• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR) BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL PADA KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR) BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL PADA KARYAWAN"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR)

BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

PADA KARYAWAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Maria Yoventa Nindya Ariesta

NIM : 079114009

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

Jadi Diri Sendiri, Cari Jati Diri, And Dapetin Hidup Yang Mandiri

Optimis, Kaena Hidup Terus Mengalir Dan Kehidupan Terus Berputar

Sesekali Liat Ke Belakang Untuk Melanjutkan Perjalanan Yang Tiada Berujung

(5)

Persembahan

Dengan segala ketulusan, kebahagian, dan keihlasan

penelitian karya ilmiah ini saya persembahkan

kepada:

Tuhan Yesus Kristus, dengan KuasaNya dan

RahmatNya yang selalu memudahkan dan

mendengar segala permohanan hamba, serta

diberikannya

hamba

kesempatan

untuk

merasakan kebahagiaan dan kebanggaan

dalam terselesaikannya tugas akhir ini.

Orangtua tercinta yang tak pernah lelah

memberikan kasih sayang serta cinta kepada

saya, serta bekal yang tak pernah terniai

harganya.

Adik-adikku yang tersayang Andrea Dwinda

Mahardian dan Cornelis Brian Endrianto yang

(6)

Felix Candra Waskita, kekasihku tercinta, yang

selalu dengan sabar memperhatikan dan

mendukung,

sehingga

akhirnya

dapat

terselesaikan tugas akhir ini.

Bu Subur, terimakasih karena telah sabar

mendampingi saya dari kecil sampai saat ini,

serta terimakasih atas dukungan-dukungan

yang diberikan

Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan

satu persatu, terimakasih atas dukungannya

selama ini.

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,

terimakasih karena disinilah saya dapat

(7)
(8)

PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR)

BERDASARKAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN SITUASIONAL PADA KARYAWAN

Maria Yoventa Nindya Ariesta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional pada karyawan. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional. Apabila perilaku Kepemimpinan Situasional efektif maka semakin tinggi OCB (Organizational Citizenship Behaviour) karyawan. Sebaliknya apabila tidak efektif perilaku Kepemimpinan Situasional maka semakin rendah pula OCB (Organizational Citizenship Behaviour) karyawan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan dan staff Kantor Cabang Regional II PT. Sang Hyang Seri (Persero). Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 61 subjek. Data penelitian diungkap dengan menggunakan skala OCB (Organizational Citizenship Behavior), Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis, Skala Perilaku Tugas, Skala Perilaku Hubungan. Skala OCB (Organizational Citizenship Behavior) memiliki reliabilitas sebesar 0,941, skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis memiliki reliabilitas sebesar 0,977, skala Perilaku Tugas memiliki reliabilitas sebesar 0,882 dan skala Perilaku Hubungan memiliki reliabilitas sebesar 0,863. Kriteria untuk menentukan Kepemimpinan Situasional yang efektif dan Kepemimpinan Situasional tidak efektif adalah dengan cara menyesuaikan skor Kematangan Pekerjaan dan Psikologis dengan Perilaku Tugas dan Perilaku Hubungan. Apabila hasilnya sesuai skornya 1 atau dengan kata lain efektif, sebaliknya apabila tidak sesuai skornya 0 atau dengan kata lain tidak efektif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji Independent Sample T-Test. Hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung = 6.206. p=0.000 < α = 0.05. t tabel sebesar 2.001. Kesimpulannya dapat diketahui bahwa t hitung > t tabel (6.206 > 2.001) maka H0 ditolak. Dengan kata lain terdapat perbedaaan yang signifikan antara kelompok OCB berdasarkan Kepemimpinan Situasional yang efektif dengan kelompok OCB berdasarkan Kepemimpinan Situasional yang tidak efektif.

(9)

DIFFERENCES OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR) by EFECTIVENESS SITUATIONAL LEADERSHIP ON THE EMPLOYEES

Maria Yoventa Nindya Ariesta

ABSTRACT

The purpose of this research is to know differences in OCB (Organizational Citizenship Behavior) based on Effectiveness Situational Leadership on the employees. The hypothesis in this research there are differences in OCB (Organizational Citizenship Behavior) based on Situational Leadership Effectiveness. When the behavior of Situational Leadership effective the higher the OCB (Organizational Citizenship Behavior) employees. Conversely the situational leadership behaviors are not effective then the lower the OCB (Organizational Citizenship Behavior) employees. The subjects of this research was all employees and staff of the Regional Branch Office II PT. Sang Hyang Seri (Persero). Total subjects in this research amount 61 subjects. The research data revealed by using a scale of OCB (Organizational Citizenship Behavior), Work and Psychological Maturity Scale, Task Behavior Scale, Scale Behavior Relations. OCB scale (Organizational Citizenship Behavior) has a reliability of 0.941, the scale of Employment and Psychological Maturity has a reliability of 0.977, Task Behavior scale has a reliability of 0.882 and Relationship Behavior scale has a reliability of 0.863. Criteria for determining the effective Situational Leadership and Situational Leadership is not an effective way to adjust scores and Psychological Maturity Works with Task Behavior and Behavior Relationships. If the results appropriateto the score 1 or equally effective, whereas if it does not fit the score 0 or otherwise ineffective. Data analysis was done by using Independent Sample Test T-Test. The results showed

the value t count value = 6206. p = 0.000 <α = 0.05. t table for 2001. In conclusion it can be seen

that the t count> t table (6206> 2001) then H0 is rejected. In other words there significant difference between groups of OCB based on effective Situational Leadership with groups of OCB based on Situational Leadership ineffective.

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis... 5

(15)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Kepemimpinan Situasional ... 6

1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum ... 6

2. Pengertian Kepemimpinan Situasional ... 8

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Situasional ... 9

4. Bentuk Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional ... 10

5. Dampak Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional ... 12

B. OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 14

1. Pengertian OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 14

2. Dimensi OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) ... 20

C. Dinamika Perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional... 21

D. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Identifikasi Variabel ... 27

C. Definisi Operasional ... 27

1. Kepemimpinan Situasional ... 27

(16)

D. Subjek Penelitian ... 28

E. Metode Sampling ... 28

F. Metode atau Alat Pengumpulan Data ... 29

G. Langkah Pengambilan Data ... 33

H. Validitas dan Reliabilitas Data... 34

1. Validitas ... 34

2. Seleksi Item ... 34

3. Reliabilitas... 37

I. Metode Analisis Data ... 38

1. Uji Asumsi... 38

a. Uji Normalitas ... 39

b. Uji Homogenitas ... 39

2. Uji Independent Sample T-Test ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 40

B. Deskripsi Subjek Penelitian... 41

C. Deskripsi Data Penelitian ... 42

D. Analisis Data Penelitian ... 44

1. Uji Asumsi... 44

a. Uji Normalitas... 44

(17)

2. Uji Hipotesis... 46

a. Skor Efektivitas Kepemimpinan Situasional... 46

b. Uji Independent Sample T-Test ... 50

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan

Psikologi... 31

Tabel 2. Blue Print Skala Perilaku Tugas ... 32

Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Hubungan ... 32

Tabel 4. Blue Print Skala Perilaku OCB ... 33

Tabel 5. Blue Print Skala Perilaku OCB (setelah gugur) ... 35

Tabel 6. Blue Print Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis (setelah gugur) ... 36

Tabel 7. Blue Print SkalaPerilaku Tugas (setelah gugur) ... 36

Tabel 8. Blue Print Skala Perilaku Hubungan (setelah gugur) ... 37

Tabel 9. Karakteristik Subjek Penelitian ... 41

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian ... 42

Tabel 11. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 44

Tabel 12. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Tiap Skala ... 45

Tabel 13. Test of Homogeneity of Variance... 46

Tabel 14. Kesesuaian Gaya Kepemimpinan dengan Kaitannya Level Kematangan... 49

Tabel 15. Group Statistics Independent Sample T-Test ... 51

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Penelitian ... 63

Lampiran 2 Seleksi Item Skala OCB (Organizational Citizenship Behavior)... 70

Lampiran 3 Seleksi Item Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis ... 74

Lampiran 4 Seleksi Item Skala Perilaku Tugas... 75

Lampiran 5 Seleksi Item Skala Perilaku Hubungan ... 76

Lampiran 6 Uji Beda Mean Tiap Skala ... 77

Lampiran 7 Uji Asumsi ... 79

Lampiran 8 Uji Beda Independent Sample T-Test ... 87

Lampiran 9 Grafik Kesesuaian Perilaku Tugas dan Perilaku Hubungan berdasarkan Level Kematangan... 88

Lampiran 10 Input Data Hasil Penelitian ... 89

Lampiran 11 Skor Kesesuaian Kematangan dan Perilaku Tugas dan Hubungan ... 102

Lampiran 12 Pembagian Kelompok Efektif dan Tidak Efektif ... 105

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam

suatu organisasi karena merupakan sumber yang mempertahankan,

mengarahkan dan mengembangkan organisasi sehingga harus selalu

diperhatikan, dijaga dan dikembangkan. Hal tersebut diperlukan agar

diperoleh SDM yang bermutu serta memenuhi semua tuntutan dalam

pekerjaan, dengan kata lain keberlangsungan suatu perusahaan sangat

tergantung dari manusia yang terlibat di dalamnya. Artinya maju atau

mundurnya suatu perusahaan akan tampak dari keterampilan dan kinerja

karyawan dalam perusahaan tersebut (Schermerhorn, 2003).

Salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi di tengah-tengah

persaingan adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi secara sinergis

berkonstribusi positif, baik dalam perencanaan maupun dalam

pengimplementasian rencana yang disusun dan diarahkan pada usaha

pencapaian tujuan. Dikemukakan pula oleh Katz (1964) yang

mengidentifikasi adanya tiga kategori perilaku pekerja yang penting bagi

keefektifan organisasi, yaitu individu harus masuk ke dalam dan tinggal

dalam suatu organisasi, mereka harus menyelesaikan peran khusus dalam

(21)

spontan melebihi persepsi perannya. Kategori terakhir itulah yang disebut

sebagai Organizational Citizenship Behavior.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku

positif orang-orang yang ada dalam suatu organisasi. Perilaku ini

tercerminkan dalam bentuk kesediaan secara sadar dan suka rela untuk

bekerja serta memberikan kontribusi yang lebih dari pada apa yang dituntut

oleh organisasi secara formal (Schermerhorn, 2003). OCB juga tidak bisa

dilepaskan dari perannya dalam membentuk komitmen karyawan terhadap

organisasi, karena bagaimanapun prestasi kerja yang melebihi apa yang

seharusnya, banyak ditentukan oleh kuat tidaknya komitmen terhadap

organisasi (Smith, Organ & Near, 1983). Keikutsertaan bawahan dalam

pengambilan keputusan dan pemecahan masalah akan meningkatkan rasa

tanggung jawab. Hal ini akan berpengaruh terhadap tumbuhnya komitmen

dan OCB.

Bentuk perilaku OCB yaitu: Altruism (perilaku membantu dengan

segera terhadap orang lain), Conscientiousness, (Mengacu pada perilaku yang

menguntungkan organisasi, bukan individu ataupun kelompok spesifik),

Sportmanship (sikap sportif sepenti toleransi terhadap ketidaknyamanan

dalam bekerja yang tidak dapat dihindari tanpa adanya komplain), Courtesy

(kesopanan seperti memberitahu yang lain dalam mencegah kejadian dalam

kerja yang menimbulkan suatu masalah), Civic virtue (berpartisipasi dan

(22)

Salah satu faktor yang mempengaruhi OCB adalah adanya

kepemimpinan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Lamidi (2005)

menunjukkan bahwa kepemimpinan mempengaruhi organizational

citizenship behavior. Hal yang sama nampak dalam penelitian Ardiansyah

(2008) yang menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap

organizational citizenship behavior melalui kepuasan kerja.

Bass et al. (2003) menyatakan kepemimpinan menggambarkan

hubungan antara pemimpin (leader) dengan yang dipimpin (follower) dan

bagaimana seorang pemimpin mengarahkan follower akan menentukan sejauh

mana follower mencapai tujuan atau harapan pimpinan. Seorang pemimpin

harus mampu mempengaruhi para bawahannya untuk bertindak dan berlaku

sesuai dengan arah tujuan perusahaan, pemimpin harus mampu memberikan

wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat

dan kepercayaan pada para bawahannya, dengan memberikan

pemahaman-pemahaman tersebut para bawahan akan memiliki kinerja lebih baik (Sanusi,

2009). Podsakoff et al. (1994) juga menambahkan pada penelitiannya bahwa

perilaku kepemimpinan dapat mempengaruhi bawahan untuk menghasilkan

kinerja melebihi apa yang seharusnya atau melebihi level minimum yang

dipersyaratkan organisasi.

Pemimpin diminta untuk mengembangkan dan mengarahkan potensi

dan kemampuan bawahan untuk mencapai bahkan melampaui tujuan

organisasi. Seorang pemimpin dengan pemahaman akan tugas-tugas yang

(23)

bimbingan, dorongan serta motivasi kepada seluruh anggotanya untuk

mencapai tujuan. Tugas kantor yang diberikan oleh perusahaan kepada

karyawan serta karakteristik karyawan seperti kematangan pekerjaan dan

psikologis adalah situasi yang sering dihadapi oleh pemimpin. Jika dalam

proses interaksi tersebut berhasil dengan baik, maka ia akan mampu

memberikan kepuasan yang sekaligus dapat meningkatkan kinerja

bawahannya. Pemimpin yang mampu memahami dan menyesuaikan dengan

situasi yang ada disebut sebagai Kepemimpinan Situasional.

Hersey dan Blanchard (2005) menyatakan Kepemimpinan Situasional

adalah kepemimpinan yang dapat menyesuaikan bentuk kepemimpinan

dengan tuntutan situasi yang dihadapi. Kepemimpinan Situasional yang

efektif adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan kesesuaian antara

perilaku tugas dan hubungan dengan kematangan karyawan. Kepemimpinan

Situasional yang tidak efektif adalah gaya kepemimpinan yang tidak

berdasarkan kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan

kematangan karyawan. Kepemimpinan Situasional jika diterapkan secara

tepat maka karyawan akan bersikap aktif di perusahaan. Hal ini dipengaruhi

oleh perlakuan yang tepat dari pimpinan, sehingga karyawan mau untuk

berkontribusi lebih di perusahaan, bentuk kontribusi lebih itulah yang

(24)

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: Apakah ada perbedaan OCB (Organizational Citizenship

Behavior) berdasarkan Efektivitas Kepemimpinan Situasional?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian yang

ingin diangkat dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan

OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan Efektivitas

Kepemimpinan Situasional

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

psikologi khususnya dalam psikologi industri kaitannya dengan OCB

(Organizational Citizenship Behavior) dan Kepemimpinan Situasional.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemimpin

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi agar ke

depannya dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif.

b. Bagi Karyawan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi agar ke depannya kinerja

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Situasional

1. Pengertian Kepemimpinan Secara Umum

Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pimpinan

memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat

menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Pemimpin merupakan orang yang memiliki pengaruh paling

besar terhadap perilaku dan keyakinan suatu organisasi, karena keberhasilan

suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung dari peranan yang

dilakukan pemimpin (Siagian, 2003). Menurut Hemphill (dalam Pramudji,

1993:23) pengertian dari kepemimpinan adalah “Leadership may be defined

as the behaviour of an individual while he is involved in directing group

activities”.

Kepemimpinan menurut David (1985) merupakan kemampuan untuk

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias. Pendapat

senada juga dikemukakan oleh Toha (2004) kepemimpinan adalah suatu

aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan

untuk mencapai tujuan tertentu. Pemimpin harus dapat menunjukkan visi

kepemimpinan, yaitu pemimpin harus mampu bersikap transparan kepada

(26)

Kepemimpinan menurut Stogdill (dalam Wahjosumidjo, 1994) adalah

Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan dan berperilaku secara

bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan mempergunakan cara

tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai peranan sebagai kekuatan dinamik

yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi.

Kepemimpinan menurut (Purwanto, 2000 ; Davis, 1985) adalah suatu

cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan, seperti

ketrampilan. Dikemukakan pula bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu

bentuk perilaku seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

perilaku orang lain, oleh karenanya diperlukan sebuah usaha dari pemimpin dan

karyawan untuk menyelaraskan persepsi mereka. Hersey dan Blanchard (dalam

Ardiani, 2003) juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sebagai pola

perilaku untuk mempengaruhi aktivitas orang lain. Selain itu Hadari (2003) juga

menyatakan bahwa kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan

dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan

perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.

Dari pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah

perilaku seorang pemimpin pada setiap aktivitasnya di dalam serangkaian

usaha-usaha membimbing, mengarahkan dan menciptakan kesesuaian paham pada

(27)

2. Pengertian Kepemimpinan Situasional

Menurut Hersey dan Blanchard (2005) gaya kepemimpinan situasional

secara khusus dihubungkan dengan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan

diri dengan kondisi yang ada. Misalkan tuntutan iklim organisasi, harapan,

kemampuan atasan dan bawahan serta tingkat kematangan dan kesiapan

bawahannya, dengan demikian melalui pelaksanaan gaya kepemimpinan

situasional diharapkan dapat mendorong semangat kerja karyawan dalam

melaksanakan tugasnya dengan baik.

Menurut Hersey dan Blanchard (2005) Kepemimpinan Situasional yang

efektif adalah gaya kepemimpinan yang berdasarkan atas kesesuaian antara

perilaku tugas dan hubungan yang dilakukan oleh pemimpin dengan kematangan

pekerjaan dan psikologis karyawan. Kepemimpinan Situasional yang tidak

efektif adalah gaya kepemimpinan yang tidak berdasarkan atau memperhatikan

kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan kematangan pekerjaan

dan psikologis karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan situasional adalah pola perilaku yang diperlihatkan seorang

pemimpin pada saat memimpin dan mempengaruhi aktivitas orang lain baik

sebagai individu maupun kelompok. Dalam hal ini pelaksanaannya

membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi

(28)

responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan

dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Situasional

Menurut Hersey dan Blanchard (2005) kepemimpinan situasional

didasarkan pada:

a. Perilaku Tugas

Pemimpin memberikan arahan kepada orang-orangnya dengan

memberitahukan mereka apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, di

mana melakukannya dan bagaimana melakukannya. Hal itu berarti pemimpin

menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka.

b. Perilaku Hubungan

Pemimpin melakukan hubungan dua arah dengan orang-orangnya seperti

memberi dukungan psikologis. Pemimpin secara aktif juga menyimak dan

mendukung upaya orang-orangnya dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

c. Kematangan

Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat

kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan

perilakunya dalam bentuk kemauan. Konsep ini disebut dengan kematangan

psikologis. Di samping itu terdapat pula pengaruh dari kematangan pekerjaan

yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan

(29)

pekerjaan tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan

dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari

orang lain. Melalui dua bentuk kematangan yaitu kematangan psikologis dan

kematangan pekerjaan maka terdapat empat jenis karyawan, yaitu: (1)

karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawaan yang tidak

mampu, tetapi mau, (3) karyawaan yang mampu, tetapi tidak mau, (4)

karyawan yang mampu dan mau.

4. Bentuk Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional

Bentuk pelaksanaan kepemimpinan situasional merupakan uraian yang

memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk pelaksanaan gaya

kepemimpinan lainnya. Bentuk-bentuk pelaksanaan gaya kepemimpinan tersebut

dapat dilaksanakan secara bersamaan.

Hersey dan Blanchard (2005) merumuskan ada 4 perilaku dasar

kepemimpinan situasional, yaitu:

a. Mengarahkan (telling)

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan

yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam

kemampuan, minat dan komitmennya. Sementara itu, organisasi menghendaki

penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey dan

(30)

memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi

intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.

b. Menjual (selling)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,

takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan

struktur tugas dengan tanggungjawab karyawan. Selain itu, manajer harus

menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi, serta

masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi karyawan sudah

mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu

perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan karyawan

menghadapi permasalahan baru yang muncul. Masalah-masalah baru yang

muncul tersebut, seringkali menjadikannya putus asa, oleh karena itu setelah

memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya menjual yaitu

ketika si pemimpin harus mampu mengajukan beberapa alternatif pemecahan

masalah.

c. Menggalang partisipasi (participation)

Gaya kepemimpinan partisipasi adalah respon manajer yang harus diperankan

ketika tingkat kemampuan karyawan meningkat akan tetapi tidak memiliki

kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau

ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas atau tangung jawab seringkali

disebabkan karena kurang keyakinan. Respon tersebut berupa upaya

(31)

dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu

sendiri. Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang

mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan. Dalam kasus

seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif

mendengarkan serta mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan

atau pengikutnya.

d. Mendelegasikan (delegating)

Pada unsur gaya kepemimpinan situasional, delegasi ini maka pimpinan

sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap karyawan

sudah mampu dan mau melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya. Mereka

diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang

bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada

gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan ada empat respon kepemimpinan

dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu

mengarahkan (telling), menjual (selling), menggalang partisipasi (participation)

dan mendelegasikan (delegating).

5. Dampak Pelaksanaan Kepemimpinan Situasional

Dampak pelaksanaan kepimpinan sendiri tergantung pada peran atau

(32)

demikian dampak dari pelaksanaan kepemimpinan situasional sangat luas seiring

dengan banyaknya peran atau interaksi tersebut.

Menurut Siagian (2002) dampak kepemimpinan situasional secara umum

dapat di dasarkan pada peranan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan

sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin

meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya.

Menurut Siagian (2006) dalam menentukan dampak dari peranan

pemimpin untuk merubah dapat ditentukan dari cara mempengaruhi orang

dengan petunjuk serta tindakan. Dengan demikian kepemimpinan situasional

dapat berdampak positif apabila muncul perubahan yang menimbulkan kekuatan

dinamis penting dalam memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi sehingga

mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan

diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.

Siagian (2006) juga mengidentifikasi dampak seorang pemimpin dapat

juga ditentukan berdasarkan interaksi pemimpin dengan bawahan yang dijalin.

Interaksi pemimpin atau kepemimpinan dalam perusahaan ada tiga bentuk yaitu

peranan yang bersifat interpersonal dalam organisasi adalah seorang pemimpin

dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi,

seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan

kepada bawahan dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung.

Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin

(33)

informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan

mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan

yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk

mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi

serta menjalankan usaha dengan konsisten.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa dampak

kepemimpinan situasional sangat tergantung pada peranan serta interaksi yang

dilakukan terhadap bawahan yaitu (1) perubahan positif apabila muncul

perubahan yang menimbulkan kekuatan dinamis penting dalam memotivasi dan

mengkoordinasikan organisasi sehingga mencapai tujuan, kemampuan untuk

menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan

organisasi dapat tercapai. Selain itu dianggap sebagai dampak positif apabila

pemimpin dalam memenuhi kepentingan bawahan sekaligus organisasi secara

berimbang. (2) perubahan negatif yaitu apabila seorang pemimpin tidak

menimbulkan perubahan yang mengarah pada perbaikan. Selain itu pemimpin

tidak dapat menyeimbangkan kepentingan antara bawahan dan organisasi

B. OCB (Organizational Citizenship Behavior)

1. Pengertian OCB (Organizational Citizenship Behavior)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi

(34)

perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku

menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap

aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini

menggambarkan "nilai tambah karyawan" yang merupakan salah satu bentuk

perilaku pro sosial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna

membantu (Organ, 1997).

Pengertian OCB menurut Organ (1988) adalah perilaku individu yang

bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan

bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Dyne et al. (1994) menyatakan

bahwa konstruksi dari ekstra-role behavior (ERB) yaitu perilaku yang

menguntungkan organisasi dan secara suka rela dan melebihi apa yang menjadi

tuntutan peran. Organ (1997) menyatakan bahwa definisi ini tidak didukung

penjelasan yang cukup "peran pekerjaan" bagi seseorang adalah tergantung dari

harapan dan komunikasi dengan pengirim peran tersebut. Definisi teori peran ini

menempatkan OCB atau ERB dalam realisme fenomenologi, tidak dapat

diobservasi dan sangat subjektif. Definisi ini juga menganggap bahwa intensi

aktor adalah "untuk menguntungkan organisasi".

Borman dan Motowidlo (1993) mengkonstruksi tidak hanya mendukung

inti dari perilaku itu sendiri melainkan mendukung semakin besarnya lingkungan

organisasi, sosial dan psikologis sehingga inti teknisnya berfungsi. Definisi ini

tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat sang aktor melainkan perilaku

(35)

inti teknis. OCB menekankan pada kontrak sosial antara individu dengan orang

lain (rekan kerjanya) dan antara individu dengan organisasi yang biasanya

dibandingkan dengan perilaku in-role yang mendasarkan pada kinerja terbatas

yang diisyaratkan oleh organisasi. OCB didefinisikan sebagai perilaku diatas dan

melebihi peran yang digambarkan secara formal dengan peran organisasional,

kebebasan alami dan tidak diberi penghargaan secara langsung atau secara

eksplisit dalam konteks struktur penghargaan formal organisasi, serta penting

untuk pelaksanaan yang efektif dan suskes dari sebuah organisasi.

Perbedaan yang mendasar antara perilaku in-role dengan perilaku

extra-role adalah pada reward. Pada in-role biasanya dihubungkan dengan reward dan

sanksi (hukuman), sedangkan pada extra-role biasanya terbebas dari reward, dan

perilaku yang dilakukan oleh individu tidak diorganisir dalam reward yang akan

mereka terima (Morrison, 1994). Tidak ada insentif tambahan yang diberikan

ketika individu berperilaku extra-role. Wright et al. (1993) menyimpulkan

dibandingkan dengan perilaku in-role yang dihubungkan dengan penghargaan

ekstrinsik atau penghargaan moneter, maka perilaku extra-role lebih

dihubungkan dengan penghargan intrinsik. Perilaku ini muncul karena perasaan

sebagai anggota organisasi dan merasa puas apabila dapat melakukan sesuatu

yang lebih kepada organisasi.

Secara singkat OCB mengacu pada perilaku diluar-peran dari karyawan

(36)

di luar peran tersebut sebagai perbandingan dan dibutuhkan, sehingga diharapkan

dapat menjadi bagian dari pekerjaan, tugas atau tanggung jawab individu.

2. Dimensi OCB (Organizational Citizenship Behavior)

Beberapa dimensi dari OCB telah diidentifikasi (Podsakoff et al. 1994;

Organ, 1988) terdapat lima dimensi telah menjadi yang paling sering diteliti oleh

para peneliti yang diuraikan sebagai berikut:

a. Altruism (Kepedulian) didefinisikan sebagai mengambil alih tindakan

sukarela yang membantu orang lain dengan masalah yang terkait dengan

pekerjaan (Podsakoff et al. 1994). Hal ini mengacu pada mengambil waktu

dari jadwal pribadi seseorang dan untuk memberikan pertolongan kepada

seseorang yang membutuhkan, dengan demikian bentuk nyata dari dalam

organisasi adalah keinginan untuk membantu rekan sekerja yang kesulitan

dalam pekerjaannya.

b. Conscientiousness (Kesadaran) mengacu pada perilaku yang

menguntungkan organisasi, bukan individu atau kelompok spesifik. Hal ini

pada dasarnya melakukan peran yang seharusnya dilakukan seseorang

dalam organisasi, akan tetapi juga melakukan perilaku melebihi norma

yang seharusnya, dengan demikian karyawan akan menempatkan prioritas

pada kehadiran, penggunaan waktu kerja, dan dukungan terhadap berbagai

macam peraturan yang melampaui setiap standar minimum yang

(37)

tepat waktu dan kehadiran diatas norma yang seharusnya, sadar akan

tanggung jawabnya secara sukarela, menempatkan kepentingan pada

keterperincian dan kualitas tugas, dan secara umum mengerjakan diatas dan

jauh melebihi panggilan tugas.

c. Civic Virtue (partisipasi).

Hal ini dimaksudkan pada konsep bertanggung jawab dalam proses politik

dalam organisasi. Komitmen antusias terhadap organisasi ini meliputi

menghadiri pertemuan atau peran yang sebenarnya merupakan pilihan atau

sukarela, mencari cara untuk meningkatkan cara perusahaan beroperasi,

atau mengawasi lingkungan perusahaan untuk kesempatan atau ancaman.

Contoh dari Civic Virtue termasuk menghadiri rapat, menjaga kesamaan

cara pandang dari keputusan dan isu-isu organisasi dan mengemukakan

pendapat.

d. Sportsmanship (sportivitas) mengacu melibatkan kemauan untuk

mentoleransi ketidaknyamanan yang pasti terjadi dan resiko pekerjaan

tanpa mengeluh serta pada toleransi terhadap ketidaknyamanan dan hal-hal

yang mengganggu dari kehidupan organisasi tanpa mengeluh dan merasa

diperlakukan tidak adil. Hal ini melibatkan tidak menyebarkan isu-isu yang

walaupun mengganggu, berdampak lebih kecil dalam skema dari hal-hal

yang lebih luas. Sportsmanship yang bagus menjaga pola pikir positif dan

(38)

ditolak atau ketika mereka diharuskan untuk mengalami ketidaknyamanan

yang disebabkan oleh orang lain.

e. Courtesy (sopan santun)

Courtesy (sopan santun) menampilkan bahasa tubuh yang dipertimbangkan

atau berhati-hati terhadap orang lain atau memeriksa, mengenali orang lain

sebelum mengambil tindakan yang akan mempengaruhi kerja mereka.

Tindakan sopan dapat termasuk berkomunikasi secara teratur dengan

rekan-rekan kerja sehingga mereka tidak terkejut ketika peristiwa-peristiwa

gagal membuka jalan yang mereka harapkan

Berdasarkan uraian tersebut maka lima dimensi dari OCB

(Organizational Citizenship Behavior) yaitu Altruism (Kepedulian) didefinisikan

sebagai mengambil alih tindakan sukarela yang membantu orang lain dengan

masalah yang terkait dengan pekerjaan, Conscientiousness (Kesadaran) mengacu

pada perilaku yang menguntungkan organisasi, bukan individu atau kelompok

spesifik, Civic Virtue (partisipasi) yaitu dimaksudkan pada konsep bertanggung

jawab dalam organisasi, Sportsmanship (sportivitas) yang mengacu pada

kemauan untuk mentoleransi ketidaknyamanan yang pasti terjadi dan resiko

pekerjaan tanpa mengeluh serta pada toleransi terhadap ketidaknyamanan dan

hal-hal yang mengganggu dari kehidupan organisasi tanpa mengeluh dan merasa

(39)

dan komunikasi secara teratur dengan rekan- rekan kerja sehingga mereka dapat

menjalin hubungan yang lebih baik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan OCB (Organizational

Citizenship Behavior)

Banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku karyawan menjadi

penentu mengapa faktor yang mempengaruhi OCB juga demikian banyak.

Berbagai ahli mengungkapkan mengenai faktor berbeda terhadap tingkat OCB

karyawan. Masing-masing memberikan sebuah gambaran dari sudut pandang

yang berbeda. oleh karenanya dalam uraian di bawah ini juga akan memberikan

gambaran mengenai pendapat berbagai ahli sebagai berikut.

Menurut Organ (1988) meningkatnya perilaku OCB dipengaruhi oleh dua

faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan (internal) seperti

moral, rasa puas, sikap positif, sedangkan faktor yang berasal dari luar karyawan

(eksternal) seperti sistem manajemen, sistem kepemimpinan, budaya perusahaan.

Ada tiga faktor internal penting yang mempengaruhi OCB yaitu moral karyawan

(Organ, 1988), komitmen karyawan (Podsakof et al. 1996), serta motivasi (Dyne

et al. 1994).

Faktor internal lain yang dapat mempengaruhi OCB menurut Zurasaka

(2008) adalah kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi dibandingkan

faktor-faktor situasional dan kondisi kerja di atas. Penentuan faktor OCB ini

(40)

kondisi dan situasi kerja mereka namun tetap tidak memiliki perilaku ekstra

seperti ini.

Berdasarkan uraian di tersebut dapat diketahui bahwa faktor OCB sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik yang bersumber dari dalam diri karyawan

maupun dari luar yaitu lingkungan kerja karyawan itu sendiri. Termasuk di

antaranya gaya kepemimpinan yang dilakukan dalam lingkungan kerja tersebut.

Hal ini mengarahkan bahwa setiap gaya kepemimpinan berbeda dapat

menimbulkan hubungan yang berbeda pula.

C.Dinamika Perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan

Efektivitas Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan tidak dipungkiri merupakan salah satu faktor penentu

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam konteks yang

lebih luas, diyakini bahwa kemajuan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan

oleh kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin negara itu sendiri. Menyadari

pentingnya pemimpin dan kepemimpinan, khususnya dalam konteks organisasi,

para akademisi tertarik untuk meneliti berbagai aspek yang menyangkut

kepemimpinan beserta pengaruh-pengaruhnya terhadap aspek.

Kepemimpinan sendiri diartikan sebagai perilaku seorang pemimpin pada

setiap aktivitasnya di dalam serangkaian usaha-usaha membimbing,

mengarahkan dan menciptakan kesesuaian paham pada anggota-anggota

(41)

kelompok ternyata dapat berubah dan bekerja sama dengan baik, maka hal ini

merupakan hasil dari kepemimpinan yang sukses.

Hersey dan Blanchard (2005) mendefinisikan gaya kepemimpinan

situasional adalah gaya kepemimpinan dalam pelaksanaannya membutuhkan

kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

Dengan demikian pemimpin atau manajer harus menyesuaikan responnya

menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan dan minat

karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Pemimpin yang ingin berhasil, dituntut untuk memiliki kepemimpinan

yang efektif. Perilaku kepemimpinan yang efektif menurut Hersey dan Blanchard

(2005) berfokus pada kesesuaian antara perilaku tugas dan hubungan dengan

kematangan pekerjaan dan psikologis karyawan, sehingga karyawan mau

berpartisipasi secara aktif dan secara perlahan-lahan motivasi mereka akan

berkembang dengan optimal. Selain itu didukung dengan hubungan yang baik

antara pemimpin dan karyawan, maka karyawan akan merasa dihargai dan

karyawan mau untuk ikut berperan lebih dalam kegiatan atau tugas yang

diberikan. Di samping itu dengan pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional

yang tepat maka pemimpin dapat mengembangkan dan mengarahkan potensi

(42)

Hal ini didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Podsakoff et

al. (1997) yang menunjukkan bahwa perilaku pemimpin mempengaruhi bawahan

untuk menghasilkan kinerja melebihi apa yang seharusnya atau melebihi level

minimum yang dipersyaratkan organisasi.

Kinerja yang melebihi tuntutan yang ada di perusahaan atau disebut juga

sebagai Organizational Citizenship Behavior (OCB). OCB mengacu pada

perilaku diluar-peran dari karyawan, yaitu perilaku yang secara sukarela dan di

atas ekspektasi peran normal karyawan. Hal ini yang dimaksudkan adalah

perilaku yang dimunculkan oleh karyawan di luar dari job description yang ada.

Misalkan karyawan datang lebih awal dari jadwal masuk kerja dan perilaku

tersebut mereka lakukan dengan suka rela tanpa paksaan dari manapun. Perilaku

di luar peran dari karyawan dilakukan sebagai perbandingan. Perilaku tersebut

dibutuhkan dan diharapkan sebagai bagian dari pekerjaan, tugas, atau tanggung

jawab individu, dimana di dalamnya mengandung dimensi: Altruism

(Kepedulian) didefinisikan sebagai mengambil alih tindakan sukarela yang

membantu orang lain dengan masalah yang terkait dengan pekerjaan,

Conscientiousness (Kesadaran) mengacu pada perilaku yang menguntungkan

organisasi, bukan individu atau kelompok spesifik, Civic Virtue (partisipasi)

yaitu dimaksudkan pada konsep bertanggung jawab dalam organisasi,

Sportsmanship (sportivitas) yang mengacu pada kemauan untuk mentoleransi

ketidaknyamanan yang pasti terjadi dan resiko pekerjaan tanpa mengeluh serta

(43)

kehidupan organisasi tanpa mengeluh dan merasa diperlakukan tidak adil dan

Courtesy (sopan santun) menampilkan bahasa tubuh dan komunikasi secara

teratur dengan rekan- rekan kerja sehingga mereka dapat menjalin hubungan

(44)

GAMBAR SKEMA

PERBEDAAN OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR)

(45)

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

Ada perbedaan OCB (Organizational Citizenship Behavior) berdasarkan

Efektivitas Kepemimpinan Situasional. Apabila Gaya Kepemimpinan Situasional

diterapkan secara efektif maka OCB (Organizational Citizenship Behavior) akan

tinggi. Sebaliknya apabila Kepemimpinan Situasional diterapkan secara tidak

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif yaitu mendasarkan

pada analisis angka sebagai bagian untuk mendapatkan jawaban terhadap

rumusan masalah yang diangkat sebagai topik penelitian. Penelitian ini juga

merupakan penelitian komparatif menggunakan uji beda Independent Sample

T-Test, yaitu penelitian yang berusaha untuk membandingkan dua kelompok

yang independen (tidak saling tergantung) dapat berupa dua kelompok yang

terpisah (Priyatno, 2010)

B. Identifikasi Variabel

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel (X) adalah Efektivitas Kepemimpinan Situasional

2. Variabel (Y) adalah perilaku OCB (Organizational Citizenship Behavior)

C. Definisi Operasional

1. Kepemimpinan Situasional

Kepemimpinan Situasional adalah pola perilaku pemimpin yang

disesuaikan dengan tingkat kematangan karyawan, dimana pelaksanaannya

membutuhkan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan diri dengan

(47)

skala kematangan pekerjaan dan psikologis, skala perilaku tugas dan skala

perilaku hubungan. Efektivitas diperoleh melalui adanya kesesuaian antara

Kematangan Pekerjaan dan Psikologis dengan Perilaku Tugas dan Hubungan.

2. Perilaku OCB (Organizational Citizenship Behavior)

Perilaku OCB (Organizational Citizenship Behavior) adalah perilaku

diluar-peran dari karyawan, yaitu perilaku yang secara sukarela dan

memperluas diatas ekspektasi peran normal. Perilaku dalam peran, sebagai

perbandingan, dibutuhkan dan diharapkan sebagai bagian dari pekerjaan,

tugas atau tanggung jawab individu. Perilaku OCB bercirikan lima aspek

yaitu Altruism, Courtesy, Sportmanship, Civic Virtue dan Conscientiousness.

Perilaku OCB diukur dengan menggunakan skala OCB berdasarkan skala

Morrison (1994), dengan demikian apabila skornya tinggi, maka OCBnya

juga tinggi.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan

dan staf Regional II PT Sang Hyang Seri (Persero).

E. Metode Sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

accidental sampling. Dalam teknik sampling ini yang dijadikan anggota

(48)

dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan

ditemui tersebut cocok untuk dijadikan sumber data (Sutrisno, 2004)

F. Metode atau Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala adalah

metode penyelidikan dengan menggunakan daftar pernyataan yang berisi

aspek-aspek yang hendak diukur dan harus dijawab oleh subjek penelitian.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Efektivitas Kepemimpinan diukur

dengan menggunakan teori Hersey dan Blanchard yaitu menggunakan skala

kematangan pekerjaan dan psikologis, skala perilaku tugas dan skala perilaku

hubungan. Sedangkan alat ukur OCB menggunakan Skala OCB berdasarkan

skala Morrison (1994) yang didasarkan pada aspek Altruism, Courtesy,

Sportmanship, Civic Virtue dan Conscientiousness.

Untuk alat ukur OCB menggunakan format respon yang diukur

melalui Skala Likert. Skala tersebut mendasarkan pada masing-masing item

pernyataan yang memiliki empat alternatif jawaban, yaitu; Sangat Sesuai

(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS) dan

masing-masing alternatif jawaban tersebut mempunyai skor yang berbeda-beda. Skor

pada pernyataan-pernyataan favorabel berjalan dari angka 4 menuju 1,

sedangkan skor pada pernyataan-pernyataan unfavorabel bergerak dari angka

(49)

Pada pernyataan-pernyataan yang favorabel, yaitu item-item yang

mendukung aspek yang hendak diukur, akan berlaku penilaian sebagai

berikut:

a. Sangat Sesuai (SS) : 4 c. Tidak Sesuai (TS) : 2

b. Sesuai (S) : 3 d. Sangat Tidak Sesuai (STS) : 1

Pada pernyataan-pernyataan yang unfavorabel, yaitu item-item yang

tidak mendukung aspek yang hendak diukur, akan berlaku penilaian sebagai

berikut:

a. Sangat Sesuai (SS) : 1 c. Tidak Sesuai (TS) : 3

b. Sesuai (S) : 2 d. Sangat Tidak Sesuai (STS) : 4

Berikut ini adalah penjelasan dari skala-skala variabel tersebut

tersebut :

1. Skala Kepemimpinan Situasional terdiri dari tiga skala yaitu:

a. Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis

Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologi yang digunakan merupakan

skala yang disusun penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard. Kedua

skala itu mengukur kemampuan sebagai kematangan pekerjaan dan

kemauan sebagai kamatangan psikologis dengan menggunakan empat

pengharkatan yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala

Pekerjaan dan Psikologis yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Sebaran butir sebelum di uji coba akan dicantumkan dalam tabel. 1 berikut

(50)

Tabel. 1

Blue Print

Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologi

No. Aspek Kematangan Pekerjaan dan Psikologi

Total Jumlah

1. Kematangan Pekerjaan Pengalaman Pekerjaan

4. Kematangan Psikologis Kemauan Untuk

Skala Perilaku Tugas yang digunakan merupakan skala yang disusun

penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard. Skala tersebut mengukur

dimensi dari Perilaku Tugas dengan menggunakan empat pengharkatan

yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala

kepemimpinan situasional. Sebaran butir sebelum di uji coba akan

(51)

Tabel. 2

Blue Print Skala Perilaku Tugas

No. Aspek Perilaku Tugas Total 1. Penyusunan 1 2. Pengorganisasian 1 3. Menetapkan batas waktu 1 4. Pengarahan 1 5. Pengendalian 1

Total 5

c. Skala Perilaku Hubungan

Skala Perilaku Hubungan yang digunakan merupakan skala yang disusun

penulis berdasarkan teori Hersey dan Blanchard. Skala tersebut mengukur

dimensi dari Perilaku Hubungan dengan menggunakan empat

pengharkatan yang kemudian menjadi dasar penulis untuk menyusun skala

kepemimpinan situasional. Sebaran butir sebelum di uji coba akan

dicantumkan dalam tabel. 3 berikut ini

Tabel 3

Blue Print Skala Perilaku Hubungan

No. Aspek Perilaku Hubungan Total 1. Memberikan dukungan 1 2. Mengkomunikasikan 1 3. Memudahkan interaksi 1 4. Aktif menyimak 1 5. Memberi balikan 1

Total 5

2. Skala Perilaku OCB

Skala Perilaku OCB didasarkan pada skala Morrison (1994) dimana di

dalamnya terdapat lima aspek yaitu: Altruism atau perilaku membantu

orang tertentu, Courtesy yaitu menyimpan informasi tentang

(52)

yaitu keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi, Sportsmanship yaitu

kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari

aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat dan Conscientiousness yaitu perilaku

yang melebihi prasyarat minimum seperti kehadiran, kepatuhan terhadap

aturan dan sebagainya. Dalam skala ini mengukur tinggi rendahnya tingkat

OCB karyawan dalam lingkungan kerja

Tabel. 4

Blue Print Skala Perilaku OCB

No. Aspek-aspek Perilaku

4. Sportsmanship 31,32,33,34,35 36,37,38,39,40 10

5. Conscientiousness 41,42,43,44,45 46,47,48,49,50 10

Total 25 25 50

G. Langkah Pengambilan Data

Langkah-langkah dalam proses pengambilan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menyusun skala penelitian dengan menggunakan item-item yang

memenuhi kriteria.

b. Memberikan skala Kepemimpinan Situasional yang diadaptasi oleh teori

Hersey dan Blanchard pada subjek penelitian yang telah dilakukan

(53)

d. Menganalisa item dengan analisis deskriptif untuk memberikan

gambaran mengenai subjek penelitian.

e. Membuat kesimpulan berdasarkan analisis tersebut.

f. Menyajikan kesimpulan dan seluruh hasil penelitian dalam bentuk sajian

deskriptif.

H. Validitas dan Reliabilitas data

a. Validitas

Penelitian ini menggunakan validitas isi, validitas isi menyangkut tingkat

kebenaran suatu instrumen mengukur isi (content) dari area yang

dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi diselidiki melalui analisis rasional

terhadap isi tes (professional judgement) yang diperoleh dengan cara

mengkonsultasikan item yang telah disusun kepada ahli yaitu dosen

pembimbing, dengan tujuan supaya item-item yang disusun mencakup

keseluruhan isi objek yang hendak diukur sehingga alat tes tersebut

relevan dan tidak keluar dari batas tujuan ukur (Azwar, 2007).

b. Seleksi Item

Uji seleksi item dilakukan untuk mengetahui dan menentukan item mana

yang baik dan mana yang buruk dan tentu untuk melihat item mana yang

layak untuk digunakan sebagai penelitian ini. Uji seleksi item dilakukan

dengan bantuan komputer program SPSS for windows versi 17.0. Item

yang gugur adalah item yang memiliki nilai r hitung kurang dari r tabel

(54)

belum mencukupi target, maka r tabel dapat diturunkan batasannya

menjadi 0,252 (Azwar, 2007).

Tabel. 5

Blue Print Skala Perilaku OCB (setelah gugur)

No. Aspek-aspek Perilaku OCB

No. Item Total

Favourabel Unfavourabel

1. Altruism 2,4,5 6,7,8,9,10 8

2. Courtesy 11,12,13,14,15 16,17,18,19,20 10

3. Civic Virtue 21,22,23,24,25 26,27,28,29,30 10

4. Sportsmanship 31,32,34,35 36,37,38,40 8

5. Conscientiousness 41,43,44,45 46,47,48,49,50 9

Total 21 24 45

Dari hasil penurunan batasan menjadi 0,252 maka ditemukanlah skala

yang valid yaitu sebanyak 45 item dari jumlah awal 50 item yang kemudian

digunakan untuk disebarkan kepada subjek penelitian. Item yang gugur adalah

(55)

Tabel .6

Blue Print

Skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis (setelah gugur)

No. Aspek Kematangan Pekerjaan dan Psikologis

Total Jumlah

1. Kematangan Pekerjaan Pengalaman Pekerjaan

4. Kematangan Psikologis Kemauan Untuk

Pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis tidak ada item yang

gugur, karena semua hasilnya di atas 0,30.

Tabel. 7

Blue Print

Skala Perilaku Tugas (setelah gugur)

No. Aspek Perilaku Tugas Total 1. Penyusunan 1 2. Pengorganisasian 1 3. Menetapkan batas waktu 1 4. Pengarahan 1 5. Pengendalian 1

Total 5

Pada skala Perilaku Tugas tidak ada item yang gugur, karena hasilnya di

(56)

Tabel. 8

Blue Print

Skala Perilaku Hubungan (setelah gugur)

No. Aspek Perilaku Hubungan Total 1. Memberikan dukungan 1 2. Mengkomunikasikan 1 3. Memudahkan interaksi 1 4. Aktif menyimak 1 5. Memberi balikan 1

Total 5

Pada skala Perilaku Hubungan tidak ada item yang gugur, karena hasilnya

di atas 0,30.

c. Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi. Suatu instrumen

penelitian dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam

memberikan penilaian atas apa yang diukur. Reliabilitas adalah kemantapan,

konsistensi dan kejituan suatu alat tes dalam suatu pengukuran (Azwar,

2007). Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi adalah pengukuran

yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Tinggi rendahnya reliabilitas

ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas yang

mendekati nilai satu berdasarkan rumus-rumus reliabilitas. Penelitian ini

menggunakan metode Internal Consistency dengan teknik Cronbach’sAlpha

untuk menguji teknik reliabilitas. Jika nilai Cronbach Alpha lebih kecil dari

0,60 termasuk dalam tingkat reliabilitasnya kurang baik, di atas 0,7 sampai

0,8 adalah tingkat reliabilitasnya dapat diterima, sedangkan yang baik adalah

(57)

skala OCB (Organizational Citizenship Behavior) dengan nilai Cronbach

Alpha 0,941 menunjukkan alat ukur penelitian memiliki reliabilitas yang

dapat diterima. Pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis didapatkan

nilai Cronbach Alpha sebesar 0,977 menunjukkan alat ukur penelitian

memiliki reliabilitas yang dapat diterima. Pada skala Perilaku Tugas

didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,882 menunjukkan bahwa alat

ukur penelitian ini memiliki reliabilitas yang dapat diterima. Pada skala

Perilaku Hubungan didapatkan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,863

menunjukkan bahwa alat ukur penelitian ini memiliki reliabilitas yang dapat

diterima. Pengukuran reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan

perhitungan reliabilitas koefisien alpha dari Cronbach dengan menggunakan

program SPSS versi 17. Data untuk menghitung koefisien alpha dapat

diperoleh lewat penyajian data bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja

pada kelompok responden.

I. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdapat tiga

langkah yaitu:

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis data dengan menggunakan dengan teknik

uji Independent Sample T-Test, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang

meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dan uji

homogenitas ini merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan uji

(58)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

apakah data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal

atau tidak (Priyatno, 2010). Uji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS versi

17.0. Jika nilai p lebih besar daripada 0,05 maka data yang diperoleh

memiliki sebaran yang normal.

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa

varian populasi data adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai

prasyarat dalam analisis Independent Samples T-Test dan One Way

ANOVA. Asumsi yang mendasari dalam analisis varian (ANOVA) adalah

bahwa varian dalam populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika

nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian

dari dua atau lebih kelompok data adalah sama (Priyatno, 2010).

2. Uji Independent Sample T-Test

Independent Sample T-Test digunakan untuk mengetahui ada atau

tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak

berhubungan (Priyatno, 2010). Dalam analisis data penelitian

(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat empat skala, yaitu skala OCB

(Organizational Citizenship Behavior), skala Kematangan Pekerjaan dan

Psikologis, skala Perilaku Hubungan dan skala Perilaku Tugas. Kemudian

dari ke empat skala tersebut dibagikan kepada subjek yaitu seluruh karyawan

PT. Sang Hyang Seri (Persero) sebanyak 61 subjek.

Pada tanggal 7 Juni 2011 peneliti meminta surat ijin penelitian kepada

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

ditandatangani oleh Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selanjutnya pada tanggal

10 Juni 2011 surat tersebut diserahkan kepada Kantor Regional II PT. Sang

Hyang Seri (PERSERO). Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan

penelitian dari Kantor Regional II PT. Sang Hyang Seri (PERSERO) maka

pada tanggal 12 dan 13 September 2011 peneliti melakukan penelitian.

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan try out terpakai

yang berlangsung selama dua hari yaitu pada tanggal 12 dan 13 September

2011. Alasan menggunakan try out terpakai karena kondisi karyawan yang

sangat sibuk, dan jumlah subjek yang terbatas hanya 61 subjek. Dalam

penelitian ini skala diberikan kepada para karyawan dan sebagian dititipkan

(60)

skala, karena tidak boleh mengganggu karyawan yang sedang bekerja. Peneliti

menjelaskan kepada pimpinan perusahaan mengenai penelitian yang hendak

dilakukan serta cara pengisian skala. Kendala yang dihadapi dalam pengambilan

data ini adalah tidak dikembalikan tepat waktu. Hal ini dikarenakan adanya

kesibukan yang dialami oleh karyawan.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan

PT Sang Hyang Seri (Persero) yaitu kantor cabang Klaten sebanyak 21 orang,

kantor cabang Kulonprogo sebanyak 14 orang dan kantor cabang Kartasura

sebanyak 26 orang. Deskripsi umum tentang subjek berdasarkan usia, jenis

kelamin, pendidikan, lama bekerja dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 9

 Akademi/Universitas 35 57.38 Lama Kerja

 <10 Th 15 24.59

 10-20 Th 15 24.59

(61)

C. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian berupa hasil atau gambaran mengenai subjek

yang memuat data statistik berupa simpangan baku, rerata, skor maximum

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa adanya nilai perbedaan

antara mean empirik dan mean teoritik. Namun untuk membuktikan bahwa

antara mean empirik dan mean teoritik itu berbeda secara signifikan, maka

akan dilakukan uji t terlebih dahulu pada masing-masing skala. Mean empirik

(62)

< 0,05. Pada skala OCB, setelah dilakukan uji t diperoleh nilai signifikansi

sebesar 0,000 dan ini menunjukkan bahwa mean empirik dan mean teoritik

berbeda secara signifikan. Pada skala OCB, mean empirik (134.23) lebih

besar daripada mean teoritik (112.5). Hal ini menunjukkan bahwa subjek

dalam penelitian ini memiliki nilai OCB yang cenderung tinggi. Kemudian

pada skala Kematangan Pekerjaan dan Psikologis, setelah dilakukan uji t

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 dan ini menunjukkan bahwa mean

empirik dan mean teoritik berbeda secara signifikan. Pada skala Kematangan

Pekerjaan dan Psikologis, diperoleh mean empirik (33,77) lebih besar

daripada mean teoritik (27). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek

dalam penelitian ini memiliki tingkat Kematangan Pekerjaan dan Psikologis

yang cenderung tinggi. Pada skala Perilaku Tugas, setelah dilakukan uji t

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 dan ini menunjukkan bahwa mean

empirik dan mean teoritik berbeda secara signifikan. Pada skala Perilaku

Tugas diperoleh mean empirik (31.81) lebih besar daripada mean teoritik

(22,5) sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini

memiliki tingkat Perilaku Tugas yang cenderung tinggi. Pada skala Perilaku

Hubungan, setelah dilakukan uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000

dan ini menunjukkan bahwa mean empirik dan mean teoretik berbeda secara

signifikan. Kemudian, pada skala Perilaku Hubungan diperoleh mean empirik

(33.90) lebih besar daripada mean teoritik (22,5) sehingga dapat dikatakan

bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat Perilaku

Gambar

Grafik Kesesuaian Perilaku Tugas dan Perilaku
GAMBAR SKEMA
Tabel. 1 Blue Print
Blue PrintTabel. 2  Skala Perilaku Tugas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana sebenarnya struktur pasar jasa penyelenggaraan akses internet di Indonesia dan

Mampu untuk membangkitkan teknis anggota untuk menghasilkan yang terbaik..

Untuk mengatasi kendala yang dialami diameter leher riser yang kecil maka riser model III dibuat nilai casting modulus -nya jauh lebih besar dibandingkan nilai casting

Posisi pengelolaan sanitasi komponen air limbah domestik Kota Padang Panjang berada pada kuadran II, pada sumbu -12, 2 (-12 merupakan selisih skor kekuatan dan kelemahan

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Thalib (2013), terletak pada objek penelitian ini yaitu masyarakat kabupaten Gorontalo yang menjadi nasabah

Adapun pengertian yang dikandung dalam kata “khusus” adalah: ism tersebut telah diketahui secara pasti/tertentu atau tidak lagi menimbulkan pertanyaan “…

Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut ditandai dengan meningkatnya: (1) jumlah siswa yang aktif dalam apersepsi; (2) jumlah siswa yang memperhatikan

Iklan di media televisi hingga kini masih dianggap cara paling efektif dalam mempromosikan produk terutama di Indonesia yang masyarakatnya masih brand minded dimana merek yang