di mana :

a = radius Bumi (cm dalam cgs)

r = jarak antara pusat Bulan/ Matahari ke Bumi (cm dalam cgs)

Dalam polinom legendre maka potensial gravitasi (Vp) didefenisikan menjadi penjumlahan dari banyak faktor potensial V yakni :

Vn V V V Vo Vp= + 1+ 2+ 3+L+ (3.4)

Di mana Vo tidak menghasilkan gaya.

θ γ cos 1 2 a r M V =− (3.5)

(

3cos 1

)

2 1 2 3 2 2 − − = θ r a M V (3.6)

(

θ θ

)

γ 5cos 3cos 2 1 3 4 3 3 − = r a M V (3.7)

Pada potensial gaya pembangkit pasut laut untuk mencari komponen harmonik, faktor yang berpengaruh adalah V2 dan V3. Namun pada faktor potensial V3 potensial gaya pembangkit pasut laut sangat kecil pengaruhnya, sehingga faktor potensial V yang

(5)

terpenting dalam potensial gaya pembangkit pasut adalah V2. Dalam pengkajian faktor V2 lebih ditujukan pada gaya potensial pasut laut yang ditimbulkan oleh Bulan, oleh karena Bulan lebih dominan dibandingkan dengan Matahari. Persamaan faktor potensial

2

V tersebut sangat tergantung pada sudut antara posisi di permukaan Bumi terhadap garis pusat Bumi - Bulan atau Bumi - Matahari dan kedudukan suatu tempat pengamatan di permukaan Bumi. Berdasarkan formulasi cosinus dalam ilmu ukur segitiga Bola maka berlaku persamaan : H cos cos cos sin sin cosθ = ϕ δ + ϕ δ (3.8) δ

θ sin sin cos

sin A=− H (3.9) A cos sin cos cos sin sinδ = ϕ θ + ϕ θ (3.10)

Dengan mensubtitusikan persamaan cosinus (pers 3.8, 3.9, 3.10) tersebut ke persamaan faktor potensial V2 (pers 3.6) maka akan dihasilkan persamaan :

(

)(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = 2ϕ δ ϕ δ 2ϕ 2δ 3 sin 3 1 sin 3 1 3 1 cos 2 sin 2 sin 2 cos 2 cos cos 2 G H H r c V

Pada persamaan potensial V2 yang dihasilkan dapat dianalisis bahwa :

ƒ Persamaan V2 mengandung persamaan cos2H yang bervariasi. Variabel H merupakan sudut jam dalam hal ini Bulan (Bulan jauh lebih berpengaruh pada

gaya pembangkit pasut dibandingkan Matahari) selama satu putaran 360° atau 24

jam. Karena variasinya faktor 2H maka dalam 24 jam akan mengalami satu siklus selama setengah hari, sehingga faktor ini dinamakan faktor tengah harian (semi diurnal).

ƒ Persamaan V2 mengandung persamaan cosH , jadi selama 24 jam akan mengalami satu siklus selama satu harian, sehingga dinamakan faktor harian (diurnal).

ƒ Faktor sin2ϕ diurnal mencapai maksimum pada lintang 45° serta minimum di ekuator dan kutub.

ƒ Faktor 2ϕ

cos semi diurnal di mana ϕ adalah lintang setempat di Bumi akan mencapai maksimum di wilayah ekuator serta minimum di wilayah kutub.

(6)

ƒ Faktor

(

)(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ 2ϕ 2δ sin 3 1 sin 3 1 3 1

dimana tidak bergantung pada H (sudut jam Bulan) sehingga tidak lagi memiliki variasi harian. faktor yang berperan adalah δ (deklinasi Bulan) yang memilikis siklus sekitar 27 harian. Faktor ini dinamakan periode setengah bulanan atau lebih, disebut juga periode panjang (long period tide). Periode panjang akan maksimum di wilayah kutub serta minimum di wilayah lintang 35°16’ LU/LS.

Dari faktor - faktor yang mempengaruhi gaya potensial pasut laut tersebut disimpulkan bahwa terdapat 3 komponen harmonik pembangkit pasut yakni :

ƒ Komponen tengah harian (semi diurnal) ƒ Komponen harian (diurnal)

ƒ Komponen periode panjang (long period tide)

3.3 Komponen Harmonik Dalam Penentuan Konstanta Pasut Laut

Penentuan konstanta pasut laut berhubungan dengan komponen - komponen harmonik gaya yang menyebabkan terjadinya pasut laut. Setelah memperoleh komponen - komponen harmonik gaya pembangkit pasut (seperti yang dijelaskan sebelumnya pada sub bab 3.2), maka selanjutnya dilakukan penentuan nilai perubahan amplitude dan fase dari setiap komponen harmonik terhadap kondisi Bumi setimbang yang nantinya akan dinyatakan dalam sebuah konstanta. Hukum Laplace mengatakan “gelombang komponen pasang surut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respons dari laut yang dilewatinya, sehingga amplitudenya akan mengalami perubahan, dan fasenya mengalami keterlambatan, namun frekuensi atau kecepatan sudut masing - masing komponen adalah tetap”. Komponen - komponen harmonik yang telah diperoleh dari teori gaya

pembangkit pasut merupakan komponen periodik yang memiliki frekuensi dan kecepatan sudut tertentu. Tabel 3.1 merupakan komponen - komponen harmonik pasut laut dengan periode dan kecepatan sudutnya.

(7)

Tabel 3.1 komponen harmonik pasut laut untuk pengamatan pasut dengan interval 1 jam Komponen Pasut

Interval Pengamatan Pasut Tiap 1 jam

Kategori Komponen Harmonik Perioda (jam) Kecepatan Sudut (°/jam)

M2 12.4206024 28.9841015 Semidiurnal S2 12.0000000 30.0000000 Semidiurnal N2 12.6583488 28.4397283 Semidiurnal K2 11.9672352 30.0821363 Semidiurnal V2 12.6259969 28.5126000 Semidiurnal La2 12.2217847 29.4556000 Semidiurnal Mi2 12.8718535 27.9680000 Semidiurnal T2 12.0164626 29.9589000 Semidiurnal K1 23.9344704 15.0410681 Diurnal O1 25.8193416 13.9430356 Diurnal P1 24.0658896 14.9589318 Diurnal Q1 26.8683576 13.3986604 Diurnal M1 24.8412917 14.4920000 Diurnal J1 23.0985409 15.5854000 Diurnal M4 6.2102952 57.9682000 Periode Panjang MS4 6.1033392 58.9841000 Periode Panjang Sa 8765.8128000 0.0410686 Periode Panjang

Ssa 4382.9064000 0.0821373 Periode Panjang

M3 8.2804306 43.4760000 Periode Panjang

M6 4.1402153 86.9520000 Periode Panjang

(8)

Berikut penjelasan komponen - komponen harmonik yang digunakan dalam penentuan konstanta pasut laut :

Tabel 3.2 penjelasan komponen - komponen harmonik dalam penentuan konstanta pasut laut [Smith, A. 1999 & Poerbandono., Djunarsjah,E. 2005]

Kategori

Komponen

Harmonik Fenomena

Semi Diurnal M2 Gravitasi Bulan dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator Bumi

S2

Gravitasi Matahari dengan orbit lingkaran dan sejajar ekuator Bumi

N2 Perubahan jarak Bulan ke Bumi akibat lintasan elips K2 Perubahan jarak Matahari ke Bumi akibat lintasan elips

La2

Perubahan jarak Bulan ke Bumi akibat lintasan elips pada komponen M2, K2

T2

Perubahan jarak Matahari ke Bumi akibat lintasan elips pada komponen S2

Diurnal K1 Deklinasi sistem Bulan dan Matahari

O1 Deklinasi Bulan

P1 Deklinasi Matahari

Q1 Perubahan jarak Bulan ke Bumi pada komponen O1

Periode Panjang M4

Dua kali kecepatan sudut M2 akibat pengaruh Bulan di perairan dangkal

MS4 Interaksi M2 dan S2 di perairan dangkal

Ssa Deklinasi Matahari

Sa Perubahan jarak Matahari ke Bumi akibat lintsan elips M3 Deklinasi Bulan di perairan dangkal

M6

Perubahan jarak Bulan ke Bumi akibat lintasan elips di perairan dangkal

(9)

Dalam analisis pasut yang menghitung konstanta amplitude dan fase dari komponen - komponen harmonik, sangat bergantung pada panjangnya data pengamatan tinggi muka laut. Panjang data pengamatan mempengaruhi banyaknya gelombang komponen harmonik pasut laut yang akan ditentukan konstantanya. Salah satu kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan komponen - komponen harmonik apa saja yang akan dihitung adalah kriteria Rayleigh. Kriteria Rayleigh adalah apabila terdapat dua komponen A dan B hanya dapat dipisahkan satu sama lain jika panjangnya data lebih dari suatu periode tertentu yang disebut periode sinodik. Atau dengan kata lain periode sinodik merupakan panjang data minimum yang harus digunakan dalam menentukan amplitudo dan fase dari dua komponen harmonik A dan B. Periode sinodik dapat dirumuskan sebagai berikut [Emery, 1998] :

B A PS ω ω − = 360 (3.11) di mana :

PS = periode sinodik (jam)

A

ω = kecepatan sudut komponen harmonik A (°/jam)

B

ω = kecepatan sudut komponen harmonik B (°/jam)

Sebagai contoh, untuk dapat memisahkan komponen diurnal K1 dengan komponen semidiurnal M2 dari pengamatan tinggi muka laut setiap interval 1 jam adalah memerlukan panjang data minimum 32 jam. Perhitungan matematis periode sinodik antara komponen K1 dengan M2 dapat dijelaskan pada formulasi hitungan berikut :

jam PS M K 32 041 . 15 984 . 28 360 360 2 1 = − = − = ω ω

3.4 Analisis Harmonik Pasut Laut

Analisis harmonik pasut laut bertujuan untuk menghitung amplitude hasil respons dari kondisi laut setempat terhadap pasang surut setimbang, dan beda fasa dari gelombang tiap komponen terhadap keadaan pasang surut setimbang. Nilai perubahan amplitude dan keterlambatan fase yang akan dihitung dinyatakan dalam sebuah konstanta harmonik. Untuk menentukan nilai atau harga konstanta komponen harmonik pasut laut tersebut maka sebelumnya perlu untuk diketahui bahwa pasut yang diamati dari variasi

(10)

naik turunnya muka laut adalah hasil penjumlahan (superposisi) dari semua gelombang komponen harmonik pasut yang terjadi. Dengan demikian tinggi muka laut pada suatu saat t dapat dituliskan dalam persamaan [Djunarsjah, 2004] :

(

)

= − + + = m j j j j j j f t v g a So t h 1 cos ) ( ω (3.12) di mana :

h = tinggi permukaan air laut

So = tinggi rata - rata permukaan air

a = konstanta amplitudo

ω = kecepatan sudut komponen harmonik

g = fase

v, f = argumen astronomis (faktor nodal)

Analisis harmonik pasang surut laut dimaksudkan untuk menghitung besarnya amplitudo dan fase dari data pengamatan tinggi muka laut dengan interval waktu tertentu, misalnya 1/2 jam, 1 jam, 9.9156 hari, dan sebagainya. Untuk keperluan tersebut maka besaran yang akan ditentukan adalah So, a, dan g dari data pengamatan h(t). Sedangkan parameter v dan f merupakan fungsi dari tangal, bulan, dan tahun pengamatan (faktor nodal), namun dalam pembahasan tugas akhir ini diabaikan karena pengaruhnya terbilang kecil. Untuk menyelesaikan persamaan tersebut sehingga memperoleh besaran - besaran yang akan ditentukan nilainya maka dilakukan hitung perataan parameter dengan estimasi kuadrat terkecil (least square).

Dari persamaan superposisi gelombang harmonik (pers 3.12) dapat diuraikan sebagai berikut [Djunarsjah, 2004] :

(

)

= − − − + = m i j j j i j j j j j i j j j i So a f t v g a f t v g t

h( ) cos(ω )cos( ) sin(ω )sin( ) (3.13)

Untuk menyederhanakan persamaan (3.13), maka dimisalkan :

j j j a f

A = , dan θj =vjgj

maka persamaan (3.13) menjadi :

(

)

= − + = m i j j i j j i j i So A t A t t

(11)

Untuk menyederhanakan persamaan (3.14), maka dimisalkan :

j

j A

A = cosθ , dan Bj =−Asinθj

Dengan demikian persamaan (3.14) menjadi :

= = + + = m i j m i j i j j i j j i So A t B t t h( ) cos(ω ) sin(ω ) (3.15)

Besarnya (hm) hasil perhitungan dengan persamaan (3.15) akan mendekati elevasi pasut pengamatan h(tn) jika :

(

)

− = − = n n tn n m h t h 2 2 ) ( μ = minimum (3.16)

Fungsi μ2 tersebut akan minimum bila memenuhi hubungan : 0 2 2 2 = ∂ ∂ = ∂ ∂ = ∂ ∂ j j B A So μ μ μ ; dengan j = 1,2,3,…, m (3.17) Dari hubungan persamaan tersebut akan diperoleh 2m +1 persamaan, dimana m adalah

banyaknya komponen harmonik pasut laut. Sehingga dapat ditentukan besaran So, Aj, dan Bj, di mana j merupakan komponen pasut laut ke - j.

Selanjutnya berdasarkan estimasi kuadrat terkecil (least square) maka persamaan (3.15) dapat diuraikan dalam tahap - tahap sebagai berikut :

ƒ Persamaan pengamatan tinggi muka laut L= AX (3.18)

ƒ Persamaan koreksi v=(A.X)− L, maka :

= = − + + = m i j m i j i i j j i j j i So A t B t h t t v( ) cos(ω ) sin(ω ) ( ) (3.19)

(12)

ƒ Berikut pendesaian matriks pengamatan pasut laut : ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = Li L L L M 2 1 , ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = Bm B B Am A A So X M M 2 1 2 1 , ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = + + ) sin( ) sin( ) cos( ) cos( 1 ) sin( ) sin( ) cos( ) cos( 1 ) sin( ) sin( ) cos( ) cos( 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 i m i m i m i m m m m m t t t t t t t t t t t t A ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω K K M M M M M K K K K

ƒ Menentukan nilai amplitude komponen pasut laut :

)

( j2 j2

j A B

a = + (3.20)

ƒ Menentukan nilai fase komponen pasut laut :

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ = j j j A B a g tan (3.21) di mana :

L = data tinggi muka laut

A = matriks koefisien (desain)

X = parameter komponen harmonik pasut laut

v = nilai koreksi

A = parameter A komponen pembentuk pasut laut

B = parameter B komponen pembentuk pasut laut ω = kecepatan sudut gelombang komponen harmonik

t = waktu pengamatan tinggi muka laut

a = amplitude

(13)

Selanjutnya menentukan ketelitian hasil penentuan konstanta amplitudo dan fase dengan langkah sebagai berikut :

ƒ bobot 12

v

p = (3.22)

ƒ variansi aposteriori ∂o2 =(v'.p.v)/(nu) (3.23) ƒ nilai variansi kovariansi pengamatan 2 1

) . '. ( . − ∂ =

xx o A pA (3.24)

ƒ nilai variansi amplitudo komponen pasut laut dengan menggunakan persamaan

j j j j j j j j j j j j j A B B a A a B B a A A a a ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ = ∂ 2 ( )2. 2 ( )2. 2 2( )( ) (3.25) di mana , 2 2 j j j j j B A A A a + = ∂ ∂ , 2 2 j j j j j B A B B a + = ∂ ∂

ƒ nilai variansi fase komponen pasut laut dengan menggunakan persamaaan

j j j j j j j j j j j j j A B B g A g B B g A A g g ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ = ∂ 2 ( )2. 2 ( )2. 2 2( )( ) (3.26) di mana, 2 2 j j j j j B A B A g + = ∂ ∂ , 2 2 j j j j j B A A B g + = ∂ ∂

Dari persamaan - persamaan penentuan konstanta pasut laut tersebut maka akan diperoleh nilai konstanta amplitude dan fase beserta standar deviasi nya. Dalam hal ini dilakukan pembobotan (p) pada estimasi least square di mana data yang memiliki koreksi besar akan diberi bobot yang kecil. Pembobotan sendiri diambil dari nilai koreksi (v) yang diperoleh, dengan tujuan untuk menghilangkan data outlier. Selanjutnya untuk melihat hasil estimasi least square dapat dipercaya apabila faktor variansi apriori mendekati atau sama dengan faktor variansi aposteriori. Penentuan konstanta pasut laut yang memanfaatkan data pengamatan Topex/ Poseidon pada pembahasan tugas akhir ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis harmonik kuadrat terkecil.

Gambar

gambar 3.1 gaya pembangkit pasut laut  [Djunarsjah, 2005]
Tabel 3.1  komponen harmonik pasut laut untuk pengamatan pasut dengan interval 1 jam
Tabel 3.2 penjelasan komponen - komponen harmonik dalam penentuan konstanta pasut laut   [Smith, A

Referensi

Dokumen terkait

1. Siswa dapat menganalisis grafik hubungan gaya tarik dan pertambahan panjang melalui praktikum dengan tepat. Siswa dapat menghitung gaya pada hukum hooke melalui

Kedua komunikan komunikasi massa sifatnya heterogen yang artinya bahwa komunikan bukan saja berada pada tempat yang berbeda-beda dan terpencar-pencar letaknya, tetapi

Dalam proses editing video live Instagram HiVi dengan lagu Bumi dan Bulan, penulis mengerjakan video dengan menerima 2 footage video yaitu dari 2 kamera yang

Proses pemasangan dekorasi membutuhkan waktu yang berbeda – beda, karena disesuaikan dengan luas venue dan kerumitan dekorasi, seperti untuk pelaminan dengan ukuran

Kedai tersebut menjualkan minuman hanya varian Jeruk Murni dengan ukuran yang berbeda-beda seperti 250ml, 500ml dan juga 1 liter, karena penerimaan order yang

Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung