• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pertanian di Indonesia sangat tergantung pada iklim. Iklim tropis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sistem pertanian di Indonesia sangat tergantung pada iklim. Iklim tropis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pertanian di Indonesia sangat tergantung pada iklim. Iklim tropis Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang akan menentukan pola waktu tanam di Indonesia. Sebagian besar wilayah di Indonesia memiliki pola tanam yaitu padi-padi-palawija, padi-padi-padi bahkan ada beberapa daerah yang bisa tanam 4 kali dalam setahun. Daerah yang memiliki pengairan yang tercukupi biasanya dapat melakukan penanaman padi 3 kali dalam setahun dan daerah yang kekurangan air biasanya hanya dapat melakukan tanam padi sebanyak 2 kali dalam setahun. Meskipun demikian, proses penyediaan bahan pangan di Indonesia selalu mengalami kekurangan. Berdasarkan hasil survei Departemen Pertanian, jumlah produksi bahan pangan di Indonesia tahun 2010-2013 fluktuatif, ada beberapa komoditas yang mengalami penurunan produksi dan ada komoditas yang mengalami kenaikan produksi seperti pada tabel 1.1.

Tabel 0.1. Jumlah produksi bahan pangan di Indonesia tahun 2010-2013

Komoditi Jumlah produksi (ton)

2010 2011 2012 2013 Jagung 18.327.636 17.643.250 19.387.022 18.511.853 Kacang Hijau 291.705 341.342 284.257 204.670 Kacang Tanah 779.228 691.289 712.857 701.680 Kedelai 907.031 851.286 843.153 779.992 Padi 66.469.394 65.756.904 69.056.126 71.279.709 Padi Ladang 3.451.278 3.229.297 3.867.726 3.888.101 Padi Sawah 63.018.116 62.527.607 65.188.400 67.391.608 Ubijalar 2.051.046 2.196.033 2.483.460 2.386.729 Ubikayu / Ketela Pohon 23.918.118 24.044.025 24.177.372 23.936.921 Sumber : Kementerian pertanian (2015)

(2)

Berdasarkan tabel 1.1. diketahui bahwa jumlah produksi tanaman palawija seperti jagung, kacang hijau, kacang tanah dan kedelai mengalami penurunan, padahal jenis produk tanaman palawija paling banyak digunakan di Indonesia khususnya kedelai. Kedelai digunakan sebagai bahan baku pengolahan pangan baik dalam pabrik maupun pemenuhan kebutuhan konsumen lokal. Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), laju konsumsi kedelai di Indonesia masih akan mengalami peningkatan akibat terjadi pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,5% per tahun dan perkembangan industri pengolahan dengan bahan baku kedelai seperti tahu, tempe, kecap dan sebagainya, sehingga Indonesia masih memerlukan impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

Pada dasarnya jumlah produksi palawija di Indonesia sudah cukup baik, akan tetapi budidaya palawija di Indonesia masih terkendala oleh beberapa faktor, salah satunya faktor proses pengolahan lahan. Pengolahan lahan untuk penanaman kedelai perlu diperhatikan lebih serius lagi karena berhubungan dengan tingkat keberhasilan tumbuh tanaman. Lahan yang baik akan berpengaruh baik pada proses pertumbuhan tanaman palawija, sehingga akan diperoleh hasil produksi yang tinggi. Umumnya tanaman palawija dapat tumbuh dengan baik pada lahan sawah dengan tanah yang subur, memiliki drainase yang baik dengan pasokan sinar matahari yang cukup tinggi.

Tanah sawah terbentuk akibat pengolahan tanah berupa penggenangan air yang cukup lama (Anonim, 2007 dalam Indrajati, 2008 ; Siradz, 2006 dalam Rajamuddin, 2009). Akibat penggenangan tersebut terjadi perubahan sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang membuat lahan sawah dapat menjadi media

(3)

pertumbuhan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman yang akan ditanam (Notohadiprawiro, 1992). Tanah sawah memiliki struktur tanah yang berbeda-beda pada setiap daerahnya. Tanaman palawija dapat tumbuh baik pada tanah yang memiliki kemampuan menahan air yang baik dan dilengkapi sistem drainase yang baik karena tanaman palawija tidak tahan pada kondisi air sawah yang menggenang. Sebagian besar tanaman palawija di Indonesia di tanam di lahan sawah dengan tanah bertekstur lempung.

Tanah lempung merupakan tanah yang memiliki kemampuan mengikat air yang tinggi. Tanah lempung memiliki drainase yang kurang baik karena strukturnya yang mampu mengikat air lebih lama. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada kegiatan budidaya tanaman palawija. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membuat darinase yang baik pada lahan tanaman palawija adalah dengan membuat lorong pengatus air tanah (mole drainage).

Lorong pengatus digunakan untuk membuat saluran drainase pada bagian bawah permukaan tanah. Menurut Suharyatun, dkk. (2012), lorong pengatus digunakan untuk mempercepat laju penurunan kadar lengas agar sesuai keutuhan tanaman. Pembuatan lorong pengatus merupakan salah satu contoh dari subsurface drainage. Subsurface drainage adalah sistem pengatusan bawah permukaan atau sering disebut pengatusan dakhil, berfungsi untuk mengontrol ketersediaan air bagian bawah permukaan tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman. Lorong pengatus tanah dibuat menggunakan suatu implement berupa bajak lorong (mole plough) yang ditarik menggunaan traktor.

(4)

Bajak lorong (mole plough) memiliki bentuk dan rancangan yang sederhana. Lorong pengatus telah banyak dikembangkan di daerah subtropis yang memiliki 4 musim, sedangkan penggunaan bajak lorong di Indonesia masih kurang. Meskipun demikian, sudah ada beberapa pengembanagan bajak lorong yang dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan mengingat bahwa waktu tunggu untuk penanaman palawija dari musim penghujan menuju kemarau sering dihadapkan pada masalah drainase (pengatusan).

Penelitian ini akan mengkaji mengenai besarnya gaya yang dibutuhkan selama pembajakan menggunakan bajak lorong dengan tingkat kedalaman pembajakan yang berbeda-beda pada 3 jenis tanah yang memiliki kandungan lempung yang berbeda pula. Tanah yang digunakan diambil dari 3 daerah yang berbeda. Masing-masing jenis tanah diambil sampel untuk dilakukan uji tekstur tanah, sedangkan kadar air dan berat volume tanah diuji menggunkan metode gravimetri. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan model yang dirancang sesuai dengan keadaan aslinya di lapangan, sehingga dengan demikian akan diketahui jarak dan kedalaman kritis lorong. Kedalam kritis adalah kedalaman minimum yang letak kedalamannya ditandai oleh perubahan arah reaksi gaya tanah dari yang semula vertikal dan horizontal menjadi sepeuhnya horizontal. Selain itu juga akan dilakukan pengamatan mengenai pola patahan tanah yang terbentuk di sekitar lorong sebagai akibat pembuatan lorong pengatus dengan dasar pemotongan tanah.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Penanaman palawija dari musim penghujan ke musim kemarau sering dihadapkan pada waktu tunggu untuk sistem drainase (pengatusan). Masalah tersebut akan berpengaruh terhadap kandungan air tanah yang cukup tinggi, sehingga kegiatan budidaya tanaman palawija tidak dapat berjalan dengan baik karena salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan penanaman palawija adalah faktor lahan yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat lorong pengatus air tanah (mole drainage).

Lorong pengatus tanah dibuat menggunakan suatu alat yang dikenal dengan bajak lorong (mole plough). Bajak lorong (mole plough) akan membuat lorong pengatus tanah dengan cara bajak tersebut ditarik dengan suatu traktor dengan daya tertentu yang akan menghasilkan gaya penarikan. Besarnya gaya yang ditimbulkan dalam proses pembajakan ditentukan oleh beberapa parameter seperti jenis tanah, kandungan air tanah, jarak efektif lorong melalui lebar kerja efektif, kedalaman kritis pembajakan dan konstruksi bajak yang digunakan.

Kedalaman pembajakan sangat berpengaruh terhadap penentuan keberhasilan pembuatan pengatus tanah dengan lorong. Semakin dalam suatu pembajakan akan memberikan efek stabilitas yang semakin besar pula, akan tetapi gaya yang diperlukan untuk menarik bajak lorong (mole plough) juga semakin besar. Faktor jenis tanah juga berpengaruh besar terhadap gaya yang dibutuhkan dalam pembajakan. Semakin tinggi kandungan lempung pada tanah yang digunakan semakin besar gaya yang dibutuhkan karena lempung memiliki struktur liat yang

(6)

tinggi, tetapi semakin tinggi kandungan lempung potensi lorong pengatus tanah (mole drainage) mengalami keruntuhan semakin kecil.

Pembuatan lorong pengatus tanah akan berpengaruh pada tingkat pengusikan permukaan tanah khususnya bagian dalam. Tanah bekas pembajakan akan menunjukkan pola patahan dan perilaku visual setelah pembajakan. Pola patahan inilah yang dapat dijadikan acuan penentuan kedlaman kritis pembajakan. Umumnya tanah bekas pembajakan akan menggalami keruntuhan, penyempitan lorong pengatus akibat sistem drainase yang cukup lancar di sekitar daerang lorong pengatus.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengamati dan mengkaji pola patahan tanah secara vertikal disekitar lorong yang terbentuk selama pembuatan lorong pengatus pada berbagai jenis tanah dan kedalaman.

2. Mengkaji hubungan antara kedalaman lorong pengatus dengan perilaku gaya yang dibutuhkan dalam pembuatan lorong.

3. Mengamati dan mengkaji pola patahan tanah bagian dalam (bawah permukaan) tanah disekitar lorong yang terbentuk selama pembuatan lorong pengatus pada berbagai jenis tanah dan kedalaman.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penentuan kedalaman kritis pembuatan lorong pengatus tanah pada berbagai jenis tanah

(7)

sehingga bajak lorong dapat berfungsi dengan baik untuk mempersingkat waktu tunggu penanaman palawija. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan bajak lorong lorong pengatus tanah kedepannya.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada proses pengamatan tingkat pengusikan (retakan) tanah pada bagian bawah permukaan tanah dan disekitar lorong bekas pembuatan lorong pengatus tanah secara vertikal dengan variasi 3 jenis tanah yang berbeda dan 3 variasi kedalaman yang berbeda pula. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium dengan menggunakan model bajak lorong dan tanah terusik yang diuji mengggunakan soil bin dengan asumsi tanah yang digunakan bersifat homogen dan memiliki karakteristik yang sama dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

1.6 Hipotesis

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis tanah, kedalaman pembuatan lorong pengatus dangkal terhadap gaya pembuatan lorong pengatus dangkal. Semakin dalam pembuatan lorong pengatus dangkal, semakin besar gaya yang digunakan.

2. Semakin rendah kadar air semakin panjang retakan yang ditimbulkan akibat pembuatan lorong pengatus tanah dangkal.

3. Jenis tanah dan kedalaman pembajakan berpengaruh terhadapa gaya dan panjang retakan vertikal maupun bagian dalam bawah permukaan.

Gambar

Tabel 0.1. Jumlah produksi bahan pangan di Indonesia tahun 2010-2013

Referensi

Dokumen terkait

Adapun langkah yang akan dilakukan meliputi : (i) pengumpulan dan pengolahan data iklim, (ii) analisis kecenderungan ketersediaan air, (iii) penentuan hari kering DAS

Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Mumbul Jember adalah subjek pajak badan dalam negeri yang bekerja sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 23 atas jasa sewa kendaraan

Permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas, sesuai dengan kesanggupan peneliti maka penelitian ini hanya akan membahas tentang hubungan antara panjang

Nije proveravao zavoje samo zbog toga što je to bilo neophodno, već i zato što nije bio u stanju da naĊe reĉi za nešto. Posmatram ga

Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh orang lain yang mempunyai kualitas tertentu, yaitu dokter, bidan, atau juru obat baik yang

Dari uraian pendapat yang telah disampaikan dapat kita rangkum secara ringkas bahwa keterampilan metakognisi, merupakan keterampilan tentang bagaimana meningkatkan kualitas

Sedangkan penelitian sekarang penelitian pada dua bank yaitu bank konvensional dan bank syari’ah, jika Z-Score dirata-rata jumlah Z-Score menunjukkan hasil yang sama yaitu

Analisa kepuasan pengguna terhadap fungsionalitas pada sistem informasi akademik dilakukan dengan melakukan survey kepada pengguna menggunakan kuisioner yang