• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIOMASSA BASAH ECENG GONDOK DI RAWA KONGSI SUMATERA UTARA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIOMASSA BASAH ECENG GONDOK DI RAWA KONGSI SUMATERA UTARA."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIOMASSA BASAH ECENG GONDOK

DI RAWA KONGSI SUMATERA UTARA

(Relations Nitrate and Phosphate on The Growth of Hyacinth Wet Biomass in Kongsi Swamp North Sumatra)

1

Yessy Christanty, 2Ternala Alexander Barus, 3Desrita

1

Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155

Email : eciicott@gmail.com

2

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155

3

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155

ABSTRACT

The rapid growth of water hyacinth and high durability made plant growth is extremely difficult to control. This study aimed to determine the effect of nitrate and phosphate content of the relationship to the gowth of biomass wet hyacinth different locations in the waters Rawa Kongsi during an interval of two weeks. The research was conducted in March to April 2016. Length parameter is water hyacinth plant height, weight parameter consist of fresh weight of water hyacinth, and parameter number consists of the amount of water hyacinth leaves. Water quality parameters measured were dissolved oxygen, pH, temperature, brightness, nitrate and phosphate. The results obtained through the measurement of dissolved oxygen water quality is 1,6 mg/l-4 mg/l, pH is 6,3-6,6, water temperature is 30ºC-32ºC, brightness values is 42-119,5 cm. Nitrate values at Station I, II, and III is 0,25-0,73 mg/l; <0,001-2,09 mg/l; <0,001-2,4 mg/l. Phosphate values at Station I, II, and III is <0,001-0,019 mg/l; <0,001-0,026 mg/l; <0,001-0,032 mg/l. At station III gives better results on the growth of biomass compared to treatment at another location. The highest growth of water hyacinth biomass is found in the observation of the 2nd with biomass wet is 70.6 g and relative growth rate is 3.56% g/day.

Keywords : Nitrate, Phosphate, Rawa Kongsi, Water Hyacinth, Wet Biomass Growth

PENDAHULUAN

Rawa sebagai salah satu habitat air tawar memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan

perikanan, pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa bagi masyarakat, maka rawa juga tidak terlepas dari

(2)

pencemaran akibat ulah manusia itu sendiri.

Rawa Kongsi merupakan salah satu rawa yang ada di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Sama halnya dengan rawa - rawa di Indonesia pada umumnya, Rawa Kongsi juga mengalami penurunan kualitas air. Hal tersebut diduga disebabkan oleh polutan yang datang dari luar maupan dari Rawa Kongsi itu sendiri.

Kombinasi dari faktor-faktor inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar Nitrat dan Fosfat dalam badan air Kongsi. Peningkatan nutrien yang berlebih, dalam hal ini Nitrat dan fosfat akan mendorong terjadinya algae blooms. Rawa akan mulai mendangkal dan dipenuhi unsur nutrisi tanaman sehingga tanaman air seperti Eceng Gondok akan tumbuh subur.

Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada perairan yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada perairan yang dangkal. Eceng Gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif.

Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. (Aini dan Nengah, 2013).

Cepatnya pertumbuhan Eceng Gondok dan tingginya daya tahan hidup menjadikan tumbuhan ini sangat sulit dikendalikan.

Keberadaan Eceng Gondok dalam suatu perairan secara tidak langsung berkaitan dengan produktivitas ikan di dalam perairan tersebut. Maka dari itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mendukung

pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perairan setempat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kandungan Nitrat dan Fosfat terhadap pertumbuhan biomassa basah Eceng Gondok di Rawa Kongsi Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret – April 2016, di Perairan Rawa Kongsi Kecamatan Patumbak Provinsi Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Global Positioning System (GPS), termometer, pH meter, botol Winkler, jarum suntik, gelas ukur, botol sampel, pipet tetes, keping secchi, tali, kayu, kertas koran, penggaris, timbangan, plastik es, kertas label, alat tulis, kamera digital serta perangkat komputer untuk pengolahan dan analisis data.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air dari Rawa Kongsi, tumbuhan Eceng Gondok, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3,

dan Amilum.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dan kerja langsung di lapangan, pengumpulan data dan analisis di Laboratorium. Variabel penelitian ini adalah kualitas air (suhu, DO, pH, kecerahan, Nitrat dan Fosfat). Penelitian dibahas dalam bentuk deskriptif eksploratif untuk memberikan informasi mengenai hubungan kandungan Nitrat dan

(3)

Fosfat terhadap pertumbuhan biomassa basah Eceng Gondok di Rawa Kongsi. Penelitian dilakukan pada tiga stasiun yang ditetapkan berdasarkan keragaman kondisi lingkungan perairan yang ada. Penentuan ini dilakukan melalui studi pendahuluan.

Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan pada setiap stasiun penelitian. Data diambil sebanyak tiga kali dengan interval waktu dua minggu. Data yang diambil meliputi kandungan Nitrat dan Fosfat perairan, pengukuran berat basah Eceng Gondok, pengukuran tinggi tumbuhan dan perhitungan banyak helai daun Eceng Gondok.

Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan

Suhu

Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat termometer air raksa. Termometer tersebut dimasukkan ke dalam air dan dibiarkan beberapa saat. Selanjutnya thermometer diangkat, langsung dibaca dan dicatat.

DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut diukur menggunakan metode Winkler dengan satuan mg/l.

pH

pH diukur dengan menggunakan pH-meter. Elektroda dari pH-meter dimasukkan ke dalam sampel air yang diukur, selanjutnya setelah angka yang tertera pada display stabil, langsung dibaca.

Kecerahan

Pengukuran kecerahan digunakan keping secchi. Keping secchi dimasukkan ke dalam air secara perlahan-lahan sambil memperhatikan warna putih dari piringan itu masih terlihat lalu dicatat panjang tali yang masuk ke perairan tersebut. Keping secchi diturunkan kembali sampai warna putih dari piringan tersebut tidak terlihat lagi kemudian diukur panjang talinya yang masuk ke dalam air. Hasil pengukuran tersebut kemudian ditambahkan dan setelah itu dibagi dua. Hasil pembagian itulah merupakan nilai akhir kecerahan. Warna Air

Pengamatan terhadap warna air pada penelitian ini yaitu pengamatan secara langsung di lapangan.

Nitrat dan Fosfat

Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara sampel diambil pada setiap stasiun lokasi penelitian yaitu pertengahan badan air. Pengambilan sampel air digunakan untuk pengukuran Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4). Sampel air

kemudian dibawa dan diujikan di Balai Riset dan Standardisasi Indusrti Medan.

Pengukuran Eceng Gondok

Pengukuran Eceng Gondok dilakukan langsung di lapangan dengan cara memberikan tanda di setiap stasiun untuk lebih mudah dalam pengamatan selanjutnya. Eceng Gondok yang digunakan adalah Eceng Gondok yang serupa yaitu dengan melihat jumlah helai daun, biomassa basah, dan tinggi tumbuhan.

Prosedur pengukuran biomassa awal (saat pendahuluan)

(4)

dilakukan dengan cara penentuan stasiun dan titik sampling pengulangan dilakukan secara purposive. Berat masing-masing Eceng Gondok harus sama dengan stasiun yang lain, yang terlebih dahulu dicatat berat basah awal dari setiap stasiun. Eceng Gondok yang digunakan dalam 1 (satu) titik lokasi memiliki berat basah 35-37 g. Setiap stasiun dipilih 10 sampel Eceng Gondok yang telah masuk kriteria pengamatan.

Pengukuran biomassa (berat basah) Eceng Gondok menggunakan timbangan dengan terlebih dahulu diletakkan pada kertas koran selam ± 5 menit sebelum ditimbang agar air yang terdapat pada akar Eceng Gondok dapat diserap. Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap jumlah helai daun, dan tinggi dari tumbuhan Eceng Gondok, dimana untuk daun sendiri dihomogenkan dengan banyak daun 5 helai per sampelnya dan untuk tinggi Eceng Gondok dihomogenkan dengan panjang masing-masing sampel yaitu 15-17 cm.

Analisa Data

Laju Pertumbuhan Eceng Gondok Analisis parameter pertumbuhan Eceng Gondok dihitung dengan menentukan besarnya laju pertumbuhan spesifik (Brown, 1997) :

Keterangan :

% Wt/hari : Laju Pertumbuhan Spesifik (%)

W0 : Berat Basah Awal (g)

Wt : Berat Basah Akhir (g) T : Waktu lokasi n (14 hari) Analisis Regesi

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan gafik. Untuk mengetahui hubungan kandungan Nitrat dan Fosfat terhadap pertumbuhan biomassa basah Eceng Gondok dianalisis menggunakan analisis regesi linear berganda dengan software SPSS versi 20.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Hasil pengamatan terhadap paramater fisika-kimia perairan yang telah dilakukan di perairan Rawa Kongsi maka dapat diketahui bahwa pada tiap stasiun pengamatan tidak terlalu memiliki perbedaan nilai. Nilai suhu tiap stasiun berkisar antara 28-30˚C, nilai DO berkisar antara 2-4, nilai pH berkisar antara 6,3-6,7, dan warna air yaitu cokelat/keruh. Berbeda dengan faktor kecerahan, di tiap stasiun memiliki nilai yang jauh berbeda yaitu berkisar antara 42-119,5 cm. Hasil pengukuran faktor fisika-kimia perairan Rawa Kongsi dapat dilihat pada Tabel 1.

% Wt/hari = Wt – W0 × 100 Wt . t

(5)

Tabel 1. Parameter Kualitas Air Pendukung

Parameter Satuan Stasiun Pengamatan

I II III

Fisika

Suhu ºC 29-30 29-30 28-29

Kecerahan cm 69,5-119,5 61-67 42-65

Warna - Cokelat Cokelat Kehitaman Cokelat Kehitaman

Kimia

DO mg/l 2 2-2,6 2,2-4

pH - 6,3-6,7 6,4-6,6 6,3-6,5

Keterangan:

I : Stasiun I (dekat dengan aktivitas pertanian)

II : Stasiun II (dekat dengan aktivitas ternak unggas dan bekas KJA) III : Stasiun III (dekat dengan pemukiman penduduk)

Laju Perubahan Nitrat (NO3) dan

Fosfat (PO4)

Hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Rawa Kongsi maka dapat diketahui bahwa pada tiap stasiun pengamatan memiliki perbedaan nilai kandungan Nitrat dan Fosfat. Nilai kadar Nitrat pada stasiun I yaitu berkisar antara 0,25-0,73 mg/l, stasiun II berkisar antara

<0,001-2,09 mg/l dan pada stasiun III berkisar antara <0,001-2,4 mg/l.

Nilai kadar Fosfat untuk tiap stasiun juga tidak terlalu berbeda yaitu diantaranya pada stasiun I berkisar antara <0,001-0,019 mg/l, stasiun II berkisar antara <0,001-0,026 mg/l, dan stasiun III berkisar antara <0,001-0,032 mg/l. Laju perubahan Nitrat (NO3) dan Fosfat

(PO4) berdasarkan waktu penelitian

dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Laju Perubahan Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4)

Waktu Pengamatan

ke-

Stasiun Pengamatan

I II III

Nitrat Fosfat Nitrat Fosfat Nitrat Fosfat

M0 0,36 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001

M1 0,73 0,019 2,09 0,026 2,4 0,032

M2 0,25 0,002 1,32 0,001 0,68 0,01

Keterangan:

< : Dibawah Deteksi Limit *Nitrat dan Fosfat dalam Satuan mg/l

Pertumbuhan Eceng Gondok Pertumbuhan Jumlah Helai Daun

Pengamatan jumlah helai daun semua sampel Eceng Gondok di tiap stasiun mengalami peningkatan. Penambahan jumlah

helai daun terbanyak terdapat pada Eceng Gondok yang ada pada stasiun III bertambah sebanyak 10 helai (dari 5 menjadi 15 helai, kemudian pada Eceng Gondok yang ada pada stasiun II bertambah sebanyak 8 helai (dari 5

(6)

menjadi 13 helai) dan pada Eceng Gondok di stasiun I bertambah sebanyak 7 helai (dari 5 menjadi 12

helai). Tabel pengamatan jumlah helai daun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengamatan Jumlah Daun Eceng Gondok

Stasiun Jumlah Daun (buah)

M0 M1 M2 I 5 8 12 II 5 9 13 III 5 9 15 Pertambahan Tinggi Pengamatan pertambahan tinggi, semua Eceng Gondok pada tiap stasiun mengalami pertambahan tinggi. Penambahan tinggi terbesar terdapat pada Eceng Gondok di stasiun III bertambah sebesar 9 cm (dari 15 menjadi 24 cm), kemudian

pada Eceng Gondok di stasiun II bertambah sebesar 8 cm (dari 15 menjadi 23 cm) dan pada stasiun I bertambah sebesar 5 cm (dari 15 menjadi 20 cm). Hasil pengamatan tinggi Eceng Gondok dari awal penelitian sampai dengan akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengamatan Tinggi Eceng Gondok

Stasiun Tinggi Tanaman (cm)

M0 M1 M2

I 15 18 20

II 15 21 23

III 15 22 24

Pertambahan Biomassa Basah dan Laju Pertumbuhan Relatif

Penambahan biomassa basah terbesar terdapat pada stasiun III sebesar 58,05 g (dari 35,45 menjadi 93,5), kemudian pada stasiun II sebesar 57,3 g (dari 35,6 menjadi 92,9 g) dan stasiun I sebesar 54,25 (dari 35,5 menjadi 89,75 g).

Nilai laju pertumbuhan spesifik dapat diasumsikan sebagai gambaran dari kemampuan Eceng Gondok dalam menyerap unsur hara di tiap stasiun pengamatan. Terdapat perbedaan laju pertumbuhan relatif

tanaman pada setiap stasiun. Laju pertumbuhan spesifik terbesar terdapat pada Eceng Gondok yang ada pada stasiun III yaitu sebesar 3,56%, kemudian pada stasiun I sebesar 3,04%, dan pada stasiun II sebesar 2,82%. Nilai laju pertumbuhan spesifik menunjukkan bahwa stasiun yang memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik adalah stasiun III kemudian stasiun I dan stasiun II. Hasil pengukuran berat basah dan laju pertumbuhan spesifik Eceng Gondok selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

(7)

Tabel 5. Biomassa Basah dan Laju Pertumbuhan Biomassa Eceng Gondok

Stasiun Waktu Penelitian ke- (minggu)

Biomassa Basah Eceng Gondok (g) Laju Pertumbuhan Biomassa (% g/hari) I M0 M1 M2 35,50 51,60 89,75 2,23 3,04 II M0 M1 M2 35,60 58,90 92,90 2,82 2,61 III M0 M1 M2 35,45 70,60 93,50 3,56 1,75

Hubungan Nitrat (NO3) dan Fosfat

(PO4) terhadap Pertumbuhan

Biomassa Eceng Gondok

Hasil pengolahan data pada stasiun I, II, dan III ditunjukkan bahwa nilai R2 sangat tinggi yaitu masing-masing 0,954; 0,833; dan 0,897 demikian pula melalui uji F ditunjukkan bahwa kandungan Nitrat dan Fosfat secara bersama-sama dalam model regesi yaitu signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi <0,05 yaitu 0. Melalui nilai-nilai diatas maka dapat diketahui bahwa kandungan Nitrat dan Fosfat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan biomassa basah Eceng Gondok.

Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Suhu

Nilai rata-rata suhu air tidak jauh berbeda antar stasiun yaitu berkisar antara 28-30°C. Menurut Ratnani dkk (2011) nilai suhu tersebut masih dalam kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan Eceng Gondok yaitu 28-30°C. Terjadinya kenaikan maupun penurunan suhu

pada lokasi pengamatan diduga menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat pada sekitaran Rawa Kongsi telah memberikan pengaruh terhadap nilai suhu perairan dan juga diduga diakibatkan karena adanya perbedaan waktu pengamatan pada tiap stasiunnya.

Kecerahan

Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang ada di perairan dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air menjadi rendah. Hasil pengamatan pada Rawa Kongsi terlihat bahwa warna air memang sudah mengalami kekeruhan. Nilai kecerahan rendah diduga dikarenakan tingginya tingkat pembuangan limbah rumah tangga seperti misalnya di sekitar stasiun III terdapat aktivitas dagang dan juga dapat dilihat secara langsung pada badan perairan adanya limbah MCK yang dibuang langsung melalui saluran pembuangan rumah tangga. Warna Air

Warna air pada semua stasiun penelitian secara keseluruhan dapat dikategorikan keruh. Air yang berwarna cokelat keruh pada tiap

(8)

stasiun disebabkan oleh banyaknya material sedimen terlarut dalam air. Material-material tersebut berasal dari kegiatan yang ada di sekitaran Rawa Kongsi seperti limbah rumah tangga, limbah peternakan maupun pertanian yang membuat material tersebut mengendap di dasar perairan dan merubah warna Rawa tersebut. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Kadar oksigen terlarut yang optimum untuk kehidupan organisme adalah >5 mg/l (Cholik dan Rahmat., 1986). Hasil pengukuran oksigen berkisar 2-4 mg/l. Nilai DO yang rendah juga diikuti dengan kondisi perairan Rawa Kongsi yang saat ini bewarna coklat kehitaman dan berbau busuk apabila turun hujan. Perubahan warna air dan bau ini terjadi setiap turunnya hujan, karena adanya proses penguraian dan perombakan bahan organik yang memerlukan banyak oksigen ditambah dengan respirasi biota air yang terdapat pada perairan sehingga kadar oksigen terlarut yang tersisa pada perairan sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Resmikasari (2008) yang menyatakan bahwa ketika Eceng Gondok membusuk, kandungan oksigen dalam air menurun dengan cepat karena oksigen diperlukan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi densitas Eceng Gondok maka akan semakin rendah kandungan oksigen terlarutnya. pH Air

Menurut Gopal dan Sharma (1981) Eceng Gondok akan dapat tumbuh dengan optimum pada kisaran pH 6-8. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat pada saat penelitian yaitu diantaranya nilai pH rata-rata di tiap stasiun tidak terlalu

berbeda yaitu berkisar antara 6,3-6,7. Nilai ini dapat dikatakan memiliki nilai pH yang normal pada setiap stasiun pengamatannya.

Kadar Nitrat

Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar Nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar Nitrat antara 1-5 mg/l dan perairan eutrofik memiliki kadar Nitrat yang berkisar antara 5-50 mg/l (Wetzel, 1975). Dilihat dari pengelompokkan tingkat kesuburan perairan dapat dikatakan bahwa Rawa Kongsi merupakan kelompok air oligotrofik dimana nilai rata-rata kadar Nitrat pada tiap stasiun yaitu diantaranya stasiun I sebesar 0,47 mg/l, stasiun II sebesar 1,14 mg/l, dan stasiun III sebesar 1,03 mg/l.

Penurunan nilai kadar Nitrat disebabkan adanya penyerapan senyawa ini oleh Eceng Gondok. Nitrat merupakan senyawa penting karena senyawa ini lebih mudah diserap oleh tumbuhan air (Goldman dan Horne, 1983). Rendahnya nilai Nitrat diduga karena dimanfaatkan oleh tumbuhan Eceng Gondok dan fitoplankton dan tingginya kandungan Nitrat diduga berasal dari limbah kegiatan budidaya dan pemukiman penduduk, sesuai dengan sifat Nitrat yang mudah pindah melalui air.

Kadar Fosfat

Berdasarkan kadar Fosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: perairan oligotrofik yang memiliki kadar Fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar Fosfat total 0,021-0,05 mg/l; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar Fosfat total 0,051-0,2 mg/l

(9)

(Effendi, 2003). Hasil penelitian pada kandungan Fosfat menjelaskan bahwa Rawa Kongsi dapat dikatakan sebagai perairan oligotrofik dimana nilai rata-rata kandungan Fosfat pada tiap stasiun yaitu antara lain, stasiun I sebesar 0,007 mg/l, stasiun II sebesar 0,009 mg/l, dan stasiun III sebesar 0,014 mg/l.

Terjadinya peningkatan kadar Fosfat total pada penelitian diperkirakan diakibatkan adanya perombakan bahan organik oleh bakteri menjadi bahan anorganik seperti senyawa Fosfat. Sedangkan penurunan kadar Fosfat diperkirakan akibat diserapnya senyawa ini oleh Eceng Gondok.

Pertumbuhan Eceng Gondok Pertambahan Jumlah Helai Daun

Pertambahan jumlah helai daun dengan kandungan Nitrat dan Fosfat yang berbeda di tiap stasiun terlihat memiliki hubungan. Adanya kandungan unsur hara (Nitrat dan phosphat) yang dimanfaatkan Eceng Gondok yaitu digunakan untuk pertumbuhannya, dimana kandungan phosphat dimanfaatkan Eceng Gondok untuk meningkatkan jumlah anakan daun (Nopriani dkk., 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah helai daun semakin banyak apabila jumlah kandungan Nitrat dan Fosfat semakin tinggi. Penambahan anakan juga terlihat pada pengamatan dimana muncul/tumbuh rumpun baru di dekat stolon Eceng Gondok.

Pertambahan Tinggi

Eceng Gondok memerlukan unsur hara untuk pertumbuhanya yang berasal dari dalam air yaitu unsur hara yang diperlukan adalah Nitrat dan Fosfat (Nopriani dkk.,

2014). Pertambahan tinggi di tiap stasiun yang berbeda terlihat memiliki hubungan. Pertambahan tinggi semakin besar apabila nilai kandungan Nitrat dan Fosfat semakin tinggi pula. Hal ini diakibatkan karena masukan limbah yang beraneka ragam ke dalam badan perairan menyebabkan kadar unsur yang ada dalam perairan menjadi lebih besar sehingga apabila bahan pencemar semakin banyak masuk ke dalam perairan maka kemungkinan kadar unsur yang mendukung pertumbuhan semakin tinggi.

Pertambahan Biomassa Basah dan Laju Pertumbuhan Relatif

Pertambahan berat basah dengan nilai kadar Nitrat dan Fosfat di berbagai stasiun memiliki hubungan yang kuat. Meningkatnya biomassa Eceng Gondok yang terjadi pada pengamatan kedua pada stasiun III menunjukkan Eceng Gondok mengalami proses pertumbuhan paling tinggi, hal ini dipengaruhi tingginya kandungan Nitrat dan phosphat yang mempunyai kandungan paling tinggi pada pengamatan kedua yaitu dengan nilai kandungan Nitrat sebesar 2,4 mg/l dan nilai kandungan Fosfat sebesar 0,032 mg/l.

Rendahnya nilai laju pertumbuhan spesifik pada tiap stasiun diduga disebabkan keterbatasan luas permukaan petak pengamatan yang telah membatasi tumbuhnya Eceng Gondok yang sebenarnya dapat tumbuh melebihi dari biomassa yang diperoleh pada akhir pengamatan. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan kandungan Nitrat dan Fosfat berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik Eceng Gondok.

(10)

Hubungan Nitrat (NO3) dan Fosfat

(PO4) terhadap Pertumbuhan

Biomassa Eceng Gondok

Hasil pengamatan yang telah dilakukan terdapat perubahan peningkatan biomassa basah yang tinggi dari setiap dua minggu pengamatan yaitu dimana perubahan ini juga sebanding dengan bertambahnya jumlah daun maupun tinggi Eceng Gondok yang diduga dikarenakan adanya perubahan kandungan nilai Nitrat dan Fosfat yang berubah di tiap minggu pengamatan.

Rekomendasi Pengelolaan Rawa Rekomendasi pengelolaan yang dapat diberikan yaitu perlu adanya peraturan di Desa setempat yang mewajibkan diadakannya kerja bakti di tiap bulannya untuk membersihkan Eceng Gondok yang tumbuh secara berlebih. Kemudian dibentuknya kelompok masyarakat yang dapat memberikan ide ataupun kreativitas terhadap Eceng Gondok yang sudah dibuang, misalnya dengan membuat kerajinan tangan dari Eceng Gondok ataupun membuat pupuk dari Eceng Gondok tersebut. Penyuluhan terhadap masyarakat sekitar tentang bahaya membuang limbah langsung ke rawa juga perlu dilakukan maka dengan itu akan mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan. Masyarakat sekitar juga diharapkan dapat membuang sisa Eceng Gondok jauh dari Rawa Kongsi tersebut agar sisa dari pembusukan Eceng Gondok tidak berdampak pada rawa tersebut, namun sisa Eceng Gondok tersebut juga dapat ditimbun di dalam tanah agar dapat berguna bagi penyuburan tanah.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa peningkatan kandungan Nitrat (NO3) dan Fosfat

(PO4) berpengaruh nyata terhadap

meningkatnya pertumbuhan biomassa basah Eceng Gondok pada semua stasiun penelitian.

Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kedalaman dan batimetri yang berbeda terhadap pertumbuhan biomassa Eceng Gondok di perairan Rawa Kongsi, Kabupaten Deli Serdang.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, F., N., dan N. Dwianita. 2013. Pengaruh Penambahan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (1): 116-119.

Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Air Daratan. USU-Press. Medan.

Brown A.L. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. University of Illinois. USA.

Cholik, F., dan A. Rahmat. 1986. Manjemen Kualitas Air Pada Kolam Budidaya Ikan.Direktorat

(11)

Jenderal Perikanan Research Centre. Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Endarini, T. 2015. Dampak Kegiatan Masyarakat pada Kualitas Air Danau Buyan, Kabupaten Buleleng, Bali. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Goldman, C, R dan A. Horne. 1989. Limnology. McGaw Hill Company. New York.

Goltenboth, F, A. 1994. Fisheries in Lake Rawa Pening, Java, Indonesia Facts and Prospect. Satya Wacana University Press. Salatiga. Indonesia.

Gopal, B dan Sharma. 1981. Water Hyacinth (Eichhornia crassipes (Malt) Solms) The Most Troublesome Weed of The Word. Hindasia Publications. New Delhi. Hastono, S, P. 2001. Analisa Data. Universitas Indonesia. Jakarta. Juantari, G. Y., R. Wahyu., dan D.

Harisuseno. 2013. Status Trofik dan Daya Tampung Beban Pencemaran Waduk Sutami. Jurnal Teknik Pengairan. 4 (1): 61–66.

Kholidiyah, N. 2010. Respon Biologis Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms) sebagai Biomonitoring Pencemaran Logam Berat Cadmium (Cd) dan Plumbum (Pb) pada Sungai Pembuangan Lumpur Lapindo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.

Skripsi. Universitas Islam Negeri. Malang.

Nopriani, U., Karti., dan I. Prihantoro. 2014. Produktivitas Duckweed (Lemna minor) Sebagai Hijauan Pakan Alternatif Ternak pada Intensitas Cahaya yang Berbeda. Jurnal JITV. 19 (4): 272-286.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Penerjemah: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gamedia. Jakarta.

Piranti, A, S., Sudarmadji., A. Maryono dan S. Hadisusanto. 2012. Penentuan Kriteria Nutrien untuk Penilaian Status Trofik Perairan Waduk Mrica Banjarnegara, Indonesia. (Determination of Nutrient Criteria for Assessing Trophic Status of Mrica Reservoir Banjar Negara, Indonesia). Jurnal Manusia dan Lingkungan. 19 (2): 184-192.

Resmikasari, Y. 2008. Tingkat Kemampuan Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella Val.) Memakan Gulma Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ratnani, R, D., I. Hartati., dan L.

Kurniasari. 2011. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk Menurunkan Kandungan COD (Chemical Oxygen Demond), pH, Bau, dan Warna pada Limbah Cair Tahu. Jurnal Momentum. 7 (1): 41-47.

(12)

Rudiyanto, F. 2004. Tingkat Kemampuan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) dalam Memperbaiki Kualitas Limbah Cair Hasil Deadifikasi Nata De Coco. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saefumillah, Asep. 2002 Eutrofikasi Problem Lingkungan Berskala Global. LIPI. Jakarta.

Sahwalita dan G. Pasaribu. 2006. Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. Balai Litbang Kehutanan Sumatera.

Salwiyah. 2010. Kondisi Kualitas Air Sehubungan dengan Kesuburan Perairan Sekitar PLTU Nii Tanasa Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal WARTA-WIPTEK. 18(2): 52-56.

Sandriati, D. 2010. Kajian Pemanfaatan Tanaman Air Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) dan Kiambang (Salvinia molesta) untuk Menurunkan Kadar Nutrien pada Limbah Cair Tahu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas

Air dan Hubungannya dengan

Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. Sittadewi, E. H. 2007. Pengolahan

Bahan Organik Eceng Gondok Menjadi Media Tumbuh Untuk Mendukung Pertanian Organik. Jurnal Teknik Lingkungan. 8 (3): 229-234.

Soeprobowati, T, R. 2012. Mitigasi Danau Eutrofik : Studi Kasus Danau Rawapening. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI. Universitas Diponegoro. Semarang.

Syahrul., S. Suryani dan Bannu. 2012. Kajian Analisis Kualitas Air Danau UNHAS : Pembahasan Khusus Pada Proses Eutrofikasi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Wetzel, R. G. 1975. Lymnology. W. B. Saunders Co. Philadelphia. Pennsylvania.

Zulfia, N dan Aisyah. 2013. Status Trofik Perairan Rawa Pening ditinjau dari Kandungan Unsur Hara (NO3 dan PO4) Serta

Klorofil-a. Jurnal Bawal. 5 (3): 189-199.

Gambar

Tabel 1. Parameter Kualitas Air Pendukung
Tabel 3. Pengamatan Jumlah Daun Eceng Gondok
Tabel 5. Biomassa Basah dan Laju Pertumbuhan Biomassa Eceng Gondok  Stasiun  Waktu Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dengan ini penulis akan memberikan penegasan istilah yang diambil dari judul penelitian “ Defragmentasi Struktur Berpikir Siswa SMP

Metode merupakan cara yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Dalam mencapai kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku menggunakan satu metode

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel azitromisin kitosan memberikan zona hambat yang lebih besar dengan nilai rata- rata 38±1 mm dari pada azitromisin

He turned to the nurse, who braced herself for another blast, and was astonished when Henderson said gently, ‘It seems I owe you an apology, nurse.’ He crossed to the bed and

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: 1) Kemudahan mendapatkan bahan mentah ikan teri yang digunakan untuk industri ikan asin di Pulau Pasaran

Tujuan dari praktik kerja di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Cabang Tamansari Bandung ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis

Yang dapat dipastikan hanya bagian yang lesap tersebut cenderung lebih banyak dari- pada bagian yang tampak karena setiap snapshot hanya menampilkan konstituen berupa kata

Xilosa dengan nilai rendemen 555,1 mg xilosa/g tongkol jagung digunakan pada media fermentasi sebagai substrat yang dapat langsung direduksi menjadi xilitol.. Kadar xilosa