Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil leukosit (nilai total leukosit diferensiasi jenis leukosit, dan jumlah masing-masing jenis leukosit) kambing PE setelah vaksinasi iradiasi Streptococcus agalactiae untuk pencegahan mastitis subklinis.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang profil leukosit sebagai respon terhadap vaksin iradiasi S. agalctiae pada kambing PE dan mengetahui keefektifan vaksin tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Peranakan Etawah
Kambing peranakan etawah (PE) merupakan persilangan kambing kacang dan kambing etawah (Sudono dan Abdulgani 2002). Kambing jantan berbadan besar, tinggi gumba 90–127 cm, bobot dapat mencapai 91 kg sedangkan betina tinggi gumbanya dapat mencapai 92 cm serta memiliki berat tubuh di bawah jantan ±63 kg, dan kambing jantan maupun betina memiliki telinga panjang 18–30 cm. Masa kebuntingan antara 150–154 hari, dewasa kelamin usia empat bulan (Kartinaty dan Gufroni 2010). Kambing PE dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Subfamili : Caprinae Genus : Capra
Spesies : Capra aegagrus
Subspecies : Capra aegagrus hircus
Gambar 2 Kambing PE betina (Sutama 2011)
Produksi susu kambing PE 1.5–3.5 L per ekor/ hari. Globul lemak lebih kecil, protein lebih lunak, kandungan kalsium, fosfor, vitamin A, E, dan B kompleks yang tinggi. Susu kambing perah dapat dikonsumsi oleh orang yang alergi susu sapi (Blakely dan Bade 1991).
Tabel 1 Perbandingan komposisi susu kambing dan susu sapi
Sumber: Blakely dan Bade (1991).
Mastitis
Mastitis merupakan penyakit yang banyak dialami oleh ternak penghasil susu. Mastitis dibedakan menjadi dua yakni mastitis klinis dan subklinis. Gejala dari mastitis klinis adalah ambing menjadi panas, bengkak, mengeras, dan dihasilkan susu yang yang mengandung darah. Penyebab mastitis subklinis pada sapi di pulau Jawa sering disebabkan oleh Streptococcus agalactiae atau Staphylococcus aureus (Sugiri dan Anri 2010). Kejadian mastitis klinis pada kambing perah sebesar 25.5% terjadi setelah melahirkan atau 40 hari pasca melahirkan (Mc Dougall et al. 2002).
Mastitis pada kambing mengakibatkan penurunan produksi susu sekitar 10– 25%, kematian anak karena tidak mendapatkan kolostrum, peningkatan biaya pengobatan, meningkatnya jumlah hewan yang harus dikeluarkan, dan susu ditolak di pasaran karena jumlah sel somatik (JSS) lebih tinggi dari normal dan mengandung patogen (Leitner et al. 2004). Hasil penelitian Mc Dougall et al. (2002) menyatakan bahwa kambing penderita mastitis subklinis apabila JSS mencapai jumlah 1x106 sel/mL dan tidak menunjukkan gejala klinis. Berdasarkan JSS dalam susu, maka kejadian mastitis subklinis pada kambing berkisar 9–50% (Sanchez et al. 2007).
Pencegahan penyebaran mastitis dapat dilakukan dengan penerapan manajemen pemeliharaan yang baik, pemerahan yang higienis, melakukan teat dipping dengan menggunakan Sodium hipoklorat setelah pemerahan, dan
Hewan Air (%) Lemak (%) Protein (%) Laktosa (%) Mineral (%) Bahan Padat Tanpa Lemak (%) Total Bahan Padat (%) Kambing 87.0 4.25 3.52 4.27 0.86 8.75 13.00 Sapi 87.2 3.70 3.50 4.90 0.70 9.10 12.80
pemeriksaan jumlah sel somatik pada periode laktasi normal. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan vaksin yang berasal dari bakteri penyebab mastitis tersebut, misalnya S. agalactiae (Lindahl 2005).
Gambar 3 Ambing mastitis pada kambing PE (Suwito dan Indrajulianto 2013)
Streptococcus agalactiae
Menurut Lehmann and Neumann (1896) S. agalactiae diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Lactobacillales Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus agalactiae
Karakteristik Streptococcus agalactiae adalah diplococcal, gram positif, nonmotil, tidak membentuk spora, memproduksi kapsul polisakarida, dan mampu bertahan pada temperatur tinggi. Bakteri ini dikelompokkan dalam grup B Streptococcus (GBS), yang merupakan satu dari empat beta-hemolityc streptococci. Faktor virulensi S. agalactiae berasal dari produk ekstraseluler yakni kapsul polisakarida, protein permukaan, dan protein yang disekresikannya. Komponen lainnya adalah hemaglutinin yang berperan sebagai adhesin (Wahyuni et al. 2006). Kemampuan menempel pada permukaan epitel mamae, lebih penting daripada invasi hal ini menyebabkan tidak ada perubahan yang kasat mata (Wibawan et al. 1998).
Vaksin Iradiasi Sinar Gamma
Vaksin adalah suatu suspensi atau substansi mikroorganisme yang digunakan untuk menginduksi terbentuknya sistem imun. Vaksinasi merupakan suatu usaha meningkatkan imunitas orang atau hewan terhadap invasi mikroorganisme patogen atau toksinnya. Jenis vaksin yang tersedia di pasaran yakni live vaccine, killed vaccine, vaksin toksoid, vaksin rekombinan, dan vaksin DNA (Radji 2010).
Radiasi adalah emisi (pancaran) dan perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel. Sedangkan iradiasi merupakan istilah yang digunakan untuk aplikasi radiasi. Ada tiga jenis radiasi yang
ada yakni radisai partikel bermuatan (alfa, beta, proton, dan elektron), radiasi partikel tidak bermuatan (neutron), dan radiasi gelombang elektromagnetik (sinar X dan sinar gamma) (BATAN 2008). Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek, dipancarkan oleh isotop radioaktif sebagai inti bentuk tidak stabil, dan meluruh untuk mencapai bentuk stabil. Vaksin iradisai sinar gamma merupakan vaksin yang dibuat dengan memanfaatkan radiasi untuk melemahkan agen patogen tanpa merusak dinding selnya, target utama adalah bagian DNA yang merupakan sumber informasi genetik sel. Perubahan genetik sel akan berakibat pada terganggunya kinerja atau kematian sel, sehingga antigen tetap memiliki daya imunogenik dan mampu meningkatkan kekebalan pada hewan coba (Smith 1992). Keunggulan vaksin jenis ini adalah dapat mengaktifkan seluruh fase sistem imun, meningkatkan respon imun terhadap seluruh antigen, durasi imunisitas lebih panjang, biaya lebih murah, lebih cepat menimbulkan respon imunitas, mudah dibawa ke lapangan, dapat mengurangi wild type (Tatriana dan Sugoro 2007). Saat ini sudah ada beberapa vaksin yang dibuat dengan metode ini yakni vaksin Venezuelan eqiune enchepahalitis, Lysteria monocytogenes, dan vaksin influenza (Tuasikal et al. 2012).
Leukosit
Leukosit terdiri dari lima jenis yakni neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Jumlah leukosit normal kambing adalah 4000–13000 sel/µL (Lawhead dan James 2007).
Neutrofil
Neutrofil berfungsi sebagai fagosit dan penghancur mikroorganisme oleh enzim fagosom atau oleh organel peroksisom. Neutrofil dewasa memiliki inti bergelambir 3–5, sitoplasma kelabu pucat dan mengandung butir halus. Masa hidup neutrofil yang tidak aktif pada sistem sirkulasi sekitar 4–10 jam sedangkan yang telah bermigrasi bertahan selama 1–2 hari (Guyton dan Hall 2006). Jumlah neutrofil pada kambing normal adalah 1200–7200 sel/µL (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 30–48% (Latimer et al. 2003).
Gambar 6 Neutrofil (Harvey 2001)
Eosinofil memiliki granul merah dan bergelambir dua. Eosinofil berperan mengatur peradangan, melawan parasit, dan reaksi alergi. Eosinofil membunuh parasit dengan melepaskan enzim hidrolitik dan lisosom, melepaskan oksigen reaktif, serta melepaskan polipeptida bersifat larvasidal. Jumlah eosinofil normal kambing adalah 50–650 sel/µL (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 1–8% (Latimer et al. 2003).
Gambar 7 Eosinofil (Harvey 2001)
Basofil
Basofil bersitoplasma biru gelap, dipenuhi granul dengan inti bersegmen. Basofil jumlahnya tinggi pada keadaan alergi. Basofil melepaskan heparin ke dalam sirkulasi darah seperti halnya sel mast. Hal ini terjadi karena antibodi yang berperan dalam reaksi alergi (IgE) memiliki kemampuan untuk menempel pada sel mast dan basofil, kemudian melepaskan histamin, bradikinin, serotonin, heparin, slow-reacting substance of anaphylaxis, dan enzim lisosomal (Guyton dan Hall 2006). Jumlah basofil normal kambing adalah 0–120 sel/µL (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 0–1% (Latimer et al. 2003).
Gambar 8 Basofil (Harvei 2001)
Limfosit
Limfosit memiliki dua bentuk yakni limfosit besar dan kecil. Limfosit besar merupakan bentuk muda dan limfosit kecil merupakan bentuk dewasa. Limfosit banyak ditemukan pada organ limfoid yakni tonsil, limfonodus, limpa, dan timus. Masa hidup limfosit berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun (Guyton dan Hall 2006). Dalam sistem pertahanan limfosit dibedakan menjadi dua yakni limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berkembang dan dewasa di bone marrow berperan sebagai pertahanan humoral sedangkan limfost T
bertindak sebagai pertahan seluler. Jumlah normal limfosit pada kambing adalah 2000–9000 sel/µL (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 50–70% (Latimer et al. 2003).
Gambar 9 Limfosit (Harvei 2001)
Monosit
Monosit diproduksi oleh sumsum tulang kemudian menuju aliran darah akhirnya menuju ke jaringan menjadi makrofag. Fungsi utama monosit dalam sistem imun yaitu merespon adanya tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat (kira-kira 8–12 jam) ke tempat yang terinfeksi, membentuk protein dari suatu komplemen, dan mengeluarkan substansi yang mempengaruhi proses peradangan kronik (Guyton and Hall 2006). Diameter monosit 15–20 μm, inti berbentuk tapal kuda atau oval. Jumlah normal monosit kambing adalah 0–550 sel/µL (Lawhead dan James 2007), sedangkan nilai relatifnya adalah 0–4% (Latimer et al. 2003).
Gambar 10 Monosit (Harvey 2001)
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Vaksin dibuat di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Pengambilan darah kambing dilakukan tanggal 14 November 2012 sampai 21 Maret 2013 sedangkan vaksinansi tanggal 20 November, 4 dan 21 Desember 2012 di peternakan kambing PE Bangun Dioro Farm, Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor. Interval pengambilan darah satu minggu setelah vaksinasi. Pengamatan diferensiasi leukosit tanggal 29 Agustus 2013 sampai 3 Juli 2014 di Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan perhitungan jumlah leukosit dilakukan di BATAN.