• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Perairan di Selat Makassar Ditinjau dari Aspek Bakteriologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kualitas Perairan di Selat Makassar Ditinjau dari Aspek Bakteriologi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Djoko Hadi Kunarso

Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, Jln. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430 E-mail: kunarso@yahoo.com

diterima Mei 2010, disetujui untuk diterbitkan Januari 2011

Abstract

Makassar strait is one of the important and strategic straits in Indonesia as it constitutes interislands and international sealanes. Its water condition is under the influence of both Kalimantan and Sulawesi islands, so that the dynamics in the region of marine and coastal environment becomes more complex. A study on water quality of bacteriological points of view in Makassar strait was conducted in October 2003. Seawater and sediment samples were collected by using the Research Vessel Baruna Jaya VIII at 16 stations. The aims of this study is to find out the water quality based on the contents of coliform bcteria and pathogenic bacteria Salmonella and Vibrio. The

analysis of coliform bacteria was conducted by using membrane filter technique, while the pathogenic bacteria

Salmonella and Vibrio were cultivated in the specific media Selenith broth and TCBS agar. The results showed that coliform bacteria at the surface layers depth varied from 80– 824 CFU/100mL with an average of 245 CFU/100mL, while those at the middle layer varied from 0–60 CFU/100mL with an average of 23 CFU/100mL. Seven pathogenic bacteria were isolated from seawater sample, i.e. Citrobacter spp., Edwardsiella spp., Proteus

spp., Pseudomonas spp., Providencia spp., Shigella spp. and Vibrio spp, while eight pathogenic bacteria were

obtained at sediment sample, i.e. Aeromonas spp., Citrobacter spp., Proteus spp., Pseudomonas spp., Providencia spp., Shigella spp., Yersenia spp. and Vibrio spp. These results indicated that coliform bacteria

content in Makassar strait is under the threshold of Indonesian standard, i.e. Ministry Decree of Environment No: 51, 2004. Vibrio spp. was the pathogenic bacteria found both from seawater and sediment samples. In general, however, pathogenic bacteria was dominated by low pathogenic bacteria. Therefore, it can be concluded that from bacteriological point of view, water quality of Makassar strait is still relatively good.

Key words: coliform bacteria, Salmonella, Vibrio, water quality,Makassar strait

Pendahuluan

Kawasan laut memiliki dimensi pengembangan yang lebih luas bila dibandingkan dengan kawasan daratan karena sumberdaya alam laut lebih banyak tersedia dan mempunyai potensi untuk dikembangkan. Namun, kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut masih terbatas. Meskipun di beberapa sektor seperti perikanan, perhubungan, dan pertambangan telah terlihat kemajuan yang sangat baik, di sektor teknologi, terutama di bidang kelautan, masih terjadi ketertinggalan (Dahuri, 2002). Sementara itu, cakupan wilayah perairan Indonesia yang sangat luas dan meliputi Zona Ekonomi Eksklusif serta landas kontinen masih perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sehubungan dengan telah berlakunya Konvensi PBB mengenai Hukum Laut tahun 1982, maka kawasan perairan laut Indonesia bertambah menjadi 8 juta kilometer persegi (Anonim, 1996). Dengan bertambah luasnya kawasan, maka Indonesia dapat memanfaatkan dan mendayagunakan sumberdaya alam laut yang terdapat dalam kolom air, dasar laut, dan lapisan di bawah dasar laut dengan baik dan terarah.

Salah satu kawasan di perairan Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan kondisi lingkungan laut yang berpotensi adalah perairan di Selat Makassar. Perairan ini secara geografi dan ekologi merupakan perairan yang terletak di antara dua lautan, yaitu Laut Sulawesi dan Laut Jawa, serta diapit oleh dua daratan, yaitu Kalimantan dan Sulawesi. Di samping itu, perairan Selat Makassar kaya bahan tambang dan sumber daya mineral sehingga kondisi perairannya memberikan dampak terhadap kemajuan di sektor ekonomi, pertambangan, dan perhubungan bagi Indonesia dan pemerintah daerah. Dalam beberapa dekade terakhir ini pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir dan laut perairan selat Makassar dihadapkan pada kondisi yang kompleks. Di sisi lain, kawasan pesisirnya telah

(2)

dimanfaatkan dengan intensif sehingga terindikasi telah melampaui daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Akibat pemanfaatan dan pengelolaan yang berlebih di kawasan pesisir dan laut terjadi berbagai kerusakan lingkungan ekosistem perairan laut. Kerusakan lingkungan antara lain diakibatkan oleh pencemaran yang berasal dari limbah domestik, industri dan pertambangan yang terdapat di kawasan wilayah pesisir Kalimantan dan Sulawesi. Keulartz dan Zwart (2004) menyatakan bahwa degradasi lingkungan di perairan Selat Makassar menimbulkan proses erosi yang mengakibatkan sedimentasi di sepanjang DAS Mahakam dan akhirnya terjadi akumulasi sedimen di kawasan muara dan pesisir pantai delta Mahakam, Kalimantan Timur. Kerusakan lingkungan, terutama di kawasan pesisir Pulau Kalimantan dan Sulawesi, antara lain meliputi kerusakan ekosistem hutan mangrov, terumbu karang, dan konversi lahan. Sementara itu, kawasan perairan pantainya merupakan lokasi budidaya biota laut, terutama pertambakan.

Dalam kaitan ini telah dilakukan penelitian terhadap kualitas perairan di Selat Makassar berdasarkan aspek bakteriologi. Di samping aspek bakteriologi tersebut, aspek kimia dan fisika mempunyai beberapa parameter penting yang dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan dalam ekosistem perairan laut. Parameter bakteriologi di antaranya adalah bakteri coliform dan bakteri patogen Salmonella dan Vibrio yang dapat

dijadikan sebagai indikasi kualitas perairan di laut (Raghavan, 2003; Shellenbarger et al.,

2008; Ouseph et al., 2009). Dalam tulisan ini dibahas ketiga parameter bakteriologi tersebut

dalam hubungannya dengan kualitas perairan dan pola distribusinya serta kaitannya dengan pemanfaatan kawasan pesisir pantai Selat Makassar.

Materi dan Metode

Penelitian kualitas perairan dari aspek bakteriologi telah dilakukan pada bulan Oktober 2003 di perairan Selat Makasar yang dibagi dalam tiga lokasi penelitian, meliputi perairan pantai Kalimantan, perairan laut lepas, dan perairan pantai Sulawesi. Jumlah stasiun penelitian diambil sebanyak 16 titik menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII. Pengambilan sampel air laut dilakukan menggunakan alat Rossette sampler pada lapisan permukaan laut dan lapisan tengah dan sampel sedimen dengan alat Box corer. Untuk menentukan kandungan bakteriologi, parameter yang dianalisis adalah jumlah kandungan bakteri coliform dan isolasi bakteri patogen Salmonella dan Vibrio. Metode yang digunakan

untuk menganalisis kandungan bakteri coliform berdasarkan teknik membran filter (American

Public Health Association, 1992 dan Ouseph et al., 2009). Sampel air laut diambil sebanyak

100 mL secara aseptis, lalu dimasukkan ke dalam filter holder dan dilakukan penyaringan. Spesifikasi membran filter yang digunakan adalah Celullosa Nitrate yang berpori-pori 0,45 µm dan berdiameter 47 mm.

Filtrat hasil penyaringan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah mengandung media spesifik MF–Endo agar. Kemudian, dilakukan inkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada temperatur 35oC + 0,5oC. Setelah masa inkubasi terlihat pertumbuhan koloni bakteri

coliform pada permukaan membran filter berwarna merah kehijauan metalik. Kemudian,

koloni bakteri dihitung dengan satuan Colony Forming Unit (CFU) per 100 mL. Selanjutnya,

isolasi bakteri patogen Salmonella dan Vibrio dari sampel air laut dan sedimen dilakukan

berdasarkan panduan dari BBL Manual of Products and Laboratory Procedures (Anonim, 1999). Sampel air laut dan sedimen dikultivasi dalam media spesifik. Untuk bakteri

Salmonella digunakan media Selenith broth, sedangkan untuk bakteri Vibrio digunakan

media Thiosulphate Citrate Bile salts Sucrose (TCBS) agar. Kemudian, sampel diinkubasikan

dalam inkubator pada temperatur 37oC hingga kultur bakteri diduga tumbuh. Koloni bakteri

Salmonella yang tumbuh diuji secara biokimia dan fisiologi berdasarkan petunjuk World

Health Organization (1977). Sementara itu, untuk bakteri Vibrio yang tumbuh dalam media

(3)

Gambar 1. Peta lokasi stasiun penelitian bakteriologi di perairan Selat Makassar pada bulan Oktober 2003

Figure 1. Map of location of bacteriological observation station at Makassar strait waters on October 2003

Hasil dan Pembahasan

Untuk mengetahui interaksi daratan dan lautan dari Pulau Kalimantan dan dari Pulau Sulawesi ke ekosistem perairan laut di Selat Makassar, maka stasiun-stasiun penelitian dibagi menjadi tiga area penelitian, yaitu kawasan perairan pantai Kalimantan (St 5,6,11,12,13 dan 14), perairan laut lepas (St 1,2,3 dan 4), dan perairan pantai Sulawesi (St 7,8,9,10,15 dan 16). Hasil penelitian terhadap kandungan bakteri coliform di perairan Selat

Makassar disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa secara umum di perairan Selat Makassar kandungan bakteri coliformnya pada lapisan permukaan

laut berkisar antara 80 dan 824 CFU/100 mL dengan rata-rata kandungan 245 CFU/100mL. Kandungan bakteri tertinggi dijumpai pada stasiun 5 dan yang terendah di stasiun 11 dan 15 yang terletak di perairan pantai Kalimantan dan pantai Sulawesi. Berdasarkan pembagian area penelitian di perairan Selat Makassar diperoleh petunjuk bahwa kandungan bakteri di perairan pantai Kalimantan lebih tinggi bila dibandingkan dengan di perairan pantai Sulawesi dan laut lepas. Hal ini terlihat dari rata-rata kandungan bakteri coliformnya, yaitu 340

CFU/100mL, sedangkan di perairan pantai Sulawesi dan perairan lautnya rata-rata kepadatannya 227 CFU/100mL dan 128 CFU/100mL. Pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan bakteri coliform pada lapisan tengah berkisar antara 0 dan 60 CFU/100 mL

dengan rata-rata kandungan 23 CFU/100mL. Kandungan bakteri tertinggi dijumpai pada stasiun 11 dan yang terendah pada stasiun 4, 6, dan 16, yang terletak di perairan pantai Kalimantan, pantai Sulawesi dan laut. Ditinjau dari area penelitiannya terlihat bahwa perairan pantai Kalimantan lebih tinggi kandungan bakteri coliformnya dengan rata-rata kepadatan 31

CFU/100mL daripada di perairan pantai Sulawesi dan perairan lautnya, yang rata-rata kepadatannya masing-masing 22 CFU/100mL dan 12 CFU/100mL.

Berdasarkan hasil penelitian di tiga area terlihat bahwa kandungan bakteri coliform di

perairan pantai Kalimantan lebih tinggi bila dibandingkan dengan di perairan laut lepas dan di perairan pantai Sulawesi. Namun, di perairan pantai Kalimantan dan Sulawesi kandungan bakteri coliformnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan di perairan laut lepas.

116 117 118 119 120 Bujur Timur, BT -2 -1 0 1 L in ta n g , U /S 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 KALIMANTAN S UL AW ES I Balikpapan MAHAKAM DELTA SELAT MAKASSAR

U

B

(4)

Tabel 1. Kandungan bakteri coliform pada lapisan permukaan di perairan Selat Makassar

pada bulan Oktober 2003

Table 1. Total number of coliform bacteria at the surface layers in Makassar strait waters on October 2003

Stasiun Penelitian Lokasi

Posisi Stasiun Data Stasiun Penelitian Lapisan Permukaan Bujur (T) Lintang (S) Tanggal Sampling Waktu Sampling Jumlah Bakteri (CFU/100mlL Kisaran Rata-rata 5 Perairan Pantai 117o 53.976 00o 55.083 15/10/2003 15.36 824 12 Kalimantan 117o 55.002 00o 29.986 17/10/2003 18.51 680 80 - 824 13 117o 54.117 00o 04.872 18/10/2003 24.48 140 340 14 118o 09.962 00o 05.020 18/10/2003 05.30 100 11 118o 09.935 00o 30.013 17/10/2003 12.55 80 6 118o 09.908 00o 55.025 15/10/2003 19.40 216 1 Perairan 118o 45.276 01o 19.972 14/10/2003 19.27 141 2 Laut lepas 118o 29.959 01o 19.994 14/10/2003 22.48 206 64 - 206 3 118o 10.002 01o 12.043 15/10/2003 03.48 101 128 4 117o 39.959 01o 20.182 15/10/2003 09.13 64 7 Perairan Pantai 118o 44.988 00o 54.992 16/10/2003 04.10 162 10 Sulawesi 118o 44.997 00o 30.036 17/10/2003 03.06 370 80 - 370 15 118o 52.323 00o 04.991 18/10/2003 15.20 80 227 16 119o 19.975 00o 15.096 19/10/2003 00.48 310 9 117o 54.117 00o 04.872 18/10/2003 24.48 140 8 119o 19.993 00o 55.018 16/10/2003 12.45 300

A Rata-rata jumlah kandungan bakteri coliform 245

B Kandungan bakteri coliform terendah 80

C Kandungan bakteri coliform tertinggi 824

D Kisaran kandungan bakteri coliform 80 - 824

Sementara itu, ditinjau dari pola distribusi kandungan bakteri coliform secara vertikal

pada lapisan permukaan laut tderlihat bahwa kandungan bakterinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan lapisan tengah (Tabel 1 dan 2). Adanya perbedaan kandungan bakteri

coliform ini diduga karena adanya masukan limbah organik yang berasal dari limbah

domestik dan industri di daratan melalui aliran sungai dan akhirnya ke perairan laut di Selat Makassar. Di samping itu, limbah pakan dari budidaya tambak menyebabkan perairan pantai dapat memacu kehadiran bakteri coliform sehingga akan mengganggu ekosistem perairan

laut (Raghavan, 2003). Selain oleh pengaruh limbah, kehadiran bakteri coliform di perairan

laut dapat juga dipengaruhi oleh habitat lingkungannya. Kandungan bakteri coliform relatif

banyak di perairan laut dangkal bila dibandingkan dengan di laut dalam. Seperti yang diungkapkan oleh Shellenbarger et al. (2008) bahwa kandungan bakteri coliform di perairan

laut dangkal lebih banyak karena produktivitas perairan yang tinggi dan ketersediaan nutrien yang mencukupi.

(5)

Tabel 2. Kandungan bakteri coliform pada lapisan tengah di perairan Selat Makassar pada

bulan Oktober 2003

Table 2. Total number of coliform bacteria at the middle layers in Makassar strait waters on October 2003 Stasiun Lokasi Penelitian

Posisi Stasiun Data Stasiun Penelitian Lapisan Tengah Bujur

(T) Lintang (S) Sampling Tanggal Sampling Waktu Jumlah Bakteri (CFU/100ml) Rata-rata Kisaran

5 Perairan Pantai 117o 53.976 00o 55.083 15/10/2003 15.36 58 12 Kalimantan 117o 55.002 00o 29.986 17/10/2003 18.51 40 0 - 60 13 117o 54.117 00o 04.872 18/10/2003 24.48 25 31 14 118o 09.962 00o 05.020 18/10/2003 05.30 4 11 118o 09.935 00o 30.013 17/10/2003 12.55 60 6 118o 09.908 00o 55.025 15/10/2003 19.40 0 1 Perairan 118o 45.276 01o 19.972 14/10/2003 19.27 10 2 Laut lepas 118o 29.959 01o 19.994 14/10/2003 22.48 14 0 - 25 3 118o 10.002 01o 12.043 15/10/2003 03.48 25 12 4 117o 39.959 01o 20.182 15/10/2003 09.13 0 7 Perairan Pantai 118o 44.988 00o 54.992 16/10/2003 04.10 55 10 Sulawesi 118o 44.997 00o 30.036 17/10/2003 03.06 12 0 - 55 15 118o 52.323 00o 04.991 18/10/2003 15.20 16 22 16 119o 19.975 00o 15.096 19/10/2003 00.48 0 9 117o 54.117 00o 04.872 18/10/2003 24.48 11 8 119o 19.993 00o 55.018 16/10/2003 12.45 36

A Rata-rata jumlah kandungan bakteri coliform 23

B Kandungan bakteri coliform terendah 0

C Kandungan bakteri coliform tertinggi 60

D Kisaran kandungan bakteri coliform 0 - 60

Gambar 2 menjelaskan bahwa pola distribusi kandungan bakteri coliform pada

lapisan permukaan laut dan lapisan tengah menunjukkan kandungan yang berfluktuasi. Pada stasiun penelitian di dekat perairan pantai cenderung lebih tinggi kandungan bakteri

coliformnya. Kondisi ini terlihat pada perairan pantai Kalimantan dan Sulawesi.

Akan tetapi, pada stasiun penelitian di area perairan laut lepas kandungan bakteri

coliform lebih rendah. Terdapatnya perbedaan kandungan ini diduga karena adanya pasokan

material organik dari daratan melalui aliran sungai yang ada di sekitar perairan Kalimantan dan Sulawesi. Selain itu, material organik dapat juga telah tersedia dari ekosistem perairan laut itu sendiri (autochtonous).

Penentuan kualitas perairan di Indonesia dilakukan berdasarkan ketetapan pada Baku Mutu Air Laut yang dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2004). Ketetapan tersebut adalah standar kualitas air laut bagi peruntukan sanitasi lingkungan dan budidaya biota laut. Nilai batas ambang yang diperbolehkan untuk kandungan bakteri coliform adalah sebesar 1000/100 mL. Oleh karena itu, hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Selat Makassar secara umum masih di bawah standar Baku Mutu Air Laut. Hal ini terlihat dari rata-rata kandungan bakteri coliform di perairan pantai Kalimantan pada lapisan

permukaan laut, yaitu 340 CFU/100mL, di perairan pantai Sulawesi 227 CFU/100 mL, dan di perairan laut 128 CFU/100mL. Sementara itu, pada lapisan tengah kandungan bakteri

coliform di perairan pantai Kalimantan 31 CFU/100mlL di perairan pantai Sulawesi 22

CFU/100mL, dan di perairan laut lepas 12 CFU/100mL. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kualitas perairan Selat Makassar dikategorikan masih dalam kondisi baik. Namun, bila dibandingkan dengan beberapa lokasi di perairan laut Indonesia, kandungan bakteri coliform

(6)

di perairan Selat Makassar masih lebih rendah bila dibandingkan dengan perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Kandungan bakteri coliform di perairan Selat Malaka adalah

753/100mL (Anonim, 2002) dan di perairan Laut Cina Selatan adalah 380/100mL (Anonim, 2003). Akan tetapi, di perairan Selat Makassar masih lebih tinggi kandungan bakterinya bila dibandingkan dengan di perairan Maluku Utara yang kepadatan bakteri coliformnya 200

CFU/100mL (Anonim, 2005).

Gambar 2. Pola distribusi kandungan bakteri coliform pada lapisan permukaan laut dan

tengah di perairan Selat Makassar pada buan Oktober 2003

Figure 2. The distribution pattern of coliform bacteria at the surface layers and middle layers in Makassar strait waters on October 2003

Isolasi jenis-jenis bakteri patogen yang diperoleh dari sampel air laut dan sedimen di perairan Selat Makassar menunjukkan bahwa bakteri patogen pada sampel air laut ada 7 jenis dan pada sampel sedimen ada 8 jenis seperti yang tercantum pada Tabel 3 dan 4 serta pada Gambar 3 dan 4. Pada Tabel 3 terlihat bahwa bakteri patogen yang diisolasi dari sampel air laut ada 7 jenis antara lain Citrobacter spp., Edwardsiella spp., Proteus spp.,

Providencia spp., Pseudomonas spp., Shigella spp.,dan Vibrio spp. Bakteri Proteus spp.dan

Pseudomonas spp. merupakan jenis yang paling dominan diisolasi dari sampel air laut,

sedangkan bakteri Edwardsiella spp., Shigella spp. dan Vibrio spp. merupakan jenis yang

sedikit diperoleh.

Berdasarkan frekuensi jenis – jenis bakteri patogen yang diisolasi pada sampel air laut di perairan Selat Makassar terlihat bahwa jenis bakteri Proteus spp. merupakan bakteri

yang paling dominan diisolasi pada 12 stasiun penelitian. Sementara itu, bakteri Edwardsiella

spp., Shigella spp., dan Vibrio spp. merupakan jenis yang paling sedikit dijumpai pada 4

stasiun penelitian (Gambar 3).

Daratan Kalimantan Daratan Sulawesi

Stasiun

Jumlah bakteri (CFU/100ml)

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 5 12 13 14 11 6 1 2 3 4 7 10 15 8 9 16 Lapisan Permukaan Lapisan Tengah

(7)

Gambar 3. Frekuensi jenis-jenis bakteri patogen yang diisolasi dari sampel air laut di perairan Selat Makassar pada bulan Oktober 2003

Figure 3. The frequency of some pathogenic bacteria isolated from seawater samples in Makassar strait waters on October 2003

Faktor kehadiran bakteri patogen di lingkungan perairan laut dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan ekosistem perairan laut yang telah tercemar. Raghavan (2003) dan Ouseph et al. (2009) menjelaskan bahwa dampak limbah yang pengelolaanya kurang baik

dari berbagai kegiatan industri akan mempengaruhi kualitas perairan, terutama jenis bakteri dari kelompok enterik. Di samping itu, kegiatan penduduk juga akan menghasilkan limbah rumah tangga, yang pada akhirnya berpotensi mencemari ekosistem perairan laut. Selain itu, dampak limbah pakan dapat menyebabkan eutrofikasi sehingga ekosistem perairan laut akan terganggu, terutama di kawasan budidaya biota laut (Schellenbarger et al., 2008).

Kondisi ini terlihat di perairan pantai Kalimantan dan pantai Sulawesi, yang kawasan pantainya merupakan lokasi budidaya tambak (Sidik, 1977).

Tabel 4 menunjukkan bahwa bakteri patogen yang diisolasi dari sampel sedimen ada 8 jenis, antara lain bakteri Aeromonas spp., Citrobacter spp., Proteus spp., Pseudomonas

spp., Providencia spp., Shigella spp., Yersinia spp., dan Vibrio spp. Dari jenis-jenis bakteri

yang diisolasi tersebut terlihat bahwa bakteri Proteus spp. dan Pseudomonas spp.

merupakan bakteri yang dominan diisolasi, sedangkan Vibrio spp. adalah jenis bakteri yang

sedikit diisolasi. Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran jenis-jenis bakeri patogen yang diisolasi pada sampel sedimen di perairan Selat Makassar.

Frekuensi bakteri patogen yang diisolasi pada sampel sedimen menunjukkan bahwa

Proteus spp. dan Pseudomonas spp. merupakan bakteri yang paling dominan diisolasi pada

11 stasiun penelitian. Sementara itu, Vibrio spp. merupakan jenis bakteri yang sedikit

diisolasi, yaitu hanya dijumpai pada 2 stasiun penelitian di perairan Selat Makassar.

Jumlah stasiun penelitian

7

4

12

5

10

4

4

0

4

8

12

16

(8)

Ta be l 3. J en is j e ni s b ak te ri p a to ge n ya ng d iis o la si d ar i s a m p el a ir la ut d i p e ra ira n S el a t M a ka ss a r pa d a bu la n O kt o be r 20 03 Ta bl e 3 . S o m e pa th og en ic b a ct e ria is ol a te d fr o m s ea w at e r sa m p le s in M ak a ss ar s tr a it w a te rs o n O ct o be r 20 03 Lo ka si P os is i S ta si u n D at a S ta si u n P e ne lit ia n Je n is -je n is b a kt e ri pa to g en p a da s a m p el a ir la u t S ta si un P en el iti a n B uj u r Li n ta ng Ta n gg a l W ak tu C it ro b a c te r E d w a rd s ie lla P ro te u s P ro v id e n c ia P s e u d o m o n a s S h ig e lla V ib ri o (T ) (S ) S a m p lin g S am pl in g sp p. sp p . sp p. sp p. sp p. sp p. sp p . 5 P er a ira n P an ta i 11 7 o 5 3. 9 76 00 o 5 5 .0 8 3 1 5/ 1 0/ 2 00 3 15 .3 6 + - + + + + - 12 K al im an ta n 11 7 o 5 5. 0 02 00 o 2 9 .9 8 6 1 7/ 1 0/ 2 00 3 18 .5 1 + + - - - + + 13 11 7 o 5 4. 11 7 00 o 0 4 .8 7 2 1 8/ 1 0/ 2 00 3 24 .4 8 + - + - + - - 14 11 8 o 0 9. 9 62 00 o 0 5 .0 2 0 1 8/ 1 0/ 20 0 3 05 .3 0 - - + - + - - 11 11 8 o 0 9. 9 35 00 o 3 0 .0 1 3 1 7/ 1 0/ 2 00 3 12 .5 5 - - + + + - - 6 11 8 o 0 9. 9 08 00 o 5 5 .0 2 5 1 5/ 1 0/ 2 00 3 19 .4 0 - + + - - - - 1 P er a ira n 11 8 o 4 5. 2 76 01 o 1 9 .9 7 2 1 4/ 1 0/ 2 00 3 19 .2 7 - + + + + + + 2 La ut le pa s 11 8 o 2 9. 9 59 01 o 1 9 .9 9 4 1 4/ 1 0/ 2 00 3 22 .4 8 - - - - - - - 3 11 8 o 1 0. 0 02 01 o 1 2 .0 4 3 1 5/ 1 0/ 2 00 3 03 .4 8 - - - - + - - 4 11 7 o 3 9. 9 59 01 o 2 0 .1 8 2 1 5/ 1 0/ 2 00 3 09 .1 3 + - + - - - + 7 P er a ira n P an ta i 11 8 o 4 4. 9 88 00 o 5 4 .9 9 2 1 6/ 1 0/ 20 0 3 04 .1 0 - - + + + - - 10 S ul aw es i 11 8 o 4 4. 9 97 00 o 3 0 .0 3 6 1 7/ 1 0/ 2 00 3 03 .0 6 + - + - - + + 15 11 8 o 0 9. 9 35 00 o 3 0 .0 1 3 1 7/ 1 0/ 2 00 3 12 .5 5 - - + - - - - 16 11 9 o 1 9. 9 75 00 o 1 5 .0 9 6 1 9/ 1 0/ 2 00 3 00 .4 8 - - + - + - - 9 11 7 o 5 4. 11 7 00 o 0 4 .8 7 2 1 8/ 1 0/ 2 00 3 24 .4 8 + + + - + - - 8 11 9 o 1 9. 9 93 00 o 5 5 .0 1 8 1 6/ 1 0/ 2 00 3 12 .4 5 + - - + + - -

(9)

S ta si un Lo ka si P en el iti a n P os is i S ta si u n D at a S ta si u n P e ne lit ia n J en is -je n is b a kt e ri pa to ge n pa da s a m p el s ed im en B u ju r (T ) Li n ta ng (S ) Ta n gg a l S a m p lin g W ak tu S a m p lin g A e ro m o n a s sp p. C it ro b a c te r sp p. P ro te u s sp p. P ro v id e n c ia sp p . P s e u d o m o n a s sp p. S h ig e lla sp p. Y e rs in ia sp p . V ib ri o sp p . 5 P er a ira n P an ta i K al im an ta n 11 7 o 5 3. 9 76 00 o 55 .0 8 3 15 /1 0 /2 0 03 15 .3 6 - - + - + - - - 12 11 7 o 5 5. 0 02 00 o 29 .9 8 6 17 /1 0 /2 0 03 18 .5 1 - + - - - + - + 13 11 7 o 5 4. 11 7 00 o 04 .8 7 2 18 /1 0 /2 0 03 24 .4 8 + + + - + - + - 14 11 8 o 0 9. 9 62 00 o 05 .0 2 0 18 /1 0 /2 0 03 05 .3 0 - - + + + - - - 11 11 8 o 0 9. 9 35 00 o 30 .0 1 3 17 /1 0 /2 0 03 12 .5 5 + + + - + + + - 6 11 8 o 0 9. 9 08 00 o 55 .0 2 5 15 /1 0 /2 0 03 19 .4 0 - + - + + - - - 1 P er ai ra n La ut le pa s 11 8 o 4 5. 2 76 01 o 19 .9 7 2 14 /1 0 /2 0 03 19 .2 7 - - + + - - - - 2 11 8 o 2 9. 9 59 01 o 19 .9 9 4 14 /1 0 /2 0 03 22 .4 8 - + - - - - - - 3 11 8 o 1 0. 0 02 01 o 12 .0 4 3 15 /1 0 /2 0 03 03 .4 8 + + + - + - - - 4 11 7 o 3 9. 9 59 01 o 20 .1 8 2 15 /1 0 /2 0 03 09 .1 3 - - + - + - - - 7 P er a ira n P an ta i S u la w e si 11 8 o 4 4. 9 88 00 o 54 .9 9 2 16 /1 0 /2 0 03 04 .1 0 - - + + + - - - 10 11 8 o 4 4. 9 97 00 o 30 .0 3 6 17 /1 0 /2 0 03 03 .0 6 - - - - - + - - 15 11 8 o 0 9. 9 35 00 o 30 .0 1 3 17 /1 0 /2 0 03 12 .5 5 - + + - + - + - 16 11 9 o 1 9. 9 75 00 o 15 .0 9 6 19 /1 0 /2 0 03 00 .4 8 + - + + + - - - 9 11 7 o 5 4. 11 7 00 o 04 .8 7 2 18 /1 0 /2 0 03 24 .4 8 + + + - + + + - 8 11 9 o 1 9. 9 93 00 o 55 .0 1 8 16 /1 0 /2 0 03 12 .4 5 - - - + - - - + Ta be l 4. J en is j e ni s b ak te ri p a to ge n ya ng d iis o la si d ar i s a m p el s ed im e n d i p e ra ir an S e la t M a ka ss ar p a da b ul an O kt ob er 2 00 3 Ta bl e 4 . S o m e pa th og en ic b a ct e ria is ol a te d fr o m s ed im e nt s am p le s in M ak a ss a r st ra it w a te rs o n O ct ob er 2 00 3

(10)

Gambar 4. Frekuensi jenis-jenis bakteri patogen yang diisolasi dari sampel sedimen di perairan Selat Makassar pada bulan Oktober 2003

Figure 4. Frequency of some pathogenic bacteria isolated from sediment samples in Makassar strait waters on October 2003

Berdasarkan patogenitasnya secara umum dapat dikatakan bahwa jenis-jenis bakteri patogen yang diisolasi dari perairan Selat Makassar pada sampel air laut dan sedimen didominasi oleh bakteri yang bersifat patogen tidak kuat. Akan tetapi, jenis bakteri Vibrio spp.

sudah dapat diisolasi dari sampel air laut dan sedimen, sedangkan bakteri Salmonella spp.

tidak diisolasi. Di lingkungan laut kehadiran bakteri Vibrio spp. dan Salmonella spp. dapat

mengindikasikan tingkat kualitas perairan yang menurun. Menurut Kandhasamy dan Arunachalam (2008), kehadiran bakteri Vibrio spp/ dan Salmonella spp. dapat digunakan

sebagai indikator adanya bakteri patogen di lingkungan laut karena bila terkontaminasi oleh manusia dapat berpotensi menyebabkan penyakit gastroenteritis. Sehubungan hal tersebut, kondisi perairan di Selat Makassar masih baik. Hal ini terindikasi dari jenis bakteri patogen

Salmonella spp.yang tidak diisolasi dan bakteri Vibrio spp. yang relatif sedikit diisolasi. Oleh

karena itu, kondisi perairan, terutama perairan pantai Kalimantan dan Sulawesi, dapat dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya biota laut. Namun, ditinjau dari diversitas bakterinya, perairan Selat Makassar relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan perairan Laut Maluku Utara. Hal ini terlihat dari adanya 3 jenis bakteri yang terisolasi dari sampel laut dan sedimen perairan Laut Maluku Utara, yaitu Citrobacter spp., Proteus spp., dan Pseudomonas spp.

(Anonim, 2005).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian kualitas perairan yang dilakukan terhadap kandungan bakteri coliform dan patogen di perairan Selat Makassar pada periode penelitian bulan

Oktober 2003 dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan di Selat Makassar masih relatif baik ditinjau dari aspek bakteriologinya karena kandungan bakterinya masih berada di bawah standar Baku Mutu Air Laut menurut rekomendasi dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup.

Daftar Pustaka

American Public Health Association; American Water Works Association and Water Environment 1992. Standard methods the examination of water and wastewater. American Public Health Association, 18 th. Washington D.C. pp 9.1 – 9.61.

Jumlah stasiun penelitian

5 8 11 6 11 4 4 2 0 4 8 12 16

(11)

Anonim. 1996. Profil kelautan nasional menuju kemandirian. Panitia Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim, Bandung, hal 266.

Anonim. 1999. BBL Manual of products and laboratory procedures. Becton, Dickinson & Co,

Maryland, USA.

Anonim. 2002. Laporan Akhir Penelitian Sumberdaya Kelautan di Kawasan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Laut Selat Malaka. Proyek Penelitian Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Laut Dalam. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta, hal 45.

Anonim. 2003. Profil Sumberdaya Kelautan Perairan Laut Cina Selatan. Proyek Pemanfaatan dan Diseminasi IPTEK Kelautan, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta, hal 88.

Anonim. 2005. Laporan Akhir Profil Sumberdaya Kelautan di Kawasan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Laut Maluku Utara. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta, hal 75.

Barrow, G.I. and D.C. Miller. 1976. Vibrio parahaemoliticus and seafoods. In: Microbiology in

agriculture, fisheries and foods F.A Skinner & J.G. Carr (eds). Microbiology in agriculture, fisheries and foods. Academic Press, London, pp. 181 – 193.

Dahuri, R. 2002. Peran IPTEK dalam pembangunan petrikanan dan kelautan secara berkelanjutan. Makalah disampaikan Kongres V ISOI dan Lokakarya Kebijakan Riset IPTEK Kelautan dan data Kelautan Nasional, Jakarta, 17 September 2002.

Kandhasamy, M and K.D. Arunnachalam. 2008. Distribution of Vibrio parahaemolyticus in marine water, sedimens and marine invertebrates collected from Rameswaram Islands, Tamil Nadu, India. Current Research in Bacteriology., 1(1): 35 – 41.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kumpulan Peraturan Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut. Deputi Bidang peningkatan Konservasi, Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, hal 92.

Keulartz, J and H. Zwart 2004. Boundaries, Barriers, and Briges Philosophical Fieldwork in Derawan. Paper presented pada Joint Indonesia – Netherlands Symposium On The Results of East Kalimantan Pilot Phase Program. Jakarta, 24 – 26 May 2004. Ouseph, P.P., V.Prasantahan, P.P. Bhilash and P. Udayakumar. 2009. Occurrence and

distribution of some enteric bacteria along te southern coast of Kerala. Indian Journal

of Marine Science, 38(1): 97 – 103.

Raghavan, R.P. 2003. Incidence of human pathogenic bacteria in shrimp feeds – A Study from India. Naga, WorldFish Center Quarterly., 26(2) : 22 – 24.

Schellenbarger, G.G., N.D. Athearn, J.Y. Takekawa and A.B. Boehm. 2008. Fecal indicator bacteria and Salmonella in ponds managed as bird habitat, San Franscisco Bay, California, USA. Water Research., 42: 2921 – 2930.

Sidik, A.S. 1977. Present status and prospect for aquaculture in East Kalimantan. Proceeding Second International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area.Tokyo.

World Health Organization. 1977. Guidlines for Health Related Monitoring of Coastal Water Quality. W.H.O. Regional for Office Europe, Copenhagen.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi stasiun penelitian bakteriologi di perairan Selat Makassar pada bulan  Oktober 2003
Tabel    1.  Kandungan  bakteri  coliform  pada  lapisan  permukaan  di  perairan  Selat  Makassar  pada bulan Oktober 2003
Tabel 2.   Kandungan bakteri coliform pada lapisan tengah di perairan Selat Makassar pada  bulan Oktober 2003
Gambar  2.  Pola  distribusi  kandungan  bakteri  coliform  pada  lapisan  permukaan  laut  dan  tengah di perairan Selat Makassar pada buan Oktober 2003
+5

Referensi

Dokumen terkait

Nilai SST minimum di perairan Selat Malaka terjadi pada bulan February 28,12 o C pada Musim Barat di bagian tenggara perairan Selat Malaka, Rendahnya SST pada

Perairan Kep.Nias, Perairan Bengkulu dan P.Enggano, Perairan Lampung, Selat Malaka, Perairan Kep.Anambas, Perairan Kep.Lingga, Perairan Bangka Belitung, Selat

Seribu, Perairan Utara Jawa, Perairan Utara Bali, Perairan Utara Sumbawa, Perairan Kota Baru, Perairan Balikpapan, Selat Makasar, Perairan Sulawesi Selatan, Teluk Bone,

Selat Malaka, Perairan P.Simeulue – Meulaboh, Perairan Kep.Nias – Sibolga, Perairan Padang, Perairan Bengkulu, Perairan Riau, Perairan Kep.Riau dan Kep.Lingga, Selat Bangka,

Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas

Kebaya sebagai busana wanita termarginalkan pada berbagai acara formal yang memiliki nilai religi yaitu di berbagai upacara tradisional, seperti labuhan, suronan, ngalap

Akan tetapi setelah melalui proses elusi dalam kolom karbon, fraksi radioiod hampir seluruhnya merupakan spesi radioiodida (di atas 95 %) yang diperoleh pada fraksi penampungan 20

Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan suatu Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan