• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Karyawan Divisi Sumber Daya Manusia PTPN IV Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Karyawan Divisi Sumber Daya Manusia PTPN IV Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB). 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

Menurut Organ (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006), Organizational

Citizenship Behavior OCB adalah perilaku individu yang bebas, bebas dalam arti

bahwa perilaku tersebut bukan merupakan persyaratan yang harus dilaksanakan

dalam peran tertentu atau deskripsi kerja tertentu, atau perilaku yang merupakan

pilihan pribadi.

Robbins dan Judge (2009) mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku

pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan,

namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Sedangkan

Richard (2003) juga menyatakan bahwa Organizational Citizenship Behavior

(OCB) adalah perilaku kerja yang melebihi persyaratan kerja dan turut berperan

dalam kesuksesan organisasi. Perilaku OCB ditampilkan dengan membantu rekan

kerja dan pelanggan, melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu

memecahkan masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur.

OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain,

menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas di luar kewajibannya, mematuhi

aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini

menggambarkan “nilai tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk

perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, membangun dan bermakna

(2)

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship

Behavior (OCB) merupakan perilaku yang ditampilkan oleh karyawan yang tidak

hanya melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya namun karyawan juga

melakukan peran yang lebih dari pada apa yang menjadi tanggung jawabnya tanpa

adanya reward dari organisasi dan semata-mata hanya untuk kepentingan

organisasi dalam mencapai tujuannya.

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior

Organ dkk (2006) mengemukakan bahwa dimensi organizational citizenship

behavior adalah sebagai berikut:

a. Altruism

Altruism merupakan perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang

mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas

dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Aspek ini mengarah kepada

memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.

b. Conscientiousness

Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha agar melebihi harapan dari organisasi.

Perilaku sukarela atau yang bukan merupakan kewajiban dari seorang karyawan.

c. Sportmanship

Sportmanship merupakan perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan

yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan.

Seseorang yang mempunyai sportmanship yang tinggi maka akan meningkatkan

(3)

dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih

menyenangkan.

d. Courtesy

Courtesy adalah menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari

masalah-masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki aspek ini adalah orang

yang menghargai dan memperhatikan orang lain, yaitu membantu teman kerja,

mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya dengan cara

memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka.

e. Civic Virtue

Civic Virtue merupakan perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada

kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif

untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi

dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi).

Aspek ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada

seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni.

Podsakoff et al. (2000) membagi OCB menjadi tujuh dimensi:

a. Perilaku membantu

Yaitu perilaku membantu teman kerja secara sukarela dan mencegah terjadinya

masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi ini merupakan komponen

utama dari OCB. Organ (1988) menggambarkan dimensi ini sebagai perilaku

altruism, pembuat/ penjaga ketenangan dan menyemangati teman kerja. Dimensi

ini serupa dengan konsep fasilitas interpersonal, perilaku membantu interpersonal,

(4)

b. Kepatuhan terhadap organisasi

Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan melebihi

harapan minimum perusahaan. Karyawan yang menginternalisasikan peraturan

perusahaan secara sadar akan mengikutinya meskipun pada saat sedang diawasi.

Dimensi ini serupa dengan konsep kepatuhan umum dan menaati peraturan

perusahaan.

c. Sportsmanship

Yaitu tidak mengeluh mengenai ketidaknyamanan bekerja, mempertahankan sikap

positif ketika tidak dapat memenuhi keinginan pribadi, mengizinkan seseorang

untuk mengambil tindakan demi kebaikan kelompok (Organ, 1990). Dimensi ini

serupa dengan konsep menghargai perusahaan dan tidak mengeluh.

d. Loyalitas terhadap organisasi

Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan perusahaan diatas

diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari ancaman eksternal, serta

mempromosikan reputasi organisasi (Van Dyne, et al., 1994).

e. Inisiatif individual

Menurut Organ, (1988) sebagai kesadaran (conscientiousness), merupakan derajat

antusiasme dan komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang

diharapkan. Dimensi ini serupa dengan konsep kerja pribadi dan sukarela

(5)

f. Kualitas sosial

Dijelaskan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung jawab dan konstruktif

dalam proses politik organisasi, bukan hanya mengekspresikan pendapat mengenai

suatu pemberian, tetapi mengikuti rapat, dan tetap mengetahui isu yang melibatkan

organisasi ( Organ, 1988).

g. Perkembangan diri

Meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk meningkatkan kemampuan dan

pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi organisasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior,

yaitu :

a. Faktor internal

1. Suasana hati (mood)

Menurut George dan Brief (1992) bahwa kemauan seseorang untuk membantu

orang lain tergantung pada suasana hati orang tersebut. Suasana hati (mood) juga

dipengaruhi oleh situasi. Misalnya seperti hubungan interpersonal yang baik di

tempat kerja, budaya ataupun iklim organisasi yang menyenangkan, ataupun

perlakuan adil yang diterima oleh karyawan dari atasannya. Hal tersebut akan dapat

memunculkan suasana hati yang positif sehingga mereka secara sukarela

memberikan bantuan kepada orang lain.

2. Kepuasan Kerja

Spector (Robbins & Judge, 2009) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah

(6)

mengenai hasil sebuah karyawanan dari sebuah evaluasi dengan karakteristiknya.

Seorang karyawan yang merasa puas terhadap karyawanan serta komitmennya

kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja

yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap

karyawanan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada

korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive karyawan

(Robbins & Judge, 2009). Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006)

mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, ketika

karyawan telah puas dengan karyawanannya maka mereka akan membalasnya.

Pembalasan tersebut merupakan perasaan saling memiliki (sense of belonging)

yang kuat terhadap organisasi dan akan memunculkan perilaku seperti

organizational citizenship.

3. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Karyawan yang mempersepsikan bahwa mereka didukung oleh organisasi akan

memberikan timbal balik terhadap organisasi dengan memunculkan perilaku

organizational citizenship (Shore & Wayne, 1993).

4. Jenis kelamin

Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya OCB. Ada

perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka,

dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria (Lovell, Kahn, Anton,

(7)

b. Faktor eksternal

1. Gaya kepemimpinan

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) bahwa gaya kepemimpinan

berpotensi untuk memunculkan OCB dengan mengubah struktur tugas karyawan,

kondisi yang menekan untuk melakukan kerja, dan atau bawahan dapat

mengembangkan kemampuannya. Ketika gaya kepemimpinan yang ditampilkan

oleh pemimpin dipersepsikan baik atau positif hal ini dapat meningkatkan rasa

percaya dan hormat dari bawahannya terhadap atasannya sehingga mereka menjadi

termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan oleh atasannya. Hal

ini dapat dipahami melalui proses modeling yang dilakukan oleh atasan yang

kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan juga OCB, sehingga

atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan

kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan

akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa

bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan

menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih dari yang seharusnya bagi

organisasinya (Graham dalam Gibson, 2003).

2. Budaya dan iklim organisasi

Menurut Organ (2006), terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa

budaya organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama memicu terjadinya

OCB. (Sloat 1999) berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukantindakan

(8)

a. Merasa puas akan pekerjaannya

b. Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari para pengawas.

c. Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi.

Iklim organisasi diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap keseluruhan

lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan

suasana mendukung bagi karyawanannya. Istilah ini juga digunakan untuk

menggambarkan sejauh mana jumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi

dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya.

4. Manfaat-manfaat OCB dalam Perusahaan

Dari hasil penelitian- penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja

organisasi (Podsakoff dalam hardaningtyas, 2004) dapat di simpulkan hasil sebagai

berikut:

A. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat

penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan

produktivitas rekan tersebut.

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan

karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit

kerja atau kelompok.

B. OCB meningkatkan produkivitas manajer.

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu

manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari

(9)

b. Karyawan yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja,

akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen

C. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi

secara keseluruhan.

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah

dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer.

Konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakuakan

tugas lain. Seperti membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya

membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer

dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka,

ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan

tugas yang lebih penting.

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan

melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya

untuk keperluan tersebut.

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat

menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk

berurusan dengan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.

D. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk

memelihara fungsi kelompok.

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat,

(10)

anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan

waku untuk pemeliharaan fungsional kelompok.

b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja

akan mengurangi konflik dalam dalam kelompok, sehingga waktu yang

dihabiskan untuk menyelesaikan konflik mangemen berkurang.

E. OCBdapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordiasi kegiatan- kegiatan

kegiatan kerja. Menampilkan perilaku civic vitue ( seperti mengadiri dan

berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu

koordinasi diantara anggota kelompok. Yang akhirnya secara potensial

meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok.

F. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan

mempertahankan karyawan terbaik.

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta

perasaan saling memilki diantara anggota kelompok. Sehingga akan

meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan

memperahankan karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena

permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada

(11)

G. Organisasi meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang

mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilias (dengan cara

mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung memperhatikan tingkat kinerja

yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabelitas pada

kinerja unit kerja.

H. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan

perubahan lingkungan.

a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan

sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di

lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan

tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat.

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan beradaptasi pada

pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang

penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya

kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari

keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi

(12)

B.GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL 1. Definisi Kepemimpinan Transformasional

Bass (dalam Wutun, 2001) menyatakan bahwa pemimpin berusaha memperluas

dan meningkatkan kebutuhan melebihi minat pribadi serta mendorong perubahan

tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi.

Kepemimpinan transformasional sebagai pengaruh pemimpin terhadap

bawahan. Dimana, para bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan,

loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan

melebihi apa yang diharapkan. Kepemimpinan transformasional harus dapat

mengartikan dengan jelas mengenai visi untuk organisasi, sehingga pengikutnya

akan menerima kredibilitas pemimpin tersebut (Bass dan Avolio, 1994). Dengan

bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan dan

dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam

diri setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai

performa yang semakin tinggi.

Pemimpin transformasional menurut Bass (dalam Wutun, 2001) cenderung

berusaha untuk memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi

dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan untuk mengembangkan organisasi

dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang nyata.

Wutun (2001) menambahkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah

bagaimana pemimpin mengubah (to transform) persepsi, sikap, dan perilaku

bawahan terlepas dari meningkat-tidaknya perubahan yang terjadi. Secara

(13)

kemampuan pemimpin dalam mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, pola

kerja, dan nilai-nilai kerja bawahan sehingga bawahan akan lebih mengoptimalkan

kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin

transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik,

menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh perhatian pada

perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti

yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna, keberadaan para pemimpin

transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi

maupun pada tingkat individu (Yulk, 1998).

Seperti ungkapan Bass dalam Muchinsky (2003) yang mendefinisikan gaya

kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang didasarkan pada

pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini,

para pengikut akan merasa percaya, mengagumi, loyal, dan menghormati

pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan

berkinerja yang lebih tinggi.

Pemimpin yang transformasional bisa menjadi direktif, partisipatif, otoriter

ataupun demokratis (Bass dalam Muchinsky, 2003). Menurut Bass (1990)

kepemimpinan transformasional ini bersifat kontinuum dan merupakan suatu

tingkatan di atas kepemimpinan transaksional dalam hal mengilhami dan

memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari yang diharapkan. Kepemimpinan

transformasional dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan dalam

(14)

Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses di mana para pemimpin

dan anggota saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih

tinggi. Pemimpin berupaya untuk mengubah perilaku anggotanya agar menjadi

orang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi

kerja yang tinggi dan berkualitas guna mencapai tujuan organisasi. Para anggota

organisasi yang dipimpin secara transformasional akan merasakan adanya

kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pimpinan, dan mereka

termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih baik dari yang

diharapkan (Yulk, 1998).

Definisi lain menurut Burns (1978) menjelaskan kepemimpinan

transformasional sebagai sebuah proses dimana para pemimpin dan pengikut saling

menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin

tersebut mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan

cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan

kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi. Dalam Hubungannya dengan hirarki

kebutuhan Maslow (1954), maka para pemimpin transformasional menggerakkan

kebutuhan-kebutuhan tingkatan yang lebih tinggi pada para pengikut. Para pengikut

dinaikkan dari “diri sehari-hari” ke “diri yang lebih baik”.

Seperti ungkapan Bass dalam Muchinsky (2003) yang mendefinisikan gaya

kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang didasarkan pada

pengaruh dan hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Dalam hal ini,

(15)

pemimpin, serta memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan

berkinerja yang lebih tinggi.

Pemimpin yang transformasional bisa menjadi direktif, partisipatif, otoriter

ataupun demokratis (Bass dalam Muchinsky, 2003). Menurut Bass (1990)

kepemimpinan transformasional ini bersifat kontinuum dan merupakan suatu

tingkatan di atas kepemimpinan transaksional dalam hal mengilhami dan

memotivasi bawahan untuk berbuat lebih dari yang diharapkan. Kepemimpinan

transformasional dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi karyawan dalam

mencapai tujuan organisasi serta mengembangkan minat karyawan dalam bekerja.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

transformasional merupakan seorang yang memiliki visi sebagai agen perubahan

pada sebuah organisasi dan bawahannya dalam mengubah lingkungan kerja dengan

meningkatkan moralitas dan motivasi yang tinggi pada bawahan dan juga

menghargai serta memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahannya sehingga

bawahan akan lebih mengoptimallkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Aspek-Aspek Kepempimpinan Transformasional

Menurut Bass dalam Muchinsky (2003) menemukan bahwa kepemimpinan

transformasional memiliki empat aspek perilaku, yaitu :

a. Individualized Consideration

Pemimpin yang menghargai sikap bawahan, selalu mengidentifikasi kebutuhan

para bawahannya, berusaha sekuat tenaga mengenali kemampuan karyawan,

(16)

belajar seluas-luasnya, selalu mendengar bawahannya dengan penuh perhatian, dan

baginya adalah kunci kesuksesan sebuah karya.

b. Inspirational Motivation

Pemimpin bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan melalui

pemberian arti, partisipasi dan tantangan terhadap tugas bawahan.

c. Intellectual Stimulation

Pemimpin berusaha mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan

mencari cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya. Imajinasi, dipadu

dengan intuisi namun dikawal oleh logika dimanfaatkan oleh pemimpin ini dalam

mengajak bawahan berkreasi.

d. Attributed Charisma

Pemimpin yang memiliki karisma memperlihatkan visi, kemampuan keahliannya

serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan

orang lain daripada kepentingan pribadi. Ia sebagai pemimpin yang bersedia

memberikan pengorbanan untuk kepentingan organisasi. Ia menimbulkan kesan

pada anggotanya bahwa ia memiliki keahlian untuk melakukan tugas pekerjaannya,

(17)

C.PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP OCB

Lamidi (2008) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan

Transformasional Terhadap Organizationl Citizenship Behavior: Dengan Variabel

Intervening Komitmen Organisasional, menemukan bahwa kepemimpinan

transformasional mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap

komitmen organisasional dan OCB. Kepemimpinan transformasional mempunyai

pengaruh signifikan terhadap organizational citizenship behavior para dosen di

Unisri Surakarta. Semakin tinggi persepsi dosen terhadap kepemimpinan

transformasional, maka para dosen akan menunjukkan perilaku ekstra peran (OCB)

yang semakin tinggi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sabran (2010) berjudul Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional, Keadilan Organisasional, Kepercayaan

Organisasional, Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior:

Studi pada Perguruan Tinggi Swasta di Kalimantan Timurmenunjukkan hasil yang

sama, yaitu kepemimpinan transformasional berpengaruh positif signifikan

terhadap komitmen organisasional dan OCB. dimana kepemimpinan

transformasional merupakan faktor yang mempengaruhi adanya sikap, persepsi

serta perilaku karyawan untuk kemudian dijadikan sebagai motivasi dalam

peningkatan OCB.

Hasil penelitian Maptuhah Rahmi (2013)yang berjudul Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional terhadap Organizational Citizenship Behavior

(18)

Tetap SMA Negeri di Kabupaten Lombok Timur) mengungkapkan bahwa

kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB.

Hal ini berarti bahwa semakin tinggi intensitas penerapan kepemimpinan

transformasional kepala SMA Negeri maka semakin tinggi tingkat OCB Guru

Tetap SMA Negeri di Kabupaten Lombok Timur. Begitu pula sebaliknya, semakin

rendah intensitas penerapan kepemimpinan transformasional kepala SMA Negeri

maka semakin rendah tingkat OCB Guru Tetap SMA Negeri di Kabupaten Lombok

Timur. Perilaku OCB para guru dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan

intensitas penerapan kepemimpinan transformasional kepala sekolah.

Penelitian Veronika Meita (2014) yang berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan

Transformasional dan Budaya Organisasi terhadap Organizational Citizenship

Behaviour (OCB) karyawan café di Yogyakarta. Berdasarkan penelitian tersebut

dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif Gaya Kepemimpinan

Transformasional terhadap OCB karyawan café di wilayah kota Yogyakarta.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap OCB karyawan café di

Yogya dapat dijelaskan dengan beberapa faktor. Sikap pemimpin yang membuat

karyawan nyaman bekerja di café mempengaruhi karyawan untuk tepat waktu

dalam bekerja serta berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Pemimpin memberikan

kebebasan kepada karyawan dalam memecahkan masalah dengan cara yang baru

mempengaruhi karyawan untuk membantu pekerjaan rekan kerja lain agar lebih

produktif.

Isa Yohannes Israel Supit (2016) meneliti Pengaruh Gaya Kepemimpinan

(19)

Citizenship Behavior Yang Dimediasi Oleh Kepuasan Kerja. Menghasilkan

Kepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan terhadap OCB. Hal ini

dapat diartikan bahwa semakin baik Kepemimpinan Transformasional yang

dimiliki maka akan semakin meningkatkan kinerja dari pegawai tersebut.

D.HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah : Ada pengaruh positif signifikan gaya kepemimpinan transformasional

Referensi

Dokumen terkait

Menurut peneliti hasil penelitian tentang pelaksanaan pertolongan pertama menunjukkan masyarakat saat menemui kecelakaan lalu lintas, langsung bertindak dan dapat

Dari grafik hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 5, dipilih parameter yang digunakan untuk melakukan optimasi pada penguat hybrid , panjang EDF = 4 m dengan

17 Persentase KK Miskin, Rentan Miskin, dan Tidak Miskin Kabupaten Sleman Tahun 2013 (Sumber: BPS Kab. Perkembangan pertumbuhan ekonomi pada grafik sebagai berikut:. Gambar 4.

Run of mine adalah tempat penumpukan sementara batubara hasil dari penambangan yang berada dekat dengan lokasi hopper, jika pada saat ini unit pengolahan sedang

Nilai rata-rata kemampuan menulis pantun dengan menggunakan model pembelajaran TPS (Think Phair Share) siswa kelas X SMA N 1 Bayang Utara Kabupaten Pesisir Selatan dilihat

But fundamentally, they prescribe some inalienable rights to the individual person, like the right to the existence of life; the right to personal freedom; the right to the pursuit

Kurangnya dukungan pemerintah ikut menjadi faktor pergeseran makna pentingnya pelestarian budaya, jarang menerima tanggapan untuk tampil kurangnya dana kas kelompok

Melihat data diatas bahwa penurunan daya ingat sering terjadi pada lansia. dan masih ada sebagian lansia yang mempunyai daya ingat yang