• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada Pasien Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada Pasien Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kualitas Hidup berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial pada Pasien Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan

Oleh : Irma Liana Harahap / 091101032

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai “Kualitas Hidup berdasarkan dimensi hubungan sosial pada Pasien Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan”

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa . Penelitian ini juga merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Saya harapkan jawaban yang Saudara berikan sesuai dengan pendapat Saudara tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat Saudara. Informasi yang Saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud lain.

Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Saudara bebas memilih untuk ikut atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.

Jika Saudara bersedia menjadi partisipan penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani formulir ini.

Tanggal :

Kode Responden :

(2)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada

Pasien Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

Kode Responden :

Tanggal :

Petunjuk Pengisian

Isilah pertanyaan di bawah inidengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan

yang bertanda titik-titik atau memberikan tanda (√) pada kolom jawaban yang

disediakan.

KUESIONER A Data Demografi

1. Umur : …. Tahun

2. Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

3. Pekerjaan

Petani Karyawan Swasta

Nelayan Wiraswata

(3)

4. Pendidikan Terakhir

SD

SMP

SMA

PT

5. Lama Menjalani Hemodialisa : …… Bulan/Tahun

6. Penyakit Penyebab Gagal Ginjal Kronik

Penyakit Gula/Diabetes

Hipertensi

Infeksi

Keracunan

Batu Ginjal

(4)

Lampiran 3

Kuisioner Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Sosial Pada

Pasien Hemodialisa

No Pernyataan Setuju

Ragu-ragu

Tidak setuju 1. Suami/istri memberi pujian terhadap usaha

penyembuhan saya

2. Suami/istri tetap mencintai dan menyayangi saya 3. Suami/istri tidak ada yang berusaha mengerti

kondisi saya

4. Saya dianggap sebagai beban keluarga

5. Keluarga selalu memberi dukungan mental sejak saya sakit

6. Suami/istri memperhatikan keadaan saya selama saya sakit

7. Keluarga sangat berperan dalam perawatan sakit saya

8. Keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan pengobatan saya

9. Keluarga berusaha mencarikan peralatan terapi yang saya perlukan

10. Keluarga meluangkan waktu untuk mengobrol dengan saya

11. Keluarga membiarkan saya pergi sendiri untuk berobat

12. Keluarga mengantarkan saya berobat 13. Keluarga mengingatkan saya untuk terapi 14. Keluarga menjaga pola makan saya

15. Keluarga mengingatkan saya untuk minum obat 16. Keluarga mengajak saya berkonsultasi secara

teratur

17. Keluarga memberitahu tentang hasil pemeriksaan dari dokter

18. Keluarga mengingatkan saya untuk control ke dokter

19. Keluarga memberikan penjelasan tentang penyakit saya

(5)

melakukan terapi

21. Keluarga mengingatkan saya tentang perilaku-perilaku yang memperburuk penyakit saya

22. Tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami adalah suatu musibah

23. Keluarga mengajak saya untuk bersama-sama mengambil keputusan dalam masalah keluarga 24. Usulan yang saya berikan didengar oleh keluarga 25. Keluarga membawa saya bertemu dengan

teman-teman saya

26. Saya merasa terganggu dengan hubungan seksual saya setelah menjalani terapi

27. Saya merasa tidak ada masalah dengan aktifitas seksual saya

28. Suami/istri saya tidak keberatan dengan kondisi saya saat ini

29. Saya merasa kondisi emosi saya terganggu 30. Saya merasa tidak ada masalah dengan keadaan

emosi saya saat ini

31. Saya merasa hubungan personal saya terganggu 32. Kondisi saya mengganggu hubungan saya

dengan orang di sekitar saya

(6)

Lampiran 4

No Kegiatan Septemb

er

1. Mengajukan judul dan Acc judul proposal penelitian

12. Revisi dan pengumpulan laporan penelitian

(7)

Lampiran 5

Rencana Anggaran Biaya Penelitian

Pembuatan

proposal

Izin survey awal Rp. 65.000

Biaya Print Rp. 50.000

Foto copy sumber-sumber tinjauan

pustaka

Rp. 50.000

Perbanyak proposal Rp. 30.000

Biaya internet Rp. 150.000

Pengumpulan

data

Izin penelitian Rp. 150.000

Transportasi Rp. 100.000

Penggandaan kuesioner Rp. 70.000

Pembelian Souvenir Rp. 200.000

Analisis data Biaya print (Kertas A4 2 rim) Rp. 70.000

Penjilidan Rp. 100.000

Penggandaan laporan penelitian Rp. 100.000

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

Lampiran 9

Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.762 .746 33

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

(15)
(16)

Lampiran 10

Analisa data karakteristik responden

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteriatik Responden

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(17)

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(18)

Lampiran 11

Analisa Data Kualitas hidup

Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial

Kualitas hidup Frekuensi Presentase (%) Baik

Distribusi Frekuensi Dan Persentase Pernyataan Kuisioner Kualitas Hidup

No Pernyataan Frekuensi dan Persentase (%)

Setuju Ragu-ragu Tidak setuju 1. Suami/istri memberi pujian

terhadap usaha penyembuhan saya

19 (48,7) - 20 (51,3)

2. Suami/istri tetap mencintai dan menyayangi saya

19 (48,7) 1(2,6) 17 (48.7)

3. Suami/istri tidak ada yang berusaha mengerti kondisi saya

15(38,5) 2(5,1) 22 (56.4)

4. Saya dianggap sebagai beban keluarga

13 (33.3) 2(5,1) 24 (61.5)

5. Keluarga selalu memberi dukungan mental sejak saya sakit

34 (87.2) 2 (5,1) 3 (7,7)

6. Suami/istri memperhatikan keadaan saya selama saya sakit

18(46,2 2(5,1) 19(48,7)

7. Keluarga sangat berperan dalam perawatan sakit saya

32(82,1) 1(2,6) 6 (15,4)

8. Keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan pengobatan saya

24 (61,5) 4(10,3) 11(28,2)

9. Keluarga berusaha mencarikan peralatan terapi yang saya perlukan

32 (82.1) - 7 (17,9)

10. Keluarga meluangkan waktu untuk mengobrol dengan saya

24 (61,5) 13(33,3) 2 (5,1)

11. Keluarga membiarkan saya pergi sendiri untuk berobat

14 (35.9) 4 (10.3) 21 (53.8)

12. Keluarga mengantarkan saya berobat

(19)

13. Keluarga mengingatkan saya untuk terapi

26 (66,7) 6 (15,4) 7 (17,9)

14. Keluarga menjaga pola makan saya 27 (69,2) 3 (7,7) 9 (23,1) 15. Keluarga mengingatkan saya untuk

minum obat

20 (51,3) 5 (12,8) 14 (35,9)

16. Keluarga mengajak saya berkonsultasi secara teratur

13 (33,3) 7 (17,9) 19 (48,7)

17. Keluarga memberitahu tentang hasil pemeriksaan dari dokter

35 (89,7) 1 (2,6) 3 (7,7)

18. Keluarga mengingatkan saya untuk control ke dokter

18 (46,1) 6 (15,4) 15 (38,5)

19. Keluarga memberikan penjelasan tentang penyakit saya

15 (38,5) 5 (12,8) 19 (48,7)

20. Keluarga memberikan semangat saat saya melakukan terapi

18 (46,2) 7 (17,9) 14 (35,9)

21. Keluarga mengingatkan saya tentang perilaku-perilaku yang memperburuk penyakit saya

26 (66,7) 8 (20,5) 5 (12,8)

22. Tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami adalah suatu musibah

11 (28,2) 2 (5,1) 26 (66,7)

23. Keluarga mengajak saya untuk

bersama-sama mengambil keputusan dalam masalah keluarga

24 (61,5) 8 (20,5) 7 (17,9)

24. Usulan yang saya berikan didengar oleh keluarga

24 (61,5) 12 (30,8) 3 (7,7)

25. Keluarga membawa saya bertemu dengan teman-teman saya

10 (25,6) 3 (7,7) 26 (66,7)

26. Saya merasa terganggu dengan hubungan seksual saya setelah menjalani terapi

18 (46,2) 2 (5,1) 19 (48,7)

27. Saya merasa tidak ada masalah dengan aktifitas seksual saya

27 (69,2) 1 (2,6) 11 (28,2)

28. Suami/istri saya tidak keberatan dengan kondisi saya saat ini

13 (33,4) 5 (12,8) 21 (53,8)

29. Saya merasa kondisi emosi saya terganggu

12 (30,8) 10 (25,6) 17 (43,6)

30. Saya merasa tidak ada masalah dengan keadaan emosi saya saat ini

24 (61,6) 2 (5,1) 13 (33,3)

31. Saya merasa hubungan personal saya terganggu

10 (25,6) 5 (12,8) 24 (61,5)

32. Kondisi saya mengganggu hubungan saya dengan orang di sekitar saya

11 (28,2) 5 (12,8) 23 (59,0)

33. Saya merasa tidak ada hambatan dalam komunikasi saya dengan orang disekitar saya.

(20)

Lampiran 12

RIWAYAT HIDUP

Nama : Irma Liana Harahap

Tempat/Tanggal Lahir : Sumuran, 02 November 1991

Alamat : Jl. Universitas No. 20, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. 1997-2003 : SD.Negeri No. 142798 Baringin

2. 2003-2006 : SMP Nurul Ilmi Padang Sidimpuan

3. 2006-2009 : SMA Nurul Ilmi Padang Sidimpuan

(21)

Daftar Pustaka

Afuandy.2008. Kualitas Hidup Klien Kanker Dengan Kemoterapi Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007. Medan: PSIK Ilmu Keperawatan FK USU.

Andi. 2005. Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal. Diunduh pada 28 Mei 2013 dari

http://psikologi.or.id

Alam, Syamsir dan Hadibroto, I. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Brink, Pamela J. Dan Marilynn j. Wood. 1995. Langkah Dasar dalam Perencanaan Riset Keperawatan edisi 4. Jakarta : EGC

Cahyaningsih, Niken D. 2008. Hemodialisa;Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press

Cecilia. 2008. Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP Dr. Djamil Padang. Repository unand. Diunduh tanggal 11 November 2011 dari

Danquah, F.V.N, Wasserman, J., Meininger, J. & Bergstrom, N.(2010). Quality of Life Measures for Patients On Hemodialysis: A Review of Psychometric Properties. Nephrology Nursing Journal, 37(3), 255-270. Diunduh pada tanggal 9 November 2012 dari

Dempsey, Patricia A. & Dempsey, Arthur D. 2002. Riset Keperawatan. Jakarta: EGC

Helmi, Avin . 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan . Buleti Psikologi, 7(2). Diunduh pada 20 Maret 2013 dari

(22)

Juairiani, A. 2006. Dukungan Sosial pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Repository USU. Diunduh tanggal 25 November 2012 dari

Kurniawan, D., Muyati, R. 2000. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Penderita Gagal Ginjal Terminal

http://repository.usu.ac.id/browse?type=author&value=Arliza+Juairiani+L ubis

Morsch, C.M., Goncalves, F.M., Barros, E. 2005. Health-related quality of life among haemodialysis patients – relationship with clinical indicators, morbidity and mortality. Journal of Clinical Nursing 15, 498–504, diunduh pada 10 N0vember 2012 dari

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Novali, Erlita. 2011. Koping Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

Diunduh tanggal 12 November 2012 dari

Polit, Denise F., Beck, Cheryl T., Loiselle, Carmen G. & Mcgrath, Joanne P. (2004). Canadian Essentials of Nursing Research. USA : Lippincott Williams & Wilkins.

Polit, Denise F., Beck, Cheryl T. & Hungler, Bernadette P. (2001). Essentials of Nursing Research (5th ed.). USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Rambod, M., Rafii, F. (2010). Perceived Social Support and Quality of Life in Iranian Hemodialysis Patients. Journal of Nursing Scholarship, 42(3), 242–249. Diunduh pada tanggal 9 November 2012 dari

Ridwan. 2006. Disfungsi Seksual pada Penderita Diabetes Mellitus Pria. Diunduh pada 12 Juni 2013 dari

Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press

Robins dkk. 2004. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. EGC: Jakarta

(23)

14(2), 76-80. Diunduh pada 16 Oktober 2012 dari

Silitonga, R. (2007). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr Kariadi. Program pascasarjana Magister ilmu biomedik Dan Program pendidikan dokter spesialis Ilmu penyakit saraf Universitas diponegoro Semarang. Diunduh pada 12 november 2012 dari

Skevington, S.M., Lotfy, M. & O’Connel, K.A. (2004). The World Health Organization’s WHOQOL-BREF quality of life assessment: Psychometric properties and results of the international field trial A Report from the WHOQOL Group. Kluwer Academic Publishers,13, 299-310. Diunduh pada 21 November 2012 dari

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah Brunner and Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.

Suharyanto, T. & Madjid, A. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM Penerbit Buku Keperawatan Dan Kebidanan

Sulistiyorini, Diah. 2011. Hubungan Interpersonal. Diunduh pada 20 Maret 2013 dari

Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga

Supriyadi, W. & Widowati, S.R. 2011. Tingkat Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Terapi Hemodialisis. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (2) ; 107-112. Diunduh tanggal 24 Oktober 2012 dari

http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

WHOQOL. 1997. Measuring Quality of Life. Programme On Mental Health; Division Of Mental Health And Prevention Of Substance Abuse World Health Organization. Diunduh tanggal 22 November dari

Wijaya, A. 2011. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Dan Mengalami Depresi. Perpustakaan Universitas

Indonesia. Diunduh tanggal 25 November 2012 dari

(24)

Yuwono, A. 2000. Kualitas Hidup Menurut Spitzer Pada Penderita Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diunduh pada 20 Maret 2013 dari

(25)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kualitas hidup pada pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisa . Dimana kualitas hidup pasien

ditinjau dari dimensi hubungan sosial sesuai dengan salah satu dimensi

kualitas hidup yang terdapat dalam WHOQOL-BREF.

1.1. Kerangka penelitian

Kualitas hidup berdasarkan dimensi

(26)

2. Defenisi Operasional

2.1. Table Defenisi Operasional

(27)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga membantu peneliti untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan

penelitian dengan shahih, objektif, akurat serta hemat. Pada penelitian

kuantitatif, desain penelitian akan menguraikan secara rinci strategi rencana

penelitian yang diadopsi untuk mengembangkan informasi yang akurat dan

terinterpretasi (Loiselle, Mcgrath, Polit, Beck, 2004).

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode

deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu

keadaan secara objektif (Setiadi, 2007). Desain penelitian deskriptif dipilih

oleh peneliti dalam penelitian ini karena tujuan penelitian adalah untuk melihat

bagaimana kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa berdasarkan dimensi hubungan sosial di RSUP Haji Adam Malik

Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi

Populasi merupakan sekelompok individu atau obyek yang memiliki

karakteristik yang sama, yang mungkin diselidiki/diamati (Munif dan Imron,

(28)

diperoleh data bahwa pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa

rata-rata perbulan selama 1 tahun terakhir sebanyak 77 orang. Berdasarkan hal

tersebut, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah sakit Umum Pusat haji

Adam Malik Medan yaitu sebesar 77 orang.

2.2. Sampel Penelitian

2.2.1. Jumlah Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian (Munif

dan Imron, 2010). Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan

jumlah sampel penelitian. Menurut Imron dan Munif (2010) ada dua cara yang

dapat digunakan untuk menentukan besar sampel jika jumlah populasi

diketahui. Yaitu dengan rumus Taro Yamane dan Rumus Presentasi sesuai

yang digunakan Surakhmad. Rumus Taro Yamane yang juga dijelaskan dalam

Setiadi (2007), rumus pengambilan sampel untuk penelitian deskriptif yaitu :

n=N/1+N(d2)

Sedangkan untuk menentukan besar sampel dengan menggunakan rumus

presentasi sesuai yang digunakan Surakhmad yaitu :

n = 15% + 1000-N/1000-100 (50%-15%)

Dimana : n = jumlah jumlah sampel yang di ambil

N = jumlah populasi

Dengan catatan apabila jumlah populasi kurang lebih dari 100, maka

pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila

ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan

(29)

Dimana rumus ini digunakan jika jumlah populasi lebih kecil dari 10.000

Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi kurang dari 10.000, maka rumus

yang digunakan untuk menentukan besar sampel yang di ambil diperoleh

dengan rumus presentasi sesuai yang digunakan Surakhmad.

Dari rumus tersebut diperoleh hasil jumlah responden dalam penelitian ini

sebanyak 39 orang pasien yang menjalalani hemodialisa.

2.2.2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pegambilan sampel merupakan proses seleksi sampel yang digunakan

dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan

mewakili populasi yang ada. Teknik pengmbilan sampel dalam penelitian ini

adalah nonprobability sampling jenis purposive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai

dengan yang dikehendaki oleh peneliti (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini,

peneliti mendatangi calon responden. Kemudian menjelaskan tujuan penelitian

kepada responden. Peneliti memberikan pertanyaan sesuai dengan criteria yang

telah ditetapkan. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu merupakan

pasien hemodialisa yang menjalani hemodialisa 2 kali dalam seminggu,

menjalani hemodialisa lebih dari 2 tahun dan bersedia untuk menjadi

responden penelitian. Jika calon responden memenuhi criteria yang ditetapkan

oleh peneliti, maka dilanjutkan dengan pemberin kuisioner kepada responden.

(30)

Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa Rumah sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan yang berada di Jalan Bunga Lau No. 17 Medan. Lokasi

ini dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian karena memiliki unit

hemodialisa dan berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti jumlah

pasien yang melakukan hemodialisa cukup banyak.

3.2. Waktu

Waktu penelitian dilakukan selama bulan April sampai Juni 2013 di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik setelah mendapatkan ijin lengkap dan

menjalankan prosedur untuk melakukan proses penelitian.

3. Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan melalui perizinan dari

institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini,

dipertimbangkan mengenai otonomi responden, yang berarti responden

berhak untuk memutuskan untuk berperan serta dalam penelitian melalui

surat persetujuan (informed consent) kepada calon responden sebagai bukti

kesediaan menjadi responden. Sehingga peran serta responden dalam

penelitian ini adalah bersifat suka rela. Dalam hal ini, calon responden juga

berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian. Selain itu, penelitian juga

tidak membahayakan subyek penelitian baik secara langsung maupun tidak

langsung. Peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon

responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian

(31)

Peneliti juga akan menjaga kerahasiaaan dan anonimitas responden. Peneliti

tidak akan mencantumkan nama responden dalam lembar pengumpulan data

(kuisioner).

4. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian dapat diartikan sebagai peralatan atau perlengkapan

yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Dempsey dan

Dempsey, 2002). Kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian,

yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas hidup.

a. Kuisioner data demografi. Kuesioner berisi pertanyaan tentang data

demografi responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan terakhir, lama menjalani hemodialisa, penyakit penyebab

gagal ginjal kronis, terdiri atas enam item pertanyaan dalam bentuk

check list.

b. Instrumen kedua berisi kuisioner kualitas hidup yang diambil dari

kuisioner dukungan sosial yang dibuat sendiri oleh peneliti. Kuisioner

ini terdiri dari 33 pertanyaan yang terdiri dari kualitas hidup

berdasarkan dimensi hubungan sosial. rentang skor minimum 0 dan

maksimum 165. Terdiri dari lima pilihan jawaban dengan rentang nilai

0-5. Skala ke arah yang positif dengan skor yang lebih tinggi

menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik. Kecuali untuk pernyataan

negative, maka untuk skor yang lebih rendah menunjukkan penilaian

yang lebih tinggi. Pernyataan negative pada kuisioner ini terdapat pada

(32)

jawaban dari responden akan disimpulkan oleh peneliti menjadi tiga

kategori yaitu kualitas hidup baik, sedang, dan buruk.

Indikator penentuan kualitas hidup baik, sedang dan buruk digunakan

rumus menentukan panjang kelas :

Panjang kelas = nilaimaksimum−nilaiminimum banyakkelas

Panjang kelas = 165−0 3

Panjang kelas = 55

Maka kualitas hidup baik berada pada rentang : 111-165

Kualitas hidup sedang berada pada rentang : 56-110

Kualitas hidup buruk : 0-55

5. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Sebuah instrumen dinyatakan valid jika instrumen tersebut mampu

mengukur apa-apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi

tertentu (Setiadi, 2007). Uji validitas dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu content validity (uji validitas isi) dan construct validity (validitas

konstruk) (Polit, Back,&Hunger, 2000). Instrument pada penelitian ini

telah dilaksanakan uji validitas isi yaitu terhadap seorang dosen Fakultas

Keperawatan USU. Kuisioner yang dibuat oleh peneliti awalnya berjumlah

36 pernyataan. Setelah dilakukan uji validitas sebanyak 3 pernyataan tidak

(33)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan adanya kesamaan hasil apabila pengukuran

dilaksanakan oleh orang yang berbeda atupaun waktu yang berbeda. Ada

beberapa cara yang digunakan untuk melihat reliabilitas dalam

pengumpulan data dalam bidang keperawatan (Nursalam, 2008) yaitu:

Pertama, prinsip stabilitas, yaitu mempunyai kesamaan bila dilakukan

berulang-ulang dalm waktu yang berbeda. Kedua, ekuivalen yaitu

pengukuran memberikan hasil yang sama pada kejadian yang sama. Ketiga,

homogenitas yaitu instrumen yang digunakan harus mempunyai isi yang

sama.

Untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini, maka instrumen

di berikan kepada 30 orang responden di luar dari sampel penelitian. 30

orang responden tersebut diperoleh di RSUP Haji Adam Malik di luar dari

responden yang akan menjadi sampel penelitian. Setelah dilakukan

pengumpulan data, kemudian reliabilitas instrumen dilihat dengan rumus

Cronbach’s alfa. Uji reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan

Cronbach’s alfa, didapatkan hasil dengan nilai 7,495 (Lampiran 9).

6. Prosedur pengumpulan data

Tahap awal pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi

dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU dan

Izin dari Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, melalui bidang Diklat

diteruskan ke bidang Litbang yang kemudian diberikan kepada Kepala

(34)

Peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian setelah mendapat izin

dari kepala Ruang Hemodialisa, peneliti langsung menemui calon

responden dan melakukan pengumpulan data dengan tahapan sebagai

berikut :

a. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta

meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian

dengan menanda tangani lembar persetujuan menjadi responden yang

telah disediakan.

b. Selanjutnya peneliti membagi kuesioner penelitian dan menjelaskan tata

cara pengisian kuesioner sampai responden mengerti, kemudian

responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner tersebut.

c. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden agar bila

ada pernyataan yang tidak jelas dapat langsung dijelaskan kepada

responden tanpa bermaksud mengarahkan jawaban responden.

d. Setelah kuesioner penelitian selesai diisi, maka sebelum dikumpulkan,

kelengkapan jawaban responden diteliti kembali. Kuesioner yang belum

lengkap diisi, langsung peneliti minta responden untuk melengkapinya

saat itu juga.

Setelah pengumpulan data, maka peneliti melanjutkan untuk pengelolahan

data yaitu terdiri dari 6 tahapan (Setiadi,2007):

1. Editing/memeriksa. Merupakan kegiatan memeriksa pertanyaan yang

oleh para pengumpul data. Terhadap kelengkapan jawaban,

(35)

2. Memberi tanda/koding. Dalam hal ini peneliti mengklasifikasikan

jawaban dari para responden kedalam kategori. Biasanya

diklasifikasikan dengan cara memnerikan tanda atau kode berbentuk

angka pada masing-masing jawaban.

3. Sorting, adalah mensortir dengan cara memilih data kedalam kelompok

yang dikehendaki.

4. Entri data yaitu memasukkan data-data yang telah diberi kode kategori

dengan cara menghitung frekuensi data.

5. Cleaning . merupakan proses pembersihan data dengan melihat

variabel apakah sudah benar atau belum.

6. Mengeluarkan informasi berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan.

7. Analisa Data

Analisa data yang digunakan untuk penelitian ini adalah Analisa statistik

untuk satu variabel (univariat), menggunakan jenis statistik deskriptif,

yaitu analisa yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan variabel dalam

penelitian. Statistik deskriptif dapat disajikan dalam bentuk diagram,

tabel, ataupun dalam bentuk narasi. Tujuan dari analisis ini adalah unuk

memaparkan data secara sederhana sehingga dapat di baca dan di analisis

secara sederhana (Riwidikdo, 2008). Data dalam penelitian ini dianalisis

dengan menggunakan analisis deskriptif dan untuk penyajian data dalam

(36)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti menguraikan hasil penelitian melalui pengumpulan data

yang dilakukan dari bulan April sampai Juni 2013 di RSUP Haji Adam Malik

Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kualitas hidup

berdasarkan dimensi hubungan sosial pada pasien hemodialisa.

Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden berusia 51-60

tahun (41%), berjenis kelamin laki-laki (71,8%), memiliki pekerjaan sebagian

besar sebagai wiraswasta (30,8%), tingkat pendidikan terakhir lebih banyak

sampai pada pendidikan SMA (46,2%), lama hemodialisa pada pasien

rata-rata 2-3 tahun (69,2%), sedangkan penyebab paling banyak pada pasien

(37)

Table 5.1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Pasien hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

Karakteristik Frekuensi Presentasi (%)

(38)

1.1. Kualitas hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kualitas hidup bedasarkan

dimensi hubungan sosial pada pasien berada pada rentang baik 27 (69,2%)

responden dan buruk 12 (30,8%) responden.

Table 5.2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada Pasien hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

Kualitas hidup Frekuensi Presentase (%) Baik

Buruk

27 12

69,2 30,8

2. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan di unit hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik

Medan yang dilakukan terhadap 39 responden pasien hemodialisa, memiliki

kualitas hidup dengan kategori baik sebanyak 27 responden (69,2%) dan yang

memiliki kualitas hidup dalam kategori buruk yaitu 27 0rang (30,8%). Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup

berdasarkan dimensi hubungan sosial berada pada kategori baik, yaitu 27

responden (69,2%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi, Wagiyo dan

Widowati (2011) yaitu mengenai kualitas hidup pada pasien gagal ginjal terminal,

dimana didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan tingkat kualitas hidup pada

pasien hemodialisa berdasarkan dimensi hubungan sosial. Hasil penelitian tersebut

(39)

kualitas hidup sebelum menjalani hemodialisa termasuk berdasarkan dimensi

hubungan sosial.

Menurut penelitian yang dilakukan Van, Deenan, & Bonner A. (2012), pasien

yang sudah lama menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup yang baik, hal

ini dipengaruhi oleh beberapa factor. Salah satu factor yang mempengaruhi

kualitas hidup tersebut yaitu dukungan sosial yang diberikan. Semakin tinggi

dukungan sosial yang diberikan, semakin baik kualitas hidup yang dirasakan oleh

pasien.

Berbagai bentuk dukungan sosial yang diterima penderita gagal ginjal kronis

seperti perhatian dan empati yang diberikan oleh lingkungan sekitar penderita

baik yang bersumber dari keluarga, dokter atau perawat serta teman-temannya

baik sesama penderita maupun rekan kerja merupakan yang dapat membantu

penderita gagal ginjal kronis untuk dapat lebih menerima dirinya, sehingga akan

berpengaruh juga tehadap kualitas hidupnya menjadi lebih baik dan bermakna

(Kurniawan dan Rina, 2002).

Kualitas hidup dalam kategori baik bisa juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

responden. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden

memiliki tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh

terhadap dukungan sosial yang diterima pasien (Andi, 2005), sehingga akan

mempengaruhi juga tingkat kualitas hidup pasien, khususnya berdasarkan

dimensi hubungan sosial.

Dalam kaitannya dengan kualitas hidup, Valderra´bano et al (2001) menyatakan

(40)

diperoleh hasil bahwa pasien yang menjalani dialysis dengan usia yang lebih tua

lebih puas dengan hidup mereka dan menerima keterbatasan mereka dibandingkan

dengan pasien yang lebih muda. Usia pada pasien hemodialisa dalam penelitian

(41)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa responden sabahagian besar

berusia 51-60 tahun (41%), berjenis kelamin laki-laki (71,8%), memiliki

pekerjaan sebagian besar sebagai wiraswasta (30,8%), tingkat pendidikan

terakhir lebih banyak sampai pada pendidikan SMA (46,2%), lama

hemodialisa pada pasien rata-rata 2-3 tahun (69,2%), sedangkan penyebab

paling banyak pada pasien yang menjalani hemodialisa dari hasil penelitian

ini yaitu hipertensi (38,2%).

Setelah dilakukan analisa data deskriptif, maka diperoleh hasil bahwa tingkat

kualitas hidup bedasarkan dimensi hubungan sosial pada pasien berada pada

(42)

2. SARAN

2.1. Untuk Praktek Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat dukungan yang baik dari semua

pihak, temasuk dukungan tenaga kesehatan seperti perawat, dapat

mempengaruhi kualitas hidup pasien dalam hal ini berdasarkan dimensi

hubungan sosial. Dimana semakin baik dukungan yang diberikan, maka

semakin baik pula kualitas hidup yang dirasakan pasien.. Diharapkan kepada

tenaga kesehatan, khususnya perawat agar dapat lebih maksimal lagi dalam

memberikan dukungan kepada pasien, karena dapat meningkatkan kualitas

hidup pasien kearah yang lebih baik.

2.2. Untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini masih banyak memiliki keterbatasan, khususnya dalam hal

pengumpulan data. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang berminat

untuk melihat kualitas hidup pasien khususnya dalam hal dimensi hubungan

sosial, agar lebih dapat menggali informasi dari responden. Selain itu, untuk

penelitian selanjutnya akan lebih baik bila menggunakan populasi yang lebih

(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif

dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan

penyakit ginjal kronis ini sangat bervariasi. Perjalanan gagal ginjal kronis

hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun.

Gagal Ginjal kronis ditandai dengan gejala dan tanda uremia yang

berkepanjangan, adalah hasil akhir dari semua penyakit ginjal kronis (Robins

dkk, 2004).

Dalam Cahyaningsih (2008) dijelaskan bahwa terdapat dua kriteria untuk

penyakit gagal ginjal kronis yaitu pertama, kerusakan ginjal setidaknya selama

3 bulan atau lebih, yang didefenisikan sebagai abnormalitas struktural dan

fungsional ginjal dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrat Glomerulus (LGF)

yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal,

termasuk ketidakseimbangan komposisi zat yang ada dalam darah atau urin

serta ada atau tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan. Kedua, LGF

yang kurang dari 60L/menit/1,73m2 lebih dari tiga bulan dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan transplantasi

ginjal. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan utuk mengeluarkan

(44)

melaksanakn proses tersebut. Tujuan dialisis ini adalah untuk

memepertahankan kehidupan dan kesejahteaan pasien sampai fungsi ginjal

pulih kembali. Salah satu metode terapi dengan prinsip dialisis adalah

Hemodialisis (Bare and Smeltzer, 2002). Selain itu Dialisis juga digunakan

untuk mempetahankan penderita pada keadaan klinis yang optimal sampai

tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum

biasanya diatas 6mg/100 mL pada laki-laki atau 4mg/100 ml pada wanita, dan

GFR kurang dari 4 ml/menit. Jika Dengan cara diatas tidak mampu untuk

mempertahankan hidup penderita, maka dibutuhkan transplantasi ginjal untuk

penderita gagal ginjal kronis (Madjid dan Suharyato, 2009).

2. Hemodialisa 2.1. Defenisi

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa

hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium

terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen (Bare

and Smeltzer, 20002). Gagal ginjal kronis yang mulai perlu di dialisa adalah

penyakit ginjal kronis yang sudah mengalami penurunan fungsi ginjal dengan

LGF <15 mL/menit/1,73m2. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat

menurun sehingga terjadi akumulasi toksik dalam tubuh yang disebut uremia.

Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi pengganti ginjal dalam mengeliminasi

(45)

2.2. Prinsip – Prinsip Hemodialisa

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari

dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan, pada hemodialsis, aliran

darah yag penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh

pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian

dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Bare and Smeltzer, 2003)

Ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, dan

ultrafiltrasi

a. Difusi

Toksik dan zat limbah dari dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi.

Yaitu dengan cara bergerak dari drah, yang memiliki konsentrasi tinggi ke

cairan dialisat yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah.

b. Osmosis

Air yang berlebihan dikeluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.

Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan;

dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi

(46)

c. Ultrafiltrasi

Peningkatan gradien tekanan dapat dilakukan dengan cara peambahan tekaan

negatif atau yang biasa disebut dengan Ultrafiltrasi. Tekanan negatif

diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan

memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,

kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga mencapai

isovolemia (keseimbangan cairan).

Sistem dapar (buffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat

yang akan berdifusi dari cairan diaisat ke dalam darah pasien dan

mengalamimetabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah

dibersihkan dikembalikan kedalam tubuh melalui pembuluh vena pasien.

2.3. Penatalaksanaan Hemodialisa

Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau

tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat

membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat

dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Apabila ginjal yang

rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi

yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja

sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut

secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap

sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah

(47)

Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung

kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga

merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan

hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun

biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan

protein, natrium, kalium, dan cairan (Smeltzer & Bare , 2002)

Dalam Smeltzer & Bare (2002) juga dinyatakan bahwa banyak obat yang

diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang

memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan

antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar

obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan

akumulasi toksik.

2.4 Komplikasi Terapi Hemodialisa

Komplikasi yang paling umum terjadi selama hemodialisa adalah hipotensi

(20%-30%), kram (5%-20%), mual dan muntah (5% – 15%), sakit kepala

(5%), nyeri dada (2%-5%), nyeri punggung (2%-5%), gatal-gatal (5%), demam

dan menggigil (<1%) (Daugirdas, Blake, dan Ing, 2007). Pada permulaan

hemodialisa intermiten sering terdapat kehilangan berat badan dengan segera

hal ini terutama akibat koreksi hidrasi yang berlebihan tersebut. Untuk pasien

dengan dialysis kronik, respon anabolik kurang dramatik sekalipun terapi

dianggap sebagai optimal, terutama melibatkan reakumulasi timbunan lemak

(Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci & Kasper, 2000). Komplikasi

(48)

reaksi dialiser, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakrania, kejang,

hemolisis, emboli udara, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialysis

dan hipoksemia (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata dan Setiati, 2009).

Walaupun telah dilakukan hemodialisa, tidak semua toksin uremik dapat

dikeluarkan dari dalam tubuh, sehingga masih dapat menyebabkan kelainan

system organ lain. Kecuali itu, hemodialisa juga memiliki efek samping, yang

berama dengan toksin uremi dapat menyebabkan kelainan-kelainan, antara

lain::

a. Kelainan hematologi

Anemi merupakan hal biasa yang ditemukan pada penderita gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisa kronis

b. Kelainan fungsi seksual

Penederita gagal ginjal kronis yang mendapat terapi hemodialisa mengalami

penurunan seksual, baik pencapaian orgasmus, frekuensi dan lamanya ereksi.

Hal ini disebabkan oleh toksin uremi dan factor psikologis.

c. Kelainan tulang dan paratiroid

Penderita hemodialisa kronis, problem tulang dan sendi merupakan sumber

morbiditas yang utama. Penyakit tulang disebabkan karena aluminium yang ada

dalam dialisat dank arena gangguan metabolism vitamin D. gangguan

metabolisme vitamin D ini dapt menyebabkan meningkatnya hormone

paratiroid. Hormone paratiroid merupakan toksin uremi yag penting berkaitan

(49)

lain-lain. Tanda-tanda kelainan tulang antara lain sakit pada tulang, dan fraktur

patologis.

d. Kelainan gastrointestinal

Banyk kelainan gastrointestinal ditemukan pada pasien yang mendapat terapi

hemodialisa, yaitu gastritis, ulkus, perdarahan, obstruksi saluran cerna bagian

bawah dan lain-lain.

e. Kelainan kardiovaskuler

Kelinan kardiovaskuler tersebut seperti hipertensi, permeabilitas kapiler pulmo

meningkat yang dapat menyebabkan edema paru, kelebihan cairan yang dapat

menyebabkan curah jantung meningkat dan akan mengalami gagal jantung,

kardiomiopati uremik yang dapat menebabkan keelemahan otot jantung sebagai

akibat dri toksin uremik.

3. Kualitas Hidup

3.1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup didefinisikan dengan cara yang berbeda oleh para ahli. Hal ini

karena istilah tersebut merupakan istilah multidisipliner, tidak hanya digunakan

dalam pembicaraan sehari-hari, tetapi dalam konteks penelitian dihubungkan

dengan berbagai macam bidang khusus seperti sosiologi, ilmu kedokteran,

keperawatan dan psikologi. Selain itu adanya perbedaan etnik, budaya dan agama

juga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Oleh karena adanya perbedaan disiplin

ilmu dan perspektif yang berbeda maka, kualitas hidup sulit didefinisikan secara

(50)

Ventegodt, Merrick, Niels dan Andersen ( 2003) menyatakan bahwa Kualitas

hidup (QOL) berarti kehidupan yang baik. Sebuah kehidupan yang baik adalah

sama dengan menjalani hidup dengan kualitas yang tinggi. Kualitas hidup

merupakan jarak antara harapan dan pengalaman pasien. (Shafipour, 2010 dalam

Cecilia, 2011).

Berdasarkan teori integritas dari kualitas hidup, maka kualitas hidup dapat

diartikan sebagai kesejahteraan, kepemilikan, kepuasan dalam hidup serta arti dari

kehidupan itu sendiri.

3.2.Komponen Kualitas Hidup

Dalam Medical Outcomes Study Short Form 36, kualitas hidup dapat disimpulkan

menjadi dua komponen yaitu :

1. Kesehatan Fisik

2. Kesehatan Mental

Untuk mengkaji kulitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang

kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:

1. Fungsi Fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan

energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan,

menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk,

berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju

sendiri.

2. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang

singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada

(51)

3. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh

dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.

4. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi

kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama

sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat

baik.

5. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana

pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki

energi yang banyak, bosan dan lelah.

6. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi

mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial.

7. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah masalah

emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang singkat dalam pekerjaan

atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan dan tidak berhati-hati sebagaimana

mestinya.

8. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa

tertekan, tenang, sedih dan periang.

Pengukuran kualitas hidup menurut WHO (The World Health Organization

Quality Of Life-BREF/WHOQOL-BREF) terdiri dari dua bagian (Francess

Victoria Nelson Danquah, Joan Wasserman, Janet Meininger dan Nancy

Bergstrom, 2010) yaitu :

a. Kualitas hidup secara keseluruhan

b. Kualitas kesehatan secara umum. Pada kualitas kesehatan secara

(52)

kesehatan fisik meliputi 7 item, kondisi psikologis meliputi 6 item,

hubungan sosial meliputi 3 item dan kondisi lingkungan meliputi 8

item.

University of Toronto (2004, dalam Afuandy, 2008) menyebutkan kualitas

hidup dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu internal individu, kepemilikan

(hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi

individu.

1. Internal individu

Internal individu dalam kualitas hidup dibagi 3, yaitu secara fisik, psikologis

dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal higienis,

nutrisi olahraga, pakaian dan penampilan fisik secara umum

Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis,

perasaan, harga diri, kesadaran, konsep diri dan kontrol diri secara spiritual

dan dari nilai nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan spiritual.

2. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dangan lingkungannya) dalam kualitas hidup

dibagi dua yaitu seara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari rumah,

tempat kerja/sekolah. Secara sosial terdiri dari tetangga/lingkungan dan

masyarakat, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.

3. Harapan

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua

secara praktis dan secara pekerjaan. Secara praktis yaitu rumah tangga,

pekerjaan, aktifitas sekolah atau suka rela dan pencapaian kebutuhan atau

(53)

kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai,

aktifitas relaksasi dan reduksi stres.

Kualitas hidup dapat juga ditinjau dari 4 dimensi, seperti yang terdapat dalam

instrumen pengukuran kualitas hidup WHOQOL BREF (Francess Victoria

Nelson Danquah, Joan Wasserman, Janet Meininger dan Nancy Bergstrom,

2010). Masing-masing dari keempat dimensi tersebut yaitu:

1. Kesehatan Fisik.

Kesehatan fisik merupakan salah satu yang paling dikenal sebagai indikator

yang secara tradisional digunakan. Hal ini meliputi, nyeri dan rasa tidak

nyaman, ketergantungan pada terapi medis, energi dan kelelahan, mobilitas,

tidur, aktivitas sehari-hari, dan kemampuan kerja

2. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis mengacu pada afek positif, spiritualitas, berfikir,

belajar, memori dan konsentrasi, gambaran diri dan penampilan, harga diri,

dan efek negatif.

3. Hubungan Sosial

Hubungan sosial meliputi hubungan pribadi (personal), aktivitas seksual, dan

dukungan sosial.

4. Lingkungan

Aspek lingkungan terdiri dari keselamatan dan keamanan fisik, lingkungan

fisik, sumber keuangan, kesempatan untuk mendapatkan informasi baru dan

(54)

santai, lingkungan rumah, kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan dan

sosial, serta transportasi (WHOQoL Group, 1994).

3.3.Kualitas Hidup Dalam Kesehatan

WHO (World Health Organization Quality of Life) (WHOQOL,1997)

mendefenisikan kualitas hidup adalah persepsi individu tentang posisinya

dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana ia tinggal,dan

dalam hubungannya dengan tujuan, pengharapan, standar dan perhatian.

Menurut Hermann (1993 dalam Robert, 2007) defenisi kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari

penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar

keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan

kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial

dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality of

life/HRQOL) menggambarkan pandangan individu atau keluarganya tentang

tingkat kesehatan individu tersebut setelah mengalami suatu penyakit dan

mendapatkan suatu bentuk pengelolaan. Health-related quality of life

menggambarkan komponen sehat dan fungsional multidimensi seperti fisik,

emosi, mental, sosial dan perilaku yang dipersepsikan oleh pasien atau orang

lain di sekitar pasien.

Dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup menunjukkan suatu konsep dari

paduan multidimensional, yang secara umum telah ditetapkan sebagai

(55)

dalam penelitian lain. Dalam penelitian ini kualitas hidup ditetapkan sebagai

persepsi atau penilaian individu terhadap kehidupannya.

3.4.Penilaian Kulitas Hidup

Semua agama besar dan filsafat memiliki gagasan tentang kehidupan yang

baik mulai dari mengatakan bahwa kehidupan yang baik dicapai dengan kode

etik praktis, permintaan untuk terlibat secara positif dalam sikap hidup

tertentu atau mencari dalam diri sendiri. Gagasan tentang kehidupan yang baik

adalah terkait erat dengan budaya yang telah menjadi bagian dari hidup.

Seperti ketika orang-orang dalam budaya Barat melihat kehidupan yang baik,

pengkondisian budaya membuat mereka cenderung untuk memasukkan

kebahagiaan, pemenuhan kebutuhan, berfungsi dalam konteks sosial, dll.

Dengan demikian, gagasan tentang penilaian kualitas hidup yang baik dapat

ditinjau dari beberapa aspek (Ventegodt, Merrick, Niels dan Andersen,

2003):

1. Kualitas hidup subjektif yaitu seberapa baik kehidupan yang dirasakan

oleh setiap individu. Setiap individu secara pribadi mengevaluasi

bagaimana pandangannya terhadap sesuatu, bagaimana pendapat serta

perasaanya dalam menilai suatu hal.

2. Kualitas hidup eksistensial. Dalam hal ini, kualitas hidup seberapa baik

kehidupan seseorang pada ingkat yang lebih dalam. Hal ini diasumsikan

dengan sifat yang lebih dalam bahwa individu layak untuk dihormati dan

hidup dengan harmonis antara satu dengan yang lainnya.dalam hal ini

(56)

bersifat biologis harus dipenuhi, beberapa faktor seperti kondisi

pertumbuhan harus dioptimalkan, atau bahwa semua harus hidup sesuai

dengan spiritual tertentu dan cita-cita agama yang ditetapkan sesuai

dengan yang diyakini.

3. Kualitas hidup secara objektif adalah bagaimana kehidupan seseorang

dipersepsikan oleh dunia luar atau sekitarnya. Pandangan ini dipengaruhi

oleh budaya dimana seseorang tinggal. mengungkapkan diri seseorang

dalam kemampuannya untuk beradaptasi dengan nilai-nilai budaya dan

akan memberitahukan sedikit tentang kehidupan orang tersebut. Contoh

mungkin status sosial atau simbol status seseorang menunjukkan

seseorang merupakan anggota yang baik dari budaya tersebut.

3.4. Alat Ukur Kualitas Hidup

Pengkuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran

kualitas hidup secara menyeluruh dan pengukuran kualitas hidup berdasarkan

pada aspek-aspek tertentu saja.

Banyak instrumen penelitian untuk menilai kualitas hidup yang telah

berkembang seperti Medical Outcomes Study Short Form (SF-36), World

Health Organization Quality of Life (WHOQOLBREF), McGill

Quality-of-Life Questionnaire (MQOL), The Satisfaction with Quality-of-Life Scale (SWLS), The

Psychological Adjustment to Illness Scale (PAIS) dll. (Danquah, Wasserman,

Meininger dan Bergstrom, 2010).

Pada tahun 1991 bagian kesehatan mental WHO memulai proyek organisasi

(57)

mengembangkan suatu instrumen penilaian kualitas hidup (QOL) yang dapat

dipakai secara nasional dan secara antar budaya. Instrumen WHOQoL ini

telah dikembangkan secara kolaborasi dalam sejumlah pusat dunia. Setelah

melalui beberapa tingkatan hasil akhir adalah 100 versi dari instrumen, yang

dikeluarkan dengan WHOQoL-BREF untuk mengukur kualitas hidup pasien

gagal ginjal dengan terapi hemodialisis. Instrumen WHOQoL-BREF terdiri

dari 26 item, merupakan instrumen kualitas hidup paling pendek, namun

instrumen ini bisa mengakomodasi ukuran dan kualitas kehidupan seperti yang

ditunjukkan dalam sifat psikometrik dan hasil pemeriksaan internasional versi

pendek ini lebih sesuai. Praktis dan sedikit memakan waktu dibandingkan

WHOQoL-100 item atau instrumen lainnya.

3.5. Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial

Manusia adalah makhluk sosial sekaligus makhluk individual. Sebagai

makhluk sosial manusia memiliki motif untuk mengadakan hubungan dan

hidup bersama dengan orang lain. Manusia sebagai makhluk individu

memiliki motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri.

Hubungan sosial merupakan salah satu dimensi kualitas hidup menurut

WHOQOL-BREF. Hubungan sosial tersebut meliputi hubungan pribadi atau

hubungan personal, aktivitas seksual, dan dukungan sosial.

3.5.1. Hubungan Pribadi (Personal)

Ruang personal (pribadi) adalah ruang disekeliling individu yang selalu

dibawa kemana saja orang pergi, dan orang akan merasa terganggu jika ruang

(58)

ketika orang lain hadir. Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak

terjadi. Ruang personal biasanya berbentuk buble dan bukan semata-mata

ruang personal tetapi lebih merupakan ruang interpersonal. Kehadiran orang

lain dalam hal ini juga akan menciptakan suatu hubungan yang disebut

hubungan interpersonal (Helmi, 1999).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka hubungan personal tidak terlepas dari

hubungan yang terjadi antara individu dengan orang lain disekitarnya.

Hubungan antarpribadi (hubungan interpersonal) merupakan hal yang hidup

dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011 : 250).

Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan

sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan

interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan

content melainkan juga menentukan relationship. Dari segi psikologi

komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan

interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin

cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin

efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan .

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal

(Sulistiyorini, 2012), yaitu:

1. Komunikasi efektif

Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan antara pemangku

kepentingan terbangun dalam situasi komunikatif—interaktif dan

menyenangkan. Efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh validitas

(59)

atau gagasan secara bersama. Bila berkumpul dalam satu kelompok yang

memiliki kesamaan pandangan akan membuat gembira, suka dan nyaman.

Sebaliknya bila berkumpul dengan orang atau kelompok yang benci akan

membuat tegang, resah dan tidak enak.

2. Ekspresi wajah

Ekspresi wajah menimbulkan kesan dan persepsi yang sangat menentukan

penerimaan individu atau kelompok. Senyuman yang dilontarkan akan

menunjukkan ungkapan bahagia, mata melotot sebagai kemarahan dan

seterusnya. Wajah telah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi

interpersonal. Wajah merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam

menyampaikan makna dalam beberapa detik raut wajah akan menentukan dan

menggerakkan keputusan yang diambil. Kepekaan menangkap emosi wajah

sangat menentukan kecermatan tindakan yang akan diambil.

3. Kepribadian

Kepribadian sangat menentukan bentuk hubungan yang akan terjalin.

Kepribadian mengekspresikan pengalaman subjektif seperti kebiasaan,

karakter dan perilaku. Faktor kepribadian lebih mengarah pada bagaimana

tanggapan dan respon yang akan diberikan sehingga terjadi hubungan.

Tindakan dan tanggapan terhadap pesan sangat tergantung pada pola

hubungan pribadi dan karakteritik atau sifat yang dibawanya.

4. Stereotyping

Stereotyping merupakan cara yang banyak ditemukan dalam menilai orang

lain yang dinisbatkan pada katagorisasi tertentu. Cara pandang ini kebanyakan

(60)

pihak-pihak yang berkonflik sulit membuka jalan untuk melakukan perbaikan.

Individu atau kelompok akan merespon pengalaman dan lingkungan dengan

cara memperlakukan anggota masyarakat secara berbeda atau cenderung

melakukan pengelompokan menurut jenis kelamin, cerdas, bodoh, rajin, atau

malas. Penggunaan cara ini untuk menyederhanakan begitu banyak stimuli

yang diterimanya dan merupakan pengkatagorian pengalaman untuk

memperoleh informasi tambahan dengan segera.

5. Kesamaan karakter personal

Manusia selalu berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya

atau kita cenderung menyukai orang lain, kita ingin mereka memilih sikap

yang sama dengan kita, dan jika menyukai orang, kita ingin memilih sikap

mereka yang sama. Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai,

norma, aturan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tingkat sosial ekonomi, budaya,

agama, ideologis, cenderung saling menyukai dan menerima keberadaan

masing-masing.

6. Daya tarik

Dalam hukum daya tarik dapat dijelaskan bahwa cara pandang orang lain

terhadap diri individu akan dibentuk melalui cara berfikir, bahasa dan tindakan

yang khas. Orang pintar, pandai bergaul, ganteng atau cantik akan cenderung

ditanggapi dan dinilai dengan cara yang menyenangkan dan dianggap

memiliki sifat yang baik. Meskipun apa yang disebut gagah, cantik atau

pandai bergaul belum disepakati, namun sebagian relatif menerima orang

sebagai pandai cantik atau gagah. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa

(61)

tanggapan dan penerimaan personal. Orang-orang yang memiliki daya tarik

cederung akan disikapi dan diperlakukan lebih baik, sopan dan efektif untuk

mempengaruhi pendapat orang lain.

7. Ganjaran

Seseorang lebih menyenangi orang lain yang memberi penghargaan atau

ganjaran berupa pujian, bantuan, dorongan moral. Kita akan menyukai orang

yang menyukai dan memuji kita. Interaksi sosial ibaratnya transaksi dagang,

dimana seseorang akan melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari

biaya. Bila pergaulan seorang pendamping masyarakat dengan orang-orang

disekitarnya sangat menyenangkan, maka akan sangat menguntungkan

ditinjau dari keberhasilan program, menguntungkan secara ekonomis,

psikologis dan sosial.

8. Kompetensi

Setiap orang memiliki kecenderungan atau tertarik kepada orang lain karena

prestasi atau kemampuan yang ditunjukkannya. Masyarakat akan cenderung

menanggapi informasi dan pesan dari orang berpengalaman, ahli dan

profesional serta mampu memberikan kontribusi secara intelektual, sikap dan

mampu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam situasi

krisis, para pihak yang berkonflik membutuhkan bantuan teknis dan

bimbingan dari individu yang dipercaya dan mampu menumbuhkan kerjasama

untuk mendorong penyelesaian.

(62)

Berdasarkan aspek aktivitas seksual, berbagai penyakit endokrin, vaskuler,

neurologic, dan psikiatrik mengganggu fungsi seksual dan reproduksi normal

pada laki-laki dan perempuan. Disamping itu disfungsi seksual merupakan

gejala yang disajikan dari penyakit sistemik.

Dari segi aktivitas seksual Hudak & Gallo (1997, Supriyadi, Wagiyo,

Widowati, 2011) yang mengatakan bahwa pasien yang menjalani HD akan

terjadi penurunan fungsi seksual (libido) pada laki-laki: sering terjadi

impotensi, mungkin karena penyakitnya atau efek samping dari obat-obat anti

hipertensi. Pada wanita selama proses hemodialisis tidak mengalami proses

menstruasi karena pengaruh obat imunosupresi .

Perubahan dalam fungsi seksual dan reproduksi yang biasa terjadi pada

laki-laki yaitu impotensi, kehilangan libido, kegagalan ereksi, ejakulasi dini tidak

ada emisi tidak ada orgasme dan kegagalan pengecilan kembali. Sedangkan

pada perempuan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan fungsi seksual dan

reproduksi digolongkan menjadi gangguan menstruasi, nyeri panggul,

gangguan fungsi seksual, atau infertilitas (Isslbacher, Braunwald, Wilson,

Martin, Fauci & Kasper, 1999)

Penyakit-penyakit sistemik yang menyebabkan kemunduran seperti kanker

dan penyakit kardiovaskuler, dapat mengganggu respon seksual normal secara

tidak langsung. Kegagalan respon seksual lebih sering disebabkan

faktor-faktor psikologis yang mengganggu rangsangan seksual. Yang termasuk disini

adalah salah informasi, yaitu persepsi kepuasan seksual sebagai sesuatu yang

buruk. Keadaan stress seperti kecemasan, depresi, kelelahan, dan konflik

(63)

seksual infertilitas (Isslbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci & Kasper,

1999).

3.5.3. Dukungan Sosial

Kualitas hidup pada dimensi sosial bagi pasien yang menjalani hemodialisa

dipengaruhi oleh dari dukungan sosial yang diterima oleh responden

(Masyitah, 2012). Baik dukungan emosional dari keluarga dan kelompok

sosial dilingkungan responden, juga dukungan instrumental dan informasional.

Dari segi dukungan sosial sendiri, Menurut Friedman (1998)

komponen-komponen dukungan sosial yaitu:

1. Dukungan informasi, bentuk dukungan ini melibatkan pemberian

informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu,

Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan

mengatasi masalah dengan lebih mudah.

2. Dukungan penilaian, bentuk dukungan ini seperti pemberian sebuah

bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan

masalah.

3. Dukungan instrumen, bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi

yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,

pemberian barang, makanan serta pelayanan. bentuk dukungan ini dapat

mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan

masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instument sangat

(64)

4. Dukungan emosional, bentuk dukungan ini membuat individu memiliki

perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan

sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.

Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap

(65)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir dapat juga dikatakan

sebagai penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak bisa pulih dimana

kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan

cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang menyebabkan uremia.

Kondisi ini mungkin disebabkan oleh penyakit tubulointerstitial, penyakit

peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan

kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, dan nefropati

obstruktif (Wilson dan Price, 2003).

Penyakit ginjal kronis sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh

dunia. Prevalensi penyakit ginjal kronis dengan batasan nilai laju filtrasi

glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2, dilaporkan bervariasi. Prevalensi

global penyakit ginjal kronis (CKD) meningkat dan menciptakan beban sosial

ekonomi yang sangat besar bagi pasien, keluarga, masyarakat, dan sistem

perawatan kesehatan di seluruh dunia.

Dari data yang diperoleh bahwa gagal ginjal kronis merupakan masalah kedua

terbesar di negara- negara maju dan berkembang. Secara global lebih dari 500

juta orang mengalami gagal ginjal kronis. National Health dan Gizi Survei

(NHANES 1999-2004) menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 8 orang dewasa

(66)

Perkiraan Sebanding telah dilaporkan di Asia, Australia, dan di seluruh Eropa

.Menurut United State Renal Data System (USRDS) di Amerika Serikat

prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap

tahunnya (Ernita, 2011). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita

gagal ginjal kronis yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi

Indonesia diperkirakan ada sekitar 70 ribu penderita gagal ginjal. Di Medan

sendiri, berdasarkan hasil survei awal peneliti di RSUP Haji Adam Malik

Medan, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa cukup

besar. Dari data yang didapatkan, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa rata-rata perbulannya sekitar 77 orang selama tahun

2012.

Pengobatan gagal ginjal kronis stadium akhir adalah dengan dialisis dan

transplantasi ginjal. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan utuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak

mampu untuk melaksanakn proses tersebut. Tujuan dialisis ini adalah untuk

memepertahankan kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan pasien. Salah

satu metode terapi dengan prinsip dialisis adalah hemodialisa (Bare and

Smeltzer, 2002).

Hemodialisa (HD) merupakan suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari

tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialiser. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal

yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu,

sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam

Gambar

Table 5.1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Pasien hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan
Table 5.2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada Pasien hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua Puluh Tiga bulan Maret tahun Dua Ribu Tujuh Belas, Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan Gedung Ruang Kuliah Baru IAIN

[r]

Setelah dilakukan penelitian dan evaluasi lelang serta berdasarkan Penetapan Pemenang Lelang Nomor : B-6782/Sti.05/U-7/KS.01.7/03/2017 tanggal 27 Maret 2017, maka dengan

Perbankan merupakan bagian dari sistem keuangan yang memegang peranan penting bagi kehidupan perekonomian di Indonesia dalam mengerakkan pembangunan.Dalam menjalankan

Geography at the University of Muhammadiyah Surakarta (UMS) attempted to investigate the potential of underground water resources to meet the need for water for the residents of

Pengetahuan tentang Faktor Resiko,Prilaku dan Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada wanita di Kecamatan Bogor tengah,Kota Bogor

Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk.. merasakan dan mengikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri