TINJAUAN PUSTAKA
Petani Padi Sawah
Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang
peranan penting dari keseluruhan perkonomian nasional. Padi adalah tanaman
pangan yang utama. Sejak lahir peradaban manusia, pertanian memainkan peran
sebagai suatu kegiatan yang sangat esensial dalam menopang hidup dan
kehidupan manusia. Sektor ini merupakan satu-satunya sektor yang sangat
bergantung pada sumber daya lahan, air, iklim dan ekosistem disekitarnya.
Mengingat keadaan iklim, struktur tanah dan air di setiap daerah berbeda maka
jenis tanaman padi di setiap daerah umumnya berbeda. Perbedaan tersebut
umumnya terletak pada usia tanaman, jumlah hasil mutu beras, dan ketahanan
terhadap hama dan penyakit (Suryana, 2003).
Petani tradisional umumya menanam padi hanya berdasarkan pengalaman,
karena pengetahuan yang terbatas maka satu jenis padi ditanam terus menerus
dalam suatu lahan. Pola tanam yang demikian bukan cara yang baik, terutama
terhadap kemungkinan besar serangan hama dan penyakit.
Ditinjau dari kegunaannya tanaman padi dapat dibedakan dalam 2 jenis
yaitu :
1. Padi beras yaitu jenis tanaman padi yang hasilnya untuk dijadikan
makanan pokok sehari hari, sebagai hasil akhir tanaman dijadikan
2. Padi ketan yaitu jenis tanaman padi yang hasilnya untuk dijadikan
makanan pokok sehari hari. Beras ketan umumnya dijadikan tepung
sebagai bahan pembuat panganan atau makanan ringan.
Adapun jenis padi yang diusahakan oleh petani yaitu :
1. Padi sawah, yaitu padi yang ditanam di sawah, yaitu lahan yang cukup
memperoleh air. Padi sawah pada waktu tertentu memerlukan genangan
air, termasuk sejak musim tanam sampai mulai berbuah.
2. Padi kering yaitu jenis padi yang tidak membutuhkan banyak air
sebagaimana padi sawah. Bahkan padi kering ini dapat tumbuh hanya
mengandalkan curah hujan. Ditinjau dari segi hasilnya, padi sawah jelas
dapat menghasilkan lebih banyak dari pada padi kering (Rosyidi, 1998).
Pendapatan Usahatani Padi Sawah
Dari tahun ketahun, luas lahan sawah makin berkurang, namun kebutuhan
akan beras semakin meningkat. Untuk itu, upaya yang harus dilakukan adalah
peningkatan produktivitas dan teknologi tepat guna sesuai potensi melalui
pengolahan lahan, menyemai bibit, memupuk, memberantas hama penyakit,
merumput, menyiang, menghalau burung, memanen dan pasca panen, yaitu
merontokkan gabah, menjemur gabah, dan memasukkan gabah ke goni/
menggilingkan ke tempat penggilingan. Selain kebutuhan keluarga petani akan
tercukupi, maka akan meningkatkan pendapatan keluarga petani. Tinggi
rendahnya pendapatan yang diperoleh petani, ditentukan oleh tinggi rendahnya
produksi dan produktivitas yang dicapai. Antara produksi dan pendapatan
memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi produksi dan produktivitas yang
pendapatan yang diperolah petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk mau
meningkatkan produksi. Sementara besarnya pendapatan yang diperolah petani
padi sawah akan ditentukan oleh faktor – faktor diantaranya harga produk itu
sendiri, harga biaya produksi, harga faktor produksi dan kebijakan pemerintah
(Rahardjo, 1995).
Pendapatan Usahatani Non Padi Sawah
Pendapatan usahatani non padi sawah merupakan penerimaan yang berasal
dari nilai penjualan hasil non padi sawah, dikurangi dengan pengeluaran nilai
biaya.
Sumber pendapatan usahatani non padi sawah meliputi:
palawija ( jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit, coklat dan karet)
hortikultura ( kacang tanah, kacang kedele, sawi, tomat, cabe, Terong)
nelayan
beternak
Tanaman, hewan ternak dan ikan yang dapat diusahakan oleh manusia.
Tanaman yang diusahakan seringkali dikelompokkan berdasarkan unsure-unsur
kesamaan biologinya. Sesuai dengan perbedaan biologi tanaman, hewan ternak
dan ikan cara membudidayakannyadiperlukan lahan yang berbeda persyaratannya.
Tetapi secara umum dapat dikatakan, bahwa persyaratan lahan untuk tanaman
yang berumur pendek lebih tinggi disbanding untuk tanaman tahunan atau hewan
tahunan atau hewan ternak. Oleh karena itu, untuk menghasilkan pendapatan yang
tinggi. Petani perlu melakukan perencanaan program penggunaan lahan
Pendapatan non Usahatani
Sumber pendapatan yang berasal di luar pertanian terdiri dari sektor formal
seperti pegawai negeri, ABRI atau pamong desa, dan sektor informal seperti
dagang, usaha industri, pekerja bangunan dan jasa. Namun tidak tertutup
kemungkinan sumber pendapatan rumah tangga berasal dari kegiatan mencari
benda di alam bebas (gali pasir) atau di peroleh dari usaha menyewakan barang,
baik itu aset tanah atau aset lainnya dan mendapat sumbangan berupa kiriman dari
pihak luar keluarga atau pihak lainnya.
Pendapatan non usahatani merupakan penerimaan yang berasal dari nilai
berbagai usaha dikurangi dengan pengeluaran nilai biaya.
Sumber pendapatan non usahatani di desa ini meliputi buruh tani, pengrajin,
penjahit, montir, supir, tukang batu dan pedagang.
Adapun konsep pendapatan yang lain, pendapatan petani akan berbeda
apabila lingkungan pertaniannya berbeda. Dataran rendah yang dicirikan oleh
keadaan irigasi menghasilkan pendapatan per jam kerja yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah di dataran tinggi. Selain itu perbedaan status petani
memberikan pengaruh terhadap pendapatan. Kelompok petani miskin cenderung
memperoleh pendapatan per jam kerja yang lebih rendah (Soekartawi, 1994).
Hukum ekonomi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan
penduduk semakin tinggi pula persentase atau porsi pengeluaran yang
dibelanjakan untuk barang bukan makanan (semakin rendahnya persentase
pengeluaran untuk makanan). Dengan banyak makan sayuran, daging, ikan, telur,
serta buah-buahan, sebenarnya secara otomatis masyarakat semakin berkurang
kecenderungan mengkonsumsi beras semakin kecil, dikarenakan mereka makan
sayuran, daging, ikan, telur dan buah-buahan dalam jumlah yang cukup banyak
bahkan kadang masih diselilingi kue serta makanan kecil.
Hukum Engel mengatakan bahwa proporsi anggaran rumah tangga yang
dialokasikan untuk membeli pangan akan semakin kecil pada saat tingkat
pendapatan meningkat. Seperti contohnya, rumah tangga golongan berpendapatan
tinggi di perkotaan Indonesia bagian Timur mengeluarkan 46 persen dari total
pengeluarannya untuk makanan, sedangkan rumah tangga golongan
berpendapatan rendah di tempat yang sama menghabiskan 64%. Pada tahun 1996
rumah tangga di perdesaan dan perkotaan Indonesia mengeluarkan 45% dan 53%
dari total pengeluaran untuk makanan. Sedangkan hukum Bennett mengatakan
bahwa akan menurun pada saat pendapatan rumah tangga semakin naik.
Persentase kalori diperoleh dari bahan pangan pokok turun bersama naiknya
pendapatan, karena konsumen mendiversifikasi bundel pangan yang
dikonsumsinya dengan memasukkan kalori yang memiliki harga tinggi
(Suryana, 2003)
Kesejahteraan Petani
Jika kelompok yang satu mengalami peningkatan pendapatan, maka posisi
yang lain secara relatif akan merosot, itu berarti pilihan mendasar yang dihadapi
oleh pihak pemerintah bukan soal antara pertumbuhan atau pemerataan
pendapatan, melainkan soal kelompok manakah yang kesejahteraan atau
indeks kesetaraan bobot agaknya merupakan indeks yang paling cocok untuk
digunakan mengukur pertumbuhan ekonomi disuatu daerah penelitian.
Setiap orang memiliki keinginan untuk sejahtera, suatu keadaan yang
serba baik, atau suatu kondisi di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur,
dalam keadaan sehat dan damai. Sejahtera juga mengandung pengertian aman
sentosa, makmur, serta selamat , terlepas dari berbagai gangguan. Keadaan
sejahtera itu juga digambarkan dalam UU No 6 tahun 1974 dengan sangat abstrak,
yaitu suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin. Lebih
lengkap, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat memberi pengertian
kesejahteraan yaitu suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan
dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan, sandang,
papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya
seperti lingkungan yang bersih, aman dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi
dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Walaupun sulit diberi pengertian, namun kesejahteraan memiliki
beberapa kata kunci yaitu terpenuhi kebutuhan dasar, makmur, sehat, damai dan
selamat, beriman dan bertaqwa (Wiryono, 1997)
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen
yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada
kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain
keadaan perumahan di mana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan.
Biro Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang
tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf
dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan
sosial budaya. Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen
lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas
kepemilikan lahan (Rustanta, 1998)
Untuk mencapai kesejahteraan itu manusia melakukan berbagai macam
usaha, misalnya di bidang pertanian, perdagangan, pendidikan, kesehatan serta
keagamaan, pertahanan-keamanan dan sebagainya. Manusia juga melakukan
upaya-upaya secara individu serta berkelompok. Upaya mencapai kesejahteraan
lewat kelompok misalnya membentuk koperasi, asosiasi, organisasi serta
membentuk Negara. Kesejahteraan juga bisa dibedakan menjadi lahiriah/fisik dan
batiniah. Namun, mengukur kesejahteraan, terutama kesejahteraan batin/spiritual,
bukanlah yang mudah. Kesejahteraan yang bersifat lahir yang biasa dikenal
dengan kesejahteraan ekonomi lebih mudah diukur daripada kesejahteraan batin
(Wiryono, 1997)
Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan. Kesejahteraan
dapat diraih jika seseorang dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, pangan,
pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, dan lainnya. Karena itu kita sering
mengukur kesejahteraan dari sisi fisik atau ekonomi. Terdapat berbagai
perkembangan pengukuran tingkat kesejahteraan dari sisi fisik, seperti Human
Development Index (Indeks Pembangunan Manusia), Physical Quality Life Index
(Indeks Mutu Hidup); Basic Needs (Kebutuhan Dasar); GNP/Kapita (Pendapatan
Perkapita), dan Nilai Tukar Petani (NTP), ukuran kesejahteraan ekonomi inipun
Dalam pengertian ilmu ekonomi, konsumsi dapat diartikan sebagai
kebutuhan manusia dalam bentuk benda dan juga baik untuk diri sendiri maupun
untuk kepentingan keluarga/lingkungannya, berdasarkan tata hubungan dan
tanggungjawabnya didasarkan atas pola produksi, pola distribusi dan sistem
kebutuhan yang dimilikinya yang sifatnya tercermin sebagai kebutuhan primer
dan kebutuhan sekunder (Lukman 2002).
Landasan Teori
Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang
diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam suatu periode produksi.
Nilai biaya dinyatakan dengan uang, yang termasuk dengan biaya adalah :
• Sarana produksi yang habis terpakai, seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar, bunga modal, dalam penanaman lain.
• Lahan seperti sewa lahan baik berupa uang atau pajak, iuran pengairan, taksiran penggunaan biaya jika yang digunakan ialah tanah milik sendiri. • Biaya dari alat-alat produksi tahan lama, yaitu seperti bangunan, alat dan
perkakas, yang berupa penyusutan.
• Tenaga kerja dari petani itu sendiri dan anggota keluarganya, tenaga kerja tetap atau tenaga bergaji tetap
• Biaya- biaya lain (Prawirakusumo, 1990)
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan
dan penerimaan dalam usahatani. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh banyaknya
produksi yang dijual oleh petani sendiri sehingga semakin banyak jumlah
produksi maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
Pendapatan dari usahatani adalah total penerimaan dari nilai penjualan
hasil ditambah dari nilai hasil yang dipergunakan sendiri, dikurangi dengan total
nilai pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk input (benih, pupuk,
pestisida dan alat-alat) pengeluaran untuk upah tenaga kerja dari luar keluarga,
pajak dan lain-lain. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total revenue (total penerimaan)
TC = Total cost ( total biaya)
(Hernanto, 1993)
Salah satu balas jasa yang banyak dibicarakan adalah balas jasa yang
berwujud upah, upah banyak ditemui di sektor formal, walaupun persentase
pekerja di sektor formal belum besar, namun seiring diharapkan bahwa persentase
yang bekerja disektor formal akan membesar dengan majunya perekonomian.
Dengan kata lain majunya perekonomian persentase pekerja penerima gaji
akan membesar, oleh sebab itu ekonomi sumberdaya manusia juga memberi
perhatian pada struktur upah (termasuk upah minimum) dan serikat bekerja gaji,
hanya sebagian dari pendapatan yang diterima pekerja, oleh sebab itu perlu pula
dilihat pendapatan menyeluruh yang diterima pekerja. Struktur pendapatan akan
mempengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa yang pada gilirannya
melihat struktur pendapatan, sebagai akibat balas jasa yang diterima oleh pekerja.
(Ananta, 1990)
Adapun ukuran pendapatan tenaga kerja antara lain :
1. Pendapatan kerja petani adalah pendapatan yang diperhitungkan dari
penerimaan dan penjualan hasil. Penerimaan yang diperhitungkan dari
yang digunakan untuk keluarga ditambah dengan kenaikan nilai inventaris
dikurangi pengeluaran yang diperhitungkan.
2. Pendapatan tenaga kerja petani dari pengahasilan yang diperoleh kerja
petani ditambah penerimaan yang diperhitungkan untuk keluarga.
3. Pendapatan tenaga kerja keluarga diperoleh dari penghasilan kerja petani
ditambah dengan nilai tenaga kerja keluarga.
4. Pendapatan keluarga diperoleh dari pendapatan keluaga berbagai sumber.
Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana kegiatan diluar usahatani.
Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani seharusnya
mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan perhitungan terhadap
semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok dari usahataninya,
keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh petani, akibat efektifitas usahatani menjadi
rendah (Hernanto, 1993).
Total pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan keluarga yang
berasal dari usahatani padi sawah dan non usahatani lainnya. Kontribusi
pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diterima dari usahatani dibagi
dengan pendapatan keluarga dan dikalikan 100%, sehingga dapat diketahui
Dapat dilihat pada rumus dibawah ini :
Total pendapatan usahatani x 100%
Total pendapatan keluarga petani
Meningkatnya pendapatan maka meningkat pula pengeluaran untuk
keperluan rumah tangga dan pembentukan modal. Menurunnya pendapatan akan
menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan modal. (Tohir, 1991)
Adapun faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan petani
tersebut yaitu :
a) Umur, rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua sangat berpengaruh
pada produktifitas sektor pertanian Indonesia. Petani berusia tua biasanya
cenderung sangat konservatif dalam menyikapi perubahan atau inovasi
teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia muda.
b) Pendidikan, Masri singarimbun dan D. H. Penny mengemukakan
banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan
berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu
kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang lebih besar
dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Artinya bahwa
kecakapan seseorang dalam suatu lembaga atau organisasi. Faktor terakhir
inilah kemudian akan mempengaruhi secara langsung kemampuannya
dalam memperoleh pendapatan yang lebih besar
c) Lamanya berusahatani, pengalaman seseorang dalam berusahatani
berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Dalam mengadakan suatu
secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan
penelitian.
d) Jumlah tanggungan, akan semakin banyak (anggota keluarga) akan
semakin berat beban hidup yang harus dipenuhi jumlah anggota keluarga
akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. Keluarga yang
memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin sempit dengan
bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan produksi
terutama pangan akan semakin bertambah.
e) Luas Lahan, akan mempengaruhi skala usaha. Dan skala usaha ini pada
akhirnya akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha pertanian.
Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha
pertanian maka lahan tersebut semakin tidak efesien. Hal ini didasarkan
pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan
tidakan yang mengarah pada segi efesien akan berkurang. Sebaliknya pada
lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor
produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efesien.
Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan
usaha yang tidak efesien pula.
f) Produksi padi sawah, merupakan proses kombinasi dan kondisi
material-material dan kekuatan-kekuatan input, faktor sumberdaya atau jasa
produksi dalam pembuatan satu barang atau jasa (output dan produk).
Produksi merupakan sejumlah hasil dalam satuan lokasi dan waktu
input produksi dan sarana produksi dalam suatu usahatani
(Soekartawi, 1998).
Pengukuran kesejahteraan petani umumnya dilakukan dengan Nilai Tukar
Petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima
petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam
persentase. Penanda kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan
berbagai cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Olehkarena itu, sesuai dengan
tujuan penelitian maka penanda tingkat kesejahteraan dengan konsep Nilai Tukar
Pendapatan Rumah tangga Petani. Penanda tersebut adalah merupakan ukuran
kemampuan rumah tangga petani dalam memenuhi kebutuhan subsistennya.
Konsep kebutuhan subsistem disebut juga dengan nilai tukar subsisten.
( Hutabarat, 1995)
Menurut konsep Biro Pusat Statistik yang diformulasikan sebagai Nilai
tukar subsistem mendefenisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru memasukkan
semua usaha pertanian, namun belum memasukkan kegiatan berburuh tani dan
sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontribusi terhadap
pendapatan petani. Olehkarena itu, menurut Hutabarat, 1995., bahwa konsep Nilai
Tukar Pendapatan petani didefenisikan merupakan nisbah antara pendapatan total
rumah tangga petani dengan pengeluaran total rumah tangga petani. Pendapatan
total rumah tangga petani merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil
produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai berburuh tani, dan
lainnya (kiriman, dll) sedangkan pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari
Secara sistematis Konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumah Tangga Petani adalah : NTRP = Y/E Y = Yp + Ynp E = Ep + Ek Dimana :
Yp = Total pendapatan dari usaha pertanian
Ynp = Total pendapatan dari usaha non-pertanian
Ep = Total pengeluaran untuk usaha pertanian
Ek = Total pengeluaran untuk usaha non-pertanian.
Nilai tukar pendapatan rumah tangga petani (NTPRP) yang digunakan sebagai
tolak ukur kesejahteraan rumahtangga petani padi adalah < 1, artinya bahwa
tingkat kesejahteraan rumahtangga petani padi masih belum masuk kategori
sejahtera. Dan > 1, artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani padi
masuk kategori sejahtera ( Hutabarat, 1995)
Kerangka Pemikiran
Petani padi sawah adalah orang yang mengusahakan produksi padi sawah
dalam usaha tani dengan memiliki ciri yang terdiri dari faktor sosial ekonomi
(umur, pendidikan, lamanya berusahatani, jumlah tanggungan, luas lahan dan
produksi padi sawah). Faktor sosial ekonomi ini yang akan memberikan pengaruh
terhadap pendapatan.
Pada umumnya masyarakat desa yang mayoritas petani memiliki
walaupun suatu keluarga telah memiliki usahatani utama namun tetap berupaya
untuk mengusahakan berbagai jenis cabang usahatani yang lain maupun kegiatan
produktif diluar usahatani seperti Buruh Tani dan Pedagang. Walaupun mayoritas
petani di desa tersebut sudah mengusahakan usahatani padi sebagai usaha tani
utama, ternyata banyak diantara mereka yang mengusahakan kegiatan lain sebagai
matapencaharian tambahan disamping usahatani non padi sawah, seperti usahatani
kacang kedele, cabe dan beternak.
Biaya produksi merupakan biaya yang relatif dikeluarkan untuk
memproduksikan suatu barang, jika menginginkan produksi yang tinggi maka
tenaga kerja perlu ditambah dan sebagainya. Dengan semakin banyaknya kegiatan
produktif yang dapat dilakukan petani dan keluarganya diharapkan akan mampu
meningkatkan total pendapatan keluarga.
Adapun pendapatan total rumahtangga pertanian merupakan penjumlahan
dari seluruh nilai hasil usahatani padi sawah, non usahatani, dan usahatani non
padi sawah yang akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan petani padi
sawah dimana kesejahteraan dapat dilihat dari jumlah pengeluaran konsumsi
pangan sembilan bahan pokok adalah beras, lauk pauk, telur, sayur mayur, garam,
gula, minyak goreng, terigu dan minyak tanah apakah terpenuhi dan konsumsi
nonpangan seperti konsumsi sandang, papan, kesehatan, pendidikan, transportasi,
hiburan sosial, adat dan agama, dan pengeluaran non usahatani apakah terpenuhi.
Dengan kata lain pendapatan petani merupakan pengeluaran untuk konsumsi
rumah tangga dan pengeluaran untuk biaya produksi dengan menggunakan
metode penanda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep Nilai Tukar