• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI MANGROVE DAN STRUKTUR KOMUNITAS UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN PASEKAN, INDRAMAYU) ANGGUN SASMITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI MANGROVE DAN STRUKTUR KOMUNITAS UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN PASEKAN, INDRAMAYU) ANGGUN SASMITA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI MANGROVE DAN STRUKTUR KOMUNITAS

UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN PASEKAN,

INDRAMAYU)

ANGGUN SASMITA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kondisi Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu) adalah benar karya saya dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penulisan ini.

Bogor, Juli 2014

Anggun Sasmita NIM C24100041

(4)

ABSTRAK

ANGGUN SASMITA. Kondisi Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu). Dibimbing oleh AGUSTINUS SAMOSIR.

Ekosistem mangrove merupakan salah satu habitat bagi biota air di daerah pasang surut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur komunitas udang dan keterkaitannya terhadap kondisi ekosistem mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan, Indramayu. Data penelitian yang dikumpulkan berupa jenis udang pada tiga sub-habitat berbeda, yaitu tambak, muara sungai, dan pantai. Kondisi yang diukur meliputi luasan, kerapatan, dan basal area mangrove serta kualitas air. Hasil pengamatan menunjukkan luasan dan kerapatan mangrove di Desa Pagirikan lebih rendah dibandingkan Desa Pabean Ilir. Kondisi lingkungan pada dua stasiun pengamatan, menunjukkan hasil yang tidak berbeda dan masih dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup udang. Terdapat delapan spesies udang selama pengamatan, yaitu Penaeus merguiensis, P. japonicus, P. monodon, Acetes sp., Metapenaeus ensis, M. monoceros, Harphiosquilla raphidae, dan M. rosenbergii. Keanekaragaman udang sedikit lebih tinggi di Pabean Ilir dibandingkan di Pagirikan, namun tidak signifikan. Perbedaan struktur komunitas ditemukan antar sub-habitat tambak, muara sungai, dan pantai dari masing-masing lokasi pengamatan.

Kata kunci: Indramayu, Keanekaragaman, Mangrove, P. merguiensis, Udang.

ABSTRACT

ANGGUN SASMITA. Mangrove Conditions and Community Structure of Shrimps (Case Study in Pasekan subdistrict, Indramayu). Supervised by AGUSTINUS SAMOSIR .

Mangrove is one of a group of plants in the tidal area. This study aims to describe community structure of shrimp with relation to mangroves. Research analyzed were species of shrimps in three different sub-habitats are ponds, river, and beaches in the Pabean Ilir and Pagirikan villages, Indramayu. Conditions measurzed include vast, density, and basal cover of mangroves and water quality. The results showed that the extent and mangrove density in the Pagirikan village lower than Pabean Ilir village. Environmental conditions in the two observation stations showed the results do not significant different and still in the range for survival of shrimp. There are eight species of shrimp during the observation, namely Penaeus merguiensis, P. japonicus, P. monodon, Acetes sp., Metapenaeus ensis, M. monoceros, Harphiosquilla raphidae, and M. rosenbergii. Diversity shrimps in the Pabean Ilir slightly higher than Pagirikan, however not significant. Community structure differences found between sub-habitat of ponds, river, and beaches from each of the two observation sites.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

KONDISI MANGROVE DAN STRUKTUR KOMUNITAS

UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN PASEKAN,

INDRAMAYU)

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Judul Skripsi :

Nama : :

NIM :

Program Studi :

Disetujui oleh

Ir Agustinus M Samosir, MPhil Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Kondisi Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu)

Anggun Sasmita C24100041

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Keberadaan Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramayu). Hasil penelitian ini diajukan untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.

2. Beasiswa POM (Perhimpunan Orangtua Mahasiswa) dan PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) yang telah memberikan bantuan dana selama masa studi.

3. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), KODE Max: 2013.089.521219.

4. Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan pengarahan selama masa akademik.

5. Ir Agustinus M Samosir, MPhil sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, bimbingan serta pengarahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

6. Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi, MSc sebagai penguji di luar pembimbing dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi sebagai penguji perwakilan program studi Manajemen Sumberdaya Perairan

7. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa dan motivasi untuk penulis.

8. Aries Asriansyah, SPi dan Bapak Ruslan selaku staf laboratorium Biologi Makro yang telah membantu dalam analisis di laboratorium.

9. Dr Ahmad Zahid, SPi MSi atas kritik dan saran yang telah diberikan.

10. Teman-teman satu tim penelitian Indramayu Pardi, Reiza, Merry, Rana, Rizham, dan Alsay yang selalu memberikan kebersamaannya selama penelitian.

11. Mega, Rivany, Siska, Agus, dan seluruh keluarga MSP 47, yang selalu memberikan bantuan dan .motivasi.

12. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Saran dan kritik atas skripsi penelitian ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Pengambilan Contoh 3

Analisis Data 4

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif 4

Struktur komunitas udang 5

Kebiasaan makanan 5

Kondisi mangrove 6

Indeks nilai penting 6

Keterkaitan kondisi mangrove dengan struktur komunitas udang 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Kondisi ekosistem mangrove dan perairan 9

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif udang 13

Struktur komunitas 15

Kebiasaan makan 16

Pembahasan 16

Kondisi mangrove dan struktur komunitas udang Desa Pabean Ilir dan

Pagirikan 16

Rekomendasi pengelolaan 21

KESIMPULAN DAN SARAN 22

Kesimpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Koefisien korelasi (r) dan kekuatan hubungan 9

2 Parameter perairan di Desa Pabean Ilir 13

3 Parameter perairan di Desa Pagirikan 13

4 Komposisi jenis udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan 14

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi

mangrove terhadap struktur komunitas udang 2

2 Lokasi penelitian 3

3 Kondisi ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan; A dan D pada habitat tambak, B dan E habitat muara sungai, C dan F habitat

pantai. 10

4 Kerapatan mangrove Desa Pabean Ilir 11

5 Kerapatan mangrove Desa Pagirikan 11

6 Basal area mangrove di Desa Pabean Ilir 12

7 Basal area mangrove di Desa Pagirikan 12

8 Kelimpahan relatif udang di stasiun Pabean Ilir dan Pagirikan 15 9 Struktur komunitas udang di Desa Pabean Ilir 15

10 Struktur komunitas udang di Desa Pagirikan 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alat tangkap yang digunakan 26

2 Spesies udang yang ditangkap di Pabean Ilir dan Pagirikan 27 3 Kelimpahan relatif udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan 27 4 Indeks nilai penting mangrove Desa Pabean Ilir 26 5 Indeks nilai penting mangrove Desa Pagirikan 26 6 Uji beda kondisi perairan Desa Pabean Ilir dan Pagirikan 28 7 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keanekaragam udang di

Pabean Ilir 28

8 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keanekaragam udang di

Pagirikan 28

9 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keseragaman udang di

Pabean Ilir 28

10 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keseragaman udang di

Pagirikan 29

11 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan dominansi udang di Pabean

Ilir 29

12 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan dominansi udang di

Pagirikan 29

(11)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove adalah struktur vegetasi yang membentuk suatu habitat pesisir, yang hampir selalu ditemukan di sepanjang garis pantai di perairan dangkal tropis dan subtropis, seperti teluk, laguna, dan estuari (Nagelkerken dan Faunce 2008). Mangrove, memiliki fungsi penting di dalam mata rantai makanan, yang dapat menunjang kehidupan berbagai jenis biota air. Bagi udang, mangrove berperan sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan, dan berlindung dari spesies predator (Chong et al. 1990 in Primavera 1998).

Ekosistem mangrove di Indonesia sejak tahun 1982 sampai dengan sekarang, terekam telah mengalami penurunan dari segi kualitas maupun kuantitas yang disebabkan karena perubahan iklim dan meningkatnya aktivitas manusia (FAO 2002; Sukardjo 2004; Prahastianto 2010). Perubahan iklim dapat berdampak terhadap kenaikan muka air laut, peningkatan suhu perairan, peningkatan badai, dan fluktuasi cuaca yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kondisi ekosistem mangrove. Mangrove merupakan habitat utama bagi beberapa spesies udang, sehingga perubahan ekosistem mangrove dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup udang. Indramayu merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang kondisi ekosistem mangrovenya telah mengalami kerusakan.

Hubungan positif antara luasan mangrove dan tangkapan udang telah ditunjukkan di Indonesia (Martosubroto dan Naamin 1977), Meksiko (Tuner 1977 in Pauly dan Ingles 1999), Asia Tenggara (Paw dan Chua 1989 in Baran dan Hambrey 1998). Saat ini, belum ada penelitian mengenai kondisi mangrove dan struktur komunitas udang di daerah ini, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Indramayu.

Perumusan Masalah

Menurut para ahli biologi, kawasan mangrove merupakan daerah asuhan udang, ikan, dan spesies kepiting tertentu yang bergantung pada hutan mangrove (Sukardjo 2004). Mangrove juga merupakan habitat penting bagi berbagai jenis udang-udangan yang memiliki nilai komersial penting (Noor et al. 1990). Perubahan kondisi ekosistem mangrove meliputi komposisi jenis, kerapatan, dan luasan ekosistem mangrove akibat peningkatan aktivitas manusia dan perubahan iklim akan menentukan variasi karakteristik fisika, kimia, dan biologi perairan, selanjutnya akan menentukan struktur komunitas dari organisme yang berasosiasi dengannya. Menurut Twilley et al. (1996) in Shervette (2007), perubahan lahan basah mangrove, termasuk hilangnya habitat dan perubahan habitat, secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati.

Ekositem mangrove memegang peranan penting untuk kelangsungan proses ekologis dan hidrologis, maka keanekaragaman biota air pada perairan pantai di wilayah pesisir akan tergantung dari kondisi ekosistem mangrove, yang merupakan sistem penyangga kehidupan biota tersebut. Berdasarkan uraian

(12)

2

tersebut, perlu dipelajari peran ekosistem mangrove dalam menunjang struktur komunitas udang yang memanfaatkan keberadaan ekosistem mangrove sebagai tempat pengasuhan, tempat mencari makan, dan berlindung dari spesies predator. Gambar 1 merupakan diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi mangrove terhadap struktur komunitas udang.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi mangrove terhadap struktur komunitas udang

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi ekosistem mangrove dan keterkaitannya dengan struktur komunitas udang pada dua lokasi berbeda.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai keterkaitan kondisi ekosistem mangrove terhadap struktur komunitas udang yang terdapat pada dua ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan. Informasi tersebut, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar perencanaan pengelolaan dan pemantauan, terhadap hutan mangrove yang terdapat di Kecamatan Pasekan, Indramayu.

METODE

Waktu dan Tempat

Pengamatan dilaksanakan setiap bulan, dari Juli sampai September 2013, di pesisir ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan, Kecamatan Pasekan, Indramayu. Identifikasi contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 2, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Perubahan iklim dan Aktivitas manusia

Kondisi mangrove -Luasan mangrove -Jenis/komposisi -Kerapatan mangrove -Basal area /tutupan Parameter fisika kimia

perairan Struktur komunitas

(13)

7 3

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 2 merupakan peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Lokasi penelitian Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh vegetasi mangrove

Pengumpulan data vegetasi mangrove dilakukan dengan metode observasi lapangan. Vegetasi mangrove dihitung jumlah tegakannya pada masing-masing plot pengamatan. Vegetasi mangrove tahap pohon, diamati pada luasan 20x20 m2 dan mangrovetahap pohon merupakan mangrove dengan ciri-ciri diameter batang lebih besar atau sama dengan 10 cm serta tinggi lebih besar atau sama dengan 1.5 m. Mangrove tahap anakan diamati pada luasan 5x5 m2 dengan diameter batang 2 cm sampai 10 cm, dan tinggi lebih besar atau sama dengan 1.5 m. Mangrove tahap semai diamati pada luasan 1x1 m2 dan mangrove tahap semai merupakan mangrove dengan tinggi kurang dari dari 1.5 m dan diameter batang kurang dari 2 cm.

Data vegetasi mangrove yang diamati meliputi jumlah, jenis vegetasi mangrove, dan DBH (diameter of the trunk at breast height) berupa daun dan bunga yang akan diidentifikasi lebih lanjut Rusti et al. (1999).

(14)

4

Pengambilan contoh udang

Pengambilan data keanekaragaman udang dilakukan pada dua lokasi berbeda, yakni di Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan, Kecamatan Pasekan. Pembagian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi mangrove yang berbeda terhadap struktur komunitas udang di masing-masing lokasi dan habitat.

Pengambilan contoh dilakukan pada 3 sub-habitat yang berbeda pada setiap lokasi penelitian, yaitu di tambak dengan menggunakan alat tangkap impes dengan ukuran panjang 104.5 cm dan lebar 44 cm, di muara sungai menggunakan alat tangkap sero dengan panjang 100 m, lebar 120 m, dan tinggi 1.5-2.5 m, dan di pantai menggunakan jaring udang dengan panjang 160 m dan lebar 1.5 m masing-masing sebanyak tiga kali ulangan (Lampiran 1).

Contoh udang yang diperoleh diawetkan dalam formalin 10% secara terpisah berdasarkan zona pengambilan contoh. Selanjutnya dilakukan identifikasi jenis mengunakan buku identifikasi Lovvet (1981) dan Carpenter (1998), serta dilakukan penghitungan keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi.

Pengambilan contoh kualitas air

Variabel lingkungan yang diukur meliputi kecerahan, suhu, pH, salinitas, dan kedalaman. Kecerahan diukur menggunakan Secchi disk, suhu diukur menggunakan thermometer raksa, salinitas diukur menggunakan refraktometer, dan pH diukur dengan pH meter.

Analisis Data

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif udang digunakan untuk melihat persebaran jumlah masing-masing spesies di lokasi pengambilan contoh. Komposisi jenis udang dilihat dari hasil identifikasi menggunakan buku identifikasi Lovvet (1981) dan Carpenter (1998). Kelimpahan relatif udang dihitung dengan rumus sebagai berikut.

P = ni

N x 100% Keterangan:

P : Kelimpahan relatif udang yang tertangkap ni : Jumlah total individu spesies

(15)

7 5

Struktur komunitas udang Indeks keanekaragaman (H′)

Keanekaragaman diperlukan untuk menjelaskan kehadiran jumlah individu antargenus dalam suatu komunitas. Keanekaragaman udang dihitung berdasarkan Mason (1988) dengan persamaan:

pi=ni

N (1)

sehingga:

H'= - pilog2pi (2)

Keterangan:

H : Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener pi : Proporsi individu spesies ke-i

Indeks keseragaman (E)

Odum (1971), menyatakan bahwa indeks keseragaman (E) digunakan untuk mengetahui berapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu setiap genus pada tingkat komunitas dan dihitung berdasarkan Mason (1988) sebagai berikut.

E= H'

log2S (3)

Keterangan:

E : Indeks keseragaman Hˈ : Indeks keanekaragaman

S : Jumlah taksa (jenis atau spesies) Indeks dominansi (D)

Odum (1971), menyatakan bahwa indeks dominansi diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

D= ni=1(pi)2 (4)

Keterangan:

D : Indeks dominansi

pi : Proporsi individu spesies ke-i

Kebiasaan makanan

Kebiasaan makanan udang dianalisis menggunakan indeks bagian terbesar atau Index of Propenderance (IP) yang merupakan gabungan dari metode

(16)

6

frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Natarajan dan Jhungran 1961 in Effendie 1979).

IP= Vi × Oi

Vi × Oi ×100 (5)

Keterangan:

IP : Indeks of Propenderance

Vi : Persentase volume Satu Makanan

Oi : Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan

Vi × Oi : Jumlah Vi × Oi dari semua macam makan

Kondisi mangrove Indeks nilai penting

Indeks nilai penting adalah jumlah nilai kerapatan relatif (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi), dan penutupan relatif jenis (RCi). Kerapatan jenis (Di) merupakan jumlah tegakan jenis ke-I dalam suatu unit area (Curtis dan McIntosh 1950). Penentuan kerapat jenis mangrove dihitung melalui rumus sebagai berikut. Di=

ni

A (6)

Keterangan:

Di : Kerapatan jenis ke-i

ni : Jumlah total individu ke-i

A : Luas total area pengambilan contoh Kerapatan Relatif (RDi)

Kerapatan Relatif ( RDi) merupakan perbandingan antara jumlah jenis

tegakan ke-i dengan total tegakan seluruh jenis. Menurut Curtis dan McIntosh (1950), penentuan kerapatan relatif (RDi) dihitung menggunakan rumus:

RDi = ni

∑nx100 (7)

Keterangan:

RDi : Kerapatan relatif

ni : Jumlah total individu ke-i

n : Total tegakan seluruh jenis Frekuensi Jenis (Fi)

Frekuensi jenis (Fi), adalah peluang ditemukannya suatu jenis ke-i dalam

semua petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang dibuat (Curtis dan McIntosh 1950).

Fi= pi

(17)

7 7

Keterangan:

Fi : Frekuensi jenis ke-i

pi : Jumlah petak contoh ditemukannya jenis ke-i ∑F : Jumlah total petak contoh yang dibuat

Frekuensi Relatif (RFi)

Curtis dan McIntosh (1950), menyatakan bahwa Ferkuensi Relatif ( RFi)

adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi seluruh jenis. Frekuensi Relatif (RFi) dapat dihitung dengan rumus.

RFi= Fi

∑Fx100 (9)

Keterangan:

RFi : Frekuensi relatif

Fi : Frekuensi jenis ke-i

∑F : Jumlah total petak contoh yang dibuat Penutupan Jenis (Ci)

Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis ke-i dalam suatu unit area tertentu (Curtis dan McIntosh 1950)

Ci= ∑BA

A x100 (10)

Keterangan:

Ci : Penutupan jenis

∑BA : πd2/4 (d = diameter batang setinggi dada, π = 3.1416) A : Luas total area pengambilan contoh

BA = π DBH²/4 (11)

Keterangan: BA : Basal area Π : 3.14

DBH : Diameter pohon jenis Penutupan Relatif (RCi)

Curtis dan McIntosh (1950), menyatakan bahwa penutupan relatif ( RCi)

adalah perbandingan antara penutupan jenis ke-i dengan luas total penutupan untuk seluruh jenis. Penentuan RCidapat dihitung dengan rumus berikut.

RCi= Ci

∑Cx100 (12)

Keterangan:

RCi : Penutupan relatif

Ci : Penutupan jenis ke-i

(18)

8

Soegianto (1994) in Indriyanto (2006), menyatakan bahwa INP adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies dalam komunitas tumbuhan. Nilai penting ini untuk memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem tersebut. Rumus awal INP oleh Curtis dan McIntosh (1950) adalah sebagai berikut.

INP = RDi + RFi + RCi (13)

Keterkaitan kondisi mangrove dengan struktur komunitas udang Uji t (uji beda nyata)

Uji beda nyata dua contoh independen yang digunakan pada penelitian ini, dimaksudkan untuk mengetahui berbeda atau tidaknya struktur komunitas udang dan kondisi lingkungan pada dua lokasi berbeda. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.

thit = (x1-x2) n 1-n2 n1+n2 n1-n2 s2+n2-n1s22 n1+n2 (14) Keterangan:

thit : Nilai stastistik yang akan diuji

𝑥1 : Nilai tengah contoh 1; 𝑥2: nilai tengah contoh 2

𝑛1 : Ukuran contoh 1; 𝑛2: ukuran contoh 2

𝑠1 : Simpangan baku contoh 1;𝑠2: simpangan baku contoh 2

Uji perbedaan struktur komunitas udang dianalisis dengan menggunakan uji t dengan hipotesis sebagai berikut.

H0 : Struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan adalah sama (mirip).

H1 : Struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan adalah tidak sama (berbeda).

Demikian pula untuk uji perbedaan kualitas air antara Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan, dianalisis dengan menggunakan uji t dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : Kualitas air antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan adalah sama H1 : Kualitas air antara antara Desa Pabean Ilir dengan Desa Pagirikan adalah

tidak sama (berbeda).

Proses penarikan kesimpulan pada hipotesis, diawali dengan melihat keidentikan nilai ragam dua contoh melalui uji F (Lavene’s Test for Equality of Varians). Berdasarkan uji F, akan dihasilkan dua pilihan asumsi, yaitu nilai ragam dua contoh yang identik dan nilai dua ragam contoh yang berbeda. Pemilihan satu dari asumsi tersebut berdasarkan nilai peluang uji F. Jika nilai P-value lebih besar dari 0.05, maka nilai ragam dua contoh adalah identik.

(19)

7 9

Demikian pula jika nilai P-value kurang dari 0.05, maka nilai ragam dua contoh adalah tidak identik.

Pengambilan keputusan pada hipotesis dapat dilakukan dengan melihat nilai peluang pada uji t. Jika nilai peluang uji t lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima. Demikian juga nilai peluang uji lebih kecil 0.05, maka H0 ditolak. Pengolahan data menggunakan Program Statistical Product and Service Solution, versi 20. Uji korelasi

Uji korelasi dimaksudkan untuk mengetahui keeratan hubungan antara struktur komunitas udang dengan kondisi ekosistem mangrove sebagai habitat (nursery ground, spawning ground and feeding ground) udang. Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini, merupakan uji korelasi pearson (r). Nilai r, berkisar antara 0.0 (ada korelasi), sampai dengan 1.0 (korelasi yang sempurna). Selain berdasarkan angka korelasi, tanda juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya korelasi yang berlawanan arah, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah korelasi yang searah (Santoso 2000). Program yang digunakan untuk mengolah data adalah SPSS Statistic 20. Interval. Kekuatan hubungan secara lebih jelas disajikan pada Tabel 1 DeVaus (2002) berikut.

Tabel 1 Koefisien korelasi (r) dan kekuatan hubungan

Koefisien* Kekuatan Hubungan

0.00 Tidak ada hubungan

0.01 - 0.09 Hubungan kurang berarti 0.10 - 0.29 Hubungan lemah

0.30 – 0.49 Hubungan moderat 0.50 – 0.69 Hubungan kuat 0.70 – 0.89 Hubungan sangat kuat

>0.90 Hubungan mendekati sempurna

*untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi ekosistem mangrove dan perairan

Kecamatan Pasekan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Kecamatan Pasekan terdiri dari lima desa, yaitu Desa Pabean Ilir, Pagirikan, Pasekan, Karanganyar, Totoran, dan Brondong. Berdasarkan data dari Perum Perhutani dan KPH Indramayu, luasan mangrove di Kecamatan Pasekan adalah 3 925.14 ha. Gambar 3 merupakan gambaran kondisi mangrove di dua lokasi penelitian Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

(20)

10

Gambar 3 Kondisi ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan; A dan D pada habitat tambak, B dan E habitat muara sungai, C dan F habitat

pantai.

Jenis mangrove yang ditemukan di kedua lokasi penelitian selama pengamatan terdiri dari 6 jenis, yaitu Avicennia marina, A. alba, Rhizophora mucronata, R. apiculata, Acanthus ilicifolius, dan Brugruiera cylindrica. Jenis mangrove yang paling banyak ditemukan di Desa Pabean Ilir pada habitat tambak, sungai, dan pantai adalah R. mucronata. Jenis mangrove A. marina mendominasi di habitat sungai, sementara R. mucronata mendominasi di habitat tambak dan pantai di Desa Pagirikan (Lampiran 4 dan 5). Gambar 6 dan 7 merupakan gambar

(21)

7 11

kerapatan mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan, sementara Gambar 7 dan 8 menunjukkan basal area (tutupan) mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

Gambar 4 Kerapatan mangrove Desa Pabean Ilir

Gambar 5 Kerapatan mangrove Desa Pagirikan

Kerapatan mangrove di Desa Pabean Ilir lebih tinggi dibandingkan di Desa Pagirikan. Kerapatan mangrove tahap pohon di Desa Pabean Ilir paling tinggi pada habitat pantai sebesar 510 ind/ha, tahap anakan paling tinggi di habitat sungai dengan 27 378 ind/ha, dan untuk tahapan semai paling tinggi di habitat tambak dengan 113 333 ind/ha. Kerapatan mangrove pada tahapan pohon, anakan, dan semai di Desa Pagirikan paling tinggi ditemukan pada habitat pantai

125 510 219 17667 14133 27378 113333 91668 70833 00000 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000

Tambak Sungai Pantai

K er a pa ta n m a n gr o v e (i n d/ h a ) Habitat Pohon Anakan Semai 1 1 3 3526650 333 3400 94688 163889 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000

Tambak Sungai Pantai

K er a pa ta n m a n gr o v e (i n d/ h a ) Habitat Pohon Anakan Semai

(22)

12

Gambar 6 Basal area mangrove di Desa Pabean Ilir

Gambar 7 Basal area mangrove di Desa Pagirikan

Basal area (tutupan) mangrove di Desa Pagirikan lebih tinggi dibandingkan di Desa Pabean Ilir. Tutupan mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan pada tahap pohon tertinggi ditemukan pada habitat sungai dan terendah pada habitat tambak, sementara untuk tahapan semai tutupan tertinggi di temukan di habitat pantai untuk Desa Pabean Ilir dan di habitat sungai untuk Desa Pagirikan.

Wilayah pesisir Kabupaten Indramayu memilik tipe pasang surut campuran condong harian tunggal, akan tetapi terkadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Kecepatan arus permukaan di sekitar pesisir Indramayu pada musim barat dan musim angin timur diperkirakan mencapai 25 cm/detik, sementara pada periode peralihan diperkirakan hanya berkisar 12 cm/detik (Kalay 2008). Tabel 2 dan 3 menunjukkan faktor lingkungan yang diukur selama pengamatan meliputi suhu, PH, salinitas, kecerahan, dan kedalaman.

0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012 0.0014 0.0016 0.0018 0.0020

Tambak Sungai Pantai

B a sa l a re a (H a ) Habitat Pohon Anakan 0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012 0.0014 0.0016 0.0018 0.0020

Tambak Sungai Pantai

B a sa l a re a (H a ) Habitat Pohon Anakan

(23)

7 13

Tabel 2 Parameter perairan di Desa Pabean Ilir Lokasi sampling Suhu (˚C) Parameter

pH Salinitas (psu) Kecerahan cm) Kedalaman (cm) Tambak 25.5-28 7-8.5 23-30 21-36 30-50

Sungai 26-27 7-8 23-36 23-25 30-60

Pantai 28-29 7-8 26-33 50-240 180-270

Tabel 3 Parameter perairan di Desa Pagirikan

Lokasi sampling Suhu (˚C) Parameter

pH Salinitas (psu) Kecerahan cm) Kedalaman (cm)

Tambak 26-27 7 24-29 15-40 50-70

Sungai 28-29 7-8 26-27 20-25 110-130

Pantai 28-29 7-8 25-30 35-50 310-580

Suhu tertinggi di Pabean Ilir ditunjukkan pada sub-habitat pantai dengan kisaran 28-29˚C dan terendah pada sub-habitat sungai dengan 26-27˚C. Kisaran pH cenderung sama berkisar 7-8, kecuali pada sub-habitat tambak dengan kisaran 7-8.5. Kisaran salinitas tertinggi terdapat pada sub-habitat sungai dengan 23-36 psu dan terendah di sub-habitat tambak dengan 23-30 psu. Kisaran kecerahan tertinggi pada sub-habitat pantai dengan 50-60 cm dan terendah pada sub-habitat sungai dengan 20-25 cm. Kisaran kedalaman terendah pada habitat tambak 30-50 cm dan tertinggi pada habitat pantai 180-270 cm.

Suhu dan pH hampir sama untuk semua sub-habitat di desa Pagirikan, dengan kisaran suhu 28-29˚C dan pH 7-8 kecuali pada sub-habitat tambak dengan suhu 26-27˚C dan pH 7. Kisaran salinitas tertinggi pada sub-habitat pantai dengan 25-30 psu dan terendah pada sub-habitat sungai dengan 26-27 psu, untuk kisaran kecerahan tertinggi ditemukan pada sub-habitat pantai dengan 35-50 cm dan terendah pada sub-habitat muara 20-25 cm. Kisaran kedalaman terendah pada habitat tambak 50-70 cm dan tertinggi pada habitat pantai 310-580 cm.

Komposisi jenis dan kelimpahan relatif udang

Tabel 4 berisi tentang komposisi jenis udang di Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan. Udang yang tertangkap selama penelitian terdiri dari 8 spesies yang berasal dari 4 famili berikut: Penaeidae (Penaeus merguiensis, P. japonicus, P. monodon, Metapenaeus ensis, M. monoceros), Squillidae (Harpiosquilla raphidae), Palaemolidae (M. rosenbergii), dan Sergestidae (Acetes sp) (Lampiran 4). Total individu yang tertangkap berjumlah 7 036 dengan masing-masing 3 400 di Desa Pabean Ilir dan 3 636 di Desa Pagirikan. Gambar 8 menunjukkan kelimpahan relatif udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

(24)

14 14

Tabel 4 Komposisi jenis udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan

Desa No Spesies Nama Lokal Nama Umum Jumlah Individu (n/ha)

Tambak Sungai Pantai ∑

Pabean Ilir

Penaeidae

1 P. merguiensis Jerbung Banana Prawn 396 69 163 628

2 P. japonicus Kuruma Kuruma Prawn 0 2 2 4

3 P. monodon Windu Giant Tiger Prawn 0 0 1 1

4 M. ensis Dogol Greasyback shrimp 48 27 49 124

5 M. monoceros Api-api Speckled shrimp 2412 51 2 2465

Sergestidae 0

6 Acetes sp Rebon Trasi Shrimp 56 60 0 116

Squillidae 0

7 H. raphidae Ronggeng Mantis shrimp 0 4 0 4

Palaemonidae 0

8 M. rosenbergii Galah Giant River Prawn 56 2 0 58

Jumlah 2968 215 217 3400

Pagirikan

Penaeidae

1 P. merguiensis Jerbung Banana Prawn 344 47 95 486

2 P. japonicus Kuruma Kuruma Prawn 0 0 1 1

3 P. monodon Windu Giant Tiger Prawn 0 0 2 2

4 M. ensis Dogol Greasyback shrimp 0 13 30 43

5 M. monoceros Api-api Speckled shrimp 3006 31 0 3037

Sergestidae 0

6 Acetes sp Rebon Trasi Shrimp 48 9 0 57

Squillidae 0

7 H. raphidae Ronggeng Mantis shrimp 0 5 0 5

Palaemonidae 0

8 M. rosenbergii Galah Giant River Prawn 2 3 0 5

(25)

15 15

Gambar 8 Kelimpahan relatif udang di stasiun Pabean Ilir dan Pagirikan

Keterangan:1. P. merguiensis, 2. P. japonicus, 3. P. monodon, 4. M. ensis, 5. M. monoceros, 6. Acetes sp., 7. H. raphidae, 8. M. rosenbergii Secara umum spesies P. merguiensis tersebar semua habitat dengan dominansi yang tinggi, sementara spesies M. monoceros hanya mendominasi di habitat tambak dan muara sungai baik di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan.

Struktur komunitas

Gambar 9 dan 10 menunjukkan struktur komunitas udang pada Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan. Struktur komunitas antara kedua lokasi tidak menunjukkan adanya perbedaan, namun perbedaan ditunjukkan antar sub-habitat pada kedua lokasi penelitian.

Gambar 9 Struktur komunitas udang di Desa Pabean Ilir 0.82 0.48 0.70 1.44 0.58 0.34 0.53 0.35 0.73 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 H E D In de ks Struktur Komunitas Tambak Sungai Pantai

(26)

16

Gambar 10 Struktur komunitas udang di Desa Pagirikan

Stasiun Pabean Ilir memiliki indeks keanekaragaman udang berkisar antara 0.53-1.44 dan stasiun Pagirikan memiliki kisaran yang lebih rendah berkisar antara 0.46-1.02. Keanekaragaman udang tertinggi berada pada habitat sungai masing-masing 1.44 dan 1.02 lalu habitat tambak untuk Pabean Ilir dan habitat pantai untuk Pagirikan. Indeks keseragaman udang (E) tertingggi juga ditunjukkan di habitat sungai dengan dominansi (D) yang rendah (0.34) dan (0.25), sementara habitat tambak dan pantai memiliki nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman yang rendah, dengan dominansi yang tinggi.

Kebiasaan makan

Analisa kebiasaan makan diperlukan untuk mengetahui perbedaan komposisi jenis antar lokasi dan sub-habitat. Hasil pengamatan pada perut udang, menunjukkan adanya hancuran yang tidak teridentifikasi. Namun, berdasarkan studi literatur, kebisaan makan udang dari genus Penaeus dan Metapenaeus, di selat Malaka diketahui memakan Crustacea, Polychaetes, moluska, ikan, detritus, dan alga (Hall 1962 in Sasekumar dan Chong 1981). Khusus spesies P. merguiensis, isi perut dari spesies ini berupa Protozoa, Crustacea, Chelicerata, Moluska, Annelida, Nematoda, Echinodermata, Pisces, Macrophyta, alga, diatom, serta puing-puing yang tidak teridentifikasi (Sasekumar dan Chong 1981). Menurut penelitian Nandakumar dan Damodaran (1998) di India, udang spesies M. monoceros adalah omnivorous scavengers atau detritus feeders. Komposisi makanan yang ditemukan di perut udang ini terdiri atas Polychaetes, detritus, ikan, pasir, udang kecil, moluska, dan foraminifera.

Pembahasan

Kondisi mangrove dan keterkaitannya dengan struktur komunitas udang Mangrove yang mendominasi di Desa Pabean Ilir adalah mangrove jenis R. mucronta. Mangrove jenis ini merupakan mangrove dengan tipe perakaran

0.46 0.28 0.82 1.03 0.44 0.25 0.55 0.41 0.79 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 H E D In de ks Struktur Komunitas Tambak Sungai Pantai

(27)

7 17

tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Tumbuh optimal pada areal yang tergenang serta tanah yang kaya akan humus (Rusila et al. 1999). Kerapatan dan tutupan mangrove tahap pohon, ditemukan paling tinggi di habitat sungai dan tahap semai serta anakan paling tinggi di pantai dan tambak. Tingginya kerapatan pohon dan tutupan mangrove di habitat muara sungai, diduga karena wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki tingkat kesuburan tinggi, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mangrove.

Udang yang ditemukan selama penelitian di Desa Pabean Ilir terdiri dari 8 spesies, masing-masing 5 spesies di habitat tambak dan pantai, serta 7 spesies di habitat muara sungai. Jenis M. monoceros mendominasi di habitat tambak, sementara jenis P. merguiensis mendominasi di habitat sungai dan pantai.

Habitat tambak dengan kedalaman yang berkisar 30-50 cm dengan salinitas 23-30 psu dan memiliki subtrat lumpur berpasir, diduga disukai oleh udang jenis M. monoceros. Hal ini sesuai Dore dan Frimodt (1987), menyatakan bahwa spesies M. monoceros memiliki penyebaran yang luas, hidup di perairan dangkal hingga kedalam 60 m, lebih banyak dikedalaman 10-30 m, lebih menyukai subtrat lumpur berpasir, hidup di salinitas payau hingga salinitas laut. Ketersediaan makanan juga di duga menjamin kelimpahan jenis udang M. monoceros di habitat tambak. Kelompok Polychaetes, detritus, ikan, udang-udangan, moluska, dan foraminifera merupakan makanan bagi spesies M. monoceros (Nandakumar dan Damodaran 1998). Selain itu, menurut Munga et al. (2013) dan Ronnback et al. (2001), spesies M. monoceros memiliki penyebaran habitat yang luas karena meiliki toleransi luas terhadap kondisi lingkungan.

Spesies P.merguiensis melimpah di habitat muara sungai dan pantai. Habitat muara sungai dengan karakteristik substrat berlumpur menjadi pilihan spesies ini untuk hidup dan mencari makan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dore I dan Frimodt C (1987), bahwa juvenile P. merguiensis hidup di estuari dan dewasa lebih banyak di laut dengan kedalaman berkisar antara 10-45 m di dasar berlumpur. Udang P. merguiensis yang ditemukan di habitat muara sungai memiliki ukuran lebih pendek dibandingkan yang ditemukan di habitat pantai. Spesies P.merguiensis, yang ditemukan di habitat pantai diduga merupakan udang yang sedang melakukan migrasi untuk pemijahan di laut, karena saat penelitian merupakan bulan saatnya udang jenis ini memijah di laut. Sesuai dengan Vance et al. (1998), yang menyatakan udang P. merguiensis memijah pada bulan Agustus-November. Udang memiliki siklus hidup yang saat dewasa akan memijah di laut, saat larva udang akan berpindah ke daerah estuari (nursery ground), akan tumbuh menjadi juvenile selama 6-20 minggu sebelum akhirnya kembali ke laut untuk memijah (Haywood dan Staples 1993 in Primavera 1998).

Spesies P. japonicus dan P. monodon ditemukan di sungai dan pantai dengan jumlah yang sangat sedikit. Dore dan Frimodt (1987), menyatakan bahwa P. japonicus merupakan udang laut yang hidup di subtrat lumpur berpasir dan di dasar pasir di kedalaman hingga 90 m dan P. monodon merupakan udang laut yang menyukai dasar lumpur atau pasir, hidup di seluruh kedalaman dari dangkal hinggga 110 m (Dore dan Frimodt 1987). Karena kedua jenis udang ini merupakan udang laut, sehingga tidak banyak ditemukan di daerah estuari.

Spesies M. ensis ditemukan di habitat tambak, sungai, dan pantai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dore dan Frimodt (1987), yang menyatakan bahwa spesies ini hidup daerah estuari dan laut, serta lebih memilih substrat lumpur atau

(28)

18

lumpur berpasir, di perairan dangkal hingga kedalaman 64 m. Spesies M. rosenbergii ditemukan di habitat tambak dan sungai dengan kelimpahan yang sangat kecil. Menurut Dore dan Frimodt (1987), spesies M. rosenbergii merupakan udang hidup di air tawar dan air payau, serta terkadang ditemukan juga di lingkungan laut. Udang M. rosenbergii atau udang galah merupakan udang tawar yang biasa ditemukan di danau, rawa, waduk, dan sungai yang berhubungan langsung dengan laut. Hal ini disebabkan dalam daur hidupnya, udang galah akan memijah menuju ke perairan payau. Telur udang galah akan memijah pada salinitas 6 ppt dan larvanya akan berkembang dengan baik pada salinitas 14-15 ppt. Keberadaan udang tawar ini di daerah perairan payau seperti tambak dan muara sungai disebabkan udang ini sedang berada selama masa pemijahan. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan udang ini, yang rata-rata hasil tangkapannya didominasi udang galah yang memiliki telur di abdomennya. Udang H. raphidae hanya ditemukan di muara sungai dengan jumlah hanya 4 ekor. Udang ini merupakan udang jenis udang laut yang hidup di dearah intertidal hingga subtidal pada kedalaman 2 meter hingga 43 meter dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir (Mahsyar dan Wardianto 2011).

Indeks keanekaragaman udang di Pabean Ilir, berkisar antara 0.53-144, dengan keanekaragaman tertinggi di habitat sungai dan terendah di habitat pantai. Hal tersebut juga sejalan dengan indeks keseragaman, namun berbanding terbalik dengan indeks dominansi. Dominansi tertinggi ditemukan di habitat pantai dengan 0.73 dan terendah di sungai dengan 0.34.

Tingginya keanekaragaman di muara sungai dikarenakan perairan sekitar muara sungai bermangrove cenderung lebih disukai udang. Daerah muara mendapat pasokan hara dari serasah mangrove dan hara dari daratan yang terbawa aliran sungai. Hal tersebut juga didukung oleh kerapatan dan tutupan mangrove yang lebih tinggi di habitat sungai dibandingkan di habitat tambak dan pantai (Gambar 4-7) dan jumlah jenis mangrove yang lebih banyak (Lampiran 4). Tingginya kerapatan dan tutupan mangrove di muara sungai menyebabkan daerah mangrove di muara sungai menyediakan habitat yang lebih baik untuk udang, dengan tingginya produksi serasah mangrove yang dapat menjadi sumber makanan bagi udang. Sukardjo (2004), menyatakan bahwa terdapat surplus energi yang besar di hutan mangrove dalam bentuk detritus. Detritus membentuk komponen dasar bagi makanan organisme laut. Jenis mangrove R. mucronata yang mendominansi, memiliki sistem perakaran tunjang yang komplek, juga menyediakan daerah persembunyian dari predator yang lebih baik dan aman.

Jenis mangrove yang banyak ditemukan di Desa Pagirikan adalah R. mucronata pada habitat tambak dan pantai, serta A. marina pada habitat sungai. Mangrove A. marina merupakan jenis mangrove yang yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit, akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel (Rusila et al. 1999).

Udang yang ditemukan selama penelitian di Desa Pagirikan terdiri dari 8 spesies udang, masing-masing 4 spesies di habitat tambak dan pantai, serta 6 spesies di habitat muara sungai. Tidak berbeda dengan penyebaran di Desa Pabena Ilir, pada Desa Pagirikan udang jenis M. monoceros juga mendominasi di habitat tambak, dan P. merguiensis mendominasi di habitat sungai dan pantai. Dengan komposisi jenis yang hampir sama dan kondisi mangrove, serta struktur

(29)

7 19

komunitas yang hampir tidak berbeda. Kerapatan mangrove dan tutupan mangrove paling tinggi juga ditemukan di habitat muara sungai.

Hasil penelitian di kedua lokasi penelitian Desa Pabean Ilir dan Pagirikan memperoleh hasil yang hampir tidak berbeda, baik dari kondisi mangrove, kondisi perairan, jumlah jenis udang serta persebaran spesies udang di masing-masing habitat tambak, sungai, dan pantai.

Indeks keanekaragaman berkisar antara 0.46-1.03, paling tinggi ditemukan di habitat sungai dan terendah di habitat tambak. Dominansi tinggi ditemukan di habitat tambak dengan indeks 0.82, pada habitat ini didominansi oleh spesies M. monoceros.

Spesies mangrove yang ditemukan terdiri dari 6 jenis, didominasi oleh mangrove jenis R. mucronata baik pada tahap pohon, anakan, dan semai. Kerapatan mangrove lebih tinggi ditunjukkan pada Desa Pabean Ilir dibandingkan di Desa Pagirikan, dengan kerapatan mangrove paling tinggi ditemukan di habitat sungai. Tutupan mangrove lebih tinggi ditemukan pada Desa Pagirikan, dengan tutupan paling tinggi juga ditemukan di habitat sungai. Tingginya tutupan mangrove di Desa Pagirikan dengan kerapatan yang lebih rendah di bandingkan Desa Pabean Ilir, diduga karena ukuran diameter batang mangrove di Desa Pagirikan lebih besar dibandingkan di Desa Pabean Ilir. Dengan demikian, mangrove yang ditemukan di Pagirikan memiliki ukuran batang yang lebih besar dibandingkan di Desa Pabean Ilir. Hal tersebut disebabkan, mangrove di Desa Pabean Ilir lebih banyak didominasi mangrove pada tahapan semai yang memiliki diameter batang yang kurang dari 2 cm.

Udang yang diperoleh selama penelitian terdiri dari 8 spesies, yang didominasi dua spesies udang, yaitu api-api (M. monoceros) dan udang jerbung (P. merguiensis) (Tabel 4). Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian di estuaria Teluk Cempi Arifin (2002), yang juga memperoleh 8 spesies udang namun di dominasi oleh spesies P. indicus dan M. monoceros. Primavera (1998) dan Ronback et al. (1999), di Filipina, memperoleh 9 spesies udang di perairan mangrove yang masing-masing didominansi spesies M. ensis dan P.merguiensis serta udang Palaemonidae dan udang Acetes. Berbeda dengan ketiganya, penelitian Mumin (2004), di mangrove Teluk Bula Maluku hanya memperoleh 3 spesies udang, dan Machmud (2006), di estuari Sungai Kakap, Kalbar memperoleh 4 spesies udang. Perbedaan ini diduga karena setiap daerah penelitian memiliki karakteristik berbeda-beda yang mendukung kelangsungan hidup udang. Selain itu, dikarenakan terdapat perbedaan alat tangkap dan musim penangkapan.

Hasil pada Tabel 4, menunjukkan adanya perbedaan komposisi beberapa spesies dalam menempati habitat. Speseis M. monoceros mendominasi di habitat tambak dan spesies P. merguiensis mendominasi di habitat sungai serta pantai di kedua lokasi penelitian. Keberadaan udang di habitat tertentu, disebabkan kondisi lingkungan tersebut memiliki kondisi yang sesuai untuk proses kehidupan udang tersebut. Tabel 2 dan 3 menunjukkan hasil pengukuran dari karakteristik fisika dan kimia lokasi pengambilan contoh di Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan. Hasil uji t (p>0.05), menunjukkan tidak ada perbedaan kondisi perairan antara Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan (Lampiran 6). Beberapa penelitian yang telah dilakukan di perairan Indonesia, menunjukkan kisaran suhu optimal untuk udang berkisar antara 28-30˚C, salinitas optimum berkisar 23-32 psu, pH

(30)

20

optimum berkisar 7.4-8.5 (Pratiwi 2010), dan kecerahan berkisar 40-60 cm (Boyd 1989). Menurut Kumlu et al. (2001), udang merupakan hewan yang mampu hidup pada salinitas yang kisarannya cukup lebar atau euryhaline sehingga, pada salinitas 33 psu dan 36 psu, pada habitat sungai dan pantai Desa Pabean Ilir masih ditemukan udang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di semua sub-habitat di kedua lokasi penelitian masih dapat ditoleransi untuk pertumbuhan dan kelangsungan udang.

Perbedaan penyebaran spesies udang, dapat disebabkan setiap spesies udang menyukai habitat yang berbeda seperti tipe substrat, kedalaman, kecerahan, suhu, dan salinitas (Pratiwi dan Wijaya 2011; Munga et al. 2012 in Munga et al. 2013). Krebs (1972), menyatakan bahwa keberadaan suatu spesies di dalam suatu perairan dipengaruhi oleh penyebaran, tingkah laku, adanya spesies predator, dan kompetitor, serta beberapa faktor kimia dan fisika perairan. Ketiadaan spesies yang dipengaruhi oleh penyebaran terjadi karena migrasi untuk memijah, mencari makan, dan menghindari lingkungan yang buruk. Suatu organisme dapat bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang biak karena adanya energi yang tersedia dalam makanannya. Makanan merupakan komponen lingkungan yang penting yang menjadi faktor penentu populasi. Sehingga, apabila terdapat penyebaran habitat udang yang berbeda antara hasil pengamatan di Pabean Ilir dan Pagirikan, hal tersebut diduga bukan hanya dipengaruhi faktor lingkungan, tetapi juga keberadaan makanan dari udang tersebut dan adanya migrasi udang untuk memijah.

Hasil komputasi indeks struktur komunitas udang secara spasial tertera dalam Gambar 9 dan 10. Stasiun Pabean Ilir memiliki indeks keanekaragaman udang berkisar antara 0.53-1.44, sementara stasiun Pagirikan memiliki kisaran yang lebih rendah, yaitu antara 0.46-1.02. Arifin (2002), menyebutkan di Teluk Cempi juga menemukan indeks keanekaragaman pasca larva udang rendah berkisar antara 0.02-1.36. Rendahnya keanekaragaman jenis udang yang didapatkan selama penelitian ini, sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan estuari dan mangrove yang secara fisik sangat berfluktuasi, sehingga hanya spesies tertentu dengan kemampuan adaptasi tinggi yang mampu bertahan.

Suatu komunitas mempunyai keanekaragaman spesies tinggi jika kelimpahan spesies yang ada atau proporsi antarspesies secara keseluruhan sama banyak atau hampir sama banyak (Brower et al. 1990 in Manik 2011. Semakin merata penyebaran individu atau proporsi antar spesies, maka keseimbangan komunitas akan makin meningkat. Diversitas spesies tergantung pada stabilitas habitat. Semakin baik dan stabil kondisi suatu habitat, akan lebih banyak ragam spesies dan kekayaan biota yang hidup di dalamnya. Sebaliknya, keanekaragaman cenderung berkurang dalam komunitas biotik yang tertekan atau labil (Manik 2011).

Indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi di stasiun Pabean Ilir dan Pagirikan didapatkan di habitat sungai, sementara yang terendah di stasiun Pabean Ilir didapatkan di pantai dan di tambak untuk stasiun Pagirikan. Dominansi tertinggi di Desa Pabean Ilir ditemukan di habitat pantai yang di dominasi oleh jenis P. merguiensis dan di habitat tambak pada Desa Pagirikan yang didominasi jenis M. monoceros (Gambar 5 dan 6). Tingginya keanekaragaman di muara sungai dikarenakan perairan sekitar muara sungai memiliki kondisi mangrove yang lebih baik. Daerah muara mendapat pasokan

(31)

7 21

hara dari serasah mangrove dan hara dari daratan yang terbawa aliran sungai. Hal tersebut juga didukung oleh kerapatan dan tutupan mangrove yang lebih tinggi di habitat sungai dibandingkan di habitat tambak dan pantai (Gambar 7-10) dan jumlah jenis mangrove yang lebih banyak (Lampiran 4 dan 5). Tingginya kerapatan dan tutupan mangrove di muara sungai, maka daerah mangrove di muara sungai menyediakan habitat yang lebih baik untuk udang, dengan tingginya produksi serasah mangrove yang dapat menjadi sumber makanan bagi udang. Sukardjo (2004), menyatakan bahwa terdapat surplus energi yang besar di hutan mangrove dalam bentuk detritus. Detritus ini membentuk komponen dasar bagi makanan organisme laut. Jenis mangrove R. mucronata yang mendominansi, memiliki sistem perakaran tunjang yang komplek, juga menyediakan daerah persembunyian dari predator yang lebih baik dan aman.

Hasil uji Pearson menunjukkan adanya korelasi antara kerapatan mangrove dengan struktur komunitas udang (Lampiran 7-12). Berdasarkan hasil uji t (p>0.05), struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dengan Pagirikan tidak menunjukkan adanya perbedaan (Lampiran 13). Desa Pabean Ilir memiliki luasan dan kerapatan mangrove yang lebih tinggi, tetapi berdasarkan uji t tidak menunjukkan adanya perbedaan struktur komunitas di kedua lokasi penelitian. Hal ini diduga karena lokasi pengambilan contoh di Desa Pabean Ilir memiliki jarak yang lebih dekat dengan pemukiman warga, sehingga pengaruh limbah antopogenik lebih tinggi di Desa Pabean Ilir dibandingkan di Desa Pagirikan. Selain itu, walaupun Pabean Ilir memiliki luasan dan kerapatan yang lebih tinggi di bandingkan Pagirikan, namun tutupan mangrove Desa Pagirikan lebih tinggi dibandingkan Desa Pabean Ilir, sehingga memungkinkan produksi serasah mangrove lebih tinggi dan menyediakan daerah perlindungan yang lebih aman.

Menurut Arceocarranza dan Vega (2009), kondisi perairan yang dinamis mempengaruhi variabel lingkungan yang selanjutnya akan mempengaruhi sebaran ikan di perairan pada skala spasial dan temporal. Kualitas ekosistem mangrove yang memiliki kerapatan dan basal area yang tinggi dicirikan oleh keberadaan jenis udang yang lebih banyak. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa mangrove merupakan habitat penting bagi udang karena mangrove berperan sebagai daerah asuhan, mendukung perikanan melalui penyediaan habitat dan makanan dan juga sebagai daerah perlindungan dari spesies predator (Hatcher et al. 1989; Noor et al. 1990; Chong et al. 1990 in Primavera 1998; Sasekumar et al. 1992).

Rekomendasi pengelolaan

Perlu adanya pengawasan oleh para stakeholders terkait, terhadap aktifitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove, sebagai upaya menjaga fungsi ekologis hutan mangrove di Desa Pabean Ilir dan Desa Pagirikan. Perlu adanya penanaman mangrove kembali khususnya di daerah tambak, mengingat rendahnya kerapatan mangrove di habitat ini serta perlu adanya pelarangan alat tangkap non selektif seperti sero, untuk tetap menjaga keanekaragaman udang di wilayah ini.

(32)

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa luasan dan kerapatan mangrove di Pabean Ilir lebih tinggi, namun memiliki tutupan mangrove yang lebih rendah dibandingkan di Pagirikan. Udang yang ditemukan di kedua lokasi penelitian terdiri atas 8 spesies yang berasal dari 4 famili, yaitu P. merguiensis, P. japonicus, P. monodon, Acetes sp., M. ensis, M. monoceros, H. raphidae, dan M. rosenbergii. Struktur komunitas udang antara Desa Pabean Ilir dan Pagirikan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Struktur komunitas antara kedua lokasi tidak menunjukkan adanya perbedaan, namun perbedaan ditunjukkan antar sub-habitat tambak, muara sungai, dan pantai pada kedua lokasi penelitian. Kualitas ekosistem mangrove yang memiliki kerapatan dan tutupan mangrove yang tinggi dicirikan oleh keberadaan jenis udang yang lebih banyak.

Saran

Penelitian selanjutnya, perlu penambahan pengamatan faktor fisika, kimia dan biologi perairan, seperti serasah, substrat, DO, bahan organik, dan lain-lain. Selain itu, udang penaeid lebih bersifat nokturnal, untuk contoh yang akan diidentifikasi kebiasaan makanannya sebaiknya diambil pada malam hari sebelum semua makanannya tercerna. Saran untuk pengelolaan terhadap ekosistem mangrove yang ada di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan adalah penanaman dan rehabilitasi mangrove, karena rendahnya luasan dan kerapatan mangrove di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan Kecamatan Pasekan Indramayu.

DAFTAR PUSTAKA

Arceo CD, Vega CME. 1992. Spatial and temporal characterization of fish assamblages in a tropical coastal system influenced by freshwater input : Northwestern Yucatan Peninsula. Revista de Biology Tropical. 57(1-2): 89-103.

Arifin. 2002. Struktur komunitas pasca larva udang hubungannya dengan karakteristik habitat daerah asuhan pada ekosistem mangrove dan estuaria Teluk Cempi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Baran E, Hambrey J. 1998. Mangrove conservation and coastal management in Southeast Asia: what impact on fishery resources? Marine Pollution Bulltein.37: 431-440.

Baran E. 1999. A review of quantified relathion ships between mangroves and coastal resources. Phuket Marine Biological Center Research Bulletin. 62: 57-64.

Boyd EC. 1989. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Albama: Auburn University.

(33)

7 23

Carpenter K. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes; The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Volume 2: Cephalopod, Crustaceans, Holothurians, and Sharks. Rome. 687-1396. Crona BI, Ronback P. 2005. Use of replanted mangroves as nursery ground by

shrimp communities in Gazi Bay, Kenya. Estuarine Coastal and Shelf Science. 65: 553-554.

De Vaus DA. 2002. Survey in Social Research. Fifth edition. Allen and Unwin: New South Wales. 259 hlm.

Dore I, Frimodt C. 1987. An Illustrated Guide Shirmp of the World. Huntington: New York.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta (ID): Kanisius.

Effendi MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID) : Yayasan Dewi Sri. [FAO]. Food Agricultural Organization. 2002. FAO’s database on mangrove area,

by M.L. Wilkie, S. Fortuna dan O. Souksavat. Forest Resources Assessment Working Paper No 62.Rome.

Hatcher BG, Johannes RE, Robertson AI. 1989. Review of research to conservation of shallow tropical marine ecosystem. Oceanografy and Marine Biology Annual Review. 27: 337-414

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kalay DE. 2008. Perubahan garis pantai di sepanjang pesisir pantai Indramayu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Krebs CJ. 1978. Ecology. The experimental analysis of distribution and abundance. Harper dan Rows Publ, New York. 694 hlm.

Kumlu M, Eroldogan OT, Saglamtimur B. 2001. The effects of salinity and added substrates on growth dan survival of Metapenaeus monoceros (Decapoda: Penaeidae) post larva. Aquaculture. 196: 177-188.

Loveet DL. 1981. A Guide to The Shrimps, Prawns, Lobster and Crabs of Malaysia and Singapura. Faculty of Fisheries and Marine Science. University Pertanian Malaysia.

Machmud. 2006. Shrimps caught by set net in different mangrove conditions in the estuary of Sungai Kakap, West Kalimantan [thesis]. Bogor (ID): Bogor Aricultural University.

Maguran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement Croom. London (GB). Ltd London.

Mahsyar A, Wardianto Y. Distribusi spasial udang mantis (Harpiosquilla raphidae dan Oratosquillina gravieri di Kuala Tungkal, Kabupaten Tajung Barat, Provinsi Jambi. Jurnal Pertanian 1:1

Manik N. 2011. Struktur komunitas ikan di padang lamun Kecamatan Wori, Sulawesi Utara. Oseanografi dan Limnologi di Indonesia. 37(1): 29-41. Martosubroto P, Naimim M. 1977. Relationship between tidal forest (mangrove)

and commercial shrimp production in Indonesia. Marine Reseach in Indonesia. 18: 81-86.

Mason CF. 1992. Biology of Fresh Water Pollution. Second Edition. Longman Science & Technical. John Wiley and Sons. Inc., New York.

Mumin M. 2004. Analisis kondisi ekosistem mangrove dan pengaruhnya terhadap komposisi ikan dan udang di Teluk Bula, Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

24

Munga C, Stephen M, Harisson O, Renison R, Julius M, Johan G, Edward K, Ann V. 2013. Species composition, distribution patterns and population structure of penaeid shrimps in Malindi-Ungwana Bay, Kenya, Based on Experimental Bottom Trawl Survey. Fish Scince. 147: 93-102.

Nandakumar G, Damodaran R. 1998. Food and feeding habits of the speckled shrimp Metapenaeus monoceros (Fabricus). Marine Biology. 40: 30-43 Nagelkerken I, Blaber SJM, Bouillon S, Green P, Haywood M, Kirton LG,

Meynecke JO, Pawlik J, Penrose HM, et al. 2008. The habitat function of mangrove for terrestrial and marine fauna: A review. Aquatic Botany.89: 155-185.

Nikolsky GF. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, New York: 352 hlm Odum EP. 1997. Fundamentals Of Ecology. United State of America. Press of W.

B. Saunders Company. 574 hlm.

Pauly D, Ingles J. 1999. The relationship between shrimp yields and intertidal vegetation (mangrove) areas: A Reassessment. Hlm 311-318.

Prahastianto EF. 2010. Keberadaan mangrove dan produksi Ikan di Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi R. 2005. Keanekaragaman udang Alpheus spp di Kepulauan Seribu dan Teluk Banten. Oseana. 40: 1-14.

Pratiwi R. 2010. Asosiasi krustasea di ekosistem padang lamun perairan Teluk Lampung. Ilmu Kelautan. 15(2): 66-67.

Pratiwi R, Wijaya Ni. 2011. Distribusi spasial krustacea di perairan kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Ilmu Kelautan. 16(3): 125-134.

Primavera JH. 1998. Mangroves as nurseries: shrimp populations in mangrove and non-mangrove habitats. Estuarine,Coastal and Shelf Science. 46: 457– 464.

Ronback, M. Troell, N. Kautsky, J.H. Primavera. 1999. Distribution pattern of shrimps and fish among Avicennia dan Rhizophora microhabitats in the Pagbilao Mangroves, Philippines. Estuarine,Coastal and Shelf Science. 48: 223–234.

Ronback P, Macia A, Almqvist G, Schultz L. 2001. Do penaeid shrimps have a preference for mangrove habitats? Distribution pattern analysis on Inhaca Isldan, Mozambique. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 55: 427-436. Ronback P dan Crona BI. 2005. Use of replantanted mangrove as nursery ground

by shrimp communities in Gazy Bay, Kenya. Estuarine,Coastal, and Shelf Science. 65: 535-544.

Rusila NY, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor

Santoso S. 2000. SPSS Statistik Parametrik. Jakarta (ID):PT. Elex Media Komputindo.

Sasekumar A, Chong VC. 1981. Food and feeding habits of the white prawn Penaeus merguiensis. Marine ecology. 5: 185-191.

Sasekumar A, Chong VC, Leh MU, D’Cruz R. 1992. Mangrove as habitat for fish and prawns. Hydrobiologia. 247: 105-207.

Shervetee VR, Aguirre WE, Blacio E, Cevallos R, Gonzales M, Pozo F, Gelwick F. 2007. Fish communities of a disturbed mangrove wetlandand an adjacent tidal river in Palmar Ecuador. Elsevier. 72: 115-128.

(35)

7 25

Sukardjo S. 2004. Fisheries associated with mangrove ecosystem in Indonesia: A view from a mangrove ecologist. Biotropia. 23: 13-39.

Vance DJ, Haywood MDE, Heales DS, Kenyon RA, Loneragan NR. 1998. Seasonal and annual variation in abundance of postlarval and juvenile banana prawns Penaeus merguiensis and environmental variation in two estuaries in tropical Northesatren Australia: a six year study. Marine Ecology Progress Series. 163: 21-36.

(36)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alat tangkap yang digunakan

Impes Sero Jaring Udang

Lampiran 2 Indeks nilai penting mangrove Desa Pabean Ilir

Habitat NO Pohon INP Anakan INP Semai INP Tambak

1 A. marina 152.8534 R. mucronata 152.5784 R. mucronata 200

2 R. mucronata 146.5226 R. apiculata 71.13236 R. apiculata 200

3 R. apiculata 52.52626

Sungai

1 R. mucronata 263.8834 R. mucronata 179.3907 R. mucronata 200

2 B. cylindrica 32.2918 B. cylindrica 57.2273 3 A. alba 21.4408 4 R. apiculata 33.3663 5 A. marina 25.0759 6 A.Ilicifolius 17.9825 Pantai

1 R. mucronata 249.4356 R. mucronata 173.3696 R. mucronata 200

2 A. marina 72.162005 A. marina 26.63043

3 A. alba 46.2581 A. alba 28.54271

Lampiran 3 Indeks nilai penting mangrove Desa Pagirikan

Habitat No Pohon INP Anakan INP Semai INP Tambak 1 R. mucronata 300 R. mucronata 200 R. mucronata 200

Sungai

1 A. alba 30.834 A. alba 22.54902 A. alba 26.6915

2 A. marina 207.361 A. marina 83.68339 A. marina 145.5222

3 R. mucronata 87.6637 R. mucronata 105.0421 R. mucronata 18.806

4 B. cylindrica 15.0629 B. cylindrica 22.54902

5 A.ilicifolius 96.3529

Pantai

1 A. marina 178.8983 A. marina 61.9048 A. marina 27.7027

2 R. mucronata 210.5508 R. mucronata 155.7993 R. mucronata 190.7658

3 A. alba 17.6191

(37)

7 27

Lampiran 4 Spesies udang yang ditangkap di Pabean Ilir dan Pagirikan

H. squilidae M. ensis P. merguiensis

P. monodon P.japonicus M. monoceros

M. rosenbergii Acetes sp.

Lampiran 5 Kelimpahan relatif udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan

No Pabean Ilir (%) Pagirikan (%)

Tambak Sungai Pantai ∑ Tambak Sungai Pantai ∑

P. merguiensis 13.34 32.09 75.12 18.47 10.12 42.82 74.22 13.37 P. japonicus 0 0.93 0.92 0.12 0 0 0.78 0.03 P. monodon 0 0 0.46 0.03 0 0 1.56 0.06 M. ensis 1.62 12.56 22.58 3.65 0 12.29 23.44 1.18 M. monoceros 81.27 23.72 0.92 72.5 88.41 29.01 0 83.53 Acetes sp 1.89 27.91 0 3.41 1.412 8.149 0 1.57 H. raphidae 0 1.86 0 0.12 0 4.788 0 0.14 M. rosenbergii 1.89 0.93 0 1.71 0.059 2.947 0 0.14

(38)

28

Lampiran 6 Uji beda kondisi perairan Desa Pabean Ilir dan Pagirikan

Variabel n Mean SD Ttab T (t-test) p-value Kondisi Perairan

Pabean Ilir 15 60.3000 109.94 0.428 2.0484 0.29 Pagirikan 15 46.5000 59.2059 0.428 2.0706 0.29

Lampiran 7 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keanekaragam udang di Pabean Ilir

Kerapatan Mangrove Keanekaragaman

Kerapatan Mangrove Pearson Correlatioon 1 0.811 Sig (2-tailed) 0.397 N 3 3 Keanekaragaman Pearson Correlatioon 0.811 1 Sig (2-tailed) 0.397 N 3 3

Lampiran 8 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keanekaragam udang di Pagirikan

Kerapatan Mangrove Keanekaragaman

Kerapatan Mangrove Pearson Correlatioon 1 0.977 Sig (2-tailed) 0.137 N 3 3 Keanekaragaman Pearson Correlatioon 0.977 1 Sig (2-tailed) 0.137 N 3 3

Lampiran 9 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keseragaman udang di Pabean Ilir

Kerapatan Mangrove Keseragaman

Kerapatan Mangrove Pearson Correlatioon 1 0.931 Sig (2-tailed) 0.239 N 3 3 Keseragaman Pearson Correlatioon 0.931 1 Sig (2-tailed) 0.239 N 3 3

(39)

7 29

Lampiran 10 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan keseragaman udang di Pagirikan

Kerapatan Mangrove Keseragaman

Kerapatan Mangrove Pearson Correlatioon 1 0.868 Sig (2-tailed) 0.330 N 3 3 Keseragaman Pearson Correlatioon 0.868 1 Sig (2-tailed) 0.330 N 3 3

Lampiran 11 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan dominansi udang di Pabean Ilir

Kerapatan Mangrove Keseragaman

Kerapatan Mangrove Pearson Correlatioon 1 -0.647 Sig (2-tailed) 0.552 N 3 3 Dominansi Pearson Correlatioon -0.647 1 Sig (2-tailed) 0.552 N 3 3

Lampiran 12 Uji korelasi kerapatan mangrove dengan dominansi udang di Pagirikan

Kerapatan Mangrove Keseragaman

Kerapatan Mangrove Pearson Correlatioon 1 -0.954 Sig (2-tailed) 0.193 N 3 3 Dominansi Pearson Correlatioon -0.954 1 Sig (2-tailed) 0.193 N 3 3

Lampiran 13 Uji beda struktur komunitas udang di Desa Pabean Ilir dan Pagirikan

Variabel n Mean SD Ttab Thit p-value

Keanekaragaman

Pabean Ilir 9 0.9328 0.4983 2.2100 1.6450 0.120

(40)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanggamus pada 04 Desember 1991, sebagai putri pertama dari pasangan Syihabuddin Felani dan Nurjanah. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari SDN 2 Paku, Kelumbayan, Tanggamus (1998-2004), MTs Negeri Palas, Kalianda, Lam-Sel (2004-2007), dan MAN 1 Model Bandar Lampung (2007-2010). Tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Fisiologi Hewan Air (2012/2013). Penulis juga aktif di organisasi yang berada di wadah BEM KM IPB, yaitu IPS (IPB Political School) dan DAK (Duta Anti Korupsi IPB) (2010/2011) serta turut aktif mengikuti seminar maupun berpartisipasi dalam kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Kondisi

Mangrove dan Struktur Komunitas Udang (Studi Kasus di Kecamatan Pasekan, Indramyu)”.

(41)
(42)

Gambar

Gambar 1 merupakan diagram alir kerangka pemikiran kajian keterkaitan kondisi  mangrove terhadap struktur komunitas udang
Gambar 2  Lokasi penelitian
Gambar 3  Kondisi ekosistem mangrove Desa Pabean Ilir dan Pagirikan; A dan D  pada habitat tambak, B dan E habitat muara sungai, C dan F habitat
Gambar 4  Kerapatan mangrove Desa Pabean Ilir
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jika telah habis batas waktu sewa, pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan sewa ke Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Madiun.. Jika sewa sudah

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk mem- bantu generasi

[r]

The policy document will outline the financial management procedures of the organization and specify the roles and responsibilities of staff and governing body members.. It is common

termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih baik dari yang. diharapkan

Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”, Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

 Berdiskusi tentang kekurangan teks biografi yang dibaca berdasarkan bentuk/struktur (orientasi, peristiwa, dan reorientasi) dan unsur kebahasaan (penggunaan kata

IX/2011 TENTANG PENGAKUAN MODEL NOKEN DALAM PEMILUKADA KABUPATEN LANNY JAYA PAPUA PERSPEKTIF TEORI HUKUM MURNI