Lampiran 1
Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Kualitas Hidup berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial pada Pasien Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan
Oleh : Irma Liana Harahap / 091101032
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai “Kualitas Hidup berdasarkan dimensi hubungan sosial pada Pasien Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan”
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa . Penelitian ini juga merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Saya harapkan jawaban yang Saudara berikan sesuai dengan pendapat Saudara tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat Saudara. Informasi yang Saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud lain.
Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Saudara bebas memilih untuk ikut atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.
Jika Saudara bersedia menjadi partisipan penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani formulir ini.
Tanggal :
Kode Responden :
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada
Pasien Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan
Kode Responden :
Tanggal :
Petunjuk Pengisian
Isilah pertanyaan di bawah inidengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan
yang bertanda titik-titik atau memberikan tanda (√) pada kolom jawaban yang
disediakan.
KUESIONER A Data Demografi
1. Umur : …. Tahun
2. Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
3. Pekerjaan
Petani Karyawan Swasta
Nelayan Wiraswata
4. Pendidikan Terakhir
SD
SMP
SMA
PT
5. Lama Menjalani Hemodialisa : …… Bulan/Tahun
6. Penyakit Penyebab Gagal Ginjal Kronik
Penyakit Gula/Diabetes
Hipertensi
Infeksi
Keracunan
Batu Ginjal
Lampiran 3
Kuisioner Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Sosial Pada
Pasien Hemodialisa
No Pernyataan Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju 1. Suami/istri memberi pujian terhadap usaha
penyembuhan saya
2. Suami/istri tetap mencintai dan menyayangi saya 3. Suami/istri tidak ada yang berusaha mengerti
kondisi saya
4. Saya dianggap sebagai beban keluarga
5. Keluarga selalu memberi dukungan mental sejak saya sakit
6. Suami/istri memperhatikan keadaan saya selama saya sakit
7. Keluarga sangat berperan dalam perawatan sakit saya
8. Keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan pengobatan saya
9. Keluarga berusaha mencarikan peralatan terapi yang saya perlukan
10. Keluarga meluangkan waktu untuk mengobrol dengan saya
11. Keluarga membiarkan saya pergi sendiri untuk berobat
12. Keluarga mengantarkan saya berobat 13. Keluarga mengingatkan saya untuk terapi 14. Keluarga menjaga pola makan saya
15. Keluarga mengingatkan saya untuk minum obat 16. Keluarga mengajak saya berkonsultasi secara
teratur
17. Keluarga memberitahu tentang hasil pemeriksaan dari dokter
18. Keluarga mengingatkan saya untuk control ke dokter
19. Keluarga memberikan penjelasan tentang penyakit saya
melakukan terapi
21. Keluarga mengingatkan saya tentang perilaku-perilaku yang memperburuk penyakit saya
22. Tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami adalah suatu musibah
23. Keluarga mengajak saya untuk bersama-sama mengambil keputusan dalam masalah keluarga 24. Usulan yang saya berikan didengar oleh keluarga 25. Keluarga membawa saya bertemu dengan
teman-teman saya
26. Saya merasa terganggu dengan hubungan seksual saya setelah menjalani terapi
27. Saya merasa tidak ada masalah dengan aktifitas seksual saya
28. Suami/istri saya tidak keberatan dengan kondisi saya saat ini
29. Saya merasa kondisi emosi saya terganggu 30. Saya merasa tidak ada masalah dengan keadaan
emosi saya saat ini
31. Saya merasa hubungan personal saya terganggu 32. Kondisi saya mengganggu hubungan saya
dengan orang di sekitar saya
Lampiran 4
No Kegiatan Septemb
er
1. Mengajukan judul dan Acc judul proposal penelitian
12. Revisi dan pengumpulan laporan penelitian
Lampiran 5
Rencana Anggaran Biaya Penelitian
Pembuatan
proposal
Izin survey awal Rp. 65.000
Biaya Print Rp. 50.000
Foto copy sumber-sumber tinjauan
pustaka
Rp. 50.000
Perbanyak proposal Rp. 30.000
Biaya internet Rp. 150.000
Pengumpulan
data
Izin penelitian Rp. 150.000
Transportasi Rp. 100.000
Penggandaan kuesioner Rp. 70.000
Pembelian Souvenir Rp. 200.000
Analisis data Biaya print (Kertas A4 2 rim) Rp. 70.000
Penjilidan Rp. 100.000
Penggandaan laporan penelitian Rp. 100.000
Lampiran 9
Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.762 .746 33
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Lampiran 10
Analisa data karakteristik responden
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteriatik Responden
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Lampiran 11
Analisa Data Kualitas hidup
Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial
Kualitas hidup Frekuensi Presentase (%) Baik
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Pernyataan Kuisioner Kualitas Hidup
No Pernyataan Frekuensi dan Persentase (%)
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju 1. Suami/istri memberi pujian
terhadap usaha penyembuhan saya
19 (48,7) - 20 (51,3)
2. Suami/istri tetap mencintai dan menyayangi saya
19 (48,7) 1(2,6) 17 (48.7)
3. Suami/istri tidak ada yang berusaha mengerti kondisi saya
15(38,5) 2(5,1) 22 (56.4)
4. Saya dianggap sebagai beban keluarga
13 (33.3) 2(5,1) 24 (61.5)
5. Keluarga selalu memberi dukungan mental sejak saya sakit
34 (87.2) 2 (5,1) 3 (7,7)
6. Suami/istri memperhatikan keadaan saya selama saya sakit
18(46,2 2(5,1) 19(48,7)
7. Keluarga sangat berperan dalam perawatan sakit saya
32(82,1) 1(2,6) 6 (15,4)
8. Keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan pengobatan saya
24 (61,5) 4(10,3) 11(28,2)
9. Keluarga berusaha mencarikan peralatan terapi yang saya perlukan
32 (82.1) - 7 (17,9)
10. Keluarga meluangkan waktu untuk mengobrol dengan saya
24 (61,5) 13(33,3) 2 (5,1)
11. Keluarga membiarkan saya pergi sendiri untuk berobat
14 (35.9) 4 (10.3) 21 (53.8)
12. Keluarga mengantarkan saya berobat
13. Keluarga mengingatkan saya untuk terapi
26 (66,7) 6 (15,4) 7 (17,9)
14. Keluarga menjaga pola makan saya 27 (69,2) 3 (7,7) 9 (23,1) 15. Keluarga mengingatkan saya untuk
minum obat
20 (51,3) 5 (12,8) 14 (35,9)
16. Keluarga mengajak saya berkonsultasi secara teratur
13 (33,3) 7 (17,9) 19 (48,7)
17. Keluarga memberitahu tentang hasil pemeriksaan dari dokter
35 (89,7) 1 (2,6) 3 (7,7)
18. Keluarga mengingatkan saya untuk control ke dokter
18 (46,1) 6 (15,4) 15 (38,5)
19. Keluarga memberikan penjelasan tentang penyakit saya
15 (38,5) 5 (12,8) 19 (48,7)
20. Keluarga memberikan semangat saat saya melakukan terapi
18 (46,2) 7 (17,9) 14 (35,9)
21. Keluarga mengingatkan saya tentang perilaku-perilaku yang memperburuk penyakit saya
26 (66,7) 8 (20,5) 5 (12,8)
22. Tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami adalah suatu musibah
11 (28,2) 2 (5,1) 26 (66,7)
23. Keluarga mengajak saya untuk
bersama-sama mengambil keputusan dalam masalah keluarga
24 (61,5) 8 (20,5) 7 (17,9)
24. Usulan yang saya berikan didengar oleh keluarga
24 (61,5) 12 (30,8) 3 (7,7)
25. Keluarga membawa saya bertemu dengan teman-teman saya
10 (25,6) 3 (7,7) 26 (66,7)
26. Saya merasa terganggu dengan hubungan seksual saya setelah menjalani terapi
18 (46,2) 2 (5,1) 19 (48,7)
27. Saya merasa tidak ada masalah dengan aktifitas seksual saya
27 (69,2) 1 (2,6) 11 (28,2)
28. Suami/istri saya tidak keberatan dengan kondisi saya saat ini
13 (33,4) 5 (12,8) 21 (53,8)
29. Saya merasa kondisi emosi saya terganggu
12 (30,8) 10 (25,6) 17 (43,6)
30. Saya merasa tidak ada masalah dengan keadaan emosi saya saat ini
24 (61,6) 2 (5,1) 13 (33,3)
31. Saya merasa hubungan personal saya terganggu
10 (25,6) 5 (12,8) 24 (61,5)
32. Kondisi saya mengganggu hubungan saya dengan orang di sekitar saya
11 (28,2) 5 (12,8) 23 (59,0)
33. Saya merasa tidak ada hambatan dalam komunikasi saya dengan orang disekitar saya.
Lampiran 12
RIWAYAT HIDUP
Nama : Irma Liana Harahap
Tempat/Tanggal Lahir : Sumuran, 02 November 1991
Alamat : Jl. Universitas No. 20, Medan
Riwayat Pendidikan :
1. 1997-2003 : SD.Negeri No. 142798 Baringin
2. 2003-2006 : SMP Nurul Ilmi Padang Sidimpuan
3. 2006-2009 : SMA Nurul Ilmi Padang Sidimpuan
Daftar Pustaka
Afuandy.2008. Kualitas Hidup Klien Kanker Dengan Kemoterapi Di Rsu Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007. Medan: PSIK Ilmu Keperawatan FK USU.
Andi. 2005. Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal. Diunduh pada 28 Mei 2013 dari
http://psikologi.or.id
Alam, Syamsir dan Hadibroto, I. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Brink, Pamela J. Dan Marilynn j. Wood. 1995. Langkah Dasar dalam Perencanaan Riset Keperawatan edisi 4. Jakarta : EGC
Cahyaningsih, Niken D. 2008. Hemodialisa;Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press
Cecilia. 2008. Hubungan Tingkat Stres Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP Dr. Djamil Padang. Repository unand. Diunduh tanggal 11 November 2011 dari
Danquah, F.V.N, Wasserman, J., Meininger, J. & Bergstrom, N.(2010). Quality of Life Measures for Patients On Hemodialysis: A Review of Psychometric Properties. Nephrology Nursing Journal, 37(3), 255-270. Diunduh pada tanggal 9 November 2012 dari
Dempsey, Patricia A. & Dempsey, Arthur D. 2002. Riset Keperawatan. Jakarta: EGC
Helmi, Avin . 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan . Buleti Psikologi, 7(2). Diunduh pada 20 Maret 2013 dari
Juairiani, A. 2006. Dukungan Sosial pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Repository USU. Diunduh tanggal 25 November 2012 dari
Kurniawan, D., Muyati, R. 2000. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penerimaan Diri Penderita Gagal Ginjal Terminal
http://repository.usu.ac.id/browse?type=author&value=Arliza+Juairiani+L ubis
Morsch, C.M., Goncalves, F.M., Barros, E. 2005. Health-related quality of life among haemodialysis patients – relationship with clinical indicators, morbidity and mortality. Journal of Clinical Nursing 15, 498–504, diunduh pada 10 N0vember 2012 dari
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Novali, Erlita. 2011. Koping Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
Diunduh tanggal 12 November 2012 dari
Polit, Denise F., Beck, Cheryl T., Loiselle, Carmen G. & Mcgrath, Joanne P. (2004). Canadian Essentials of Nursing Research. USA : Lippincott Williams & Wilkins.
Polit, Denise F., Beck, Cheryl T. & Hungler, Bernadette P. (2001). Essentials of Nursing Research (5th ed.). USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Rambod, M., Rafii, F. (2010). Perceived Social Support and Quality of Life in Iranian Hemodialysis Patients. Journal of Nursing Scholarship, 42(3), 242–249. Diunduh pada tanggal 9 November 2012 dari
Ridwan. 2006. Disfungsi Seksual pada Penderita Diabetes Mellitus Pria. Diunduh pada 12 Juni 2013 dari
Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press
Robins dkk. 2004. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. EGC: Jakarta
14(2), 76-80. Diunduh pada 16 Oktober 2012 dari
Silitonga, R. (2007). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Penyakit Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr Kariadi. Program pascasarjana Magister ilmu biomedik Dan Program pendidikan dokter spesialis Ilmu penyakit saraf Universitas diponegoro Semarang. Diunduh pada 12 november 2012 dari
Skevington, S.M., Lotfy, M. & O’Connel, K.A. (2004). The World Health Organization’s WHOQOL-BREF quality of life assessment: Psychometric properties and results of the international field trial A Report from the WHOQOL Group. Kluwer Academic Publishers,13, 299-310. Diunduh pada 21 November 2012 dari
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah Brunner and Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suharyanto, T. & Madjid, A. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM Penerbit Buku Keperawatan Dan Kebidanan
Sulistiyorini, Diah. 2011. Hubungan Interpersonal. Diunduh pada 20 Maret 2013 dari
Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga
Supriyadi, W. & Widowati, S.R. 2011. Tingkat Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Terapi Hemodialisis. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6 (2) ; 107-112. Diunduh tanggal 24 Oktober 2012 dari
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
WHOQOL. 1997. Measuring Quality of Life. Programme On Mental Health; Division Of Mental Health And Prevention Of Substance Abuse World Health Organization. Diunduh tanggal 22 November dari
Wijaya, A. 2011. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Dan Mengalami Depresi. Perpustakaan Universitas
Indonesia. Diunduh tanggal 25 November 2012 dari
Yuwono, A. 2000. Kualitas Hidup Menurut Spitzer Pada Penderita Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diunduh pada 20 Maret 2013 dari
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kualitas hidup pada pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani hemodialisa . Dimana kualitas hidup pasien
ditinjau dari dimensi hubungan sosial sesuai dengan salah satu dimensi
kualitas hidup yang terdapat dalam WHOQOL-BREF.
1.1. Kerangka penelitian
Kualitas hidup berdasarkan dimensi
2. Defenisi Operasional
2.1. Table Defenisi Operasional
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga membantu peneliti untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan
penelitian dengan shahih, objektif, akurat serta hemat. Pada penelitian
kuantitatif, desain penelitian akan menguraikan secara rinci strategi rencana
penelitian yang diadopsi untuk mengembangkan informasi yang akurat dan
terinterpretasi (Loiselle, Mcgrath, Polit, Beck, 2004).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu
keadaan secara objektif (Setiadi, 2007). Desain penelitian deskriptif dipilih
oleh peneliti dalam penelitian ini karena tujuan penelitian adalah untuk melihat
bagaimana kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi
hemodialisa berdasarkan dimensi hubungan sosial di RSUP Haji Adam Malik
Medan.
2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi
Populasi merupakan sekelompok individu atau obyek yang memiliki
karakteristik yang sama, yang mungkin diselidiki/diamati (Munif dan Imron,
diperoleh data bahwa pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa
rata-rata perbulan selama 1 tahun terakhir sebanyak 77 orang. Berdasarkan hal
tersebut, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah sakit Umum Pusat haji
Adam Malik Medan yaitu sebesar 77 orang.
2.2. Sampel Penelitian
2.2.1. Jumlah Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian (Munif
dan Imron, 2010). Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah sampel penelitian. Menurut Imron dan Munif (2010) ada dua cara yang
dapat digunakan untuk menentukan besar sampel jika jumlah populasi
diketahui. Yaitu dengan rumus Taro Yamane dan Rumus Presentasi sesuai
yang digunakan Surakhmad. Rumus Taro Yamane yang juga dijelaskan dalam
Setiadi (2007), rumus pengambilan sampel untuk penelitian deskriptif yaitu :
n=N/1+N(d2)
Sedangkan untuk menentukan besar sampel dengan menggunakan rumus
presentasi sesuai yang digunakan Surakhmad yaitu :
n = 15% + 1000-N/1000-100 (50%-15%)
Dimana : n = jumlah jumlah sampel yang di ambil
N = jumlah populasi
Dengan catatan apabila jumlah populasi kurang lebih dari 100, maka
pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila
ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 1000, ukuran sampel diharapkan
Dimana rumus ini digunakan jika jumlah populasi lebih kecil dari 10.000
Dalam penelitian ini, karena jumlah populasi kurang dari 10.000, maka rumus
yang digunakan untuk menentukan besar sampel yang di ambil diperoleh
dengan rumus presentasi sesuai yang digunakan Surakhmad.
Dari rumus tersebut diperoleh hasil jumlah responden dalam penelitian ini
sebanyak 39 orang pasien yang menjalalani hemodialisa.
2.2.2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pegambilan sampel merupakan proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan
mewakili populasi yang ada. Teknik pengmbilan sampel dalam penelitian ini
adalah nonprobability sampling jenis purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai
dengan yang dikehendaki oleh peneliti (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini,
peneliti mendatangi calon responden. Kemudian menjelaskan tujuan penelitian
kepada responden. Peneliti memberikan pertanyaan sesuai dengan criteria yang
telah ditetapkan. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu merupakan
pasien hemodialisa yang menjalani hemodialisa 2 kali dalam seminggu,
menjalani hemodialisa lebih dari 2 tahun dan bersedia untuk menjadi
responden penelitian. Jika calon responden memenuhi criteria yang ditetapkan
oleh peneliti, maka dilanjutkan dengan pemberin kuisioner kepada responden.
Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisa Rumah sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan yang berada di Jalan Bunga Lau No. 17 Medan. Lokasi
ini dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian karena memiliki unit
hemodialisa dan berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti jumlah
pasien yang melakukan hemodialisa cukup banyak.
3.2. Waktu
Waktu penelitian dilakukan selama bulan April sampai Juni 2013 di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik setelah mendapatkan ijin lengkap dan
menjalankan prosedur untuk melakukan proses penelitian.
3. Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik terkait penelitian ini dilakukan melalui perizinan dari
institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini,
dipertimbangkan mengenai otonomi responden, yang berarti responden
berhak untuk memutuskan untuk berperan serta dalam penelitian melalui
surat persetujuan (informed consent) kepada calon responden sebagai bukti
kesediaan menjadi responden. Sehingga peran serta responden dalam
penelitian ini adalah bersifat suka rela. Dalam hal ini, calon responden juga
berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian. Selain itu, penelitian juga
tidak membahayakan subyek penelitian baik secara langsung maupun tidak
langsung. Peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon
responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian
Peneliti juga akan menjaga kerahasiaaan dan anonimitas responden. Peneliti
tidak akan mencantumkan nama responden dalam lembar pengumpulan data
(kuisioner).
4. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian dapat diartikan sebagai peralatan atau perlengkapan
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Dempsey dan
Dempsey, 2002). Kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian,
yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner kualitas hidup.
a. Kuisioner data demografi. Kuesioner berisi pertanyaan tentang data
demografi responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan terakhir, lama menjalani hemodialisa, penyakit penyebab
gagal ginjal kronis, terdiri atas enam item pertanyaan dalam bentuk
check list.
b. Instrumen kedua berisi kuisioner kualitas hidup yang diambil dari
kuisioner dukungan sosial yang dibuat sendiri oleh peneliti. Kuisioner
ini terdiri dari 33 pertanyaan yang terdiri dari kualitas hidup
berdasarkan dimensi hubungan sosial. rentang skor minimum 0 dan
maksimum 165. Terdiri dari lima pilihan jawaban dengan rentang nilai
0-5. Skala ke arah yang positif dengan skor yang lebih tinggi
menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik. Kecuali untuk pernyataan
negative, maka untuk skor yang lebih rendah menunjukkan penilaian
yang lebih tinggi. Pernyataan negative pada kuisioner ini terdapat pada
jawaban dari responden akan disimpulkan oleh peneliti menjadi tiga
kategori yaitu kualitas hidup baik, sedang, dan buruk.
Indikator penentuan kualitas hidup baik, sedang dan buruk digunakan
rumus menentukan panjang kelas :
Panjang kelas = nilaimaksimum−nilaiminimum banyakkelas
Panjang kelas = 165−0 3
Panjang kelas = 55
Maka kualitas hidup baik berada pada rentang : 111-165
Kualitas hidup sedang berada pada rentang : 56-110
Kualitas hidup buruk : 0-55
5. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas
Sebuah instrumen dinyatakan valid jika instrumen tersebut mampu
mengukur apa-apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi
tertentu (Setiadi, 2007). Uji validitas dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu content validity (uji validitas isi) dan construct validity (validitas
konstruk) (Polit, Back,&Hunger, 2000). Instrument pada penelitian ini
telah dilaksanakan uji validitas isi yaitu terhadap seorang dosen Fakultas
Keperawatan USU. Kuisioner yang dibuat oleh peneliti awalnya berjumlah
36 pernyataan. Setelah dilakukan uji validitas sebanyak 3 pernyataan tidak
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan adanya kesamaan hasil apabila pengukuran
dilaksanakan oleh orang yang berbeda atupaun waktu yang berbeda. Ada
beberapa cara yang digunakan untuk melihat reliabilitas dalam
pengumpulan data dalam bidang keperawatan (Nursalam, 2008) yaitu:
Pertama, prinsip stabilitas, yaitu mempunyai kesamaan bila dilakukan
berulang-ulang dalm waktu yang berbeda. Kedua, ekuivalen yaitu
pengukuran memberikan hasil yang sama pada kejadian yang sama. Ketiga,
homogenitas yaitu instrumen yang digunakan harus mempunyai isi yang
sama.
Untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini, maka instrumen
di berikan kepada 30 orang responden di luar dari sampel penelitian. 30
orang responden tersebut diperoleh di RSUP Haji Adam Malik di luar dari
responden yang akan menjadi sampel penelitian. Setelah dilakukan
pengumpulan data, kemudian reliabilitas instrumen dilihat dengan rumus
Cronbach’s alfa. Uji reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan
Cronbach’s alfa, didapatkan hasil dengan nilai 7,495 (Lampiran 9).
6. Prosedur pengumpulan data
Tahap awal pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi
dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU dan
Izin dari Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, melalui bidang Diklat
diteruskan ke bidang Litbang yang kemudian diberikan kepada Kepala
Peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian setelah mendapat izin
dari kepala Ruang Hemodialisa, peneliti langsung menemui calon
responden dan melakukan pengumpulan data dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta
meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian
dengan menanda tangani lembar persetujuan menjadi responden yang
telah disediakan.
b. Selanjutnya peneliti membagi kuesioner penelitian dan menjelaskan tata
cara pengisian kuesioner sampai responden mengerti, kemudian
responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner tersebut.
c. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden agar bila
ada pernyataan yang tidak jelas dapat langsung dijelaskan kepada
responden tanpa bermaksud mengarahkan jawaban responden.
d. Setelah kuesioner penelitian selesai diisi, maka sebelum dikumpulkan,
kelengkapan jawaban responden diteliti kembali. Kuesioner yang belum
lengkap diisi, langsung peneliti minta responden untuk melengkapinya
saat itu juga.
Setelah pengumpulan data, maka peneliti melanjutkan untuk pengelolahan
data yaitu terdiri dari 6 tahapan (Setiadi,2007):
1. Editing/memeriksa. Merupakan kegiatan memeriksa pertanyaan yang
oleh para pengumpul data. Terhadap kelengkapan jawaban,
2. Memberi tanda/koding. Dalam hal ini peneliti mengklasifikasikan
jawaban dari para responden kedalam kategori. Biasanya
diklasifikasikan dengan cara memnerikan tanda atau kode berbentuk
angka pada masing-masing jawaban.
3. Sorting, adalah mensortir dengan cara memilih data kedalam kelompok
yang dikehendaki.
4. Entri data yaitu memasukkan data-data yang telah diberi kode kategori
dengan cara menghitung frekuensi data.
5. Cleaning . merupakan proses pembersihan data dengan melihat
variabel apakah sudah benar atau belum.
6. Mengeluarkan informasi berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan.
7. Analisa Data
Analisa data yang digunakan untuk penelitian ini adalah Analisa statistik
untuk satu variabel (univariat), menggunakan jenis statistik deskriptif,
yaitu analisa yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan variabel dalam
penelitian. Statistik deskriptif dapat disajikan dalam bentuk diagram,
tabel, ataupun dalam bentuk narasi. Tujuan dari analisis ini adalah unuk
memaparkan data secara sederhana sehingga dapat di baca dan di analisis
secara sederhana (Riwidikdo, 2008). Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif dan untuk penyajian data dalam
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini peneliti menguraikan hasil penelitian melalui pengumpulan data
yang dilakukan dari bulan April sampai Juni 2013 di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kualitas hidup
berdasarkan dimensi hubungan sosial pada pasien hemodialisa.
Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden berusia 51-60
tahun (41%), berjenis kelamin laki-laki (71,8%), memiliki pekerjaan sebagian
besar sebagai wiraswasta (30,8%), tingkat pendidikan terakhir lebih banyak
sampai pada pendidikan SMA (46,2%), lama hemodialisa pada pasien
rata-rata 2-3 tahun (69,2%), sedangkan penyebab paling banyak pada pasien
Table 5.1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Pasien hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan
Karakteristik Frekuensi Presentasi (%)
1.1. Kualitas hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kualitas hidup bedasarkan
dimensi hubungan sosial pada pasien berada pada rentang baik 27 (69,2%)
responden dan buruk 12 (30,8%) responden.
Table 5.2. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial Pada Pasien hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan
Kualitas hidup Frekuensi Presentase (%) Baik
Buruk
27 12
69,2 30,8
2. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan di unit hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik
Medan yang dilakukan terhadap 39 responden pasien hemodialisa, memiliki
kualitas hidup dengan kategori baik sebanyak 27 responden (69,2%) dan yang
memiliki kualitas hidup dalam kategori buruk yaitu 27 0rang (30,8%). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup
berdasarkan dimensi hubungan sosial berada pada kategori baik, yaitu 27
responden (69,2%).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi, Wagiyo dan
Widowati (2011) yaitu mengenai kualitas hidup pada pasien gagal ginjal terminal,
dimana didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan tingkat kualitas hidup pada
pasien hemodialisa berdasarkan dimensi hubungan sosial. Hasil penelitian tersebut
kualitas hidup sebelum menjalani hemodialisa termasuk berdasarkan dimensi
hubungan sosial.
Menurut penelitian yang dilakukan Van, Deenan, & Bonner A. (2012), pasien
yang sudah lama menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup yang baik, hal
ini dipengaruhi oleh beberapa factor. Salah satu factor yang mempengaruhi
kualitas hidup tersebut yaitu dukungan sosial yang diberikan. Semakin tinggi
dukungan sosial yang diberikan, semakin baik kualitas hidup yang dirasakan oleh
pasien.
Berbagai bentuk dukungan sosial yang diterima penderita gagal ginjal kronis
seperti perhatian dan empati yang diberikan oleh lingkungan sekitar penderita
baik yang bersumber dari keluarga, dokter atau perawat serta teman-temannya
baik sesama penderita maupun rekan kerja merupakan yang dapat membantu
penderita gagal ginjal kronis untuk dapat lebih menerima dirinya, sehingga akan
berpengaruh juga tehadap kualitas hidupnya menjadi lebih baik dan bermakna
(Kurniawan dan Rina, 2002).
Kualitas hidup dalam kategori baik bisa juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
responden. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh
terhadap dukungan sosial yang diterima pasien (Andi, 2005), sehingga akan
mempengaruhi juga tingkat kualitas hidup pasien, khususnya berdasarkan
dimensi hubungan sosial.
Dalam kaitannya dengan kualitas hidup, Valderra´bano et al (2001) menyatakan
diperoleh hasil bahwa pasien yang menjalani dialysis dengan usia yang lebih tua
lebih puas dengan hidup mereka dan menerima keterbatasan mereka dibandingkan
dengan pasien yang lebih muda. Usia pada pasien hemodialisa dalam penelitian
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa responden sabahagian besar
berusia 51-60 tahun (41%), berjenis kelamin laki-laki (71,8%), memiliki
pekerjaan sebagian besar sebagai wiraswasta (30,8%), tingkat pendidikan
terakhir lebih banyak sampai pada pendidikan SMA (46,2%), lama
hemodialisa pada pasien rata-rata 2-3 tahun (69,2%), sedangkan penyebab
paling banyak pada pasien yang menjalani hemodialisa dari hasil penelitian
ini yaitu hipertensi (38,2%).
Setelah dilakukan analisa data deskriptif, maka diperoleh hasil bahwa tingkat
kualitas hidup bedasarkan dimensi hubungan sosial pada pasien berada pada
2. SARAN
2.1. Untuk Praktek Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat dukungan yang baik dari semua
pihak, temasuk dukungan tenaga kesehatan seperti perawat, dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dalam hal ini berdasarkan dimensi
hubungan sosial. Dimana semakin baik dukungan yang diberikan, maka
semakin baik pula kualitas hidup yang dirasakan pasien.. Diharapkan kepada
tenaga kesehatan, khususnya perawat agar dapat lebih maksimal lagi dalam
memberikan dukungan kepada pasien, karena dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien kearah yang lebih baik.
2.2. Untuk peneliti selanjutnya
Penelitian ini masih banyak memiliki keterbatasan, khususnya dalam hal
pengumpulan data. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang berminat
untuk melihat kualitas hidup pasien khususnya dalam hal dimensi hubungan
sosial, agar lebih dapat menggali informasi dari responden. Selain itu, untuk
penelitian selanjutnya akan lebih baik bila menggunakan populasi yang lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan
penyakit ginjal kronis ini sangat bervariasi. Perjalanan gagal ginjal kronis
hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun.
Gagal Ginjal kronis ditandai dengan gejala dan tanda uremia yang
berkepanjangan, adalah hasil akhir dari semua penyakit ginjal kronis (Robins
dkk, 2004).
Dalam Cahyaningsih (2008) dijelaskan bahwa terdapat dua kriteria untuk
penyakit gagal ginjal kronis yaitu pertama, kerusakan ginjal setidaknya selama
3 bulan atau lebih, yang didefenisikan sebagai abnormalitas struktural dan
fungsional ginjal dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrat Glomerulus (LGF)
yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal,
termasuk ketidakseimbangan komposisi zat yang ada dalam darah atau urin
serta ada atau tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan. Kedua, LGF
yang kurang dari 60L/menit/1,73m2 lebih dari tiga bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan transplantasi
ginjal. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan utuk mengeluarkan
melaksanakn proses tersebut. Tujuan dialisis ini adalah untuk
memepertahankan kehidupan dan kesejahteaan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Salah satu metode terapi dengan prinsip dialisis adalah
Hemodialisis (Bare and Smeltzer, 2002). Selain itu Dialisis juga digunakan
untuk mempetahankan penderita pada keadaan klinis yang optimal sampai
tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum
biasanya diatas 6mg/100 mL pada laki-laki atau 4mg/100 ml pada wanita, dan
GFR kurang dari 4 ml/menit. Jika Dengan cara diatas tidak mampu untuk
mempertahankan hidup penderita, maka dibutuhkan transplantasi ginjal untuk
penderita gagal ginjal kronis (Madjid dan Suharyato, 2009).
2. Hemodialisa 2.1. Defenisi
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa
hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium
terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen (Bare
and Smeltzer, 20002). Gagal ginjal kronis yang mulai perlu di dialisa adalah
penyakit ginjal kronis yang sudah mengalami penurunan fungsi ginjal dengan
LGF <15 mL/menit/1,73m2. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat
menurun sehingga terjadi akumulasi toksik dalam tubuh yang disebut uremia.
Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi pengganti ginjal dalam mengeliminasi
2.2. Prinsip – Prinsip Hemodialisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan, pada hemodialsis, aliran
darah yag penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh
pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Bare and Smeltzer, 2003)
Ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi
a. Difusi
Toksik dan zat limbah dari dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi.
Yaitu dengan cara bergerak dari drah, yang memiliki konsentrasi tinggi ke
cairan dialisat yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah.
b. Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan;
dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
c. Ultrafiltrasi
Peningkatan gradien tekanan dapat dilakukan dengan cara peambahan tekaan
negatif atau yang biasa disebut dengan Ultrafiltrasi. Tekanan negatif
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga mencapai
isovolemia (keseimbangan cairan).
Sistem dapar (buffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat
yang akan berdifusi dari cairan diaisat ke dalam darah pasien dan
mengalamimetabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah
dibersihkan dikembalikan kedalam tubuh melalui pembuluh vena pasien.
2.3. Penatalaksanaan Hemodialisa
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau
tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Apabila ginjal yang
rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi
yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja
sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut
secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan
hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun
biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan
protein, natrium, kalium, dan cairan (Smeltzer & Bare , 2002)
Dalam Smeltzer & Bare (2002) juga dinyatakan bahwa banyak obat yang
diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik.
2.4 Komplikasi Terapi Hemodialisa
Komplikasi yang paling umum terjadi selama hemodialisa adalah hipotensi
(20%-30%), kram (5%-20%), mual dan muntah (5% – 15%), sakit kepala
(5%), nyeri dada (2%-5%), nyeri punggung (2%-5%), gatal-gatal (5%), demam
dan menggigil (<1%) (Daugirdas, Blake, dan Ing, 2007). Pada permulaan
hemodialisa intermiten sering terdapat kehilangan berat badan dengan segera
hal ini terutama akibat koreksi hidrasi yang berlebihan tersebut. Untuk pasien
dengan dialysis kronik, respon anabolik kurang dramatik sekalipun terapi
dianggap sebagai optimal, terutama melibatkan reakumulasi timbunan lemak
(Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci & Kasper, 2000). Komplikasi
reaksi dialiser, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakrania, kejang,
hemolisis, emboli udara, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialysis
dan hipoksemia (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata dan Setiati, 2009).
Walaupun telah dilakukan hemodialisa, tidak semua toksin uremik dapat
dikeluarkan dari dalam tubuh, sehingga masih dapat menyebabkan kelainan
system organ lain. Kecuali itu, hemodialisa juga memiliki efek samping, yang
berama dengan toksin uremi dapat menyebabkan kelainan-kelainan, antara
lain::
a. Kelainan hematologi
Anemi merupakan hal biasa yang ditemukan pada penderita gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisa kronis
b. Kelainan fungsi seksual
Penederita gagal ginjal kronis yang mendapat terapi hemodialisa mengalami
penurunan seksual, baik pencapaian orgasmus, frekuensi dan lamanya ereksi.
Hal ini disebabkan oleh toksin uremi dan factor psikologis.
c. Kelainan tulang dan paratiroid
Penderita hemodialisa kronis, problem tulang dan sendi merupakan sumber
morbiditas yang utama. Penyakit tulang disebabkan karena aluminium yang ada
dalam dialisat dank arena gangguan metabolism vitamin D. gangguan
metabolisme vitamin D ini dapt menyebabkan meningkatnya hormone
paratiroid. Hormone paratiroid merupakan toksin uremi yag penting berkaitan
lain-lain. Tanda-tanda kelainan tulang antara lain sakit pada tulang, dan fraktur
patologis.
d. Kelainan gastrointestinal
Banyk kelainan gastrointestinal ditemukan pada pasien yang mendapat terapi
hemodialisa, yaitu gastritis, ulkus, perdarahan, obstruksi saluran cerna bagian
bawah dan lain-lain.
e. Kelainan kardiovaskuler
Kelinan kardiovaskuler tersebut seperti hipertensi, permeabilitas kapiler pulmo
meningkat yang dapat menyebabkan edema paru, kelebihan cairan yang dapat
menyebabkan curah jantung meningkat dan akan mengalami gagal jantung,
kardiomiopati uremik yang dapat menebabkan keelemahan otot jantung sebagai
akibat dri toksin uremik.
3. Kualitas Hidup
3.1. Pengertian Kualitas Hidup
Kualitas hidup didefinisikan dengan cara yang berbeda oleh para ahli. Hal ini
karena istilah tersebut merupakan istilah multidisipliner, tidak hanya digunakan
dalam pembicaraan sehari-hari, tetapi dalam konteks penelitian dihubungkan
dengan berbagai macam bidang khusus seperti sosiologi, ilmu kedokteran,
keperawatan dan psikologi. Selain itu adanya perbedaan etnik, budaya dan agama
juga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Oleh karena adanya perbedaan disiplin
ilmu dan perspektif yang berbeda maka, kualitas hidup sulit didefinisikan secara
Ventegodt, Merrick, Niels dan Andersen ( 2003) menyatakan bahwa Kualitas
hidup (QOL) berarti kehidupan yang baik. Sebuah kehidupan yang baik adalah
sama dengan menjalani hidup dengan kualitas yang tinggi. Kualitas hidup
merupakan jarak antara harapan dan pengalaman pasien. (Shafipour, 2010 dalam
Cecilia, 2011).
Berdasarkan teori integritas dari kualitas hidup, maka kualitas hidup dapat
diartikan sebagai kesejahteraan, kepemilikan, kepuasan dalam hidup serta arti dari
kehidupan itu sendiri.
3.2.Komponen Kualitas Hidup
Dalam Medical Outcomes Study Short Form 36, kualitas hidup dapat disimpulkan
menjadi dua komponen yaitu :
1. Kesehatan Fisik
2. Kesehatan Mental
Untuk mengkaji kulitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang
kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:
1. Fungsi Fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan
energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan,
menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk,
berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju
sendiri.
2. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang
singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada
3. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh
dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.
4. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi
kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama
sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat
baik.
5. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana
pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki
energi yang banyak, bosan dan lelah.
6. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi
mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial.
7. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah masalah
emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang singkat dalam pekerjaan
atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan dan tidak berhati-hati sebagaimana
mestinya.
8. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa
tertekan, tenang, sedih dan periang.
Pengukuran kualitas hidup menurut WHO (The World Health Organization
Quality Of Life-BREF/WHOQOL-BREF) terdiri dari dua bagian (Francess
Victoria Nelson Danquah, Joan Wasserman, Janet Meininger dan Nancy
Bergstrom, 2010) yaitu :
a. Kualitas hidup secara keseluruhan
b. Kualitas kesehatan secara umum. Pada kualitas kesehatan secara
kesehatan fisik meliputi 7 item, kondisi psikologis meliputi 6 item,
hubungan sosial meliputi 3 item dan kondisi lingkungan meliputi 8
item.
University of Toronto (2004, dalam Afuandy, 2008) menyebutkan kualitas
hidup dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu internal individu, kepemilikan
(hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi
individu.
1. Internal individu
Internal individu dalam kualitas hidup dibagi 3, yaitu secara fisik, psikologis
dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal higienis,
nutrisi olahraga, pakaian dan penampilan fisik secara umum
Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis,
perasaan, harga diri, kesadaran, konsep diri dan kontrol diri secara spiritual
dan dari nilai nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan spiritual.
2. Kepemilikan
Kepemilikan (hubungan individu dangan lingkungannya) dalam kualitas hidup
dibagi dua yaitu seara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari rumah,
tempat kerja/sekolah. Secara sosial terdiri dari tetangga/lingkungan dan
masyarakat, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.
3. Harapan
Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua
secara praktis dan secara pekerjaan. Secara praktis yaitu rumah tangga,
pekerjaan, aktifitas sekolah atau suka rela dan pencapaian kebutuhan atau
kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai,
aktifitas relaksasi dan reduksi stres.
Kualitas hidup dapat juga ditinjau dari 4 dimensi, seperti yang terdapat dalam
instrumen pengukuran kualitas hidup WHOQOL BREF (Francess Victoria
Nelson Danquah, Joan Wasserman, Janet Meininger dan Nancy Bergstrom,
2010). Masing-masing dari keempat dimensi tersebut yaitu:
1. Kesehatan Fisik.
Kesehatan fisik merupakan salah satu yang paling dikenal sebagai indikator
yang secara tradisional digunakan. Hal ini meliputi, nyeri dan rasa tidak
nyaman, ketergantungan pada terapi medis, energi dan kelelahan, mobilitas,
tidur, aktivitas sehari-hari, dan kemampuan kerja
2. Kesejahteraan Psikologis
Kesejahteraan psikologis mengacu pada afek positif, spiritualitas, berfikir,
belajar, memori dan konsentrasi, gambaran diri dan penampilan, harga diri,
dan efek negatif.
3. Hubungan Sosial
Hubungan sosial meliputi hubungan pribadi (personal), aktivitas seksual, dan
dukungan sosial.
4. Lingkungan
Aspek lingkungan terdiri dari keselamatan dan keamanan fisik, lingkungan
fisik, sumber keuangan, kesempatan untuk mendapatkan informasi baru dan
santai, lingkungan rumah, kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan dan
sosial, serta transportasi (WHOQoL Group, 1994).
3.3.Kualitas Hidup Dalam Kesehatan
WHO (World Health Organization Quality of Life) (WHOQOL,1997)
mendefenisikan kualitas hidup adalah persepsi individu tentang posisinya
dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana ia tinggal,dan
dalam hubungannya dengan tujuan, pengharapan, standar dan perhatian.
Menurut Hermann (1993 dalam Robert, 2007) defenisi kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari
penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar
keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan
kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial
dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.
Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality of
life/HRQOL) menggambarkan pandangan individu atau keluarganya tentang
tingkat kesehatan individu tersebut setelah mengalami suatu penyakit dan
mendapatkan suatu bentuk pengelolaan. Health-related quality of life
menggambarkan komponen sehat dan fungsional multidimensi seperti fisik,
emosi, mental, sosial dan perilaku yang dipersepsikan oleh pasien atau orang
lain di sekitar pasien.
Dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup menunjukkan suatu konsep dari
paduan multidimensional, yang secara umum telah ditetapkan sebagai
dalam penelitian lain. Dalam penelitian ini kualitas hidup ditetapkan sebagai
persepsi atau penilaian individu terhadap kehidupannya.
3.4.Penilaian Kulitas Hidup
Semua agama besar dan filsafat memiliki gagasan tentang kehidupan yang
baik mulai dari mengatakan bahwa kehidupan yang baik dicapai dengan kode
etik praktis, permintaan untuk terlibat secara positif dalam sikap hidup
tertentu atau mencari dalam diri sendiri. Gagasan tentang kehidupan yang baik
adalah terkait erat dengan budaya yang telah menjadi bagian dari hidup.
Seperti ketika orang-orang dalam budaya Barat melihat kehidupan yang baik,
pengkondisian budaya membuat mereka cenderung untuk memasukkan
kebahagiaan, pemenuhan kebutuhan, berfungsi dalam konteks sosial, dll.
Dengan demikian, gagasan tentang penilaian kualitas hidup yang baik dapat
ditinjau dari beberapa aspek (Ventegodt, Merrick, Niels dan Andersen,
2003):
1. Kualitas hidup subjektif yaitu seberapa baik kehidupan yang dirasakan
oleh setiap individu. Setiap individu secara pribadi mengevaluasi
bagaimana pandangannya terhadap sesuatu, bagaimana pendapat serta
perasaanya dalam menilai suatu hal.
2. Kualitas hidup eksistensial. Dalam hal ini, kualitas hidup seberapa baik
kehidupan seseorang pada ingkat yang lebih dalam. Hal ini diasumsikan
dengan sifat yang lebih dalam bahwa individu layak untuk dihormati dan
hidup dengan harmonis antara satu dengan yang lainnya.dalam hal ini
bersifat biologis harus dipenuhi, beberapa faktor seperti kondisi
pertumbuhan harus dioptimalkan, atau bahwa semua harus hidup sesuai
dengan spiritual tertentu dan cita-cita agama yang ditetapkan sesuai
dengan yang diyakini.
3. Kualitas hidup secara objektif adalah bagaimana kehidupan seseorang
dipersepsikan oleh dunia luar atau sekitarnya. Pandangan ini dipengaruhi
oleh budaya dimana seseorang tinggal. mengungkapkan diri seseorang
dalam kemampuannya untuk beradaptasi dengan nilai-nilai budaya dan
akan memberitahukan sedikit tentang kehidupan orang tersebut. Contoh
mungkin status sosial atau simbol status seseorang menunjukkan
seseorang merupakan anggota yang baik dari budaya tersebut.
3.4. Alat Ukur Kualitas Hidup
Pengkuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengukuran
kualitas hidup secara menyeluruh dan pengukuran kualitas hidup berdasarkan
pada aspek-aspek tertentu saja.
Banyak instrumen penelitian untuk menilai kualitas hidup yang telah
berkembang seperti Medical Outcomes Study Short Form (SF-36), World
Health Organization Quality of Life (WHOQOLBREF), McGill
Quality-of-Life Questionnaire (MQOL), The Satisfaction with Quality-of-Life Scale (SWLS), The
Psychological Adjustment to Illness Scale (PAIS) dll. (Danquah, Wasserman,
Meininger dan Bergstrom, 2010).
Pada tahun 1991 bagian kesehatan mental WHO memulai proyek organisasi
mengembangkan suatu instrumen penilaian kualitas hidup (QOL) yang dapat
dipakai secara nasional dan secara antar budaya. Instrumen WHOQoL ini
telah dikembangkan secara kolaborasi dalam sejumlah pusat dunia. Setelah
melalui beberapa tingkatan hasil akhir adalah 100 versi dari instrumen, yang
dikeluarkan dengan WHOQoL-BREF untuk mengukur kualitas hidup pasien
gagal ginjal dengan terapi hemodialisis. Instrumen WHOQoL-BREF terdiri
dari 26 item, merupakan instrumen kualitas hidup paling pendek, namun
instrumen ini bisa mengakomodasi ukuran dan kualitas kehidupan seperti yang
ditunjukkan dalam sifat psikometrik dan hasil pemeriksaan internasional versi
pendek ini lebih sesuai. Praktis dan sedikit memakan waktu dibandingkan
WHOQoL-100 item atau instrumen lainnya.
3.5. Kualitas Hidup Berdasarkan Dimensi Hubungan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial sekaligus makhluk individual. Sebagai
makhluk sosial manusia memiliki motif untuk mengadakan hubungan dan
hidup bersama dengan orang lain. Manusia sebagai makhluk individu
memiliki motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri.
Hubungan sosial merupakan salah satu dimensi kualitas hidup menurut
WHOQOL-BREF. Hubungan sosial tersebut meliputi hubungan pribadi atau
hubungan personal, aktivitas seksual, dan dukungan sosial.
3.5.1. Hubungan Pribadi (Personal)
Ruang personal (pribadi) adalah ruang disekeliling individu yang selalu
dibawa kemana saja orang pergi, dan orang akan merasa terganggu jika ruang
ketika orang lain hadir. Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak
terjadi. Ruang personal biasanya berbentuk buble dan bukan semata-mata
ruang personal tetapi lebih merupakan ruang interpersonal. Kehadiran orang
lain dalam hal ini juga akan menciptakan suatu hubungan yang disebut
hubungan interpersonal (Helmi, 1999).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hubungan personal tidak terlepas dari
hubungan yang terjadi antara individu dengan orang lain disekitarnya.
Hubungan antarpribadi (hubungan interpersonal) merupakan hal yang hidup
dan dinamis. Hubungan ini selalu berkembang (DeVito, 2011 : 250).
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan
sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan
interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan
content melainkan juga menentukan relationship. Dari segi psikologi
komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin
cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin
efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan .
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal
(Sulistiyorini, 2012), yaitu:
1. Komunikasi efektif
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan antara pemangku
kepentingan terbangun dalam situasi komunikatif—interaktif dan
menyenangkan. Efektivitas komunikasi sangat ditentukan oleh validitas
atau gagasan secara bersama. Bila berkumpul dalam satu kelompok yang
memiliki kesamaan pandangan akan membuat gembira, suka dan nyaman.
Sebaliknya bila berkumpul dengan orang atau kelompok yang benci akan
membuat tegang, resah dan tidak enak.
2. Ekspresi wajah
Ekspresi wajah menimbulkan kesan dan persepsi yang sangat menentukan
penerimaan individu atau kelompok. Senyuman yang dilontarkan akan
menunjukkan ungkapan bahagia, mata melotot sebagai kemarahan dan
seterusnya. Wajah telah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi
interpersonal. Wajah merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam
menyampaikan makna dalam beberapa detik raut wajah akan menentukan dan
menggerakkan keputusan yang diambil. Kepekaan menangkap emosi wajah
sangat menentukan kecermatan tindakan yang akan diambil.
3. Kepribadian
Kepribadian sangat menentukan bentuk hubungan yang akan terjalin.
Kepribadian mengekspresikan pengalaman subjektif seperti kebiasaan,
karakter dan perilaku. Faktor kepribadian lebih mengarah pada bagaimana
tanggapan dan respon yang akan diberikan sehingga terjadi hubungan.
Tindakan dan tanggapan terhadap pesan sangat tergantung pada pola
hubungan pribadi dan karakteritik atau sifat yang dibawanya.
4. Stereotyping
Stereotyping merupakan cara yang banyak ditemukan dalam menilai orang
lain yang dinisbatkan pada katagorisasi tertentu. Cara pandang ini kebanyakan
pihak-pihak yang berkonflik sulit membuka jalan untuk melakukan perbaikan.
Individu atau kelompok akan merespon pengalaman dan lingkungan dengan
cara memperlakukan anggota masyarakat secara berbeda atau cenderung
melakukan pengelompokan menurut jenis kelamin, cerdas, bodoh, rajin, atau
malas. Penggunaan cara ini untuk menyederhanakan begitu banyak stimuli
yang diterimanya dan merupakan pengkatagorian pengalaman untuk
memperoleh informasi tambahan dengan segera.
5. Kesamaan karakter personal
Manusia selalu berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya
atau kita cenderung menyukai orang lain, kita ingin mereka memilih sikap
yang sama dengan kita, dan jika menyukai orang, kita ingin memilih sikap
mereka yang sama. Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai,
norma, aturan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tingkat sosial ekonomi, budaya,
agama, ideologis, cenderung saling menyukai dan menerima keberadaan
masing-masing.
6. Daya tarik
Dalam hukum daya tarik dapat dijelaskan bahwa cara pandang orang lain
terhadap diri individu akan dibentuk melalui cara berfikir, bahasa dan tindakan
yang khas. Orang pintar, pandai bergaul, ganteng atau cantik akan cenderung
ditanggapi dan dinilai dengan cara yang menyenangkan dan dianggap
memiliki sifat yang baik. Meskipun apa yang disebut gagah, cantik atau
pandai bergaul belum disepakati, namun sebagian relatif menerima orang
sebagai pandai cantik atau gagah. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
tanggapan dan penerimaan personal. Orang-orang yang memiliki daya tarik
cederung akan disikapi dan diperlakukan lebih baik, sopan dan efektif untuk
mempengaruhi pendapat orang lain.
7. Ganjaran
Seseorang lebih menyenangi orang lain yang memberi penghargaan atau
ganjaran berupa pujian, bantuan, dorongan moral. Kita akan menyukai orang
yang menyukai dan memuji kita. Interaksi sosial ibaratnya transaksi dagang,
dimana seseorang akan melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari
biaya. Bila pergaulan seorang pendamping masyarakat dengan orang-orang
disekitarnya sangat menyenangkan, maka akan sangat menguntungkan
ditinjau dari keberhasilan program, menguntungkan secara ekonomis,
psikologis dan sosial.
8. Kompetensi
Setiap orang memiliki kecenderungan atau tertarik kepada orang lain karena
prestasi atau kemampuan yang ditunjukkannya. Masyarakat akan cenderung
menanggapi informasi dan pesan dari orang berpengalaman, ahli dan
profesional serta mampu memberikan kontribusi secara intelektual, sikap dan
mampu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam situasi
krisis, para pihak yang berkonflik membutuhkan bantuan teknis dan
bimbingan dari individu yang dipercaya dan mampu menumbuhkan kerjasama
untuk mendorong penyelesaian.
Berdasarkan aspek aktivitas seksual, berbagai penyakit endokrin, vaskuler,
neurologic, dan psikiatrik mengganggu fungsi seksual dan reproduksi normal
pada laki-laki dan perempuan. Disamping itu disfungsi seksual merupakan
gejala yang disajikan dari penyakit sistemik.
Dari segi aktivitas seksual Hudak & Gallo (1997, Supriyadi, Wagiyo,
Widowati, 2011) yang mengatakan bahwa pasien yang menjalani HD akan
terjadi penurunan fungsi seksual (libido) pada laki-laki: sering terjadi
impotensi, mungkin karena penyakitnya atau efek samping dari obat-obat anti
hipertensi. Pada wanita selama proses hemodialisis tidak mengalami proses
menstruasi karena pengaruh obat imunosupresi .
Perubahan dalam fungsi seksual dan reproduksi yang biasa terjadi pada
laki-laki yaitu impotensi, kehilangan libido, kegagalan ereksi, ejakulasi dini tidak
ada emisi tidak ada orgasme dan kegagalan pengecilan kembali. Sedangkan
pada perempuan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan fungsi seksual dan
reproduksi digolongkan menjadi gangguan menstruasi, nyeri panggul,
gangguan fungsi seksual, atau infertilitas (Isslbacher, Braunwald, Wilson,
Martin, Fauci & Kasper, 1999)
Penyakit-penyakit sistemik yang menyebabkan kemunduran seperti kanker
dan penyakit kardiovaskuler, dapat mengganggu respon seksual normal secara
tidak langsung. Kegagalan respon seksual lebih sering disebabkan
faktor-faktor psikologis yang mengganggu rangsangan seksual. Yang termasuk disini
adalah salah informasi, yaitu persepsi kepuasan seksual sebagai sesuatu yang
buruk. Keadaan stress seperti kecemasan, depresi, kelelahan, dan konflik
seksual infertilitas (Isslbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci & Kasper,
1999).
3.5.3. Dukungan Sosial
Kualitas hidup pada dimensi sosial bagi pasien yang menjalani hemodialisa
dipengaruhi oleh dari dukungan sosial yang diterima oleh responden
(Masyitah, 2012). Baik dukungan emosional dari keluarga dan kelompok
sosial dilingkungan responden, juga dukungan instrumental dan informasional.
Dari segi dukungan sosial sendiri, Menurut Friedman (1998)
komponen-komponen dukungan sosial yaitu:
1. Dukungan informasi, bentuk dukungan ini melibatkan pemberian
informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu,
Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan
mengatasi masalah dengan lebih mudah.
2. Dukungan penilaian, bentuk dukungan ini seperti pemberian sebuah
bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan
masalah.
3. Dukungan instrumen, bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi
yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,
pemberian barang, makanan serta pelayanan. bentuk dukungan ini dapat
mengurangi stress karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instument sangat
4. Dukungan emosional, bentuk dukungan ini membuat individu memiliki
perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan
sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.
Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir dapat juga dikatakan
sebagai penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak bisa pulih dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang menyebabkan uremia.
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh penyakit tubulointerstitial, penyakit
peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, dan nefropati
obstruktif (Wilson dan Price, 2003).
Penyakit ginjal kronis sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh
dunia. Prevalensi penyakit ginjal kronis dengan batasan nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2, dilaporkan bervariasi. Prevalensi
global penyakit ginjal kronis (CKD) meningkat dan menciptakan beban sosial
ekonomi yang sangat besar bagi pasien, keluarga, masyarakat, dan sistem
perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Dari data yang diperoleh bahwa gagal ginjal kronis merupakan masalah kedua
terbesar di negara- negara maju dan berkembang. Secara global lebih dari 500
juta orang mengalami gagal ginjal kronis. National Health dan Gizi Survei
(NHANES 1999-2004) menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 8 orang dewasa
Perkiraan Sebanding telah dilaporkan di Asia, Australia, dan di seluruh Eropa
.Menurut United State Renal Data System (USRDS) di Amerika Serikat
prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap
tahunnya (Ernita, 2011). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal kronis yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi
Indonesia diperkirakan ada sekitar 70 ribu penderita gagal ginjal. Di Medan
sendiri, berdasarkan hasil survei awal peneliti di RSUP Haji Adam Malik
Medan, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa cukup
besar. Dari data yang didapatkan, jumlah pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa rata-rata perbulannya sekitar 77 orang selama tahun
2012.
Pengobatan gagal ginjal kronis stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan utuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu untuk melaksanakn proses tersebut. Tujuan dialisis ini adalah untuk
memepertahankan kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan pasien. Salah
satu metode terapi dengan prinsip dialisis adalah hemodialisa (Bare and
Smeltzer, 2002).
Hemodialisa (HD) merupakan suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari
tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialiser. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal
yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu,
sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam