PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR)
BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
PADA KARYAWAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Maria Yoventa Nindya Ariesta
NIM : 079114009
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
MOTTO
Jadi Diri Sendiri, Cari Jati Diri, And Dapetin Hidup Yang Mandiri
Optimis, Kaena Hidup Terus Mengalir Dan Kehidupan Terus Berputar
Sesekali Liat Ke Belakang Untuk Melanjutkan Perjalanan Yang Tiada Berujung
Persembahan
Dengan segala ketulusan, kebahagian, dan keihlasan
penelitian karya ilmiah ini saya persembahkan
kepada:
Tuhan Yesus Kristus, dengan KuasaNya dan
RahmatNya yang selalu memudahkan dan
mendengar segala permohanan hamba, serta
diberikannya
hamba
kesempatan
untuk
merasakan kebahagiaan dan kebanggaan
dalam terselesaikannya tugas akhir ini.
Orangtua tercinta yang tak pernah lelah
memberikan kasih sayang serta cinta kepada
saya, serta bekal yang tak pernah terniai
harganya.
Adik-adikku yang tersayang Andrea Dwinda
Mahardian dan Cornelis Brian Endrianto yang
Felix Candra Waskita, kekasihku tercinta, yang
selalu dengan sabar memperhatikan dan
mendukung,
sehingga
akhirnya
dapat
terselesaikan tugas akhir ini.
Bu Subur, terimakasih karena telah sabar
mendampingi saya dari kecil sampai saat ini,
serta terimakasih atas dukungan-dukungan
yang diberikan
Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu, terimakasih atas dukungannya
selama ini.
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
terimakasih karena disinilah saya dapat
PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR)
BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL PADA KARYAWAN
Maria Yoventa Nindya Ariesta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional pada karyawan. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional. Apabila perilaku Kepemimpinan Situasional efektif maka semakin tinggi OCB (Organizational Citizenship Behaviour) karyawan. Sebaliknya apabila tidak efektif perilaku Kepemimpinan Situasional maka semakin rendah pula OCB (Organizational Citizenship Behaviour) karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan dan staff Kantor Cabang Regional II PT. Sang Hyang Seri (Persero). Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 61 subjek. Data penelitian diungkap dengan menggunakan skala OCB (Organizational Citizenship Behavior), Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis, Skala Perilaku Tugas, Skala Perilaku Hubungan. Skala OCB (Organizational Citizenship Behavior) memiliki reliabilitas sebesar 0,941, skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis memiliki reliabilitas sebesar 0,977, skala Perilaku Tugas memiliki reliabilitas sebesar 0,882 dan skala Perilaku Hubungan memiliki reliabilitas sebesar 0,863. Kriteria untuk menentukan Kepemimpinan Situasional yang efektif dan Kepemimpinan Situasional tidak efektif adalah dengan cara menyesuaikan skor Kematangan Pekerjaan dan Psikologis dengan Perilaku Tugas dan Perilaku Hubungan. Apabila hasilnya sesuai skornya 1 atau dengan kata lain efektif, sebaliknya apabila tidak sesuai skornya 0 atau dengan kata lain tidak efektif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji Independent Sample T-Test. Hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung = 6.206. p=0.000 < α = 0.05. t tabel sebesar 2.001. Kesimpulannya dapat diketahui bahwa t hitung > t tabel (6.206 > 2.001) maka H0 ditolak. Dengan kata lain terdapat perbedaaan yang signifikan antara kelompok OCB berdasarkan Kepemimpinan Situasional yang efektif dengan kelompok OCB berdasarkan Kepemimpinan Situasional yang tidak efektif.
DIFFERENCES OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR) by EFECTIVENESS SITUATIONAL LEADERSHIP ON THE EMPLOYEES
Maria Yoventa Nindya Ariesta
ABSTRACT
The purpose of this research is to know differences in OCB (Organizational Citizenship Behavior) based on Effectiveness Situational Leadership on the employees. The hypothesis in this research there are differences in OCB (Organizational Citizenship Behavior) based on Situational Leadership Effectiveness. When the behavior of Situational Leadership effective the higher the OCB (Organizational Citizenship Behavior) employees. Conversely the situational leadership behaviors are not effective then the lower the OCB (Organizational Citizenship Behavior) employees. The subjects of this research was all employees and staff of the Regional Branch Office II PT. Sang Hyang Seri (Persero). Total subjects in this research amount 61 subjects. The research data revealed by using a scale of OCB (Organizational Citizenship Behavior), Work and Psychological Maturity Scale, Task Behavior Scale, Scale Behavior Relations. OCB scale (Organizational Citizenship Behavior) has a reliability of 0.941, the scale of Employment and Psychological Maturity has a reliability of 0.977, Task Behavior scale has a reliability of 0.882 and Relationship Behavior scale has a reliability of 0.863. Criteria for determining the effective Situational Leadership and Situational Leadership is not an effective way to adjust scores and Psychological Maturity Works with Task Behavior and Behavior Relationships. If the results appropriateto the score 1 or equally effective, whereas if it does not fit the score 0 or otherwise ineffective. Data analysis was done by using Independent Sample Test T-Test. The results showed
the value t count value = 6206. p = 0.000 <α = 0.05. t table for 2001. In conclusion it can be seen
that the t count> t table (6206> 2001) then H0 is rejected. In other words there significant difference between groups of OCB based on effective Situational Leadership with groups of OCB based on Situational Leadership ineffective.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Teoritis... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Kepemimpinan Situasional ... 6
1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum ... 6
2. Pengertian Kepemimpinan Situasional ... 8
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Situasional ... 9
4. Bentuk Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional ... 10
5. Dampak Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional ... 12
B. OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 14
1. Pengertian OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 14
2. Dimensi OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 17
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 20
C. Dinamika Perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional... 21
D. Hipotesis ... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 27
A. Jenis Penelitian ... 27
B. Identifikasi Variabel ... 27
C. Definisi Operasional ... 27
1. Kepemimpinan Situasional ... 27
D. Subjek Penelitian ... 28
E. Metode Sampling ... 28
F. Metode atau Alat Pengumpulan Data ... 29
G. Langkah Pengambilan Data ... 33
H. Validitas dan Reliabilitas Data... 34
1. Validitas ... 34
2. Seleksi Item ... 34
3. Reliabilitas... 37
I. Metode Analisis Data ... 38
1. Uji Asumsi... 38
a. Uji Normalitas ... 39
b. Uji Homogenitas ... 39
2. Uji Independent Sample T-Test ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 40
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 41
C. Deskripsi Data Penelitian ... 42
D. Analisis Data Penelitian ... 44
1. Uji Asumsi... 44
a. Uji Normalitas... 44
2. Uji Hipotesis... 46
a. Skor Efektivitas Kepemimpinan Situasional... 46
b. Uji Independent Sample T-Test ... 50
E. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 60
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan
Psikologi... 31
Tabel 2. Blue Print Skala Perilaku Tugas ... 32
Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Hubungan ... 32
Tabel 4. Blue Print Skala Perilaku OCB ... 33
Tabel 5. Blue Print Skala Perilaku OCB (setelah gugur) ... 35
Tabel 6. Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis (setelah gugur) ... 36
Tabel 7. Blue Print SkalaPerilaku Tugas (setelah gugur) ... 36
Tabel 8. Blue Print Skala Perilaku Hubungan (setelah gugur) ... 37
Tabel 9. Karakteristik Subjek Penelitian ... 41
Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian ... 42
Tabel 11. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 44
Tabel 12. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Tiap Skala ... 45
Tabel 13. Test of Homogeneity of Variance... 46
Tabel 14. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Kaitannya Level Kematangan... 49
Tabel 15. Group Statistics Independent Sample T-Test ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Penelitian ... 63
Lampiran 2 Seleksi Item Skala OCB (Organizational Citizenship Behavior)... 70
Lampiran 3 Seleksi Item Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis ... 74
Lampiran 4 Seleksi Item Skala Perilaku Tugas... 75
Lampiran 5 Seleksi Item Skala Perilaku Hubungan ... 76
Lampiran 6 Uji Beda Mean Tiap Skala ... 77
Lampiran 7 Uji Asumsi ... 79
Lampiran 8 Uji Beda Independent Sample T-Test ... 87
Lampiran 9 Grafik Kesesuaian Perilaku Tugas dan Perilaku Hubungan berdasarkan Level Kematangan... 88
Lampiran 10 Input Data Hasil Penelitian ... 89
Lampiran 11 Skor Kesesuaian Kematangan dan Perilaku Tugas dan Hubungan ... 102
Lampiran 12 Pembagian Kelompok Efektif dan Tidak Efektif ... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam
suatu organisasi karena merupakan sumber yang mempertahankan,
mengarahkan dan mengembangkan organisasi sehingga harus selalu
diperhatikan, dijaga dan dikembangkan. Hal tersebut diperlukan agar
diperoleh SDM yang bermutu serta memenuhi semua tuntutan dalam
pekerjaan, dengan kata lain keberlangsungan suatu perusahaan sangat
tergantung dari manusia yang terlibat di dalamnya. Artinya maju atau
mundurnya suatu perusahaan akan tampak dari keterampilan dan kinerja
karyawan dalam perusahaan tersebut (Schermerhorn, 2003).
Salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi di tengah-tengah
persaingan adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi secara sinergis
berkonstribusi positif, baik dalam perencanaan maupun dalam
pengimplementasian rencana yang disusun dan diarahkan pada usaha
pencapaian tujuan. Dikemukakan pula oleh Katz (1964) yang
mengidentifikasi adanya tiga kategori perilaku pekerja yang penting bagi
keefektifan organisasi, yaitu individu harus masuk ke dalam dan tinggal
dalam suatu organisasi, mereka harus menyelesaikan peran khusus dalam
spontan melebihi persepsi perannya. Kategori terakhir itulah yang disebut
sebagai Organizational Citizenship Behavior.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku
positif orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Perilaku ini
tercerminkan dalam bentuk kesediaan secara sadar dan suka rela untuk
bekerja serta memberikan kontribusi yang lebih dari pada apa yang dituntut
oleh organisasi secara formal (Schermerhorn, 2003). OCB juga tidak bisa
dilepaskan dari perannya dalam membentuk komitmen karyawan terhadap
organisasi, karena bagaimanapun prestasi kerja yang melebihi apa yang
seharusnya, banyak ditentukan oleh kuat tidaknya komitmen terhadap
organisasi (Smith, Organ & Near, 1983). Keikutsertaan bawahan dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah akan meningkatkan rasa
tanggung jawab. Hal ini akan berpengaruh terhadap tumbuhnya komitmen
dan OCB.
Bentuk perilaku OCB yaitu: Altruism (perilaku membantu dengan
segera terhadap orang lain), Conscientiousness, (Mengacu pada perilaku yang
menguntungkan organisasi, bukan individu ataupun kelompok spesifik),
Sportmanship (sikap sportif sepenti toleransi terhadap ketidaknyamanan
dalam bekerja yang tidak dapat dihindari tanpa adanya komplain), Courtesy
(kesopanan seperti memberitahu yang lain dalam mencegah kejadian dalam
kerja yang menimbulkan suatu masalah), Civic virtue (berpartisipasi dan
Salah satu faktor yang mempengaruhi OCB adalah adanya
kepemimpinan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Lamidi (2005)
menunjukkan bahwa kepemimpinan mempengaruhi organizational
citizenship behavior. Hal yang sama nampak dalam penelitian Ardiansyah
(2008) yang menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap
organizational citizenship behavior melalui kepuasan kerja.
Bass et al. (2003) menyatakan kepemimpinan menggambarkan
hubungan antara pemimpin (leader) dengan yang dipimpin (follower) dan
bagaimana seorang pemimpin mengarahkan follower akan menentukan sejauh
mana follower mencapai tujuan atau harapan pimpinan. Seorang pemimpin
harus mampu mempengaruhi para bawahannya untuk bertindak dan berlaku
sesuai dengan arah tujuan perusahaan, pemimpin harus mampu memberikan
wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat
dan kepercayaan pada para bawahannya, dengan memberikan
pemahaman-pemahaman tersebut para bawahan akan memiliki kinerja lebih baik (Sanusi,
2009). Podsakoff et al. (1994) juga menambahkan pada penelitiannya bahwa
perilaku kepemimpinan dapat mempengaruhi bawahan untuk menghasilkan
kinerja melebihi apa yang seharusnya atau melebihi level minimum yang
dipersyaratkan organisasi.
Pemimpin diminta untuk mengembangkan dan mengarahkan potensi
dan kemampuan bawahan untuk mencapai bahkan melampaui tujuan
organisasi. Seorang pemimpin dengan pemahaman akan tugas-tugas yang
bimbingan, dorongan serta motivasi kepada seluruh anggotanya untuk
mencapai tujuan. Tugas kantor yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan serta karakteristik karyawan seperti kematangan pekerjaan dan
psikologis adalah situasi yang sering dihadapi oleh pemimpin. Jika dalam
proses interaksi tersebut berhasil dengan baik, maka ia akan mampu
memberikan kepuasan yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja
bawahannya. Pemimpin yang mampu memahami dan menyesuaikan dengan
situasi yang ada disebut sebagai Kepemimpinan Situasional.
Hersey dan Blanchard (2005) menyatakan Kepemimpinan Situasional
adalah kepemimpinan yang dapat menyesuaikan bentuk kepemimpinan
dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Kepemimpinan Situasional yang
efektif adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan kesesuaian antara
perilaku tugas dan hubungan dengan kematangan karyawan. Kepemimpinan
Situasional yang tidak efektif adalah gaya kepemimpinan yang tidak
berdasarkan kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan
kematangan karyawan. Kepemimpinan Situasional jika diterapkan secara
tepat maka karyawan akan bersikap aktif di perusahaan. Hal ini dipengaruhi
oleh perlakuan yang tepat dari pimpinan, sehingga karyawan mau untuk
berkontribusi lebih di perusahaan, bentuk kontribusi lebih itulah yang
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Apakah ada perbedaan OCB (Organizational Citizenship
Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian yang
ingin diangkat dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan
OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas
Kepemimpinan Situasional
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
psikologi khususnya dalam psikologi industri kaitannya dengan OCB
(Organizational Citizenship Behavior) dan Kepemimpinan Situasional.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemimpin
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi agar ke
depannya dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif.
b. Bagi Karyawan
Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi agar ke depannya kinerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Situasional
1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum
Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pimpinan
memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat
menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pemimpin merupakan orang yang memiliki pengaruh paling
besar terhadap perilaku dan keyakinan suatu organisasi, karena keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung dari peranan yang
dilakukan pemimpin (Siagian, 2003). Menurut Hemphill (dalam Pramudji,
1993:23) pengertian dari kepemimpinan adalah “Leadership may be defined
as the behaviour of an individual while he is involved in directing group
activities”.
Kepemimpinan menurut David (1985) merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Toha (2004) kepemimpinan adalah suatu
aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu. Pemimpin harus dapat menunjukkan visi
kepemimpinan, yaitu pemimpin harus mampu bersikap transparan kepada
Kepemimpinan menurut Stogdill (dalam Wahjosumidjo, 1994) adalah
Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan dan berperilaku secara
bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara
tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik
yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi.
Kepemimpinan menurut (Purwanto, 2000 ; Davis, 1985) adalah suatu
cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan, seperti
ketrampilan. Dikemukakan pula bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu
bentuk perilaku seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain, oleh karenanya diperlukan sebuah usaha dari pemimpin dan
karyawan untuk menyelaraskan persepsi mereka. Hersey dan Blanchard (dalam
Ardiani, 2003) juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sebagai pola
perilaku untuk mempengaruhi aktivitas orang lain. Selain itu Hadari (2003) juga
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan
perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.
Dari pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah
perilaku seorang pemimpin pada setiap aktivitasnya di dalam serangkaian
usaha-usaha membimbing, mengarahkan dan menciptakan kesesuaian paham pada
2. Pengertian Kepemimpinan Situasional
Menurut Hersey dan Blanchard (2005) gaya kepemimpinan situasional
secara khusus dihubungkan dengan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan
diri dengan kondisi yang ada. Misalkan tuntutan iklim organisasi, harapan,
kemampuan atasan dan bawahan serta tingkat kematangan dan kesiapan
bawahannya, dengan demikian melalui pelaksanaan gaya kepemimpinan
situasional diharapkan dapat mendorong semangat kerja karyawan dalam
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Menurut Hersey dan Blanchard (2005) Kepemimpinan Situasional yang
efektif adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan atas kesesuaian antara
perilaku tugas dan hubungan yang dilakukan oleh pemimpin dengan kematangan
pekerjaan dan psikologis karyawan. Kepemimpinan Situasional yang tidak
efektif adalah gaya kepemimpinan yang tidak berdasarkan atau memperhatikan
kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan kematangan pekerjaan
dan psikologis karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan situasional adalah pola perilaku yang diperlihatkan seorang
pemimpin pada saat memimpin dan mempengaruhi aktivitas orang lain baik
sebagai individu maupun kelompok. Dalam hal ini pelaksanaannya
membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan
dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Situasional
Menurut Hersey dan Blanchard (2005) kepemimpinan situasional
didasarkan pada:
a. Perilaku Tugas
Pemimpin memberikan arahan kepada orang-orangnya dengan
memberitahukan mereka apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, di
mana melakukannya dan bagaimana melakukannya. Hal itu berarti pemimpin
menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka.
b. Perilaku Hubungan
Pemimpin melakukan hubungan dua arah dengan orang-orangnya seperti
memberi dukungan psikologis. Pemimpin secara aktif juga menyimak dan
mendukung upaya orang-orangnya dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
c. Kematangan
Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat
kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan
perilakunya dalam bentuk kemauan. Konsep ini disebut dengan kematangan
psikologis. Di samping itu terdapat pula pengaruh dari kematangan pekerjaan
yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan
pekerjaan tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan
dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari
orang lain. Melalui dua bentuk kematangan yaitu kematangan psikologis dan
kematangan pekerjaan maka terdapat empat jenis karyawan, yaitu: (1)
karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawaan yang tidak
mampu, tetapi mau, (3) karyawaan yang mampu, tetapi tidak mau, (4)
karyawan yang mampu dan mau.
4. Bentuk Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional
Bentuk pelaksanaan kepemimpinan situasional merupakan uraian yang
memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk pelaksanaan gaya
kepemimpinan lainnya. Bentuk-bentuk pelaksanaan gaya kepemimpinan tersebut
dapat dilaksanakan secara bersamaan.
Hersey dan Blanchard (2005) merumuskan ada 4 perilaku dasar
kepemimpinan situasional, yaitu:
a. Mengarahkan (telling)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan
yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam
kemampuan, minat dan komitmennya. Sementara itu, organisasi menghendaki
penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey dan
memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi
intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.
b. Menjual (selling)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,
takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan
struktur tugas dengan tanggungjawab karyawan. Selain itu, manajer harus
menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi, serta
masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi karyawan sudah
mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu
perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan karyawan
menghadapi permasalahan baru yang muncul. Masalah-masalah baru yang
muncul tersebut, seringkali menjadikannya putus asa, oleh karena itu setelah
memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya menjual yaitu
ketika si pemimpin harus mampu mengajukan beberapa alternatif pemecahan
masalah.
c. Menggalang partisipasi (participation)
Gaya kepemimpinan partisipasi adalah respon manajer yang harus diperankan
ketika tingkat kemampuan karyawan meningkat akan tetapi tidak memiliki
kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau
ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas atau tangung jawab seringkali
disebabkan karena kurang keyakinan. Respon tersebut berupa upaya
dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu
sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan. Dalam kasus
seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif
mendengarkan serta mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan
atau pengikutnya.
d. Mendelegasikan (delegating)
Pada unsur gaya kepemimpinan situasional, delegasi ini maka pimpinan
sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap karyawan
sudah mampu dan mau melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya. Mereka
diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang
bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada
gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan ada empat respon kepemimpinan
dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu
mengarahkan (telling), menjual (selling), menggalang partisipasi (participation)
dan mendelegasikan (delegating).
5. Dampak Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional
Dampak pelaksanaan kepimpinan sendiri tergantung pada peran atau
demikian dampak dari pelaksanaan kepemimpinan situasional sangat luas seiring
dengan banyaknya peran atau interaksi tersebut.
Menurut Siagian (2002) dampak kepemimpinan situasional secara umum
dapat di dasarkan pada peranan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan
sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin
meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya.
Menurut Siagian (2006) dalam menentukan dampak dari peranan
pemimpin untuk merubah dapat ditentukan dari cara mempengaruhi orang
dengan petunjuk serta tindakan. Dengan demikian kepemimpinan situasional
dapat berdampak positif apabila muncul perubahan yang menimbulkan kekuatan
dinamis penting dalam memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi sehingga
mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan
diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.
Siagian (2006) juga mengidentifikasi dampak seorang pemimpin dapat
juga ditentukan berdasarkan interaksi pemimpin dengan bawahan yang dijalin.
Interaksi pemimpin atau kepemimpinan dalam perusahaan ada tiga bentuk yaitu
peranan yang bersifat interpersonal dalam organisasi adalah seorang pemimpin
dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi,
seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan
kepada bawahan dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung.
Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin
informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan
mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan
yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk
mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi
serta menjalankan usaha dengan konsisten.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa dampak
kepemimpinan situasional sangat tergantung pada peranan serta interaksi yang
dilakukan terhadap bawahan yaitu (1) perubahan positif apabila muncul
perubahan yang menimbulkan kekuatan dinamis penting dalam memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi sehingga mencapai tujuan, kemampuan untuk
menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan
organisasi dapat tercapai. Selain itu dianggap sebagai dampak positif apabila
pemimpin dalam memenuhi kepentingan bawahan sekaligus organisasi secara
berimbang. (2) perubahan negatif yaitu apabila seorang pemimpin tidak
menimbulkan perubahan yang mengarah pada perbaikan. Selain itu pemimpin
tidak dapat menyeimbangkan kepentingan antara bawahan dan organisasi
B. OCB (Organizational Citizenship Behavior)
1. Pengertian OCB (Organizational Citizenship Behavior)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi
perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku
menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap
aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini
menggambarkan "nilai tambah karyawan" yang merupakan salah satu bentuk
perilaku pro sosial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna
membantu (Organ, 1997).
Pengertian OCB menurut Organ (1988) adalah perilaku individu yang
bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan
bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Dyne et al. (1994) menyatakan
bahwa konstruksi dari ekstra-role behavior (ERB) yaitu perilaku yang
menguntungkan organisasi dan secara suka rela dan melebihi apa yang menjadi
tuntutan peran. Organ (1997) menyatakan bahwa definisi ini tidak didukung
penjelasan yang cukup "peran pekerjaan" bagi seseorang adalah tergantung dari
harapan dan komunikasi dengan pengirim peran tersebut. Definisi teori peran ini
menempatkan OCB atau ERB dalam realisme fenomenologi, tidak dapat
diobservasi dan sangat subjektif. Definisi ini juga menganggap bahwa intensi
aktor adalah "untuk menguntungkan organisasi".
Borman dan Motowidlo (1993) mengkonstruksi tidak hanya mendukung
inti dari perilaku itu sendiri melainkan mendukung semakin besarnya lingkungan
organisasi, sosial dan psikologis sehingga inti teknisnya berfungsi. Definisi ini
tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat sang aktor melainkan perilaku
inti teknis. OCB menekankan pada kontrak sosial antara individu dengan orang
lain (rekan kerjanya) dan antara individu dengan organisasi yang biasanya
dibandingkan dengan perilaku in-role yang mendasarkan pada kinerja terbatas
yang diisyaratkan oleh organisasi. OCB didefinisikan sebagai perilaku diatas dan
melebihi peran yang digambarkan secara formal dengan peran organisasional,
kebebasan alami dan tidak diberi penghargaan secara langsung atau secara
eksplisit dalam konteks struktur penghargaan formal organisasi, serta penting
untuk pelaksanaan yang efektif dan suskes dari sebuah organisasi.
Perbedaan yang mendasar antara perilaku in-role dengan perilaku
extra-role adalah pada reward. Pada in-role biasanya dihubungkan dengan reward dan
sanksi (hukuman), sedangkan pada extra-role biasanya terbebas dari reward, dan
perilaku yang dilakukan oleh individu tidak diorganisir dalam reward yang akan
mereka terima (Morrison, 1994). Tidak ada insentif tambahan yang diberikan
ketika individu berperilaku extra-role. Wright et al. (1993) menyimpulkan
dibandingkan dengan perilaku in-role yang dihubungkan dengan penghargaan
ekstrinsik atau penghargaan moneter, maka perilaku extra-role lebih
dihubungkan dengan penghargan intrinsik. Perilaku ini muncul karena perasaan
sebagai anggota organisasi dan merasa puas apabila dapat melakukan sesuatu
yang lebih kepada organisasi.
Secara singkat OCB mengacu pada perilaku diluar-peran dari karyawan
di luar peran tersebut sebagai perbandingan dan dibutuhkan, sehingga diharapkan
dapat menjadi bagian dari pekerjaan, tugas atau tanggung jawab individu.
2. Dimensi OCB (Organizational Citizenship Behavior)
Beberapa dimensi dari OCB telah diidentifikasi (Podsakoff et al. 1994;
Organ, 1988) terdapat lima dimensi telah menjadi yang paling sering diteliti oleh
para peneliti yang diuraikan sebagai berikut:
a. Altruism (Kepedulian) didefinisikan sebagai mengambil alih tindakan
sukarela yang membantu orang lain dengan masalah yang terkait dengan
pekerjaan (Podsakoff et al. 1994). Hal ini mengacu pada mengambil waktu
dari jadwal pribadi seseorang dan untuk memberikan pertolongan kepada
seseorang yang membutuhkan, dengan demikian bentuk nyata dari dalam
organisasi adalah keinginan untuk membantu rekan sekerja yang kesulitan
dalam pekerjaannya.
b. Conscientiousness (Kesadaran) mengacu pada perilaku yang
menguntungkan organisasi, bukan individu atau kelompok spesifik. Hal ini
pada dasarnya melakukan peran yang seharusnya dilakukan seseorang
dalam organisasi, akan tetapi juga melakukan perilaku melebihi norma
yang seharusnya, dengan demikian karyawan akan menempatkan prioritas
pada kehadiran, penggunaan waktu kerja, dan dukungan terhadap berbagai
macam peraturan yang melampaui setiap standar minimum yang
tepat waktu dan kehadiran diatas norma yang seharusnya, sadar akan
tanggung jawabnya secara sukarela, menempatkan kepentingan pada
keterperincian dan kualitas tugas, dan secara umum mengerjakan diatas dan
jauh melebihi panggilan tugas.
c. Civic Virtue (partisipasi).
Hal ini dimaksudkan pada konsep bertanggung jawab dalam proses politik
dalam organisasi. Komitmen antusias terhadap organisasi ini meliputi
menghadiri pertemuan atau peran yang sebenarnya merupakan pilihan atau
sukarela, mencari cara untuk meningkatkan cara perusahaan beroperasi,
atau mengawasi lingkungan perusahaan untuk kesempatan atau ancaman.
Contoh dari Civic Virtue termasuk menghadiri rapat, menjaga kesamaan
cara pandang dari keputusan dan isu-isu organisasi dan mengemukakan
pendapat.
d. Sportsmanship (sportivitas) mengacu melibatkan kemauan untuk
mentoleransi ketidaknyamanan yang pasti terjadi dan resiko pekerjaan
tanpa mengeluh serta pada toleransi terhadap ketidaknyamanan dan hal-hal
yang mengganggu dari kehidupan organisasi tanpa mengeluh dan merasa
diperlakukan tidak adil. Hal ini melibatkan tidak menyebarkan isu-isu yang
walaupun mengganggu, berdampak lebih kecil dalam skema dari hal-hal
yang lebih luas. Sportsmanship yang bagus menjaga pola pikir positif dan
ditolak atau ketika mereka diharuskan untuk mengalami ketidaknyamanan
yang disebabkan oleh orang lain.
e. Courtesy (sopan santun)
Courtesy (sopan santun) menampilkan bahasa tubuh yang dipertimbangkan
atau berhati-hati terhadap orang lain atau memeriksa, mengenali orang lain
sebelum mengambil tindakan yang akan mempengaruhi kerja mereka.
Tindakan sopan dapat termasuk berkomunikasi secara teratur dengan
rekan-rekan kerja sehingga mereka tidak terkejut ketika peristiwa-peristiwa
gagal membuka jalan yang mereka harapkan
Berdasarkan uraian tersebut maka lima dimensi dari OCB
(Organizational Citizenship Behavior) yaitu Altruism (Kepedulian) didefinisikan
sebagai mengambil alih tindakan sukarela yang membantu orang lain dengan
masalah yang terkait dengan pekerjaan, Conscientiousness (Kesadaran) mengacu
pada perilaku yang menguntungkan organisasi, bukan individu atau kelompok
spesifik, Civic Virtue (partisipasi) yaitu dimaksudkan pada konsep bertanggung
jawab dalam organisasi, Sportsmanship (sportivitas) yang mengacu pada
kemauan untuk mentoleransi ketidaknyamanan yang pasti terjadi dan resiko
pekerjaan tanpa mengeluh serta pada toleransi terhadap ketidaknyamanan dan
hal-hal yang mengganggu dari kehidupan organisasi tanpa mengeluh dan merasa
dan komunikasi secara teratur dengan rekan- rekan kerja sehingga mereka dapat
menjalin hubungan yang lebih baik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan OCB (Organizational
Citizenship Behavior)
Banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku karyawan menjadi
penentu mengapa faktor yang mempengaruhi OCB juga demikian banyak.
Berbagai ahli mengungkapkan mengenai faktor berbeda terhadap tingkat OCB
karyawan. Masing-masing memberikan sebuah gambaran dari sudut pandang
yang berbeda. oleh karenanya dalam uraian di bawah ini juga akan memberikan
gambaran mengenai pendapat berbagai ahli sebagai berikut.
Menurut Organ (1988) meningkatnya perilaku OCB dipengaruhi oleh dua
faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan (internal) seperti
moral, rasa puas, sikap positif, sedangkan faktor yang berasal dari luar karyawan
(eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepemimpinan, budaya perusahaan.
Ada tiga faktor internal penting yang mempengaruhi OCB yaitu moral karyawan
(Organ, 1988), komitmen karyawan (Podsakof et al. 1996), serta motivasi (Dyne
et al. 1994).
Faktor internal lain yang dapat mempengaruhi OCB menurut Zurasaka
(2008) adalah kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi dibandingkan
faktor-faktor situasional dan kondisi kerja di atas. Penentuan faktor OCB ini
kondisi dan situasi kerja mereka namun tetap tidak memiliki perilaku ekstra
seperti ini.
Berdasarkan uraian di tersebut dapat diketahui bahwa faktor OCB sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik yang bersumber dari dalam diri karyawan
maupun dari luar yaitu lingkungan kerja karyawan itu sendiri. Termasuk di
antaranya gaya kepemimpinan yang dilakukan dalam lingkungan kerja tersebut.
Hal ini mengarahkan bahwa setiap gaya kepemimpinan berbeda dapat
menimbulkan hubungan yang berbeda pula.
C.Dinamika Perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan
Efektivitas Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan tidak dipungkiri merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam konteks yang
lebih luas, diyakini bahwa kemajuan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan
oleh kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin negara itu sendiri. Menyadari
pentingnya pemimpin dan kepemimpinan, khususnya dalam konteks organisasi,
para akademisi tertarik untuk meneliti berbagai aspek yang menyangkut
kepemimpinan beserta pengaruh-pengaruhnya terhadap aspek.
Kepemimpinan sendiri diartikan sebagai perilaku seorang pemimpin pada
setiap aktivitasnya di dalam serangkaian usaha-usaha membimbing,
mengarahkan dan menciptakan kesesuaian paham pada anggota-anggota
kelompok ternyata dapat berubah dan bekerja sama dengan baik, maka hal ini
merupakan hasil dari kepemimpinan yang sukses.
Hersey dan Blanchard (2005) mendefinisikan gaya kepemimpinan
situasional adalah gaya kepemimpinan dalam pelaksanaannya membutuhkan
kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
Dengan demikian pemimpin atau manajer harus menyesuaikan responnya
menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan dan minat
karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Pemimpin yang ingin berhasil, dituntut untuk memiliki kepemimpinan
yang efektif. Perilaku kepemimpinan yang efektif menurut Hersey dan Blanchard
(2005) berfokus pada kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan
kematangan pekerjaan dan psikologis karyawan, sehingga karyawan mau
berpartisipasi secara aktif dan secara perlahan-lahan motivasi mereka akan
berkembang dengan optimal. Selain itu didukung dengan hubungan yang baik
antara pemimpin dan karyawan, maka karyawan akan merasa dihargai dan
karyawan mau untuk ikut berperan lebih dalam kegiatan atau tugas yang
diberikan. Di samping itu dengan pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional
yang tepat maka pemimpin dapat mengembangkan dan mengarahkan potensi
Hal ini didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Podsakoff et
al. (1997) yang menunjukkan bahwa perilaku pemimpin mempengaruhi bawahan
untuk menghasilkan kinerja melebihi apa yang seharusnya atau melebihi level
minimum yang dipersyaratkan organisasi.
Kinerja yang melebihi tuntutan yang ada di perusahaan atau disebut juga
sebagai Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB mengacu pada
perilaku diluar-peran dari karyawan, yaitu perilaku yang secara sukarela dan di
atas ekspektasi peran normal karyawan. Hal ini yang dimaksudkan adalah
perilaku yang dimunculkan oleh karyawan di luar dari job description yang ada.
Misalkan karyawan datang lebih awal dari jadwal masuk kerja dan perilaku
tersebut mereka lakukan dengan suka rela tanpa paksaan dari manapun. Perilaku
di luar peran dari karyawan dilakukan sebagai perbandingan. Perilaku tersebut
dibutuhkan dan diharapkan sebagai bagian dari pekerjaan, tugas, atau tanggung
jawab individu, dimana di dalamnya mengandung dimensi: Altruism
(Kepedulian) didefinisikan sebagai mengambil alih tindakan sukarela yang
membantu orang lain dengan masalah yang terkait dengan pekerjaan,
Conscientiousness (Kesadaran) mengacu pada perilaku yang menguntungkan
organisasi, bukan individu atau kelompok spesifik, Civic Virtue (partisipasi)
yaitu dimaksudkan pada konsep bertanggung jawab dalam organisasi,
Sportsmanship (sportivitas) yang mengacu pada kemauan untuk mentoleransi
ketidaknyamanan yang pasti terjadi dan resiko pekerjaan tanpa mengeluh serta
kehidupan organisasi tanpa mengeluh dan merasa diperlakukan tidak adil dan
Courtesy (sopan santun) menampilkan bahasa tubuh dan komunikasi secara
teratur dengan rekan- rekan kerja sehingga mereka dapat menjalin hubungan
GAMBAR SKEMA
PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR)
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
Ada perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan
Efektivitas Kepemimpinan Situasional. Apabila Gaya Kepemimpinan Situasional
diterapkan secara efektif maka OCB (Organizational Citizenship Behavior) akan
tinggi. Sebaliknya apabila Kepemimpinan Situasional diterapkan secara tidak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif yaitu mendasarkan
pada analisis angka sebagai bagian untuk mendapatkan jawaban terhadap
rumusan masalah yang diangkat sebagai topik penelitian. Penelitian ini juga
merupakan penelitian komparatif menggunakan uji beda Independent Sample
T-Test, yaitu penelitian yang berusaha untuk membandingkan dua kelompok
yang independen (tidak saling tergantung) dapat berupa dua kelompok yang
terpisah (Priyatno, 2010)
B. Identifikasi Variabel
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel (X) adalah Efektivitas Kepemimpinan Situasional
2. Variabel (Y) adalah perilaku OCB (Organizational Citizenship Behavior)
C. Definisi Operasional
1. Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan Situasional adalah pola perilaku pemimpin yang
disesuaikan dengan tingkat kematangan karyawan, dimana pelaksanaannya
membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan
skala kematangan pekerjaan dan psikologis, skala perilaku tugas dan skala
perilaku hubungan. Efektivitas diperoleh melalui adanya kesesuaian antara
Kematangan Pekerjaan dan Psikologis dengan Perilaku Tugas dan Hubungan.
2. Perilaku OCB (Organizational Citizenship Behavior)
Perilaku OCB (Organizational Citizenship Behavior) adalah perilaku
diluar-peran dari karyawan, yaitu perilaku yang secara sukarela dan
memperluas diatas ekspektasi peran normal. Perilaku dalam peran, sebagai
perbandingan, dibutuhkan dan diharapkan sebagai bagian dari pekerjaan,
tugas atau tanggung jawab individu. Perilaku OCB bercirikan lima aspek
yaitu Altruism, Courtesy, Sportmanship, Civic Virtue dan Conscientiousness.
Perilaku OCB diukur dengan menggunakan skala OCB berdasarkan skala
Morrison (1994), dengan demikian apabila skornya tinggi, maka OCBnya
juga tinggi.
D. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan
dan staf Regional II PT Sang Hyang Seri (Persero).
E. Metode Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
accidental sampling. Dalam teknik sampling ini yang dijadikan anggota
dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui tersebut cocok untuk dijadikan sumber data (Sutrisno, 2004)
F. Metode atau Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala adalah
metode penyelidikan dengan menggunakan daftar pernyataan yang berisi
aspek-aspek yang hendak diukur dan harus dijawab oleh subjek penelitian.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Efektivitas Kepemimpinan diukur
dengan menggunakan teori Hersey dan Blanchard yaitu menggunakan skala
kematangan pekerjaan dan psikologis, skala perilaku tugas dan skala perilaku
hubungan. Sedangkan alat ukur OCB menggunakan Skala OCB berdasarkan
skala Morrison (1994) yang didasarkan pada aspek Altruism, Courtesy,
Sportmanship, Civic Virtue dan Conscientiousness.
Untuk alat ukur OCB menggunakan format respon yang diukur
melalui Skala Likert. Skala tersebut mendasarkan pada masing-masing item
pernyataan yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu; Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS) dan
masing-masing alternatif jawaban tersebut mempunyai skor yang berbeda-beda. Skor
pada pernyataan-pernyataan favorabel berjalan dari angka 4 menuju 1,
sedangkan skor pada pernyataan-pernyataan unfavorabel bergerak dari angka
Pada pernyataan-pernyataan yang favorabel, yaitu item-item yang
mendukung aspek yang hendak diukur, akan berlaku penilaian sebagai
berikut:
a. Sangat Sesuai (SS) : 4 c. Tidak Sesuai (TS) : 2
b. Sesuai (S) : 3 d. Sangat Tidak Sesuai (STS) : 1
Pada pernyataan-pernyataan yang unfavorabel, yaitu item-item yang
tidak mendukung aspek yang hendak diukur, akan berlaku penilaian sebagai
berikut:
a. Sangat Sesuai (SS) : 1 c. Tidak Sesuai (TS) : 3
b. Sesuai (S) : 2 d. Sangat Tidak Sesuai (STS) : 4
Berikut ini adalah penjelasan dari skala-skala variabel tersebut
tersebut :
1. Skala Kepemimpinan Situasional terdiri dari tiga skala yaitu:
a. Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis
Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologi yang digunakan merupakan
skala yang disusun penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard. Kedua
skala itu mengukur kemampuan sebagai kematangan pekerjaan dan
kemauan sebagai kamatangan psikologis dengan menggunakan empat
pengharkatan yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala
Pekerjaan dan Psikologis yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Sebaran butir sebelum di uji coba akan dicantumkan dalam tabel. 1 berikut
Tabel. 1
Blue Print
Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologi
No. Aspek Kematangan Pekerjaan dan Psikologi
Total Jumlah
1. Kematangan Pekerjaan Pengalaman Pekerjaan
4. Kematangan Psikologis Kemauan Untuk
Skala Perilaku Tugas yang digunakan merupakan skala yang disusun
penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard. Skala tersebut mengukur
dimensi dari Perilaku Tugas dengan menggunakan empat pengharkatan
yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala
kepemimpinan situasional. Sebaran butir sebelum di uji coba akan
Tabel. 2
Blue Print Skala Perilaku Tugas
No. Aspek Perilaku Tugas Total 1. Penyusunan 1 2. Pengorganisasian 1 3. Menetapkan batas waktu 1 4. Pengarahan 1 5. Pengendalian 1
Total 5
c. Skala Perilaku Hubungan
Skala Perilaku Hubungan yang digunakan merupakan skala yang disusun
penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard. Skala tersebut mengukur
dimensi dari Perilaku Hubungan dengan menggunakan empat
pengharkatan yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala
kepemimpinan situasional. Sebaran butir sebelum di uji coba akan
dicantumkan dalam tabel. 3 berikut ini
Tabel 3
Blue Print Skala Perilaku Hubungan
No. Aspek Perilaku Hubungan Total 1. Memberikan dukungan 1 2. Mengkomunikasikan 1 3. Memudahkan interaksi 1 4. Aktif menyimak 1 5. Memberi balikan 1
Total 5
2. Skala Perilaku OCB
Skala Perilaku OCB didasarkan pada skala Morrison (1994) dimana di
dalamnya terdapat lima aspek yaitu: Altruism atau perilaku membantu
orang tertentu, Courtesy yaitu menyimpan informasi tentang
yaitu keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi, Sportsmanship yaitu
kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari
aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat dan Conscientiousness yaitu perilaku
yang melebihi prasyarat minimum seperti kehadiran, kepatuhan terhadap
aturan dan sebagainya. Dalam skala ini mengukur tinggi rendahnya tingkat
OCB karyawan dalam lingkungan kerja
Tabel. 4
Blue Print Skala Perilaku OCB
No. Aspek-aspek Perilaku
4. Sportsmanship 31,32,33,34,35 36,37,38,39,40 10
5. Conscientiousness 41,42,43,44,45 46,47,48,49,50 10
Total 25 25 50
G. Langkah Pengambilan Data
Langkah-langkah dalam proses pengambilan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menyusun skala penelitian dengan menggunakan item-item yang
memenuhi kriteria.
b. Memberikan skala Kepemimpinan Situasional yang diadaptasi oleh teori
Hersey dan Blanchard pada subjek penelitian yang telah dilakukan
d. Menganalisa item dengan analisis deskriptif untuk memberikan
gambaran mengenai subjek penelitian.
e. Membuat kesimpulan berdasarkan analisis tersebut.
f. Menyajikan kesimpulan dan seluruh hasil penelitian dalam bentuk sajian
deskriptif.
H. Validitas dan Reliabilitas data
a. Validitas
Penelitian ini menggunakan validitas isi, validitas isi menyangkut tingkat
kebenaran suatu instrumen mengukur isi (content) dari area yang
dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi diselidiki melalui analisis rasional
terhadap isi tes (professional judgement) yang diperoleh dengan cara
mengkonsultasikan item yang telah disusun kepada ahli yaitu dosen
pembimbing, dengan tujuan supaya item-item yang disusun mencakup
keseluruhan isi objek yang hendak diukur sehingga alat tes tersebut
relevan dan tidak keluar dari batas tujuan ukur (Azwar, 2007).
b. Seleksi Item
Uji seleksi item dilakukan untuk mengetahui dan menentukan item mana
yang baik dan mana yang buruk dan tentu untuk melihat item mana yang
layak untuk digunakan sebagai penelitian ini. Uji seleksi item dilakukan
dengan bantuan komputer program SPSS for windows versi 17.0. Item
yang gugur adalah item yang memiliki nilai r hitung kurang dari r tabel
belum mencukupi target, maka r tabel dapat diturunkan batasannya
menjadi 0,252 (Azwar, 2007).
Tabel. 5
Blue Print Skala Perilaku OCB (setelah gugur)
No. Aspek-aspek Perilaku OCB
No. Item Total
Favourabel Unfavourabel
1. Altruism 2,4,5 6,7,8,9,10 8
2. Courtesy 11,12,13,14,15 16,17,18,19,20 10
3. Civic Virtue 21,22,23,24,25 26,27,28,29,30 10
4. Sportsmanship 31,32,34,35 36,37,38,40 8
5. Conscientiousness 41,43,44,45 46,47,48,49,50 9
Total 21 24 45
Dari hasil penurunan batasan menjadi 0,252 maka ditemukanlah skala
yang valid yaitu sebanyak 45 item dari jumlah awal 50 item yang kemudian
digunakan untuk disebarkan kepada subjek penelitian. Item yang gugur adalah
Tabel .6
Blue Print
Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis (setelah gugur)
No. Aspek Kematangan Pekerjaan dan Psikologis
Total Jumlah
1. Kematangan Pekerjaan Pengalaman Pekerjaan
4. Kematangan Psikologis Kemauan Untuk
Pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis tidak ada item yang
gugur, karena semua hasilnya di atas 0,30.
Tabel. 7
Blue Print
Skala Perilaku Tugas (setelah gugur)
No. Aspek Perilaku Tugas Total 1. Penyusunan 1 2. Pengorganisasian 1 3. Menetapkan batas waktu 1 4. Pengarahan 1 5. Pengendalian 1
Total 5
Pada skala Perilaku Tugas tidak ada item yang gugur, karena hasilnya di
Tabel. 8
Blue Print
Skala Perilaku Hubungan (setelah gugur)
No. Aspek Perilaku Hubungan Total 1. Memberikan dukungan 1 2. Mengkomunikasikan 1 3. Memudahkan interaksi 1 4. Aktif menyimak 1 5. Memberi balikan 1
Total 5
Pada skala Perilaku Hubungan tidak ada item yang gugur, karena hasilnya
di atas 0,30.
c. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi. Suatu instrumen
penelitian dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam
memberikan penilaian atas apa yang diukur. Reliabilitas adalah kemantapan,
konsistensi dan kejituan suatu alat tes dalam suatu pengukuran (Azwar,
2007). Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi adalah pengukuran
yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Tinggi rendahnya reliabilitas
ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas yang
mendekati nilai satu berdasarkan rumus-rumus reliabilitas. Penelitian ini
menggunakan metode Internal Consistency dengan teknik Cronbach’sAlpha
untuk menguji teknik reliabilitas. Jika nilai Cronbach Alpha lebih kecil dari
0,60 termasuk dalam tingkat reliabilitasnya kurang baik, di atas 0,7 sampai
0,8 adalah tingkat reliabilitasnya dapat diterima, sedangkan yang baik adalah
skala OCB (Organizational Citizenship Behavior) dengan nilai Cronbach
Alpha 0,941 menunjukkan alat ukur penelitian memiliki reliabilitas yang
dapat diterima. Pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis didapatkan
nilai Cronbach Alpha sebesar 0,977 menunjukkan alat ukur penelitian
memiliki reliabilitas yang dapat diterima. Pada skala Perilaku Tugas
didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,882 menunjukkan bahwa alat
ukur penelitian ini memiliki reliabilitas yang dapat diterima. Pada skala
Perilaku Hubungan didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,863
menunjukkan bahwa alat ukur penelitian ini memiliki reliabilitas yang dapat
diterima. Pengukuran reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan
perhitungan reliabilitas koefisien alpha dari Cronbach dengan menggunakan
program SPSS versi 17. Data untuk menghitung koefisien alpha dapat
diperoleh lewat penyajian data bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja
pada kelompok responden.
I. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdapat tiga
langkah yaitu:
1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data dengan menggunakan dengan teknik
uji Independent Sample T-Test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang
meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji
homogenitas ini merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan uji
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal
atau tidak (Priyatno, 2010). Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS versi
17.0. Jika nilai p lebih besar daripada 0,05 maka data yang diperoleh
memiliki sebaran yang normal.
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa
varian populasi data adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai
prasyarat dalam analisis Independent Samples T-Test dan One Way
ANOVA. Asumsi yang mendasari dalam analisis varian (ANOVA) adalah
bahwa varian dalam populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika
nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian
dari dua atau lebih kelompok data adalah sama (Priyatno, 2010).
2. Uji Independent Sample T-Test
Independent Sample T-Test digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak
berhubungan (Priyatno, 2010). Dalam analisis data penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat empat skala, yaitu skala OCB
(Organizational Citizenship Behavior), skala Kematangan Pekerjaan dan
Psikologis, skala Perilaku Hubungan dan skala Perilaku Tugas. Kemudian
dari ke empat skala tersebut dibagikan kepada subjek yaitu seluruh karyawan
PT. Sang Hyang Seri (Persero) sebanyak 61 subjek.
Pada tanggal 7 Juni 2011 peneliti meminta surat ijin penelitian kepada
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
ditandatangani oleh Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal
10 Juni 2011 surat tersebut diserahkan kepada Kantor Regional II PT. Sang
Hyang Seri (PERSERO). Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan
penelitian dari Kantor Regional II PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) maka
pada tanggal 12 dan 13 September 2011 peneliti melakukan penelitian.
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan try out terpakai
yang berlangsung selama dua hari yaitu pada tanggal 12 dan 13 September
2011. Alasan menggunakan try out terpakai karena kondisi karyawan yang
sangat sibuk, dan jumlah subjek yang terbatas hanya 61 subjek. Dalam
penelitian ini skala diberikan kepada para karyawan dan sebagian dititipkan
skala, karena tidak boleh mengganggu karyawan yang sedang bekerja. Peneliti
menjelaskan kepada pimpinan perusahaan mengenai penelitian yang hendak
dilakukan serta cara pengisian skala. Kendala yang dihadapi dalam pengambilan
data ini adalah tidak dikembalikan tepat waktu. Hal ini dikarenakan adanya
kesibukan yang dialami oleh karyawan.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan
PT Sang Hyang Seri (Persero) yaitu kantor cabang Klaten sebanyak 21 orang,
kantor cabang Kulonprogo sebanyak 14 orang dan kantor cabang Kartasura
sebanyak 26 orang. Deskripsi umum tentang subjek berdasarkan usia, jenis
kelamin, pendidikan, lama bekerja dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 9
Akademi/Universitas 35 57.38 Lama Kerja
<10 Th 15 24.59
10-20 Th 15 24.59
C. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian berupa hasil atau gambaran mengenai subjek
yang memuat data statistik berupa simpangan baku, rerata, skor maximum
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa adanya nilai perbedaan
antara mean empirik dan mean teoritik. Namun untuk membuktikan bahwa
antara mean empirik dan mean teoritik itu berbeda secara signifikan, maka
akan dilakukan uji t terlebih dahulu pada masing-masing skala. Mean empirik
< 0,05. Pada skala OCB, setelah dilakukan uji t diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,000 dan ini menunjukkan bahwa mean empirik dan mean teoritik
berbeda secara signifikan. Pada skala OCB, mean empirik (134.23) lebih
besar daripada mean teoritik (112.5). Hal ini menunjukkan bahwa subjek
dalam penelitian ini memiliki nilai OCB yang cenderung tinggi. Kemudian
pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis, setelah dilakukan uji t
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 dan ini menunjukkan bahwa mean
empirik dan mean teoritik berbeda secara signifikan. Pada skala Kematangan
Pekerjaan dan Psikologis, diperoleh mean empirik (33,77) lebih besar
daripada mean teoritik (27). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek
dalam penelitian ini memiliki tingkat Kematangan Pekerjaan dan Psikologis
yang cenderung tinggi. Pada skala Perilaku Tugas, setelah dilakukan uji t
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 dan ini menunjukkan bahwa mean
empirik dan mean teoritik berbeda secara signifikan. Pada skala Perilaku
Tugas diperoleh mean empirik (31.81) lebih besar daripada mean teoritik
(22,5) sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini
memiliki tingkat Perilaku Tugas yang cenderung tinggi. Pada skala Perilaku
Hubungan, setelah dilakukan uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000
dan ini menunjukkan bahwa mean empirik dan mean teoretik berbeda secara
signifikan. Kemudian, pada skala Perilaku Hubungan diperoleh mean empirik
(33.90) lebih besar daripada mean teoritik (22,5) sehingga dapat dikatakan
bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat Perilaku