• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lombok Journal of Science (LJS) Vol. 2, No.3, December 2020, page 8-15 ISSN (online):

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lombok Journal of Science (LJS) Vol. 2, No.3, December 2020, page 8-15 ISSN (online):"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Lombok Journal of Science (LJS) Vol. 2, No.3, December 2020, page 8 - 15 ISSN (online): 2721-3250

◼ 8

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJELASKAN PREVALENSI ANAK PENGIDAP ISPA DI INDONESIA

Lisna Sari1, Ade Famalika2, Pardomuan Robinson Sihombing3, Muhamad

Hidayat4

1Universitas Lampung 2,4Universitas Padjadjaran

3Badan Pusat Statistik Email: robinson@bps.go.id

Abstrak

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan jenis penyakit yang masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak terutama di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjelaskan prevalensi anak pengidap ISPA di Indonesia. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logistik biner yaitu metode untuk mendapatkan model terbaik dan sederhana untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon dengan variabel-variabel prediktornya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko terkait karekteristik rumah tangga yang meliputi ketersediaan ventilasi, tumpukan sampah di sekitar rumah, kandang ternak di sekitar rumah, letak dapur dan kamar dalam satu ruangan dan kebersihan rumah, dan perilaku kebiasaan merokok pada anggota keluarga dapat menjelaskan prevalensi anak pengidap ISPA di Indonesia.

Kata Kunci: Anak, ISPA, Logistik, Regresi

FACTORS EXPLAINING THE PREVALENCE OF CHILDREN WITH URTI IN INDONESIA

Abstract

Upper Respiratory Tract Infection (URTI) is a type of disease that is still the main cause of morbidity and mortality in children, especially in developing countries. This study aims to determine the factors that explain the prevalence of children with ARI in Indonesia. The method used is binary logistic regression analysis, which is a method to get the best and simplest model to explain the relationship between the response variable and its predictor variables. The results showed that the risk factors related to household characteristics which include the availability of ventilation, garbage piles around the house, cattle sheds around the house, the location of the kitchen and room in one room and the cleanliness of the house, and smoking behavior among family members can explain the prevalence of children with URTI in Indonesia.

(2)

Faktor-Faktor Yang (Lina Sari dkk)

Pendahuluan

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung hingga jaringan di dalam paru-paru. Pada negara berkembang jenis penyakit ini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak.

Prevalensi ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama penyebab kematian anak yaitu sebesar 32,1% tahun 2009, 18,2% tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011 (Kementerian Kesehatan, 2012). Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat 7-13% kasus berat memerlukan perawatan rumah sakit (Ditjen PPM & PL, 2011)

Beberapa faktor terjadinya ISPA pada anak diantaranya faktor lingkungan dan kondisi rumah yang tidak sehat merupakan faktor risiko terhadap penularan penyakit ISPA. Faktor tersebut diantaranya meliputi ventilasi rumah, jenis lantai, kepadatan hunian, keberadaan anggota keluarga yang merokok, keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA, kebersihan lingkungan dan pencemaran udara yang disebabkan karena lokasi rumah/tempat tinggal yang berdekatan dengan tempat pembuangan akhir sampah (Vovi, 2012).

Melihat kondisi rumah, ventilasi yang cukup dan baik sangat diperlukan untuk menghasilkan sirkulasi udara yang baik. Terlebih jika dalam satu rumah dihuni oleh banyak anggota keluarga, karena banyaknya anggota keluarga juga mempengaruhi ketersediaan udara yang sehat di dalam rumah. Namun biasanya, udara sehat di dalam rumah dipengaruhi oleh asap, baik asap rokok, asap dapur, atau pun asap yang masuk dalam rumah berasal dari luar yang ditimbulkan dari pembakaran sampah, pembakaran di kandang ternak atau yang lainnya.

Asap tersebut yang membuat udara dalam rumah atau sekitar rumah menjadi tidak sehat, menimbulkan sesak nafas. Dapat dikatakan bahwa perilaku kebiasaan merokok yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa yang berada dalam satu rumah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak-anak mengalami sesak nafas yang kemudian terjangkit penyakit ISPA. Tata letak rumah juga menjadi faktor penyebab, posisi ruang kamar dengan dapur yang berdekatan bisa menimbulkan asap dapur yang mempengaruhi kualitas udara dalam kamar atau rumah tersebut. Menciptakan udara yang bersih dalam rumah, merupakan satu hal penting yang harus dilakukan agar oksigen yang tersedia dalam rumah bisa dihirup oleh penghuni rumah tanpa sesak saat bernapas (World Lung Foundation, 2010).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menganalisis faktor risiko kejadian ISPA dengan tujuan untuk mengetahui model terbaik dari faktor risiko dominan yang menjelaskan adanya kejadian ISPA pada anak di Indonesia tahun 2015. Penelitian ini diharapkan sebagai masukan pihak terkait dalam menanggulangi penyakit ISPA pada anak agar dapat berkurang. Dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, ilmu statistika semakin menunjukkan perannya dalam memberikan solusi analisis yang mendalam. Salah satu diantaranya analisis regresi logistik.

(3)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil survey Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2015. Objek pengamatan penelitian ini meliputi data anak yang terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dimana datanya terdapat pada Buku 5 IFLS. Variabel penelitian terdiri dari variabel respon dan variabel prediktor. Variabel respon merupakan variabel yang berupa kategori yaitu anak yang terkena ISPA (1) dan anak yang tidak terkena ISPA (0). Sedangkan variabel prediktor meliputi faktor-faktor risiko yang menjelaskan prevelansi anak yang terkena ISPA, dimana datanya terdapat pada Buku 3B dan Buku K. Untuk lebih jelas terkait variabel penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 1. Variabel Penelitian

Variabel Deskripsi Keterangan

Y Status Anak Terkena ISPA 1 = Ya

0 = Tidak X1 Status Anggota Keluarga Perokok 1 = Ada

0 = Tidak Ada

X2 Ketersediaan Ventilasi 1 = Cukup

0 = Tidak Cukup X3 Tumpukan Sampah di Sekitar Rumah 1 = Ada

0 = Tidak Ada X4 Kandang Ternak di Sekitar Rumah 1 = Ada

0 = Tidak Ada X5 Letak Dapur dan Kamar dalam Satu Ruangan 1 = Ya

0 = Tidak

X6 Kebersihan Rumah 1 = Terawat

0 = Tidak Terawat Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi logistik biner. Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat variabel-variabel yang menjelaskan prevalensi pengidap ISPA pada anak di Indonesia. Adapun langkah-langkah pemilihan model terbaik yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Analisis deskripstif variabel penelitian

2. Identifikasi adanya multikolinieritas pada variabel prediktor

3. Melakukan estimasi parameter menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE)

4. Melakukan uji simultan untuk semua variabel prediktor secara keseluruhan

5. Melakukan uji parsial untuk masing-masing variabel prediktor

6. Melakukan uji kecocokan model dengan Goodness of Fit (GoF) dan ketepatan prediksi model

(4)

Faktor-Faktor Yang (Lina Sari dkk)

Hasil dan Pembahasan Analisis Deskriptif

Data penyakit ISPA pada anak dengan 1.235 responden di Indonesia pada tahun 2015 disajikan pada Gambar 1. Sebanyak 72 persen anak terkena ISPA. Hal ini mengindikasikan masih tingginya angka ISPA di Indonesia.

Gambar 1. Persentase Penyakit ISPA pada Anak

Berdasarkan Gambar 2 di atas, karakteristik kebiasaan merokok didominasi oleh anggota rumah tangga yang merokok yaitu sebesar 67%. Karakteristik rumah tangga yang memiliki ventilasi yang cukup yaitu sebesar 81%. Karakteristik rumah tangga yang tidak terlihat tumpukan sampah di sekitar rumah yaitu sebesar 78%. Karakteristik rumah tangga yang tidak terdapat kandang ternak di samping/ bawah di sekitar rumah yaitu sebesar 79%..

Karakteristik rumah tangga dengan dapur dan kamar tidur tidak satu ruang yaitu sebesar 95%, dan terakhir karakteristik rumah tangga dengan rumah yang terawat baik dan bersih yaitu sebesar 75%.

(5)

Analisis Inferensia Uji Multikolinieritas

Sebelum dilakukan analisis lebih jauh, keterkaitan antar variabel independen harus dideteksi terlebih dahulu. Pendeteksian multikolinieritas dapat dilakukan menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF). dengan rumus sebagai berikut.

𝑉𝐼𝐹 = 1

1−𝑅𝑗2 dengan 𝑗 = 1, 2, … , 𝑝

(6)

Nilai R2j berkisar antara 0 sampai dengan 1 sehingga nilai VIF akan naik seiring dengan kenaikan koefisien determinasi. Jika nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas. Berdasarkan hasil pada Tabel 2 terlihat bahwa semua nilai VIF < 10, artinya tidak terjadi multikolinieritas sehingga analisis lebih lanjaut dapat dilakukan.

Tabel 2. Nilai VIF Variabel Prediktor

Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6

VIF 1.01 1.03 1.05 1.07 1.02 1.02

Uji Simultan

Uji simultan dilakukan untuk mengetahui signifikansi parameter terhadap model secara serentak.

Tabel 3. Hasil Uji Simultan

#Df LogLik Df Chisq Pr(>Chisq)

1 7 -661.56

2 1 -727.72 -6 132.31 0.00

Hasil di atas menunjukkan bahwa nilai uji 𝐺 adalah 132.31, nilai ini diperoleh dari: 𝐺 = −2 ln (𝑙0 𝑙𝑝) 𝐺 = −2 (ln 𝑙0− ln 𝑙𝑝) 𝐺 = −2 (−727.72 − (−661.56)) 𝐺 = 132.31

Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa nilai uji 𝐺 > (𝐺 ~ 𝜒(𝛼,𝑑𝑓)2 ) dengan 𝜒(0.05,6)2 = 12.592 sehingga H0 ditolak yang artinya minimal ada satu variabel prediktor yang memiliki hubungan secara simultan terhadap variabel respon pada α = 0.05.

Uji Parsial

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui variabel prediktor yang mana yang memiliki hubungan terhadap variabel respon.

(6)

Faktor-Faktor Yang (Lina Sari dkk) Tabel 4. Hasil Uji Wald

𝜷̂𝒊 Odd Ratio 𝒔𝒆(𝜷̂) 𝜷 ̂𝒊 𝒔𝒆(𝜷̂) 𝑾 = ( 𝜷̂𝒊 𝒔𝒆(𝜷̂)) 𝟐 -1.1275 1.7936031 0.2269 -4.96915 24.69245 0.5842 0.5531689 0.1517 3.851022 14.83037 -0.5921 1.7425905 0.163 -3.63252 13.19517 0.5554 3.2370779 0.1536 3.615885 13.07463 1.1747 2.2060319 0.1525 7.702951 59.33545 0.7912 0.7136804 0.2731 2.897107 8.393231 -0.3373 1.7936031 0.1512 -2.23082 4.976558

Dengan menggunakan taraf signifikansi α = 0.05 dari tabel 𝑍, diperoleh nilai 𝑍𝛼

2

⁄ = 1.96 dengan kriteria pengambilan keputusan tolak H0 jika 𝑊𝑖> 𝑍𝛼⁄2.

Berdasarkan Tabel 4.2 semua variabel signifikan terhadap model.

Uji Kecocokan Model Akhir

Metode yang digunakan untuk menguji kecocokan model dapat diukur dengan nilai chi-square dengan uji Homser and Lemeshow. Hasil pengujian statistik pada output di atas menunjukkan probabilitas sigifikansi diperoleh angka 0.844 dimana lebih besar dari nilai α = 0,05 sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara observesi dan prediksi, dengan kata lain model fit atau layak untuk digunakan. Nilai pseudo r square di dapat sebesar 0.9, artinya variabel prediktor mampu menjelaskan variasi variabel respon sebesar 90 persen sisanya oleh variabel lain di luar model. Selain itu didapat ketepatan prediski dari model mencapai 82 persen, nilai ini sudah di atas cut off model yang baik yaitu di atas 50 persen, artinya model akan mampu mengklasifikasikan sebesar 82 persen.

Model Regresi Logistik

Model regresi logistik terbaik yang menunjukkan besar peluang mengidap penyakit ISPA pada anak adalah sebagai berikut:

𝜋(𝑥)

= 𝑒𝑥𝑝(−1.1275 + 0.5842𝑋1− 0.5921𝑋2+ 0.5554𝑋3+ 1.1747𝑋4+ 0.7912𝑋5− 0.3373𝑋6)

1 + 𝑒𝑥𝑝(−1.1275 + 0.5842𝑋1− 0.5921𝑋2+ 0.5554𝑋3 + 1.1747𝑋4 + 0.7912𝑋5 − 0.3373𝑋6)

Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui kecenderungan seorang anak mengidap ISPA dengan anggota keluarga yang merokok adalah sebesar 1.7 kali dibandingkan dengan tidak adanya anggota keluarga yang merokok. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Milo, Iswanto dan Kallo (2015) yang mengatakan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada anak. Keterkaitan ini dapat menunjukkan bahwa perilaku merokok anggota keluarga akan meningkatkan angka kejadian ISPA pada anak.

Disisi lain kecenderungan seorang anak mengidap ISPA dengan ketersediaan ventilasi yang cukup adalah sebesar 0.5 kali dibandingkan dengan ketersediaan ventilasi yang kurang atau sebaliknya kecendrungan seorang anak mengidap ISPA dengan ketersediaan ventilasi yang kurang adalah 2 kali dibandingkan dengan ketersediaan ventilasi yang cukup. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhaniyanti, Budiyono, dan Nurjazuli (2015)

(7)

yang menyatakan kondisi lingkungan salah satunya ukuran ventilasi. Dewi (2012) menyatakan ventilasi digunakan untuk menjamin ketersediaan dan mengalirkan udara dalam ruangan, sehingga terdapat pergerakan udara yang akan membuang mikroorganisme penyebab ISPA keluar dari ruangan.

Kecenderungan seorang anak mengidap ISPA dengan adanya tumpukan sampah di sekitar rumah adalah 1.7 kali dibandingkan dengan tidak adanya tumpukan sampah di sekitar rumah. Hal ini senada dengan penelitian Axmalia dan Mulasari (2020) yang menyatakan terdapat faktor yang menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat disekitar tempat pembuangan sampah salah satunya adalah penyakit gangguan pernapasan. Adanya tumpukan sampah di sekitar rumah atau tempat pembuangan sampah turut andil dalam membawa mikorganisme penyebab ISPA.

Kecenderungan seorang anak mengidap ISPA dengan adanya kandang ternak di sekitar rumah adalah 3.2 kali dibandingkan dengan tidak adanya kandang ternak di sekitar rumah. Hal ini senada dengan penelitian Herawati dan Sukoco (2012) yang menyatakan ada kaitan antara adanya kandang ternak dengan penyakit ISPA. Di sisi lain kecenderungan seorang anak mengidap ISPA dengan letak dapur dan kamar dalam satu ruangan adalah 2.2 kali dibandingkan dengan letak dapur dan kamar tidak dalam satu ruangan. Hal ini senada dengan penelitian Dewi (2012) ada tidaknya sekat pemisah antara dapur dan kamar turut andil dalam meingkatkan resiko ISPA anak.

Kecenderungan seorang anak mengidap ISPA dengan kebersihan rumah yang terawat adalah 0.7 kali dibandingkan dengan kebersihan rumah yang tidak terawat atau sebaliknya kecendrungan seorang anak mengidap ISPA dengan kebersihan rumah yang tidak terawat adalah 1.4 kali dibandingkan dengan kebersihan rumah yang terawat. Hal ini senada dengan penelitian Norihwadziyah dan Keman (2013) yang menyatakan komponen rumah yang tidak sehat dapat menjadikan risiko terkena ISPA pada anak Balita, sedangakn rumah yang sehat melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan dan penularan penyakit.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa semua variabel prediktor signifikan sehingga mampu menjelaskan terjadinya penyakit ISPA pada anak. Faktor-faktor tersebut antara lain status anggota rumah tangga perokok, ketersediaan ventilasi, tumpukan sampah di sekitar rumah, kandang ternak di sekitar rumah, letak dapur dan kamar dalam satu ruangan dan kebersihan rumah. Model yang terbentuk merupakan model yang fit atau layak untuk digunakan dengan persentase sebesar 82 persen.

Daftar Pustaka

Aisyah, N. (2010). Regresi Logistik dan Penerapannya dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Axmalia, A., & Mulasari, S. A. (2020). Dampak Tempat Pembuangan Akhir

Sampah (TPA) Terhadap Gangguan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Komunitas, 6(2), 171-176.

(8)

Faktor-Faktor Yang (Lina Sari dkk) Ditjen PPM & PL. (2011). Kajian Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan

Penyakit Menular Tahun 2007-2008. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Edward, P. (2011). Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan

Jasa Kesehatan. Jurnal penelitian, 12(1), 9-16.

Herawati, M. H., & Sukoco, N. E. (2012, Januari). Pengaruh Memelihara Ternak Dalam Rumah Terhadap Kecenderungan Meningkatnya Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15(1), 83–90.

Hosmer, D., & Lemeshow, S. (2000). Applied Logistic Regression. Second Edition. New York: John Willey & Sons.

Kementerian Kesehatan. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kusmana. (2014). Model Regresi Logistik Biner Stratifikasi pada Partisipasi Ekonomi Perempuan di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 3(1).

Milo, S., Ismanto, A. Y., & Kallo, V. D. (2015, Mei). Hubungan Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Umur 1-5 Tahun di Puskesmas Sario Kota Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp), 3(2), 1-7.

Norihwadziyah, I. V., & Keman, S. (2013, Juli). Hubungan Kesehatan Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Anak Balita DI Wilayah Kerja Puskesmas Baamang Kecamatan Baamang Kabupaten Kotawaringin Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1), 171-178.

Ramadhaniyanti, G. N., Budiyono, & Nurjazuli. (2015, Januari). Faktor Resiko Lingkungan Rumah dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Kuningan Kecamatan Semarang Utara. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(1), 513-522.

Rinduwan, S. (2009). Pengantar Statistik untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sabri, L., & Sutanto, H. (2006). Statistik Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Vovi, N. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita Di Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(TPAS) Tamangapa Kota Makassar. Skripsi: UIN Alaudin Makasar.

World Lung Foundation. (2010). Acute Respiratory Infection. USA: Bookhouse Group,Inc.

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Gambar 2. Persentase Karakteristik Kategori Variabel Prediktor
Tabel 4. Hasil Uji Wald

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan pokok yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada ranah kognitif antara siswa yang

Pengelolaan kegiatan Administrasi Akademik (ADAK) di pimpin oleh seorang pejabat struktural dengan jabatan Eselon IV A. Jumlah tenaga pengelola ADAK di Direktorat

Istilah Posmodernisme dapat memiliki beberapa pengertian yang berbeda, antara lain bisa berarti aliran pemikiran filsafat yang merupakan sebuah intensifikasi

sebabkan bahwa rasa takut dan cemas terhadap nyeri persalinan sehingga ibu bersalin tidak merasa nyaman, saat ini timbul trend/kecendrungan para wanita muda lebih memilih

Membandingkan nilai koefisien Standar Nasional Indonesia 2008 dengan nilai koefisien pekerjaan proyek pembangunan Mall Dinoyo City Malang untuk pekerjaan plat dan

Pada indikator merumuskan masalah sebelum diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa mendapatkan nilai pretest pada kategori tidak terampil, kurang terampil,

Dari proses painting dilanjutkan ke proses Assembling, yaitu proses penggabungan semua komponen body dengan komponen- komponen yang lain seperti pemasangan roda, engine, kaca

Sejarah biasanya dimasukkan dalam ilmu tentang manusia (humaniora) karena selain objek yang diteliti adalah manusia, khususnya perubahan atau perkembangan manusia pada masa